Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH TAFSIR TARBAWI

AYAT-AYAT TENTANG KEWAJIBAN BELAJAR DAN MENGAJAR

DOSEN PENGAMPU

Drs.H. Suratman, M.Ag

Disusun Oleh

Rakhmah Rizqi Nafisah 202100856

Reni Lestari 202100857

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM SUFYAN TSAURI (STAIS)
MAJENANG
CILACAP
2021

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kemajuan peradaban manusia dewasa ini tak bisa dilepaskan dari


kemajuan ilmu pengetahuan yang menjadi warisan terbesar dari proses pendidikan
yang terjadi. Proses pendidikan itu dapat dikatakan berlangsung dalam semua
lingkungan pengalaman hidup manusia mulai dari lingkupterkecil seperti
keluarga, sekolah sampai kepada masyarakat luas. Hal ini berlangsung dalam
semua tahapan perkembangan seseorang sepanjang hayatnya yang dikenal dengan
istilah longlife education.

Dalam Islam pendidikan tidak dilaksanakan hanya dalam batasan


waktutertentu saja, melainkan dilakukan sepanjang usia. Islam juga memotivasi
pemeluknya untuk selalu membaca, menelaah dan meneliti segala sesuatu
yangmenjadi fenomena dan gejala yang terjadi di jagad alam raya ini dalam
rangkameningkatkan kualitas keilmuan dan pengetahuan yang pada akhirnya
akanmeningkatkan kualitas hidup dan kehidupannya. Dalam pandangan Islam
tuaatau muda, pria atau wanita, miskin atau kaya mendapatkan porsi yang
samadalam menuntut ilmu (pendidikan). Bukan hanya pengetahuan yang terkait
urusan ukhrowi saja yang ditekankan oleh Islam, melainkan pengetahuan
yangterkait dengan urusan duniawi juga. Karena manusia dapat
mencapaikebahagiaan hari kelak dengan melalui jalan kehidupan dunia
ini.Berbicara tentang pendidikan tidak bisa dilepaskan dari pembahasantentang
kegiatan belajar mengajar yang merupakan bagian tak terpisahkan daridunia
pendidikan itu sendiri. Belajar mengajar memiliki peran yang sangat penting
karena tanpa itu proses transformasi dan aktualisasi pengetahuanmoderen sulit
untuk diwujudkan. Maka pada kesempatan ini penulis akanmembahas tentang
kewajiban belajar dan mengajar dalam Q.S. Al-alaq ayat 1-5, Q.S At-taubah ayat
122, Q.S Al-Ghosyiyah ayat17-20, Q.S Ali Imron ayat 190-191, Q.S Al-Ankabut
ayat 19-20.

2
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian Belajar dan mengajar dalam Al-Qur’an?
2. Bagaimana tafsir surat Al-Alaq ayat 1-5?
3. Bagaimana tafsir surat At-Taubah ayat 122?
4. Bagaimana tafsir surat Al-Ghosyiyah ayat17-20?
5. Bagaimana tafsir surat Ali Imron ayat 190-191?
6. Bagaimana tafsir surat Al-Ankabut ayat 19-20?
7. Bagaimana hadist tentang kewajiban belajar mengajar?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Belajar dan mengajar dalam Al-Qur’an,
2. Untuk mengetahui tafsir surat Al-Alaq ayat 1-5,
3. Untuk mengetahui tafsir surat At-Taubah ayat 122,
4. Untuk mengetahui tafsir surat Al-Ghosyiyah ayat17-20,
5. Untuk mengetahui tafsir surat Ali Imron ayat 190-191,
6. Untuk mengetahui tafsir surat Al-Ankabut ayat 19-20.
7. Untuk mengetahui hadist tentang kewajiban belajar mengajar

3
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Kewajiban Belajar dan Mengajar dalam Al-qur’an

Manusia dapat dikatakan sebagai makhluk belajar, karena “belajar” telah


dimulainya bahkan sebelum berbentuk sebagai manusia yaitu ketika masih
berbentuk spermatozoa yang belajar berusaha untuk mempertahankan
eksistensinya ditengah 200-600 juta spermatozoa lainnya yang berjuang untuk
survive menembus ovum untuk kemudian menjadi cikal bakal manusia yang
mendiami rahim. Banyak diantaranya yang gugur ditengah jalan dan uniknya
hanya satu atau dua sperma yang berhasil finish mencapai ovum dan terjadi
konsepsi, sementara yang lain mati dan menjadi nutrisi bagi ovum yang telah
dibuahi.

Secara sederhana, belajar berarti berusaha mengetahui sesuatu, berusaha


memperoleh ilmu pengetahuan (kepandaian, keterampilan). Belajar adalah sesuatu
yang menarik karena sebagai makhluk individu dan makhluk sosial manusia
selalu berusaha mengetahui sesuatu yang berada dalam lingkungannya untuk
menunjukkan eksistensi kemanusiaannya. Sedangkan mengajar adalah
memberikan serta menjelaskan kepada orang tentang suatu ilmu; memberi
pelajaran. Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa kegiatan belajar
mengajar merupakan suatu aktifitas yang dikerjakan dalam rangka memperoleh
ilmu pengetahuan, sedangkan dalam proses itu sendiri ada sipelajar yang
menerima ilmu dan ada guru yang memberikan pelajaran. Maka berbicara tentang
belajar mengajar, tidak bisa dilepaskan dari ilmu pengetahuan itu sendiri sebagai
objek dari kegiatan ini.

