Kelas 4B
Disusun Oleh: Kelompok 5
2024M/1445H
KATA PENGANTAR
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perkembangan tasawuf di Nusantara?
2. Bagaimana perkembangan tarekat di Nusantara?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui perkembangan tasawuf di Nusantara.
2. Untuk mengetahui perkembangan tarekat di Nusantara.
1
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Tasawuf
Secara etimologi, tasawuf berasal dari bahasa Arab yaitu kata shuuf
yang berarti bulu. Pada waktu itu para ahli tasawuf memakai pakaian dari
bulu domba sebagai lambang merendahkan diri. Sedangkan secara
terminologi, para sufi dalam mendefinisikan tasawuf itu sendiri sesuai
dengan pengalaman batin yang telah mereka rasakan masing-masing. Dan
karena dominannya ungkapan batin ini, maka menjadi beragamnya definisi
yang ada. Sehingga sulit mengemukakan definisi yang menyeluruh. Dari
beberapa definisi para suti, Noer Iskandar mendefinisikan bahwa tasawuf
adalah kesadaran murni (fitrah) yang mengamhkan jiwa yang benar kepada
amal dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah sedekat mungkin.1
Pertama, tasawuf, sering dipahami sebagai akhlak atau adab yang harus
dijalankan manusia ketika mau mendekat kepada Allah. Ada yang lebih
tegas lagi mengatakan bahwa tasawuf adalah akhlak yang baik. Kalau
definisi ini disepakati, maka semua orang barangkali sepakat bahwa ajaran
Al- Qur‟an dan sunnah mengajarkan tasawuf. Artinya Nabi SAW dating
untuk mengajarkan tasawuf, dan mengajak kita semua untuk menjadi sufi.
Karena salah satu misi kerasulannya adalah untuk memperbaiki akhlak
masyarakat.
Kedua, tasawuf juga diartikan sebagai cara untuk mencapai ma‟rifat, untuk
mencapat pengetahuan. Pengetahuan bukan saja diperoleh melalui belajar
1
Noer Iskandar Al Barsany, Tasauf Tarekat dan Para Sufi, (Jakarta: Sri Gunting, 2001),
hlm. 2
2
3
atau lewat penalaran saja. Ada pengetahuan yang langsung diberikan oleh
Allah yang disebut ilmu laduni. Mungkin, asalnya diambil dari kalimat min
ladunka rahmah (rahmat dari sisimu). Jadi ada ilmu khusus yang tidak
diperoleh melalui pengamatan empiris, belajar atau penelitian, melainkan
diberikan langsung oleh Allah kepada orang yang dikehendaki. Allah
memiliki cara untuk mengajari kita tidak melalui makhluk-Nya. Tetapi ilmu
itu diberikan secara langsung dari Allah, yang sering disebut ilham atau
isyraq yang berarti iluminasi atau pencerahan.
2. Pembagian Tasawuf
Secara aplikatif tasawuf terbagi kepada dua bagian yaitu tasawuf falsafi
dan tasawuf akhlaki.
2
Suherman, Perkembangan Tsawuf dan Kontribusinya di Indonesia, Jurnal Ilmiah
Research Sains, Vol. 5, No. 1, 2019, hlm. 3.
4
Kedua; tasawuf akhlaki adalah aplikasi tasawuf dalam akhlak mukmin yang
terpancar dari bathinnya sehingga berpengaruh kepada seluruh tingkah
lakunya. Tasawuf akhlaki menuntut keikhlasan yang murni semata-mata
karena Allah. Sikap jiwa dididik agar memandang segala sesuatunya karena
Allah dan akan kembali kepada Allah. Memandang sesuatu karena Allah
akan timbul kecintaan yang mendalam kepada-Nya. Cinta kepada Ilahi yang
mendalam juga dimanifestasikan dalam cinta kepada makhluk-Nya, baik
kepada sesama manusia maupun alam semesta. Atas dasar cinta itulah
terjadi komunikasi yang harmonis antara Allah, manusia dan alam semesta.
Inilah kawasan tasawuf akhlaki dalam kehidupan Muslim. Tasawuf akhlaki
memagari dirinya dengan Al-Qur‟an dan sunah dan menjauhi
penyimpangan- penyimpangan yang menuju kepada kesesatan dan
kekafiran. Tasawuf tipe ini disebut “Tasawuf Suni” (al-tashawwuf al-
Sunni).3
3
Ibid., hlm. 4.
