DOSEN PENGAMPU
Disusun Oleh
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
2
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian Belajar dan mengajar dalam Al-Qur’an?
2. Bagaimana tafsir surat Al-Alaq ayat 1-5?
3. Bagaimana tafsir surat At-Taubah ayat 122?
4. Bagaimana tafsir surat Al-Ghosyiyah ayat17-20?
5. Bagaimana tafsir surat Ali Imron ayat 190-191?
6. Bagaimana tafsir surat Al-Ankabut ayat 19-20?
7. Bagaimana hadist tentang kewajiban belajar mengajar?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Belajar dan mengajar dalam Al-Qur’an,
2. Untuk mengetahui tafsir surat Al-Alaq ayat 1-5,
3. Untuk mengetahui tafsir surat At-Taubah ayat 122,
4. Untuk mengetahui tafsir surat Al-Ghosyiyah ayat17-20,
5. Untuk mengetahui tafsir surat Ali Imron ayat 190-191,
6. Untuk mengetahui tafsir surat Al-Ankabut ayat 19-20.
7. Untuk mengetahui hadist tentang kewajiban belajar mengajar
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
islam, menjadi petunjuk, sebagai tanda atas kebesaran Rasul,serta penjelasan atas
kenabian dan kerasulannya, juga sebagai dalil yang kuat dihari kemudian.
5
Sesungguhnya zat yang maha menciptakan manusia, sehingga menjadi
Makhluknya yang paling mulia ia menciptakan dari segumpal darah ('Alaq).
Kemudian membekalinya dengan kemampuan menguasai alam bumi, dan dengan
ilmu pengetahuan bisa mengolah bumi serta menguasai apa yang ada padanya
untuk kepentingan umat manusia. Oleh sebab itu Zat Yang menciptakan manusia,
mampu menjadikan manusia yang paling sempurna, yaitu Nabi SAW bisa
membaca, sekalipun beliau belum pernah belajar membaca.
َ ُّاِ ْق َرْأ َو َرب
ك ااْل َ ْك َر ۙ ُم
Perintah ini diulang-ulang, sebab membaca tidak akan bisameresap ke dalam
jiwa, melainkan setelah di ulang ulang dan dibiasakan.Berulang ulangnya perintah
Illahi bepengertian sama dengan berulangulangnya membaca. Dengan demikian
maka membaca itu merupakan bakat Nabi SAW. Tuhanmu maha pemurah kepada
orang yang memohon pemberian-Nya. Baginya amat mudah menganugerahkan
kepandaianmembaca kepadamu, berkat kemurahan-Nya. Kemudian
Allahmenambahkan ketentraman Nabi SAW. Atas bakat baru yang ia
milikimelalui firman-Nya :
الَّ ِذيْ َعلَّ َم بِ ْالقَلَ ۙ ِم
Yang menjadikan pena sebagai sarana berkomunikasi antar sesama manusia,
sekalipun letaknya saling berjauhan. Dan ia tak ubahnyalisan yang bicara. Qalam
atau pena, adalah benda mati yang tidak bisamemberikan pengertian. Oleh karena
itu Zat yang menciptakan bendamati bisa menjadi alat komunikasi –
sesungguhnya tidak ada kesulitan bagi-Nya menjadikan dirimu (Muhammad) bisa
membaca dan memberi penjelasan serta pengajaran. Apalagi engkau manusia
yang sempurna.
