Anda di halaman 1dari 15

PENGERTIAN, SEJARAH, DAN AJARAN TASAWUF

MAKALAH

Mata Kuliah Akhlak Tasawuf

Dosen Pengampu:
Ustadz Munawir Sajali, S.H.I., M.A.

Disusun oleh:
1. Almi Maliana Juwita (1210301013)
2. Sahrul Rijal Muttaqin (1210301002)
3. Misun (1210301004)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAKWAH


FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM AL-ZAYTUN INDONESIA
(IAI AL-AZIS)
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas berkat dan rahmat serta
hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah
kelompok yang berjudul “Pengertian, Sejarah, dan Ajaran Tasawuf”. Sholawat serta
salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw.,
yang telah membawa kita dari alam jahiliyah menuju alam ilmiyah yang penuh
berkah ini.
Terima kasih juga kami ucapkan kepada Ustadz Munawir Sajali, S.H.I., M.A,
selaku dosen pengampu sehingga kami dapat mengerti dan memahami materi-materi
dalam Mata Kuliah Akhlak Tasawuf. Dan kami menyadari bahwa tidak ada yang
sempurna, oleh karena itu kami meminta maaf apabila terjadi kesalahan kata atau
penulisan dalam makalah ini. Untuk itu, kami membutuhkan saran dan kritiknya guna
perbaikan dalam pembuatan makalah kami selanjutnya. Akhir kata kami ucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas
ini. Semoga makalah ini bermanfaat untuk kita semua.

Indramayu, 20 Maret 2024

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................2
2.1 Pengertian Tasawuf.........................................................................................2
2.2 Sejarah Munculnya Tasawuf...........................................................................4
2.3 Ajaran Tasawuf pada Masa Awal...................................................................8
BAB III PENUTUP.....................................................................................................11
3.1 Kesimpulan...................................................................................................11
3.2 Saran.............................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................12

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tasawuf merupakan salah satu cabang dalam agama Islam yang memiliki
kedalaman spiritual yang mendalam. Dalam memahami pegertian tasawuf, penting
untuk memahami bahwa tasawuf bukanlah sekedar praktik keagamaan biasa tetapi
juga merupakan upaya untuk membersihkan jiwa serta meninggalkan kecintaan
berlebihannya terhadap dunia.
Banyak masyarakat yang tidak mengerti secara benar mengenai tasawuf
sehingga menimbulkan sikap kecurigaan atas tasawuf, bahwa tasawuf itu merupakan
ilmu perdukunan, mistik yang bid’ah, klenik, sesat, dan seterusnya. Pemahaman
tersebut tentunya muncul dari cara pandang yang salah 1. Pada dasarnya, ajaran-ajaran
tasawuf murni berlandaskan Al-Qur an dan Sunnah. Esensi tasawuf merupakan salah
satu pendekatan diri kepada Allah dengan jalan penyucian diri dengan amalan-amalan
Islam2.
Sebenarnya laku tasawuf merupakan praktik keagamaan yang dilakukan
Rasulullah dan sahabatnya, seperti laku zuhud yang merupakan akar laku tasawuf.
Hingga istilah sufi dan tasawuf muncul dalam historis kesejarahan muslim.
Dalam memahami tasawuf, diperlukan literatur mengenai tasawuf dari segi
sejarah, definisi, dan ajarannya. Sehingga cara pandang terhadap tasawuf tidak lagi
menimbulkan kecurigaan atau kesalahpahaman.

1
Syamsul Bakri, AKHLAQ TASAWUF: Dimensi Spiritual dalam Kesejarahan Islam (Sukoharjo:
EFUDEPRESS, 2020), hlm. iii.
2
Ahmad Zuhdi, “Bahan Ajar: Akhlak Tasawuf”, Fakultas Usluhuddin, Adab, dan Dakwah, IAIN
Kerinci, 2021, hlm. 60.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Tasawuf


