Anda di halaman 1dari 12

HUBUNGAN TASAWUF DENGAN FILSAFAT

A. Latar Belakang

Tasawuf merupakan salah satu dimensi Islam yang telah memberikan


sumbagan besar dalam peradaban Islam. Secara spesifik Tasawuf hadir ke pintas
Ilmiah islam di pertengahan Abad II H, bahwa persoalan yang dihadapi dan
aktivitas yang dilakukan tidak lagi sesederhana pada masa awal Islam akan tetapi
dengan membentangnya wilayah Islam semakin luas, pertemuan Islam dengan
beragam agama dari mulai Kristen, Yahudi, Zoroaster, Hindu, Budha dan
peradaban besar sebelumnya seperti Persia dan Romawi membawa implikasi pada
beragam bidang termasuk pada wilayah ilmiah khsususnya pada dimensi esoteris
Islam1.

Seiring dengan perkembangan keilmuan dalam peradaban Islam, tasawuf


memiliki perjalan yang sangatlah panjang. Perjalan ini membuahkan para
ilmuwan-ilmuwan besar dan karya-karya ilmiah yang sampai saat ini masih
menjadi kajian utama diberagam perguruan tinggi. Kehadiran tasawuf dalam
pintas intelektual Islam telah memberikan pengaruh sangat luas, bahkan beberapa
dinasti terbentuk oleh pengaruh tasawuf yang sangat kental, sebut saja seperti
Dinasti Fathimiyyah, dan banyak lagi dinasti-dinasti yang lain.

Tasawuf pada mulanya dimaksudkan sebagai tarbiyah akhlak ruhani;


mengamalkan akhlak mulia, dan meniggalkan setiap prilaku tercela, atau lebih
sederhanaya mempelajari ilmu jiwa. Seiring dengan perkembangan ilmu tasawuf,
muncullah beberapa keilmuan yang berhubugan dengan tasawuf, seperti tasawuf
falsafi, tasawuf sunni, dan tasawuf irfani, disini kami akan berfokus kepada
filsafat tasawuf, yaitu hubugan antara tasawuf dengan filsafat2.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Filsafat dan Tasawuf?
2. Bagaimanakah Hubungan Filsafat dan Tasawuf?
3. Apa Obyek yang dikaji dalam Filsafat Tasawuf?

1
Khalid Al Walid, Filsafat Tasawuf (Bandung: LP2M, 2013), hal-12.
2
Ibid.
Tujuan

Memahami dan meperdalam ilmu tasawuf dari sudut pandang filsafat.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Apa Itu Filsafat dan Tasawuf?

Istilah “tasawuf” yang sangat populer telah digunakan berabad-abad. Kata


tasawuf juga mempunyai beberapa devinisi yang dikemukakan oleh beberapa
ahli3. Menuru Abdul-Qadir as-Suhrawardi ada lebih dari seribu definisi isitilah
tasawuf. Tapi, pada umumnya, berbagai definisi itu mencakup atau
mengandung makna sha>fa’ (suci), wara’ (kehati-hatian ekstra untuk tidak
melanggar batas-batas agama), dan ma’rifah (pengetahuan ketuhanan atau
tentang hakikat segala sesuatu). Kepada apapun dirujukkan, semua sepakat
bahwa kata ini terkait dengan akhshafa’ yang berarti suci. Pada giliranya, ia
akan bermuara pada ajaran al-Qur’an tentang penyucian jiwa4.

Secara sederhana dapat dikemukakan, bahwa tasawuf merupakan aspek


esoteric atau aspek batin yang harus dibedakan dari aspek eksoteric atau aspek
lahir dalam islam. Tasawuf atau sufisme adalah isitilah khsusus dipakai untuk
menggambarkan mistisme dalam islam, adapun tujuan tasawuf ialah memperoleh
hubungan langsug dan dekat dengan Tuhan, sehinga dirasakan benar bahwa
seseorang sedang berada di hadiratnya, yang intisarinya adalah kesadaran dan
adanya komunikasi dan dialog antara ruh manusia dengan Tuhan5.