Al-Qur’an merupakan puncak dan penutup wahyu Allah yang


diperuntukkan bagi manusia, mengimaninya adalah bagian dari rukun iman,
disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara Malaikat Jibril as,
dan wahyu pertama yang diterima oleh Rasulullah SAW adalah suratal-‘Alaq ayat
1-5. Allah SWT menurunkan Al-Qur’an untuk menjadi undang-undang bagi umat

4
islam, menjadi petunjuk, sebagai tanda atas kebesaran Rasul,serta penjelasan atas
kenabian dan kerasulannya, juga sebagai dalil yang kuat dihari kemudian.

Kewajiban menuntut ilmu telah diterangkan dalam Al-Quran dan Hadits.


Belajar merupakan sebuah kewajiban bagi setiap manusia, karena dengan belajar
manusia bisa meningkatkan kemampuan dirinya. Dengan belajar, manusia
jugadapat mengetahui hal-hal yang sebelumnya tidak ia ketahui. Selanjutnya, kita
khususnya sebagai umat muslim haruslah lebih memperhatikan lagi dalam hal
belajar, karena di dalam agama Islam sudah dijelaskan keutamaan bagi para
penuntut ilmu.

2. Tafsir Surat Al-‘Alaq ayat 1-5

Berikut ini surat Al Alaq ayat 1-5 dan terjemahan:


َ ۚ َ‫اِ ْق َرْأ بِاس ِْم َربِّكَ الَّ ِذيْ خَ ل‬
‫ق‬
Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan,”
ٍ ۚ َ‫ق ااْل ِ ْن َسانَ ِم ْن َعل‬
‫ق‬ َ َ‫َخل‬
Artinya: “Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah”
َ ُّ‫اِ ۡق َر ۡا َو َرب‬
‫ك ااۡل َ ۡك َر ۙ ُم‬
Artinya: “Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Mahamulia”,
‫الَّ ِذ ۡى َعلَّ َم بِ ۡالقَلَ ۙ ِم‬
Artinya: “Yang mengajar (manusia) dengan pena”
ؕ ۡ‫َعلَّ َم ااۡل ِ ۡن َسانَ َما لَمۡ يَ ۡعلَم‬
Artinya: “Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya”.
 Tafsir Al-Maraghi surat Al-‘Alaq ayat 1-5
َ ۚ َ‫اِ ْق َرْأ بِاس ِْم َربِّكَ الَّ ِذيْ خَ ل‬
‫ق‬
Jadilah engkau orang yang bisa membaca berkat kekuasaan dankehendak
Allah yang telah menciptakanmu. Sebelum itu beliau tidak pandai membaca dan
menulis. Kemudian datang perintah Illahi agar beliau membaca, sekalipun tidak
bisa menulis. Dan Allah menurunkansebuah kitab kepadanya untuk dibaca,
sekalipun ia tidak bisa menulisnya.
ٍ ۚ َ‫ق ااْل ِ ْن َسانَ ِم ْن َعل‬
‫ق‬ َ َ‫َخل‬

5
Sesungguhnya zat yang maha menciptakan manusia, sehingga menjadi
Makhluknya yang paling mulia ia menciptakan dari segumpal darah ('Alaq).
Kemudian membekalinya dengan kemampuan menguasai alam bumi, dan dengan
ilmu pengetahuan bisa mengolah bumi serta menguasai apa yang ada padanya
untuk kepentingan umat manusia. Oleh sebab itu Zat Yang menciptakan manusia,
mampu menjadikan manusia yang paling sempurna, yaitu Nabi SAW bisa
membaca, sekalipun beliau belum pernah belajar membaca.
َ ُّ‫اِ ْق َرْأ َو َرب‬
‫ك ااْل َ ْك َر ۙ ُم‬
Perintah ini diulang-ulang, sebab membaca tidak akan bisameresap ke dalam
jiwa, melainkan setelah di ulang ulang dan dibiasakan.Berulang ulangnya perintah
Illahi bepengertian sama dengan berulangulangnya membaca. Dengan demikian
maka membaca itu merupakan bakat Nabi SAW. Tuhanmu maha pemurah kepada
orang yang memohon pemberian-Nya. Baginya amat mudah menganugerahkan
kepandaianmembaca kepadamu, berkat kemurahan-Nya. Kemudian
Allahmenambahkan ketentraman Nabi SAW. Atas bakat baru yang ia
milikimelalui firman-Nya :
‫الَّ ِذيْ َعلَّ َم بِ ْالقَلَ ۙ ِم‬
Yang menjadikan pena sebagai sarana berkomunikasi antar sesama manusia,
sekalipun letaknya saling berjauhan. Dan ia tak ubahnyalisan yang bicara. Qalam
atau pena, adalah benda mati yang tidak bisamemberikan pengertian. Oleh karena
itu Zat yang menciptakan bendamati bisa menjadi alat komunikasi –
sesungguhnya tidak ada kesulitan bagi-Nya menjadikan dirimu (Muhammad) bisa
membaca dan memberi penjelasan serta pengajaran. Apalagi engkau manusia
yang sempurna.
Disini Allah menyatakan bahwa dirinyalah yang telahmenciptakan manusia
dari 'alaq, kemudian mengajari manusia dengan perantara qalam. Demikian itu
agar manusia menyadari bahwa dirinyadiciptakan dari sesuatu yang paling hina,
hingga ia mencapaikesempurnaan kemanusiaannya dengan pengetahuannya
tentang hakekatsegala sesuatu. Seolah-olah ayat ini mengatakan "Renungkanlah
wahaimanusia! Kelak engkau akan menjumpai dirimu telah berpindah
daritingkatan yang paling randah dan hina, kepada tingkatan paling