Kata tasawuf tidak pernah dikenal pada masa Rasulullah walaupun prakti-
praktik akhlak dan spiritualitas bersumber dari ajaran Al-Qur an dan Sunnah. Hingga
pada abad II H, istilah tasawuf muncul sejak Abu Hasyim Al-Kufi diberi tambahan
panggilan Al-Sufi di belakang namanya karena beliau seorang asketis (menjaga jarak
dengan dunia) pada era kekuasaan Bani Umayyah.3
Perilaku tasawuf tersebut sudah didahului oleh Rasulullah dan para sahabatnya.
Akan tetapi Abu Hasyim Al-Kufi Al-Sufi merupakan orang pertama yang bergelar
Al-Sufi. Pelaku sufi dimaknakan sebagai orang yang menempuh laku spiritual dengan
membersihkan diri dari kotoran maknawiyah dalam hati untuk mendekatkan diri
kepada Allah. Pembersihan jiwa tersebut memunculkan jiwa-jiwa yang tercerahkan
karena memperoleh pencerahan spiritual dari Allah sebagai sumber cahaya.
Menurut bahasa, terdapat tiga kata yang menjadi kemungkinan munculnya
istilah tasawuf, yaitu shaff, shuff, dan shuffah.4
1. Shaff
Dalam Q.S. As-Saff ayat 4 yang artinya, “Sesungguhnya Allah mencintai
orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam satu barisan (shaffan), seakan-
akan mereka seperti bangunan yang tersusun kokoh.” Shaffan berarti secara
berbaris-baris. Menurut Al-Kalabadzi secara maknawi mengungkapkan bahwa
mereka seakan berada di barisan terdepan di antara orang-orang Islam dalam
kesucian hati dan dalam melakukan segala perintah Allah dan Rasul-Nya 5. Jadi,
tasawuf adalah menyusun barisan di jalan Allah.
2. Shuff

3
Bakri, Op.Cit., hlm. 3.
4
Abdul Quddus, Perbandingan Pemikiran Islam (Teologi, Fiqh, dan Tasawuf) (Mataram: Perpustakaan
UIN Mataram), hlm. 119-120.
5
Bakri, Op.Cit., hlm. 4.

2
Berarti bulu domba. Hal ini diawali pada masa pra-Islam yang menggunakan
bulu domba sebagai pakaian para pemimpin Yahudi6. Bulu domba yang
dipakai tidak membutuhkan biaya untuk mendapatkannya sehingga menjadikan
pemakainya sebagai orang yang memiliki kerendahan diri, menghinakan diri,
tawadhu, dan qana’ah7. Jadi, tasawuf adalah hal yang identik dengan
kesederhanaan.
3. Shuffah
Adalah tempat duduk kecil yang terbuat dari kayu atau batu. Pada saat itu,
sahabat-sahabat Rasulullah sering duduk di atas shuffah sehingga mereka
disebut ahlush-shuffah. Jadi, tasawuf diidentikkan karena berasal dari kebiasaan
sahabat-sahabat Rasulullah.8
Sedangkan menurut istilah, tasawuf banyak dikemukakan oleh para ulama dan
ilmuwan, diantaranya:
1. Imam Al-Junaid Al-Baghdadi yang merupakan pimpinan kaum sufi,
mengungkapkan bahwa tasawuf ialah keluar dari setiap akhlak yang tercela dan
masuk kepada setiap akhlak yang mulia;
2. Imam Al-Qusyairi berpendapat bahwa seorang sufi merupakan seorang yang
selalu berusaha membersihkan kotoran dalam jiwanya hingga kotoran tersebut
tidak kembali lagi kepadanya dan menjaga kebersihan tersebut dengan selalu
mengingat Allah; dan
3. Imam Abu Hasan An-Nauri mendefinisikan tasawuf adalah meninggalkan
segala keinginan hawa nafsu.9
Dari banyaknya penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa tasawuf adalah
usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk menjadikan dirinya sebagai manusia yang
bersih jiwanya serta meninggalkan segala keinginan hawa nafsu yang menjerumuskan
kepada akhlak tercela sehingga meninggalkan kecintaan berlebihannya terhadap
dunia.
6
Quddus, Op.Cit., hlm. 119.
7
Kholilurrohman, Mengenal Tasawuf Rasulullah: Representasi Ajaran Al-Qur’an Dan Sunnah
(Tangerang: Nurul Hikmah Press, 2020), hlm. 15.
8
Quddus, Op.Cit., hlm. 120.
9
Kholilurrohman, Op.Cit., hlm. 17-20.

