Tafsir Tarbawi
Disusun Oleh:
FAKULTAS TARBIYAH
2023 M/1444 H
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb.
Segala puji bagi Allah SWT, yang telah memberi nikmat, rahmat serta
hidayah-Nya. Sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
Tafsir Tarbawi Tentang Kewajiban Belajar Mengajar dengan tepat waktu.
Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah di progam studi Pendidikan
Guru Agama Islam Fakultas Tarbiyah Universitas Ma’arif Lampung pada
semester Empat. Kami ucapkan terimakasih kepada Bapak Drs, Muhammad
Zaini, M.Pd.I selaku dosen pembimbing Mata kuliah Tafsir Tarbawi dan kepada
segenap pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Akhirnya kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih ada
banyak kekurangan, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang
konstruktif dari pembaca. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Wassalamualaikum. Wr.Wb.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
A. Latar Belakang..........................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................3
A..Kesimpulan................................................................................................18
B..Saran..........................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................19
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kemajuan peradaban manusia dewasa ini tak bisa dilepaskan dari
kemajuan ilmu pengetahuan yang menjadi warisan terbesar dari proses
pendidikan yang terjadi. Proses pendidikan itu dapat dikatakan berlangsung
dalam semua lingkungan pengalaman hidup manusia mulai dari
lingkupterkecil seperti keluarga, sekolah sampai kepada masyarakat luas. Hal
ini berlangsung dalam semua tahapan perkembangan seseorang sepanjang
hayatnya yang dikenal dengan istilah longlife education.
Dalam Islam pendidikan tidak dilaksanakan hanya dalam batasan
waktutertentu saja, melainkan dilakukan sepanjang usia. Islam juga
memotivasi pemeluknya untuk selalu membaca, menelaah dan meneliti segala
sesuatu yangmenjadi fenomena dan gejala yang terjadi di jagad alam raya ini
dalam rangkameningkatkan kualitas keilmuan dan pengetahuan yang pada
akhirnya akanmeningkatkan kualitas hidup dan kehidupannya. Dalam
pandangan Islam tuaatau muda, pria atau wanita, miskin atau kaya
mendapatkan porsi yang samadalam menuntut ilmu (pendidikan). Bukan
hanya pengetahuan yang terkait urusan ukhrowi saja yang ditekankan oleh
Islam, melainkan pengetahuan yangterkait dengan urusan duniawi juga.
Karena manusia dapat mencapaikebahagiaan hari kelak dengan melalui jalan
kehidupan dunia ini.Berbicara tentang pendidikan tidak bisa dilepaskan dari
pembahasantentang kegiatan belajar mengajar yang merupakan bagian tak
terpisahkan daridunia pendidikan itu sendiri. Belajar mengajar memiliki peran
yang sangat penting karena tanpa itu proses transformasi dan aktualisasi
pengetahuanmoderen sulit untuk diwujudkan. Maka pada kesempatan ini
penulis akanmembahas tentang kewajiban belajar dan mengajar dalam Q.S.
Al-alaq ayat 1-5, Q.S At-taubah ayat 122, Q.S Al-Ghosyiyah ayat17-20, Q.S
Ali Imron ayat 190-191, Q.S Al-Ankabut ayat 19-20.
iv
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Tafsir QS. Al- ‘Alaq Ayat 1-5?
2. Bagaimana Tafsir Surah Al Ghasyiyah Ayat 17-20?
3. Bagaimana Tafsir QS. Ali Imran : 190-191?
4. Bagaimana Tafsir QS. At – Taubah : 122 E. Tafsir QS. Al Ankabut 19-
20?