Dalam peradaban islam ilmu tasawuf tidak serta muncul secara otomotis
dengan label tasawuf, akan tetapi memilki latar belakang kenapa ilmu tasawuf
bisa hadir dalam wacana keilmuan islam. Sejarah perkembangan Islam mencatat
bahwa pada abad pertama hijriyah terdapat dua corak kehidupan spiritual.
Pertama, kehidupan spiritual sebelemun tebunuhnya khalifah Utsman dan kedua,
3
Mardiyani Hayati, “Hubungan Tasawuf Dengan Ilmu Fisafat Theology Dan Psikologi” dalam
Jurnal Ilmiah Pedagogy ( No. 1, Vol 1. Januari 2018), 27.
4
Ibid.
5
Moch.Ansori, Akhlak Sosial (Buku Daras: IAIN Sunan Ampel Surabaya: 2013), hal-36.
kehidupan pasca terbunuhnya khalifah Utsman. Corak yang pertama adalah
kehidupan muslim-Islam murni. Sedangkan corak yang kedua adalah hasil dari
persentuhan dengan situasi dan kondisi lingkungan dimana realitas sosial dan
geopolitik ummat Islam berbeda dengan yang pertama, meskipun secara prisipal
masih tetap bersandar pada dasar kehidupan spiritual Islam pertama6.

Terbunuhnya khalifah Utsman merupakan pukulan tersendiri terhadap


perasaan kaum muslimin. Betapa tidak, Utsman adalah kelompok pertama orang-
orang yang memeluk Islam, dan ialah seorang yang dijanjikan masuk surga. Hal
ini menjadikan geo politik dan realitas sosial tidak membaik dan tidak terarah.
Banyak masyarakat pada waktu itu lebih banyak tinggal dirumah untuk
menghindari fitnah serta kosentrasi untuk beribadah.

Pertikaian umat islam terus berlanjut hingga pada masa khalifah Ali bin
Abi Thalib, faktor yang sama, yaitu banyaknya para masyarakat tidak terima
dengan terbunuhnya Khalifah Utsman. Hal ini menjadikan banyaknya masyarakat
yang tidak ingin ikut serta dalam permasalahan tersebut. Salah satu faktor utama
dalam pertikaian tersebut adalah politik, banyaknya perebutan kekuasaan hingga
terus berlanjut sampai masa khalifah Ali Bin Abi Thalib berakhir. Mereka yang
tidak ingin ikut serta dalam permasalah tersebut, lebih memilih jalan uzlah, karena
mereka menggangap bahwa politik dan kekuasaan merupakan wilayah yang kotor
dan busuk. Mereka melakukan gerakan ‘uzlah, menarik diri dari hinggar binggar
masalah duniawi yang seringkali menipu dan menjerumuskan. Lalu muncullah
gerakan tasawuf yang dipelopori oleh Hasan Al-Bashri pada abad kedua Hijriyah.
Kemudia diikuti oleh figur-figur lain seperti: Shafyan al-Tsauri dan Rabi’ah al’-
Adawiyah.

Secara ringaksnya perkembangan taswuf bisa diklasifikasikan berdasarkan


periodensi berikut:

1. Abad Pertama dan Kedua Hiriyah

Pada abad pertama dan kedua hijriyah, periodensi tasawuf dikategorikan


sebagai fase asketisme (zuhud). Sikap asketisme (zuhud) ini banyak dipandang

6
Ibid.
sebagai pengantar kemunculan tasawuf. Acuan dasar sebagai dari praktek
kezuhudan adalah teladan yang diberikan oleh Rasulullah dan kesederhanaan
kehidupan. Tokoh-tokoh sufi pada masa ini teridiri dari Muadz Ibn Jabal,
Abdullah Ibn Mas’ud, Hasan Al-Bashri.

2. Abad Ketiga Hijriyah

Kelompok sufi pada periode ini mulai menaruh perhatian terhadap hal-hal
yang berkaitan dengan jiwa dan tingkah laku. Kajian mereka berkaitan erat
dengan akhlak, sehingga menjadikan tasawuf terlihat sebagai amalan yang bisa
dipraktekkan oleh semua orang. Mereka melaksanakan amalan-amalan tasawuf
dengan menampilkan akhlak yang terpuji, denga maksud memahami kandungan
bathiniah ajaran Islam yang mereka nilai banyak mengandung muatan anjuran
untuk berakhlak yang terpuji. Tokoh tasawuf diperiodeni ini yaitu, Dzun Nun Al-
Misri, Al-Qusyairi, Abu Thalib Al-Makki.

