Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

STUDI KRITIS TERHADAP ALIRAN-ALIRAN TASAWUF


Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Ilmu Tasawuf
Dosen Pengampu : Dr. Khoirul Basyar. M.S.I

Disusun oleh :

1. Ahmad Mudrik (30622028)


2. Ahmad Sa’id Al-Karim (30622029)
3. Aqila Najwa (30622030)

JURUSAN MANAJEMEN DAKWAH


FAKULTAS USHULLUDIN ADAB DAN DAKWAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI K.H. ABDURRAHMAN WAHID
PEKALONGAN
2022

1
PENDAHULUAN
Tasawuf yang di kalangan barat dikenal sebagai misitisme Islam-
Merupakan salah satu aspek (Ihsan) yang berarti kesadaran adanya
komunikasi dan dialog langsung seorang hamba dengan Tuhan-Nya. Esensi
tasawuf sebenarnya telah ada sejak masa kehidupan Rasulullah SAW. Akan
tetapi, tasawuf sebagai ilmu keislaman merupakan hasil kebudayaan islam
sebagai mana ilmu-ilmu keislaman lainnya, seperti fiqh dan ilmu tauhid. Oleh
karena itu, tasawuf seperti halnya ilmu-ilmu lainnya, tidak lepas dari berbagai
kritikan golongan yang menentangnya. Serangan yang berulang-ulang
ditunjukan pada tasawuf dalam sejarah islam memiliki banyak penyebab.
Tidak sedikit di antara penyebab ini berupa pengaruh sosial dan politik para
guru sufi, yang sering mengancam kekuasaan serta hak-hak istimewa para
ahli hukum dan bahkan penguasa.
Walaupun otoritas-otoritas besar sufi telah meletakkan banyak garis
pemandu untuk menjaga tasawuf agar tepat berada pada jantung tradisi islam,
gerakkan keagamaan rakyat yangg ditujukan untuk mengintensifkan
pengalaman keagamaan dan mempunyai sedikit kepeduian terhadap norma-
norma islam juga dikaitkan dengan tasawuf. Tak peduli apakah para anggota
gerakan-gerakan ini menganggap diri mereka sufi ataukah tidak, yang jelas
para penentang sufisme merasa beruntung dapat mengklaim bahwa ekses-
ekses yang ditimbulkan oleh anggota gerakan tersebut mewakili sifat sejati
tasawuf. Otoritas-otoritas sufi sendiri sering mengkritik sufi yang keliru, dan
bahaya-bahaya yang dihubungkan dengan intiahistoris sufisme hanya dapat
meningkat manakala sebagai besar tasawuf kemudian terlembagakan melalui
tarekat-tarekat sufi.

2
PEMBAHASAN
A. KRITIS TERHADAP SUMBER TASAWUF
Para penentang tasawuf menganggap bahwa tasawuf bukan ajaran
yang berasal dari Rasulullah dan bukan pula ilmu warisan dari para sahabat.
Mereka menganggap bahwa ajaran tasawuf merupakan ajaran sesat dan
menyesatkan yang diambil dan diwarisi dari kerahiban Nashrani, Brahma
Hindu, Ibadah Yahudi, dan Zuhud Budha. Di samping itu, ada juga yang
berpendapat bahwa tasawuf merupakan konspirasi yang tersusun rapi untuk
menghancurkn islam. Diantara tujuan terpenting dari konspirasi tersebut
adalah: 1.)Manjauhkan kaum muslimin dari islam yang haqiqi dan ajarannya
yang suci murni dengan kedok islam. 2.)Memasarkan akidah-akidah yahudi,
Kristen, sekte-sekte di india, dan sekte-sekte di persia seperti agama Budha,
Hindu, Zoroaster, Al-Manawiyah, Platonisem.1
Ibrahim bin Hilal mencoba memetakan pengaruh unsur lain, terutama
filsafat Yunani, terhadap tasawuf aliran falsafi. Ia menegaskan bahwa sumber
dan kata tasawuf, baik mazhab terdahulu maupun belakangan, berasal dari
luar dan bukan dari islam.2
Kehadiran ilmu tasawuf sebagai salah satu warisan intelektual islam
mengalami perdebatan yang cukup sengit. Perdebatan ini bukanlah berasal
dari kalangan eksternal akan tetapi dari dalam internal umat islam itu sendiri.
Setidaknya terdapat 2 pokok kritik utama yang dilayangkan untuk tasawuf.
Pertama, salah satu yang menjadi kritikannya adalah mengenai sanad
keilmuan tasawuf agak sulit untuk dipertanggung jawabkan, Berbeda seperti
ilmu hadist yang dengan mudah para ulama bisa melacaknya maka ilmu
tasawuf cenderung masih menyimpan misteri.
Kedua, jikapun tasawuf diakui sebagai sebuah ilmu misalnya, idealnya
tasawuf bisa lebih diterima dan tidak eksklusif. Saat ini keilmuan tasawuf
cenderung sangat tertutup bagi orang luarpengamal tasawuf.

