Anda di halaman 1dari 12

PAPER

TASAWUF DAN PEMUNCULANNYA DALAM ISLAM

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Tasawuf

Dosen Pengampu: Raha Bistara M.Ag

Disusun Oleh:

1. Zaidan Muhammad Salma Uliansyah (225221057)


2. Agil Wahyudiana Wulandari (225221064)
3. Eva Cahya Mustika (225221065)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN MAS SAID SURAKARTA

TAHUN 2024

1
PEMBAHASAN

A. Pengertian Tasawuf
Tasawuf atau sufisme, secara etimologi, berasal dari kata shaff atau shafa
yang mengacu pada baris pertama dalam shalat, yang menandakan fokusnya hati
sufi pada kebersihan dan ketaatan kepada Allah Swt. Kata sufi juga terkait dengan
shuffah, yaitu serambi masjid tempat sahabat Nabi Saw yang aktif dalam dakwah
dan jihad dijalan Allah Swt. Sufi meneladani perilaku sahabat Nabi Muhammad
Saw pada masa itu., serta kata sufi juga berasal dari shaufana, yaitu buah kecil
berbulu tumbuh di gurun pasir Arab, yang menggambarkan kehidupan sederhana,
namun memiliki kekayaan spiritual (Ni’am, 2014).
Shuf merupakan wol kasar atau bulu domba. Digunakan sebagai sumber
kata untuk istilah tasawuf (sufi). Menurut Yafi’I, shuf merupakan pakaian khusus
orang sufi, digunakan oleh ulama-ulama Salaf untuk melawan takabur dan
kebanggaan diri, serta memperkuat sifat kesederhanaan, tawadhu', dan zuhud.
Shuf dianggap sebagai pakaian para nabi, termasuk Nabi Muhammad Saw., dan
terkait dengan pakaian para wali dan orang-orang sholeh (Nilyati, 2015).
Secara terminologi, tasawuf adalah ilmu pengenalan terhadap kebaikan
dan keburukan jiwa, membersihkan jiwa dari sifat yang negatif kemudian
menggantikannya dengan sifat yang baik, dan menuntun manusia menuju
keridhaan Allah Swt, serta praktik cinta IIahi. Kaum sufi berusaha mengisi hati
dengan pengingat kepada Allah Swt, yaitu mengikuti jalan terbaik terhadap
pengetahuan tentang Allah Swt dengan tariqah yang optimal dan akhlak yang
indah. Jika dipandang dari tujuan dan niatnya, setiap tindakan dan ibadah kaum
sufi, dilakukan dengan tujuan dan niat yang suci untuk membersihkan jiwa dengan
mengabdi kepada Allah Swt. Dan sering dikaitkan dengan ahl ash- ashuffah, yaitu
fakir miskin pada masa awal islam (Ni’am, 2014).
Harun Nasution menjelaskan bahwa ahl ash-shuffah adalah orang-orang
yang ikut hijrah bersama Nabi Muhammad Saw dari Mekah ke Madinah. Mereka
kehilangan harta benda dan kemudian menjadi miskin, tinggal di Masjid Nabi
Saw, serta tidur diatas bangku batu dengan pelana (barang penyokong penunggang
kuda) sebagai bantal yang disebut shuffah. Meskipun miskin, mereka memiliki

2
hati yang baik dan mulia. Kaum sufi adalah mereka yang senantiasa menjaga diri
dari perbuatan yang mendatangkan maksiat serta dosa. Sifat utama kaum sufi
adalah menjauhi kekayaan dan hidup sederhana, namun tetap memiliki hati yang
baik dan mulia. Mereka memiliki kebaikan batin yang menjadi ciri khas dari
mereka, yaitu melakukan aktivitas dan ibadah dengan kebersihan jiwa dan
kesucian hati tujuannya untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt (A. Bachrun
Rifa’i, 2010).
Adapun tiga perspektif yang digunakan untuk mendefinisikan tasawuf:
Pertama, sebagai cara manusia untuk menyucikan jiwa dengan menjauhkan diri
dari pengaruh dunia dan lebih berfokus kepada Allah Swt. Kedua, sebagai usaha
untuk memperindah akhlaknya sesuai dengan ajaran agama Islam. Ketiga, sebagai
kesadaran fitrah yang mengarahkan jiwa manusia pada aktivitas yang
berhubungan dengan Allah Swt.