Disini Allah menyatakan bahwa dirinyalah yang telahmenciptakan manusia
dari 'alaq, kemudian mengajari manusia dengan perantara qalam. Demikian itu
agar manusia menyadari bahwa dirinyadiciptakan dari sesuatu yang paling hina,
hingga ia mencapaikesempurnaan kemanusiaannya dengan pengetahuannya
tentang hakekatsegala sesuatu. Seolah-olah ayat ini mengatakan "Renungkanlah
wahaimanusia! Kelak engkau akan menjumpai dirimu telah berpindah
daritingkatan yang paling randah dan hina, kepada tingkatan paling
6
mulia.Demikian itu tentu ada kekuatan yang mengaturnya dan kekuatan
yangmenciptakan kesemuanya dengan baik". Kemudian Allah menambahkan
penjelasan-Nya dengan menyebutkan nikmat-nikmat-Nya kepadamanusia melalui
firmannya :
َعلَّ َم ااْل ِ ْن َسانَ َما لَ ْم يَ ْعلَ ۗ ْم
Sesungguhnya Zat yang memerintahkan Rasul-Nya membaca Dialah yang
mengajarkan berbagai ilmu yang dinikmati oleh umat manusia,sehingga manusia
berbeda dari makhluk lainnya. Pada mulanya manusiaitu bodoh, ia tidak
mengetahui apa-apa. Lalu apakah mengeherankan jikaia mengajarimu
(Muhammad) membaca dan mengajarimu berbagai ilmuselain membaca,
sedangkan engkau memiliki bakat unutk menerimanya?Ayat ini merupakan dalil
yang menunjukkan tentang keutamaanmembaca, menulis, dan ilmu pengetahuan.
3. Tafsir Surat At-Taubah Ayat 122
َۡو َما َكانَ ۡال ُم ۡؤ ِمنُ ۡونَ لِيَ ۡنفِر ُۡوا َكٓافَّ ةً ؕ فَلَ ۡواَل نَفَ َر ِم ۡن ُكلِّ فِ ۡرقَ ٍة ِّم ۡنهُمۡ طَ ِٕٓاٮفَةٌ لِّيَـتَفَقَّه ُۡوا فِى الد ِّۡي ِن َو لِي ُۡن ِذر ُۡوا قَ ۡو َمهُم
َاِ َذا َر َجع ُۡۤوا اِلَ ۡي ِهمۡ لَ َعلَّهُمۡ يَ ۡح َذر ُۡون
“tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang).
mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang
untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi
peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya
mereka itu dapat menjaga dirinya”.
Asbabun Nuzul Q.S. At-Taubah: 122
Dalam suatu riwayat dikemukakan, ketika turun ayat illatanfiru
yu’adzdzibkum ‘adzaban alima (jika kamu tidak berangkat untuk berperang,
niscaya Allah menyiksa kamu dengan siksa yang pedih) (QS. at-Taubah: 39). Ada
beberapa orang yang jauh dari kota yang tidak ikut berperang karena mengajar
kaumnya. Kaum munafik berkata: “celakalah orang-orang di kampung itu karena
ada orang-orang yang meninggalkan dirinya yang tidak turut berjihad bersama
Rasulullah.” Maka turunlah ayat ini (QS. at-Taubah: 122) yang membenarkan
orang-orang yang meninggaalkan diri (tidak ikut berperang) untuk memperdalam
7
ilmu dan menyebarkannya kepada kaumnya. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim
yang bersumber dari ‘ikrimah).
Dalam riwayat lain di kemukakan bahwa kaum mukmin, karena
kesungguhannya ingin berjihad, apabila di seru oleh Rasulullah saw, untuk
berangkat ke medan perang, mereka serta merta berangkat meninggalkan Nabi
saw. Beserta orang-orang yang lemah. Ayat ini (QS. at-Taubah: 122) turun
sebagai larangan kepada kaum mukmin untuk bersama-sama berangkat
seluruhnya, tetapi harus ada yang menetap untuk memperdalam pengetahuan
agama. (Diriwayatkan oleh Ibnu Hatim yang bersumber dari ‘Abdullah bin
‘Umair).
Mafhum Tarbawi
Sesungguhnya belajar dan mengajarkan adalah suatu kewajiban bagi umat
Islam, Islam memberikan motivasi bagi umatnya dengan pahala yang berlipat
ganda, orang yang menuntut ilmu pahalanya seperti orang yang berjihad di jalan
Allah dan orang yang mengajarkan ilmu adalah seperti pahala orang yang belajar
darinya, dan ia masih memiliki kelebihan darinya. Oleh karena itu, pelajarilah
ilmu dari ahlinya dan ajarkanlah kepada orang lain sebagaimana ulama telah
mengajarkan kepadanya.
