PERKEMBANGAN
Mazhab Junaidi Al-Baghdadi berhasil Menyatukan dan menyistemasikan semua
gagasan sufi, Memantapkan kategori logika dan pengetahuan,metafisika dan etika,yang
berhubungan denngan tasawuf.
KEKUASAAN
Setelah Junaid Al-Baghdadi,tasawuf mengalir seperti sungai besar dan meliputi
segenap dunia muslim. Pemikir utama period ini adalah:
Umar bin Al-Faridh, Kairo [632/1234]
Abbu Thalib Al-Makki, Kufah [386/996]
Abu Nashr Al-Sarraj, Damaskus [388/998]
KERUNTUHAN
Benih-benih keruntuhan dalam sistem tasawuf beranngsur tumbuh:
Mengompromikan trasendensi dengan imanensi
Mengompromikan intuisionisme dengan esoterisisme
Mengompromikan sosietisme dengan kerahiban dan individualisme
PEMBARUAN
Pemikir berikut mencoba menanggapi kompromi yang disebutkan diatas:
Taqiyyudin Ahmad bin Taymiyah, Damaskus [727/1326]
Ahmad Sirhindi, India [1024/1615]
Wakyullah Al-Dahlawi, India [1176/1762]
C. CIRI UMUM TASAWUF
William Jamesseorang ahli peneliti ilmu jiwa Amerika mengatakan bahwa kondisi-
kondisi mistisime selalu ditandai empat karakteristik sbb:
1. Ia merupakan suatu koondisi pemahaman [noetic]
2. Ia merupakan suatu kondisi yang mustahil dapat dideskripsikan atau dijabarkan
3. Ia merupakan suatu kondisi yang cepat sirna [transiency]
4. Ia merupakan suatu kondisi pasif [passivity]
Adapun menurut R.M Bucke,terdapat tujuh karakteristik didalam kondisi mistisime,
yaitu:
1. Pancaran diri subjektif
2. Peningkatan moral
3. Kecermelangan intelektual
4. Perasaan hidup kekal
5. Hilangnya perasaan takut mati
6. Hilangnya perasaan dosa
7. Ketiba-tibaan
BAB 2
SEJARAH KEMUNCULAN TASAWUF :
KONTRAK KEBUDAYAAN HINDU, PERSIA, YUNANI DAN ARAB
A. Tasawuf dan Unsur Nashrani (Kristen)
Mereka yang beranggapan bahwa tasawuf itu berasal dari unsur nashrani
berargumentasi seperti : adanya suatu interaksi antara orang-orang Arab dan kaum
Nashrani pada masa Jahiliyah maupun zaman Islam dan mereka beranggapan adanya
segi-segi kesamaan antara kehidupan para asketis atau sufi dalam hal ajaran serta cara
mereka melatih jiwa (riyadhah) dan mengasingkan diri (Khalwah) dengan kehidupan Al-
Masih dan ajaran-ajarannya, seta dengan para habib ketika sembahyang dan berpakaian.
Pokok-pokok ajaran tasawuf yang diklaim berasal dari agama Nashrani antara lain
adalah :
BAB 3
SEJARAH PERKEMBANGAN TASAWUF SALAFI
(AKHLAQI), FALSAFI, DAN SYI’I
BAB 4
KERANGKA BERFIKIR IRFANI: DASAR-DASAR FILSAFI AHWAL DAN
MAQOMAT
Kerangka irfani yakni lingkup perjalanan menuju Allah untuk memperoleh ma’rifat yang
berlaku dikalangan sufi. Lingkup irfani tidak di capai dengan mudah atau secara
spontanitas,tetapi harus melalui proses yang panjang. Proses yang di maksud ialah maqom-
maqom (tingkatan) dan ahwal(jama’ dari hal). Keduanya tidak dapat dipisahkan yang dapat
dianalogikan sebagai dua sisi dalam satu mata uang logam.
A. Maqom-maqom dalm tasawuf
Taubat
Zuhud
Faqr
Sabar
Syukur
Rela (ridha)
Tawakal
B. Ahwal yang dijumpai dalam perjalanan sufi
Waspada dan mawas diri( muhasabah dan muraqabah)
Cinta (hub)
Berharap dan takut (raja’ dan khaul)
Rindu (syauq)
Intim (uns)
C. Metode irfani
Riyadhah
Tafakur
Tazkyat An- nafs
Dzikiruallah
BAB 5
Gejala-gejala umum yang tergolong kurang sehat dapat dilihat dalam beberapa segi,
antara lain;
1. Perasaan, yaitu perasaan terganggu, selalu tidak tentram, gelisah yang tidak tentu
yang digelisahkan, rasa takut yang tidak masuk akal atau tidak jelas apa yang
ditakuti (phobi), rasa iri, rasa sedih yang tidak beralasan, rasa rendah diri,
sombong, suka bergantung pada orang lain, tidak mau bertanggung jawab dan
sebagainya.
2. Pikiran, yaitu gangguan terhadap kesehatan mental, dapat mempengaruhi pikiran
misalnya anak-anak menjadi bodoh disekolah, pemalas, pelupa, suka membolos,
tidak konsentrasi dan sebagainya.
3. Kelakuan, yaitu kelakuan-kelakuan yang tidak baik, seperti kenakalan, keras
kepala, suka berdusta, menipu, menyeleweng, mencuri, menyiksa orang lain,
membunuh, merampok dan sebagainya.
4. Kesehatan, yaitu jasmaninya dapat terganggu, bukan adanya penyakit tetapi rasa
sakit akibat jiwa tidak tentram yang disebut penyakit Psyco-somatic.
BAB 6
Tasawuf Akhlaki
A. Pengertian
Tujuan tasawuf adalah memperoleh hubungan lamgsung dengan Tuhan,
Sehingga merasa dan sadar berada di “hadirat” Tuhan. Takhalli adalah usaha
mengosongkan diri dari perilaku atau akhlak tercela. Sekelompok sufi moderat, aliran
ini tidak meminta agar manusia secara total melarikan diri dari problema dunia an
tidak pula menyuruh menghilangkan hawa nafsu.
Tahapan tahalli :
Aspek luar adalah kewajiban-kewajiban yang bersifat formal, seperti
shalat, puasa, dan haji.
aspek dalam seperti iman, ketaatan dan kecintaan kepaada Tuhan.Tahapan
ini untuk pengisian jiwa , sebab, apabila kebiasaan dilepaskan maka akan
timbul frustasi.
Sikap mental dan perbuatan baik yang sangat penting diisikan kedalam jiwa
manusia dan dibiasakan dalam perbuatan dalam rangka manusia paripurna, antara
lain:
a. Tobat
Menurut Qamar Kailani, tobat adalah “rasa penyesalan yang sungguh-
sungguh dalam hati dengan disertai permohonan ampun serta
meninggalkan segala perbuatan yang menimbulkan dosa”.
b. Cemas dan Harap (Khaufdan Raja’)
Secara historis dialah (Hasan Al-Bashri 110H) yang pertama kali
memunculkan ajaran ini sebagai ciri kehidupan sufi. Yang dimaksud
cemas atau takut adalah suatu perasaan yang timbul karena berbuat salah
dan sering lalai kepada Allah.
c. Zuhud
Secara umum zuhud dapat diartikan sebagai suatu sikap melepaskan diri
dari rasa ketergantungan terhadap kehidupan duniawi dengan
mengutamakan kehidupan akhirat.
d. Fakir
Fakir bermakna tidak menuntut lebih banyak dan merasa puas dengan apa
yang sudah dimiliki sehingga tidak meminta sesuatu yang lain.
e. Sabar
Menurut Al Ghazali, sabar adalah suatu kondisi jiwa yang terjadi karena
adanya dorongan ajaran agama dalam mengendalikan hawa nafsu.
