Anda di halaman 1dari 16

STUDI KRITIS TERHADAP ALLIRAN ALIRAN TASAWUF

Makalah Ini Disusun Guna Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Akhlak Tasawuf

Dosen Pengampu : Hasyim As’ari, M.Pd.I

Disusun Oleh:

M. Amir Raihan Pratam 232210044

Rosa Linda 232210079

Muhammad Faisol 232210043

Progam Studi Pendidikan Agama Islam

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMMU KEGURUAN

UNIVERSITAS MA’ARIF LAMPUNG

2023 M/1444 H
KATA PENGANTAR

‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬

Assalamualaikum Wr.Wb.

Segala puji bagi Allah SWT, yang telah memberi nikmat, rahmat serta
hidayah-Nya. Sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
Studi Kritis Terhadap Aliram-Aliran Tasawuf dengan tepat waktu. Makalah ini
merupakan salah satu tugas mata kuliah di progam studi Pendidikan Guru Agama
Islam Fakultas Tarbiyah Universitas Ma’arif Lampung pada semester Dua. Kami
ucapkan terimakasih kepada Bapak Hasyim As’ari, M.Pd.I selaku dosen
pembimbing Mata kuliah Akhlak Tasawuf dan kepada segenap pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini.

Akhirnya kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih ada
banyak kekurangan, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang
konstruktif dari pembaca. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Wassalamualaikum. Wr.Wb.

Metro, 09 Maret 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1

A. Latar Belakang..........................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................3

A. Kritik Terhadap Sumber Tasawuf.............................................................3


B. Kritik Terhadap Tarekat............................................................................3
C. Kritik Terhadap Tasawuf Falsaf................................................................6
D. Kritik Praktik Tasawuf Secara Umum.......................................................8
BAB III PENUTUP...............................................................................................8

A..Kesimpulan................................................................................................12
B..Saran..........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................13

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Realitas kehidupan manusia akhir-akhir ini apabila dicermati telah
mengalami kejenuhan-kejenuhan yang pada tingkat tertentu mengakibatkan
manusia mengambil tindakan yang oleh rasionalitas dianggap sangat mustahil.
Ini terefleksi setidaknya dengan memperhatikan peristiwa bunuh diri massal
atas nama agama serta fenomena kekerasan yang menjadi kecenderungan
akhir-akhir ini. Dari kedua hal itu, bisa dipahami bahwa kehidupan
kemanusiaan mengalami sebuah tantangan besar untuk mempertahankan
eksistensinya. Tantangan tersebut bukanlah merupakan suatu ancaman, tetapi
realitas yang harus disikapi dan dihadapi.Apabila diformulasikan tantangan
kemanusiaan tersebut mengarah pada dua hal yaitu krisis modernitas dan
krisis pemahaman agama.
Tasawuf, yang di kalangan Barat dikenal dengan mistisme Islam,
merupakan salah satu aspek (esosteris) Islam, sebagai perwujudan dari ihsan
yang berati kesadaran adanya komunikasi dan dialog lansung seorang hamba
dengan Tuhan-Nya. Esensi tasawuf sebenarnya telah ada sejak masa
kehidupan Rosululloh SAW, namun tasawuf sebagai ilmu keislaman
merupakan hasil kebudayaan Islam sebagaimana ilmu-ilmu keislaman
lainnyaseperti fiqh dan ilmu tauhid.Oleh karena itu tasawuf―seperti halnya
ilmu-ilmu lainya―tidak terlepas darikritikan-kritikandari berbagai golongan
yang menentangnya.
Serangan berulang-ulang ditujukan pada tasawuf dalam sejarah Islam
memiliki banyak penyebab. Tidak sedikit diantara penyebabini berupa
pengaruh sosial dan politik para guru sufi, yang sering mengancam kekuasaan
serta hak-hak istimewa para ahli hokum dan bahkan penguasa. Walaupun
otoritas-otoritas besar sufi telah meletakan banyak garis pemandu untuk
menjaga agar tasawuf agar tepat berada dalam jantung tradisi Islam, gerakan
keagamaan rakyat yang yang ditujukan untuk mengintensifkan pengalamam

