A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Filsafat dan Tasawuf?
2. Bagaimanakah Hubungan Filsafat dan Tasawuf?
3. Apa Obyek yang dikaji dalam Filsafat Tasawuf?
1
Khalid Al Walid, Filsafat Tasawuf (Bandung: LP2M, 2013), hal-12.
2
Ibid.
Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam peradaban islam ilmu tasawuf tidak serta muncul secara otomotis
dengan label tasawuf, akan tetapi memilki latar belakang kenapa ilmu tasawuf
bisa hadir dalam wacana keilmuan islam. Sejarah perkembangan Islam mencatat
bahwa pada abad pertama hijriyah terdapat dua corak kehidupan spiritual.
Pertama, kehidupan spiritual sebelemun tebunuhnya khalifah Utsman dan kedua,
3
Mardiyani Hayati, “Hubungan Tasawuf Dengan Ilmu Fisafat Theology Dan Psikologi” dalam
Jurnal Ilmiah Pedagogy ( No. 1, Vol 1. Januari 2018), 27.
4
Ibid.
5
Moch.Ansori, Akhlak Sosial (Buku Daras: IAIN Sunan Ampel Surabaya: 2013), hal-36.
kehidupan pasca terbunuhnya khalifah Utsman. Corak yang pertama adalah
kehidupan muslim-Islam murni. Sedangkan corak yang kedua adalah hasil dari
persentuhan dengan situasi dan kondisi lingkungan dimana realitas sosial dan
geopolitik ummat Islam berbeda dengan yang pertama, meskipun secara prisipal
masih tetap bersandar pada dasar kehidupan spiritual Islam pertama6.
Pertikaian umat islam terus berlanjut hingga pada masa khalifah Ali bin
Abi Thalib, faktor yang sama, yaitu banyaknya para masyarakat tidak terima
dengan terbunuhnya Khalifah Utsman. Hal ini menjadikan banyaknya masyarakat
yang tidak ingin ikut serta dalam permasalahan tersebut. Salah satu faktor utama
dalam pertikaian tersebut adalah politik, banyaknya perebutan kekuasaan hingga
terus berlanjut sampai masa khalifah Ali Bin Abi Thalib berakhir. Mereka yang
tidak ingin ikut serta dalam permasalah tersebut, lebih memilih jalan uzlah, karena
mereka menggangap bahwa politik dan kekuasaan merupakan wilayah yang kotor
dan busuk. Mereka melakukan gerakan ‘uzlah, menarik diri dari hinggar binggar
masalah duniawi yang seringkali menipu dan menjerumuskan. Lalu muncullah
gerakan tasawuf yang dipelopori oleh Hasan Al-Bashri pada abad kedua Hijriyah.
Kemudia diikuti oleh figur-figur lain seperti: Shafyan al-Tsauri dan Rabi’ah al’-
Adawiyah.
6
Ibid.
sebagai pengantar kemunculan tasawuf. Acuan dasar sebagai dari praktek
kezuhudan adalah teladan yang diberikan oleh Rasulullah dan kesederhanaan
kehidupan. Tokoh-tokoh sufi pada masa ini teridiri dari Muadz Ibn Jabal,
Abdullah Ibn Mas’ud, Hasan Al-Bashri.
Kelompok sufi pada periode ini mulai menaruh perhatian terhadap hal-hal
yang berkaitan dengan jiwa dan tingkah laku. Kajian mereka berkaitan erat
dengan akhlak, sehingga menjadikan tasawuf terlihat sebagai amalan yang bisa
dipraktekkan oleh semua orang. Mereka melaksanakan amalan-amalan tasawuf
dengan menampilkan akhlak yang terpuji, denga maksud memahami kandungan
bathiniah ajaran Islam yang mereka nilai banyak mengandung muatan anjuran
untuk berakhlak yang terpuji. Tokoh tasawuf diperiodeni ini yaitu, Dzun Nun Al-
Misri, Al-Qusyairi, Abu Thalib Al-Makki.
Pada periode ini ditandai dengan perkembangan ilmu tasawuf yang lebih
pesat dan lebih terformulasikan secara filosofis. Perkembangan tersebut
dilatarbelakangi adanya usaha maksimal para ulama tasawuf untuk
mengembangkan ajaran tasawufnya masing-masing di wilayah dimana mereka
berdomisili. Sehingga diantara ciri yang menonjol pada periode ini adalah
semakin kuatnya unsur filsafat yang mempengaruhi corak tasawuf. Pengaruh
tersebut dilatarbelakangi banyaknya buku filsafat yang tersebar dikalangan umat
Islam hasil dari terjemahan orang-orang muslim sejak permulaan Daulah
Abbasiyah. Sehingga kemudian dalam perkembangan selanjutnya pemikiran
tasawuf mereka diistilahkan dengan tasawuf falsafi. Di antara toko sufi
modelfalsafi ini adalah Abu Yazid al-Busthami dengan konsep ittihadnya. Abu al-
Mughits al-Husain Abu Manshur al-Hallaj yang lebih dikenal dengan Al-Hallaj.