Al Ghazali membedakan tingkatan sabar, menjadi iffah, hilm, qana’ah dan
syaja’ah.
f. Ridha
Seorang hamba yang ridha, ia rela menuruti apa yang dikehendaki Allah
dengan senang hati, sekaligus tidak dibarengi sikap menentang dan
menyesal.
g. Muraqabah
Muraqabah adalah mawas diri. Muraqabah mempunyai arti yang mirip
dengan introspeksi
B. Tasawuf Akhlaki dan Karakteristiknya
Ciri-ciri tasawuf akhlaki antara lain:
1. Tasawuf ini cenderung memakai landasan qur’ani dan Hadis sebagai kerangka
pendekatannya.Al-Qur’an dan Hadis yang mereka pahami, kalaupun ada
penafsiran, Penafsiran itu sifatnya hanya sekedarnya dan tidak begitu mendalam.
2. Tidak menggunakan terminologi-terminologi filsafat sebagaimana terdapat pada
ungkapan-ungkapan syathahat.
3. Lebih bersifat mengajarkan dualisme dalam hubungan anatar Tuhan dan manusia.
Dualisme yang dimaksud disini adalah ajaran yang mengakui meskipun manusia
dapat berhubungan dengan Tuhan, hubungannya tetap dalam kerangka yang
berbeda diantara keduanya dalam hal esensinya.
4. Kesinambungan antar hakikat dengan syari’at. Lebih terkonsentrasi pada soal
pendidikan, akhlak dan pengobatan jiwa dengan cara riyadhah (latihan mental)
dan langkah takhalli, tahallidan tajalli.
C. Tokoh-tokoh Tasawuf Akhlaki
1. Hasan Al-Basri (21 H- 110 H)
Beliau merupakan pelopor utama yang mulai memperluaskan ilmu-ilmu
kebatinan dan kesucian jiwa.
Menurut pandangannya, tasawuf merupakan ajaran untuk menanamkan rasa
takut (baik itu takut akan dosa-dosa, takut tidak mampu memenuhi perintah dan
larangan Allah, takut akan ajal atau kematian ) di dalam diri setiap hamba dan
senantiasa mengingat Allah SWT.
2. Al-Muhasibi (165 H – 243 H)
Beliau juga berpendapat ada 3 hal yang perlu ditekankan untuk membersihkan
jiwa dan mencapai jalan keselamatan, yaitu melalui Ma’rifat (Mengenal Allah SWT
dengan mata hati), Khauf (rasa takut), dan Raja’ ( pengharapan).
3. Al-Qusyairi (376 H- 465 H)
Ajaran tasawuf Al-Qusyairi didasarkan pada doktrin Ahlusunnah Wal Jama’ah
dan berlandasakan ketauhidan. Menurutnya, tidak haram jika seseorang menikmati
kesenangan dunia, asalkan tetap berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan Assunnah.
4. Al-Ghazali (450 H – 505 H)
Tasawuf Al-Ghazali lebih kepada penekanan pendidikan moral, dimana
seseorang dianjurkan memperdalam ilmu aqidah dan syariat terlebih dahulu sebelum
mempelajari ketasawufan.
BAB 7
Tasawuf Irfani
Tasawuf irfani adalah tasawuf yang berusaha menyikap hakikat kebenaran atau ma’rifah.
Dipeloreh dengan tidak melalui logika atau atau pembelajaran atau pemikiran tetapi melalui
pemberian tuhan. Ilmu itu di peloreh karena si sufi berusaha melakukan tasfiyat al-qalb.
Dengan hati yang suci seseorang dapat berdialog secara batini dengan tuhan sehingga
pengetahuan atau ma’rifah dimasukan allah ke dalam hatinya, hakikat kebenaran tersingkap
lewat ilham (intuisi)
B. Metode Irfani
Potensi untuk memperoleh makrifat sesungguhnya telah ada pada manusia. Persoalannya
adalah apakah ia telah memenuhi prasarana atau prasyaratan? Salah satu persyaratannya,
antara lain adalah kesucian dan jiwa dan hati. Apakah jiwa dan hatinya telah suci ataukah
masih dilumuri dosa? Jika totalitas jiwanya telah suci, dan hatinya telah dipenuhi dengan
dzikir kepada tuhan, tidak mustahil hidupnya dipenuhi dengan kearifan dan bimbingan-nya,
Untuk memperoleh kearifan atau makrifat, hati (qalb) mempunyai fungsi esensial.Dalam
dunia tasawuf, qalb merupakan pengetahuan tentang hakikat hakikat, termasuk di dalamnya
adalah hakikat makrifat.
C. Hakikat Irfani
Orang yang irfan/makrifat kepada allah SWT adalah yang benar benar mengenal Allah SWT. Melalui
dzauq dan kasyf (ketersingkapan). Ahli ‘irfan adalah orang yang bermakrifat kepada Allah SWT.
Terkadang, kata itu diidentikan dengan sifat sifat inheren tertentu yang tampak pada diri seorang.
‘Arif (yang bermakrifat kepada allah swt), dan menjadi hal baginya. dalam kontek ini, ibn arafi
berkata arif adalah seorang yang memperoleh penampakan tuhan sehingga pada diri nya tampak
kondisi kondisi hati tertentu (ahwal). Irfan diperoleh seseorang melalui jalan al-idrak Al-mubasir Al-
wujdani (penangkapkan langsung secara emosional ), bukan penangkapan langsung secara rasional.
BAB 8
TASAWUF FILSAFI
A. Pengertian dan Perkembangan Tasawuf Falsafi
Tasawuf falsafi adalah tasawuf yang ajaran-ajarnya memadukan antara visi mistis
dan visi rasional pengasaasnya. Berbeda dengan tasawuf akhlaki, tasawuf falsafi
menggunakan terminologi filsofis dalam pengungkapkannya. Terminologi falsafi
tersebut berasal dari bermacam-macam ajaran falsafi yang telat memengaruhi para
tokohkanya.
Ada empat objek utama yang menjadi perhatian para sufi fiosof, antara lain sebagai
berikut :
1. Latihan rohaniah dengan rasa, intuisi, serta intropeksi diri yang timbul darinya.
2. Iluminasi atau hakikat yang tersingkap dari alam gaib, seperti sifat-sifat
rabbani,’arsy, kursi, malaikat, wahyu, kenabian, roh, hakikat realitas segala yang
wujud, yang gaib maupun yang tampak, dan susunsn kosmos, terutama tentang
Penciptanya serta penciptaannya.
3. Peristiwa –peristiwa dalam alam yang berpengaruh terhadap berbagai bentuk
kekeramatan atau keluarbiasaan.
4. Penciptaan ungkapa-ungkapan yang pengertiannya sepintas samar-samar, yang dalam
hal ini telah melahirkan reaksi masyarakat berupa mengingkarinya, menyetujui,
ataupun menginterpretasikannya dengan interpretasi yang berbeda-beda.
B. Tokoh – Tokoh Tasawuf Falsafi
Di antara tokoh – tokoh tasawuf falsafi adalah Ibnu Arabi, Al-Jili, Ibnu
Sab’in dan Ibnu Masarrah.
a. Ibnu Arabi
Ajaran-Ajaran Tasawuf Ibnu ‘Arabi :
Wahdat Al Wujud
Haqiqah Muhammadiyyah
Menurut Ibnu ‘Arabi, Tuhan adalah Pencipta alam semesta. Adapun
proses penciptaanya adalah sebagai berikut :
Tajalli dzat Tuhan dalam bentuk a’yan tsabitah.
Tanazul dzat Tuhan dari alam ma’ani ke alam (ta’ayyunat) realitas-
realitas rohaniah, yaitu ala arwah yang mujarrad.
Tanazul kepada realitas-realitas nafsiah, yaitu alam nafsiah berfikir.