3
Tasawuf lebih dimaknai sebagai praktik-praktik ibadah yang merupakan bentuk
paling nyata dari kesetiaan. Artinya, mereka setia dan tunduk secara mutlak untuk
menempuh perjalanan hidup di atas jalan Allah. Tasawuf kemudian dikenal sebagai
dunia pendekatan diri kepada Allah. Tasawuf mengajarkan cara untuk menyucikan
diri, menyempurnakan rohani, dan meningkatkan moralitas guna mencapai kedekatan
dengan Allah sebagai sebuah kebahagiaan hakiki dan tanpa akhir10.

2.2 Sejarah Munculnya Tasawuf


Menurut Ibrahim Basuni, sejarah kronologi tasawuf terbagi ke dalam tiga fase,
yaitu fase al-bidayah, fase al-mujahadah, dan fase adz-dzaqah 11. Fase al-bidayah
ditandai dengan orongan para sufi untuk melakukan praktik ibadah esoterik untuk
pemurnian hati atau pembersihan jiwa dari kuasa nafsu-nafsu gelap untuk lebih
mendekatkan diri secara fitrah kepada Allah. Fase al-mujahadah merupakan fase
perjuangan jiwa yang lebih dalam lagi, disertai dengan kesungguhan dan penghayatan
esoterik. Fase adz-dzaqah ketika dunia sufi sudah didominasi hal-hal terkait
pengalaman spiritual.
Menilik sebuah sejarah, tasawuf awalnya hanyalah amalan tanpa nama yang
lakunya menjauhi hal-hal yang bersifat keduniawian, dikenal dengan zuhud atau
asketisme. Zuhud bukan berarti anti dunia atau meniadakan harta, tetapi menjauhkan
diri dari keterbudakan harta dan aspek keduniawian 12. Gerakan zuhud yang bersifat
amalan pribadi ini kemudian menjadi trend dan diikuti banyak masyarakat Islam.
Zuhud kemudian menjadi sebuah pemahaman dan berkembang lagi menjadi sebuah
gerakan moral-spiritual, sampai pada abad ke-4 H menjadi bentuk yang matang.
Adapun fase-fase historiss perkembangan tasawuf yang dijabarkan menurut
periodisasi waktu, mencakup:
1. Fase Zuhud (Abad I – II H)
Pada abad ini, tasawuf baru dikenal di Madinah, Kuffah, dan Mesir
Basrah. Pada abad I H, muncul seorang asketis, yaitu Hasan Al-Bashri yang
10
Bakri, Op.Cit., hlm. 7.
11
Bakri, Op.Cit., hlm. 15-16.
12
Bakri, Op.Cit., hlm. 17.

4
memberi nuansa zuhud dengan khauf (takut) dan raja’ (berharap). Kemudian
muncul guru-guru kerohanian yang menekan hidup asketisme. Kaum asketis
muslim memilih pakaian wol kasar dari bulu domba sebagai tanda
kesederhanaan dan simbol penentangan terhadap kemubadziran.
Pada abad II H, muncul seorang sufi dari kaum hawa yang terkenal
dengan ajaran mahabbah (percintaan) dilantunkan dalam syair-syair. Beliau
adalah Rabi’ah Al-‘Adawiyah, menggantikan motivasi ibadah yang pada masa
Hasan Al-Bashri oleh dengan khauf (takut) dan raja’ (berharap) menjadi cinta
(al-mahabbah).
Fase zuhud ini merupakan respon atas tabiat para penguasa dan
bangsawan yang memiliki gaya hidup kemewahan. Oleh karena itu fase ini
sangat kental dengan sikap menjauhkan diri dari hidup bermewah-mewahan.
Belum ada teori-teori pada fase ini, yang ada adalah model-model perilaku
asketis13.
2. Fase Formatif (Abad III – IV H)
Pada abad III H, tasawuf berkembang dengan baik bahkan hingga ke Kota
Baghdad (ibu kota kekhalifahan Bani Abbasiyah). Para sufi besar mulai
muncul, seperti Ibrahim Al-Balkhi, Abdul Wahid bin Zayd, Fudayl bin ‘Iyad,
dan Bishri bin Al-Harits.
Di pusat pemerinthan Bani Abbas, kemewahan dan gaya hidup mewah
sangat mencolok, sehingga memunculkan reaksi gerakan kerohanian. Kota
Baghdad menjadi wilayah paling subur untuk pertumbuhan dan perkembangan
tasawuf.
Pada abad IV H, bangunan tasawuf sebagai ilmu dan amal mulai
terformat dengan jelas. Tasawuf berkembang sampai ke Mesir, Syam, dan
Jazirah Arab. Periode ini juga muncul model, teori, dan praktik spiritual.
Pada abad IV H, muncul teori dan manhaj terkait jalan mistik yang
disebut thariqah (jalan spiritual) suluk (perjalanan spiritual). Jalan mistik
(tarekat) adalah jalan spiritual yang ditempuh para sufi di bawah bimbingan