6
mulia.Demikian itu tentu ada kekuatan yang mengaturnya dan kekuatan
yangmenciptakan kesemuanya dengan baik". Kemudian Allah menambahkan
penjelasan-Nya dengan menyebutkan nikmat-nikmat-Nya kepadamanusia melalui
firmannya :
‫َعلَّ َم ااْل ِ ْن َسانَ َما لَ ْم يَ ْعلَ ۗ ْم‬
Sesungguhnya Zat yang memerintahkan Rasul-Nya membaca Dialah yang
mengajarkan berbagai ilmu yang dinikmati oleh umat manusia,sehingga manusia
berbeda dari makhluk lainnya. Pada mulanya manusiaitu bodoh, ia tidak
mengetahui apa-apa. Lalu apakah mengeherankan jikaia mengajarimu
(Muhammad) membaca dan mengajarimu berbagai ilmuselain membaca,
sedangkan engkau memiliki bakat unutk menerimanya?Ayat ini merupakan dalil
yang menunjukkan tentang keutamaanmembaca, menulis, dan ilmu pengetahuan.
3. Tafsir Surat At-Taubah Ayat 122
ۡ‫َو َما َكانَ ۡال ُم ۡؤ ِمنُ ۡونَ لِيَ ۡنفِر ُۡوا َكٓافَّ ‌ةً ؕ فَلَ ۡواَل نَفَ َر ِم ۡن ُكلِّ فِ ۡرقَ ٍة ِّم ۡنهُمۡ طَ ِٕٓاٮفَةٌ لِّيَـتَفَقَّه ُۡوا فِى الد ِّۡي ِن َو لِي ُۡن ِذر ُۡوا قَ ۡو َمهُم‬
َ‫اِ َذا َر َجع ُۡۤوا اِلَ ۡي ِهمۡ لَ َعلَّهُمۡ يَ ۡح َذر ُۡون‬

“tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang).
mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang
untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi
peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya
mereka itu dapat menjaga dirinya”.
 Asbabun Nuzul Q.S. At-Taubah: 122
Dalam suatu riwayat dikemukakan, ketika turun ayat illatanfiru
yu’adzdzibkum ‘adzaban alima (jika kamu tidak berangkat untuk berperang,
niscaya Allah menyiksa kamu dengan siksa yang pedih) (QS. at-Taubah: 39). Ada
beberapa orang yang jauh dari kota yang tidak ikut berperang karena mengajar
kaumnya. Kaum munafik berkata: “celakalah orang-orang di kampung itu karena
ada orang-orang yang meninggalkan dirinya yang tidak turut berjihad bersama
Rasulullah.” Maka turunlah ayat ini (QS. at-Taubah: 122) yang membenarkan
orang-orang yang meninggaalkan diri (tidak ikut berperang) untuk memperdalam

7
ilmu dan menyebarkannya kepada kaumnya. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim
yang bersumber dari ‘ikrimah).
Dalam riwayat lain di kemukakan bahwa kaum mukmin, karena
kesungguhannya ingin berjihad, apabila di seru oleh Rasulullah saw, untuk
berangkat ke medan perang, mereka serta merta berangkat meninggalkan Nabi
saw. Beserta orang-orang yang lemah. Ayat ini (QS. at-Taubah: 122) turun
sebagai larangan kepada kaum mukmin untuk bersama-sama berangkat
seluruhnya, tetapi harus ada yang menetap untuk memperdalam pengetahuan
agama. (Diriwayatkan oleh Ibnu Hatim yang bersumber dari ‘Abdullah bin
‘Umair).
 Mafhum Tarbawi
Sesungguhnya belajar dan mengajarkan adalah suatu kewajiban bagi umat
Islam, Islam memberikan motivasi bagi umatnya dengan pahala yang berlipat
ganda, orang yang menuntut ilmu pahalanya seperti orang yang berjihad di jalan
Allah dan orang yang mengajarkan ilmu adalah seperti pahala orang yang belajar
darinya, dan ia masih memiliki kelebihan darinya. Oleh karena itu, pelajarilah
ilmu dari ahlinya dan ajarkanlah kepada orang lain sebagaimana ulama telah
mengajarkan kepadanya.
 Tafsir Mufradat
Berangkat perang =     ‫ نفر – ينفر‬:   ‫لينفروا‬
=            ‫ لوال‬:     ‫فلوال‬
Kata-kata yang berarti anjuran dan dorongan melakukan sesuatu yang
disebutkan sesudah kata-kata tersebut, apabila hal itu terjadi  di masa yang akan
datang. Tapi laula juga berarti kecaman atas meninggalkan perbuatan yang
disebutkan sesudah kata itu, apabila merupakan hal yang telah lewat. Apabila hal
yang dimaksud merupakan perkara yang mungkin dialami, maka bisa juga laula,
itu berarti perintah mengerjakannya.
= Kelompok besar           ‫ الفرقة‬:      ‫فرقة‬
= Kelompok kecil         ‫ الطآئفة‬:   ‫طآئفة‬
=   ‫ تفقه – يتفقه‬:  ‫ليتفقهوا‬