iv
keagamaan dan mempunyai sedikit kepedulian terhadap norma-norma
Islamjuga dikaitkan dengan tasawuf. Tak peduli apakah para anggota gerakan-
gerakan ini menganggap diri mereka sufi ataukah tidak, yang jelas para
penentang sufisme meras beruntung dapat mengklaim bahwa ekses-ekses yang
ditimbukan oleh anggota gerakan tersebut mewakili sifat tasawuf . Otoritas-
otoritas sufi sendiri sering mengkritik sufi yang keliru, dan bahaya-bahaya
yang dihubungkan dengan ketiadaan kontak dengan intiahistoris sufisme
hanya dapat meningkat manakala sebagian besar tasawuf kemudian
terlembagakan melalui tarekat-terekat sufi.
Menurut Sayyid Nur bin Sayyid Ali, kritik terhadap tasawuf berlatar
belakang insiden jejak yang terjadi pada permulaan abad ke-4 H, ketika aliran-
aliran kebatinan, Syi’ah, Qaramithah, dan kafir zindik memanfaatkan tarekat-
tarekat sufisme. Mereka menyebabkan Islam berada pada kondisi yang
berbahaya, tetapi sesungguhnya tak ada kelemahan bagi orang sufi. Kejadian
itu Ialah Ibnu Saba’, orang berdarah Yahudi memanfaatkan cinta Ahl Al-Bait
sebagai tipu daya. Dia menyebarkan benih fitnah dan perang sipil yang
menyebabkan wafatnya Khalifah Utsman bin Affan r.a. dan gugurnya sekitar
10.000 orang sahabat dantabi’in sebagai syahid. Apakah peristiwa tersebut ada
kelalaian Ahl Al-Bait dan kecintaan terhadap Ali r.a.? jawabannya tentu tidak.
Demikian pula, paham tasawuf tidak boleh dicemari dengannya.Tasawuf taka
da kaitannya dengan fitnah tersebut.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Kritik Terhadap Sumber Tasawuf?
2. Bagaimana Kritik Terhadap Tarekat?
3. Bagaimana Kritik Terhadap Tasawuf Falsafi?
4. Bagaimana Kritik Praktik Tasawuf Secara Umum?

v
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kritik Terhadap Sumber Tasawuf


Para penentang tasawuf menganggap bahwa tasawuf bukan ajaran
yang berasal dari Rosululloh dan bukan pula ilmu warisan dari para
sahabat.Mereka menganggap bahwa ajaran tasawuf merupakan ajaran sesat
dan menyesatkan yang diambil dan diwarisi dari kerahiban Nashrani, Brahma
Hindu, ibadah Yahudi, dan zuhud Budha. Disamping itu, ada juga yang
berpendapat bahwa tasawuf merupakan konspirasi yang tersusun rapi untuk
menghancurkan Islam. Diantara tujuan terpenting konspirasi tersebut adalah:
1) menjauhkan kaum muslim dari Islam yang hakiki dan ajarannya suci murni
dengan kedok Islam. 2) memasarkan akidah-akidah Yahudi, Kristen, sekte-
sekte di India, dan sekte-sekte di Persia seperti agama Budha, agama Hindu,
Zoroaster, Al-Manawiyah, Platonisme.
Ibrahim bin Hilal mencoba memetakan pengaruh unsur lain, terutama
filsafat Yunani, terhadap tasawuf aliran falsafi. Ia menegaskan bahwa sumber
dan kata tasawuf, baik dari mazhab terdahulu maupun belakangan, berasal dari
luar dan bukan dari Islam.
B. Kritik Terhadap Tarekat
Di antara bentuk penyimpangan yang dialamatkan kepada tasawuf
adalah menonjolkan kehidupan rohani dan mengabaikan kehidupan duniawi
sehingga mengabaikan usaha (kerja). Di samping itu, ada bentuk
penyimpangan yang lain seperti mengabaikan syariat dan perdukunan.
[10]Akibat penyimpangan-penyimpangan tersebut, timbullah kritik pedas
terhadapnya.Kalangan pembaharu seperti Jamaluddin AL-Afgani, Muhammad
Abduh, dan Rasyid Rida memandang tarekat sebagai salah satu faktor
penyebab kemunduran umat Islam. Syaikhul Islam Ibn Taimiyah berkata,
“…Kamu akan dapati mayoritas orang-orang ahli tasawuf menobatkan
seseorang sebagai ‘wali’ hanya orang tersebut mampu menyingkap tabir
dalam suatu masalah, atau orang tersebut melakukan sesuatu yang diluar

