Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH TASAWUF

SEJARAH MUNCULNYA TAREKAT

Dosen Pengempu :

Dr. H . Nuril Khasyi’in Lc., MA

Disusun Oleh:

Gusti Nurul Kamaliah 1911102107027

Muhammad Indra Syafrizal 1911102107026

Muhammad Rizky Rezani 1911102107031

Nadia 1911102107029

Noor Hasanah 1911102107024

Rizka Adella 1911102107028

Rizki Aulia 1911102107021

Siti Fatimah 1911102107023

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA KALIMANTAN SELATAN

2020/2021
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, penulis telah
berhasil menyusun makalah tentang “kedudukan tasawuf’ dalam syariat islam” dengan judul
Sejarah Munculnya Tarekat ini dengan baik. Makalah ini diharapkan dapat membantu proses
belajar mengajar. Dan juga diharapkan dapat menambah nilai yang ada.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis tidak lupa mengucapkan banyak terimakasih
kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas makalah ini sehingga
penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah. Penulis menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari sempurna. Maka dari itu, penulis mengharapkan saran dan kritikan yang
bersifat membangan agar dimasa yang akan datang akan lebih baik.

Banjar, 28 Maret 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................i

DAFTAR ISI........................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang................................................................................................1
B.  Rumusan Masalah...........................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Tarekat...........................................................................................2
B.  Unsur-Unsur Terbentuknya Tarekat...............................................................4
C.  Sejarah dan Perkembangan Tarekat................................................................9

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan...................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................12

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Tarekat merupakan bagian dari ilmu tasawuf. Namun tak semua orang yang
mempelajari tasawuf terlebih lagi belum mengenal tasawuf akan faham sepenuhnya tentang
tarekat. Banyak orang yang memandang tarekat secara sekilas akan menganggapnya sebagai
ajaran yang diadakan di luar Islam (bid’ah), padahal tarekat itu sendiri merupakan
pelaksanaan dari peraturan-peraturan syari’at Islam yang sah. Namun perlu kehati-
hatian  juga karena tidak sedikit tarekat-tarekat yang dikembangkan dan dicampuradukkan
dengan ajaran-ajaran yang menyeleweng dari ajaran Islam yang benar. Oleh sebab itu, perlu
diketahui bahwa ada pengklasifikasian antara tarekat muktabarah (yang dianggap sah) dan
ghairu muktabarah (yang tidak dianggap sah).
Memang seluk-beluk tarekat tidak bisa dijabarkan dengan mudah karena setiap
tarekat-tarekat tersebut memiliki filsafat dan cara pelaksanaan amal ibadah masing-masing.
Oleh karena itu, penulis berusaha menjelaskan tentang tarekat dalam makalah ini. Meskipun
makalah ini tidak bisa memuat hal-hal yang berkaitan dengan tarekat secara menyeluruh, tapi
paling tidak makalah ini cukup mampu untuk memperkenalkan kita pada terekat tersebut.
B.   Rumusan Masalah
1.      Apa Pengertian dari tarekat?
2.      Apa saja yang termasuk unsur-unsur terbentuknya tarekat?
3.      Bagaimana sejarah dan perkembangan tarekat?
C.   Tujuan Penulisan Makalah
1.      Agar mengetahui Pengertian dari tarekat.
2.      Agar mengetahui dan memahami unsur-unsur terbentuknya tarekat.
3.      Agar mengetahui sejarah dan perkembangan tarekat.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A.   Pengertian Tarekat
Istilah tarekat diambil dari bahasa Arab thariqah yang berarti jalan atau metode.
Dalam terminologi sufistik, tarekat adalah jalan atau metode khusus untuk mencapai tujuan
spiritual.
Secara terminologis, menurut Mircea Aliade, kata thariqah digunakan dalam dunia
tasawuf sebagai jalan yang harus ditempuh seorang sufi untuk mendekatkan diri kepada
Allah. Atau, metode psikologis-moral dalam membimbing seseorang untuk mengenali
Tuhannya. Sedangkan J.S. Trimingham menyatakan bahwa tarekat adalah “a practical
method (other terms were madhhab, ri’ayah and suluk) to guide a seeker by tracing a way of
thought, feeling and action, leading a succession of stages (maqamat, an integral association
with psycological experience called ‘states,’ ahwal) to experience of Divine Reality (haqiqa)”
– “metode praktis (bentuk-bentuk lainnya, mazhab, ri’ayah dan suluk) untuk membimbing
murid dengan menggunakan pikiran, perasaan dan tindakan melalui tingkatan-tingkatan
(maqamat, kesatuan yang utuh dari pengalaman jiwa yang disebut ‘states,’ ahwal) secara
beruntun untuk merasakan hakikat Tuhan.”
Asy-Syekh Muhammad Amin al-Kurdy mengemukakan tiga macam definisi, yang
berturut-turut disebutkan: yang artinya,
“tariqat adalah pengalaman syariat, melaksanakan beban ibadah (dengan tekun) dan
menjauhkan diri dari sikap mempermudah (ibadah), yang sebenarnya memang tidak boleh
dipermudah.” “tariqat adalah menjauhi larangan dan melakukan perintah tuhan sesuai dengan
kesanggupannya, baik larangan dan perintah yang nyata maupun yang tidak (batin).”
“Tariqat adalah meninggalkan yang haram dan makruh, memperhatikan hal-hal mubah (yang
sifatnya mengandung) fadilah, menunaikan hal-hal yang diwajibkan dan yang disunatkan,
sesuai dengan kesanggupan (pelaksanaan) dki bawah bimbingan seorang arif (syekh) dari
(sufi) yang mencita-citakan suatu tujuan. L. Massignon, salah seorang peneliti tasawuf di
beberapa Negara Muslim, berkesimpulan bahwa istilah tarekat mempunyai dua pengertian.
Pertama, tarekat merupakan pendidikan kerohanian yang sering dilakukan oleh orang-orang
yang menempuh kehidupan tasawuf, untuk mencapai suatu tingkatan kerohanian, yang