8
Berusaha keras untuk mendalami dan memahami suatu perkara dengan susah
payah untuk memperolehnya.
= Menakut-nakuti    ‫ أنذر – ينذر‬:   ‫لينذروا‬
= Berhati-hati   ‫ حذر – يحذر‬:  ‫يحذرون‬
 Tafsir
Ayat  ini menerangkan kelengkapan dari hukum-hukum yang menyangkut
perjuangan. Yakni, hukum mencari ilmu dan mendalami agama. Artinya, bahwa
pendalaman ilmu agama itu merupakan cara berjuang dengan menggunakan
hujjah dan penyampaian bukti-bukti, dan juga merupakan rukun terpenting dalam
menyeru kepada iman dan menegakkan sendi-sendi islam. Karena perjuangan
yang menggunakan pedang itu sendiri tidak disyari’atkan kecuali untuk menjadi
benteng dan pagar dari dakwah tersebut, agar jangan dipermainkan oleh tangan-
tangan ceroboh dari orang-orang kafir dan munafik.
Menurut riwayat  Al Kalabi dari Ibnu Abbas, bahwa beliau mengatakan,
“Setelah Allah mengecam keras terhadap orang-orang yang tidak menyertai Rasul
dalam peperangan, maka tidak seorang pun diantara kami yang tinggal untuk tidak
menyertai bala tentara atau utusan perang buat selama-lamanya. Hal itu benar-
benar mereka lakukan, sehingga tinggallah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa
Sallam sendirian”, maka turunlah wahyu, “‫”وما كان المؤمنون‬
…‫وما كان المؤمنون لينفروا كآفة‬
Tidaklah patut bagi orang-orang mukmin, dan juga tidak dituntut supaya
mereka seluruhnya berangkat menyertai setiap utusan perang yang keluar menuju
medan perjuangan. Karena, perang itu sebenarnya fardhu kifayah, yang apabila
telah dilaksanakan oleh sebagian maka gugurlah yang lain, bukan fardhu ‘ain,
yang wajib dilakukan setiap orang. Perang barulah menjadi wajib, apabila Rasul
sendiri keluar dan mengerahkan kaum mukmin menuju medan perang. (Al
Maraghi, 1987:84-85)
Menurut Al-Maraghi ayat tersebut memberi isyarat tentang kewajiban
memperdalam ilmu agama serta menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan
untuk mempelajarinya di dalam suatu negeri yang telah didirikan serta
mengajarkannya kepada manusia berdasarkan kadar yang diperkirakan dapat

9
memberikan kemaslahatan kepada mereka sehingga tidak membiarkan mereka
tidak mengetahui hukum-hukum agama yang pada umumnya harus diketahui oleh
orang-orang yang beriman.
4. Tafsir surat Al-Ghosyiyah ayat17-20
‫اَفَاَل يَ ۡنظُر ُۡونَ اِلَى ااۡل ِ بِ ِل َك ۡيفَ ُخلِقَ ۡت‬
‫ت‬ْ ۗ ‫َواِلَى ال َّس َم ۤا ِء َك ْيفَ ُرفِ َع‬
‫صبَ ۡت‬ِ ُ‫َواِلَى ۡال ِجبَا ِل َك ۡيفَ ن‬
‫ض َك ۡيفَ ُس ِط َح ۡت‬ ‫اۡل‬
ِ ‫َواِلَى ا َ ۡر‬
17. Maka Apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana Dia diciptakan,?
18. dan langit, bagaimana ia ditinggikan?
19. dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan?
20. dan bumi bagaimana ia dihamparkan?
Al-Maraghi mengatakan bahwa pada ayat 17 dipaparkan dalam
bentuk istifham (bertanya) yang mengandung pengertian sanggahan terhadap
keyakinan kaum kuffar dan sekaligus merupakan celaan atas sikap keingkaran
mereka kepada hari kebangkitan.
Sesungguhnya jika mereka yang ingkar dan ragu mau menggunakan akalnya
untuk memikirkan bagaimana perihal penciptaan unta, bagaimana langit
ditinggikan, bagaimana gunung ditegakkan, dan bagaimana bumi dihamparkan,
niscaya mereka  akan mengetahui bahwa semuanya diciptakan dan dipelihara oleh
Allah. Kemudian Allah mengatur dan memelihara makhluknya dengan patokan
yang serba rapi dan bijaksana.
Ibnu Katsir menjelaskan bahwa Allah memerintahkan kepada para
hambanya untuk memperhatikan kepada makhluk-makhluknya yang
menunjukkan kepada kekuasaan dan keagungan-Nya, “apakah mereka tidak
memperhatikan unta bagaimana ia diciptakan?” Unta dikemukakan karena dia
merupakan ciptaan yang menakjubkan, susunan tubuhnya sungguh memikat dan
unta itu sendiri mempunyai kekuatan dan kekokohan yang luar biasa. “Dan langit
bagaimana ia ditinggikan?” yaitu Allah meninggikan langit dari bumi ini
merupakan peninggian yang sangat agung. “Dan gunung-gunung bagaiman ia
ditegakkan?” yaitu menjadikannya tertancap sehingga menjadi kokoh dan teguh

