BidangKeilmuan : Keislaman
RuangLingkupMateri : AqidahAkhlak
Materi :
1. PengertianAkidahIslamiyah
2. Dasar-dasarAkidahIslamiyah
3. Maknaduakalimatsyahadat
5. Fungsiwahyudanakaldalammemahamiakidah
6. Pemahamanterhadap 6 rukunIman
8. Iman, kufurdansyirik
9. Pengertianakhlak
11. Hubunganantaraimandanakhlak
12. Akhlakmahmudahdanakhlakmazdmumah
Allah SWT telah memberitahukan tentang karunia dan rahmat-Nya bagi mahkluk-Nya,
dimana Dia telah menurunkan Al-qur’an kepada hamba-hamba-Nya, memberikan
kemudahan membaca dan memahami bagi siapa saja yang Dia beri rahmat.
zb#uäöà)ø9$# zN¯=tæß`»oH÷q§9$# yaitu Tuhan yang maha pemurah, Dia yang telah
mengajarkan Al-qur’an kepada Nabi Muhammad. Ayat ini bertujuan menolak ucapan
penduduk Mekah, yang mengatakan: “Muhammad itu belajar kepada seorang guru”. Oleh
karena itu surat ini diturunkan untuk merinci nikmat-nikmat yang telah dianugerahkan
kepada hamba-hamba-Nya, maka disebutkan terlebih dahulu nikmat yang paling tinggi
nilainya, paling banyak manfaatnya dan paling besar faedahnya yaitu nikmat diturunkanya
Al-qur’an dan diajarkannya kepada Nabi Muhammad.[4]
Dalam konteks ayat ini, kata `»oH÷q§9$# juga dapat ditambahkan bahwa kaum
musyrikin Mekah tidak mengenal siapa Ar-Rahman sebagaimana pengakuan mereka yang
direkam oleh Q.S Al-Furqan 25 :60. Dimulainya surat ini dengan kata tersebut bertujuan
juga mengundang rasa ingin tahu mereka dengan harapan akan tergugah untuk mengakui
nikmat – nikmat dan beriman kepada Nya.[5]
Kata N¯=tæ atau mengajarkan memerlukan objek. Banyak ulama yang mengatakan bahwa
yang dimaksud objek disini adalah `»|¡SM}$# atau manusia. Malaikat jibril yang menerima
wahyu dari Allah yang berupa Al-qur’an untuk disampaikan kepada nabi Muhammad Saw,
disampaikan oleh beliau kepada nabi, malaikat jibril tidak akan mungkin mengajarkannya
kepada nabi kalau sebelumnya tidak mendapat pengajaran kepada Allah.
Al- hasan berkata “ kata b$u‹t6ø9$# berarti berbicara, karena konteks Al-qur’an berada
dalam pengajaran Allah yaitu cara membacanya, hal ini berlangsung dengan cara
memudahkan pengucapan artikulasi serta memudahkan keluarnya huruf melalui jalanya
masing-masing dari tenggorokan, lidah dan dua bibir sesuai dengan keragaman artikulasi
sesuai dengan jenis hurufnya.[6]
Sedangkan menurut Thabathaba’i, kata bayan berarti jelas, yang dimaksud disini dalam arti
potensi mengungkap yakni kalam atau ucapan yang dengannya dapat terungkap apa yang
terdapat dalam benak. Menurutnya tidaklah dapat terwujud kehidupan bermasyarakat
manusia, tidak juga mahluk ini dapat mencapai kemajuan yang mengagumkan dalam
kehidupan kecuali dengan kesadaran tentang al-kalam atau pembicaraan itu sendiri, karena
dengan demikian dia telah membuka pintu untuk memeroleh dan memberi pemahaman,
tanpa itu manusia akan sama saja dengan binatang dalam hal ketidakmampuannya
mengubah wajah kehidupan dunia ini.[7]
Penjelasan QS.An-Najm: 5
Kawanmu itu daijari oleh Jibril as. Sedang ia adalah seorang makhluk yang berkekuatan
hebat, baik ilmu maupun perbuatannya. Dia mengetahui dan juga beramal. Dan tidak
diragukan, bahwa pujian kepada guru merupakan pujian pula bagi muridnya.
