Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH AKHLAQ TASAWUF

TAREKAT

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Akhlaq Tasawuf

Dosen Pengampu: SUMADIN, S.Pd.I., M.Pd.I

Disusun oleh:

Kelompok 11

Anggota: 1. Ramli ( 220250019)

2. Rahmania ( 220250044 )

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PAREPARE

2021

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat rabbi yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini.

Ucapan terima kasih kepada dosen mata kuliah “Akhlaq Tasawuf” yang
telah memberikan tugas makalah ini kepada kami dengan judul “Tarekat”
sehingga kami dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan. Dan tidak lupa
kepada teman teman yang telah memberikan motivasi dan seluruh lapisan yang
telah membantu akan lancarnya makalah ini.

Dalam pembuatan makalah ini kami menyadari masih banyak kekurangan


dan kesalahan, oleh sebab itu kami harapkan kritik dan sarannya, sebagaimana
ungkapan “tidak ada gading yang tak retak” mudah-mudahan makalah ini
bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi kita semua umumnya.

Parepare, 15 Oktober 2021

Kelompok 11
.

ii
DAFTAR ISI

BAB I ................................................................................................................................1
PENDAHULUAN ............................................................................................................1
A. Latar Belakang .....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................2
C. Tujuan Makalah ...................................................................................................2
BAB II ...............................................................................................................................3
PEMBAHASAN ...............................................................................................................3
A. Pengertian Tarekat ..............................................................................................3
B. Sejarah Timbulnya Tarekat ................................................................................3
C. Aliran-Aliran Tarekat dalam Islam ....................................................................5
D. Pengaruh Tarekat di Dunia Islam ....................................................................11
BAB III ...........................................................................................................................14
PENUTUP ......................................................................................................................14
A. Simpulan .............................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................................15

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Sufisme dan Tarekat merupakan wacana dan praktik keagamaan yang


cukup popular di Indonesia. Bahkan akhir-akhir ini kecenderungan sufistik
telah menjangkau kehidupan masyarakat kelas menengah sampai masyarakat
kelas atas(elite) dengan angka pertumbuhan yang cukup signifikan terutama di
daerah perkotaan. Tampaknya gejala gaya hidup ala sufistik mulai
digandrungi sebagian orang yang selama ini dianggap bertentangan dengan
kondisi dan gaya hidup mereka (perkotaan). Gejala ini bisa jadi sebagai
bentuk pemenuhan unsure spiritual yang belum juga terpenuhi oleh ibadah
rutin.1

Menguatnya gejala sufistik yang terjadi pada semua lapisan


masyarakat, mengindikasikan bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam
sufisme dan tarekat secara psikologis mampu membawa anak bangsa ini
menuju masyarakat yang lebih bermartabat dan manusiawi, sehinga tarekat
diharapkan dapat mengatasi sebagian persoalan hidup terutama dalam bidang
moralitas.2

Tarekat sebagai bentuk proses penguatan nilai spiritual bagi para


penganutnya yang dalam hal ini disebut Murid3, dengan masuknya seorang
murid pada tarekat beserta bimbingan spiritual yang diberikan oleh mursyid
kepada murid, maka disitulah letak proses pembinaan spiritual bagi murid,
sehingga murid selalu terbimbing yang pada akhirnya akan muncul sebuah
dampak yang positif akan berubahnya nilai-nilai spiritualitas pada diri seorang
murid.

1
Ris’an Rusli, Tasawuf dan Tarekat, Jakarta: Rajawali Pers, 2013, Hal. 183
2
Ris’an Rusli, loc. Cit.
3
Sri mulyati, Tarekat`-Tarekat Muktabarah Di Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
Cet. Ke-3. 2006, Hal. 11

1
Al-Qur‟an sendiri sangat menekankan nilai-nilai moralitas yang
baik (al-Akhlak al-Karimah), proses pembenahan jiwa yang dalam hal ini
melalui dzikir, yang mana dzikir adalah bagian perintah dalam al-Qur‟an yang
dalam penyebutannya tidak sedikit atau berulang-ulang, bahkan dalam al-
Qur‟an sendiri menyebutkan bahwa dzikir adalah sebuah cara untuk
memperoleh ketenangan jiwa, dari ketenangan jiwa inilah yang menjadi tujuan
inti orang bertarekat.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian tarekat?
2. Bagaimana sejarah timbulnya tarekat?
3. Apa saja aliran-aliran tarekat dalam islam?
4. Bagaimana pengaruh tarekat di dunia islam?
C. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui pengertian tarekat
2. Untuk mengetahui bagaimana sejarah timbulnya tarekat
3. Untuk mengetahui aliran-aliran tarekat dalam islam
4. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh tarekat di dunia islam