Tanazul Tuhan dalam bentuk ide materi yang bukan materi, yaitu
alam mits’al (ide) atau khayal.
Alam materi, yaitu alam indrawi.
Wahdatul Adyan
b. Al-Jili
Ajaran Tasawuf Al-Jili
Insan Kamil
Menurut Al-Jili , insan kamil merupakan proses tempat
beredarnya segala yang wujud dari awal sampai akhir. Dia adalah satu
(wahid) sejak wujud dan untuk selamanya
Maqamat (al-Martabah)
menurut istilahnya ia sebut al-martabah (jenjang atau tingkat).
Tingkat-tingkat itu adalah :
Pertama, Islam yang didasarkan pada lima pokok atau rukun dalam
pemahaman kaum sufi tidak hanya dilakukan secara ritual saja, tetapi
harus dipahami dan dirasakan lebih dalam.
Kedua, iman yakni membenarkan sepenuh keyakinan akan rukun
iman, dan melaksanakan dasar-dasar Islam.
Ketiga, ash-Shalah yakni dengan maqam ini seorang sufi mencapai
tingkat ibadah yang terus menerus kepada Allah dengan enuh
perasaan khauf dan raja’.
Keempat,Ihsan yakni maqam ini menunjukkan bahwa seorang sufi
telah mencapai tingkat menyaksikan efek nama dan sifat Tuhan,
sehingga dalam ibadahnya ia merasa seakan-akan berada di hadapan-
Nya.
Kelima, syahadah, seorang sufi dalam maqam ini telah mencapai
iradah yang bercirikan; mahabbah kepada Tuhan tanpa pamrih,
mengingat-Nya terus-menerus, dan meninggalkan hal-hal yang
menjadi keinginan pribadi.
Keenam, shiddiqiyah. Istilah ini menggambarkan tingkat pencapaian
hakikat yang makrifat yang diperoleh secara bertahap.
Ketujuh, qurbah. Maqam ini merupakan maqam yang memungkinkan
seorang sufi dapat menampakkan diri dalam sifat dan nama yang
mendekali sifat dan nama Tuhan.
c. Ibnu Sab’in
Ajaran Tasawuf Ibnu Sab’in
Kesatuan Mutlak
Kesatuan mutlak ini, atau kesatuan murni atau menguasai
menurut terminologi Ibnu Sab’in pun, hampir tidak mungkin
mendeskripsikan kesatuan itu sendiri. Hal ini karena para pengikutnya
terlalu berlebihan dalam memutlaakkannya; dan karena gagasan
tersebut menolak semua atribut, tambahan, ataupun nama.Dengan
begitu, pada gagasan ini dikenakan konsepsi-konsepsi manusia
Penolakan terhadap Logika Aristotelian
Paham Ibnu Sab’in tentang kesatuan mutlak telah membuatnya
menolak logika Aristotelian. Oleh karena itu, dalam karyanya, Budd
Al-‘Arif, ia berusaha menyusun suatu logika baru yang bercorak
iluminatif, sebagai pengganti logika yang berdasarkan pada konsepsi
jamak. Ibnu Sab’in berpendapat bahwa logika barunya tersebut, yang
dia sebut juga dengan logika pencapaian kesatuan mutlak, tidak
termasuk kategori logika yang bisa dicapai dengan penalara, tetapi
termasuk embusan Ilahi yang membuat manusia bisa melihat yang
belum pernah dilihatnya maupun mendengar yang belum pernah
didengarnya. Dengan demiian, logika tersebut bercorak intuitif.
BAB 9
SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT
A. Pengertian Tarekat
Asal kata “tarekat” dalam bahasa Arab ialah “thariqah” yang berarti jalan,
keadaan, aliran, atau garis pada suatu. Tarekat adalah “jalan” yang ditempuh para
sufi dan dapat digambarkan sebagai jalan yang berpangkal dari syariat, sebagai
jalan yang berpangkal dari syariat, sebab jalan utama disebut syar’, sedangkan
anak jalan disebut thariq
B. Hubungan Tarekat dengan Tasawuf
Di dalam ilmu tasawuf, istilah tarekat tidak sja ditujuan kepada aturan dan
cara-cara tertantu yang digunakan oleh seorang syekh tarekat dan bukan pula
terhadap kelompok yang menjadi pengikut salah seorang syekh tarekat, tetapi
meliputi segala aspek ajaran yang ada di dalam agama islam, seperti shalat,
puasa, zakat, haji dan sebagainya, yang semua itu adalah jalan atau cara
mendekatkan diri kepada Allah.
C. SEJARAH TIMBULNYA TAREKAT
Ditinjau dari segi historisnya, kapan dan tarekat mana yang mula-mula timbul
sebagai suatu lembaga, sulit diketahui dengan pasti. Namun, Dr. Kamil Mushtafa
Asy-Syabii dalam tesisnya tentang gerakan tasawuf fan gerakan syi’ah
mengungkapkan , tokoh pertama yang memperkenalkan sistem thariqah itu
Syekh Abdul Qadir Al-Jailani.
Harun Nasution menyatakan bahwa setelah Al-Ghazali menghalalkan tasawuf
yang sebelumnya dikatakan sesat, tasawuf berkembang di dunia islam, tetapi
perkembangannya melalui tarekat. Tarekat adalah organisasi dari pengikut sufi-
sufi besar. Mereka mendirikan organisasi-organisasi untuk melestarikan ajaran-
ajaran tasawuf gurunya. Maka timbullah tarekat.
Karena banyaknya cabang-cabang tarekat yang timbul dari tiap-tiap tarekat
induk, sangat sulit untuk menelusuri sejarah perkembangan tarekat itu secara
sistematis dan konsepsional
D. ALIRAN-ALIRAN TAREKAT DALAM ISLAM
Tarekat yang ada dalam islam dia antaranya sebagai berikut :
Tarekat Qadariyah
Qadariyah adalah nama tarekat yang diambil dari nama
pendirinya, Abd Al-Qadir Jailani, yang terkenal dengan sebutan syekh
‘Abd Qadir Al-Jailani (470/1077-561/1166) atau quthb al-awliya’.
Tarekat ini menepati posisi yang amat penting dalam sejarah
spiritualitas islam karena tidak hanya sebagai pelopor lahirnya
organisasi tarekat, tetapi juga cikal bakal munculnya berbagai cabang
tarekat dalam islam, Di antara praktik tarekat Qodariyah adalah dzikir
(terutama melantukan asma’ Allah berualng-ulang).
Tarekat Syadziliyah
Tarekat Syadziliyah tak dapat dilepaskan hubungannya dengan
pendirinya, yakni Abu Al-Hasan Asy-Syadzili (593/1196-656/1258).
Tarekat Naqsabandiyah
Tarekat Naqsabandiyah, yang didirikan oleh Muhammad
Bahauddin An-Naqsabandi Al- Awisi Al-Bukhari (w. 1389 M) di
Turkistan. Ciri yang menonjol tarekat naqsabandiyah, adalah:
Pertama, mengikuti syarat secara ketat, keseriusan dalam beribadah
yang menyebabkan penolakan terhadap musik dan tari, dan lebih
menyukai berdzikir dalam hati. Kedua, upaya yang serius dalam
memengaruhi kehidupan dan pemikiran golongan penguasa serta
mendekati negara pada agama
Tarekat Khalwatiyah
Tarekat ini didirikan oleh Umar Al-Khalwati (w. 1397 M) dan
merupakan salah satu tarekat yang berkembang di berbagai negeri,
seperti Turki, Syiria, Mesir, Hijaz, dan Yaman. Di mesir, tarekat
Khalwatiyah didirikan oleh Ibrahim Gulsheini (w. 940 H/1534 M).