Hal ini juga merupakan bantahan terhadap orang-orang musyrik mengenai perkataan
mereka. Bahkan apa yang dikatakan oleh Muhammad. Tak lain adalah dongeng-dongeng
orang dahulu yang dia dengar ketika melakukan perjalanan ke Syam.
Kesimpulannya bahwa Nabi saw tidak pernah diajari oleh seorang manusia pun akan tetapi
ia diajari oleh Jibril yang berkekuatan hebat. Sedang manusia itu diciptakan sebagai
makhluk yang dhaif. Ia tidak mendapatkan ilmu kecuali sedikit saja. Di samping itu, Jibril
adalah terpercaya perkataanya. Sebab, kecerdasan yang kuat merupakan syarat kepercayaan
orang terhadap perkataan orang lain. Begitu pula ia terpercaya hafalan maupun amanatnya.
Artinya dia tidak lupa dan tidak mungkin merubah.
Penjelasan An-Najm: 6
Sifat Jibril yang pertama menggambarkan tentang betapa kuat pekerjaannya. Sedang kali ini,
menggambarkan tentang betapa kuat pikiran dan betapa nyata pengaruh-pengaruhnya yang
mengagungkan. Kesimpulannya bahwa jibril memilki kekuatan-kekuatan pikiran dan
kekuatan-kekuatan tubuh. Sebagaimana diriwayatkan bahwa ia pernah mencukil negeri
kaum Luth dari laut hitam yang waktu itu berada di dalam tanah. Lalu memanggulnya pada
kedua sayapnya dan diangkatnya negeri itu ke langit kemudian dibalikkan. Pernah pula ia
berteriak terhadap kaum tsamud, sehingga mereka mati semua.
Kalau kita percaya akan hal ini, maka tak lain karena ia termasuk alam gaib. Dalam hal ini
kita cukup percaya dengan keterangan yang terdapat dalam kitab Allah ta’ala tanpa
menembah-nambahi. Dan tentu saja tidak ada keraguan mengenai keajaiban-keajaiban yang
diceritakan Al-Qur’an. Karena apa saja yang tercantum di sana, yang berkaitan dengan alam
ruh, kini telah menjadi ilmu ruh dan penemuan baru.
Kekuatan-kekuatan jasmani maupun kekuatan-kekuatan akal dari alam ruh menjadi
magnetis, karena dengan cara car demikian maka jiwa bias terlepas dari tubuh secara
keseluruhan atanu sebagian saja, sebab jiwa itu masih merekat dengan tubuhnya, namun
mempunyai hubungan dengan alam-alam ruh. Lalu Jibril menampakkan diri dalam rupanya
yang asli, sebagaimana Allah menciptakan dia dalam rupa tersebut, yaitu ketika Rasulullah
saw ingin melihatnya sedemikian rupa. Yakni bahwa Jibril itu menampakkan diri kepada
Rasulullah saw.