B. Sejarah Tasawuf
1. Sumber Tasawuf Islam
a) Al-Qur’an
Kaum sufi cenderung mengamalkan sikap zuhud yang
sebagaimana yang ditekankan dalam Al-Qur’an yang menyerukan
kepada manusia untuk lebih berhati-hati dan memperingatkan agar tidak
terlena dalam berbagai kenikmatan hidup di dunia. Allah Swt
menciptakan berbagai fasilitas berupa sarana dan prasarana di dunia
tujuannya untuk membedakan antara hamba yang buruk dan yang baik,
yang akan menikmatinya tanpa melupakan Allah Swt. Al-Qur’an
mengajarkan bersikap zuhud dengan wajar dan moderat. Kaum muslim
diajak untuk menyebarkan Islam dengan pemahaman yang benar tentang
zuhud, yang mendorong pengorbanan jiwa, raga, serta harta demi Allah
Swt. Selain itu, Al-Qur’an juga mendorong untuk mendekatkan diri
kepada Allah Swt (Hajjaj, 2011).

3
b) Rasulullah Saw
Setelah menerima wahyu, Rasulullah Saw menjalani kehidupan
sederhana dengan prinsip zuhud di lingkungan keluarga. Beliau
mengontrol konsumsi makanan dan minumannya, aktif melakukan amal
shaleh dan rajin beribadah, termasuk sholat tahajjud dan i’ktikaf selama
dua puluh hari sebelum wafatnya. Akhlaknya yang mulia tercermin
dalam kasih sayangnya terhadap semua makhluk, termasuk anak yatim
dan fakir miskin. Rasulullah Saw memberikan ajaran moral tentang
asketisme dan mengajarkan tasawuf melalui doa-doa serta menekankan
sikap zuhud terhadap dunia sebagai anugerah serta hikmah dari Allah
Swt. Dengan moralitas dan sifat seperti keberanian, ketabahan, dan
kejujuran, Rasulullah Saw mendapat rasa hormat dan kepercayaan dari
banyak orang, karena tingkah laku yang jujur, adil, sabar, dan ikhlas yang
membuatnya dicintai dan dihormati (Ni’am, 2014).
c) Sahabat Rasulullah Saw dan Khulafa’urrasyidun
1) Abu Bakar ash-Shidiq
Abu Bakar adalah sahabat yang paling dekat dengan
Rasulullah SAW dibandingkan sahabat lainnya. Beliau salah satu
dari golongan orang pertama yang masuk Islam. Abu Bakar juga
terkenal sebagai sosok yang murah hati, sederhana, memiliki
pengetahuan spiritual yang dalam, rendah hati, dan sangat taat
kepada Allah SWT.
2) Umar ibn al-Khattab
Umar juga sahabat terdekat dan setia Rasulullah SAW.
Pandai dalam memahami syariat Islam diakui oleh Nabi SAW, dan
beliau dijamin masuk surga. Umar mempunyai kepribadian yang
tangguh, akhlak yang tinggi, kecerdasan spiritual dan intelektual,
serta sifat-sifat lainnya seperti kejujuran, kesederhanaan, dan
keteguhan pendirian.