Tarekat khalwatiyah pertama kali muncul di Turki didirikan oleh
Amir Sultan (w. 1439 M).
Tarekat Syatariyah
Tarekat ini didirikan oleh Abdullah bin Syattar (w. 1485) dari
india. Tarekat ini tidak mementingkan syariat termasuk kewajiban
shalat lima waktu , tetapi mementingkan shalat permanen. Adapun
dasar tarekat ini adalah martabat tujuh yang sebenarnya tidak begitu
erat hubungannya dengan praktik ritualnya.
Tarekat Rifa’iyah
Tarekat ini didrikan oleh Ahmad bin Ali Ar-Rifa’i (1106-1182
Tarekat Sammaniyah
Tarekat ini didirikan oleh Muhammad bi ‘Abd Al-Karim Al-
Madani Asy-Syafi’i As-Saman (1130-1189/1718-1175). Samawiyah
adalah tarekat yang pertama mendapat pengikut massal di Nusantara.
Tarekat Tijaniyah
Tarekat Chistiyah
Tarekat Mawlawiyah
Tarekat Ni’matullahi
Tarekat Sunusiyah
E. PENGARUH TAREKAT DI DUNIA IASLAM
Dalam perkembanganya, tarekat-tarekat itu bukan hanya memusatkan
perhatian kepada tasawuf ajaran-ajaran gurunya,tetapi juga mengikuti kegiatan
politik. Umpamanya tarekat Tijaniyah yang dikenal dengan gerakan politik yang
menentang penjajahan Prancis di Afrika Utara. Sunusiyah menentang penjajahan
Itali di Libia. Ahamadiyah menetang orng-orang Salib yang datang ke Mesir.
Jidi, sungguh pun mereka memusatkan perhatian kepada Akhirat, kalau sudah ada
pola dunianya, mereka ikut bergerak menyelamatkan umat Islam dari bahaya
yang mengancamnya.
Tarekat memengaruhi dunia Islam mulai dari abad ke-13. Kedudukan tarekat
saat itu sama dengan partai politik. Bahkan, tentara jiga menjadi anggota tarekat
BAB 10
STUDI KRITIS TERHADAP ALIRAN –ALIRAN TASAWUF
A. KRITIK TERHADAP SUMBER TASAWUF
Para penentang tasawuf menganggap bahwa tasawuf bukan ajaran yang berasal daari
Rasulullah dan bukan pula ilmu warisan dari para sahabat. Mereka menganggap bahwa
ajaran tasawuf merupakan ajaran sesat dan menyesatkan yang diambil dari kerahiban
Nashrani, Brahma Hindu, ibadah Yahudi, dan zuhud Budha. Ada juga yang berpendapat
bahwa tasawuf merupakan konspirasi yang tersusun rapi untuk menghancurkan Islam yang
bertujuan:
1. Menjauhkan kaum muslim dari Islam yang hakiki dan ajarannya yang suci murni
dengan kedok Islam.
2. Memasarkan akidah-akidah Yahudi, Kristen, sekte-sekte di India dan sekte-sekte di
Persia
Ibrahim bin Hilal mencoba memetakan pengaruh unsur lain, terutama filsafat Yunani,
terhadap tasawuf aliran falsafi. Ia menegaskan bahwa sumber dan kata tasawuf, baik
mazhab terdahulu maupun belakangan, berasal dari luar dan bukan dari Islam.
B. KRITIK TERHADAP TAREKAT
Kalangan pembaharuan seperti Jamaludin Al-Afgani, Muhammad Abduh, dan
Rasyid Rida memandang tarekat sebagai salah satu faktor penyebab kemunduran umat islam.
Di sepanjang sejarah Islam memang terdapat kritik tajam terhadap guru-guru dan
organisasi-organisasi sufi. Salah satu contoh yang termasuk yang termasyhur adalah mistikus
abad pertengahan, Al-Hallaj (w922), yang dihukum mati karena menyatakan persatuan
mistisnya dengan Tuhan dengan cara yang ekstrem. Para penafsir Islam yang lebih literalis
dan legalis menentang praktik-praktik tarekat sufi karena dianggap menyediakan sarana bagi
praktik-praktik dan keyakinan-keyakinan non Islam.
Sisi lain dari tarekat yang menjadi sorotan adalah bahwa tarekat umumnya hanya
berorientasi akherat, tidak mementingkan dunia. Tarekat menganjurkan banyak beribadah
dan jangan mengikuti dunia ini, karena “dunia ini adalah bangkai, yang mengejar dunia
adalah anjing.” Ajaran ini “tampaknya” menyelewengkan umat Islam dari jalan yang harus
di tempuhnya. Para pembaharu dalam dunia Islam melihat bahwa tarekat bukan hanya
mencemarkan paham tauhid, tetapi juga membawa kemunduran bagi umat Islam.
TASAWUF DI INDONESIA
A. Tasawuf di Indonesia
Tasawuf merupakan bagian yang tak terpisah dari kajian Islam di Indonesia. Hal ini
terbukti dengan semakin maraknya kajian Islam di bidang ini dan juga gerakan Tarekat
Muktabarah yang masih berpengaruh di masyarakat.
Berikut akan dikemukakan beberapa tokoh tasawuf di indonesia :
1. Hamzah Fansuri (W. 1016/ 1607 M)
2. Nuruddin Ar-Raniri (W. 1068/1658)
3. Syekh Abdur rauf As-Sinkili (1024-1105 H)
4. Abd. Shamad Al-Palimbana (W 1203 H/1788 M)
5. Syekh Yusuf Al-Makasari (1037-1111/1627-1699)
6. Nawawi Al-Batani (1813-1897 M)
7. Hamka (1908-1981 M)
Berikut Ajaran Tasawuf yang dikemukakan beberapa tokoh di Indonesia :
1. Ajaran Tasawuf Hamzah Fansuri.
a. Allah
b. Hakikat wujud dan penciptaannya
c. Manusia
d. Kelepasan manusia diciptakan sebagai manusia yang sempurna
2. Ajaran Tasawuf Nuruddin Ar-Raniri
a. Tentang Tuhan
b. Tentang Alam
c. Tentang Wujuddiyah
d. Tentang hubungan syari’at dan hakikat
3. Ajaran Tasawuf Abdur As-Sinkili
a. Kesesatan jaran tasawuf wujudiyyah
b. Rekonsialisasi antara tasawuf dan syari’at
c. Dzikir
d. Martabat perwujudan Tuhan.
4. Ajaran Tasawuf al-Palimbani
a. Tentang Nafsu
b. Tentang martabat Tujuh
a. Martabat Ahadiyyatul ahadiyah
b. Martabat Al-Wahidah
c. Martabat al-Wahidiyyah
d. Martabat ‘alam arwah
e. Martabat ‘alam mitsal
f. Martabat ‘alam al-ajsam
c. Tentang Syari’at
d. Tentang Makrifat
5. Ajaran Tasawuf Syekh yuzuf al-Makasari
a. Syari’at dan Hakikat
b. Transendensi Tuhan
c. Insan Kamil dan proses penyucian jiwa
BAB 12
AKHLAK DAN BBERAPA TINJAUAN TERHADAPNYA
A. Pengertian Akhlak,Etika,Moral,dan kesusilaan
Akhlak secara etimologi adalah bentuk bentuk jamak dari khuluq yang berarti
budi pekerti,perangai,tingkah laku,atau tabiat,yang berakar dari kata khalaqa yang
berarti menciptakan.
secara istilah etika menurut Ki Hajar Dewantara adalah ilmu yang
mempelajari soal kebaikan dan keburukan di dalam hidup manusia
semuanya,terutama menganai gerak gerik pikiran dan rasa yang merupakan
pertimbangan dan perasaan.
moral adalah suatu istilah yang yang digunakan untuk menentukan batas
batas darI sifat,perangai,kehendak,pendapat atu perbuatan yang secara layak
dikatakan benar,salah,baik atau buuruk.