5
Wahidin, yang terdiri dari tujuh bab. Dalam karyanya tersebut Hamzah
menjelaskan bahwa penampakan Tuhan tidak terjadi begitu saja atau secara
langsung, tapi melalui tahap tertentu, sehingga keesaan dan kemurnian
Tuhan tidak tercampuri dengan makhluk. Ajaran wujudiyah Hamzah ini
kemudian dikembangkan oleh muridnya Syamsuddin Sumatrani.
4
Ibid., hlm. 5-7
7
1. Pengertian Tarekat
5
Ibid., hlm. 12.
6
Sri Mulyati, Mengenal dan Memahami Tarekat - tarekat Muktabarah di Indonesia,
(Jakarta: Kencana, 2006), hlm. 8.
8
kebenaran (dalam Tasawuf); cara atau aturan hidup (dalam keagamaan atau
ilmu kebatinan); persekutuan para penuntut ilmu tasawuf. Makna-makna
yang ditunjukkan oleh para ahli kajian Bahasa Indonesia menampakkan
bahwa kata tersebut merujuk pada kajian ilmu tertentu dalam dunia
keilmuan Islam. Namun penggunaan kata tarekat sendiri dalam dunia
keilmuan Islam berawal pada abad pertama hijriyah ketika seorang ulama
terkemuka memusatkan perhatian pada persoalan jiwa yang merupakan inti
pembentukan akhlak.7
a. Tarekat Qodiriyah
Qadiriiyah adalah nama tarekat yang diambil dari nama pendirinya
yaitu Abdul al-Qadir Jailani yang terkenal dengan sebutan Syeikh Abd
al-Qadir Jailani al-Gawast al-Auliya. Tarekat ini menempati posisi yang
amat penting dalam sejarah spritualitas Islam, karena tidak saja sebagai
pelopor lahirnya organisasi tarekat, tetapi juga cikal bakal munculnya
berbagai cabang tarekat di dunia. Kedati struktur organisasinya baru
muncul beberapa dekade setelah meninggalnya sang pendiri tarekat.
b. Tarekat Syaziliyah
Pendirinya yaitu Abu al-Hasan al-Syadzili. Nama lengkapnya
adalah Ali ibn Abdullah bin Abd Jabbar Abu al Hasan al-syadziili.
Adapun pemikiran pemikiran terkat al-Syaziliyah antara lain:
1. Tidak menganjurkan kepada muridnya untuk meninggalkan
profesi dunia
2. Tidak mengabaikan dalam menjalankan syariat Islam.
3. Zuhud tidak berarti harus menjauhi dunia karena pada dasarnya
zuhud adalah mengosongkan hati dari selain Tuhan.
7
Mubarak dan Mutawakkil, Tarekat dalam Al – Qur‟an, Tafsere Journal, Vol. 7, No. 1,
2019, hlm. 59-60.
9
c. Tarekat Naqsyabandiyah
Pendiri tarekat ini adalah Muhammad bin Muhammad Baha al-Din
al-Uwaisi al-Bukhari Naqsyabandi. Lahir di Qashrul Arifah.18 Ia
mendapat gelar Syekh yang menunjukkan posisinya yang penting
sebagai pemimpin spiritual. Ia belajar Ilmu Tarekat pada Amir Sayyid
Kulal al-Bukhari. Dari sinilah ia pertama belajar tarekat. Pada dasarnya
tarekat ini bersumber dari Abu Ya‟qub Yusuf al-Hamdani, seorang sufi
yang hidup sezaman dengan Abdul Qadir Jailani.
Tarekat Naqsabandiyah mempunyai beberapa tata cara peribadatan,
teknik spiritual dan ritual tersendiri, antara lain adalah:
1. Konsentrasi di mana seorang harus menjaga diri dari
kehkilafan dan kealpaan ketika keluar masuk nafas, supaya
hati selalu merasakan kehadiran Allah SWT.
2. "Menjaga langkah". Seorang murid yang sedang menjalani
khalwat suluk, bila berjalan harus menundukkan kepala,
melihat kearah kaki dan apabila duduk, tidak memandang
ke kiri atau ke kanan.