2
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Tarekat

Tarekat (thariqah) mempunyai beberapa arti, antara lain jalan lurus


(islam yang benar, berbeda dari kekufuran dan syirik), tradisi sufi atau jalan
spiritual (tasawuf), dan persaudaraan sufi. Pada arti ketiga, tarekat berarti
organisasi sosial sufi yang memiliki anggota dan peraturan yang harus ditaati,
serta berpusat pada hadirnya seorang mursyid.4

Asal kata tarekat dalam bahasa arab adalah thariqah yang berarti jalan,
keadaan, aliran, atau garis pada sesuatu.5 Tarekat adalah jalan yang ditempuh
para sufi. Dapat pula digambarkan sebagai jalan yang berpangkal dari syariat
sebab jalan utama disebut syari’ sedangkan anak jalan disebut thariq. Kata
turunan ini menunjukan bahwa menurut anggapan para sufi, pendidikan mistik
merupakan cabang bagi setiap muslim. Tidak mungkin ada anak jalan apabila
tidak ada jalan utama tempat berpangkal. Pengalaman mistik tidak mungkin
didapat apabila perintah syariat yang mengikat itu tidak ditaati.

Menurut Harun Nasution, tarekat berasal dari kata thariqah yang


artinya jalan yang harus ditempuh oleh seorang calon sufi agar ia berada
sedekat mungkin dengan Allah6. Thariqah kemudian mengandung arti
organisasi (tarekat). Setiap thariqah mempunyai syaikh, upacara ritual, dan
dzikir tersendiri.

B. Sejarah Timbulnya Tarekat

Pada mulanya tarekat dilalui oleh seorang sufi secara individual.


Namun seiring dengan perjalanannya, tarekat diajarkan baik secara individual
maupun kolektif. Pengajaran tarekat kepada orang lain ini sudah diawali sejak
Al-Hallaj (858-922 M) dan dilakukan pula oleh sufi-sufi besar lainnya.

4
Samsul Munir Amin, Ilmu Tasawuf, Jakarta: Amzah, 2015, Cet. Ke-03, Hal. 294
5
A. Zuhdi Mudhor, kamus Al-Ashri, Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 1996, Hal. 1231
6
Ris’an Rusli, op. cit. Hal. 185

3
Dengan demikian, timbullah dalam sejarah islam kumpulan sufi yang
mempunyai syaikh yang menganut tarekat tertentu sebagai amalannya dan
memiliki pengikut.7

Sistem hubungan antara mursyid dan murid menjadi fondasi bagi


pertumbuhan tarekat sebagai sebuah organisasi dan jaringan.8 Fungsi mursyid
yang demikian sentral sebagai pembimbing rohani dalam rangka menjalani
maqamat, menjadikan murid secara alami menerima otoritas dan
bimbingannya. Penerimaan ini tampaknya didasarkan atas keyakinan bahwa
setiap manusia mempunyai kemungkinan yang inheren dalam dirinya berupa
kemampuan untuk mewujudkan proses dan pengalaman “bersatu” dengan
Tuhan. Akan tetapi, potensi ini terpendam dan dapat terwujud hanya dengan
iluminasi tertentu yang dianugerahkan oleh Tuhan, tanpa bimbingan dari
seorang mursyid.9

Tarekat dalam proses bimbingan diatas, pada mulanya adalah suatu


metode praktis yang biasanya sejajar dengan istilah-istilah lain seperti mazhab
ri‟ayah, dan suluk. Kemudian tarekat berkembang yang bertujuan
membimbing seorang pencari dengan menelusuri suatu jalan berpikir, merasa,
dan bertindak melalui urutan maqamat dan ahwal menuju pengalaman tentang
realitas Ilahi. Dengan demikian, sebagaimana dikemukakan oleh J. Spencer
Trimingham, pada awalnya tarekat berarti sekadar metode gradual mistisisme
kontemplatif dan pelepasan diri. Sekelompok murid berkumpul mengelilingi
seorang guru sufisme terkenal, mencari pelatihan melalui persatuan dan
kebersamaan yang awalnya beum mengenal ucapan spesifik dan prosesi baiat
apapun.