v
BAB II
PEMBAHASAN
) اْقَر ْأ2( ) َخ َلَق ا ْنَس اَن ِم ْن َع َلٍق1( اْقَر ْأ اْس ِم َر ِّبَك اَّلِذ ي َخ َلَق
ِإْل ِب
) َع َّلَم اِإْل ْنَس اَن َم ا َلْم َيْع َلْم4( ) اَّلِذ ي َع َّلَم ِباْلَقَلِم3( َو َر ُّبَك اَأْلْك َر ُم
)5(
Bacalah dengan ( menyebut) nama tuhanmu yang menciptakan. Dia
telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan tuhanmulah
yang paling pemurah. Yang mengajar ( manusia) dengan pena. Dia
mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS. Al – ‘Alaq :
1- 5)
Mufradat
اْقَر ْأ
َع َلٍق
segumpal darah Bacalah
vi
1. Tafsir dan Makna kandungan
vii
suatu sifat tambahan bagi makhluk manusia yang sempurna itu sehingga
penciptaannya jauh lebih mudah (daripada penciptaan manusia itu
sendiri). Dan mengingat bahwa kepandaian membaca merupakan suatu
kemampuan yang tak dapat dikuasai oleh seseorang kecuali dengan
mengulang-ulang serta membiasakan diri dengan apa yang ada pada
manusia lainya. Sesungguhnya zat yang maha menciptakan manusia,
sehingga menjadi Makhluknya yang paling mulia ia menciptakan dari
segumpal darah. Kemudian membekalinya dengan kemampuan
menguasai alam bumi, dan dengan ilmu pengetahuan bisa mengolah bumi
serta menguasai apa yang ada padanya untuk kepentingan umat manusia.
Oleh sebab itu Dzat Yang menciptakan manusia, mampu menjadikan
manusia yang paling sempurna, yaitu Nabi Shallallahu alaihi wa sallam
bisa membaca, sekalipun beliau belum pernah belajar membaca.
viii
َع َّلَم اِإْل ْنَس اَن َم ا َلْم َيْع َلْم
Sesungguhnya Dzat yang memerintahkan rasul-Nya membaca Dia lah
yang mengajarkan berbagai ilmu yang dinikmati oleh umat manusia,
sehingga manusia berbeda dari makhluk lainnya. Pada mulanya manusia
itu bodoh, ia tidak mengetahui apa-apa. Lalu apakah mengeherankan jika
ia mengajarimu (Muhammad) membaca dan mengajarimu berbagai ilmu
selain membaca, sedangkan engkau memiliki bakat unutk menerimanya?
Ayat ini merupakan dalil yang menunjukkan tentang keutamaan
membaca, menulis dan Ilmu pengetahuan.3
2. Tafsir Pendidikan Al-‘Alaq ayat 1-5
Beberapa hal yang dapat diambil untuk dijadikan pedoman hidup
dalam lingkungan pendidikan dari surat Al-‘Alaq ayat 1-5 yaitu :
a. Ayat 1 : Yaitu seorang muslim harus pandai baca tulis, Umat Islam
harus antusias membaca dan meneliti serta turut andil dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan
b. Ayat 2 : Yaitu, “Dia telah menciptakan manusia dari segumpal
darah”. Manusia disebut khusus dalam ayat ini, karena manusia diberi
kedudukan istimewa, dengan tubuh, panca indera, akal dan hati yang
sempurna. Alaqah adalah zygote yang sudah menempel di rahim ibu,
yang secara phisik tidak ada artinya dan lemah karena sewaktu-waktu
dapat gugur dari rahim ibunya.
c. Ayat 3 : Yaitu, didasarkan pada alasan bahwa membaca itu tidak akan
membekas dalamjiwa kecuali dengan pengulangan dan pembiasaan,
perintah Allah Ta’ala, untuk mengulang membaca berarti pula
mengulang apa yang dibaca Dengan cara demikian, bacaan tersebut
menjadi milik orang yang membacanya. Kata اقرأSebagaimana telah
diungkapkan diatas mengandung arti yang luas, mencakup segala
aktifitas yang berkaitan dengan membaca, mambandingkan atau
3
Ibid., hlm. 252
ix
menganalisis, semua itu secara keseluruhab berkaitan dengan proses
mendapatkan dan memindahlan ilmu pengetahuan.