1
Lihat ihsan IIahi Dhahir, Sejarah Hitam Tasawuf: Latar Belakang Kesesatan Kaum Sufi, ter.
Fadhli Bahri, Darul Falah, Jakarta, 2001.
2
Ibrahim Hilal, At-Tashawwuf Al-Islami bain Ad-Din wa Al-Falsafah, Dar an-Nahdhah Al-
Arabiyah, Kairo, 1979, hal. 32

3
B. KRITIK TERHADAP TAREKAT
Di antara bentuk penyimpangan yang dialamatkan kepada tasawuf
adalah menonjolkan kehidupan rohani dan mengabaikan kehidupan duniawi
sehingga mengabaikan usaha (kerja). Di samping itu, ada juga bentuk
penyimpangan yang lain seperti mengabaikan syariat dan perdukunan. 3
Akibat penyimpangan-penyimpangan tersebut, timbulah kritikan pedas
terhadapnya. Kalangan pembaharu, seperti Jalaludin Al-Afgani, Muhammad
Abduh, dan Rasyid Rida memandang tarekat sebagai salah satu faktor
penyebab kemunduran umat islam.4 Syekh Nawawi Banten berkritik sebagai
berikut:
“Adapun orang-orang yang mengambil tarekat, jikalau perkataan dan
perbuatan mereka itu mufakat pada syara’ Nabi Muhammad sebagaimana
ahli-ahli tarekat yang benar, maka maqbul, dan jika tidak begitu, maka
tentulah seperti yang telah banyak terjadi di dalam anak-anak murid Syekh
Ismail Minangkabau.”
Maka bahwasanya mereka itu tercela akan dzikir Allah dan mereka itu
tercela-cela akan orang yang tiada masuk dalam tarekat. Mereka itu hingga,
bahwasannya akan mengikut bersembahyang padanya dan bercampur makan
padanya dan mereka itu benci padanya istimewa pada bahwasanya Syekh
Ismail itu hanyalah mengambil ia akan tarekat itu: Asalnya karena mau jual
agama dengan dunia adanya.5
Di sepanjang sejarah islam memang terdapat kritik tajam terhadap
guru-guru dan organisasi-organisasi sufi. Salah satu contoh yang termasyur
adalah mistikus abad pertengahan, Al-Hallaj, yang dihukum mati karena
menyatakan persatuan mistisnya dengan Tuhan dengan cara yang ekstrim.
Para penafsir islam yang lebih literalis dan legalis menentang praktik-praktik
tarekat sufi karena dianggap menyediakan sarana bagi praktik-praktik dan
3
Harun Nasution, “Tasawuf”, dalam Budhy Munawar Rahman, (Ed),Kontekstualisasi Doktrin
Islam dalam Sejarah, Yayasan Waqaf Paramadina, Jakarta, hlm. 187, Karel A. Steenbrink,
Beberapa aspek tentang Islam di Indonesia Abad ke-19, Bulan Bintang, Jakarta, 1984, hlm. 187
4
Nasution, “Tasawuf”, hlm. 178
5
Steenbrink, Beberapa Aspek... hlm. 184-185

4
keyakinan-keyakinan non islam. Pada abad ke-18, oposisi terkuat terhadap
tareket datang dari gerakkan Wahhabiyah yang sedang berkembang. Pada era
modern, para pembaru modern mengkritik keras tarekat karena mendorong
dan memperkuat takhayul rakyat, dan kaum modernis islam berupaya
mengurangi pengaruh syekh-syekh sufi dalam masyarakat mereka. 6 Sisi lain
yang menjadi sorotan adaah bahwa tarekat umumnya hanya berorientasi
akhirat, tidak mementingkan dunia. Tarekat menganjurkan banyak beribadah
dan jangan mengikuti dunia ini karena “Dunia ini adaah bangkai, yang
mengejar dunia adalah anjing” Ajaran ini tampaknya menyelewangkan umat
islam dari jalan yang harus ditempuhnya. Demikian juga, sifat tawakal,
menunggu apa saja yang akan datang, qadha dan qodhar yang sejalan dengan
paham Asy’ariyah. Para pembaharu dalam dunia islam melihat bahwa tarekat
bukan hanya mencemarkan paham tauhid, tetapi juga membawa kemunduran
bagi umat islam.7 Bahkan, Schimmel menyatakan bahwa tarekat-tarekat sufi
yang muncul dari kebutuhan kerohanian islam akhirnya menjadi unsur yang
menyebabkan berhentinya orang-orang islam.8