Trimingham membagi kawasan utama pemikiran dan praktik sufi


berdasarkan perkembangan tarekat menjadi tiga lingkungan utama: 1)

7
Samsul Munir Amin, op. cit. Hal. 290
8
Martin Van Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia, Bandung: Mizan, 2006, Hal.17
9
Samsul Munir, op. cit. Hal. 298

4
lingkungan Mesopotamia, 2) lingkungan Mesir dan Maghribi, 3) lingkungan
Iran, Turki, dan India.

Lingkungan utama tarekat di Mesopotamia meliputi Baghdad, Syiria,


dan Mesir. Alur utama isnad tarekat dalam lingkungan ini adalah Al-Junaidi
Al-Baghdadi (w. 298 H/910 M), menuju Ma‟ruf Al-Karkhi (w. 200 H/815 M),
dan Sari As-Saqati (w. 251 H/865 M). Tarekat-tarekat utama yang tumbuh
dilingkungan Mesopotamia adalah tarekat Suhrawardiyyah, Rifa‟iyyah, dan
Qadiriyyah.

Adapun Mesir dan Maghribi lebih merupakan lingkungan


perkembangan beberapa tarekat besar setelah masa pembentukan sebelumnya.
Tarekat yang berkembang secara baik pada lingkungan ini adalah tarekat
Syadziliyyah. Namun demikian, jaringan yang muncul dari lingkungan Mesir
dan Maghribi mencakup banyak tarekat kecil dan kurang tersebar ke wilayah
lain.

Adapun lingkungan Iran, memadukan dua kecenderungan sufi awal


Iraqi dan Khurasani yang dikaitkan dengan nama Al-Junaidi (sufi
Mesopotamia) dan Abu Yazid Al-Busthami (sufi Malamati, Khurasani).
Tarekat-tarekat besar yang tumbuh dalam lingkungan ini adalah tarekat
Kubrawiyyah, Yasaviyyah, Maulawiyyah, Naqsyabandiyyah, Chistiyyah, dan
Suhrawardiyyah India.

Peralihan tasawuf dari bersifat personal kepada tarekat yang bersifat


lembaga tidak terlepas dari perkembangan tasawuf itu sendiri. Semakin luas
pengaruhnya, semakin banyak pula orang yang memiliki pengetahuan yang
dapat menuntun mereka. Belajar dari seorang guru dengan metode mengajar
yang disusun berdasarkan pengaaman dalam suatu ilmu yang bersifat praktikla
dalah keharusan bagi mereka. Seorang guru biasanya memformulasikan suatu
sistem pengajaran yang kemudian menjadi ciri khas dan membedakannya dari
tarekat lain.

C. Aliran-Aliran Tarekat dalam Islam

5
Tarekat berkembang secara pesat dihampi seluruh dunia, termasuk di
Indonesia. Perkembangan tarekat yang pesat membawa dampak positif bagi
perkembangan dakwah, karena perkembangan tarekat juga merupakan
perkembangan dakwah islam.

Di antara aliran-aliran tarekat yang berkembang dalam dunia islam


adalah sebagai berikut:

1. Tarekat Qadiriyyah

Tarekat Qadiriyyah adalah tarekat yang didirikan oleh Syaikh


Abdul Qadir Al-Jailani (470-561 H/1077-1166 M) yang terkenal dengan
sebutan Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani Al-Ghauws atau “Quthb Al-
Auliya” atau “Sulthan Al-Auliya”. Ia sangar terkenal dikalangan muslim.
Manakib (biografi) nya sering dibaca oleh para pengikutnya, karena ia
dipercaya sebagai seorang wali yang memiliki derajat tinggi. Tarekat
Qadiriyyah menempati posisi yang amat penting dalam sejarah
spiritualitas di dunia islam, karena tidak saja sebagai pelopor lahirnya
organisasi tarekat, tetapi juga sebagai cikal bakal munculnya berbagai
cabang tarekat di dunia islam.10

Tarekat Qadiriyah ini dikenal luwes. Yaitu bila murid sudah


mencapai derajat syeikh, maka murid tidak mempunyai suatu keharusan
untuk terus mengikuti tarekat gurunya. Bahkan dia berhak melakukan
modifikasi tarekat yang lain ke dalam tarekatnya. Hal itu seperti tampak
pada ungkapan Abdul Qadir Jaelani sendiri,”Bahwa murid yang sudah
mencapai derajat gurunya, maka dia jadi mandiri sebagai syeikh dan
Allah-lah yang menjadi walinya untuk seterusnya.”

