Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

AJARAN TASAWUF PENGERTIAN DAN SEJARAH MUNCULNYA

Diajukan guna memenuhi tugas kelompok mata kuliah Akhlak Tasawuf

Dosen Pengampu: Hikmat Purnama, Lc. M.Pd

Disusun oleh:

Farhan Haliman

Yusri Al Ghifari

Fakultas Tarbiyah
PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

INSTITUT MADANI NUSANTARA

Jl. Lio Balandongan sirnagalih No. 7 Kel. Cikondang Kec. Citamiang Kota. Sukabumi
Telp/Fax (0266) 225465

2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dengan hati yang tulus dan pikiran yang jernih ke hadirat Allah
SWT. Karena dengan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyusun
makalah ini sehinga dapat hadir di hadapan pembaca sekalian.
Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhamad SAW Beserta keluarga
dan para Sahabatnya sekalian, yang dengan penuh kesetiaan dan telah mengorbankan jiwa
raga maupun hartanya demi tegaknya syiar Islam yang pengaruh dan manfaatnya masih
dapat kita rasakan pada saat sekarang ini.
Makalah yang berada di hadapan kita pembaca ini membahas “ajaran tasawuf
pengertian dan sejarah muculnya”. Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat dan
dapat menambah wawasan bagi kita semua.
Kepada para pembaca yang membahasa makalah ini kami sampaikan terima kasih.
Saran dan keritik dari para pembaca sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini
dan demi bertambahnya wawasan kami sebagai Mahasiswa.
Akhinya semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin ya Rabbal
aalamiin.

Sukabumi, November 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................2
C. Tujuan Penulisa....................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................3
A. Pengertian Tasawuf ..............................................................................3
B. Sejarah Munculnya Tasawuf.................................................................6
C. Ajaran Tasawuf Pada Masa Awal.........................................................9
BAB III PENUTUP.........................................................................................19
A. Kesimpulan...........................................................................................19
B. Saran.....................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................21

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tasawuf merupakan salah satu aspek (esoteris) Islam, sebagai perwujudan


dari ihsan yang berarti kesadaran adanya komunikasi dan dialog langsung seorang
hamba dengan tuhan-Nya. Esensi tasawuf sebenarnya telah ada sejak masa
kehidupan rasulullah saw, namun tasawuf sebagai ilmu keislaman adalah hasil
kebudayaan islam sebagaimana ilmuilmu keislaman lainnya seperti fiqih dan ilmu
tauhid. Pada masa rasulullah belum dikenal istilah tasawuf, yang dikenal pada
waktu itu hanyalah sebutan sahabat nabi.

Munculnya istilah tasawuf baru dimulai pada pertengahan abad III Hijriyyah
oleh abu Hasyimal-Kufi (w. 250 H.) dengan meletakkan al-Sufi dibelakang
namanya. Dalam sejarah islam sebelum timbulnya aliran tasawuf, terlebih dahulu
muncul aliran zuhud. Aliran zuhud timbul pada akhir abad I dan permulaan abad
II Hijriyyah. Tulisan ini akan berusaha memberikan paparan tentang zuhud dilihat
dari sisi sejarah mulai dari pertumbuhannya sampai dengan peralihannya ke
tasawuf.

Tasawuf merupakan salah satu aspek (esoteric) islam, sebagai perwujudan


dari ihsan yang berarti kesadaran adanya komunikasi hamba sahaya kepada tuhan.
Esensi tasawuf sebenarnya telah ada sejak masa kehidupan rasullallah s.a.w, tapi
tasawuf sebagai ilmu keislaman merupakan hasil dari kebudayaan islam
sebagamana ilmu-ilmu keislaman lainnya seperti fiqih dan tauhid. Pada masa
rasullallah s.a.w, belum terkenal dengan sebutan tasawuf akan tetapi terkenal
dengan sebutan sahabat nabi.
Munculnya istilah tasawuf baru dimulai pada pertengahan abad ke tiga (III
H) oleh abu Hasyim Al Kufi (w. 250 H) dengan meletakkan al-sufi di belakang
namanya. Dalam sejarah islam sebelum timbulnya aliran tasawuf, terlebih dahulu
mucul aliran Zuhud. Aliran Zuhud timbul pada akhir abad ke I (satu) dan pada

1
permulaan abad ke II (dua). Pada umumnya Zuhud berarti orang yang mampu
menahan dirinya dari keinginan duniawi dan selalu menginginkan yang ukhrowi.
B. Rumusan Masalah

Didalam Makalah ini akan dibahas meliputi:

1. Apa Pengertian Tasawuf?


2. Apa Sejarah Munculnya Tasawuf?
3. Apa Ajaran Tasawuf Pada Masa Awal?
C. Tujuan Penulisan
1. Agar mengetahui pengertian tasawuf.
2. Agar mengetahui munculnya tasawuf.
3. Agar mengetahui ajaran tasawuf pada masa awal.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN TASAWUF