http://lebak-kauman.blogspot.com/2013/02/ayat-ayat-tentang-subjek-pendidikan.html
َ و اَ ْعلَ ُم بِ َم ْنn
َّل ع َْنnض َ َّنُ اَ َّن َربnالَّتِى ِه َي اَحْ َسnnِ ا ِد ْلهُ ْم بnنَ ِة َو َجnك بِ ْل ِح ْك َم ْه َو ْال َموْ ِعظَ ِة ْال َح َس
َ nُك ه ُ اُ ْد
َ ِّع اِلَى َسبِ ْي ِل َرب
ْ َ ْ َ
»۱۲۵ : ْن «النحلnَ َسبِ ْيلِ ِه َوهُ َواعل ُم بِل ُمهتَ ِدي
“(Wahai Nabi Muhmmad SAW) Serulah (semua manusia) kepada jalan (yang ditunjukkan)
Tuhan Pemelihara kamu dengan hikmah (dengan kata-kata bijak sesuai dengan tingkat
kepandaian mereka) dan pengajaran yang baik dan bantalah mereka dengan (cara) yang
terbaik. Sesungguhnya Tuhan pemelihara kamu, Dialah yang lebih mengetahui (tentang
siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk).”[7]
Dari surah an-Nahl ini tercantum 3 metode pembelajaran, diantaranya:
a. Metode Hikmah
Kata hikmah ( )حكمةdalam tafsir al-Misbah berarti “yang paling utama dari segala sesuatu,
baik pengetahuan maupun berbuatan”.[8] Dalam bahasa Arab al-hikmah bermakna
kebijaksanaan dan uraian yang benar. Dengan kata lain al-hikmah adalah mengajak kepada
jalan Allah dengan cara keadilan dan kebijaksanaan, selalu mempertimbangkan berbagai
faktor dalam proses belajar mengajar, baik faktor subjek, obyek, sarana, media dan
lingkungan pengajaran. Pertimbangan pemilihan metode dengan memperhatikan peserta
didik diperlukan kearifan agar tujuan pembelajaran tercapai dengan maksimal. Selain itu
dalam penyampaian materi maupun bimbingan terhadap peserta didik hendaknya dilakakuan
dengan cara yang baik yaitu dengan lemah lembut, tutur kata yang baik, serta dengan cara
yang bijak.[9]
»۱۰ : ۵۷« ْنnَ يَااَيُّهَاالنَّاسُ قَ ْد َجا َء ْت ُك ْم َموْ ِعظَةٌ ِم ْن َربِّ ُك ْم َو ِشفَا ٌء لِ َما فِى الصُّ ُدوْ ِر َوهُدًى َو َرحْ َمةٌ لِ ْل ُم ْؤ ِمنِي
“Hai segenap manusia, telah datang kepada kalian mauizhah dari pendidikanmu, penyembuh
bagi penyakit yang bersemayam di dalam dada, petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang
beriman.” (QS. 10:57)[13]
c. Metode Diskusi (jidal)
Definisi diskusi itu sendiri yaitu cara penyampaian bahan pelajaran dengan memberikan
kesempatan kepada siswa untuk membicarakan, menganalisa guna mengumpulkan pendapat,
membuat kesimpulan atau menyusun berbagai alternative pemecahan masalah. Dalam kajian
metode mengajar disebut metode “hiwar” (dialog). Diskusi memberikan peluang sebesar-
besarnya kepada para siswa untuk mengeksplor pengetahuan yang dimilikinya kemudian
dipadukan dengan pendapat siswa lain. Satu sisi mendewasakan pemikiran, menghormati
pendapat orang lain, sadar bahwa ada pendapat di luar pendapatnya dan di sisi lain siswa
merasa dihargai sebagai individu yang memiliki potensi, kemampuan dan bakat bawaannya.
[15]
Melihat tabiat manusia yang cenderung untuk meniru dan belajar banyak dari tingkah
lakunya lewat peniruan. Maka, teladan yang baik sangat penting artinya dalam pendidikan
dan pengajaran. Nabi Muhammad SAW. sendiri menjadi suri tauladan bagi para sahabatnya,
dari beliau mereka belajar bagaimana mereka melaksanakan berbagai ibadah.