Tafsir Mufradat
Berangkat perang = نفر – ينفر: لينفروا
= لوال: فلوال
Kata-kata yang berarti anjuran dan dorongan melakukan sesuatu yang
disebutkan sesudah kata-kata tersebut, apabila hal itu terjadi di masa yang akan
datang. Tapi laula juga berarti kecaman atas meninggalkan perbuatan yang
disebutkan sesudah kata itu, apabila merupakan hal yang telah lewat. Apabila hal
yang dimaksud merupakan perkara yang mungkin dialami, maka bisa juga laula,
itu berarti perintah mengerjakannya.
= Kelompok besar الفرقة: فرقة
= Kelompok kecil الطآئفة: طآئفة
= تفقه – يتفقه: ليتفقهوا
8
Berusaha keras untuk mendalami dan memahami suatu perkara dengan susah
payah untuk memperolehnya.
= Menakut-nakuti أنذر – ينذر: لينذروا
= Berhati-hati حذر – يحذر: يحذرون
Tafsir
Ayat ini menerangkan kelengkapan dari hukum-hukum yang menyangkut
perjuangan. Yakni, hukum mencari ilmu dan mendalami agama. Artinya, bahwa
pendalaman ilmu agama itu merupakan cara berjuang dengan menggunakan
hujjah dan penyampaian bukti-bukti, dan juga merupakan rukun terpenting dalam
menyeru kepada iman dan menegakkan sendi-sendi islam. Karena perjuangan
yang menggunakan pedang itu sendiri tidak disyari’atkan kecuali untuk menjadi
benteng dan pagar dari dakwah tersebut, agar jangan dipermainkan oleh tangan-
tangan ceroboh dari orang-orang kafir dan munafik.
Menurut riwayat Al Kalabi dari Ibnu Abbas, bahwa beliau mengatakan,
“Setelah Allah mengecam keras terhadap orang-orang yang tidak menyertai Rasul
dalam peperangan, maka tidak seorang pun diantara kami yang tinggal untuk tidak
menyertai bala tentara atau utusan perang buat selama-lamanya. Hal itu benar-
benar mereka lakukan, sehingga tinggallah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa
Sallam sendirian”, maka turunlah wahyu, “”وما كان المؤمنون
…وما كان المؤمنون لينفروا كآفة
Tidaklah patut bagi orang-orang mukmin, dan juga tidak dituntut supaya
mereka seluruhnya berangkat menyertai setiap utusan perang yang keluar menuju
medan perjuangan. Karena, perang itu sebenarnya fardhu kifayah, yang apabila
telah dilaksanakan oleh sebagian maka gugurlah yang lain, bukan fardhu ‘ain,
yang wajib dilakukan setiap orang. Perang barulah menjadi wajib, apabila Rasul
sendiri keluar dan mengerahkan kaum mukmin menuju medan perang. (Al
Maraghi, 1987:84-85)
Menurut Al-Maraghi ayat tersebut memberi isyarat tentang kewajiban
memperdalam ilmu agama serta menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan
untuk mempelajarinya di dalam suatu negeri yang telah didirikan serta
mengajarkannya kepada manusia berdasarkan kadar yang diperkirakan dapat
9
memberikan kemaslahatan kepada mereka sehingga tidak membiarkan mereka
tidak mengetahui hukum-hukum agama yang pada umumnya harus diketahui oleh
orang-orang yang beriman.
4. Tafsir surat Al-Ghosyiyah ayat17-20
اَفَاَل يَ ۡنظُر ُۡونَ اِلَى ااۡل ِ بِ ِل َك ۡيفَ ُخلِقَ ۡت
تْ ۗ َواِلَى ال َّس َم ۤا ِء َك ْيفَ ُرفِ َع
صبَ ۡتِ َُواِلَى ۡال ِجبَا ِل َك ۡيفَ ن
ض َك ۡيفَ ُس ِط َح ۡت اۡل
ِ َواِلَى ا َ ۡر
17. Maka Apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana Dia diciptakan,?
18. dan langit, bagaimana ia ditinggikan?
19. dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan?
20. dan bumi bagaimana ia dihamparkan?
Al-Maraghi mengatakan bahwa pada ayat 17 dipaparkan dalam
bentuk istifham (bertanya) yang mengandung pengertian sanggahan terhadap
keyakinan kaum kuffar dan sekaligus merupakan celaan atas sikap keingkaran
mereka kepada hari kebangkitan.