10
sehingga bumi tidak menjadi miring bersama penghuninya. “Dan bumi
bagaimana ia dihamparkan?” yaitu bagaimana dia dibentangkan, dipanjangkan,
dan dihamparkan.
Allah sengaja memaparkan semua ciptaan-Nya secara khusus, sebab bagi
orang yang berakal tentunya akan memikirkan apa yang ada disekitarnya.
Seseorang akan melihat unta yang dimilikinya. Pada saat ia mengangkat
pandangannya ke atas, ia melihat langit. Jika ia memalingkan pandangannya ke
kiri dan kanan, tampak di sekelilingnya gunung-gunung. Dan jika ia meluruskan
pandangannya atau menundukkannya, ia akan melihat bumi terhampar.
 Asbabulnnuzul
Menurut Mustafa al Maraghi, Surat Al Ghasyiyah turun di Makkah setelah
surat Adz-Dzariyat sehinggga tergolong kelompok Surat Makiyah.Adapun
asbabun nuzul ayat ini adalah ketika turun ayat tentang siksaan neraka dan nikmat
surga di awal surat Al Ghosyiyah, orang-orang kafir takjub dan menganggap aneh
hal itu, maka Allah SWT menurunkan ayat lanjutannya yang menyuruh
memperhatikan benda-benda di alam sekitar agar bisa memahami kebenaran akan
akhirat nanti.
 Aspek Tarbawi
1. Seorang muslim hendaknya mengetahui bahwa Allah SAW Maha
Kuasa atas segala sesuatu.
2. Seorang muslim hanya menyembah Allah SAW, bukan yang lain.
3. Seorang musim hendaknya senantiasa memikirkan semua makhluk
yang telah diciptakan oleh Allah SAW.
4. Seorang mulim hendaknya senantiasa mendakwahi dan mengarahkan
orang lain, serta mengajak mereka untuk selalu berada dalam jalan
kebenaran
5. Tafsir surat Ali Imron ayat 190-191
‫ب‬ِ ۙ ‫ت اِّل ُولِى ااْل َ ْلبَا‬ٍ ‫ار اَل ٰ ٰي‬
ِ َ‫ف الَّ ْي ِل َوالنَّه‬ ْ ‫ض َو‬
ِ ‫اختِاَل‬ ِ ْ‫ت َوااْل َر‬ ِ ‫اِ َّن فِ ْي خَ ْل‬
ِ ‫ق السَّمٰ ٰو‬
‫هّٰللا‬
‫ض َربَّنَا َما َخلَ ْقتَ ٰه َذا‬
ِ ۚ ‫ت َوااْل َ ْر‬
ِ ‫ق السَّمٰ ٰو‬ ِ ‫الَّ ِذيْنَ يَ ْذ ُك ُر ْونَ َ قِيَا ًما َّوقُ ُع ْودًا َّوع َٰلى ُجنُ ْوبِ ِه ْم َويَتَفَ َّك ُر ْونَ ِف ْي َخ ْل‬
ُ ۚ ‫بَا ِطاًل‬
َ ‫س ْب ٰحنَ َك فَقِنَا َع َذ‬
‫اب النَّا ِر‬

11
190. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam
dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal.
191. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau
dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan
bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini
dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka.
Tafsir Surat Ali Imran Ayat 190-191 ini disarikan dari Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir
Fi Zhilalil Quran, Tafsir Al Azhar dan Tafsir Al Munir.

1) Ali Imran 190: Tanda Kekuasaan Allah

‫ب‬ ٍ ‫ار اَل ٰ ٰي‬


ِ ۙ ‫ت اِّل ُولِى ااْل َ ْلبَا‬ ِ َ‫ف الَّ ْي ِل َوالنَّه‬
ِ ‫اختِاَل‬ ِ ْ‫ت َوااْل َر‬
ْ ‫ض َو‬ ِ ‫اِ َّن فِ ْي خَ ْل‬
ِ ‫ق السَّمٰ ٰو‬
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam
dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.”

Surat Ali Imran ayat 190 ini menjelaskan bahwa dalam penciptaan langit
dan bumi serta silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda kekuasaan
Allah bagi ulul albab. Yakni orang-orang yang berakal. Orang-orang yang mau
berpikir. Orang-orang yang mau memperhatikan alam. Orang-orang yang kritis.

“Al Quran mengarahkan hati dan pandangan manusia secara berulang-


ulang dan intens untuk memperhatikan kitab yang terbuka (alam) ini, yang tidak
pernah berhenti halaman-halamannya berbolak-balik,” kata Sayyid Qutb
dalam Tafsir Fi Zilalil Quran. “Maka dalam setiap halamannya tampaklah ayat
yang mengesankan dan mengkonsentrasikan dalam fitrah yang sehat perasaan
terhadap kebenaran dan desain alam ini.”

Ibnu Katsir menjelaskan, surat Ali Imran ayat 190 ini memotivasi untuk
memperhatikan ketinggian langit dan keluasan bumi, tata letak dan semua yang
ada padanya mulai gunung hingga lautan. Mulai padang pasir hingga hutan. Mulai
hewan hingga tumbuhan dan pepohonan. Juga bintang-bintang.

12
“Renungkanlah alam, langit dan bumi. Langit yang melindungimu dan bumi yang
terhampar tempat kamu hidup,” kata Buya Hamka dalam Tafsir Al Azhar.
“Pergunakanlah pikiranmu dan tiliklah pergantian antara siang dan malam.
Semuanya itu penuh dengan ayat-ayat, tanda-tanda kebesaran Allah.”

Ulul albab menurut Ibnu Katsir adalah orang yang memiliki akal sempurna
lagi memiliki kecerdasan. Sedangkan menurut Sayyid Qutb, ulul albab adalah
orang-orang yang memiliki pemikiran dan pemahaman yang benar.

Orang yang memahami bahwa penciptaan langit dan bumi serta pergantian
siang dan malam merupakan tanda-tanda kekuasaan Allah, mereka itulah ulul
albab. Sedangkan orang-orang bodoh, meskipun ia melihat langit dan bumi serta
melihat pergantian siang dan malam setiap hari, mereka tidak sampai pada
kebenaran itu. Meskipun secara akademis dikenal pandai. Karena itulah, Amr bin
Hisyam yang oleh kaumnya diberi gelar Abul Hakam, dalam Islam diberi gelar
Abu Jahal.