4
3) Utsman ibn al-’Affan
Usman terkenal sebagai sahabat yang dermawan, rajin
membaca Al-Qur’an, dan dikenal karena ucapan terkenalnya, yaitu
mencintai Allah, bersabar dengan hukum-hukum Allah, ridha
dengan takdir Allah, serta rasa malu dihadapan Allah.
4) Ali ibn Abi Thalib
Ali bin Abi Thalib dikenal karena kekhusyukannya dalam
beribadah dan keistimewaan dalam ungkapan, isyarat, dan kata-
katanya tentang tauhid, ma'rifah, iman, ilmu, dan sifat-sifat terpuji
lainnya. Beliau juga terkenal sebagai panutan para sufi, serta dikenal
sebagai orang yang adil (Ni’am, 2014).
2. Sejarah Munculnya Hingga Kemunduran Tasawuf
Sebelum munculnya Islam, ahli mistik seperti Gymnosophists sudah
ada, mengabdikan hidup mereka untuk mendekatkan diri kepada Tuhan,
seperti halnya yang dilakukan oleh penganut agama Hindu dan Buddha di
India Kuno. Meskipun terdapat kesamaan dalam praktik dan ajarannya,
tasawuf Islam tidak bisa dianggap sebagai kelanjutan langsung dari
mistisisme sebelumnya, karena asal-usulnya berasal dari Al-Qur'an dan hadits
Rasulullah Saw (Mahjuddin, 2009).
Para ilmuwan membagi kajian tasawuf menjadi dua bagian: tasawuf
akhlaqi dan tasawuf falsafi dengan berdasarkan praktek-praktek yang
dilakukan oleh para sufi. Tasawuf akhlaqi menekankan pada teori perilaku,
akhlak, dan budi pekerti, yang fokus pada proses moral dalam ibadah dan
perilaku tanpa terlalu banyak melibatkan pemikiran filosofis. Sedangkan
Tasawuf falsafi adalah gabungan antara teori-teori tasawuf dan filsafat, yang
berkaitan dengan hubungan antara Tuhan dan manusia (Mahjuddin, 2009).
Berikut sejarah singkat perkembangan tasawuf:
a) Abad Pertama dan Abad Kedua Hijriyah
Pada era ini, tasawuf masih berfokus pada kehidupan asketis (zuhud),
yang mana seseorang tidak terlalu mementingkan hal-hal materi, seperti harta
benda, tetapi lebih fokus pada ibadah kepada Allah Swt.

5
b) Abad Ketiga dan Abad Keempat Hijriyah
Pada era ini, para sufi mulai mencermati aspek-aspek psikologis
secara teoritis untuk membenahi perilaku menjadi lebih baik, serta
menjadikan tasawuf lebih berorientasi pada ilmu agama. Pada era ini, sufi
lebih menekankan pentingnya 3 hal, yaitu jiwa, akhlak, dan metafisika.
c) Abad Kelima Hijriyah
Pada era ini, muncul tokoh sufi yang terkenal, yaitu Al-Ghazali.
Beliau mengkritik tajam berbagai aliran filsafat dan kepercayaan mistis, serta
berusaha mengoreksi tasawuf dari beragam teori yang tidak lazim, kemudian
dibenarkan pada ajaran Al-Qur'an dan As-Sunnah. Tasawuf yang disebut
sunni ini lebih menekankan pada tasawuf akhlaqi dengan fokus pada
kehidupan zuhud.
d) Abad Keenam dan Abad Ketujuh Hijriyah
Dalam tasawuf faslsafi, muncul panteisme yang mengarahkan tasawuf
pada pemahaman tentang kesatuan antara makhluk dengan Allah Swt. Jadi,
paham panteisme ini lebih memperhatikan tingkat transedensi (teori atau
yang utama), sedangkan aspek praktis atau tindakan hampir diabaikan.
e) Abad Kedelapan Hijriyah dan Setelahnya
Pada era ini, tasawuf mengalami kemunduran karena aktivitas para
praktisi tasawuf terbatas. Perkembangan pemikiran baru dalam tasawuf
hampir tidak terdengar meskipun banyak tokoh sufi menyampaikan
pemikiran mereka tentang bidang tersebut.
Meskipun sering kali dikritik dan ditolak, tasawuf tetap relevan dan
terus berkembang. Evolusi tasawuf mengikuti tuntutan masyarakat dan
beradaptasi dengan waktu serta tempat yang berbeda. Adapun pendapat dari
Prof. Snouck Hurgronje, atau Prof. Husain Djajadiningrat, yang menekankan
bahwa masuknya agama Islam ke Indonesia dipengaruhi serta disebabkan
dari India (Hamka, 2016). Pedagang muslim India memperkenalkan Islam ke
Indonesia melalui pendekatan bisnis dan tasawuf, memanfaatkan ketertarikan
bangsa Indonesia terhadap hal-hal mistik. Hal ini membuat orang Indonesia
tertarik dan menerima ajaran Islam, khususnya tasawuf, sebagai panduan