d. Ayat 4 : Yaitu, “Yang mengajar (manusia) dengan perantaran
kalam”. Maksudnya, Allah Ta’ala mengajar manusia dengan
perantaraan tulis baca. Allah menciptakan alam untuk dijadikan pena,
dan memberikan kemampuan kepada manusia untuk menggunakan
pena tersebut.
e. Ayat 5 : Yaitu, “Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya”. Dengan adanya baca tulis manusia berkembang ilmu
pengetahunnya, agar dapat bermanfaat bagi generasi berikutnya . Dan
ketika semua keadaan orang yang terdahulu sudah terbukukan baik
yang baik maupun yang buruk, niscaya ilmu mereka menjadi pelita
yang memberikan petunjuk bagi pereode berikutnya, dan menjadi
tempat tolak untuk kemajuan kaum berikutnya dan kemajuan segala
bidang. Begitu juga ayat ini menjadi pengingat bahwa Allah telah
menjadikan manusia hidup, bisa berfikir dari yang sebelumnya tidak
hidup dan tidak berfikir, tidak berbentuk dan tidak mempunyai rupa,
kemudian Allah mengajarkan hal penting yaitu tulisan dan
pengetahuan tentang segala sesuatu.4
3. Nilai Pendidikan dalam surah Al-‘Alaq ayat 1-5
a. Nilai Tauhid
Pendidikan islam tidak dapat dilepaskan dari nilai-nilai tauhid.
Hakikat ilmu bersumber dari Allah Ta’ala sebagaimana dijelaskan
dalam surah Al-‘Alaq. Dia megajari manusia dengan qalam dan ilmu.
Qalam adalah konsep tulis-baca yang memuat simbol penelitian dan
eksperimentasi ilmiah. Sedangkan ilmu adalah alat pendukung
manusia untuk meningkatkan harkat dan martabat kemanusiaanya.
Melalui konsep pendidikan dalam surah Al-‘Alaq, mengacu kepada
4
Colle Said,2016. Paradigma pendidikan dalam perspektif surah Al-‘Alaq ayat 1-5.
Jurnal Studia Islamika. Vol. 13, No. 1, Juni 2016, hlm. 11
x
bagaimana membina manusia mengesakan Allah sebagai Dzat yang
maha mendidik
b. Nilai Akhlak
Mencermati secara komprehensif spirit dan pesan 5 ayat pertama
dari surah Al-‘Alaq memberikan pengertian tentang pentingnya
pendidikan akhlak dalamkehidupan manusia, dimana dengan
pendidikan akhlak yang diberikan dan kepada manusia akan
menghasikan pribadi yang bermoral, memiliki jiwa yang bersih,
kemauan yang keras, cita-cita yang benar dan akhlak yang tinggi,
menghormati kewajiban dan pelaksanaanya, menghormati hak-hak
manusia dan hak Allah sebagai pencipta.5
B. Tafsir Surah Al Ghasyiyah Ayat 17-20
) َو ِإَلى الَّس َم اِء َك ْيَف17( َأَفاَل َيْنُظُروَن ِإَلى اِإْل ِبِل َك ْيَف ُخ ِلَقْت
) َو ِإَلى اَأْلْر ِض19( ) َو ِإَلى اْلِج َباِل َك ْيَف ُنِص َبْت18( ُِفَع ْت
20( َك ْيَف ُس ِط َح ْت
Maka tidaklah mereka memperhatikan unta, bagaimana diciptakan?