Pada periode ini juga ditan dai dengan munculnya sekelompok toko
tasawuf yang berusaha memadukan tasawuf dengan filsafat. Di antara mereka
adalah Syukhrawardi Al-Maqtul. Syekh Akbar Muhyiddin Ibnu Arabi dan lain-
lain dengan konsep wihdatul wujud. Mereka banyak menimba berbagai sumber
dan pendapat asing, seperti filsafat Yunani dan khususnya Neo-Platonisme.
Mereka pun banyak mempunyai teori mendalam mengenai jiwa, moral,
pengetahuan, wujud dan sangat bernilai baik ditinjau dari segi tasawuf maupun
filsafat, dan berdampak besar bagi sufi mutakhir. Dengan munculnya para sufi
yang juga filosof, orang mulai membedakannya dengan tasawuf yang mula-mula
berkembang, yakni tasawuf akhlaqi. Tasawuf yang memadukan antara rasa
(dzauq) dan rasio (akal), tasawuf bercampur dengan filsafat terutama filsafat
Yunani. Pengalaman-pengalaman yang diklaim sebagai persatuan antara Tuhan
dan hamba kemudian diterisasikan dalam bentuk pemikiran seperti konsep
wahdah al-wujud yakni bahwa wujud yang sebenarnya adalah Allah swt
sedangkan selain Allah hanya gambar yang bisa hilang dan sekedar sangkaan
khayali. Tokoh-tokoh terkenal pada masa ini adalah Ibn Massarah, Syukhrawardi
dan Ibn Arabi.
DI atas kami sudah menjelaskan bahwa ilmu tasawuf merupakan suatu kajian
yang membahas aspek batiniah, esoteric, rohaniah, spiritual, metafisik, esensi dan
hakikat. Maka tasawuf dapat dikatakan sebagai tindak lanjut dari aspek syariah
fiqhiyah-eksoteric, yang akan melandasi semua aspek dhahiriyah-formalistik-
nonformalistik. Tasawuf berhubungan dengan dimensi akhlak, dan akhlaq
merupakan muara dari semua amaliah ritual keagamaan dalam islam. Bila syari’at
ibarat kulit maka tasawuf adalah isinya.
Kata “filsafat” berasal dari bahasa Yunai, yaitu philos (cinta) dan sophia
(kebijaksanaan). Kata ini dapa diartikan sebagai “cinta akan kebijaksanaan” 7.
Definisi filsafat yang pertama mula-mula dari Pythagoras (sekitar 582-507 SM),
Pythagoras ditanya ‘apakah Anda seorang yang bijak dan ilmuwan (sophos) ?,’dia
menjawab aku hanya seorang pecinta kebijaksanaan dan pecinta ilmu
(philoshopos)’. Kehidupan Pythagoras sebagai seorang philosophos (pecinta
kebijaksaan) yang tidak berat sebelah pada satu jenis pengetahuan saja, di antara
ilmu pengetahuan yang sudah ada pada zamanya (yakni sains, filsafat, dan agama)
tercermin dari tindak-tanduk selama hidupnya. Ia mendirikan satu komunitas.
Mereka berpantang makan (diet), menjalankan sejenis perayaan doa dan upacara,
percaya akan terjadinya reinkarnasi, memainkan musik dan meniliti rahasia
misteri angka-angka dan wujud-wujud angka di alam semesta. Dari situ kita bisa
nilai: di komunitas itu Pythagoras sang philosophos bersama dengan murid-
murinya menjalankan sejenis agama dan sains dan tentu saja juga filsafat.
Ketiganya menyatu dalam naungan ‘cinta kebijaksanaan’ (philoshopy) yang ia
jalani dalam hidupnya8.
7
Tumanggor dan Sudaryanto, Pengantar Filsafat Untuk Psikologi (Depok: PT KANSIUS, 2017) , hal-
14.
8
Ferry Hidayat, Pengantar Teori-Teori Filsafat (STBA Pertiwi Bekasi, 2016).