C. KRITIK TERHADAP TASAWUF FALSAFI


Tasawuf falsafi diwakili para sufi yang memadukan tasawuf dengan
filsafat, sebagimana telah disebut di atas. Para sufi yang juga filosofi ini
mendapat banyak ancaman dari para fuqoha, yang justru semakin keras akibat
pertanyaan-pertanyaan mereka yang panteistis. Di antara fuqaha yang paling
keras ancamnnya terhadap golongan sufi yang juga filosof ialah Ibnu
Taimiyyah (meninggal pada tahun 728 H).
Dari mulut sebagaian sufi lahir beberapa Syathohat, yaitu ungkapan
dan isyarat-isyarat yang mereka sampaikan saat berada dalam keadaan mabuk
ketuhanan dan lenyapnya kesadaran, yang makna-maknanya tidak jelas bagi
orang yang belum mencapai kondisi rohani (ahwal) seperti mereka.
6
Jhon O. Voll, “Tarekat-Tarekat Sufi”, dalam John L. Esposito, Ensiklopedi Oxford...
7
Ibid.
8
Annemarie Schimei, Dimensi Mistik dalam islam, ter. Supardi Djoko Damono dkk.. dari
Mystical Dimension of islam (1975), Pustaka Firdaus, Jakarta, 1986, hlm. 243.

5
Ungkapan-ungapan itu barangkali keluar dari batas-batas etika Syara’, tidak
pantas dihadapan Tuhan yang maha suci, atau dari ungkapan-ungkapan itu
merembes paham Ateisme. Sikap kita terhadap Syathohat mereka itu tidak
berbeda dengan sikap ulama salaf dan Soleh.
Di antara hal paling penting yang dibutuhkan oleh orang–orang yang
mennetang kaum sufi adalah tuduhan yang bodoh dan palsu bahwa kaum sufi
menyakini Hulul dan Ibttihad. Artinya, Allah menduduki seluruh sebagian
bumi, baik di lautan, pegunungan, bukit-bukit, pepohonan, manusia, hewan,
dan sebagainya. Dengan kata lain, makhluk adalah itu sendiri. Semua yang
dapat diraba dan dapat dilihat di alam ini merupakan dzat Allah dan dirinya.
Maha suci Allah dan semua itu.
Hulul dan Ibttihad tidak mungkin terjadi, kecuali dalam satu jenis.
Allah bukanlah jenis sehingga dia tidak bisa menyatu dengan jenis-jenis
lainnya. Bagaimana bisa yang Qodim menempati yang hadist, Khaliq
menempati makhluk? Jika yang dimaksud dengan Hulul adalah masuknnya
Ar-Rad (lawan dari esensi) kedalam esensi, Allah bukanlah Ar-Rar. Jika yang
dimaksud adalah masuknya esensi ke dalam esensi, Allah bukanlah esensi.
Jika Hulul dan Ibttihad antara dua makhluk adalah sesuatu yang mustahil
tidak mungkin dua orang laki-laki menjadi satu orang laki-laki karena
perbedaan kedua dzatnya, perbedaan antara Kholik dan makhluk, antara
perbuatan dan yang diperbuat, dan antara dzat yang wajib ada dan sesuatu
yang mugkin, lebuh besar dan lebih utama lagi.9
Perbedaan lain antara ittihad dengan al-hulul adalah Abu Yazid
mengalami persatuan dengan Tuhan dengan cara dia naik ke langit, sementara
al-Hallaj mengalami persatuan dengan jalan Tuhan yang turun ke bumi dan
bersemayam di dalam dirinya.
PENUTUP

9
Abdul Qadir Isa, Hakekat Tasawuf, ter. Khairul Amru Harahap, Lc. Dan Afrizal Lubis, Lc.
Qisthii Press, Jakarta, 2005, hlm. 393

6
A. Kesimpulan
Tasawuf Merupakan salah satu aspek (Ihsan) yang berarti kesadaran
adanya komunikasi dan dialog langsung seorang hamba dengan Tuhan-Nya.
Oleh karena itu, tasawuf seperti halnya ilmu-ilmu lainnya, tidak lepas dari
berbagai kritikan golongan yang menentangnya.

DAFTAR PUSTAKA

7
Dhahir Ihsan, Sejarah Hitam Tasawuf: Latar Belakang Kesesatan Kaum Sufi,
Jakarta, 2001.

Hilal Ibrahim, At-Tashawwuf Al-Islami bain Ad-Din wa Al-Falsafah, Dar an-


Nahdhah Al-Arabiyah, Kairo, 1979

Nasution Harun, “Tasawuf”, Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah,


Yayasan Waqaf Paramadina, Jakarta, 1984

Schimei Annemarie, Dimensi Mistik dalam islam, ter. Supardi Djoko


Damono dari Mystical Dimension of islam (1975), Pustaka Firdaus,
Jakarta, 1986

Isa Qadir Abdul, Hakekat Tasawuf, Jakarta, 2005, hlm. 393

Anda mungkin juga menyukai