3. Abad Keempat Hijriyah

Pada periode ini ditandai dengan perkembangan ilmu tasawuf yang lebih
pesat dan lebih terformulasikan secara filosofis. Perkembangan tersebut
dilatarbelakangi adanya usaha maksimal para ulama tasawuf untuk
mengembangkan ajaran tasawufnya masing-masing di wilayah dimana mereka
berdomisili. Sehingga diantara ciri yang menonjol pada periode ini adalah
semakin kuatnya unsur filsafat yang mempengaruhi corak tasawuf. Pengaruh
tersebut dilatarbelakangi banyaknya buku filsafat yang tersebar dikalangan umat
Islam hasil dari terjemahan orang-orang muslim sejak permulaan Daulah
Abbasiyah. Sehingga kemudian dalam perkembangan selanjutnya pemikiran
tasawuf mereka diistilahkan dengan tasawuf falsafi. Di antara toko sufi
modelfalsafi ini adalah Abu Yazid al-Busthami dengan konsep ittihadnya. Abu al-
Mughits al-Husain Abu Manshur al-Hallaj yang lebih dikenal dengan Al-Hallaj.

4. Abad Kelima Hijriyah

Periode ini seringkali dianggap sebagai fase konsoldasi yakni memperkuat


bangunan konsep tasawuf dengan menggunakan sumber ajaran Islam yang pokok
yaitu al-Qur’an dan al-hadist. Penguatan kajian dan praktek tasawuf ini kemudian
terformulasikan oleh para pengkaji tasawuf model ini disebut dengan tasawuf
sunni yakni tasawuf yang sesuai dengan tradisi (sunnah) Nabi dan para
sahabatnya. Fase ini sebenarnya merupakan reaksi terhadap fase sebelumnya
dimana tasawuf sudah mulai melenceng dari koridor syariah dan tradisi (sunnah)
Nabi dan shabatnya. Di antara toko sufi pada masa ini yaitu Imam Al-Ghozali

5. Abad Keenam Hijriyah

Pada periode ini, pengaruh tasawuf Sunni sebagaimana yang dikembangkan


oleh Al-Ghozali semakin meluas ke seluruh pelosok dunia Islam. Kondisi ini
kemudian memberi peluang bagi munculnya upaya-upaya untuk mengembangkan
tarikat-tarikat untuk mendidik ketasawufan tersebut. Diantara tarekat tersebut
adalah Sayyid Ahmad Ar-Rifa’i dan Sayyid Abdul Qodir Al-Jaylani.

Pada periode ini juga ditan dai dengan munculnya sekelompok toko
tasawuf yang berusaha memadukan tasawuf dengan filsafat. Di antara mereka
adalah Syukhrawardi Al-Maqtul. Syekh Akbar Muhyiddin Ibnu Arabi dan lain-
lain dengan konsep wihdatul wujud. Mereka banyak menimba berbagai sumber
dan pendapat asing, seperti filsafat Yunani dan khususnya Neo-Platonisme.
Mereka pun banyak mempunyai teori mendalam mengenai jiwa, moral,
pengetahuan, wujud dan sangat bernilai baik ditinjau dari segi tasawuf maupun
filsafat, dan berdampak besar bagi sufi mutakhir. Dengan munculnya para sufi
yang juga filosof, orang mulai membedakannya dengan tasawuf yang mula-mula
berkembang, yakni tasawuf akhlaqi. Tasawuf yang memadukan antara rasa
(dzauq) dan rasio (akal), tasawuf bercampur dengan filsafat terutama filsafat
Yunani. Pengalaman-pengalaman yang diklaim sebagai persatuan antara Tuhan
dan hamba kemudian diterisasikan dalam bentuk pemikiran seperti konsep
wahdah al-wujud yakni bahwa wujud yang sebenarnya adalah Allah swt
sedangkan selain Allah hanya gambar yang bisa hilang dan sekedar sangkaan
khayali. Tokoh-tokoh terkenal pada masa ini adalah Ibn Massarah, Syukhrawardi
dan Ibn Arabi.