2) Ali Imran 191: Ciri Ulul Albab

‫ض َربَّنَا َما خَ لَ ْقتَ ٰهَ َذا‬


ِ ْ‫ت َواَأْلر‬ ِ ‫الَّ ِذينَ يَ ْذ ُكرُونَ هَّللا َ قِيَا ًما َوقُعُودًا َو َعلَ ٰى ُجنُوبِ ِه ْم َويَتَفَ َّكرُونَ فِي َخ ْل‬
ِ ‫ق ال َّس َما َوا‬
ِ َّ‫اب الن‬
‫ار‬ َ َ‫بَا ِطاًل ُسب َْحان‬
َ ‫ك فَقِنَا َع َذ‬

(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau
dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan
bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini
dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.

Siapakah ulul albab yang disebutkan dalam Surat Ali Imran ayat 190?
Ayat 191 ini menjelaskannya. Bahwa ulul albab adalah orang yang banyak
berdzikir dan bertafakkur. Ia berdzikir dalam segala kondisi baik saat berdiri,
duduk ataupun berbaring. Ia juga mentafakkuri (memikirkan) penciptaan alam ini

13
hingga sampai pada kesimpulan bahwa Allah menciptakan alam tidak ada yang
sia-sia. Maka ia pun berdoa kepada Allah, memohon perlindungan dari siksa
neraka.

“Di sini bertemulah dua hal yang tidak terpisahkan yakni dzikir dan pikir,” kata
Buya Hamka dalam Tafsir Al Azhar.

“Mereka tidak pernah terputus dari berdzikir mengingat-Nya dalam semua


keadaan mereka,” tulis Ibnu Katsir saat menafsirkan Surat Ali Imran ayat 191.
“Lisan, hati dan jiwa mereka semuanya selalu mengingat Allah Subhanahu wa
Ta’ala.”

“Wayatafakkaruuna fii khalqis samaawaati wal ardl” menurut Ibnu Katsir


maknanya adalah, mereka memahami semua hikmah yang terkandung di
dalamnya yang menunjukkan kepada kebesaran Penciptanya, kekuasaan-Nya,
pengetahuan-Nya, pilihan-Nya dan rahmat-Nya.

Maka Hasan Al Basri mengatakan, “berpikir selama sesaat  lebih baik daripada
berdiri shalat semalam.”

Umar bin Abdul Aziz mengatakan, “Berbicara untuk berdzikir kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala adalah baik dan berpikir tentang nikmat-nikmat Allah lebih
utama daripada ibadah.”

Sayyid Qutb menjelaskan, memikirkan kekuasaan Allah dalam penciptaan


makhluk ini merupakan ibadah kepada Allah dan juga bentuk dzikir kepada-Nya.
Dan ayat-ayat Allah di alam semesta ini tidak menampakkan hakikatnya yang
mengesankan kecuali kepada hati yang selalu berdzikir dan beribadah. Hasil yang
kemudian diperoleh dari tafakkur ini, adalah suasana berhubungan dengan Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Sehingga ia pun berdoa:

14
ِ َّ‫اب الن‬
‫ار‬ ِ َ‫َربَّنَا َما خَ لَ ْقتَ ٰهَ َذا ب‬
َ َ‫اطاًل ُس ْب َحان‬
َ ‫ك فَقِنَا َع َذ‬

Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci
Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.

“Ucapan doa ini adalah lanjutan perasaan sesudah dzikir dan pikir, yaitu tawakkal
dan ridha, menyerah dan mengakui kelemahan diri,” kata Buya Hamka.

6. Tafsir surat Al-Ankabut ayat 19-20


‫ك َعلَى هّٰللا ِ يَ ِس ْي ٌر‬ َ ‫اَ َولَ ْم يَ َروْ ا َك ْيفَ يُ ْب ِدُئ هّٰللا ُ ْال َخ ْل‬
َ ِ‫ق ثُ َّم يُ ِع ْيد ُٗه ۗاِ َّن ٰذل‬
‫ق ثُ َّم هّٰللا ُ يُ ْن ِشُئ النَّ ْشاَةَ ااْل ٰ ِخ َرةَ ۗاِ َّن هّٰللا َ ع َٰلى ُك ِّل َش ْي ٍء قَ ِد ْي ٌر‬
َ ‫ض فَا ْنظُرُوْ ا َك ْيفَ بَ َداَ ْال َخ ْل‬ ِ ْ‫ۚ قُلْ ِس ْيرُوْ ا فِى ااْل َر‬

19. dan Apakah mereka tidak memperhatikan bagaimana Allah menciptakan


(manusia) dari permulaannya, kemudian mengulanginya (kembali).
Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.
20. Katakanlah: "Berjalanlah di (muka) bumi, Maka perhatikanlah bagaimana
Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian Allah menjadikannya
sekali lagi[1147]. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
[1147] Maksudnya: Allah membangkitkan manusia sesudah mati kelak di akhirat
Makna Mufradat
Dalam makna mufradat pada surat Al-Ankabut ayat 19 Kata (
‫)يَ َروْ ا‬ yarau terambil dari kata ra’a yang adapat berarti melihat dengan mata kepala
atau mata hati atau memikirkan atau memperhatikan.
Kata ( ‫)يُ ْب ِدُئ‬ yubdi’u terambil dari kata bada’a. kata yang terdiri dari huruf-
hurufba’, dal’ dan hamzah, berkisar maknanya pada memulai sesuatu.
Sementara ulama membatasi kata (َ‫)الخَ ْلـــق‬ al-khalq pada
ْ ayat ini dalam
pengertian manusia. Ini karena mereka memaknai kata (ُ‫)يُ ِعيـــ ُده‬ yu’iduhu atau
mengulanginya yakni mengembalikan manusia hidup kembali diakhirat setelah
kematiannya didunia ini.