2
disebut, yang disebut al-maqaamaat I dan al-akhwaal. Pengertian seperti ini menonjol pada
abad ke-9 sampai ke-10 Masehi.
Kedua, tarekat merupakan perkumpulan yang didirikan menurut aturan yang telah dibuat oleh
syekh yang menganut suattu aliran tarekat tertentu. Dalam perkumpulan itulah, seorang syekh
yang menganut suatu aliran tarekat yang dianutnya, lalu mengamalkan aliran tersebut
bersama dengan murid-muridnya. Pengertian seperti ini menonjol setelah abad ke-9 Masehi.
Adapun “tarekat” menurut istilah ulama Tasawuf:
1.      Jalan kepada Allah dengan mengamalkan ilmu Tauhid, Fikih dan Tasawuf.
2.      Cara atau kaifiat mengerjakan sesuatu amalan untuk mencapai suatu tujuan.
Berdasarkan beberapa definisi yang tersebut di atas, jelaslah bahwa tarekat adalah
suatu jalan atau cara untuk mendekatkan diri kepada Allah, dengan mengamalkan ilmu
Tauhid, Fikih dan Tasawuf.
Tarekat juga berarti organisasi yang tumbuh seputar metode sufi yang khas. Pada
masa permulaan, setiap guru sufi dikelilingi oleh lingkaran murid mereka dan beberapa murid
ini kelak akan menjadi guru pula. Boleh dikatakan bahwa tarekat itu mensistematiskan ajaran
dan metode-metode tasawuf. Guru tarekat yang sama mengajarkan metode yang sama, zikir
yang sama, muraqabah yang sama. Seorang pengikut tarekat akan memperoleh kemajuan
melalui sederet amalan-amalan berdasarkan tingkat yang dilalui oleh semua pengikut tarekat
yang sama. Dari pengikut biasa (mansub) menjadi murid selanjutnya pembantu Syaikh
(khalifah-nya) dan akhirnya menjadi guru yang mandiri (mursyid).
Namun, dalam perkembangannya pengertian tarekat mengalami perluasan, tarekat
bukan hanya suatu jalan yang dilalui oleh para sufi untuk mendekatkan diri kepada Allah
tetapi tarekat menjadi suatu organisasi yang melembaga dikalangan para pengikut tarekat
tersebut. Tarekat yang sudah menjadi sesuatu yang lembaga dipimpin oleh seorang syekh
yang mengajarkan tentang tata cara melakukan ibadah yang terdapat dalam tarekat tersebut.
Pada intinya tarekat itu lebih terstruktur daripada tasawuf.
Apabila dihubungkan antara tasawuf dan tarekat, hubungan yang ada di dalamnya
adalah tasawuf merupakan usaha mendekatkan diri kepada Allah SWT dan tarekat
merupakan jalan yang ditempuh seseorang dalam usahanya mendekatkan diri kepada Allah
SWT.