DI atas kami sudah menjelaskan bahwa ilmu tasawuf merupakan suatu kajian
yang membahas aspek batiniah, esoteric, rohaniah, spiritual, metafisik, esensi dan
hakikat. Maka tasawuf dapat dikatakan sebagai tindak lanjut dari aspek syariah
fiqhiyah-eksoteric, yang akan melandasi semua aspek dhahiriyah-formalistik-
nonformalistik. Tasawuf berhubungan dengan dimensi akhlak, dan akhlaq
merupakan muara dari semua amaliah ritual keagamaan dalam islam. Bila syari’at
ibarat kulit maka tasawuf adalah isinya.

Kata “filsafat” berasal dari bahasa Yunai, yaitu philos (cinta) dan sophia
(kebijaksanaan). Kata ini dapa diartikan sebagai “cinta akan kebijaksanaan” 7.
Definisi filsafat yang pertama mula-mula dari Pythagoras (sekitar 582-507 SM),
Pythagoras ditanya ‘apakah Anda seorang yang bijak dan ilmuwan (sophos) ?,’dia
menjawab aku hanya seorang pecinta kebijaksanaan dan pecinta ilmu
(philoshopos)’. Kehidupan Pythagoras sebagai seorang philosophos (pecinta
kebijaksaan) yang tidak berat sebelah pada satu jenis pengetahuan saja, di antara
ilmu pengetahuan yang sudah ada pada zamanya (yakni sains, filsafat, dan agama)
tercermin dari tindak-tanduk selama hidupnya. Ia mendirikan satu komunitas.
Mereka berpantang makan (diet), menjalankan sejenis perayaan doa dan upacara,
percaya akan terjadinya reinkarnasi, memainkan musik dan meniliti rahasia
misteri angka-angka dan wujud-wujud angka di alam semesta. Dari situ kita bisa
nilai: di komunitas itu Pythagoras sang philosophos bersama dengan murid-
murinya menjalankan sejenis agama dan sains dan tentu saja juga filsafat.
Ketiganya menyatu dalam naungan ‘cinta kebijaksanaan’ (philoshopy) yang ia
jalani dalam hidupnya8.

Dalam perkembangan filsafat tidak luput dari para pembesar pemikir


filsafat pada masanya, di atas hanyalah secuil dalam sejarah filsafat. Seperti
halnya Socrates yang mengatakan dirinya seorang ‘philosophos’ yang artinya
‘pecinta hikmah’. Penamaan nama ini dikarenakan adanya sebuah komunitas yang
mengatas namakan dirinya sebagai kelompok ‘Sophis’, artinya ‘hakim atau
ilmuwan’, mereka bekerja sebagai seorang tukang debat, pintar membolak balik
fakta yang ada di sidang pengadilan, mereka juga mahir dalam menjadikan
kebenaran sebagi kesalahan, begitupun sebaliknya, hal inilah yang menjadikan

7
Tumanggor dan Sudaryanto, Pengantar Filsafat Untuk Psikologi (Depok: PT KANSIUS, 2017) , hal-
14.
8
Ferry Hidayat, Pengantar Teori-Teori Filsafat (STBA Pertiwi Bekasi, 2016).
Socrates mengatasnamakan dirinya ‘pecinta hikmah’, Socrates mengkritik kaum
‘Shopis’ dan menentang pandangan-pandangan mereka9.

Berbicara tentang filsafat kelahiran dan perkembangan filsafat, pada awal


kelahiranya tidak dapat dipisahkan dngan perkembangan (ilmu) pengetahuan yang
muncul pada masa peradaban Kuno (masa Yunani). Pada tahun 2000 SM, bangsa
Babylon yang hidup di lembah Sungai Nil (Mesir) dan Sungai Efrat telah
mengenal alat pengukur berat, tabel bilangan berpangkat, tabel perkalian
mengunakan sepuluh jari. Tidak hanya itu, sebagai bukti perkembangan ilmu
pengetahuan pada masa itu sangatlah pesar, yaitu adanya piramida, yang teryata
pembuatanya menggunakan geometri dan matematika, ini menunjukkan cara
berpikirna yang sudah tinggi. Selain itu, mereka pun sudah dapat mengadakan
kegiatan pengamatan benda-benda langit, baik bintang, bulan, maupun matahari
sehingga dapat meramalkan gerhana bulan ataupun gerhana matahari. Teryata
ilmu yang mereka pakai dewasa ini disebut astronomi.