Dan langit, bagaimana ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaimana
ditegakkan?Dan bumi bagaimana dihamparkan? (QS. Al – Ghasyiyah : 17 -
20)
Mufradat
5
Ibid., hlm.21-24
xi
Ditinggikan ُر ِفَع ْت
xii
Oleh sebab itu, seandainya ada orang yang mengingkari maupun yang lalai
itu mau memperhatikan sbagian dari yang mereka saksikan sehari-hari,
niscaya mereka akan menyadari bahwa semua itu adalah ciptaan yang tak
mungkin terwujud dan terpelihara kecuali oleh adanya pencipta, yaitu
Allah Ta’ala. Dan Ia yang maha kuasa atas semua penciptaan itu, lalu
memeliharanya dan mengaturnya dalam suatu tatanan yang dibangun-Nya
atas dasar hikmah, nisacaya Dia mahakuasa pula untuk membangkitkan
kembali manusia pada suatu hari ketika semua pelaku menerima setiap
balasan atas segala perbuatanya. Dan bagaimana Allah Ta’ala, telah
menciptakan semua itu, sedangkan manusia tidak mengetahui cara
penciptaanya, dan yang mereka ketahui hanyalah apa yang disaksikanya
saja, maka apabila keadaanya sudah begitu jelas, maka yang diperlukan
hanyalah sekedar peringatan dan penalaran, yang dapat membuakan
pelajaran dan kesadaran.7
7
Ibid., hlm. 148-149.
xiii
C. Tafsir QS. Ali Imran : 190-191
ِإَّن ِفي َخ ْلِق الَّس َم اَو اِت َو اَأْلْر ِض َو اْخ ِتاَل ِف الَّلْيِل َو الَّنَهاِر آَل َياٍت
اَّلِذ يَن َيْذ ُك ُروَن َهَّللا ِقَياًم ا َو ُقُعوًد ا َو َع َلٰى ُج ُنوِبِهْم. ُأِلوِلي اَأْلْلَباِب
َو َيَتَفَّك ُروَن ِفي َخ ْلِق الَّس َم اَو اِت َو اَأْلْر ِض َر َّبَنا َم ا َخ َلْقَت َٰه َذ ا
َباِط اًل ُسْبَح اَنَك َفِقَنا َع َذ اَب الَّناِر
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih
bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang
berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk
atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan
langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau
menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami
dari siksa neraka. (QS. Ali Imran : 190 – 191)
Mufradat
mengingat Allah
َيْذ ُك ُروَن Langit
الَّس َم اَو اِت
َهَّللا
اَأْلْر ِض
Berdiri Bumi
ِقَياًم ا
َو ُقُعوًد ا الَّلْيِل
Duduk Malam
xiv
Memikirkan
َيَتَفَّك ُروَن orang-orang yang
اَأْلْلَباِب
berakal
1. Tafsir
a. Ayat 190 : Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman memperingatkan
kepada hamba – hamba-Nya bahwa apa yang diciptakan oleh-Nya
berupa langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, planet dan
bintang – bintang yang gemerlapan, lautan, gunung – gunung, hutan –
hutan, pohon – pohon dan tetumbuhan, bermacam – macam binatang
dan beraneka tambang, semua itu mengandung tanda – tanda yang
nyata bagi orang – orang yang memiliki akal yang sempurna, sehat dan
cerdas dan bukannya orang yang buta tuli pikirannya sebagaimana
digambarkan Allah dalan firman-Nya : 8 “Dan banyak sekali tanda –
tanda kekuasaan Allah di langit dan di bumi yang mereka melaluinya,
sedang mereka berpaling dari padanya.” (QS. Yusuf : 105)
b. Allah menyifatkan orang – orang yang berakal dan sehat itu bahwa
mereka selalu ingat kepada Allah dalam keadaan bagaimanapun
mereka berada; selagi duduk, berdiri, dan berbaringpun, mereka
memikirkan ciptaan Tuhan berupa langit dan bumi itu, mendalami dan
merenungkan hikmah yang terkandung dalam ciptaan itu yang
menandakan wujudnya Maha Pencipta yang Maha Agung dan Maha
Kuasa. Mereka merenungkan itu semua seraya berkata, “Ya Tuhan
kami, Engkau tidak menciptakan semua tanpa hikmah. Maha Suci
Engkau akan menciptakan sesuatu sia – sia belaka. Maka jauhkanlah
kami dari siksa neraka dengan hikmah-Mu dan kuasa-Mu, mudahkan
bagi kami mengerjakan amal – amal yang Engkau ridha, amal – amal
yang menunjukkan kami ke surga dan menjauhkan kami dari azab-Mu
yang pedih.9
8
Ibnu Katsir, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir, Terj. Salim Bahreisy dan Said
Bahreisy, Jilid 2, ( Surabaya : Bina Ilmu, 2005), hlm. 283
9
Ibnu Katsir, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir, hlm. 284.