Socrates mengatasnamakan dirinya ‘pecinta hikmah’, Socrates mengkritik kaum
‘Shopis’ dan menentang pandangan-pandangan mereka9.
Filsafat secara terminologi adalah arti yang dikandung oleh isitilah filsafat.
Hal ini disebabkan batasan dari filsafat itu sendiri banyak maka sebagi gambaran
diperkenalkan beberapa batasan sebagai berikut:
10
Ibid.,,25.
11
Suaedi, Pengantar Filsafat Ilmu (Bogor: PT IPB Press, 2016), hal-25.
2. Filsafat tentang keseluruhan kenyataan, meliputi pembahasan seputar,
metafisika umum (ontologi) dan metafisika khusus teridir dari teologi,
antropologi dan kosmologi.
3. Filsafat tentang tindakan meliputi etika dan estetika12.
Di atas sudah kami paparkan tasawuf dan filsafat, mulai dari sejarah, istilah,
dan latar belakang kemunculanya. Terkait dengan ini di atas sempat disingung
pada periode tasawuf abad empat Hijriyah para sufi menghubungkan antara
tasawuf dan filsafat. Bagaimanakah tasawuf dan filsafat bisa memiliki relasi yang
bisa mengembangkan tasawuf pada era setelahnya. Dimana tasawuf yang
notabene semua kajianya merujuk pada sisi esoteric bisa bergabung dengan
filsafat yang dasaranya rasional murni. Dengan demiki kami akan membahas
apakah hubungan tasawuf dan filsafat?.
15
Ibid.
2. Ilmu tasawuf dan filsafat sama-sama memiliki tujuan yakni mencari
kebenaran sejati atau kebenaran tertinggi.
3. Ilmu filsafat lebih menitik beratkan pada teori, sedangkan ilmu
tasawuf pada aplikasi.
4. Tasawuf landasannya berpijak dan bertilak pada diri perasaan
sedangkan filsafat landasanya berpijak pada rasio dan kepandaian
menggunakan akal pikiran.
5. Filsafat turut mempengaruhi materi-materi dalam taswuf.
Selain itu ada beberapa hubungan lainya, hubungan atar kedua disiplin
ilmu tersebut adalah:
1. Bentuk hubungan yang paling luas antara tasawuf dan filsafat tentu
saja adalah pertentangan. Sebagaimana tampak dalam karya-karya
al-Ghazali, penyair sufi Sana’i, Athar, dan Rumi. Kelompok sufi ini
hanya memperhatikan aspek rasional dari filsafat, dan setiap kali
berbicara tentang intelek, mereka tidak mengartikan intelek dalam
arti mutlaknya,namun mengacu kepada aspek rasional intelek
(akal).
2. Hubungan antara tasawuf dan filsafat tampak dalam munculnya
bentuk khusus yang terjalin erat dengan filsafat. Meskipun bentuk
tasawuf ini tidak menerima filsafat peripatetic dan madzhab-
madzhab filsafat lain seperti itu, namun ia sendiri tercampur dengan
filsafat atau teosifi (hikmah) dan bentuknya yang luas.
3. Hubungan antara tasawuf dan filsafat ditemukan dalam karya-karya
para sufi yang sekaligus juga filosof, yang telah berusaha untuk
merujuk tasawuf dan filsafat.
4. Kategorisasi umum kita mengenai hubungan tasawuf dengan
filsafat, mencangkup para filosof yang mempelajari atau
mempraktekkan tasawuf. Seperti Al-Farabi, yang mempraktekkan
tasawuf dan bahkan telah mengubah musik yang dimainkan dalam
pertemuan Sama’ pada sufi16.
16
Ibid.
Filsafat landasan pemikiranya dengan logika, sedangkan tasawuf
landasanya dengan hati sanubari. Dalam filsafat penuh dengan tanda
tanya. Apa, Bagaimana, dari mana, dan apa sebab? Sedangkan dalam
taswuf tidak mempertanyakan. Sehingga orang yang memasuki alam
tasawuf dengan sendirinya tidaklah akan turut merasa apa yang mereka
rasai (dalam keyakinan pemikirannya). Bahkan bagi kaum sufi, kuasa
perasaan itu lebih tinggi dari kuasa kata-kata. Mereka tidak tunduk
kepada susunan huruf dan bunyi suara. Bukankah kata-kata itu hanya
dapat menunjukkan sebagian saja dari makna yang dimaksud?. Dengan
filsafat orang mengetahui makna pemahamanya.
17
Syibli Syarjaya, Akhlak Tasawuf (Serang; IAIB Press, 2015), hal-85.