Dalam kajian pembahasan filsafat tema besarnya adalah ilmu pengetahuan


dan segala persoalan yang dibahas didalam seperti prinsip-prinsi, karateristik,
efek-efek dan pembagian dari ilmu pengetahuan tersebut. Jadi yang dimaksud
pembahasan filsafat ini adalah berkenaan dengan eksistensi-eksistensi itu sendiri.
Ilmu ini membahsa tentang wujud (eksistensi) dan karenanya dia akan
membuktikan prinsip-prinsip dan hukum-hukum yang berlaku pada wujud
tersebut.

Perlu diketahui bahwasanya ciri-ciri dari pembahsan filsafat sebagai


berikut:

a. Pembahasan filsafat sama sekali tidak sama dengan bidang ilmu


pengetahuan yang lainnya.
b. Tidak dapat dibuktikan dengan metode eksperimentasi indrawi.
c. Pembuktian dan penafian persoalan filsafat harus menggunakan metode
akal murni.
d. Subjek-subjek bidang ilmu pengetahuan lainya berada dibawah naungan
subjek universal filsafat yaitu ‘wujud sebagai wujud’. Oleh karena itu,
9
Mohsen Gharaviyan, Pengantar Memahami Filsafat Islam (Jakarta: Sadra Press, 2011), hal-15.
persoalan filsafat adalah wujud sebagai wujud iu sendiri. Inilah sebab nya
mengapa filsafat disebut sebagai induk ilmu pengetahuan, bagaimana cara
membuktikanya10

Filsafat secara terminologi adalah arti yang dikandung oleh isitilah filsafat.
Hal ini disebabkan batasan dari filsafat itu sendiri banyak maka sebagi gambaran
diperkenalkan beberapa batasan sebagai berikut:

1. Plato, berpendapat bahwa filsafat adalah pengetahuan tetaang kebenaran


untuk mencapai kebenaran yang asli, karena kebenaran itu terletak di
tangan Tuhan.
2. Aristoteles, berpendapatbahwa filsafat adalah ilmu (pengetahauan)yang
meliputi kebenaran, dalamanya terkdandung ilmu metafisika, logika,
retorika, etika dan estetika.
3. Prof. Dr. Fuad Hasan filsafat adalah suatu ikhtiar untuk berpikir radikal,
mulai dari akarnya suatu hal hendak dipermasalahkan.
4. Immanuel Kant, seorang tokoh yang dijuluki raksasa pemikir Eropa, ia
mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu pokok yang mencangkup empat
persoalan:
a. Apa dapat diketahui, dijawab oleh metafisika.
b. Apa boleh kiya kerjakan, dijawab oleh etika.
c. Apa yang dinamakan manusia, dijawab oleh antropologi.
d. Sampai dimana harapan kita dijawab oleh agama.
5. Rene Descartes, mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu (pengetahuan)
tentang hakikat bagaimana alam maujud yang sebenarnya11.

Dalam filsafat memilik tiga cabang yang setiap cabangnya memiliki


pembahasan sendiri, akan tetapi masih tetap merujuk pada pengunaan rasio murni
sebagi salah satu khas dari filsafat. Dianatara cabang-cabang filsafat sebagi
berikut.

1. Filsafat tentang pengetahuan, terdiri dari beberpa pembahasan yang


mencangkup,epistimologi, logika, kritik ilmu-ilmu.

10
Ibid.,,25.
11
Suaedi, Pengantar Filsafat Ilmu (Bogor: PT IPB Press, 2016), hal-25.
2. Filsafat tentang keseluruhan kenyataan, meliputi pembahasan seputar,
metafisika umum (ontologi) dan metafisika khusus teridir dari teologi,
antropologi dan kosmologi.
3. Filsafat tentang tindakan meliputi etika dan estetika12.