6
hidup mereka (Mahjuddin, 2009). Berikut perkembangan tasawuf dibeberapa
wilayah Indonesia:
1. Perkembangan Tasawuf di Pulau Jawa
Penyebaran Islam dipimpin oleh Walisongo dengan pendekatan mistik
dan ajaran tasawuf. Pada 1479 M, kerajaan Islam pertama di Jawa, dipimpin
oleh Raden Patah, menjadi awal tersebarnya tasawuf di pulau tersebut. Para
wali tidak hanya berusaha mendapatkan banyak pengikut, tetapi juga
membersihkan ajaran Islam dari campuran Hindu-Buddha. Adapun nama-
nama Walisongo, yaitu:
a) Sunan Ampel di Ampel
b) Sunan Malik Ibrahim di Gresik
c) Sunan Giri di Giri dekat Gresik
d) Sunan Bonang di Tuban
e) Sunan Kudus di Kudus
f) Sunan Muria di Gunung Muriya
g) Sunan Kalijaga di dekat Demak
h) Sunan Gunungjati di dekat Cirebon
i) Sunan Derajat di Lamongan
2. Perkembangan Tasawuf di Pulau Sumatera
Perkembangan Tasawuf di Sumatera, berkat upaya para ulama sufi
yang bermukim di beberapa daerah di Pulau tersebut untuk mengembangkan
ajarannya. Para ulama tersebut, yaitu:
a) Shekh Hamzah Pansuri
Beliau merupakan ulama sufi beraliran Falsafi yang berpaham
Wahdatu Al-Wujud serta ahli dalam Ilmu Fiqih yang bermazhab Syi'ah. Salah
satu penyebab ajaran tasawufnya cepat dikenal banyak orang karena
kemampuannya membuat karya tulis bermutu tinggi.
b) Skekh Syamsudin bin Abdillah Al-Sumatrani
Syamsudin mampu menciptakan cukup banyak buku karangan
dikarenakan beliau sendiri merupakan Perdana Menteri di Kerajaan Aceh

7
sehingga beliau sangat tercukupi dalam fasilitas penunjang karirnya. Hingga
sekarang paham tasawufnya masih ada orang yang menganutnya.
c) Skekh Abdu al-Rauf bin Ali Al-Fansuri
Abdu al-Rauf seorang penyebar Tarekat Syattariyah di Sumatera yang
kemudian beliau mendapatkan gelar Khalifah atau Murshid dalam Tarekat
tersebut. Beliau berdakwah melalui murid-muridnya yang menyebarkan
ajarannya lewat dakwah dan tarekatnya.
d) Syekh Abdu al-Ssmad Al-Falimbani
Beliau seorang ulama sufi yang gemar merantau untuk menyebarkan
ajaran tasawufnya sehingga murid-muridnya bertebaran dimana-mana.
Namun beliau gugur di medan perang ketika memimpin pasukan muslim
melawan tentara Siam (Thailand) yang hendak menghancurkan agama Islam
(Mahjuddin, 2009).
3. Perkembangan Tasawuf di Pulau Kalimantan
Shekh Ahmad Khatib Al-Sambasi adalah ulama sufi yang terkenal di
Kalimantan Barat. Beliau mempelajari tasawuf di Mekkah lalu
mengajarkannya kepada murid-muridnya di Sambas. Selain itu, ada Shekh
Muhammad Nafis bin Idris bin Husein Al-Banjari, beliau turut menyebarkan
ajaran tasawuf yang diperolehnya ketika belajar di Mekkah lalu ia sebarkan
di pulau Kalimantan.
4. Perkembangan Tasawuf di Pulau Sulawesi
Shekh Yusuf Tak Al-Khalwati Al-Makassari, seorang ulama tasawuf
terkenal di Sulawesi, awalnya tinggal di Goa daerah Sulawesi Selatan,
sebagai penganut tasawuf aliran Sunni. Kemudian, beliau pergi ke Banten
untuk memperdalam pengetahuannya. Kemudian melanjutkan perjalanan ke
Aceh, belajar dari Shekh Nuruddin Ar-Raniri dan Shekh Abdu al-Rauf
Fansuri. Namun, merasa belum puas, beliau melanjutkan ke Yaman untuk
belajar dari ulama di sana. Setelah itu, beliau kembali ke Goa daerah Sulawesi
Selatan untuk mengajarkan moral Islam kepada orang Makasar dan Bugis
(Mahjuddin, 2009).