Secara ethimologi, tasawwuf berasal dari bahasa Arab yaitu kata shuuf
yang berarti bulu. Pada waktu itu para ahli tasawwuf memakai pakaian dari
bulu domba sebagai lambang merendahkan diri. 1
Sedangkan secara terminology, para sufi dalam mendefinisikan
tasawwuf itu sendiri sesuai dengan pengalaman batin yang telah mereka
rasakan masing-masing. Dan karena dominannya ungkapan batin ini, maka
menjadi beragamnya definisi yang ada. Sehingga sulit mengemukakan
definisi yang menyeluruh. Dari beberapa definisi para sufi, Noer Iskandar
mendefinisikan bahwa tasawwuf adalah kesadaran murni (fitrah) yang
mengarahkan jiwa yang benar kepada amal dalam rangka mendekatkan diri
kepada Allah sedekat mungkin.2
Para lama Tasawuf berbeda cara memandang kegiatan Tasawuf,
sehingga mereka merumuskan definisinya juga berbeda. Ada beberapa
definisi yang dikemukakan para ahli antara lain :3
1. Imam al-Ghazaly mengemukakan pendapat Abu Bakar al-Kattaany yang
mengatakan: “Tasawuf adalah budi pekerti; barang siapa yang memberi
bekal budi pekerti atasmu, berarti ia memberi bekal atas dirimu dalam
Tasawuf. Maka jiwa yang menerima (perintah) untuk beramal, Karena
sesungguhnya mereka melakukan suluk dengan Nur (petunjuk Islam).
Dan ahli zuhud yang jiwanya, menerima (perintah) untuk melakukan
beberapa akhlaq (terpuji) karena mereka telah melakukan suluk dengan
Nur (petujuk) imannya.
2. Asy-Syekh Muhammad Amin al-Qurdy, menyatakan:

1 Abu Bakar Aceh, Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawuf, Solo, Ramadhani,1984.
2 Ibid
3 Rosihon, Anwar. Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia. 2010.

3
‘Tasawuf adalah Suatu ilmu yang dengannya dapat diketahui hal ihwal
kebaikan dan keburukan jiwa, cara membersihkannya dari (sifat-sifat)
yang buruk dan mengisinya dengan sifat-sifat yang terpuji, cara
melakukan suluk, melangkah menuju (keridhaan) Allah dan meninggalkan
(larangan-Nya) menuju kepada (perintah-Nya).
Beberapa pendapat bahwa tasawuf bukan berasal dari islam diantaranya:
Sufisme berasal dari bahasa Arab suf, yaitu pakaian yang terbuat dari wol pada
kaum asketen (yaitu orang yang hidupnya menjauhkan diri dari kemewahan dan
kesenangan). Dunia Kristen, neo platonisme, pengaruh Persi dan India ikut
menentukan paham tasawuf sebagai arah asketis-mistis dalam ajaran Islam (Mr.
G.B.J Hiltermann & Prof.Dr.P.Van De Woestijne).4
(Sufisme) yaitu ajaran mistik (mystieke leer) yang dianut sekelompok
kepercayaan di Timur terutama Persi dan India yang mengajarkan bahwa semua
yang muncul di dunia ini sebagai sesuatu yang khayali (als idealish verschijnt),
manusia sebagai pancaran (uitvloeisel) dari Tuhan selalu berusaha untuk kembali
bersatu dengan DIA (J. KramersJz).
Tasawuf merupakan salah satu aspek (esoteris) Islam, sebagai perwujudan
dari ihsan yang berarti kesadaran adanya komunikasi dan dialog langsung seorang
hamba dengan tuhan-Nya. Esensi tasawuf sebenarnya telah ada sejak masa
kehidupan rasulullah saw, namun tasawuf sebagai ilmu keislaman adalah hasil
kebudayaan islam sebagaimana ilmu-ilmu keislaman lainnya seperti fiqih dan
ilmu tauhid. Pada masa rasulullah belum dikenal istilah tasawuf, yang dikenal
pada waktu itu hanyalah sebutan sahabat nabi.5
Munculnya istilah tasawuf baru dimulai pada pertengahan abad III Hijriyyah
oleh abu Hasyimal-Kufi (w. 250 H.) dengan meletakkan al-Sufi dibelakang
namanya. Dalam sejarah islam sebelum timbulnya aliran tasawuf, terlebih dahulu
muncul aliran zuhud. Aliran zuhud timbul pada akhir abad I dan permulaan abad
II Hijriyyah. Tulisan ini akan berusaha memberikan paparan tentang zuhud dilihat

4 Harun Nasution, Akhlak Tasawuf. Jilid 5. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve. 2001.
5 Asmaran A.S. Pengantar Studi Tasawuf. Jakarta: RajaGrafindo Persada. 1996.

4
dari sisi sejarah mulai dari pertumbuhannya sampai dengan peralihannya ke
tasawuf.6

Di dalam al-Qur’an banyak ditemui ayat-ayat yang mendorong manusia


memikirkan alam raya ini, dengan berpikir akan nampak keindahannya dan
keindahan pencipta dan dengan demikian akan tumbuh rasa cinta yang mendalam
terhadap pencipta.
Di antaranya dalam firman Allah: Surat Ali 'Imran Ayat 190

‫ِإَّن ِفي َخ ۡل ِق ٱلَّس َٰم َٰو ِت َو ٱَأۡلۡر ِض َو ٱۡخ ِتَٰل ِف ٱَّلۡي ِل َو ٱلَّنَهاِر ٓأَلَٰي ٖت ُأِّلْو ِلي ٱَأۡلۡل َٰب ِب‬

"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya


malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal," (Q.S Ali
Imran: 190)

Demikian juga sekian banyak ayat yang memberikan contoh akhlak mulia
dan akhlak yang buruk, melalui cerita umat-umat yang lampau, atau melalui
larangan dan perintah. Demikian pula manusia selalu didorong beramal saleh dan
mengendalikan nafsu keinginannya dan dalam kemampuan mengendalikan nafsu
keinginan terletak keberuntungan hidup. Allah berfirman:
‫َو َنۡف ٖس َو َم ا َس َّو ٰى َها َفَأۡل َهَم َها ُفُجوَر َها َو َتۡق َو ٰى َها َقۡد َأۡف َلَح َم ن َز َّك ٰى َها َو َقۡد َخاَب َم ن َد َّس ٰى َها‬
“Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan
kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.
Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu,
Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.”