Mungkin karena keluwesannya tersebut, sehingga terdapat puluhan


tarekat yang masuk dalam kategori Qadiriyah di dunia Islam. Seperti
Banawa yang berkembang pada abad ke-19, Ghawtsiyah (1517),

10
Sri Mulyati et al., Mengenal dan Memahami Tarekat-tarekat Muktabarah di Indonesia, Jakarta:
Kencana, 2011, Cet. 4, Hal.

6
Junaidiyah (1515 M), Kamaliyah (1584 M), Miyan Khei (1550 M),
Qumaishiyah (1584), Hayat al-Mir, semuanya di India. Di Turki terdapat
tarekat Hindiyah, Khulusiyah, Nawshahi, Rumiyah (1631 M), Nabulsiyah,
Waslatiyyah. Dan di Yaman ada tarekat Ahdaliyah, Asadiyah,
Mushariyyah, „Urabiyyah, Yafi‟iyah (718-768 H/1316 M) dan Zayla‟iyah.
Sedangkan di Afrika terdapat tarekat Ammariyah, Bakka‟iyah, Bu‟
Aliyya, Manzaliyah dan tarekat Jilala, nama yang biasa diberikan
masyarakat Maroko kepada Abdul Qodir Jilani. Jilala dimasukkan dari
Maroko ke Spanyol dan diduga setelah keturunannya pindah dari Granada,
sebelum kota itu jatuh ke tangan Kristen pada tahun 1492 M dan makam
mereka disebut “Syurafa Jilala”.
2. Tarekat Syadziliyyah
Berdasarkan ajaran yang diturunkan oleh Imam Syadzili kepada
para muridnya, terbentuklah tarekat yang dinisbatkan kepadanya, yaitu
tarekat As-syadziliyah. Tarekat ini berkembang pesat antara lain di
Tunisia, Mesir, Aljazair, Sudan, suriah hingga ke wilayah Asia termasuk
Indonesia.
Tarekat Syadzaliyyah tidak meletakkan syarat-syarat yang berat
kepada syaikh, kecuali mereka harus:
a. Meninggalkan semua perbuatan maksiat
b. Memelihara segala ibadah yang wajib
c. Membaca istigfar dan shalawat 100 kali
d. Melakukan ibadah sunnah seperlunya

Tarekat Syadziliyyah merupakan tarekat yang terkenal dengan


variasi hizb-nya. Hizb ialah bacaan wirid tertentu yang dibaca oleh para
pengikut tarekat dengan tujuan taqarrub kepada Allah.

3. Tarekat Syattariyyah
Tarekat Syattariyah adalah aliran tarekat yang pertama kali muncul
di India pada abad ke 15. Tarekat ini dinisbahkan kepada tokoh yang
mempopulerkan dan berjasa mengembangkannya, Abdullah asy-Syattar.