Sesungguhnya jika mereka yang ingkar dan ragu mau menggunakan akalnya
untuk memikirkan bagaimana perihal penciptaan unta, bagaimana langit
ditinggikan, bagaimana gunung ditegakkan, dan bagaimana bumi dihamparkan,
niscaya mereka akan mengetahui bahwa semuanya diciptakan dan dipelihara oleh
Allah. Kemudian Allah mengatur dan memelihara makhluknya dengan patokan
yang serba rapi dan bijaksana.
Ibnu Katsir menjelaskan bahwa Allah memerintahkan kepada para
hambanya untuk memperhatikan kepada makhluk-makhluknya yang
menunjukkan kepada kekuasaan dan keagungan-Nya, “apakah mereka tidak
memperhatikan unta bagaimana ia diciptakan?” Unta dikemukakan karena dia
merupakan ciptaan yang menakjubkan, susunan tubuhnya sungguh memikat dan
unta itu sendiri mempunyai kekuatan dan kekokohan yang luar biasa. “Dan langit
bagaimana ia ditinggikan?” yaitu Allah meninggikan langit dari bumi ini
merupakan peninggian yang sangat agung. “Dan gunung-gunung bagaiman ia
ditegakkan?” yaitu menjadikannya tertancap sehingga menjadi kokoh dan teguh
10
sehingga bumi tidak menjadi miring bersama penghuninya. “Dan bumi
bagaimana ia dihamparkan?” yaitu bagaimana dia dibentangkan, dipanjangkan,
dan dihamparkan.
Allah sengaja memaparkan semua ciptaan-Nya secara khusus, sebab bagi
orang yang berakal tentunya akan memikirkan apa yang ada disekitarnya.
Seseorang akan melihat unta yang dimilikinya. Pada saat ia mengangkat
pandangannya ke atas, ia melihat langit. Jika ia memalingkan pandangannya ke
kiri dan kanan, tampak di sekelilingnya gunung-gunung. Dan jika ia meluruskan
pandangannya atau menundukkannya, ia akan melihat bumi terhampar.
Asbabulnnuzul
Menurut Mustafa al Maraghi, Surat Al Ghasyiyah turun di Makkah setelah
surat Adz-Dzariyat sehinggga tergolong kelompok Surat Makiyah.Adapun
asbabun nuzul ayat ini adalah ketika turun ayat tentang siksaan neraka dan nikmat
surga di awal surat Al Ghosyiyah, orang-orang kafir takjub dan menganggap aneh
hal itu, maka Allah SWT menurunkan ayat lanjutannya yang menyuruh
memperhatikan benda-benda di alam sekitar agar bisa memahami kebenaran akan
akhirat nanti.
Aspek Tarbawi
1. Seorang muslim hendaknya mengetahui bahwa Allah SAW Maha
Kuasa atas segala sesuatu.
2. Seorang muslim hanya menyembah Allah SAW, bukan yang lain.
3. Seorang musim hendaknya senantiasa memikirkan semua makhluk
yang telah diciptakan oleh Allah SAW.
4. Seorang mulim hendaknya senantiasa mendakwahi dan mengarahkan
orang lain, serta mengajak mereka untuk selalu berada dalam jalan
kebenaran
5. Tafsir surat Ali Imron ayat 190-191
بِ ۙ ت اِّل ُولِى ااْل َ ْلبَاٍ ار اَل ٰ ٰي
ِ َف الَّ ْي ِل َوالنَّه ْ ض َو
ِ اختِاَل ِ ْت َوااْل َر ِ اِ َّن فِ ْي خَ ْل
ِ ق السَّمٰ ٰو
هّٰللا
ض َربَّنَا َما َخلَ ْقتَ ٰه َذا
ِ ۚ ت َوااْل َ ْر
ِ ق السَّمٰ ٰو ِ الَّ ِذيْنَ يَ ْذ ُك ُر ْونَ َ قِيَا ًما َّوقُ ُع ْودًا َّوع َٰلى ُجنُ ْوبِ ِه ْم َويَتَفَ َّك ُر ْونَ ِف ْي َخ ْل
ُ ۚ بَا ِطاًل
َ س ْب ٰحنَ َك فَقِنَا َع َذ
اب النَّا ِر
11
190. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam
dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal.
191. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau
dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan
bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini
dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka.
Tafsir Surat Ali Imran Ayat 190-191 ini disarikan dari Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir
Fi Zhilalil Quran, Tafsir Al Azhar dan Tafsir Al Munir.
Surat Ali Imran ayat 190 ini menjelaskan bahwa dalam penciptaan langit
dan bumi serta silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda kekuasaan
Allah bagi ulul albab. Yakni orang-orang yang berakal. Orang-orang yang mau
berpikir. Orang-orang yang mau memperhatikan alam. Orang-orang yang kritis.
Ibnu Katsir menjelaskan, surat Ali Imran ayat 190 ini memotivasi untuk
memperhatikan ketinggian langit dan keluasan bumi, tata letak dan semua yang
ada padanya mulai gunung hingga lautan. Mulai padang pasir hingga hutan. Mulai
hewan hingga tumbuhan dan pepohonan. Juga bintang-bintang.
12
“Renungkanlah alam, langit dan bumi. Langit yang melindungimu dan bumi yang
terhampar tempat kamu hidup,” kata Buya Hamka dalam Tafsir Al Azhar.
“Pergunakanlah pikiranmu dan tiliklah pergantian antara siang dan malam.
Semuanya itu penuh dengan ayat-ayat, tanda-tanda kebesaran Allah.”
Ulul albab menurut Ibnu Katsir adalah orang yang memiliki akal sempurna
lagi memiliki kecerdasan. Sedangkan menurut Sayyid Qutb, ulul albab adalah
orang-orang yang memiliki pemikiran dan pemahaman yang benar.
Orang yang memahami bahwa penciptaan langit dan bumi serta pergantian
siang dan malam merupakan tanda-tanda kekuasaan Allah, mereka itulah ulul
albab. Sedangkan orang-orang bodoh, meskipun ia melihat langit dan bumi serta
melihat pergantian siang dan malam setiap hari, mereka tidak sampai pada
kebenaran itu. Meskipun secara akademis dikenal pandai. Karena itulah, Amr bin
Hisyam yang oleh kaumnya diberi gelar Abul Hakam, dalam Islam diberi gelar
Abu Jahal.
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau
dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan
bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini
dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.
Siapakah ulul albab yang disebutkan dalam Surat Ali Imran ayat 190?
Ayat 191 ini menjelaskannya. Bahwa ulul albab adalah orang yang banyak
berdzikir dan bertafakkur. Ia berdzikir dalam segala kondisi baik saat berdiri,
duduk ataupun berbaring. Ia juga mentafakkuri (memikirkan) penciptaan alam ini
13
hingga sampai pada kesimpulan bahwa Allah menciptakan alam tidak ada yang
sia-sia. Maka ia pun berdoa kepada Allah, memohon perlindungan dari siksa
neraka.
“Di sini bertemulah dua hal yang tidak terpisahkan yakni dzikir dan pikir,” kata
Buya Hamka dalam Tafsir Al Azhar.
Maka Hasan Al Basri mengatakan, “berpikir selama sesaat lebih baik daripada
berdiri shalat semalam.”
Umar bin Abdul Aziz mengatakan, “Berbicara untuk berdzikir kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala adalah baik dan berpikir tentang nikmat-nikmat Allah lebih
utama daripada ibadah.”
14
ِ َّاب الن
ار ِ ََربَّنَا َما خَ لَ ْقتَ ٰهَ َذا ب
َ َاطاًل ُس ْب َحان
َ ك فَقِنَا َع َذ
Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci
Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.
“Ucapan doa ini adalah lanjutan perasaan sesudah dzikir dan pikir, yaitu tawakkal
dan ridha, menyerah dan mengakui kelemahan diri,” kata Buya Hamka.
15
Sedangkan makna mufradat surat Al-Ankabut ayat 20 kata (َ)النَّ ْشــَأة an-
nasy’ yaitu kejadian. akhirat yang digunakan dalam ayat ini menunjukkan
terjadinya sekali kejadian.
Penyebutan kata Allah pada firman-Nya: kemudian Allah menjadikannya di
kali lain- walaupun telah disebut nama agung itu ketika berbicara tentang
penciptaan pertama kali, untuk menegaskan bahwa yang memulai penciptaan
yaitu Allah, Dia juga melakukan kejadian pengulangannya.