Contoh kehidupan shufi banyak pula ditemui dalam kehidupan Rasulullah


seharihari, yang penuh dengan penderitaan dan waktunya dihabiskan untuk
beribadah dan berbakti kepada manusia. Sebelum ia diangkat menjadi Rasul, ia
sering melakukan tahannus (khalwat) di gua Hira di Jabal Nur untuk memohon
petunjuk. Usman bin Affan meskipun termasuk orang yang kaya yang mendapat
kelapangan rezeki dari Allah, namun dalam kehidupannya sehari-hari juga sangat

6 Ibid

5
sederhana. Di kala ia berada di rumah, kitab suci al-Qur’an selalu di tangannya,
pada malam hari ia selalu menelaah isi al-Qur’an dan kadang kala sampai larut
malam dan ketika ia tewas dibunuh oleh para pemberontak alQur’an masih berada
di tangannya. Karena itu, orang shufi berpendapat ada hal-hal yang perlu
disembunyikan sebagai rahasia dalam ilmu tasawuf dan ajaran-ajaran yang seperti
itu tidak boleh dibeberkan kepada orang lain kecuali kepada orang yang dianggap
layak menerimanya. Mereka berlandaskan ucapan Abu Hurairah yang
diriwayatkan oleh Bukhari yang katanya: “Aku peroleh dari Rasulullah dua bejana
ilmu pengetahuan, satu di antaranya yang kusampaikan kepada orang lain, dan
yang satu lagi tidak kusampaikan dan kalau kusampaikan juga niscaya leherku
akan dipenggal”.7

B. SEJARAH MUNCULNYA TASAWUF

Menurut sejarah, orang yang pertama kali memakai kata “sufi” adalah Abu
Hasyim al Kufi (zahid Irak, w. 150). Sedangkan menurut Abdul Qosim Abdul
Karim bin Hawazin bin Abdul Malik bin Talha bin Muhammad al Qusyairi (tokoh
sufi dari Iran 376-465 H), istilah ”tasawuf” telah dikenal sebelum tahun 200 H.
Tetapi ajaran pokok yang selanjutnya merupakan inti tasawuf itu baru muncul
secara lengkap pada abad ke 3 Hijriyah. Pada abad ke 2 Hijriyah itu itu belum
diketahui adanya orang-orang yang disebut sufi; yang terlihat adalah aliran Zuhud
(penganutnya disebut zahid).8

Seperti diketahui dalam sejarah, para zahid besar dalam abad ke 2 H.


(seperti al Hasan al Basri, abu Hasyim al Kufi, Sufyan as Sauri, Fudail bin Iyad,
Rabi’ah al Adawiyah dan Makruf al Karkhi) dan lebih-lebih lagi mereka yang
hidup pada abad2-abad berikutnya (eperti al Bistaami, al Halaj, Junaid al Bagdadi,
al Harawi, al Gazali, Ibn Sab’in, Ibni Arabi, abu al Farid, Jalaluddin ar Rumi)
telah mengolah atau mengembangkan sikap atau emosi agamadalam hati mereka
dengan kesungguhan yang luar biasa. Sebelum munculnya Ar Rabbi’ah al
Adawiyah (w.185 H) tujuan tasawuf yang diupayakan oleh para zahid menurut
7 Hamka. Tasawuf: Perkembangan dan Pemurniannya. Jakarta: Pustaka Panjimas. 1984.
8 Hamka. Tasawuf: Perkembangan dan Pemurniannya. Jakarta: Pustaka Panjimas. 1984.

6
penilaian para ahli, tidak lain dari terciptanya kehidupan yang diridhai oleh Tuhan
didunia ini, sehingga di akhirat terlepas dari azab Tuhan (neraka) dan memperoleh
surgaNya.9

Untuk tiba pada identifikasi akhir tasawuf denga thariqah, yang kita ketahui
terjadi pada abad ke 3 H, kita harus meneliti apa yang sebenarnya terjadi dalam
tradisi Islam yang mengakibatkan timbulnya tasawuf. Ada sejumlah peristiwa
yang berlangsung pada masa itu, yang kesemuanya membuat tasawuf
mengemuka: 1) kecenderungan mencampuradukan asketisme dengan jalan itu; 2)
semakin mantapnya aliran-aliran yurisprudensi eksetorik; 3) pernyataan-
pernyataan kaum syi’ah mengenai para imam; 4) munculnya filsafat Islam; 5)
meningkatnya formalism ahli-ahli hokum; dan 6) tuntutan untuk memastikan
bahwa pesan integral dari wahyu, sejak saat itu dikaitkan dengan tasawuf. Jika
diperhatikan keenam hal tersebut, kelihatan kaitan erat dengan kemunculan
tasawuf.
Tasawuf yang sering kita temui dalam khazanah dunia islam, dari segi
sumber perkembangannya, ternyata muncullah pro dan kontra, baik dikalangan
muslim maupun dikalangan non-muslim. Mereka yang kontra menganggap bahwa
tasawuf islam merupakan sebuah faham yang bersumber dari agama-agama lain.
Pandangan ini kebanyakan diwakili oleh para orientalis dan orang-orang yang
banyak terpengaruh oleh kalangan orientalis ini.10
Dengan tidak bermaksud untuk tidak melibatkan diri pada persoalan pro dan
kontra itu, dalam tulisan ini, kami akan mempertengahkan paham tasawuf dalam
tinjauan yang lebih universal karena tentang asal usul atau ajaran tasawuf, kini
semakin banyak orang menelitinya. Kesimpulannya perbedaan paham itu
disebabkan pada asal usul tasawuf tersebut. Sebagian beranggapan bahwa tasawuf
berasal dari masehi (Kristen), sebagian lagi mengatakan dari unsur Hindu-Budha,
Persia, Yunani, Arab, dan sebagainya. Untuk itulah, kami akan menguraikan asal
usul tasawuf dalam konteks kebudayaan tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk

9 Ibid

10 Hamka. Tasawuf: Perkembangan dan Pemurniannya. Jakarta: Pustaka Panjimas.


1984.