Kesusilaan berasal dari kata susila yang mendapat awalan kedan akhiran
an.susila berasal dari bahasa sansekerta,yaitu “su” dan “sila”.Berarti baik,bagus dan
sila berarti dasar,prinsip,peraturan hidup atau norma.Norma ini didasarkan pada hati
nurani atau akhlak manusia,yang dijadikan pedoman dalam hidup bermasyarakat.
B. Perbedaan dan persamaan antara Akhlak,Etika,dan Moral
Persamaan
*Akhlak,etika,dan moral mengacu kepada ajaran atau gambaran tentang
perbuatan,tingkah laku,sifat dan perangai yang baik.
*Akhlak,etika,moral merupakan prinsip atau aturan hidup manusia untuk
menakar martabat dan harakat kemanusiannya.
*Seseorang atau sekelompok orang tidak semata mata merupakan faktor
keturunan yang bersifat tetap,stastis,dan konstan,tetapi merupakan potensi
positif yang dimiliki setiap orang.Untuk pengembangan dan aktualitas potensi
positif tersebut diperlukan pendidikan,pembiasaan,dan keteladanan serta
dukungan lingkungan.
Perbedaan
Segi perbedaan yang menjadi cirri khas masing masing dari keempat
istilah tersebut,diuraikan sebagai berikut :
Akhlak merupakan istilah yan bersumber dari Al-Quran dan sunnah.Nilai-
nilai baik dan buruk,layak atau tidak layak suatu perbuatan ,kelakuan,sifat
dan peringai bersifat universal yang bersumber dari Allah,sedangkan etika
merupakan filsafat nilai ,pengetahuan tentang nilai-nilai dan kesesusilaan
tentang baik dan buruk.Jadi,etika berumber dari pemikiran yang mendalam
dan renungan filosofis,yang pada intinya bersumber dari akal sehat dan hati
nurani.
C. Landasan dan kedudukan akhlak
Akhlak berlandasan Al-Quran : QS.Al-Maidah (15-16) “sesungguhnya telah
dayag kepadamu cahaya dari Allah,dan kitab yang menerangkan,Dengan kitab itulah
Allah menunjuki orang orang yang mengikuti keridaan-Nya kejalan
keselamatannya,dan dengan kitab itu pula Allah menerangkan orang-orang itu dari
gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizing-Nya,dan
menunjuki meraka kejalan yang lurus”.
D. Tujuan akhlak dan manfaat mempelajarinya
Pada dasarnya, tujuan pokok akhlak agar setiap muslim berbudi pekerti,
bertingkah laku, berperangai atau beradat-istiadat yang baik sesuai ajaran
Islam.Tujuan umumnya adalah membentuk kepribadian seorang muslim yang
memiliki akhlak mulia, baik secara lahiriah maupun batiniah.
E. Pembagian Akhlak
Mengenai ruang lingkup Akhlak, Muhammad Abdullah Darraz dalam buku
Al-Akhlaq fi Al-Qur’an membagi atas lima bagian yaitu:
1. Akhlak Pribadi:
a. Yang diperintahkan (awamir);
b. Yang dilarang( (nawahi);
c. Yang dibolehkan (mubahat);
d. Akhlak dalam keadaan darurat.
2. Akhlak berkeluarga:
a. Kewajiban antara orang tua dan anak;
b. Kewajiban suami istri;
c. Kewajiban terhadap karib kerabat.
3. Akhlak bermasyarakat:
a. Yang dilarang;
b. Yang diperintahkan;
c. Kaidah-kaidah adab.
4. Akhlak bernegara:
a. Hubungan antara pemimpin dan rakyat;
b. Hubungan luar negeri.
5. Akhlak beragama:
a. Kewajiban terhadap Allah SWT;
b. Kewajiban terhadap Rasul.
Menurut sistematika yang lain, ruang lingkup akhlak, anara lain:
1. Akhlak terhadap Allah SWT;
2. Akhlak terhadap Rasulullah SAW;
3. Akhlak pribadi;
4. Akhlak dalam keluarga;
5. Akhlak bermasyarakat;
6. Akhlak bernegara.
Akhlak dibagi berdasarkan sifatnya dan berdasarkan objeknya. Berdasarkan
sifatnya, akhlak terbagi menjadi dua bagian yaitu:
1. Akhlak mahmudah (akhlak terpuji) atau akhlak karimah (akhlak yang
mulia), di antaranya :
a. Ridha kepada Allah;
b. Cinta dan beriman kepada Allah SWT;
c. Beriman kepada Malaikat, Kitab, Rasul, Hari Kiamat, dan Takdir;
d. Taat beribadah;
e. Selalu menepati janji;
f. Melaksanakan amanah;
g. Berlaku sopan dalam ucapan dan perbuatan;
h. Qanaah (rela terhadap pemberian Allah SWT);
i. Tawakal (berserah diri);
j. Sabar;
k. Syukur;
l. Tawadhu’ (merendahkan diri) dari segala perbuatan yang baik
menurut pandangan Al-Qur’an dan Al-Hadist.
2. Akhlak mazhmumah (akhlak tercela) atau akhlak sayyiyah (akhlak yang
jelek), di antaranya:
a. Kufur;;
b. Syirik;
c. Murtad;
d. Fasik;
e. Riya’;
f. Takabbur;
g. Mengadu domba;
h. Dengki/iri;
i. Hasut;
j. Kikir;
k. Dendam;
l. Khianat;
m. Memutuskan silaturrahmi;
n. Putus;
o. Segala perbuatan tercela menurut pandangan Islam.
Berdasarkan objeknya akhlak dibedakan menjadi dua:
1. Akhlak terhadap khalik.
2. Akhlak terhadap makhluk:
a. Akhlak terhadap Rasulullah SAW;
b. Akhlak terhadap keluarga;
c. Akhlak terhadap diri sendiri;
d. Akhlak terhadap sesama atau orang lain;
e. Akhlak terhadap lingkungan alam.
Dari perspektif lain, akhlak dibagi menjadi dua kelompok:
Pertama, Jabaliyyah (bawaan), yaitu akhlak yang diciptakan Allah
SWT secara fitrah seseorang. Kedua, iktisabiyyah (diupayakan) ,
yaitu akhlak yang diperoleh melalui pembelajaran dan
pembiasaan.
BAB 13
HUBUNGAN ILMU AKHLAK DENGAN ILMU ILMU LAINNYA
Ilmu Akhlak dengan Sosiologi
Sosiologi mempelajari perbuatan manusia yang menjadi objek kajian ilmu akhlak.
Ilmu akhlak mendorong mempelajari kehidupan masyarakat yang menjadi pokok persoalan
sosiologi. Dengan demikian, sosiologi menolong ilmu akhlak mendapatkan pengertian
tingkah laku manusia dalam kehidupannya.
Ilmu Akhlak dengan Psikologi
Psikologi mempelajari tingkah laku manusia selaku anggota masyarakat sebagai
manifestasi dan aktivitas rohaniah. Adapun ilmu akhlak memberikan gambaran kepada
manusia tentang pekerjaan yang halal dan pekerjaan yang haram.
Ilmu Akhlak dengan Ilmu Hukum
Ilmu akhlak memerintahkan perbuatan yang bermanfaat dan melarang perbuatan
yang membahayakan, sedangkan ilmu hukum tidak demikian karena banyak perbuatan yang
jelas-jelas bermanfaat, tetapi tidak diperintahkan oleh ilmu hukum.
Ilmu Akhlak dengan Filsafat
Filsafat merupakan upaya mengetahui dan menggali potensi yang dimiliki manusia.