8
C. Perubahan Dalam Beragama
Ajaran Islam yang dibawa Rasulullah Saw memiliki prinsip yang tegas dan
toleran. Tujuan utamanya adalah memperbaiki akhlak yang pada saat itu sudah
terjerumus ke dalam kebodohan (jahiliyah). Melalui penyampaian yang lembut
dan tanpa adanya paksaan, Rasulullah Saw berhasil menghilangkan praktik-
praktik yang tidak manusiawi dan mempermudah penerimaan Islam oleh berbagai
kalangan Masyarakat. Pada kehidupan modern sekarang, meski memberikan
kemajuan, juga membawa dampak negatif seperti perubahan nilai moral dan
spiritual karena materialisme yang merajalela. Tasawuf sebagai bagian dari syariat
Islam yang membahas penyucian jiwa, pada dasarnya dapat menjadi solusi atas
masalah ini (Waskito, 2021).
Perubahan dalam tasawuf Islam terjadi melalui berbagai kondisi, dengan
setiap fase yang memiliki aspek-aspek khusus. Namun, pada dasarnya tasawuf ini
adalah moralitas berlandaskan pada Islam. Al-Qur'an mendukung nilai-nilai
seperti kesucian, kesabaran, tawakal, cinta, dan hidup yang sederhana. Rasulullah
Saw juga diakui sebagai contoh utama bagi seseorang yang ingin memperbaiki
diri menjadi lebih mulia dan baik, seperti yang tercantum di dalam Al-Qur'an.
Tasawuf memiliki dampak besar dalam menyelesaikan masalah dan penyakit
sosial. Praktik-praktik tasawuf dapat membantu seseorang menjadi bijaksana dan
profesional dalam kehidupan sosial (Handoyo & Meulab, 2021).
Dengan memahami tasawuf, seseorang dapat belajar tentang pembersihan
diri, pengendalian diri, dan kesadaran spiritual. Nafsu manusia merupakan
anugerah dari Allah Swt yang memungkinkan seseorang untuk melakukan
aktivitas dan membuat pilihan. Nafsu yang baik adalah yang terlatih untuk
menghindari yang buruk, sedangkan nafsu yang buruk mendorong kita pada
perilaku dosa atau kesalahan. Menurut para sufi, mengendalikan nafsu dapat
membantu seseorang mendekatkan diri kepada Allah Swt. Namun, ketika nafsu
menguasai seseorang, maka akan cenderung melakukan aktivitas pada hal-hal
duniawi dan melupakan nilai-nilai akhirat.
Taat dan patuh terhadap aturan agama akan membimbing seseorang
menuju pemahaman yang lebih dalam tentang kebenaran yang hakiki, sebagai

9
akar dari Syariah dan Thariqoh. Manusia dapat mencapai pemahaman akan
kebenaran melalui Ma’rifah, yaitu pemahaman yang menyatukan dirinya dengan
Allah Swt melalui hati. Kehadiran tasawuf dalam Islam tetap menjadi aspek
penting, memberikan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt (Shabrina
Aden, Alifarose Syahda Zahra, 2023).
Setelah mempelajari, memahami, dan mengamalkan tasawuf, maka akan
merasakan manfaat yang luar biasa. Manfaat tersebut antara lain: Membersihkan
hati dalam berhubungan dan beribadah kepada Allah Swt, menyingkirkan
pengaruh materi atau yang bersifat duniawi, menerangi jiwa dari kegelapan,
memperkuat keyakinan beragama, dan meningkatkan akhlak yang lebih mulia dan
baik.