7
Awalnya tarekat ini lebih dikenal di Iran dan Transoksania (Asia
Tengah) dengan nama Isyqiyah. Sedangkan di wilayah Turki Usmani,
tarekat ini disebut Bistamiyah. Kedua nama ini diturunkan dari nama Abu
Yazid al-Isyqi, yang dianggap sebagai tokoh utamanya. Akan tetapi dalam
perkembangan selanjutnya Tarekat Syattariyah tidak menganggap dirinya
sebagai cabang dari persatuan sufi mana pun.
Amalan praktis tarekat Syattariyyah antara lain diletakkan pada
dzikir, baiat, dan talkin.
4. Tarekat Naqsyabandiyyah
Tarekat Naqsabandiyyah adalah tarekat yang didirikan oleh
Muhammad An-Naqsyabandi. Tarekat naqsyabandiyyah merupakan
sebuah tarekat yang mempunyai dampak dan pengaruh sangat besar
kepada masyarakat muslim di berbagai wilayah. Tarekat ini pertama kali
berdiri di Asia Tengah kemudian meluas ke Turki, Syiria, Afghanistan,
dan India.
Tarekat ini mempunyai ciri yang menonjol. Pertama, dalam hal
agama, memberlakukan syariat secara ketat, menekankan keseriusan
beribadah sehingga menolak musik dan tari, serta lebih menyukai
berdzikir dalam hati. Kedua, dalam hal politik, adanya upaya serius dalam
memengaruhi kehidupan penguasa dan mendekatkan negara pada agama.
Berbeda dengan tarekat lainnya, tarekat ini tidak menganut kebijaksanaan
isolasi diri dalam melancarkan konfrontasi dengan berbagai kekuatan
politik. Selain itu, tarekat inipun membebankan tanggung jawab yang
sama kepada para penguasa dan menganggap bahwa upaya memperbaiki
penguasa adalah sebagai prasyarat untuk memperbaiki masyarakat.
5. Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah
Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah adalah sebuah tarekat yang
berdiri pada abad XIX M. oleh seorang sufi besar asal Indonesia, Syaikh
Achmad Khotib Al-Syambasi. Hal ini menunjukkan bahwa dinamika
intelektual umat Islam Indonesia pada saat itu cukup memberikan
sumbangan yang berarti bagi sejarah peradaban Islam, khususnya di

8
Indonesia. Kemunculan tarekat ini dalam sejarah sosial intelektual umat
Islam Indonesia dapat dikatakan sebagai jawaban atas keresahan Umat
akan merebaknya ajaran wihdah al-wujud yang lebih cenderung memiliki
konotasi panteisme dan kurang menghargai Syari'at Islam. Jawaban ini
bersifat moderat, karena selain berfaham syari'at sentris juga
mengakomodasi kecenderungan mistis dan sufistis masyarakat Islam
Indonesia.
Pesatnya perkembangan tarekat ini rupanya tidak terlepas dari
corak dan pandangan kemasyarakatan. Contoh kiprah kemasyarakatan
termasuk dalam masalah politik yang diperankan oleh mursyid tarekat ini
memberikan isyarat bahwa tarekat ini tidak anti duniawi (pasif dan
ekslusif). Dengan demikian, kesan bahwa tarekat adalah lambang
kejumudan sebuah peradaban tidak dapat dibenarkan.
Pendiri tarekat baru ini adalah seorang Syekh Sufi besar yang saat
itu menjadi Imam Masjid Al-Haram di Makkah al-Mukarramah, Syaikh
Achmad Khotib Al-Syambasi al-Jawi (w.1878 M). Dia adalah ulama besar
nusantara yang tinggal sampai akhir hayatnya di Makkah. Syaikh Achmad
Khotib Al-Syambasi adalah mursyid Thariqah Qadiriyah.
Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah merupakan salah satu
tarekat yang memiliki jumlah pengikut terbanyak di Indonesia. Pusatnya
adalah di Pesantren Suryalaya, Tasikmalaya; Pesantren Mranggen,
Demak; dan Pesantren Rejoso, Jombang. Tarekat ini memiliki banyak
pengikut di Singapura dan Malaysia.
6. Tarekat Tijaniyyah
Tarekat ini didirikan oleh Abu Al-Abbas Ahmad bin Muhammad
bin Mukhtar At-Tijani (1150-1230 H/1737-1815 M). Dalam tarekat
Tijaniyyah, terdapat beberapa macam teknik dzikir (1) dzikir khafi, yaitu
dzikir yang diucapkan dalam hati; (2) dzikir jahr, yaitu dzikir yang
diucapkan dengan suara keras; dan (3) dzikir iqtishadi, yaitu dzikir yang
diucapkan suara sedang. Kaum Tijaniyyah yakin bahwa semua wirid yang

9
diajarkan, seperti dzikir, istigfar, tahmid, thalil, dan shalawat sesuia
dengan petunjuk Alquran dan sunnah.
7. Tarekat Sanusiyyah
Tarekat ini didirikan oleh Muhammad bin Ali As-Sanusi (1787-
1859 M). Tarekat ini menolak segara pengaruh dari luar. Namun, memiliki
pengaruh yang cukup besar dalam bidang politik, khususnya dalam
pembentukan Negara Libya. Tarekat ini menolak segala pengaruh dari
luar. Namun, memiliki pengaruh yang cukup besar besar dalam bidang
politik, khususnya dalam pembentukan Negara Libya.
8. Tarekat Samaniyyah