xv
2. Nilai Pendidikan dalam Surah Ali – Imran ayat 190 – 191
Ayat ini menjelaskan bahwa segala sesuatu yang diciptakan oleh Allah
Ta’ala tidaklah sia – sia dan memiliki fungsi – fungsi tersendiri, dimana
fungsi tersebut jika digunakan sebagaimana mestinya akan mendatangkan
kemanfaatan yang banyak. Salah satu ciptaan Allah yang mulia adalah
akal. Akal manusia berfungsi untuk membedakan, memikirkan,
mengamati dan dan memahami segala fenomena yang terjadi di muka
bumi. Syariat memiliki pembatasan bahwa akal manusia harus tunduk
kepada wahyu, karena wahyu yang agung dari Allah Subhanahu wa Ta’ala
adalah sempurna, sedangkan akal manusia banyak memiliki kekurangan.
Maka dari itu, dalam mengajarkan suatu hal, akal perlu bimbingan wahyu
agar selaras dengan tujuan penciptaan manusia dan mendekati kepada
kesempurnaan syariat.
Berbeda halnya, dengan orang – orang yang tidak menggunakal
akal mereka dan hanya menjalani kehidupan tanpa tujuan, maupun
mereka yang mengedepankan akalnya sehingga melupakan wahyu. Di
dalam penciptaan alam semesta dan segala isinya, orang – orang yang
berakal senantiasa berusaha untuk meraih maksud dan tujuan dari
semua ciptaan ini, serta menjalankan apa yang telah ditetapkan untuk
dirinya yaitu beribadah kepada Allah. Pendidik hendaknya
menanamkan bahwa segala sesuatu memiliki tujuan. Jika manusia
sudah mengetahui tujuan hidupnya, maka langkah selanjutnya adalah
mencari cara bagaimana mencapai tujuan tersebut, yaitu dengan
berfikir, belajar dan mengajarkan hal tersebut kepada oranglain sebagai
bentuk tanggungjawab kepada Allah atas nikmat berupa pengetahuan.
xvi
D. Tafsir QS. At – Taubah : 122
َو َم ا َك اَن اْلُم ْؤ ِم ُنوَن ِلَيْنِفُروا َك اَّفًةۚ َفَلْو اَل َنَفَر ِم ْن ُك ِّل ِفْر َقٍة ِم ْنُهْم
َطاِئَفٌة ِلَيَتَفَّقُهوا ِفي الِّد يِن َو ِلُيْنِذ ُروا َقْو َم ُهْم ِإَذ ا َرَج ُعوا ِإَلْيِهْم َلَع َّلُهْم
َيْح َذ ُروَن
“Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan
perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka
beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan
untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali
kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (QS. At-Taubah : 122)
Mufadat
xvii
Menurut riwayat Al Kalabi dari Ibnu Abbas, bahwa beliau
mengatakan, “Setelah Allah mengecam keras terhadap orang-orang yang tidak
menyertai Rasul dalam peperangan, maka tidak seorang pun diantara kami
yang tinggal untuk tidak menyertai bala tentara atau utusan perang buat
selama-lamanya. Hal itu benar-benar mereka lakukan, sehingga tinggallah
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam sendirian”, maka turunlah wahyu,
“”وما كان المؤمنون
…وما كان المؤمنون لينفروا كآفة
Tidaklah patut bagi orang-orang mukmin, dan juga tidak dituntut
supaya mereka seluruhnya berangkat menyertai setiap utusan perang yang
keluar menuju medan perjuangan. Karena, perang itu sebenarnya fardhu
kifayah, yang apabila telah dilaksanakan oleh sebagian maka gugurlah yang
lain, bukan fardhu ‘ain, yang wajib dilakukan setiap orang. Perang barulah
menjadi wajib, apabila Rasul sendiri keluar dan mengerahkan kaum mukmin
menuju medan perang. (Al Maraghi, 1987:84-85)
Menurut Al-Maraghi ayat tersebut memberi isyarat tentang kewajiban
memperdalam ilmu agama serta menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan
untuk mempelajarinya di dalam suatu negeri yang telah didirikan serta
mengajarkannya kepada manusia berdasarkan kadar yang diperkirakan dapat
memberikan kemaslahatan kepada mereka sehingga tidak membiarkan mereka
tidak mengetahui hukum-hukum agama yang pada umumnya harus diketahui
oleh orang-orang yang beriman.