3
B.   Unsur-Unsur Terbentuknya Tarekat
Dalam tarekat, setidaknya ada lima unsur penting yang menjadi dasar terbentuknya
sebuah tarekat. Kelima hal tersebut adalah:
a.    Guru
Kedudukan guru sangat penting dalam tarekat. Selain sebagai pemimpin yang mengawasi
muridnya agar tidak terjerumus dalam hal yang negarif guru juga merupakan pemimpin
kerohanian. Oleh karena itu jabatab sebagai guru tidak dapa diberikan dan dipangku oleh
sembarang orang. Pertama: ia harus alim dan ahli dalam memberikan tuntunan- tuntunan
kepada murid-muridnya, baik dalam ilmu fiqh, aqa'id dan tauhid serta ilmu umum lainnya;
Kedua: bahwa ia mengenal atau arif dengan segala sifat-sifat kesempurnaan hati, segala adab-
adabnya, segala kegelisahan jiwa dan penyakitnya, begitu juga mengetahui cara
menyehatkannya kembali serta memperbaikinya sebagai semula;
Ketiga bahwa ia mempunyai belas kasihan terhadap orang Islam, khusus terhadap murid-
muridnya;
Keempat mursyid itu hendaklah pandai menyimpan rahasia muridmuridnya, tidak membuka
kebaikan mereka terutama di depan mata umum, tetapi sebaliknya mengawasi dengan
pandangan Sufinya yang  tajam serta memperbaikinya dengan cara yang sangat bijaksana.
Kelima bahwa ia tidak menyalahgunakan amanah muridnya, tidak mempergunakan harta
benda murid-muridnya itu dalam bentuk dan pada kesempatan apa pun  juga, begitu juga
tidak boleh menginginkan apa yang ada pada mereka.
Keenam bahwa ia tidak sekali-kali menyuruh atau memerintah murid-muridnya itu dengan
suatu perintah, kecuali jika yang demikian itu layak dan pantas juga dikerjakan olehnya
sendiri, demikian juga dalam melarang segala macam perbuatan;
Ketujuh bahwa seorang mursyid hendaklah ingat sungguh-si ngguh, tidak terlalu banyak
bergaul apalagi bercengkerama bersenda-gurau dengan muridmuridnya.
Kedelapan ia mengusahakan segala ucapan bersih dari pengaruh nafsu dan keinginan,
terutama tentang ucapan-ucapan yang pada pendapatnya akan memberi bekas kepada
kehidupan bathin murid-muridnya itu.
Kesembilan seorang mursyid yang jijaksana selalu berlapang dada, ikhlas, tidak ingin
memberi perintah kepada seseorang murid itu apa yang tidak sanggup.

4
Kesepuluh apabila ia melihat ada seorang murid, yang karena selalu bersama-sama dan
berhubungan dia, memperlihatkan kebesaran dan ketinggian hatinya, makïi segera ia
memerintah murid itu pergi berkhalwat pada suatu tempat yang tidak jauh, juga tidak terlalu
dekat dengan mursyidnya itu.
Kesebelas apabila ia melihat bahwa kehormatan terhadap dirinya sudah kurang dalam
anggapan dan hati murid-muridnya, hendaklah ia mengambil siasat yang bijaksana untuk
mencegah yang demikian itu, karena kepercayaan dan kehormatan yang berkurang itu,
merupakan musuh terbesar baginya.
Kedua belas jangan dilupakan olehnya memberi petunjuk-petunjuk tertentu dan pada waktu-
waktu tertentu kepada murid-muridnya untuk memperbaiki hal mereka. Ketiga belas sesuatu
yang harus mendapat perhatiannya yang penuh ialah kebangsaan rohani yang sewaktu-waktu
timbul pada muridnya yang masih dalam didikan. Kadang-kadang murid itu menceritakan
kepadanya tentang sesuatu ru'yah yang dilihatnya, mukasyafah yang terbuka baginya, dan
musyadah yang dihadapinya, yang di dalamnya terdapat perkara-perkara yang istimewa,
maka hendaklah ia berdiam diri, jangan banyak berbicara tentang itu. Sebaliknya hendaklah
ia memberikan amal lebih banyak yang dapat menolak sesuatu yang tidak benar, dan dengan
itu ia mengangkat muridnya ke tingkat yang lebih tinggi dan lebih mulia.
Ketiga belas apabila seorang mengundangnya, maka ia menerima undangan itu dengan penuh
kehormatan dan penghargaan, begitu juga dengan rasa merendahkan diri.
Keempat Belas hendaklah ia suka bertanya tentang seseorang murid yang tidak hadir atau
kelihatan serta memeriksa sebab-sebab ia tidak hadir itu. Serta adab (prilaku-prilaku) lainnya
yang sesuai dengan al-qur’an dan as-sunnah
b.    Murid/murad
Pengikut suatu tarekat dinamakan murid
Murid yang sudah melepaskan kemauannya dalam menempuh jalan kearah kemauan atau
iradat inilah yang disebut murad. Murad adalah murid yang dicari oleh seorang guru.
Adab dalam tarekat adalah merupakan suatu ajaran yang sangat prinsip, tanpa adab tidak
mungkin seorang murid dapat mencapai tujuan suluk-nya. Secara garis besar adab oleh
seorang murid ada empat, yaitu adab kepada Allah dan Rasul-Nya, adab kepada Syekh
(Mursyid atau gurunya), adab kepada diri sendiri dan adab kepada Ikhwan (Sudara seiman).