Tarekat Samaniyyah didirikian oleh Muhammad bin Abdul Karim


Al-Madani Asy-Syafi‟i As-Saman (1130-1189 H/1718-1175 M). Di
Indonesia tarekat ini berkembang, khususnya di daerah Sulawesi Selatan.
Menurut tarekat ini, ada lima adab yyang harus dilakukan ketika seorang
salik akan melakukan dzikir.

a. Bertaubat dari segala dosa


b. Berwudhu jika berhadas atau mandi ika bernujub
c. Diam, tidak berbicara, kecuali berdzikir
d. Memohon kepada Allah diiringi dengan bimbingan mursyid
e. Mengetahui bahwa hakekat meminta kepada mursyid
merupakan meminta kepada nabi
9. Tarekat Rifa‟iyyah
Tarekat ini didirikan oleh Ahmad bin Ali Abu Al-Abbas Ar-Rifa‟i
(w. 578 H/1182 M) di Asia Kecil.11 Syaikh Ar-Rifa‟i adalah seorang tokoh
sufi besar, ahli hukum islam, dan penganut mazhab Syafi‟i.
Seperti tarekat lainnya, tarekat rifa‟iyyah juga berkembang di
berbagai wilayah dunia islam, seperti Turki, Syiria, Mesir, dan Indonesia.
Di Indonesia, tarekat rifa‟iyyah terkenal dengan permainan debus dan
tabuhan rebana yang dikenal di Aceh dengan nama rapa’i dan di Sumatera

11
A.J. Arbery, Sufisme, George Allen & Unwin Ltd., London, 1963, Hal. 85

10
Barat dikenal dengan nama badabuih. Tarekat ini juga dikenal di Banten
dengan permainan debusnya.
10. Tarekat Khalwatiyyah
Tarekat ini didirikan oleh Syaikh Muhammad Al-Khalwati (w.
1397 M) dan berkembang di Mesir. Ia adalah seorang sufi yang sering
melakukan khalwat atau mersemadi di tempat-tempat sepi.
Tarekat Khalwatiyyah merupakan cabang dari Tarekat As-
Suhrawardiyyah yang didirikan oleh Syaikh Umar As-Suhrawardi (539-
632 H). Tarekat Khalwatiyyah berkembang diberbagai negara, seperti
Mesir, Turki, Syiria, Hijaz, dan Yaman. Mengenai perkembangan di
Mesir, ajaran tarekat ini dibawa oleh Musthafa Al-Bakri, seorang penyair
sufi asal Damaskus, Syiria.
D. Pengaruh Tarekat di Dunia Islam

Dalam perkembangannya, tarekat-tarekat itu tidak hanya memusatkan


perhatian kepada ajaran gurunya, tetapi juga mengikuti kegiatan politik.
Umpamanya tarekat Tijaniyyah yang dikenal dengan gerakan politik yang
menentang penjajahan Perancis di Afrika Utara. Sementara itu, gerakan
tarekat Sanusiyyah menentang penjajahan Italia di Libya. Jadi, walaupun
kaum sufi memusatkan perhatian kepada akhirat melalui amalan-amalan
dzikir, mereka ikut bergerak menyelamatkan umat islam dari bahaya yang
mengancamnya.

Keberadaan tarekat sangat penting dalam dunia islam. Tarekat secara


umum memengaruhi dunia islam mulai dari abad XIII. Kedudukan tarekat
pada saat itu sama dengan kedudukan partai politik. Terlebih lagi, banyak
tentara menjadi anggota tarekat. Penyokong tarekat Bektashi umpamanya,
sebagian besar mereka adalah tentara Turki. Jadi, tarekat tidak hanya bergerak
dalam urusan agama tetapi juga bergerak dalam urusan dunia.

Tarekat-tarekat meluaskan pengaruh dan organisasinya ke seluruh


pelosok negeri, menguasai masyarakat melalui jenjang yang terancang dengan

11
baik, dan memberikan otonomi kedaerahan seluas-luasnya. Setiap desa ada
wali lokalnya yang dimuliakan sepanjang hidupnya, bahkan setelah wafat.

Akan tetapi, pada saat-saat itu terjadi “penyelewengan” di dalam


tarekat. Penyelewengan itu antara lain terjadi dalam paham wasilah, yaitu
paham yang menjelaskan bahwa permohonan seseorang tidak dapat
dialamatkan langsung kepada Allah, tetapi harus melalui guru, sambung-
menyambung sampai kepada syaikh. Setelah itu, baru dapat berhubungan
dengan-Nya.