E. Tafsir QS. Al Ankabut 19-20
َأَو َلْم َيَر ْو ا َك ْيَف ُيْبِد ُئ ُهَّللا اْلَخ ْلَق ُثَّم ُيِع يُد ُهۚ ِإَّن َٰذ ِلَك َع َلى ِهَّللا
َيِس يٌر۞ ُقْل ِس يُروا ِفي اَأْلْر ِض َفاْنُظُروا َك ْيَف َبَد َأ اْلَخ ْلَق ۚ ُثَّم
۞ُهَّللا ُيْنِش ُئ الَّنْش َأَة اآْل ِخ َر َةۚ ِإَّن َهَّللا َع َلٰى ُك ِّل َش ْي ٍء َقِد يٌر
“Dan apakah mereka tidak memperhatikan bagaimana Allah
menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian mengulanginya
(kembali). Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.
xviii
Katakanlah: "Berjalanlah di (muka) bumi, maka perhatikanlah bagaimana
Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian Allah
menjadikannya sekali lagi. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu.” (QS. Al – Ankabut : 19 -20)
1. Makna Mufradat
Dalam makna mufradat pada surat Al-Ankabut ayat 19 Kata (
)َيَر ْو اyarau terambil dari kata ra’a yang adapat berarti melihat dengan mata
kepala atau mata hati atau memikirkan atau memperhatikan.
Kata ( )ُيْب ِد ُئyubdi’u terambil dari kata bada’a. kata yang terdiri dari
huruf-hurufba’, dal’ dan hamzah, berkisar maknanya pada memulai
sesuatu.
Sementara ulama membatasi kata ( )اْلَخ ْلَقal-khalq pada ayat ini dalam
pengertian manusia. Ini karena mereka memaknai kata ( )ُيِع يُد ُهyu’iduhu atau
mengulanginya yakni mengembalikan manusia hidup kembali diakhirat
setelah kematiannya didunia ini.
Sedangkan makna mufradat surat Al-Ankabut ayat 20 kata ( )الَّنْش َأَةan-
nasy’ yaitu kejadian. akhirat yang digunakan dalam ayat ini menunjukkan
terjadinya sekali kejadian.
Penyebutan kata Allah pada firman-Nya: kemudian Allah
menjadikannya di kali lain- walaupun telah disebut nama agung itu
ketika berbicara tentang penciptaan pertama kali, untuk menegaskan
bahwa yang memulai penciptaan yaitu Allah, Dia juga melakukan kejadian
pengulangannya.
Perintah berjalan yang dirangkaikan dengan perintah melihat seperti
firmannya ( )َف اْنُظُروا اَأْلْر ِض ِفي ِس يُرواstru fi al-ardhi fanzhuru, ditemukan
sebanyak tujuh kali dalam Al-Qur’an. Ini mengisyaratkan perlunya
melakukan apa yang diistilahkan dengan wisata ziarah.
2. Tafsir
Dalam tafsir pada surat Al-Ankabut ayat 19 adalah Sebenarnya
menciptakan pertama kali, sama saja bagi Allah dengan menghidupkan
kembali. Keduanya adalah memberi wujud terhadap sesuatu, kalau pada
xix
penciptaan pertama yang wujud belum pernah ada, dan ternyata dapat
wujud maka penciptaan kedua juga memberi wujud dan ini dalam logika
manusia tertentu lebih mudah serta lebih logis daripada penciptaan
pertama itu.