Ada sebuah Hadist yang menceritakan bahwa para sahabat meniru salat sunnah witir Nabi
SAW:
َرnب ِْن ُع َم ِ ِد هَّللاnك ع َْن أَبِي بَ ْك ِر ْب ِن ُع َم َر ْب ِن َع ْب ِد الرَّحْ َم ِن ْب ِن َع ْب ٌ َِح َّدثَنَا إِ ْس َما ِعي ُل قَا َل َح َّدثَنِي َمال
َّ
َ َق َمكةَ فَقn
الn هَّللا
ِ n َر بِطَ ِريn ِد ِ ْب ِن ُع َمn َع َع ْبnت أ ِسي ُر َم َ ْ َ
ُ ُكن :قَا َل ُار أنَّهٍ ب ع َْن َس ِعي ِد ْب ِن يَ َس ِ ْب ِن ال َخطَّا
ت ُ َر أَ ْينَ ُك ْنتَ فَقُ ْلn ُد هَّللا ِ بْنُ ُع َمnا َل َع ْبnnَهُ فَقnُت ثُ َّم لَ ِح ْقت ُ ْأَوْ تَرnnَت ف
ُ زَ ْلnnَب َْح نnالصُّ يت ُ nَش ِ د فَلَ َّما خnٌ ِعيnَس
َّل َمn ِه َو َسnلَّى هَّللا ُ َعلَ ْيnص هَّللا
َ ِ و ِلnك فِي َر ُس َ
َ nْس ل َ َ هَّللا ُ َ ُ ْ
َ ُد ِ أليnيت الصُّ ْب َح فَنَ َزلت فَأوْ تَرْ ت فَقَا َل َع ْب ُ خَ ِش
ِ صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َكانَ يُوتِ ُر َعلَى ْالبَ ِع
ير َ ِ ُول هَّللا َ ت بَلَى َوهَّللا ِ قَا َل فَإ ِ َّن َرسُ إِ ْس َوةٌ َح َسنَةٌ فَقُ ْل
“Telah menceritakan kepada kami Isma’il berkata, telah menceritakan kepadaku Malik dari
Abu Bakar bin ‘Umar bin ‘Abdurrahman bin ‘Abdullah bin ‘Umar bin Al Khaththab dari
Sa’d bin Yasar bahwa dia berkata: “Aku bersama ‘Abdullah bin ‘Umar pernah berjalan di
jalanan kota Makkah. Sa’id berkata, “Ketika aku khawatir akan (masuknya waktu) Shubuh,
maka aku pun singgah dan melaksanakan shalat witir. Kemudian aku menyusulnya, maka
Abdullah bin Umar pun bertanya, “Dari mana saja kamu?” Aku menjawab, “Tadi aku
khawatir akan (masuknya waktu) Shubuh, maka aku singgah dan melaksanakan shalat
witir.” ‘Abdullah bin ‘Umar berkata, “Bukankah kamu telah memiliki suri tauladan yang
baik pada diri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?” Aku menjawab, “Ya. Demi Allah.”
Abdullah bin Umar berkata, “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah
shalat witir di atas untanya.” (H.R. Bukhari)[19]
Al-Qur’an memerintahkan kita untuk menjadikan Nabi SAW sebagai suri tauladan dan
panutan. Sebagaimana firman Allah dalam surah al-Ahzab ayat 21:
« رًاn وْ َم ْاﻵ ِخ َروَ َد َك َرهللاُ َكثِ ْيnnَوْ ا هللاَ َو ْاليnnلَقَ ْد َكانَ لَ ُك ْم فِى َرسُوْ ِل هللاِ اُ ْس َوةٌ َح َسنَةٌ لِ َم ْن َكانَ يَرْ ُج
»۳۳: ۲۱
“Sesungguhnya telah ada pada pribadi Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu)
bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan hari akhir dan dia banyak dzikrullah.”
(QS.al-Ahzab 33:21)[20]
Melalui suri tauladan yang baik, manusia dapat belajar kebiasaan baik dan akhlak yang
mulia. Sebaliknya jika suri tauladannya buruk manusia akan terjerumus pada kebiasaan yang
buruk dan akhlak yang tercela.