Di atas sudah kami paparkan tasawuf dan filsafat, mulai dari sejarah, istilah,
dan latar belakang kemunculanya. Terkait dengan ini di atas sempat disingung
pada periode tasawuf abad empat Hijriyah para sufi menghubungkan antara
tasawuf dan filsafat. Bagaimanakah tasawuf dan filsafat bisa memiliki relasi yang
bisa mengembangkan tasawuf pada era setelahnya. Dimana tasawuf yang
notabene semua kajianya merujuk pada sisi esoteric bisa bergabung dengan
filsafat yang dasaranya rasional murni. Dengan demiki kami akan membahas
apakah hubungan tasawuf dan filsafat?.

B. Apa Hubungan Tasawuf dan Filsafat.


Pembahasan tentang filsafat sangat identik dengan polemik, kritik dan
juga perdebatan. Banyak kalangan yang menuduh kajian filsafat sebagai
sesuatu yang tiada gunanya. Mengenai filsafat yang penuh dengan polemik,
kritik dan debat, Imam al-Ghazali dalam sebuah buku yang berjudul
Tahafut al Falasifah dan al Munqidh min al Dhalal yang isinya adalah
kritik terhadap pemikiran beberapa filosof muslim atas beberapa masalah
yang dianggap menyesatkan umat islam13.
Perlu diketahui walaupun ilmu filsafat dianggap sebagi suatu yang tidak
berguna, sejarah tidak bisa dibohongi banyak kalangan sufi yang
mengabungkan antara filsafat dan tasawuf. Bahkan perkembangan tasawuf
semakin pesat, itu berkat dari filsafat. Hal ini dapat dilihat misalnya, dalam
bebagai kajian tasawuf yang berbicara tentang jiwa (nafs). Secara jujur
harus diakui bahwa terminologi jiwa dan ruh itu sendiri sesungguhnya
terminologi yang banyak dikaji dalam pemikiran -pemikiran filsafat.
Sederet intelektual muslim ternama juga banyak mengkaji tentang jiwa dan
ruh.14
12
Ibid.,, 14.
13
Mardiyan Hayati,,,Tasawuf dan Filsafat..
14
Iqbal Irham, Membangun Moral Bangsa Melalui Akhlak Tasawuf (Ciputat: Pustaka Al-Ihsan,
2013), hal-125.
Kajian-kajian filsafat tentang jiwa teryata telah banyak memberikan
sumbangan yang cukup berharga bagi kesempurnaan kajian tasawuf dalam
dunia Islam. Pemahama tentang jiwa dan ruh itu sendiri menjadi hal yang
esensial dalam tasawuf. Kajian-kajian kefilsafatan tentang jiwa dan ruh
kemudian banyak dikembangkan dalam tasawuf, menurut sebagian ahli
tasawuf jiwa adalah ruh setelah bersatu dengan jasad. Penyatuan ruh dan
jasad melahirkan pengaruh yang ditimbulkan oleh jasad terhadap roh.
Pengaruh-pengaruh ini akhirnya memunculkan kebutuhan-kebutuhan jasad
yang dibangun roh.
Secara epistimologi ada dua hal instrumen yang memiliki hubungan erat
dengan pengetahuan sufistik yakni akal (‘aql) dan intusi (dzauq). Imam al-
Ghazali menyebutkan akal sebagai fithrah instinktif dan cahaya orisinil
yang menjadi sarana bagi manusia yang berupaya memahami realitas,
sedangkan intusi disebutnya sebagai wujdan (rasa batin).
Mengenai hubungan antara tasawuf dan akal, al-Ghazali menyebutkan
bahwa akal paling tidak mempunayi dua fungsi yang tidak diperlukan oleh
tasawuf. Pertama, sebagai prasaranan bagi tasawuf untuk memperoleh
pengetahuan yang benar, mengarahkan latihan-latihan batin (riyadhah)
yang benar, berpikir benar dan lurus sebagai persiapan mempeoleh
pengalaman dan pengetahuan sufistik. Kedua, akal sebagai sarana dan alat
evaluasi yang berfungsi untuk melakukan pengujian dan penilaian kritis
terhadap pengalaman-pengalaman sufistik serta perluasanya. Jadi filsafat
dapat didekati dengan ilmu pengetahuan yang rasional, dari rasional
diperoleh informasi tentang Tuhan, dan persoalan ketuhanan adalah
pembahasan utama dalam tasawuf15.
Dengan demikian kita sudah mengetahui bahwa tasawuf dan filsafat
memiliki kaitan yang sangar erat, menurut Tiswani ada beberapa hubugan
diantara keduanya:
1. Ilmu filsafat memberikan penjelasan terhadap terminologi yang
digunakan dalam tasawuf.