5
c.    Baiat
Bai’at dalam bahasan tarekat merupakan janji setia yang biasanya diucapkan oleh calon salik
dihadapan Mursyid untuk menjalankan segala persuaratan yang ditetapkan oleh seorang
mursyid dan tidak akan melanggarnya sesuai dengan syari’at Islam.
Adapun sesuatu yang melandasi bai’at terdapat pada al-Qur’an surat al-Fath (48) ayat 10:
 Artinya: “Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu Sesungguhnya mereka
berjanji setia kepada Allah. tangan Allah di atas tangan mereka, Maka barangsiapa yang
melanggar janjinya niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan
barangsiapa menepati janjinya kepada Allah Maka Allah akan memberinya pahala yang
besar”. Dalam tarekat, biasanya bai’at dijadikan syarat khusus bagi calon salik sebelum
masuk ke tarekat. Ini ditujukan sebagai tanda loyalitas dan perwujudan kesetiaan pada Islam
dan juga pada tarekat. Bai’at itu sendiri ada dua macam, yaitu Bai’at Shuwariyah, yaitu bai’at
bagi seorang kandidat salik yang hanya sekedar ia mengakui bahwa Mursyid yang mem-
bai’at-nya ialah gurunya tempat ia berkonsultasi, dan Mursyid itu pun mengakui, orang
tersebut adalah muridnya. Ia tidak perlu meninggalkan keluarganya untuk menetap tinggal
dalam zawiyah tarikat itu untuk terus-menerus bersuluk atau berzikir. Ia boleh tinggal di
rumahnya dan bekerja sehari-hari sesuai dengan tugasnya. Ia sekadar mengamalkan wirid
yang diberikan oleh gurunya itu pada malam-malam tertentu dan ber-tawasul kepada gurunya
itu. Ia dan keluarganya bersilaturrahmi kepada gurunya itu sewaktu-waktu pula. Apabila ia
memperoleh kesulitan dalam hidup ini, ia berkonsultasi dengan gurunya itu pula.
Bai’at ma’nawiyah, yaitu bai’at bagi seorang kandidat salik yang bersedia untuk dididik dan
dilatih menjadi sufi yang arif billah. Kesediaan salik untuk dididik menjadi sufi itu pun sudah
barang tentu berdasarkan pengamatan dan keputusan guru tarikat itu. Salik yang masuk
tarikat melalui bai’at yang demikian harus meninggalkan anak-istri dan tugas keduniaan. Ia
berkhalwat dalam zawiyah tarikat di dalam penegelolaan syekhnya.Khalwat ini bisa
berlangsung selama beberapa tahun bahkan belasan tahun.
d.    Silsilah
Silsilah Sumber refrensi dari sebuah organisasi itulah disebut silsilah. Sama halnya seperti
sanad dalam hadis.
Jika para ulama merupakan pewaris nabi yang mengajarkan ilmu lahir, maka mursyid tarekat