15
Sedangkan makna mufradat surat Al-Ankabut ayat 20 kata (َ‫)النَّ ْشــَأة‬ an-
nasy’ yaitu kejadian. akhirat yang digunakan dalam ayat ini menunjukkan
terjadinya sekali kejadian.
Penyebutan kata Allah pada firman-Nya: kemudian Allah menjadikannya di
kali lain- walaupun telah disebut nama agung itu ketika  berbicara tentang
penciptaan pertama kali, untuk menegaskan bahwa yang memulai penciptaan
yaitu Allah, Dia juga melakukan kejadian pengulangannya.
Perintah berjalan yang dirangkaikan dengan perintah melihat seperti

ِ ْ‫اَأْلر‬ ‫)فَا ْنظُرُوا‬ stru fi al-ardhi fanzhuru, ditemukan sebanyak


firmannya (‫ ِسيرُوا‬ ‫فِي‬ ‫ض‬
tujuh kali dalam Al-Qur’an. Ini mengisyaratkan perlunya melakukan apa yang
diistilahkan dengan wisata ziarah.
Tafsir 
Dalam tafsir pada surat Al-Ankabut ayat 19 adalah Sebenarnya menciptakan
pertama kali, sama saja bagi Allah dengan menghidupkan kembali. Keduanya
adalah memberi wujud terhadap sesuatu, kalau pada penciptaan pertama yang
wujud belum pernah ada, dan ternyata dapat wujud maka penciptaan kedua juga
memberi wujud dan ini dalam logika manusia tertentu lebih mudah serta lebih
logis daripada penciptaan pertama itu.
 Dikali pertama Allah mampu menciptakan manusia tanpa contoh terlebih
dahulu. Maka kini setelah kalian menjadi tulang atau bahkan natu atau besi pun
Allah akan mampu. Bukankah menurut logika kalian lebih mudah menciptakan
sesuatu yang telah ada bahannya dan ada juga pengalaman melakukannya,
daripada menciptakan pertama kali dan tanpa contoh terlebih dahulu.
Kemudian tafsir surat Al-Ankabut ayat 20 adalah pengarahan Allah swt
untuk melakukan riset tentang asal-usul kehidupan lalu kemudian menjadikannya
bukti ketika mengetahuinya tentang keniscayaan kehidupan akhirat. Dalam Al-
Qur’an surat ini memberi arahan-arahannya sesuai dengan kehidupan manusia
dalam berbagai generasi, serta tingkat, konteks, dan sarana yang meraka miliki.
Masing-masing menerapkan sesuai dengan kondisi kehidupan dan
kemampuannya dan dalam saat yang sama terbuka peluang bagi peningkatan guna
kemaslahatan hidup manusia dan perkembangannya tanpa henti.

16
7. Hadist Kewajiban Belajar dan Mengajar
Hadist pertama
َ ‫طَلَبُ ْال ِع ْل ِم فَ ِر ْي‬
‫ضةٌ َعلَى ُكلِّ ُم ْسلِ ٍم‬
Artinya : ”Mencari ilmu itu adalah wajib atas setiap muslim”. (HR. Ibnu Majah)

Hadits tersebut menjelaskan bahwa semua orang diwajibkan menuntut


ilmu, entah itu bagi laki-laki maupun perempuan. Islam memotivasi pemeluknya
untuk selalu meningkatkan kualitas keilmuan dan pengetahuan. Tua atau muda,
pria atau wanita, miskin atau kaya mendapatkan porsi sama dalam pandangan
Islam dalam kewajiban untuk menuntut ilmu (pendidikan). Bukan hanya
pengetahuan yang terkait urusan akhirat saja yang ditekankan oleh Islam,
melainkan pengetahuan yang terkait dengan urusan dunia juga. Karena tidak
mungkin manusia mencapai kebahagiaan hari kelak tanpa melalui jalan kehidupan
pertama, yang berisikan maksud dimana kewajiban menuntut ilmu itu ditujukan
atas setiap mukmin, baik mukmin laki-laki maupun perempuan. Hal tersebut dapat
ditarik kesimpulan bahwa sangat pentingnya kehidupan di bumi harus disertai
ilmu, baik ilmu politik, sosial, budaya dan yang paling penting ilmu keagamaan
dimana ilmu agama kelak akan menghantarkan umat muslim ke surga dan ilmu
agamalah yang menjadi simbolis pembeda antara manusia dan makhluk yang
lainnya.
Hadist kedua
‫ َو َم ْن َأ َرا َدهُ َما فَ َعلَ ْي ِه بِ ْال ِع ْل ِم‬،‫آخ َرةَ فَ َعلَ ْي ِه بِ ْال ِع ْل ِم‬
ِ ‫ َو َم ْن َأ َرا َدااْل‬،‫َم ْن َأ َرا دَال ُّد ْنيَا فَ َعلَ ْي ِه بِا ْل ِع ْل ِم‬

Artinya : ”Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia maka wajib baginya
memiliki ilmu, dan barang siapa yang menghendaki kehidupan Akherat, maka
wajib baginya memiliki ilmu, dan barang siapa menghendaki keduanya maka
wajib baginya memiliki ilmu”. (HR. Turmudzi).
Hadits tersebut memberikan pembelajaran kepada kita umat Islam agar
memiliki ilmu pengetahuan baik ilmu pengatahuan agama maupun ilmu
pengetahuan umum. Ilmu pengetahuan merupakan bekal kita untuk hidup di dunia
dan akhirat.