7
melihat apakah tasawuf yang ada di dunia islam terpengaruhi dengan konteks
kebudayaan tersebut atau tidak.

1. Unsur Nasrani (Kristen)

Bagi mereka yang beranggapan bahwa tasawuf berasal dari unsur


Nasrani, mendasarkan argumennya pada dua hal. Pertama, adanya interaksi
antara orang Arabdan kaum Nasrani pada masa jahiliyah maupun zaman
islam. Kedua adanya segi-segi kesamaan antara kehidupan para asketis atau
sufi dalam hal ajaran cara mereka melatih jiwa dan mengasingkan diri
dengan kehidupan Al-masih dan ajaran-ajarannya, serta dengan para rahib
ketika sembahyang dan berpakaian.11

2. Unsur Hindu Budha

Tasawuf dan system kepercayaan agama Hindu memiliki persamaan,


seperti sikap fakir. Darwis Al-Birawi mencatat adanya persamaan cara ibadah
dan mujahadah pada tasawuf dan ajaran hindu. Demikian juga pada paham
reinkarnasi, cara pelepasan dari dunia versi Hindu-Budha dengan persatuan
diri dengan jalan mengingat Allah.12

3. Unsur Yunani

Kebudayaan Yunani seperti Filsafat, telah masuk ke dunia islam pada


akhir Daulah Amawiyah dan puncaknya pada masa Daulah Abbasiyah ketika
berlangsung zaman penerjemahan filsafat Yunani.13

11 Rosihon, Anwar. Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia. 2010.

12 Ibid

13 Rosihon, Anwar. Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia. 2010.

8
4. Unsur Persia dan Arab

Sebenarnya Arab dan Persia memiliki hubungan sejak lama, yaitu pada
bidang politik, pemikiran, kemasyarakatan dan sastra. Namun belum
ditemukan argumentasi kuat yang menyatakan bahwa kehidupan kerohanian
Arab masuk ke Persia hingga orang-orang Persia itu terkenal sebagai ahli-ahli
tasawuf. Barangkali ada persamaan antara istilah zuhud di Arab dengan
zuhud menurut agama manu dan mazdaq; antara istilah hakikat Muhammad
dan paham Hormuz dalam agama zarathustra.14

C. AJARAN TASAWUF PADA MASA AWAL

Adapun ajaran tasawuf pada masa awal yaitu:

1. Masa Madinah

Sejak masa awal, di Madinah telah muncul para sufi. Mereka kuat
perpegang teguh pada Al-Quran dan assunah, dan menetapkan rosulullah SAW.
Sebagai panutan kezuhudannya. Para sahabat dalam kehidupannya selalu
mencontoh kehidupan Rosulullah SAW yang serba sederhana dan hidupnya hanya
diabdikan kepada Tuhannya. Para sahabat tersebut adalah sebagai berikut:15.
a) Abu Bakar As-Siddiq (wafat 13 H)
Abu Bakar adalah seorang saudagar Quraisy yang kaya. Setelah masuk
Islam, ia menjadi orang yang sangat sederhana dengan memberikan seluruh harta
bendanya di jalan Allah. Diriwayatkan bahwa selama enam hari dalam seminggu,
Abu Bakar selalu dalam keadaan kelaparan. Diceritakan pula bahwa Abu Bakar
hanya memiliki sehelai pakaian. Ia berkata “Jika seorang hamba begitu
dipesonakan oleh hiasan dunia, Allah SWT membencinya sampai meninggalkan
hiasan itu”. Oleh karena itu Abu Bakar memilih takwa sebagai “pakaian”. Ia
selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan ibadah dan dzikir.
b) Umar bin Khathab (wafat 23 H)

14 Asmaran A.S. Pengantar Studi Tasawuf. Jakarta: RajaGrafindo Persada. 1996.

15 Hamka. Tasawuf: Perkembangan dan Pemurniannya. Jakarta: Pustaka Panjimas.


1984.

9
Umar bin Khatab adalah aahabat Nabi SAW terdekat dan khalifah kedua
AlKhulafa’ A-rasyidun. Ia termasuk orang yang tinggi kasing sayangnya terhadap
sesama manusia. Ketika menjadi khalifah, ia selalu mengadakan pengamatan
langsung terhadap keadaan rakyatnya. Diceritakan bahwa setiap malam ia
berkeliling mengamati keadaan rakyatnya, ia takut bila ada yang mengalami
kesulitan, seperti sakit atau kelaparan.
Suatu hari ketika Umar mendapati seorang ibu yang berpura-pura memasak
untuk meredakan tangis anak-anaknya yang sangat lapar. Ketika Umar
menyeledikinya, ia melihat bahwa yang dimasak itu adalah batu. Umar bertanya
kepada wanita itu, “mengapa anda tidak memasak roti, tetapi hanya memasak
batu?” wanita itu menjawab, “saya tidakmempunyai gandum” mendengar jawaban
wanita miskin itu, Umar langsung pergi ke Baitul Mal mengambil gandum dengan
memanggulnya sendiri kemudian menyerahka kepada wanita miskin tadi. Umar
juga sangat takut mengambil harta kaum muslimin tanpa alasan yang kuat. Ia
berpakaian sangat sederhana, bahkan tak pantas untuk dipakai seorang pembesar
seperti dia. Umar meneladani sikap Rosulullah SAW dalam seluruh
kehidupannya. Prinsip hidup sederhana ini juga diterapkan Umar dilingkungan
keluarganya. Istri dan anakanaknya dilarang menerima pemberian dalam bentuk
apapun dari pembesar atau rakyatnya.
c) Utsman bin Affan (wafat 35 H)