Objek filsafat dibagi menjadi dua bagian yaitu, pertama dinamakan filsafat teoretis (al-
hikmah an-nazhariyyah) dan kedua (tindakan-tindakan manusia) dinamakan filsafat praktis
(al-hikmah al-amaliyyah)
Ilmu Akhlak dengan Ilmu Tasawuf (irfan)
Ilmu akhlak dapat membantu seseorang untuk menghilangkan berbagai kotoran hati
yang dapat menghalangi pemiliknya dari esensi ketuhanan. Dapat dikatakan bahwa akhlak
merupakan pintu gerbang ilmu tasawuf.
Ilmu Akhlak dengan Ilmu Pendidikan (Tarbiyah)
Pendidikan akhlak adalah benang perekat yang merajut semua jenis pendidikan.
Dengan kata lain, semua jenis pendidikan harus tunduk pada kaidah-kaidah akhlak.
Ilmu Akhlak dengan Akidah dan Ibadah
Dalam Islam, akhlak bertolak dari tujuan-tujuan akidah. Akidah merupakan
barometer bagi perbuatan, ucapan, dengan segala bentuk interaksi sesama manusia. Kaitan
ilmu akhlak daN ibadah dijelaskan bahwa tujuan akhir ibadah adalah keluhuran akhlak.
BAB 14
SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU AKHLAK
BAB 15
2. Akhlak Mazmumah
Akhlak Mazmudah ialah perangai atau tingkah laku yang tercermin dari tutur kata,
tingkah laku, dan sikap tidak baik. Sedangkan mazmumah itu sendiri adalah perilaku buruk.
Buruk dapat diartikan sebagai berikut:
a. Rusak atau tidak baik, jahat, tidak menyenangkan, tidak elok jelek.
b. Perbuatan yang tidak sopan kurang ajar, jahat, tidak menyenangkan.
c. Segala yang tercela, lawan baik, lawan pantas, lawan bagus, perbuatan
yang bertentangan dengan norma-norma agama, adat istiadat, dan
yang berlaku di dalam masyarakat.
Macam-macam akhlak mazmumah antara lain :
a. Egoistis (al ananiyah) yaitu sikap hidup yang terlalu mementingkan diri sendiri.
b. Kikir (al bukhli ) adalah sifat tercela yang muncul ketika manusia telah memiliki
banyak harta benda.
c. Dusta (al buhtan ) adalah mengada-ada sesuatu yang tidak ada, dengan maksud untuk
merendahkan seseorang.
d. Berolok-olok ( Al sikhriyyah ) menghina keaiban atau kekurangan orang dengan
menertawakannya memperkatainya, atau dengan meniru perbuatannya dengan
isyarat.
e. Khianat (al khiyanat ) tindakan yang tidak menepati apa yang telah dijanjikan, yaitu
tidak menepati janji.
f. Aniaya (adh dhulm) artinya melampau batas, keterlaluan, perbuatan yang melampaui
batas yang dapat merugikan dirinya dan orang lain.
g. Sombong (al istikbar) yaitu perilaku yang menganggap dirinya lebih baik dari yang
lain.
h. Sifat dengki berarti menaruh perasaan marah (benci, tidak suka) karena sesuatu yang
amat sangat kepada keburuntungan orang lain.
BAB 16
4. Akhlak Mazmumah
Akhlak Mazmudah ialah perangai atau tingkah laku yang tercermin dari tutur kata,
tingkah laku, dan sikap tidak baik. Sedangkan mazmumah itu sendiri adalah perilaku buruk.
Buruk dapat diartikan sebagai berikut:
d. Rusak atau tidak baik, jahat, tidak menyenangkan, tidak elok jelek.
e. Perbuatan yang tidak sopan kurang ajar, jahat, tidak menyenangkan.
f. Segala yang tercela, lawan baik, lawan pantas, lawan bagus, perbuatan
yang bertentangan dengan norma-norma agama, adat istiadat, dan
yang berlaku di dalam masyarakat.
Macam-macam akhlak mazmumah antara lain :
i. Egoistis (al ananiyah) yaitu sikap hidup yang terlalu mementingkan diri sendiri.
j. Kikir (al bukhli ) adalah sifat tercela yang muncul ketika manusia telah memiliki
banyak harta benda.
k. Dusta (al buhtan ) adalah mengada-ada sesuatu yang tidak ada, dengan maksud untuk
merendahkan seseorang.
l. Berolok-olok ( Al sikhriyyah ) menghina keaiban atau kekurangan orang dengan
menertawakannya memperkatainya, atau dengan meniru perbuatannya dengan
isyarat.
m. Khianat (al khiyanat ) tindakan yang tidak menepati apa yang telah dijanjikan, yaitu
tidak menepati janji.
n. Aniaya (adh dhulm) artinya melampau batas, keterlaluan, perbuatan yang melampaui
batas yang dapat merugikan dirinya dan orang lain.
o. Sombong (al istikbar) yaitu perilaku yang menganggap dirinya lebih baik dari yang
lain.
p. Sifat dengki berarti menaruh perasaan marah (benci, tidak suka) karena sesuatu yang
amat sangat kepada keburuntungan orang lain.
BAB 17
Struktur manusia adalah struktur berbagai alam dan bagian-bagiannya. Tentu saja hal
ini tidak dalam bentuk penampakannya, tapi lebih pada unsur-unsur penyusunnya, inter
relasinya, dan mekanisme hukum yang berlaku di dalamnya dimana alam yang dimaksud
tidak hanya meliputi alam fisik inderawi tapi juga alam-alam atas (alamul a’laa), termasuk
alam malaikat. Semua ini adalah kalam ilahi yang bertutur tentang Dia SWT yang berada di
balik semuanya.
Untuk menjelaskan struktur insan yang kompleks ini maka Imam Al-Ghazali ra
menggambarkan bahwa manusia itu adalah hewan yang mampu berpikir (hayyawan nathiq),
maksudnya berjasmani seperti hewan, tapi juga mampu mencerap pengetahuan tentang Allah
SWT sebagaimana malaikat. Perbedaan antara manusia dengan hewan adalah adanya
tambahan unsur jiwa (an-nafs) yang membuat manusia mampu berpikir dan mewujudkan
apa yang dipikirkannya (nathiq), baik dalam bentuk perkataan hingga perbuatan, sehingga
bila saja binatang diberi jiwa (an-nafs) sebagaimana yang diberikan kepada manusia, tentu ia
akan sanggup berpikir dan akhirnya mukallafah.Struktur makhluq yang seperti ini oleh
Imam Al-Ghazali ra dibagi dalam tiga aspek: Jiwa (an-nafs), Ruh dan Jasmani (jism).
Ruh Jasmani Nafakh Ruh /Ruh hewani/Ruh Indriawi adalah Hakikat Jiwa/Nafs
dan Dzat Hidup
Ruh Jasmani adalah tingkatan lapis terluar dari Ruh yang berkaitan erat dengan diri
jasmani manusia. Oleh karena itu bersifat materi (Aradh). Nafsu dan Ruh dalam
perkembangannya mempunyai perkembangan yang sangat saling terkait namun tumbuh
secara terpisah sendiri-sendiri.
Kekuatan jiwa (aradh) itu dibedakan menjadi dua, yaitu motorik (penggerak) dan
kognitif. Sementara kognitif sendiri terbagi menjadi dua, yaitu luar dan dalam. Kognitif luar
adalah seperti mendengar, melihat, membaui, meraba dan sebagainya. Adapun kognitif
dalam terdiri dari tiga macam:
3. Pikiran (fikriyyah), yang berfungsi menyusun beberapa bentuk, antara yang satu
dengan yang lainnya.