3. Metode Ceramah
Metode ini merupakan metode yang sering digunakan dalam menyampaikan atau mengajak
orang mengikuti ajaran yang telah ditentukan. Metode ceramah sering disandingkan dengan
kata khutbah. Dalam al-Qur’an sendiri kata tersebut diulang sembilan kali. Bahkan ada yang
berpendapat metode ceramah ini dekat dengan kata tablih, yaitu menyampaikan sesuatu
ajaran. Pada hakikatnya kedua arti tersebut memiliki makna yang sama yakni
menyampaikan suatu ajaran.[21]
Pada masa lalu hingga sekarang metode selalu kita jumpai dalam setiap pembelajaran. Akan
tetapi bedanya terkadang metode ini di campur dengan metode lain. Dalam sebuah Hadist
Nabi SAW bersabda :
الnلم قnnه وسnnلى اهللا علىnا أَنَ النَّبِ َي صn َي اهللاُ َع ْنهُ َمnض ِ اص َر ِ َوع َْن َع ْب ِد اهللاِ ْب ِن ُع َم َر َو ْب ِن ْال َع
ْوَّأnَي ُمتَ َع ِّمدًا فَ ْلیَتَب
ََّ ب َعل َّ
َ ذn َو َمن ك، َر َجn َرائِی َْل َو َحn ِّدثُوْ ا ع َْن بَنِ ْي إِ ْسnةً َو َحnَوْ آیnnَ"بَلِّ ُغوْ ا َعنِّ ْي َول
َ ْ اَل
))ار (( رواه البخاري ِ ََّم ْق َع َدهُ ِمنَ الن
"Sampaikanlah apa yang datang dariku walaupun satu ayat, dan ceritakanlah apa yang kamu
dengar dari Bani Isra’il, dan hal itu tidak ada Salahnya, dan barang siapa berdusta atas
namaku maka bersiap-siaplah untuk menempati tempatnya dineraka". (HR. Bukhori.)[22]
Ayat di atas menerangkan, bahwa Tuhan menurunkan Al-Qur’an dengan memakai bahasa
Arab kepada Nabi Muhammad SAW. Dan Nabi menyampaikan kepada para sahabat dengan
jalan cerita dan ceramah. Metode ceramah masih merupakan metode mengajar yang masih
dominan dipakai, khususnya di sekolah-sekolah tradisional.
Al-Qurtubi, dalam menafsirkan ayat ini, “Mereka hanya mengetahui yang lahir saja dari
kehidupan dunia”, berkata: Yakni masalah penghidupan dan duniawi mereka. Kapan mereka
harus menanam dan menuai dan bagaimana harus menanam dan membangun rumah.[27]
http://makalahpendidikanislamlengkap.blogspot.com/2016/12/ayat-ayat-al-quran-
tentang-metode.html
https://mazguru.wordpress.com/2008/11/14/tafsir-ayat-ayat-tentang-tujuan-pendidikan/
Pendidikan Aklak lainnya dapat disaksikan dalam ayat 18-19 yang menyangkut masalah
etika berkomunikasi, berjalan, bertutur kata, dan bertutur sapa (bergaul dengan
masyarakat). Ayat tersebut terdapat dalam term sebagai berikut: ”wala tusha’ir khaddaka
li al-nasi wala tamsyi fi al-ardli maraha”. Al-Sha’r secara etimologis berarti
memalingkan leher dan muka ke arah lain dengan perasaan sombong
3. Materi tentang ibadah dalam Al-Qur’an.
Ibadah adalah sutu kegiatan penghambaan seorang manusia kepada Allah, ketaatan
terhadap apa yang telah diperintahkannya. Oleh karenanya ibadah digolongkan dalam
dua kategori yaitu ibadah Mahdzoh (seperti syahadat, shalat dan lain-lain) dan ibadah
ghoiru mahdzoh (beramal sholeh, yang didalamya termasuk berakhlakul karimah).
Di dalam Al Qur’an perintah ibadah sangat banyak sekali. Namun yang secara langsung
tersurat kontek pendidikan ibadah di antaranya adalah:
a. Surat Luqman.