6
merupakan pewaris nabi yang mengajarkan penghayatan keagamaan yang bersifat batin. Oleh
karena itu, Seperti fungsi sanad dalam hadis, keberadaan silsilah dalam tarekat berfungsi
menjaga validitas dan otentisitas ajara tarekat agar tetap merujuk pada sumbernya yang
pertama, Rasulullah Muhammad Saw.
Dibawah ini terdapat beberapa salasul. Rabbani menyebutkan setidaknya ada lebih dari 40
salasul. Beberapa diantara salasul yang terkenal adalah:
1.    Silsilah Qadiriyah. Nama ini merujuk pada Abd al-Qadir al-Jilani, ia adalah khalifah dar
Abu Said Makhzumi, khalifah dari Abu al-Hasan Ali al-Qarshi, khalifah dari Abu al-Farah
al-Tartusi, khalifah dari Junayd al-Baghdadi bersambung terus sampai Imam Ali. Al-Jilani
meminta jubah kekhalifahan melalui jaringan keturunan Imam Hasan bin Abi Thalib dengan
11 jaringan di antaranya.
2.     Silsilah Yasuya. Dipimpin oleh Ahmad Yasui yang dikenal sebagai “Shaykh of
Turkistan”. Dia adalah khalifah Yusuf Hamdani, khalifah Ali Farmadi (Shaykh Abu Hamid
al-Gazali), khalifah Abd al-Qasim Gorgani, khalifah Abu Usman Maghribi, khalifah Abu
Katib, khalifah Abu Ali Rodbari, khalifah Junayd Baghdadi terus hingga ke Imam Ali.
Ahmad Yasui juga memperoleh jaringan ke Imam Ali dari para shaykh melalui Muhammad
Hanafiyah, anak Imam Ali dari istri lainnya.
3.    Silsilah Naqshabandiyah. Dinamai dengan nama Bahau al-Din Naqshaband. Dia adalah
khalifah Amir Syed Kalal, khalifah Muhammad Samasi, khalifah Ali Ramatani, khalifah
Mahmud Abu Khayr Faghnavi, khalifah Arif Regviri, khalifah Abd al-Khaliq Ghayidwani,
khalifah Yusuf Hamdani, khalifah Ali farmadi, khalifah Abu al-Qasim Gorgani, yang
berjaring ke atas dengan Junayd al-Baghdadi dengan 3 jaringan di antaranya. Abu al-Qasim
juga berjaringan ke atas dengan Abu Bakar melalui Abu al-Hasan Khargani, Abu Yazid al-
Bistami, dan Ja’far Shiddiq.
4.    Silsilah Nuriyah. Dinamai dengan Shaykh Abu al-Hasan Nuri. Dia adalah khalifah dari
Sari Saqti.
5.    Silsilah Khazruyah. Diambil dari nama Ahmad Khazruya yang merupakan khalifah dari
Hatim Asum, khalifah Saqiq Balkhi, khalifah Muhammad Ali Ishqi, khalifah Ibrahim Adham
yang menerima kekhalifahan dari Fudhayl bin Ayyas sebagaimana Imam Muhammad Baqir,
cucu Imam Hussein.