17
Ilmu pengetahuan itu memudahkan orang menuju surga. Hal itu mudah
dipahami karena dengan ilmu, seseorang mengetahui akidah yang benar, cara-cara
beribadah dengan benar, dan bentuk-bentuk akhlak yang mulia. Selain itu, orang
berilmu mengetahui pula hal-hal yang dapat merusak akidah tauhid, perkara-
perkara yang merusak pahala ibadah, dan memahami pula sifat dan akhlak-akhlak
jelek yang perlu dihindarinya. Semuanya itu akan membawanya ke surga di
akhirat, bahkan kesejahteraan di dunia ini.
Hadist ketiga
‫ك طَ ِريقًا يَ ْلتَ ِمسُ فِي ِه ِع ْل ًما َسهَّ َل هَّللا ُ لَهُ بِ ِه طَ ِريقًا ِإلَى ْال َجنَّ ِة‬
َ َ‫َو َم ْن َسل‬
Artinya: “Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan
mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim)

Yang dimaksud dengan dimudahkan Allah baginya jalan menuju surga


adalah ilmunya itu akan memberikan kemudahan kepadanya untuk melakukan
perbuatan-perbuatan yang dapat menyebabkannya masuk surga. Karena ilmunya,
seseorang itu mengetahui kewajiban yang harus dikerjakannya dan larangan-
larangan yang harus dijauhinya. Ia memahami hal-hal yang dapat merusak akidah
dan ibadahnya. Ilmu yang dimilikinya membuat ia dapat membedakan yang halal
dari yang haram. Dengan demikian,  orang yang memiliki ilmu pengetahuan itu
tidak merasa kesulitan untuk mengerjakan hal-hal yang dapat membawanya ke
dalam surga.

18
BAB III
KESIMPULAN

Yang dimakud dengan belajar mengajar (pendidikan) dalam arti yang


seluas-luasnya disini adalah pendidikan yang bukan hanya berarti formal seperti
disekolah, tetapi juga yang informal dan nonformal. Yaitu pendidikan dan
pengajaran yang dilakukan oleh siapa saja yang memiliki ilmu pengetahuan dan
keahlian, kepada siapa saja yang membutuhkan, dimana saja mereka berada,
menggunakan sarana apa saja, dengan cara-cara apa saja, sepanjang hayat
manusia itu.
Kegiatan Belajar mengajar adalah kewajiban bagi setiap muslim, al-qur’an
menjelaskan tentang kewajiban belajar mengajar yaitu :
1. Q.S. Al-alaq ayat 1-5, kewajiban untuk membaca Dan mengkaji ilmu.
2. Q.S Al-Ghasiyah ayat 17-20, kewajiban untuk mengkaji keagungan Allah
SWT.
3. Q.S At-taubah ayat 122, kewajiban memperdalam Dan menyebarkan ilmu
yang bermanfaat bagi kemaslahatan banyak orang.
4. Q.S Ali-Imran ayat 191, kewajiban untuk dzikir dan pikir, tawakkal dan
ridha, berserah dan mengakui kelemahan diri.
5. Q.S Al-Ankabut ayat 19-20.  Kewajiban untuk melakukan perjalanan Dan
observasi lapangan guna mendapatkan bukti-bukti yang mendudkung
pembelajaran.
Dalam Hadits-hadits diatas dapat disimpulkan bahwa kegiatan belajar
mengajar dianjurkan didalam Islam. Disebutkan pula bahwa menuntut ilmu
hukumnya adalah wajib bagi kaum muslim. Menuntut ilmu juga merupakan jalan
kebahagian di dunia dan di akhirat. Manusia yang menginginkan kebahagiaan di
dunia dan di akhirat diperintahkan untuk menuntut ilmu. Baik ilmu tentantang
dunia ataupun ilmu akhirat. Orang yang menuntut ilmu juga akan dimudahkan
jalannya menuju surga akhirat.

19
DAFTAR PUSTAKA

Moh. Uzar Usman. 2005. Menjadi Guru Profesional. Remaja Rosda Karya:
Bandung.
Taufiq Muhammad, Izzuddin. 2006. Dalil Anfus Alqur’an Dan Embriologi (Ayat-
ayat Tentang Penciptaan Manusia. Tiga Serangkai : Solo.
Tim Redaksi Bahasa Indonesia. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Pusat
Bahasa : Jakarta.
Shihab,  M Quraish. 2001. Wawasan Al-qur’an: Tafsir Maudhu’i Atas berbagai
Persoalan Umat . Mizan : Bandung.
Nadwi, Abdullah Abbas. 1996. Learning The Language Of The Holy Al-
Qur’an (Belajar Mudah Bahasa Al-Qur’an). Mizan : Bandung.
al-Maraghi, Ahmad Musthafa.tp th .Tafsir al-Maraghi, Jilid II, (Mesir: Dar al-
Fikr)
Shihab, M. Quraisy. 2002. Tafsir Al-Mishbah. Lentera Hati : Jakarta.
Hamka. 1983. Tafsir Al-Azhar Juz IV. Pustaka Panjimas: Jakarta.
Ar-Rifa’I, M. Nasib. 199.  Tafsir Ibnu Katsir Jilid. I. Gema Insani Press: Jakarta.
“Tafsir Surat Al-alaq (1-5),Al-ghosyiyah (17-20), Ali Imron (190-191) Tafsir
Tarbawi”. Tafsir Nafila. 27 April 2017. Diakses pada 22 September 2021 pukul
10.12, http://tafsirnafila.blogspot.com/2017/04/tafsir-al-alaq-1-5-al-ghasyiyah-
17-20.html?m=1
Irsanti, Restiana. 2021. “Makalah Tafsir Tarbawi Kewajiban Belajar dalam
Alquran”,https://www.academia.edu/44931415/MAKALAH_TAFSIR_TARBA
WI_Kewajiban_Belajar_dalam_Al_Qur_an . Diakses pada 21 September 2021
pukul 10.15.

20

Anda mungkin juga menyukai