13
Bakri, Op.Cit., hlm. 19.

5
para guru sufi (mursyid). Perjalanan spiritual ini melewati tahap demi tahap
yang disebut al-maqamat (tingkatan seorang penempuh laku tasawuf) yang
disertai dengan al-ahwal (kondisi psikis dan pengalaman spiritual)14.
3. Fase Tasawuf Akhlaqi-Sunni (Abad V H)
Tasawuf sunni adalah tasawuf ahlus-sunnah wal-jama’ah yang
memberikan penekanan pada praktik spiritual berlandaskan Al-Qur an dan
Sunnah secara rigid (kaku). Tasawuf sunni mulai berkembang dengan
menekankan pada keseimbangan antara tasawuf dengan tarekat. Tasawuf ini
kemudian dikenal dengan tasawuf akhlaqi, untuk membedakan dengan tasawuf
falsafi. Pada era ini, sufisme telah banyak menarik pengikut dari berbagai
kalangan, intelektual maupun kaum awam.
Abad ini juga muncul pertikaian wacana antara tasawuf falsafi dengan
tasawuf sunni yang menenggelamkan tasawuf falsafi dalam wacana pemikiran
Islam.
Al-Ghazali merupakan tokoh sufi sunni yang paling berperan dalam
memberikan kritikan terhadap penyimpangan-penyimpangan tasawuf. Bagi
kaum sunni, teori-teori tasawuf falsafi yang diungkapkan oleh Al-Busthami dan
Al-Hallaj dianggap membahayakan akidah umat Islam. Al-Ghazali mampu
mengembalikan kepercayaan umat Islam tentang arti penting tasawuf sebagai
amalam esoterik. Sebab sebelumnya banyak ulama sunni yang merasa takut dan
was-was terhadap perkembangan tasawuf yang didominasi pemikiran Al-
Busthami dan Al-Hallaj. Bahkan tak sedikit yang mengharamkan tasawuf.
Hingga Al-Ghazali berhasil mematahkan pandangan tasawuf panteistik dan
menyuguhkan tasawuf yang bercorak sunni sampai diterima oleh kalangan
ulama dan umat Islam pada masanya.

4. Fase Tasawuf Falsafi (Abad VI H)


Pada abad VI H, tasawuf falsafi kembali bangkit. Ditandai dengan
kemunculan sufi-sufi besar, seperti Ibnu Al-‘Arabi, Suhrawardi Al-Maqtul,

14
Bakri, Op.Cit., hlm. 21.

6
Ibnu Faridh, dan Ibnu Sabi’in. Karya-karya mereka mewarnai dinamika
intelektual dan spiritual umat Islam15.
5. Fase Tarekat (Abad VII H sampai sekarang)
Fase ini ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangan
institusionalisasi tasawuf atau melembaganya ikatan persaudaraan (organisasi,
lembaga) para sufi yang disebut thariqah (tarekat). Tarekat sebuah metode
spiritual yang dibakukan oleh para pengikutnya. Ordo-ordo kesufian tersebut
berkembang di bawah payung ajaran masing-masing guru sufi. Persaudaraan
tersebut semakin menguat dalam aliran masing-masing dan berpotensi akan
tetap berlangsung pada masa mendatang.
Tarekat yang lahir pada kurun waktu ini dan berkembang sampai
sekarang adalah Tarekat Qadiriyah (dari ajaran Syaikh Abdul Qodir Jaelani),
Suhrawardiyah (Syihabuddin Al-Suhrawardi), Rifa’iyah (Ahmad Rifa’i),
Syadziliyah (Abu Hasan Al Syadzili), Naqsyabandiyah (Muhammad bin
Bahauddin Al-Uwaisi Al-Bukhari), Badawiyah (Ahmad Al-Badawy), dan lain-
lain. Masing-masing tarekat tersebut memiliki metode dan jenis dzikir tertentu
serta amalan yang variatif.
Kemudian tarekat berkembang dalam banyak aliran dan mengembangkan
ajarannya ke berbagai penjuru dunia. Perkembangan Islam banyak kaitannya
dengan perkembangan ajaran tarekat. Perkembangan tasawuf seiring dengan
perkembangan Islam di luar Arab. Oleh karena itu, sejarah perkembangan
tasawuf tidak dapat dilepaskan dari sejarah perkembangan islamisasi.
Pada perkembangan tasawuf selanjutnya, banyak bermunculan klaim-
klaim mistik dari para pengikut sufi, seperti dapat melakukan hal-hal aneh yang
tidak dapat dilakukan orang umum, amalan-amalan irasional, kekuatan ghaib,
praktik kedukunan, dan perilaku mistik lainnya yang dianggap sudah keluar
dari tasawuf.
Hal tersebut menjadi kebanggaan bagi pengikut sufi hingga berkembang
fenomena pseuso-sufi. Penyimpangan tersebut mendapat penolakan dari para