Pada ayat 12 dan 14 terdapat materi pendidikan ibadah yaitu perintah bersyukur kepada
Allah yang disampaikan oleh Luqman kepada anakanya. Syukur atas nikmat dan karunia
dari Allah merupakan bentuk ungkapan terima kasih seorang hamba kepada Sang
Khaliq.
http://referensiagama.blogspot.com/2011/07/ayat-ayat-tentang-materi-pendidikan.html
6. Definisi Alquran
Definisi Al-Qur'an menurut bahasa berarti "bacaan" seperti yang terdapat dalam firman-
Nya Surah Al-Qiyamah ayat 17-18.
ISTIMEWA
ISTIMEWA
Sedangkan menurut istilah, Al-Qur'an berarti “Kalam Allah yang merupakan mukjizat yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad saw melalui perantara malaikat Jibril untuk disampaikan
kepada manusia sebagai petunjuk, diturunkan secara mutawatir dan membacanya merupakan
ibadah".
Definisi secara istilah di atas memiliki penjabaran yang dapat memaknai masing-masing kata.
Kata-kata paling indah di muka bumi ini adalah Al-Qur'an yang merupakan kalam Allah ta'ala.
Al-Qur'an adalah kalimat-kalimat suci yang bukan berasal dari manusia, jin, setan atau malaikat.
Kesucian kalamullah tersebut tidak ada yang mampu menandinginya bahkan meski hanya satu
ayat.
Seorang jawara sastra pada masa Nabi saw bernama Abdul Walid pernah berkata, "Aku belum
pernah mendengar kata-kata seindah itu. Itu bukanlah syair, bukanlah sihir, dan bukan pula kata-
kata ahli tenung. Sesungguhnya Al-Qur’an itu ibarat pohon yang daunnya rindang, akarnya
terhujam hingga ke dalam tanah. Susunan kata-katanya manis dan enak didengar. Itu bukanlah
kata-kata manusia, ia tinggi dan tak ada yang dapat mengatasinya,”
3. Mutawatir
Mutawatir berarti berangsur-angsur. Proses turunnya Al-Qur'an tidak diturunkan secara langsung
sebanyak 30 juz tetapi secara berkala ayat demi ayat. Para ulama ada yang berpendapat jika
waktu turunnya Al-Qur’an adalah selama 23 tahun, ada pula yang merincikannya selama 22
tahun, 2 bulan dan 22 hari.
Al-Qur’an sebagai mukjizat yang diturunkan kepada seorang Rasul, harus disampaikan kepada
umatnya karena hal tersebut merupakan tugas dari seorang rasul. Di dalam Al-Qur’an kerap kita
jumpai bahwa Allah menyapa bukan hanya untuk orang yang beriman tetapi juga seluruh
manusia.
Meski hanya satu huruf, membaca Al-Qur’an dengan niat tulus karena Allah Swt akan bernilai
ibadah dan berpahala besar. Hal ini berdasarkan salah satu hadis yang berbunyi, "Bacalah Al-
Qur’an, karena sesungguhnya Allah akan memberi pahala kepadamu karena bacaan itu pahala
untuk setiap hurufnya sebanyak 10 kebaikan. Saya tidak mengatakan kepada kalian bahwa ‘alif-
laam-mim’ itu satu huruf, tetapi ‘alif’ satu huruf, ‘laam’ satu huruf dan ‘miim’ satu huruf.” (HR.
Hakim).
https://akurat.co/news/id-904359-read-5-penjabaran-definisi-alquran-kata-demi-kata
7. Fungsi Alquran
1. Untuk Memantapkan Iman Islam
Al-Qur’an diciptakan untuk dibaca dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan begitu, kita secara langsung akan membentuk dan memantapkan iman kita.
Kitab suci ini senantiasa akan membuat kita yakin bahwa Islam adalah satu-satunya agama di
dunia yang pantas dianut.