Utsman merupakan khalifak ketiga dan sahabat yang sangat berjasa pada
periode awal perkembangan Islam, baik pada saat Islam dikembangkan secara
sembunyisembunti maupun secara terbuka. Ia dijuluki Dza An-Nurain (memiliki
dua cahaya) karena menikah dengan dua orang putri Nabi SAW yang bernama
Ruqayyah dan Ummu Kulum. Sebelum masuk Islam, Utsman bin Affan dikenal
sebagai pedagang besar dan terpandang. Kekayaannya melimpah ruah. Setelah
masuk Islam, dengan penuh kerelaan ia menyerahkan sebagian besar hartanya
untuk perjuangan Islam dan membela orang-orang miskin yang teraniaya. Adapun
dalam kehidupan kesehariannya, ia selalu hidup sederhana. Dengan hal ini,
jelaslah bahwa pada diri Utsman terdapat jiwa-jiwa sufi yang tidak tertarik pada
kegemerlapan kekayaan dan kesenangan duniawi.

10
d) Ali bin Abi Thalib (wafat 40 H)

Ali merupakan khalifah keempat dan orang pertama yang masuk Islam dari
kalangan anak-anak, sepupu Nabi SAW yang kemudian menjadi menantunya.
Ayahnya, Abu Thalib bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abd Manaf adalah
kakak kandung ayah Nabi SAW, Abdulah bin Muthalib. Ibunya bernama Fatimah
binti As’ad bin Hasyim bin Abd Manaf. Sewaktu lahir ia diberi nama Haidarah
oleh ibunya, kemudian diganti ayahnya dengan Ali. Ali dikenal sangat sederhana
dan zahid dalam kehidupan sehari-hari tidak tampak perbedaan dalam kehidupan
rumah tangganya antara sebelum dan sesudah diangkat sebagai khalifah, sehingga
diriwayatkan bahwa ketika sahabat lain berkata kepadanya “mengapa khalifah
senang memakai baju itu, padahal sudah robek-robek?” Ali menjawab “aku
senang memakainya agar menjadi teladan bagi orang banyak sehingga mereka
mengerti bahwa hidup sederhana merupakan sikap yang mulia”. Sikap dan
pertanyaan inilah yang menandakan dirinya seorang sufi.
e) Abu Dzar Al-Ghifary (wafat 22 H)

Ia adalah seorang sufi yang selalu mngamalkan ajaran zuhud yang telah
dirintis oleh Abu BAkar dan Umar. Ia lebih senang memilih cara hidup miskin
dan tidak pernah merasa menderita apabila ditimpa cobaan. Bahkan, ia sangat
senang menerima berbagai cobaan dari Allah SWT karena menganggap bahwa
cobaan itu merupakan perhatian Tuhan terhadapnya. Oleh karena itu, setiap kali
merasa dicoba oleh Allah, ia mengucapkan kalimat syukur dan tahmid.
f) Ammar bin Yasir (wafat 37 H)

Ia seorang sufi yang sangat setia kepada Khalifah Ali bin Abi Thalib,
sehingga terlihat ajaran tasawufnya sama dengan ajaran tasawuf yang telah
diamalkan oleh Ali sebelumnya. Ia pun termasuk salah seorang dari ahlus suffah
yang pernah menyatakan bahwa apabila amalan zuhud merupakan perhiasan
dalam segala kebaikan, harta benda itu merupakan kebanggan bagi pemuka-
pemuka masyarakat Mekah yang telah diberantas oleh agama Islam. Menurutnya,
seorang hamba yang menginginkan kemuliaan dari Allah SWT harus menghiasi
dirinya dengan amalan zuhud, dan menjauhkan dirinya dari kemewahan harta

11
benda. Ini berarti tidak mengulangi sikap dan perilaku orang-orang Mekah yang
telah diberantas oleh ajaran Islam.
Uraian ini menjelaskan bahwa aliran Madinah berpegang teguh pada
asketisme dan kerendah hatian Nabi Muhammad SAW. Selain itu, aliran ini tidak
begitu teprengaruh oleh perubahan-perubahan sosial yang berlangsung pada masa
dinasti Amawiyah, dan prinsip-prinsipnya tidak berubah sekalipun mendapat
tekanan dari penguasa.

2. Aliran Basrah

Lous Massignon mengemukakan bahwa pada abad kesatu dan kedua Hijriah
terdapat dua aliran asketisme Islam yang menonjol, yaitu Basrah dan Kuffah. Di
antara tokoh sufi yang menonjol dari aliran Basrah ialah, Al-Hasan Al-Bashry,
Rabi’ah Adawiyah, dan Malik bin Dinar. Corak tasawuf yang menonjol pada
aliran Basrah adalah rasa takut yang berlebihan. Hal itu, menurut Ibnu Taimiyah
karena adanya kompetisi antara mereka dan para sufi Kufah.16
a). Al-Hasan Al-Bashry (22 H-110 H)

Nama lengkapnya adalah Al-Hasan bin Abi Al-Hasan Abu Sa’id. Dia
dilahirkan di Madinah pada tahun 21H/624 M dan meninggal di Basrah pada
tahun 110 H/728 M. ia adalah putra Zaid bin Sabit, seorang budak yang
tertangkap di Maisan, kemudian menjdai sekretaris Nabi Muhammad SAW. Ia
memperoleh pendidikan di Basarah, dan ia sempat bertemu dengan sahabt-
sahabat Rosul termasuk tujuh puluh di antara mereka adalah yang turut serta
dalam perang Badar. Ia mendapat ajaran tasawuf dari Huzaifah bin Al-Yaman,
sehingga ajaran itu memengaruhi sikap dan perilaku dalamkehidupan sehari-
harinya, sehingga ia dikenal sebagai ulama sufi yang sangat dalam ilmunya
tentang rahasia-rahasia yangter kandung dalam ajaran Islam dan sangat
menguasai ilmu batin.
Memang banyak pengakuan yang menyebutkan kelebihan dan keutamaan
Hasan Al-Basri dalam melaksanakan ajaran-ajaran agama, seperti yang
dikatakan oleh Abu Qatadah “bergurulah kepada syeikh ini! Saya sudah
16 Asmaran A.S. Pengantar Studi Tasawuf. Jakarta: RajaGrafindo Persada. 1996.