15
Bakri, Op.Cit., hlm. 23.

7
guru sufi, salah satunya adalah Ibnu Athaillah yang menganggapnya sebagai
perilaku yang terjebak pada tipuan dan permainan setan. Ibnu Taimiyah juga
menganggap praktik tasawuf tersebut seperti panteisme dan gnostik, klenik dan
perdukunan, semua itu harus dikembalikan kepada sumber Al-Qur an dan
Sunnah.
Kritik Ibnu Taimiyah berdampak pada munculnya tasawuf dengan pola
al-hanafiyah al-samhah, yakni praktik moral spiritual Islam yang tidak ekstrim.
Model tasawuf ini menawarkan praktik tasawuf yang lebih puritan dan tidak
bertentangan dengan akidah Islam. Model ini kemudian berkembang menjadi
model tasawuf baru yang diikuti oleh banyak sufi modern dan perkotaan, oleh
Falurrahman disebut dengan neo-sufisme. Dari konteks ini lahirlah tasawuf
modern.
Fase-fase tersebut menunjukkan adanya pertumbuhan dan perkembangan serta
dinamika tasawuf. Tasawuf pada awalnya sekedar merupakan gerakan zuhud,
kemudian berkembang dalam bentuk yang bervariasi. Dinamika tasawuf kemudian
ditandai dengan wacana perdebatan pemikiran, khususnya antara tasawuf falsafi dan
tasawuf sunni, sebelum tasawuf mengalir menjadi sebuah tarekat.16

2.3 Ajaran Tasawuf pada Masa Awal


Tasawuf belum dikenal pada masa awal-awal kemunculan Islam, namun ajaran-
ajaran yang diusung dalam tasawuf adalah ajaran yang bersumber dari Al-Qur an dan
Hadits. Oleh sebab itulah mengapa perilaku-perilaku kaum sufi hampir sepenuhnya
diambil dari perilaku-perilaku Rasulullah dan para sahabatnya. Perilaku para sufi
sebenarnya merupakan ajaran-ajaran yang telah dipraktikkan Rasulullah di hadapan
para sahabatnya.
Di samping Rasulullah dan para sahabatnya berjuang di medan perang karena
menegakkan agama Allah, mereka juga berjuang untuk menegakkan agama Allah,
berjuang meningkatkan kerohanian, hidup zuhud, tidak mementingkan dunia, pangkat
kesebesaran, maupun kemahsyuran diri. Sebaliknya, mereka isi dengan penuh