3. Melakukan perjalan di tanah kelahirannya". Makna- nya
melakukan perjalanan bathin dengan meninggalkan segala
bentuk ketidak sempurnaannya sebagai manusia menuju
kesadaran akan hakikatnya sebagai mahluk yang mulia.
4. Khalwat "Sepi di tengah keramaian".
5. "Ingat atau menyebut". Berzikir terus menerus mengingat
Allah SWT, baik zikir Ism al-Dzat (menyebut nama Allah
10
d. Tarekat Khalwatiyah
Nama tersebut diambil dari nama seorang sufi pejuang Makassar
yaitu Muhammad Yusuf bin Abdullah Abu Mahasin al-Taj al-Khalwaty
al-Makassary. Sekarang terdapat dua cabang terpisah dari tarekat ini
yang hadir bersama kita. Keduanya dikenal dengan nama Tarekat
Khalwatiyah Yusuf dan Khalwatiyah Samman.
Adapun dasar ajaran Tarekat khalwatiyah adalah:
1. Yaqza, maksudnya kesadaran akan dirinya sebagai makhluk
yang hina di hadapan Allah SWT yang maha agung.
2. Taubah, memohon ampun atas segala dosa.
3. Muhasabah, menghitung-hitung atau introspeksi diri.
4. Inabah, berhasrat kembali kepada Allah SWT.
5. Tafakkur, merenung tentang kebesaran Allah SWT.
6. I'tisam, selalu bertindak sebagai Khalifah Allah SWT di
bumi.
7. Firar, lari dari kehidupan jahat dan keduniawian yang tidak
berguna.
8. Riyadah, melatih diri dengan beramal sebanyak-
banyaknya.
9. Tasyakkur, selalu bersyukur kepada Allah SWT dengan
mengabdi dan memujinya.
10. Sima', mengkonsentrasikan seluruh anggota tubuh dan
mengikuti perintah-perintah Allah SWT terutama
pendengaran
e. Tarekat Syattariyah
Pendirinya tarekat Syaikh Abd Allah SWT al-Syathary. Jika
ditelusuri lebih awal lagi tarekat ini sesunggguhnya memiliki akar
11
f. Tarekat Sammaniyah
Didirikan oleh Muhammad bin Abdul Karim al-Madani al-Syafi‟i
al samman, lahir di Madinah dari keluarga Quraisy. Di kalangan
muridnya ia lebih dikenal dengan nama al-Sammany atau Muhammad
Samman. Beliau banyak menghabiskan hidupnya di Madinah dan
tinggal di rumah bersejarah milik Abu Bakar As-Siddiq.
Adapun ajaran-ajaran pokok yang terdapat Tarekat ini adalah:
1. Tawassul, Memohon berkah kepada pihak-pihak tertentu
yang dijadikan wasilah (perantara) agar maksud bisa
tercapai. Obyek tawasul tarekat ini adalah Nabi Muhammad
SAW, keluarganya, para sahabatnya, asma-asma Allah
SWT, para Auliya, para ulama Fiqih, para ahli Tarekat,
para ahli Makrifat, kedua orang tua.
2. Wahdat al-Wujud, merupakan tujuan akhir yang mau
dicapai oleh para sufi dalam mujahadahnya. Wahdatul
wujud merupakan tahapan di mana ia menyatu dengan
hakikat alam yaitu Hakikat Muhammad atau nur
Muhammad.
3. Nur Muhammad, merupakan salah satu rahasia Allah SWT
yang kemudian diberinya maqam. Nur Muhammad adalah
pangkal terbentuknya alam semesta dan dari wujudnya
terbentuk segala makhluk.
12
g. Tarekat Tijaniyah
Didirkan oleh syaikh Ahmad bin Muhammad al-Tijani, lahir di
'Ain Madi, Aljazair Selatan, dan meninggal di Fez, Maroko. Syaikh
Ahmad Tijani diyakini sebagai wali agung yang memiliki derajat
tertinggi, dan memiliki banyak keramat. Menurut pengakuannya,
Ahmad Tijani memiliki Nasab sampai kepada Nabi Muhammad SAW,
silsilah dan garis nasabnya adalah Sayyid Ahmad bin Muhammad bin
Salim bin al-Idl bin salim bin Ahmad bin Ishaq bin Zain al Abidin bin
Ahmad bin Abi Thalib, dari garis sitti Fatimah al-Zahra binti
Muhammad Rasulullah Saw.