vi
kemampuan manusia, seperti menunjukan kepada seseorang kemudian orang
itu mati, terbang diudara menuju mekah atau tempat lainnya, terkadang
berjalan diatas air, mengisi teko dari udara dengan air sampai penuh, ketika
ada orang yang meminta pertolongan kepadanya dari tempat yang jauh atau
setelah dia mati, maka orang itu melihatnya dating dan menunaikan
kebutuhannya, memberi tahu tempat barang-barang yang dicuri, memberikan
hal-hal yang gaib (tidak tampak), atau orang yang sakit dan yang semisalnya.
Padahal, kemampuan hal-hal ini sama sekali tidaklahmenunjukan bahwa
pelakunya adalah wali Allah ‘Azza wa Jalla. Bahkan, orang-orang yang
beriman dan bertakwa sepakat dan sependapat mengatakan bahwa jika ada
orang yang mampu terbang di udara atau berjalan di atas air, kita tidak boleh
terperdaya dengan penampilan tersebut sampai kita melihat apakah
perbuatannya sesuai dengan sunnah Rosulullah SAW? Apakah orang tersebut
selalu taat terhadap perintah beliau dan menjauhi larangannya?...karena hal-
hal yang di luar kemampuan manusia ini bisa dilakukan oleh banyak orang
kafir, musyrik, ahli kitab dan orang munafik, dan bisa dilakukan oleh para
pelaku bid’ah dengan bantuan setan atau jin, sama sekali tidak boleh
dianggap bahwa setiap orang yang mampu melakukan hal-hal di atas adalah
wali Allah.”
Sementara itu, Syekh Nawawi Banten menyampaikan kritiknya
sebagai berikut:
“Adapun orang-orang yang mengambil tarekat, jikalau perkataan dan
perbuatan mereka itu mufakat pada syara’ Nabi Muhammad sebagaimana
ahli-ahli tarekat yang benar, maka maqbul,dan jika tiada begitu, maka
tentulah seperti yang telah banyak terjadi di dalam anak-anak murid Syekh
Ismail Minangkabau.
Maka bahwasanya mereka itu bercela akan dzikir Allah dengan (…) dan
mereka itu bercela-cela akan orang yang tiada masuk dalam tarekat. Mereka
itu hingga, bahwasanya akan mengikut bersembahyang padanya dan
bercampur makan padanya dan mereka itu benci padanya istimewa pada

vii
bahwasanya Syekh Ismail itu hanyalah mengambil ia akan tarekat itu:
asalnya karena mau jual agama dengan dunia adanya.
Di sepanjang sejarah Islam memang terdapat kritikan tajam terhadap
guru-guru dan organisasi-organisasi sufi. Salah satu contoh yang termasyhur
adalah mistikus abad pertengahan, Al-Hallaj (w. 922), yang dihukum mati
karena menyatakan persatuan mistisnya dengan Tuhan dengan cara ekstrim.
Para penafsir Islam yang literitas dan legalis menentang praktik-praktik tarekat
sufi karena dianggap menyediakan sarana bagi praktik-praktik dan keyakinan-
keyakinan non-Islam. Pada abad ke-18, oposisi terkuat terhadap tarekat dating
dari gerakan Wahhabiyah yang sedang berkembang. Pada era modern, para
pembaru modern mengkritik keras tarekat karena mendorong dan memperkuat
takhayul rakyat, dan kaum modernis Islam berupaya mengurangi pengaruh
syekh-syekh sufi dalam masyarakat mereka.
Oposisi kaum modernis semacam itu dapat dilihat dalam tindaka-
tindakan kaum pembaru di seluruh dunia Islam. Dimana pun gerakan
modernis Salafiyah — yang muncul melalui pikiran dan tindakan kaum ulama
pada akhir abad ke-19, semisal Muhammad Abduh (w. 1905) di Mesir—
mempunyai pengaruh, di situ terdapat oposisi yang kuat terhadap praktik-
praktik pemujaan rakyat serta pengaruh tarekat-tarekat sufi. Hal ini dapat di
lihat dari kegiatan dan ajaran ‘Abdullah ibn Idris As-Sanusi (w. 1931) di
Maroko, Perhimpunan Ulama Aljazair yang dibentuk pada 1930-an,
Muhammadiyah di Indonesia di sepanjang abad ke-20, gerakan Jadidiyah di
wilayah Kekaisaran Rusia lama, serta di wilayah banyak lain. Selain itu,
progam-progam reformasi yang lebih jelas terbaratkan berupaya menghapus
pengaruh tarekat, sebagaimana dengan amat bait diilustrasikan dalam
reformasi Musthafa Kemal Ataturk selama 1920-an dan 1930-an di republic
baru Turki.
Sisi lain dari tarekat yang menjadi sorotan adalah bahwa tarekat
umumnya hanya berorientasi akhirat, tidak mementingkan dunia. Tarekat
menganjurkan banyak beribadah dan jangan mengikuti dunia ini karena
“Dunia ini adalah bangkai, yang mengejar dunia adalah anjing.”Ajaran ini