Perintah berjalan yang dirangkaikan dengan perintah melihat seperti
16
7. Hadist Kewajiban Belajar dan Mengajar
Hadist pertama
َ طَلَبُ ْال ِع ْل ِم فَ ِر ْي
ضةٌ َعلَى ُكلِّ ُم ْسلِ ٍم
Artinya : ”Mencari ilmu itu adalah wajib atas setiap muslim”. (HR. Ibnu Majah)
Artinya : ”Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia maka wajib baginya
memiliki ilmu, dan barang siapa yang menghendaki kehidupan Akherat, maka
wajib baginya memiliki ilmu, dan barang siapa menghendaki keduanya maka
wajib baginya memiliki ilmu”. (HR. Turmudzi).
Hadits tersebut memberikan pembelajaran kepada kita umat Islam agar
memiliki ilmu pengetahuan baik ilmu pengatahuan agama maupun ilmu
pengetahuan umum. Ilmu pengetahuan merupakan bekal kita untuk hidup di dunia
dan akhirat.
17
Ilmu pengetahuan itu memudahkan orang menuju surga. Hal itu mudah
dipahami karena dengan ilmu, seseorang mengetahui akidah yang benar, cara-cara
beribadah dengan benar, dan bentuk-bentuk akhlak yang mulia. Selain itu, orang
berilmu mengetahui pula hal-hal yang dapat merusak akidah tauhid, perkara-
perkara yang merusak pahala ibadah, dan memahami pula sifat dan akhlak-akhlak
jelek yang perlu dihindarinya. Semuanya itu akan membawanya ke surga di
akhirat, bahkan kesejahteraan di dunia ini.
Hadist ketiga
ك طَ ِريقًا يَ ْلتَ ِمسُ فِي ِه ِع ْل ًما َسهَّ َل هَّللا ُ لَهُ بِ ِه طَ ِريقًا ِإلَى ْال َجنَّ ِة
َ ََو َم ْن َسل
Artinya: “Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan
mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim)
18
BAB III
KESIMPULAN
19
DAFTAR PUSTAKA
Moh. Uzar Usman. 2005. Menjadi Guru Profesional. Remaja Rosda Karya:
Bandung.
Taufiq Muhammad, Izzuddin. 2006. Dalil Anfus Alqur’an Dan Embriologi (Ayat-
ayat Tentang Penciptaan Manusia. Tiga Serangkai : Solo.
Tim Redaksi Bahasa Indonesia. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Pusat
Bahasa : Jakarta.
Shihab, M Quraish. 2001. Wawasan Al-qur’an: Tafsir Maudhu’i Atas berbagai
Persoalan Umat . Mizan : Bandung.
Nadwi, Abdullah Abbas. 1996. Learning The Language Of The Holy Al-
Qur’an (Belajar Mudah Bahasa Al-Qur’an). Mizan : Bandung.
al-Maraghi, Ahmad Musthafa.tp th .Tafsir al-Maraghi, Jilid II, (Mesir: Dar al-
Fikr)
Shihab, M. Quraisy. 2002. Tafsir Al-Mishbah. Lentera Hati : Jakarta.
Hamka. 1983. Tafsir Al-Azhar Juz IV. Pustaka Panjimas: Jakarta.
Ar-Rifa’I, M. Nasib. 199. Tafsir Ibnu Katsir Jilid. I. Gema Insani Press: Jakarta.
“Tafsir Surat Al-alaq (1-5),Al-ghosyiyah (17-20), Ali Imron (190-191) Tafsir
Tarbawi”. Tafsir Nafila. 27 April 2017. Diakses pada 22 September 2021 pukul
10.12, http://tafsirnafila.blogspot.com/2017/04/tafsir-al-alaq-1-5-al-ghasyiyah-
17-20.html?m=1
Irsanti, Restiana. 2021. “Makalah Tafsir Tarbawi Kewajiban Belajar dalam
Alquran”,https://www.academia.edu/44931415/MAKALAH_TAFSIR_TARBA
WI_Kewajiban_Belajar_dalam_Al_Qur_an . Diakses pada 21 September 2021
pukul 10.15.
20