Paham inilah yang ditentang oleh Muhammad Abdul Wahab di arab


Saudi, karena dianggap syirik. Hal ini seperti di zaman pra-islam. Manna,
Lata, dan Uzza adalah perantara Tuhan orang-orang Jahiliyah yang semuanya
dibasmi oleh Nabi. Itulah sebabnya Wahabiyyah menentang keras paham ini
dan menghancurkan makam nabi dan para sahabat. Akan tetapi, perlakuan
mereka tersebut mendapat kecapan dari dunia islam.

Di samping itu, tarekat umumnya hanya berorientasi akhirat, tidak


mementingkan dunia. Tarekat menganjurkan banyak beribadah dan jangan
mengikuti dunia, karena dunia adalah bangkai dan yang mengerjakannya
adalah anjing. Ajaran ini tampaknya menyelewengkan umat islam dari jalan
yang harus ditempuhnya. Demikian juga sikap tawakal, menunggu apa saja
yang akan datang. Para pembaharuan dalam dunia islam melihat bahwa tarekat
bukan hanya mencemarkan paham tauhid, tetapi juga membawa kemunduran
bagi umat islam.

Oleh karena itu, pada abad XIX mulailah timbul pemikiran yang sisnis
terhadap tarekat dan tasawuf. Banyak orang menentang dan meninggalkannya.
Muhammad Abdul yang semula merupakan pengikut tarekat yang patuh,
setelah bertemu Jamaluddin Al-Afghani, ia berubah pendirian dengan
meninggalkan tarekatnya dan mementingkan dunia ini, di samping akhirat.
Begitu juga Rasyid Ridha, setelah melihat bahwa tarekat membawa

12
kemunduran pada umat islam, ia meninggalkannya dan memusatkan
perhatiannya untuk memajukan umat islam.

Akan tetapi pada akhir-akhir ini, perhatian kepada tasawuf timbul


kembali dipengaruhi oleh paham materialisme. Orang-orang barat melihat
bahwa materialisme itu memerlukan sesuatu yang bersifatb rohani sehingga
banyak orang yang kembali memperhatikan tasawuf.

13
BAB III

PENUTUP
A. Simpulan
Tarekat merupakan jalan yang harus ditempuh oleh seorang calon sufi
agar ia berada sedekat mungkin dengan Allah. Pada mulanya tarekat dilalui
oleh seorang sufi secara individual. Namun seiring dengan perjalanannya,
tarekat diajarkan baik secara individual maupun kolektif. Diantara aliran-
aliran tarekat yang berkembang dalam dunia islam antara lain: Qadiriyyah,
Syadziliyyah, Syattariyyah, Naqsyabandiyyah, Qadiriyyah wa
Naqsyabandiyyah, Tijaniyyah, Sanusiyyah, Samaniyyah, Rifa‟iyyah dan
Khalwatiyyah. Keberadaan tarekat pun berpengaruh dalam islam. Selain
menjadi media untuk mendekatkan diri kepada Allah, tarekat juga dapat
berpengaruh terhadap kedudukan partai politik, bahkan ada juga
penyelewengan dalam kehidupan beragama.

14
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Samsul Munir. 2015. Ilmu Tasawuf. Jakarta: Amzah.

Arbery, A.J. 1963. Sufisme. London: George Allen & Unwin Ltd.

Bruinessen, Martin Van. 2006. Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia. Bandung:


Mizan.

Mudhor, Zuhdi. 1986. Kamus Al-Ashri Yogyakarta: Multi Karya Grafika.

Mulyati, Sri et al. 2011. Mengenal dan Memahami Tarekat-tarekat Muktabarah di


Indonesia. Jakarta: Kencana.

Mulyati, Sri. 2006. Tarekat`-Tarekat Muktabarah Di Indonesia. Jakarta: Kencana


Prenada Media Group.

Rusli, Ris‟an. 2013. Tasawuf dan Tarekat. Jakarta: Rajawali Pers.

Said, Fuad. 2003. Hakikat Tarikat Naqsyabandiyah. Jakarta: PT. Pustaka Al


Husna Baru.

15

Anda mungkin juga menyukai