16
Bakri, Op.Cit., hlm. 25.

8
keprihatinan dan kesadaran menumpukkan sepenuh hati kepada Allah, berusaha
meningkatkan mujahadah al-nafs, melawan hawa nafsu dan godaan setan. Perilaku
kehidupan tersebut merupakan awal mula pokok ajaran tasawuf. Bahwa hakikat
tasawuf adalah mencari jalan untuk memperoleh kesempurnaan hidup rohani. Dalam
memperoleh kesempurnaan hidup rohani, merasakan adanya Allah dan ma’rifat-Nya,
hanya dapat dicapai dengen menempuh jalan yang ditempuh kaum sufi17.
Khulafa Ar-Rasyidin yang juga merupakan sahabat Rasulullah merupakan para
pemimpin terkemuka dalam sejarah Islam yang dapat dijadikan teladan pada
kehidupan mereka yang penuh dengan ajaran-ajaran tasawuf.
1. Abu Bakar Ash-Shiddiq
Menurut pandangan hidup beliau, sifat dermawan itu sebagai buah dari
takwa, martabat itu buah dari tawadhu’, dan kekayaan adalah buah dari
keyakinan. Pandangan tersebut dapat dilihat pada dirinya pada saat beliau
menyumbangkan seluruh hartanya untuk kepentingan agama.
2. Umar bin Khattab
Dasar pandangan hidup beliau adalah sabar dan ridho. Bahwa seluruh
kebajikan dalam hidup yang menjadi pokoknya adalah ridha, apabila sanggup
hendaklah merasa ridha namun apabila tidak sanggup hendaklah bersabar.
3. Usman bin Affan
Beliau merupakan sosok yang tak pernah terlepas dari Al-Qur an di
tangannya. Kehidupannya setelah pemerintahan bahkan mendedikasikan
dirinya untuk menelaah Al Qur an. Meskipun Allah memberinya kelapangan
rezeki, tetapi beliau masih ingin melaksanakan kerohanian dalam kesehariannya
dengan menjadikan harta kekayaannya sebagai sarana untuk menolong orang-
orang muslim.
4. Ali bin Abi Thalib
Pekerjaan dan cita-cita yang besar menyebabkan beliau tidak peduli
bahwa pakaian yang dipakainya robek-robek. Beliau mengatakan bahwa ia

17
Muhammad Hasbi, AKHLAK TASAWUF (Solusi Mencari Kebahagiaan dalam Kehidupan Esoteris
dan Eksoteris) (Yogyakarta: TrustMedia Publishing, 2020), hlm. 129-130.

9
senang melakukan hal itu, sehingga mereka mengerti bahwa hidup sederhana
merupakan sikap yang mulia18.

18
Hasbi, Op.Cit., hlm. 132-134.

10
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Tasawuf adalah usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk menjadikan dirinya
sebagai manusia yang bersih jiwanya serta meninggalkan segala keinginan hawa
nafsu yang menjerumuskan kepada akhlak tercela sehingga meninggalkan kecintaan
berlebihannya terhadap dunia. Perilaku tasawuf tersebut sudah didahului oleh
Rasulullah dan para sahabatnya.
Fase perkembangan tasawuf pada awalnya sekedar merupakan gerakan zuhud,
kemudian berkembang dalam bentuk yang bervariasi. Dinamika tasawuf kemudian
ditandai dengan wacana perdebatan pemikiran, khususnya antara tasawuf falsafi dan
tasawuf sunni, sebelum tasawuf mengalir menjadi sebuah tarekat.

3.2 Saran
Tasawuf memiliki pengertian yang luas dan kompleks, sejarah yang
panjang, dan ajaran awal yang menekankan pada kezuhudan dan pembersihan
jiwa. Pemahaman yang mendalam tentang tasawuf dapat memberikan
wawasan berharga tentang cara pandang terhadap tasawuf sehingga menjadi
landasan untuk mengembangkan hubungan kedekatan dengan Allah dalam
kehidupan sehari-hari.

11
DAFTAR PUSTAKA

Bakri, S. (2020). AKHLAQ TASAWUF: Dimensi Spiritual dalam Kesejarahan Islam.


Sukoharjo: EFUDEPRESS .
Hasbi, M. (2020). AKHLAK TASAWUF (Solusi Mencari Kebahagiaan dalam
Kehidupan Esoteris dan Eksoteris). Yogyakarta: TrustMedia Publishing.
Kholilurrohman. (2020). Mengenal Tasawuf Rasulullah Representasi Ajaran Al-
Qur'an Dan Sunnah. Tangerang: Nurul Hikmah Press.
Quddus, A. (2015). PERBANDINGAN PEMIKIRAN ISLAM: Theologi, Fiqih dan
Tasawuf. Mataram: Sanabil.
Zuhdi, A. (2021). Bahan Ajar: Akhlak Tasawuf. Fakultas Usluhuddin, Adab, dan
Dakwah (IAIN Kerinci).

12

Anda mungkin juga menyukai