Dikali pertama Allah mampu menciptakan manusia tanpa contoh
terlebih dahulu. Maka kini setelah kalian menjadi tulang atau bahkan natu
atau besi pun Allah akan mampu. Bukankah menurut logika kalian lebih
mudah menciptakan sesuatu yang telah ada bahannya dan ada juga
pengalaman melakukannya, daripada menciptakan pertama kali dan tanpa
contoh terlebih dahulu.
Kemudian tafsir surat Al-Ankabut ayat 20 adalah pengarahan Allah
swt untuk melakukan riset tentang asal-usul kehidupan lalu kemudian
menjadikannya bukti ketika mengetahuinya tentang keniscayaan
kehidupan akhirat. Dalam Al-Qur’an surat ini memberi arahan-arahannya
sesuai dengan kehidupan manusia dalam berbagai generasi, serta tingkat,
konteks, dan sarana yang meraka miliki. Masing-masing menerapkan
sesuai dengan kondisi kehidupan dan kemampuannya dan dalam saat yang
sama terbuka peluang bagi peningkatan guna kemaslahatan hidup manusia
dan perkembangannya tanpa henti.
xx
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Yang dimakud dengan belajar mengajar (pendidikan) dalam arti yang
seluas-luasnya disini adalah pendidikan yang bukan hanya berarti formal
seperti disekolah, tetapi juga yang informal dan nonformal. Yaitu pendidikan
dan pengajaran yang dilakukan oleh siapa saja yang memiliki ilmu
pengetahuan dan keahlian, kepada siapa saja yang membutuhkan, dimana saja
mereka berada, menggunakan sarana apa saja, dengan cara-cara apa saja,
sepanjang hayat manusia itu.
Kegiatan Belajar mengajar adalah kewajiban bagi setiap muslim, al-
qur’an menjelaskan tentang kewajiban belajar mengajar yaitu :
1. Q.S. Al-alaq ayat 1-5, kewajiban untuk membaca Dan mengkaji ilmu.
2. Q.S Al-Ghasiyah ayat 17-20, kewajiban untuk mengkaji keagungan Allah
SWT.
3. Q.S At-taubah ayat 122, kewajiban memperdalam Dan menyebarkan ilmu
yang bermanfaat bagi kemaslahatan banyak orang.
4. Q.S Ali-Imran ayat 191, kewajiban untuk dzikir dan pikir, tawakkal dan
ridha, berserah dan mengakui kelemahan diri.
5. Q.S Al-Ankabut ayat 19-20. Kewajiban untuk melakukan perjalanan Dan
observasi lapangan guna mendapatkan bukti-bukti yang mendudkung
pembelajaran.
B. Saran
Kami menyadari sepenuhnya jika makalah ini masih banyak kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kami meminta kritik yang
membangun dari para pembaca
xxi
DAFTAR PUSTAKA
Abduh, Muhammad. 1999. Tafsir Juz ‘Amma, Terj. Muhammad Bagir. Bandung : Mizan
Al –Jauziyyah, Ibnul Qayyim. 2017. Miftaah Daaris Sa’aadah. Jakarta : Pustaka Imam
Syafi’i
Fahd, Tim Ulama Mushaf Syarif Mujamak Malik. 2019. Terjemah At – Tafsir Al –
Muyassar, Cet III. Sukoharjo : Al Qowam
Katsir, Ibnu. 2005. Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir, Terj. Salim Bahreisy dan Said
Bahreisy, Jilid 2. Surabaya : Bina Ilmu
Said, Colle. 2016. Paradigma Pendidikan dalam Perspektif surah Al-‘Alaq Ayat 1-5.
Jurnal Studia Islamika. Vol. 13, No. 1, Juni 2016, hlm. 11
Thalhah, Ali bin Abu. 2009. Tafsir Ibnu Abbas. Jakarta : Pustaka Azzam
xxii