viii
“tampaknya” menyelewengkan umat Islam dari jalan yang harus ditempuhnya.
Demikian juga, sifat tawakal, menuggu apa saja yang datang, qadha dan qadar
yang sejalan dengan paham Asy’ariyah. Para pembaharu dalam dunia Islam
melaihat bahwa tarekat bukan hanya mencermarkan paham tauhid, tapi juga
membawa kemunduran bagi umat Islam. Bahkan, Schimmelmenyatakan
bahwa tarekat-tarekat sufi yang muncul dari kebutuhan merohanikan Islam
akhirnya menjadi unsure yang menyebabkan kemandegan orang-orang Islam.
C. Kritik Terhadap Tasawuf Falsafi
Tasawuf falsafi diwakili para sufi yang memadukan tasawuf dengan
filsafat, sebagaimana telah disebut di atas. Para sufiyang juga filosof ini
mendapat banyak kecaman dari para fuqaha, yang justru semakin keras akibat
pernyataan-pernyataanmereka yang panteistis. Di antara fuqaha yang paling
keras kecamannya terhadap golongan sufi yang juga filosof ialah Ibn
Taimiyah (meninggal pada tahun 728 H).
Dari mulut sebagian sufi lahir beberapa syathahat, yaitu ungkapan dari
isyarat-isyarat yang mereka sampaikan saat berada dalam keadaan mabuk
ketuhanan dan lenyapnya kesadaran, yang makna-maknanya tidak jelas bagi
orang yang belum mencapai kondisi rohani (ahwal) seperti mereka.
Ungkapan-ungkapan itu barangkalikeluar dari batas etika-etika syara’, tidak
pantas di hadapan Tuhan Yang Mahasuci, atau dari ungkapan-ungkapan itu
merembes paham ateisme. Sikap kita terhadap syathahat-syathahat mereka itu
tidak berbeda dengan sikap ulama salaf yang aneh. Dalam kaitan ini, Ibnu
Qayyim berkata,
“Ketahuilah bahwa dalam bahasa kaum sufi itu ada banyak metafora yang
banyak dimiliki oleh bahasa kaum yang lainnya.Ada pengungkapan hal
umum, tetapi yangdimaksud adalah hal yang khusus.Atau pengungkapan satu
kata, namun yang dimaksud adalah indikasinya, bukan makna yang
sebernarnya.Karena itu, mereka berkata, ‘Kami adalah para pemilik isyarat,
bukan pemilik ungkapan.Isyarat bagi kami, sedang ungkapan bagi orang
selain kami.’ Mereka (para sufi) terkadang mengungkapan satu frase yang
diungkapan ulang oleh orang ateisme. Dengan frase itu, para sufi