15
Ibid.
2. Ilmu tasawuf dan filsafat sama-sama memiliki tujuan yakni mencari
kebenaran sejati atau kebenaran tertinggi.
3. Ilmu filsafat lebih menitik beratkan pada teori, sedangkan ilmu
tasawuf pada aplikasi.
4. Tasawuf landasannya berpijak dan bertilak pada diri perasaan
sedangkan filsafat landasanya berpijak pada rasio dan kepandaian
menggunakan akal pikiran.
5. Filsafat turut mempengaruhi materi-materi dalam taswuf.

Selain itu ada beberapa hubungan lainya, hubungan atar kedua disiplin
ilmu tersebut adalah:

1. Bentuk hubungan yang paling luas antara tasawuf dan filsafat tentu
saja adalah pertentangan. Sebagaimana tampak dalam karya-karya
al-Ghazali, penyair sufi Sana’i, Athar, dan Rumi. Kelompok sufi ini
hanya memperhatikan aspek rasional dari filsafat, dan setiap kali
berbicara tentang intelek, mereka tidak mengartikan intelek dalam
arti mutlaknya,namun mengacu kepada aspek rasional intelek
(akal).
2. Hubungan antara tasawuf dan filsafat tampak dalam munculnya
bentuk khusus yang terjalin erat dengan filsafat. Meskipun bentuk
tasawuf ini tidak menerima filsafat peripatetic dan madzhab-
madzhab filsafat lain seperti itu, namun ia sendiri tercampur dengan
filsafat atau teosifi (hikmah) dan bentuknya yang luas.
3. Hubungan antara tasawuf dan filsafat ditemukan dalam karya-karya
para sufi yang sekaligus juga filosof, yang telah berusaha untuk
merujuk tasawuf dan filsafat.
4. Kategorisasi umum kita mengenai hubungan tasawuf dengan
filsafat, mencangkup para filosof yang mempelajari atau
mempraktekkan tasawuf. Seperti Al-Farabi, yang mempraktekkan
tasawuf dan bahkan telah mengubah musik yang dimainkan dalam
pertemuan Sama’ pada sufi16.

16
Ibid.
Filsafat landasan pemikiranya dengan logika, sedangkan tasawuf
landasanya dengan hati sanubari. Dalam filsafat penuh dengan tanda
tanya. Apa, Bagaimana, dari mana, dan apa sebab? Sedangkan dalam
taswuf tidak mempertanyakan. Sehingga orang yang memasuki alam
tasawuf dengan sendirinya tidaklah akan turut merasa apa yang mereka
rasai (dalam keyakinan pemikirannya). Bahkan bagi kaum sufi, kuasa
perasaan itu lebih tinggi dari kuasa kata-kata. Mereka tidak tunduk
kepada susunan huruf dan bunyi suara. Bukankah kata-kata itu hanya
dapat menunjukkan sebagian saja dari makna yang dimaksud?. Dengan
filsafat orang mengetahui makna pemahamanya.

Oleh karena itu, menjadi tinggi martabat tasawuf kalau diiringi


dengan pengetahuan dan mempuyai keahlian berfilsafat. Dalam hal ini
sebagaimana figurnya adalah Imam Ghazali, Suhrawardi, Ibnu Arabi.
Sehingga menjadi kaau dan rancu kalau tasawuf dimiliki orang yang
tidak mempunyai dasar ilmu pengetahuan. Dengan demikian jelas
hubungan tasawuf dan filsafat sangat berkaitan17.

C. Objek Kajian Filsafat Tasawuf

17
Syibli Syarjaya, Akhlak Tasawuf (Serang; IAIB Press, 2015), hal-85.

Anda mungkin juga menyukai