Tingkatan Jiwa
Jiwa itu sesungguhnya berlapis-lapis dan bertingkat, sehingga istilah jiwa sebenarnya
digunakan untuk mewakili/menggambarkan banyak aspek. Bila istilah jiwa ditujukan pada
jiwa yang menjadi jauhar manusia (an-nafs), maka binatang dapat dikatakan tak memiliki
jiwa tersebut. Tapi bila derajat pemahaman tentang jiwa ini diturunkan, maka binatang pun
sebenarnya memiliki jiwa.. Hanya saja derajat jiwa yang mereka miliki tidak cukup untuk
membuat mereka mukallafah.
Untuk memahami masalah ini lebih jauh, harus dipahami bahwa jiwa itu tumbuh. Ia
berproses dari suatu kekuatan (kemampuan, potensi) menuju bentuk perbuatan. Jiwa hewani
(an-nafs al-hayawaniyyah) melekat pada kesempurnaan suatu tubuh (jism) secara alamiah
dimana pada derajat tersebut pemilik jiwa memiliki kemampuan untuk dapat merasa dan
bergerak sehingga dikatakan bahwa jiwa hewani adalah tingkatan pertama dari munculnya
suatu perbuatan. Karena itulah binatang dan manusia sama-sama memiliki jiwa jenis ini.
Jiwa manusia sendiri memang memiliki dua sisi. Satu sisi menuju alam ruh (alam
tinggi, alamu’ a’la) dan sisi lain menuju alam bawah (rendah, alam materi) di mana dia
diperintah agar memelihara dua sisi yang saling berseberangan ini. Dari sisi yang menuju
alam tinggi ia mirip dengan malaikat dalam berbagai keutamaan dan ketekunan beribadat
kepada Tuhannya. Sedangkan sisi yang menuju alam bawah membuatnya mampu
berinteraksi dengan alam bawah yang terformulasi dari unsur materi (alam khalq).
Penguasaan jiwa terhadap alam materi tersebut adalah melalui tubuh fisik (jism).
Dua sisi tersebut kemudian membuat jiwa (an-nafs) memiliki dua kekuatan dasar,
yaitu amaliah dan ilmiah. Kekuatan amaliah terkait dengan sisi yang menuju alam bawah
yang sebagian besar bersifat inderawi, sedang kekuatan ilmiah terkait dengan sisi yang
menuju alam atas karena dari sisi inilah turunnya pengetahuan yang tak terbatas.
“Dan Rabbmu mewahyukan kepada seekor lebah: Buatlah sarang-sarang di gunung-
gunung, di pohon, dan di tempat-tempat yang dibikin (manusia).” (An-Nahl [16]: 68)
Sementara manusia bergerak dan berbuat atas dasar pengetahuan yang didapatnya.
Bila sisi jiwa yang menghadap alam atas mampu menerima pengetahuan-Nya, maka dia
akan berbuat dan berkarya atas dasar ilmu-ilmu tinggi itu. Bila tidak, maka manusia juga
akan tetap berbuat, tapi atas dasar ilmu-ilmu rendah (pengetahuan duniawi). Karena itu Al-
Qur’an sering menyindir mereka yang tak memiliki pengetahuan tentang alam-alam atas
sebagai tak ubahnya dengan binatang, bahkan lebih rendah dari itu. Mereka tidak mengenal
malaikat dan Tuhan penciptanya, tapi sangat mengenal dunianya.
“Atau apakah engkau mengira bahwa kebanyakan mereka (mampu) mendengar atau
menggunakan ‘aqlnya?. Mereka itu tiada lain bagaikan binatang ternak, bahkan lebih
sesatlah jalan mereka.” (QS. Al-Furqan:44).
1. Nafsul Amarah
2. Nafsul Lawwamah
3. Nafsul Mulhammah
4. Nafsul Muthmainnah
5. Nafsul Radhiah
6. Nafsul Mardhiyah
7. Nafsul Kamilah
KULTIVASI JIWA
Jiwa yang telah dimurnikan akan menjadi sebuah jiwa yang abadi dan tidak mati.
Janganlah engkau sekali-kali mengira bahwa orang-orang yang terbunuh di jalan Allah itu
mati: bahkan mereka itu hidup di sisi Rabb mereka dengan mendapatkan rizki. (Ali ‘Imran
[3]: 169).
Di dalam dongeng-dongeng dari negeri tirai bambu sering diceritakan, bahwa hewan
dan siluman sekalipun bila melatih metode kultivasi akan dapat mencapai kesempurnaan
jiwa mereka menjadi berjiwa manusia yang hidup abadi.
Jati diri Ruh Indrawi inilah yang nantinya akan menempati surga-surga Allah di
akherat nanti.
RUH QUDUS
Dan mereka bertanya kepadamu tentang Ar-Ruh. Katakanlah: Ar-Ruh itu berasal
dari Amr Rabbku, dan tidaklah engkau diberi pengetahuan tentang itu melainkan sedikit.
(Al-Israa’ [17]: 85)
Ruh Qudus inilah yang hakikat sifatnya berasal dari alam Ilahiah dan mempunya sifat-sifat
keilahian.
Ruh al-Quds dicipta langsung oleh Allah SWT dan didalamnya terkandung disain serta
program-program (rencana-rencana) Allah, juga sifat-sifat Allah, yang sifatnya sangat
misterius (sirri).
Maka Ruh al-Quds disebut juga Sirr (rahasia).Allah SWT adalah cahaya (QS an-Nûr 24).
Ruh al-Quds yang dicipta langsung oleh Sang Cahaya pun mengandung cahaya yang sangat
murni, yang memiliki tingkat radiasi sangat tinggi.
Dalam kitab itu juga dikatakan bahwa alam memiliki lapis-lapis dimensional yang berbeda:
1. Alam Lâhût, alam dimensi ketuhanan.
KULTIVASI RUH
Berbeda dengan perjalanan Nafsu/Jiwa, Ruh sebagai bagian dari pancaran sifat-sifat
Tuhan akan berusaha untuk kembali pada asal dirinya yaitu Tuhan.
"Haii manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu.
(Muhammad dengan mu'jizatnya) dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang
benderang (Al Qur'an)." ( QS. An Nisaa 4:174 )
Dan menjadikan untukmu cahaya yang dengan cahaya itu kamu dapat berjalan...
(Perjalanan Spiritual).( QS. Al Hadiid 57:28 )
Satu-satunya cara untuk bisa memperjalankan Ruhani kita di dalam evolusi spiritual
hanyalah Cahaya Petunjuk yang datang dari Tuhan.
1.RuhInsaniah/Nafsu/dzathidup.
Potensi Ruh ini dapat diolah dg meditasi kultivasi oleh aliran manapun. Pencapaian kultivasi
ini ada batasnya. Yaitu ketika telah mencapai Kesempurnaan jiwanya (NAFS).
2.RuhQudus/RuhRuhaniahdariTuhan.
Potensi Ruh Qudus ini baru dapat di olah bila telah diberi Nur dari Tuhan, Nur inilah yg di
bawa oleh para Nabi & Rasul. Setelah Nur ini ditanam, barulah metode kultivasi yg
dilakukan bisa memproses potensi ini. Ketika bibit Nur ini telah bertunas dan hidup. Dia
akan hidup abadi, karena hakikatnya memang datang dari Dia Yang Maha Hidup dan Maha
Abadi.
Jadi Potensi Ruh Qudus ini tidak akan berkembang bila belum di pasangkan dengan
Nur Ilahiah ini. Dan Proses Kultivasi Ruh ini tiada batasnya, berlangsung terus menerus
hingga akhir hayat kita. Karena yang dituju adalah Dzat yang tidak terbatas, sedangkan
hakikat diri kita adalah terbatas. Itulah kenapa dikisahkan bahwa nabi Muhammad yang
sudah dijamin masuk Surga oleh Allah SWT, masih suka beristighfar setiap harinya.