ix
menghendaki suatu makna bukan kerusakan. Oleh karena itu, frase itu
menjadi sebab timbulnya fitnah di antara dua kelompok. Satu kelompok
bersandar kedapa whir frase, lalu menilai yang mengungkapkan frase itu ahli
bid’ah dan menyesatkan. Sementara kelompok yang satu lagi memandang
maksud-maksud dan tujuan dari orang-orang sufi, lalu membenrkan ungkapn
dari isyarat-isyarat mereka itu. Maka orang yangmencari kebenaran (al-
haqq) akan menerimanya dari orang ahli kebenaran, dan menolak dari bukan
ahli kebeneran.”
Ibn Nadim, berlandaskan sumber-sumber tertentu yang bertentangan,
pada abad ke-10 berkata tentang Al-Hallaj:
“Al-Husayn ibn Mansur Al-Hallaj adalah seorang penipu dan tukang sulap
yang memberanikan diri masuk ke dalam pemikiran mazhabsufi,
mempengaruhi gaya bahasa mereka. Ia menyatakan menguasai setiap bidang
ilmu, tetapi pernyataan itu tidak berharga. Ia tahu sedikit tentang yang al-
hikmah. Ia bodoh, berani, patuh, tetapi tidak gentar di hadapan sultan,
berusaha melakukan hal-hal besar dan sungguh menginginkan suatu
perubahan dalam pemerintah. Di antara para pengikutnya ia mengaku
bersifat Ilahi, dan berbicara tentang penyatuan Ilahi…..”
Diantara hal yang paling penting yang dituduhkan oleh orang-orang
yang menentang kaum sufi adalah tuduhan yang bodoh dan palsu bahwa kaum
sufi menyakini hulul dan ittihad. Artinya, Allah menduduki seluruh bagian
bumi, baik di lautan, pegunungan bukit-bukit, pepohonan, manusia, hewan
dan sebagainya.Dengan kata lain, makhluk adalah Khaliq itu sendiri. Semua
yang dapat diraba dan dapat dilihat di alam imi merupakan Dzat Allah dan
diri-Nya.Mahasuci Allah dari semua itu.
Hulul dan ittihad tidak mungkin terjadi, kecuali dalam satu jenis.Allah
buaknlah jenis sehingga Dia tidak bisa menyatu dengan jenis-jenis
lainnya.Bagaimana yang Qadim menepati yang hadis, Khaliq menepati
mahluk? Jika yang dimaksud dengan hulul adalah maksudnya ‘aradh (lawan
dari esensi) ke dalam esensi, Allah bukanlah ‘aradh.Jika yang dimaksud
adalah masuknya esensi ke dalam esensi, Allah bukanlah esensi.Jika hulul dan

x
ittihad antara dua mahluk adalah sesuatu yang mustahil tidak mungkin dua
orang laki-laki menjadi satu orang laki-laki karena perbedaan zat keduanya
perbedaan antara Khaliq dan mahluk, antara Pembuat dan yang dibuat, dan
antara Dzat yang wajib ada dan sesuatu yang mungkin, lebih besar dan lebih
utama lagi.
Para ulama dan para sufi yang tulus terus berusaha menjelaskan
kesalahan pendapat tentang hulul dan ittihad, menunjukan kerusakannya, dan
memperingatkan kesesatannya.
Dalam Al-‘Aqidah Ash-Shughra, Syekh Muhyiddin ibn Arabi berkata,
“Mahatinggi Allah dari menepati yang hadis, atau yang hadis menempati-
Nya.” Dalam bab “Al-Asrar”, ia berkata, “Seorang ahli makrifat tidak boleh
berkata, ‘Aku adalah Allah,’ sekalipun dia sampai pada kedekatan yang
paling tinggi. Seorang ahli makrifat harus menjauhi perkataan seperti
ini.Hendaknya dia berkata, ‘Aku adalah hamba yang hina dalam perjalanan
menuju Engkau’.” Dalam bab ke-169, ia berkata, “Barang siapa yang berkata
tentang hulul, berate dia itu sakit. Mengaku berkata tentang ittihad, kecuali
orang murtad, sebagaimana orang yang berkata tentang hulul adalah orang
yang bodoh dan berlebih-lebihan.” Dalam bab yang sama,ia berkata, “Yang
hadis tidak akan terlepas dari sifat-sifat mahluk. Jika yang Qadim
menepatinya, benarlah perkataan ahli tajsim.Jadi, yang Qadim tidak
menepati dan tidak menjadi tempat.”
D. Kritik Praktik Tasawuf Secara Umum
Pembaharuan tasawuf Al-Ghazali, yaitu upayanya menehan gerakan
yang wakatnya melebih-lebihkan itu tidak berhasil, walaupun pengaruhnya
luar biasa.Gerakan mistisme menjadi sulit dikendalikan dan tidak dominan
lagi.Umat mengalami kemunduran yang selama dua abad terakhir ini mereka
berupaya keras mengatasi kemunduran ini. Ahli-ahli tetap mendisiplinkan
manusia untuk mematuhi Tuhan dan menjalankan syariat, memperdalam
komitmennya terhadap Islam dan menyucikan serta mengangkat jiwanya pada
jalan kebenaran, tasawuf menjadi penyakit yang menyebabkan atau bahkan
memperburuk gejala-gejala berikut:

xi
1. Kasyf (pencerahan genostik) menggantikan pengetahuan. Di bawah
tasawuf, dunia muslimmeninggalkan komitmennya untuk mencari
pengetahuan ilmiah yang rasional, dengan upaya mendapatkan visi
pengalaman mistis. Kaum muslim mengabaikan pertimbangan dan
pembuktian secara kritis dari berbagai alternatif terhadap pernyataan
esoterik, amalan, dan otoritarian dari syekh (pemimpin) sufi. Bila sikap
pikiran terhadap realitas berubah dan cenderung subjektif-esoteris
mengambil alih, semua ilmu pengetahuan akan tersingkir. Bila manusia
percaya kebenaran dapat diperoleh pengetahuan kritis, rasional, dan
empiris akan padam. Pada waktunya, matematika, tercampur aduk dengan
numerologi, astronomi, dengan astrologi, kimia dengan alkemi, dan pada
umumnya, rekayasa alam dengan sihir.
2. Karamah (mukjizat kecil), yang diajarkan tasawuf hanya mungkin dalam
keadaan pernyatuan atau komuni dengan Tuhan. Karamah yang
dibenarkan tasawuf sebagai anugerah yang dilimpahkan Tuhan kepada
orang yang sangat saleh, merusak perhatian muslim terhadap hubungan
sebab-akibat alamiah dan mengajarkannya untuk mencapai hasil melalui
metode konduksi spiritualistic. Menurut pemikiran, hubungan alamiah
sebab dengan akibat, sarana dengan tujuan, dihancurkan dan digantikan
oleh hubungan denganguru sufi yang mampu menampakan karamah
untuknya.
3. Taabbud, kerelaan untuk meninggalkan aktivitas sosial dan ekonomi untuk
melakukan ibadah spiritulistik sepenuhnya, dan komitmen untuk
mencurahkan segenap energi untuk berdzikir menjadi tujuan utama.
Sebenarnaya, Islam memerintakan pelaksanaan lima rukun Islam, tetapi
Islam memerintahkan juga pelaksanaan khilafah dan amanat Tuhan
4. Tawakal, kepasrahan total pada faktor spiritual untuk menghasilkan hasil-
hasil empiris, menggantikan keyakinan muslim terhadap kemujaraban
yang pasti dari hokum Tuhan dalam alam dan dari keharusan mutlak
campur tangan manusia kedalam rangkaian (nexus) sebab-akibat alam, jika
tujuan yang diproyeksikannya akan direalisasikan.

xii
5. Qismat, penyetujuan secara sembunyi-sembunyi dan pasif terhadap hasil
tindakan kekuatan di alam yang berubah-ubah mengantikan taklif, atau
kewajiban manusia untuk merajut, memotong, dan membentuk ulang
ruang-waktu untuk merealisasikan pola Ilahiyah di dalamnya. Bukannya
Amanah, atau asumsi manusia terhadap maksud Ilahiyah untuk ruang-
waktu sebagai alasan keberadaan pribadinya sendiri, tasawuf justru
mengajarkan jalan pintas melalui dzikir dan memperbesar harapan untuk
memanipulasi kekuatan adialam, yang membuka pintu bagi sihir, azimat,
dan klenik.
6. Fana’ dan Adam, bukan realitas, efemeralitas dan ketidakpentingan dunia,
mengantikan keseriusan muslim menyangkut eksistensi. Ini menutupi
kesadaran muslim akan status kosmisnya sebagai satu-satunya jembatan
untuk merealisasikan kehendak Tuhan sebagai nilai moral dalam ruang
dan waktu. Taswuf mengajarkan bahwa hidup didunia tak lain hanyalah
perjalanan singkat menuju alam baka. Bertentangan dengan prinsip Islam
bahwa realisasi akhir dari kemutlakan dalam ruang-waktu bukan satu-
satunya kemungkinan pasti, melainkan tugas mulia manusia,tasawuf justru
bahwa dunia bukanlah teater seperti itu, bahwa realisasi alam baka. Seperti
kata Al-Ghazali, realisasi ini menepatkan dunia di luar akal dan pikiran
waras.
7. Taat, kepatuhan mutlak dan total kepada syekh dari salah satu tarekat sufi
menggantikan tauhid, pengakuan bahwa tak ada Tuhan, kecuali Allah.
Pencapaian pengalaman mistis meniadakan syariat atau pelaksanaan
kewajiban sehari-hari dan kewajiban seumur hidup. Ini, bersama
metafisika panteistik tasawuf, mengaburkan semua gagasan etika Islam.
Gejala-gejala ini merusak kesehatan masyarakat muslim selama paruh
masa seribu tahun, sejak jatuhnya Baghdad ke tangan kaum Tatar pada
655/1257 sampai munculnya Wahhabiyah, gerakan pembaharuan antisufi
pertama, pada 1159/1747. Di bawah pesona sufi, orang Muslim menjadi
apolitis, asocial, amiliter, anetika, dan tidak produktif. Mereka tidak peduli
umat (persaudaraan dunia di bawah hukum moral), menjadi individualis, dan