12
menyaksikannya sendiri, tidaklah ada orang tabiin yang menyerupai sahabat
Nabi Muhammad SAW, kecuali beliau”. Dasar pendirian Hasan Al-Basri
adalah zuhd terhadap dunia, menolak segala kemegahan, hanya menuju kepada
Allah SWT, tawakal, khauf, dan raja’. Janganlah semata-mata takut kepada
Allah, tetapi ikutilah ketakutan dengan harapan. Takut akan murka-Nya, tetapi
mengharap rahmat-Nya. Kemudian, kita harus meninggalkan kenikmatan dunia
karena hal itu merupakan Hijab (penghalang) dari keridhaan Allah SWT.

3. Aliran Kuffah

Alian Kuffah bercorak idealistis, menyukai hal-hal aneh dalam nahwu,


imajinasi dalam puisi, dan harfiah dalam hadis. Mereka cenderung pada aliran
Syi’ah dan Murji’ah. Itu terjadi karena Syi’ah adalah aliran kalam yang pertama
kali muncul di Kuffah. Di antara tokoh-tokohnya adalah Sufyan ats-Tsaury, Ar-
Rabi’ bin Khatsim, Sa’id bin Jubair, Thawus bin Kisan.17
4. Aliran Mesir

Di antara tokoh-tokoh sufi aliran Mesir abad pertama hijiriah adalah Salim
bin ‘Atar At-Tajibi (wafat 75 H), Abdurrahman bin Hujairah (wafat 69 H), Nafi’
(wafat 117 H), Al-Laits bin Sa’ad (wafat 175 H), Hayah bin Syuraih (wafat 158
H), dan Abdullah bin Wahab (wafat 197 H). Pada abad pertama hijiriah, ulama-
ulama tasawuf hanya berada di beberapa kota yang tidak jauh dari kota Madinah.
Akan tetapi, pada abad kedua hijriah, ulama-ulama tersebut sudah menyebar ke
berbagai negeri di wilayah kekuasaan Islam. Kalau pada abad pertama istilah sfui
masih kurang dikenal oleh masyarakat Islam, kecuali yang dikenalnya dengan
memberikan nama kepada ahli zuhud.18

Ciri lain pada perkembangan tasawuf pada abad pertama dan kedua hijriah
adalah kemurniahnya yang dibandingkan dengan tasawuf pada abad
sesudahnyayang sudah tercampur ajaran filsafat serta tradisi agama dan
kepercayaan yang dianut oleh manusia sebelum Islam. Pada abad sesudahnya,
terlihat adanya perbedaan ajaran tasawuf dengan corak teologi dan falsafi.

17 Ibid
18 Abu Bakar Aceh, , Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawuf, Solo, Ramadhani,1984.

13
Semakin lama, perbedaan ajarannya semakin jauh sehingga kecurigaan antara
sutaupenganut tasawuf dengan lainnya semakin menonjol sehingga permusuhan
antara mereka tidak dapat dielakkan. Ditambah lagi dengan kecurigaan ahli fiqh
terhadap tasawuf, baik yang penganut corak tasawufteoligi, lebih-lebih terhadap
penganut tasawuf falsafi.19
Secara umum, tasawuf pada abad pertama dan kedua hjriah memiliki
karakteristik berikut.20
1) Berdasarkan ide menjauhi hal-hal duniawi demi meraih pahala dan
memelihara diri dari azab neraka. Ide ini berakar dari ajaran Al-Quran dan
A-Sunnah dan sebagai dampak berbagai kondisi sosiopolitik yang
berkembang dalam masyarakat Islam ketika itu.
2) Bercorak praktis. Para tokohnya tidak menarh perhatian untuk menyusun
teoritis atas tasawuf. Sementara sarana-sarana praktisnya dlaam hidup
dalam ketenangan dan kesederhanaan secarapenuh, sedikit makan ataupun
minum, banyak beribadah dan mengingat Allah SWT, berlebihan dalam
merasa berdosa, tunduk mutlak kepada kehendak Allah, dan berserah diri
kepada-Nya. Dengan demikian, tasawufpadasaat itu mengarah pada tujuan
moral.
3) Motivasi tasawufnya adalah rasa takut, yaitu rasa takut yang muncul dari
landasan kegamaan secara eungguh-eungguh. Eementara pada akhir abad
kedua hijriah di tangan Rabi’ah Al-Adawiyah muncul motivasi cinta
kepada Allah.
4) Ditandai dengan kedalaman membuat analieie khueuenya di Khuraean
yang dipandang sebagai pendahuluan taeawuf eecara teoritis.
Dalam sejarah islam sebelum munculnya aliran tasawuf, terlebih dahulu
muncul aliran zuhud pada akhir abad ke I (permulaan abad ke II). Pada abad I
Hijriyah lahirlah Hasan Basri seorang zahid pertama yang termashur dalam
sejarah tasawuf. Beliau lahir di Mekkah tahun 642 M, dan meninggal di Basrah

19 Ibid

20 Hamka. Tasawuf: Perkembangan dan Pemurniannya. Jakarta: Pustaka Panjimas.


1984.