BAB 18
AKHLAK DAN POTENSI MANUSIA
A. PengertianAkhlak
Kata “akhlak” (Akhlaq) berasal dari bahasa Arab,merupakan bentuk jamak
dari ”khuluq” yang menurut bahasa berarti budi pekerti,perangai, tingkah laku, atau
tabiat.
Secara terminologis, Imam Al-Ghazali menyebutkan bahwa akhlak adalah “sifat
yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan mudah
tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan”.
1. Dalam Islam akhlak adalah bersumber dari dua sumber yang utama iaitu al-Quran
dan al-Sunnah. Ini ditegaskan leh Rasulullah saw dalam sepotong hadith yang
bermaksud : "Sesungguhnya aku diutuskan hanya semata-mata untuk
menyempurnakan akhlak yang mulia."
2. Allah swt telah memuji Rasulullah kerana akhlaknya yang baik seperti yang terdapat
dalam al-Quran, firman Allah swt yang bermaksud : "Sesungguhnya engkau seorang
memiliki peribadi yang agung (mulia)."
B. Pengertian Potensi Manusia
Potensi dapat diartikan sebagai kemampuan dasar dari sesuatu yang masih
terpendam di dalamnya yang menunggu untuk diwujudkan menjadi sesuatu kekuatan
nyata dalam diri tersebut. Dengan demikian, potensi diri manusia adalah kemampuan
dasar yang dimiliki manusia yang masih terpendamdi dalam dirinya, yang menunggu
di wujudkan menjadi suatu manfaat nyata dalam kehidupan diri manusia.
Jadi potensisi diri manusia adalah sesuatu kekuatan atau kemampuan dasar
manusia yang telah berada dalam di dirinya, siap untuk direalisasikan menjadi
kekuatan dan manfaat nyata dalam kehidupan manusia di muka bumi ini, sesuai
dengan tujuan penciptaan manusia oleh sang Maha Pencipta, Alah SWT.
Beberapa potensi manusia menurut agama islam yang diberikan oleh Allah SWT
. Potensi Akal
Potensi Ruh
Potensi Qalbu
Potensi Fitrah
Potensi Nafs
Sebagai manusia, fitrah kita cenderung mengarah kepada hal-hal baik dan
terpuji. Namun, karena manusia diberi akal, nafsu dan syahwat. Bisa jadi kedua
tipe akhlak tersebut ada pada diri kita. Tetapi karena manusia memiliki
hawanafsu, maka dari itulah derajat manusia
lebih tinggi daripada malaikat, syetan, bahkan semua makhlukciptaan Allah.
BAB 19
TINGKATAN MANUSIA DALAM IBADAH DAN SPIRITUAL
A. Tingkatan Manusia dalam Ibadah
Mengutip pendapat Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq, dalam karyanya Nashoihul
'Ibad, Imam Nawawi menyebutkan bahwa ada tiga tingkatan ibadah, yakni:
Golongan pertama yaitu orang-orang yang beribadah karena takut kepada
Allah. Golongan ini ditandai dengan tiga hal, yakni melihat dirinya hina,
merasakan amal kebaikannya sedikit, dan merasa kejelekan dirinya banyak.
Golongan kedua yaitu orang-orang yang beribadah karena mengharap anugerah
dari Allah. Golongan ini ditandai tiga hal pula, yakni ia mengikuti semua hal
ihwal manusia, dermawan kepada orang lain, dan zuhud terhadap dunia
(meninggalkan semua yang berbau dunia).
Golongan ketiga yaitu orang-orang yang beribadah karena rasa cintanya kepada
Tuhan-Nya Allah SWT. Golongan ini ditandai tiga hal juga, yakni ia
memberikan sesuatu yang disenangi dirinya dan tidak mengerti bahwa Allah
telah memberikan ridho-Nya. Ia mampu melakukan sesuatu yang tidak
disenangi dirinya.
la behentke meskipun Allah telah memberikan ridho-Nya, serta hal yang ketiga
yaitu dalam kehidupannya ia selalu mentaati peraturan-Nya baik perintah
maupun larangan.
Selain itu, sebagian ulama lain menyebutkan ada tiga pula tingkatan ahli
ibadah, yakni:
Tingkatan Al-Ibaad
Tingkatan Al-Muridin
Tingkatan Al-Aarifin
Sementara itu, pendapat lain mengatakan bahwa tingkatan ibadah terbagi menjadi
sepuluh macam, diantaranya:
A. Faasiquun, yakni orang-orang yang keluar dari ketaatan kepada Allah dan
Rasul-Nya
B. Dzaalimuun, orang-orang yang melakukan ibadah juga melakukan maksiat
C. Ghaafiluun, yakni orang-orang yang lalai dalam mengerjakan sholat
D. Mufrituun, yakni orang-orang yang sembrono
E. Taaibuun, yakni orang-orang yang taubat
F. Shaalihuun, yakni orang-orang yang shalih
G. Muhsinuun, yakni orang-orang yang muhsin
H. Muttaquun, yakni orang-orang yang bertaqwa kepada Allah
I. Muqarrabuun, yakni orang-orang yang dekat dengan Allah
J. Shiddiiquun, yakni orang-orang yang jujur.
B. Tingkatan Manusia dalam Spiritual
Dalam kehidupan sehari-hari tentu orang-orang melaksanakan suatu ibadah
yang diperintahkan oleh Rabbnya, Perlu kita ketahui bahwa yang mengantarkan
kesempurnaan tersebut ialah keyakinan (iman) dan pengetahuan (ilmu).
Iman ialah mempercayai semua ciptaan sang khaliq baik yang nyata maupun
yang ghaib. Iman juga mempercayai akan adanya perintah dan larangan yang telah
disampaikan Allah melalui utusann-Nya yakni Nabi Muhammad saw. Sedangkan ilmu
ialah alat yang menjadikan manusia lebih mudah dalam melakukan suatu ibadah
tersebut. Berikut adalah ilustrasi mengenai iman dan ilmu:
Iman tanpa ilmu bagaikan berjalan di tempat yang gelap.
Ilmu tanpa iman bagaikan berjalan tanpa arah tujuan.
Berikut empat tahapan dalam menuntut ilmu, yaitu:
o Syari'at
Sebelum menempuh ke tingkatan berikutnya , seseorang wajib
hukumnya untuk menjalankan ilmu syari'at. Pedoman ilmu
syariat adalah al-Qur'an, hadits, dam ijtihad. Ilmu
syariatTarekat
o Tarekat
Tarekat adalah beramal dengan syari'at dengan mengambil
atau memilih antara yang azimah (berat) daripada yang rukhsoh
(ringan).
o Hakekat
Hakikat berasal dari kata haq yang berarti kebenaran. Ilmu
hakikat adalah ilmu yang mencapai kebenaran.
o Ma'rifat
Ma'rifat berarti tetap istiqomah dalam realita ilmu tauhid, ia
siap menerapkan ilmu tauhid yang sebenarnya dan kehidupan
dunia akhirat bagi dirinya dan sekitarnya.
BAB 20
KESEMPURNAAN BERAGAMA (SYARI’AT, TAREKAT DAN HAKEKAT)
Ketahuilah dalam ajaran islam ada 4 tingkatan ilmu yang perlu anda pelajari
diantaranya
1.syariat
2.tarekat
3.hakikat
4. Makrifat
Sufi untuk mendekatkan diri kepada Allah atau berada dalam kehadiratnya tanpa
dibatasi hijab. Suatu cara mendekat diri kepada Allah dengan istilah diatas dipersilahkan
yang terpenting sesuai dengan sumber hukum dalam Islam (Al-Qur’an, Hadist) dan Syariat
yang sudah ditetapkan oleh Allah. Jadi para tasawuf, itu menyatukan lahir dan batin dalam
mengamalkan syariat itu bersungguh secara istiqomah dalam mendekatkan diri kepada
kepada Allah swt.