7
6.    Silsilah Shattariyah. Dari Muhammad Arif, khalifah Muhammad Ali Ishqi, khalifah
Shaykh Khuda Qali Mawara al-nahri, khalifah Abd al-Hasan al-Ishqi, khalifah Abi
Mudhaffar Mawlana Turk Tusi, khalifah Bayazid al-Ishqi, khalifah Muhammad Maghribi,
khalifah Abu Yazid al-Bistami hingga Imam Ali.
e.    Ajaran
Ajaran dari masing-masing tarekat itu berbeda-beda.  Dan cirri khas dari ajaran masing-
masing tarekat itulah yang membedakan tarekat itu dari tarekat yang lain.
Salah satu bagian terpenting dalam tarekat yang hampir selalu dikerjakan ialah dzikir. Dzikir
artinya mengingat kepada Tuhan. Akan tetapi dalam mengingat kepada tuhan, dalam tarekat
dibantu dengan berbagai macam ucapan, yang menyebut nama Allah atau sifat-sifatnya, atau
kata-kata yang mengingat kepada Allah. Ahli tarekat berkeyakinan, jika seorang hamba telah
yakin, jika lahir batinnya dilihat Allah dan segala perbuatan diawasi Allah, dan ucapannya di
dengar Allah, segala niat dan cita-cita di ketahui Allah, maka hamba itu akan menjadi sorang
yang benar, karena ia selalu ada dalam keadaan memperhambakan dirinya kepada Allah.
Lalu zikir berarti menyebut-nyebut nama Allah atau ma'rifat Allah, yang pada keyakinan
mereka itu akan melahirkan dua sifat pada manusia, pertama seorang hamba Allah dan kedua
kasih kepada Allah. Jika seorang hamba Allah takut kepada Allah, maka segala suruhnya
akan dikerjakannya dan segala larangannya akan dihentikannya. Seorang yang kasih kepada
Allah tentu akan memilih pekerjaan-pekerjaan yang disukai Allah dan menggiatkan dia
menjauhkan diri pada pekerjaan-pekerjaan yang tidak disukai Tuhan.
Pada keyakinan golongan tarekat-tarekat tiap-tiap manusia tidak terlepas dari empat perkara.
Pertama manusia itu kedatangan nikmat, kedua kedatangan bala, ketiga berbuat ta'at, dan
keempat berbuat dosa. Selama manusia itu mempunyai nafsu yang turun naik, mestilah ia
mengerjakan salah satu pekerjaan dari empat macam tersebut. Jika pada waktu itu lupa
kepada Tuhan, maka nikmat itu akan membawa sombong, tekebur dan tinggi hati padanya.
Tetapi jika ia teringat kepada Tuhan pada waktu ia menerima nikmat itu, sifatnya berlainan
sekali, ia syukur kepada Tuhan, yang akan membawa lebih baik kelakuannya.
Dengan alasan itulah golongan tarekat mempertahankan dzikir, tidak saja arti mengingat
Allah dalam hati, tetapi menyebut Allah senantiasa kala dengan lidahnya untuk melatih
segala anggotanya. Mereka beranggapan, jika segala perbuatan dikerjakan tanpa mengingat

8
Allah, maka mereka beranggapan kegiatan itu adalah kosong, akan hampa dari pahala yang
sebenarnya.
Di antara dalil-dalil yang mereka (golongan tarekat) kemukakan adalah sebagai berikut:
1. Kerana mengerjakan zikir itu mengingatkan kepada Allah, dan semata-mata menjunjung
nama Allah. Firman Allah: "Hai segala mereka yang percaya kepada Allah sebut olehmu
akan Allah dengan sebutan yang banyak dan ucaplah tasbih pada pagi-pagi dan petang-
petang". (Quran Al-Mu’minun: 41).
2. Orang yang zikir Allah itu mengingat akan Allah dan Allah mengingat pula akan orang itu.
Firman Allah: "Sebut olehmu akan Daku, nescaya Aku menyebut pula akan dikau". (Quran
al-Baqoroh: 152).
C.   Sejarah dan Perkembangan Tarekat
Pada awalnya, tarekat itu merupakan bentuk praktik ibadah yang diajarkan secara
khusus kepada orang tertentu. Misalnya, Rasulullah mengajarkan wirid atau zikir yang perlu
diamalkan oleh Ali ibn Abi Thalib. Atau, Nabi saw. memerintahkan kepada sahabat A untuk
banyak mengulang-ulang kalimat tahlil dan tahmid Pada sahabat B, Muhammad
memerintahkan untuk banyak membaca ayat tertentu dari surat dalam Alquran. Ajaran-ajaran
khusus Rasulullah itu disampaikan sesuai dengan kebutuhan penerimanya, terutama berkaitan
dengan faktor psikologis.
Pada abad pertama Hijriyah mulai ada perbincangan tentang teologi, dilanjutkan
mulai ada formulasi syariah. Abad kedua Hijriyah mulai muncul tasawuf. Tasawuf terus
berkembang dan meluas dan mulai terkena pengaruh luar. Salah satu pengaruh luar adalah
filsafat, baik filsafat Yunani, India, maupun Persia. Muncullah sesudah abad ke-2 Hijriyah
golongan sufi yang mengamalkan amalan-amalan dengan tujuan kesucian jiwa
untuk taqarrub kepada Allah. Para sufi kemudian membedakan pengertian-
pengertian syariat, tahriqat, haqiqat, dan makrifat. Menurut mereka syariah itu untuk
memperbaiki amalan-amalan lahir, thariqat untuk memperbaiki amalan-amalan batn
(hati), haqiqat untuk mengamalkan segala rahasia yang gaib, sedangkan makrifat adalah
tujuan akhir yaitu mengenal hakikat Allah baik zat, sifat maupun perbuatanNya. Orang yang
telah sampai ke tingkat makrifat dinamakan wali. Kemampuan luar biasa yang dimilikinya
disebut karamat atau supranatural, sehingga dapat terjadi pada dirinya hal-hal yang luar biasa