14
tahun 728M. ajaran Hasan Basri yang pertama adalah Khauf dan Rajah’
mempertebal takut dan harap kepada Tuhan, setelah itu muncul guru- guru yang
lain, yang dinamakan qari’ , mengadakan gerakan pembaharuan hidup kerohanian
di kalangan umat muslim. Sebenarnya bibit tasawuf sudah ada sejak itu, garis-
garis mengenai tariq atau jalan beribadah sudah kelihatan disusun, dalam
ajaranajaran yang dikemukakan disana sini sudah mulai mengurangi makna (ju’),
menjauhkan diri dari keramaian dunia ( zuhud ).21
Abu al- Wafa menyimpulkan, bahwa zuhud islam pada abad I dan II
Hijriyah mempunyai karakter sebagai berikut:22

1. Menjaukan diri dari dunia menuju akhirat yang berakar pada nas-
agama, yang dilator belakangi oleh sosipolitik, coraknya bersifat
sederhana, praktis (belum berwujud dalam sistematika dan teori
tertentu), tujuanya untuk meningkatkan moral.
2. Masih bersifat praktis, dan para pendirinya tidak menaruh perhatian
untuk menyusun prinsip- prinsip teoritis atas kezuhudannya itu.
Sementara saranasaranapraktisnya adalah hidup dalam ketenangan
dan kesederhanaan secara penuh, sedikit makan maupun minum,
banyak beribadah dan mengingat Allah SWT. Dan berlebih- lebihan
dalam merasa berdosa, tunduk mutlak kepada kehendak Nya., dan
berserah diri kepada Nya. Dengan demikian tasawuf pada masa itu
mengarah pada tujuan moral.
3. Motif zuhudnya ialah rasa takut yaitu rasa takut, yaitu rasa takut yang
muncul dari landasan amal keagamaan secara sungguh- sungguh.
Sementara pada akhir abad II Hijriyah, ditangan Rabi’ah al-
Adawiyah muncul motif rasa cinta, yang bebas dari rasa takut trhadap
adhab- Nya maupun harapan terhadap pahala Nya. Hal ini
dicerminkan lewat penyucian diri dan abstraksinya dalam hubungan
antara manusia dengan Tuhan.

21 Abu Bakar Aceh, , Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawuf, Solo,


Ramadhani,1984.
22 Ibid

15
4. Ahkir abad II Hijriyah, sebagian zahid, khususnyadi Khurasan, dan
Rabi’ah alAdawiyah ditandai kedalaman membuat analisa, yang bias
dipandang sebagai masa pendahuluan tasawuf, atau cikal bakal para
pendiri tasawuf falsafati abad ke- III dan IV Hijriyah. Abu al- Wafa
lebih sependapat kalau mereka dinamakan zahid, qari’, dan nasik
(bukan sufi) (Abu alo- Wafa, 1970). Sejalan dengan pemikiran ini,
sebelum Abu al- Wafa, al- Qusyairi tidak memasukkan Hasan al-
Basri dan Rabi’ah al-Adawiyyah dalam deretan guru tasawuf.
Sedangkan zuhud menurut para ahli sejarah tasawuf adalah fase yang
mendahului tasawuf. Menurut Harun Nasution, station yang terpenting bagi
seorang calon sufi ialah zuhd yaitu keadaan meninggalkan dunia dan hidup
kematerian. Sebelum menjadi sufi, seorang calon harus terlebih dahulu menjadi
zahid. Sesudah menjadi zahid, barulah ia meningkat menjadi sufi. Dengan
demikian tiap sufi ialah zahid, tetapi sebaliknya tidak setiap zahid merupakan sufi.
Secara etimologis, zuhud berarti raghaba ‘ansyai’in wa tarakahu, artinya tidak
tertarik terhadap sesuatu dan meninggalkannya. Zahada fi al-dunya, berarti
mengosongkan diri dari kesenangan dunia untuk ibadah.
Berbicara tentang arti zuhud secara terminologis menurut Prof. Dr. Amin
Syukur, tidak bisa dilepaskan dari dua hal. Pertama, zuhud sebagai bagian yang
tak terpisahkan dari tasawuf. Kedua, zuhud sebagai moral (akhlak) Islam dan
gerakan protes. Apabila tasawuf diartikan adanya kesadaran dan komunikasi
langsung antara manusia dengan Tuhan sebagai perwujudan ihsan, maka zuhud
merupakan suatu station (maqam) menuju tercapainya “perjumpaan” atau ma’rifat
kepada-Nya. Dalam posisi ini menurut A. Mukti Ali, zuhud berarti menghindar
dari berkehendak terhadap hal – hal yang bersifat duniawi atau ma siwa Allah.
Berkaitan dengan ini al-Hakim Hasan menjelaskan bahwa zuhud adalah
“berpaling dari dunia dan menghadapkan diri untuk beribadah melatih dan
mendidik jiwa, dan memerangi kesenangannya dengan semedi (khalwat),
berkelana, puasa, mengurangi makan dan memperbanyak dzikir”.
Jadi zuhud merupakan hal yang tidak bisa terpisahkan dengan tasawuf
sebagai seorang zahid yang menjauhkan diri dari kelezatan duniaserta