KESIMPULAN

Dari pembahasan diatas, maka ditarik kesimpulan bahwa terdapat tiga


perspektif yang digunakan untuk mendefinisikan tasawuf: Pertama, sebagai cara
manusia untuk menyucikan jiwa dengan menjauhkan diri dari pengaruh dunia dan
lebih berfokus kepada Allah Swt. Kedua, sebagai usaha untuk memperindah
akhlaknya sesuai dengan ajaran agama Islam. Ketiga, sebagai kesadaran fitrah
yang mengarahkan jiwa manusia pada aktivitas yang berhubungan dengan Allah
Swt. Dari segi makna dan tujuannya, semua amalan dan doa sufi mempunyai
tujuan suci, dan tujuan suci tersebut adalah untuk mensucikan jiwa melalui ibadah
kepada Allah SWT. Sufi merupakan orang yang menjaga dirinya dari hal-hal yang
menuntunnya pada maksiat dan dosa. Meraih kehidupan yang baik dan amal
shaleh melalui doa dan beribadah kepada Allah Swt.

Sumber tasawuf Islam adalah Al-Qur’an, Rasulullah Saw, dan Muncul dan
sahabat Rasulullah Saw dan Khulafa’urrasyidun. Muncul serta berkembangnya
tasawuf dalam Islam dimulai pada abad pertama hingga abad kedelapan dan
setelahnya. Perkembangan Islam di Indonesia melalui pendekatan bisnis dan
tasawuf, memanfaatkan ketertarikan bangsa Indonesia terhadap hal-hal mistik.

10
Hal ini membuat orang Indonesia tertarik dan menerima ajaran Islam, khususnya
tasawuf, sebagai panduan hidup mereka. Perkembangannya dilakukan dibeberapa
wilayah di Indonesia, seperti di Pulau Jawa, Pulau Sumatera, Pulau Kalimantan,
dan Pulau Sulawesi. Kehadiran tasawuf dalam Islam tetap menjadi faktor penting
dan memberikan jalan untuk mencapai Allah SWT. Manfaat tersebut antara lain
membersihkan pikiran, menghilangkan hal-hal duniawi, mencerahkan jiwa dari
kegelapan, menguatkan keyakinan agama, serta meningkatkan perasaan bahagia
dan sejahtera, serta dapat meraih kehidupan yang baik dan amal shaleh melalui
doa dan ibadah kepada Allah Swt.

11
DAFTAR PUSTAKA

A. Bachrun Rifa’i, H. H. M. (2010). FILSAFAT TASAWUF (Maman Abdul Djaliel


(ed.)). CV PUSTAKA SETIA.

Hajjaj, M. F. (2011). TASAWUF ISLAM & AKHLAK (A. Zirsis (ed.)). AMZAH.

Hamka, P. D. (2016). PERKEMBANGAN & PEMURNIAN TASAWUF (M. I.


Santosa (ed.)). Republika Penerbit (PT Pustaka Abdi Negara).

Handoyo, B., & Meulab, S. T. D. (2021). Peran Tasawuf dalam Membangun Nilai
Keagamaan Masyarakat Modern. Ta’wiluna: Jurnal Ilmu Al-Qur’an, Tafsir
Dan Pemikiran Islam, 2, 27.

Mahjuddin, H. (2009). AKHLAK TASAWUF 1 Mu’jizat Nabi, Karamah Wali dan


Ma’rifah Sufi (R. Jaya (ed.); 1st ed.). KALAM MULIA.

Ni’am, H. S. (2014). TASAWUF STUDIES (R. KR (ed.)). AR-RUZZ MEDIA.

Nilyati. (2015). PERANAN TASAWUF DALAM KEHIDUPAN MODERN.


TAJDID, 14, 124.

Shabrina Aden, Alifarose Syahda Zahra, U. (2023). Konsep Tasawuf Amaliyah


sebagai Internalisasi Moderasi Beragama Perspektif KH. Djamaluddin
Ahmad. Jurnal Ilmu Agama, 24, 216–221.

Waskito, P. (2021). RELEVANSI AJARAN TASAWUF BAGI KEHIDUPAN


MUSLIM DI ERA MODERN. Jurnal EL-Tarbawi, 14, 20.

12

Anda mungkin juga menyukai