9
yang tidak terjangkau oleh akal, baik di masa hidup maupun sudah meninggal. Syaikh Abdul
Qadir Jaelani (471-561/1078-1168) menurut pandangan sufi adalah wali tertinggi
disebut quthub al-auliya (wali quthub).
Pada abad ke-5 Hijriyah atau 13 Masehi barulah muncul tarekat sebagai kelanjutan
kegiatan kaum sufi sebelumnya. Hal ini ditandai dengan setiap silsilah tarekat selalu
dihubungkan dengan nama pendiri atau tokoh-tokoh sufi yang lahir pada abad itu. Setiap
tarekat mempunyai syaikh, kaifiyah zikir dan upacara ritual masing-masing. Biasanya syaikh
atau mursyid mengajar murid-muridnya di asrama latihan rohani yang
dinamakan suluk atau ribath.
Pada perkembangannya, kata tarekat mengalami pergeseran makna. Jika pada
awalnya tarekat berarti jalan yang ditempuh oleh seorang sufi dalam mendekatkan diri
kepada Allah maka pada tahap selanjutnya istilah tarekat digunakan untuk menunjuk pada
suatu metode psikologi yang dilakukan oleh guru tasawuf (mursyid) kepada muridnya untuk
mengenal Tuhan secara mendalam. Dari sinilah terbentuk suatu tarekat, dalam pengertian
“jalan menuju tuhan di bawah bimbingan seorang guru”. Setelah suatu tarekat memiliki
anggota yang cukup banyak maka tarekat tersebut kemudian dilembagakan dan menjadi
sebuah organisasi tarekat. Pada tahap ini, tarekat dimaknai sebagai “organisasi sejumlah
orang yang berusaha mengikuti kehidupan tasawuf”.
Dengan demikian, di dunia islam dikenal beberapa tarekat besar, seperti Tarekat
Qadiriyah, Naqsabandiyah, Syathariyah, Sammaniyah, Khalwatiyah, Tijaniyah, Idrisiyah, dan
Rifaiyah.
Dilihat dari ajaran ortodoks Islam, ada tarekat yang dipandang sah (mu’tabarah) dan
ada pula tarekat yang dianggap tidak sah (ghair mu’tabarah). Penjelasan dari keduanya yaitu:
“Suatu tarekat dianggap sah (mu’tabarah) jika memiliki mata rantai (silsilah) yang mutawatir
sehingga amalan dalam tarekat tersebut dapat dipertanggungjawabkan secara syari’at.
Sebaliknya, jika suatu tarekat tidak memiliki mata rantai (silsilah) yang mutawatir sehingga
ajaran tarekat tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan secara syari’at maka ia dianggap
tidak memiliki dasar keabsahan dan oleh karenanya disebut tarekat yang tidak sah (ghair al-
mu’tabarah).”

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Tarekat merupakan suatu jalan yang ditempuh oleh seorang sufi untuk mendekatkan
diri kepada Allah.Unsure-unsur tarekat meliputi guru, murid/murad, baiat (janji setia),
silsilah, dan ajarannya. Kemudian tarekat yang terkenal beberapa diantaranya adala trekat
naqsabandiyah, syaziliyah dan qadiriyah. Apabila tasawuf bertujuan untuk mendekatkan diri
kepada Allah maka tarekat merupakan jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah itulah
hubungan tarekat dengan tasawuf.

11
DAFTAR PUSTAKA

http://zaimprakoso.blogspot.com/2017/11/kedudukan-tasawuf-dalam-syariat-islam.html

https://www.harianbhirawa.co.id/sejarah-tasawuf-islam-dan-perkembangannya/

https://harisfauzi8.medium.com/memahami-tarekat-dalam-ajaran-islam-a689d4183320

http://saraphaaan.blogspot.com/2015/06/ilmu-tasawuf-sejarah-dan-perkembangan.html

https://saidmuniruddin.com/2019/01/08/asal-usul-tarekat-dan-tasawuf/

http://sulaimanilhmiana.blogspot.com/2013/02/
tasawuftarekat.html#:~:text=PENUTUP-,Tarekat%20merupakan%20suatu%20jalan%20yang
%20ditempuh%20oleh%20seorang%20sufi%20untuk,trekat%20naqsabandiyah%2C
%20syaziliyah%20dan%20qadiriyah.

12

Anda mungkin juga menyukai