16
mengingkarinya serta lebih mengutamakan kehidupan yang kekal dengan
mendekatkan diri untuk supaya tercapai keridhoan dan makrifat perjumpaan
dengan-Nya. Hal ini agar lebih mendekatkan diri sebagai makhluk dengan Kholik
sehingga dapat meraih keuntungan akhirat.
Kedua, zuhud sebagai moral (akhlak) Islam, dan gerakan protes yaitu sikap
hidup yang seharusnya dilakukan oleh seorang muslim dalam menatap dunia fana
ini. Dunia dipandang sebagai sarana ibadah dan untuk meraih keridlaan Allah
swt., bukan tujuan tujuan hidup, dan di sadari bahwa mencintai dunia akan
membawa sifat – sifat mazmumah (tercela). Keadaan seperti ini telah dicontohkan
oleh Nabi dan para sahabatnya.
Zuhud disini mengandung makna tidak berbangga atas kemewahan dunia
dan tidak membuat ingkar terhadap Allah SWT serta tetap berusaha bekerja. Hal
ini hanyalah sebagai sarana ibadah meraih keridhoan-Nya, bukan sebagai tujuan
akhir hidup. Sifat zuhud inilah yang menjadi salah satu akibat suatu peristiwa dan
lanjutan munculnya tasawuf, yaitu sebagai reaksi kaum muslimin terhadap sistem
social politik dan ekonomi di kalangan islam sendiri. Ketika islam mulai tersebar
ke berbagai penjuru dunia, setelah tempo sahabat (zaman tabiin abad ke I dan II)
baik pada masa Kholifah maupun masa daulah-daulah setelahnya banyak terjadi
pertikaian politik ataupun kemakmuran satu pihak, sudah mulai beubah
kondisinya dari masa sebelumnya. Sehingga menimbulkan pula peperangan
saudara antara Ali bin Abi Tholib dengan Mu’awiyah yang bermula fitnah pada
Utsman bin Affan. Dengan adanya peristiwa tersebut membuat masyarakat dan
ulama tidak ingin terlibat terhadap pergolakan yang ada serta tidak mau
kemewahan dunia. Mereka lebih memilih untuk mengasingkan diri agar bisa
mengembalikan kondisi lingkungan kehidupan islam seperti dahulu, yaitu seperti
masa Nabi SAW, para sahabat serta para pengikutnya yang sesuai dengan
berlandaskan Al-Qur’an dan Al-Hadist pada jalan yang benar menuju Rabb Yang
Maha Esa.
Pada masa Bani Umayyah sistem pemerintahan berubah menjadi monarki
sehingga bebas berbuat kezaliman (terlebih kepada lawan politiknya yaitu Syiah).
Sampai terbunuhlah Husen bin Ali di Karbala dengan kekejaman Bani Umayah,

17
sehingga penduduk Kufah menyesal mendukung pihak yang melawan Husein.
Kemudian kelompok ini bernama Tawwabun yang dipimpin Mukhtar bin Ubaid
as-Saqafi untuk membersihkan diri serta beribadah. Demikian pula dari segi social
yang bermewah-mewahan jauh dari seperti zaman Nabi SAW. Saat itulah
kehidupan zuhud menyebar luas di maaasyarakat pada abad-abad pertama dan
kedua hijriyah dengan berbagai aliran, seperti :madinah, Bashrah, Kuffah, Mesir.23

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Secara ethimologi, tasawwuf berasal dari bahasa Arab yaitu kata shuuf yang
berarti bulu. Pada waktu itu para ahli tasawwuf memakai pakaian dari bulu domba
sebagai lambang merendahkan diri.
Sedangkan secara terminology, para sufi dalam mendefinisikan tasawwuf
itu sendiri sesuai dengan pengalaman batin yang telah mereka rasakan masing-
masing. Dan karena dominannya ungkapan batin ini, maka menjadi beragamnya
definisi yang ada. Sehingga sulit mengemukakan definisi yang menyeluruh. Dari
beberapa definisi para sufi, Noer Iskandar mendefinisikan bahwa tasawwuf adalah
23 Abu Bakar Aceh, , Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawuf, Solo, Ramadhani,1984.

18
kesadaran murni (fitrah) yang mengarahkan jiwa yang benar kepada amal dalam
rangka mendekatkan diri kepada Allah sedekat mungkin.

Secara ilmuan dan menurut sejarah, orang yang pertamakali memakai kata
“sufi” adalah abu Hasyim Al Kufi (zahid irak w.150). Sedangkan menurut Abdul
Qosim Abdul Karim bin Hawazin bin Abdul Malik bin Talha bin Muhammad Al
Qusyairi (tokoh sufi dari iran 376-465 H), istilah tasawuf telah dikenal sebelum
tahun 200 H. Tapi ajaran pokok yang selanjutnya merupakan inti tasawuf itu baru
muncul lengkap pada abad ke 3 H. Pada abad ke 2 H, belum diketahui adanya
orang orang yang disebut sufi; yang dikenal ialah aliran zuhud (penganutnya
dinamakan zahid).
Sebagian beranggapan bahwa tasawuf berasal dari masehi (Kristen),
sebagian lagi mengatakan dari unsur Hindu-Budha, Persia, Yunani, Arab, dan
sebagainya. Untuk itulah, kami akan menguraikan asal usul tasawuf dalam
konteks kebudayaan tersebut.

B. Saran

Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, maka dari itu
Kami membutuhkan saran yang membangun agar senantiasa menjadi lebih baik
dan lebih berkembang dalam menyusun sebuah makalah.

19
DAFTAR PUSTAKA

Abu Bakar Aceh, Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawuf, Solo,


Ramadhani,1984.

Asmaran A.S. Pengantar Studi Tasawuf. Jakarta: RajaGrafindo Persada.


1996.
Hamka. Tasawuf: Perkembangan dan Pemurniannya. Jakarta: Pustaka
Panjimas. 1984.

Harun Nasution, Akhlak Tasawuf. Jilid 5. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve.
2001.

Rosihon, Anwar. Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia. 2010.

20

Anda mungkin juga menyukai