xiii
menjadi egois yang tujuan utamanya adalah keselamatan diri, terserap dalam
keagungan Tuhan.Dia tak bergeming dengan kesengsaraan, kemiskinan, dan
keberataan masyarakat sendiri, serta nasib umat dalam sejarah.

xiv
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari uraian diatas bahwa tasawuf merupakan kebudayaan Islam,
namun dengan perubahan zaman tasawuf banyak terjadi penyimpangan-
penyimpangan. Ini merupakan aspek gejala sosial yang berbahaya bagi para
muslim didunia.
Sehingga menimbulkan kritik terhadap tasawuf yang berlatar
belakang insiden jejak yang terjadi pada permulaan abad ke-4 H, ketika
aliran-aliran kebatinan, Syi’ah, Qaramithah, dan kafir zindik memanfaatkan
tarekat-tarekat sufisme. Mereka menyebabkan Islam berada pada kondisi
yang berbahaya, tetapi sesungguhnya tak ada kelemahan bagi orang sufi.
Kejadian itu Ialah Ibnu Saba’, orang berdarah Yahudi memanfaatkan cinta
Ahl Al-Bait sebagai tipu daya. Dia menyebarkan benih fitnah dan perang sipil
yang menyebabkan wafatnya Khalifah Utsman bin Affan r.a. dan gugurnya
sekitar 10.000 orang sahabat dantabi’in sebagai syahid. Apakah peristiwa
tersebut ada kelalaian Ahl Al-Bait dan kecintaan terhadap Ali r.a.?
jawabannya tentu tidak. Demikian pula, paham tasawufvtidak boleh dicemari
dengannya.Tasawuf taka da kaitannya dengan fitnah tersebut.
B. Saran
Kami menyadari sepenuhnya jika makalah ini masih banyak kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kami meminta kritik yang
membangun dari para pembaca

xv
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Qadir Isa, Hakekat Tasawuf, terj. Khairul Amru Harahap, Lc. Dan Afrizal
Lubis, Lc. Qisthi Press, Jakarta, 2005.

Anwar Rosihon dkk, Ilmu Tasawuf, Penerbit: CV Pustaka Setia, Bandung, 2008.

Burhani, Ahmad Najib, 2002.,Tarekat Tanpa Tarekat : Jalan Baru Menjadi Sufi,
Serambi, Jakarta

HAMKA, 1978, Tasawuf: Perkembangan Dan Pemurniannya, Jakarta: Yayasan


NurulIslam.

Ihsan Ilahi Dhahir, Sejarah Hitam Tasawuf: Latar Belakang Kesesatan Kaum
Sufi, terj. Fadhli Bahri, Darul Falah, Jakarta, 2001.

Shihab, Alwi, 2001, Al-Tashawwuf Al-Islami Wa Atsaruhu Fi Al-Tashawwuf Al-


Indunisi Al'Mu' Ashir , Terj. Islam Sufistik: "Islam Pertama" Dan
Pengaruhnya Hingga Kini Di Indonesia, Bandung: Penerbit: Mizan.

xvi

Anda mungkin juga menyukai