Ajaran Tarekat ini cukup sederhana, yaitu:
1. Perlu adanya perantara (wasilah) antar manusia dan Tuhan.
Perantara itu adalah dirinya sendiri dan para
pengganti/wakil/naibnya.
2. Pengikut-pengikutnya dilarang keras mengikuti guru-guru lain
yang manapun, bahkan ia dilarang pula untuk memohon
kepada wali di manap diriya.
dan berdiri yang di dalamnya unsur- unsur pilihan dari Qadiriyah dan
juga Naqsyabandiyah, telah dipadukan menjadi sesuatu yang baru.
Tarekat ini didirikan oleh Orang Indonesia Asli yaitu Ahmad Khatib
Ibn al-Ghaffar Sambas, yang bermukim dan mengajar di Makkah pada
pertengahan abad kesembilan belas.
Tarekat ini mengajarkan tiga syarat yang harus dipenuhi orang
yang sedang berjalan menuju Allah SWT, yaitu:
1. Zikir diam dalam mengingat
2. Merasa selalu diawasi oleh Allah SWT di dalam hatinya
3. Pengabdian kepada Syaikh8
8
Zulkifli dan Jamluddin, Akhlak Tasawwuf, (Yogyakarta: KALIMEDIA, 2018), hlm.
129-146.
14
Tarekat sebagai organisasi para salik dan sufi, pada dasarnya memiliki
tujuan yang satu, yaitu taqarrub pada Allah. Akan tetapi sebagai organisasi
9
Rahmawati, Tarekat dan Perkembangannya, Jurnal IAIN Kendari, Vol. 7, No. 1, 2014,
hlm. 89-95.
16
para salik yang kebanyakan diikuti masyarakat awam, dan para talib al-
mubtadin, maka akhirnya dalam tarekat terdapat tujuan- tujuan antara dan
tujuan-tujuan lain yang diharapkan akan dapat mendukung tercapainya
tujuan pertama dan utama tersebut. Sehingga secara garis besar dalam
tarekat terdapat tiga tujuan yang masing-masing melahirkan tata- cara dan
jenis-jenis amaliah kesufian. Ketiga tujuan pokok tersebut adalah:
a. Tazkiyat al – Nafs
Mendekatkan diri kepada Allah sebagai tujuan utama para sufi dan
ahli tarekat. Cara-cara tersebut dilaksanakan disamping pelaksanaan dan
upaya mengingat Allah (zikir) secara terus menerus, sehingga sampai tak
sedetik pun lupa kepada Allah. Di antara cara yang biasanya dilakukan
oleh para pengikut tarekat, untuk dapat mendekatkan diri kepada Allah
dengan lebih efektif dan efisien. Seperti tawassul, muraqabah, dan
khalwat.
10
Kharisudin Aqib, Al – Hikmah, (Surabaya: Dunia Ilmu, 1997), hlm. 35-42.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam proses sejarah masuknya tarekat-tarekat yang berasal dari luar itu
ke Indonesia, banyak ulama dari kalangan bangsa Indonesia sendiri sebagai
pelaku utamanya dengan melalui jalur Arab Saudi atau jalur Mekah dan
Madinah. Perkembangan tarekat di Indonesia adalah berawal sejak abad ke-16
Masehi, tapi dalam lintasan sejarah perkembangannya itu telah mengalami
kondisi yang pasang surut, sebagai akibat dari adanya faktor-faktor tertentu
yang mempengaruhinya. Tarekat dalam lintasan sejarah Islam di Indonesia,
selain pengaruhnya ada yang bersifat positif, terdapat pula hal-hal yang kurang
menguntungkan bagi Islam dan umatnya sebagai pengaruh negatif yang
ditimbulkannya.
B. Saran
18
DAFTAR PUSTAKA
Al Barsany, Noer Iskandar. (2001). Tasauf Tarekat dan Para Suf. Jakarta: Sri
Gunting.
19