2. Penyempurna Banyak Kitab Sebelumnya
Ya, Al-Qur’an bukanlah kitab pertama yang turun ke bumi.
Sebelum Al-Qur’an, Allah menurunkan kitab lainnya untuk para nabi sebelum Nabi
Muhammad saw., seperti Zabur dan Taurat.
Nah, fungsi Al Quran adalah sebagai pelengkap kitab-kitab tersebut.
3. Hukum dan Tuntunan dalam Menjalani Hidup
Setiap umat Islam wajib berpaling kepada Al-Qur’an dalam menjalani hidup.
Kitab ini mengatur semua yang berhubungan dengan kehidupan, termasuk perdagangan,
zakat, pembagian harta, dan masih banyak lagi.
4. Menjawab Masalah Hidup
Ketika sedang dilandar masalah, berpalinglah kepada Allah Swt. dengan membaca ayat-ayat
suci Al-Qur’an.
Setiap permasalahan hidup bisa kamu temukan solusinya di dalam Al-Qur’an.
Selain menyelesaikan masalah, kamu juga akan merasa lebih dekat dengan Allah Swt.
Terlebih, sering membaca Al-Qur’an juga bisa membuat doa cepat terkabul, lo!
5. Menjelaskan Prilaku Manusia
Fungsi Al Quran selanjutnya adalah untuk menjelaskan prilaku manusia.
Beberapa ayat suci Al-Qur’an menjelaskan serta membandingkan perilaku manusia dengan
makhluk hidup lainnya.
Salah satunya adalah pemberian akal, yang mana tidak dimiliki binatang dan tumbuhan.
6. Sebagai Mukjizat dari Allah Swt.
Sebelum Nabi Muhammad saw., mukjizat yang diturunkan biasanya berupa kelebihan
kekuatan fisik.
Contoh mukjizat yang dimaksud adalah berbicara dengan binatang atau menyembuhkan luka
orang lain.
Lain halnya dengan Rasulullah saw. yang menerima Al-Qur’an sebagai mukjizat.
7. Petunjuk Jalan Lurus
Jangan takut tersesat jika kamu sudah mengamalkan ajaran-ajaran Al-Qur’an.
Al-Qur’an akan menuntutmu ke jalan yang benar dan lurus.
Di dalamnya juga tertulis banyak peringatan-peringatan dan dosa besar mau pun kecil yang
harus kamu hindari.
Fungsi Al Quran sebagai Sumber Ilmu
Ya, bukan hanya buku-buku ilmiah yang mengandung ilmu!
Al-Qur’an juga menyimpan pengetahuan dunia yang tidak ditulis di banyak buku.
Berikut adalah fungsinya:
Sebagai obat (Al-Asyifa): Al-Qur’an diciptakan sebagai obat penyembuh penyakit mental.
Sebagai pemisah (Al-Furqon): Al-Qur’an menjelaskan pemisahan antara hak dan yang batil,
benar dan salah, serta baik dan buruk.
https://www.99.co/blog/indonesia/fungsi-al-quran/
http://kedesa.id/id_ID/sejarah-singkat-bagaimana-diturunkannya-al-quran/
9. Karakteristik Alquran
1) Al-Quran adalah Kitab Ilahi
Al-Quran berasal dari Allah SWT, baik secara lafal maupun makna. Diwahyukan oleh Allah
SWT kepada Rasul dan Nabi-Nya; Muhammad saw melalui ‘wahyu al-jaliy’ wahyu yang
jelas. Yaitu dengan turunnya malaikat utusan Allah, Jibril a.s untuk menyampaikan wahyu
kepada Rasulullah SAW yang manusia, bukan melalui jalan wahyu yang lain ; seperti ilham,
pemberian inspirasi dalam jiwa, mimpi yang benar atau cara lainnya.
ْ َ صل
ٍ ِت ِم ْن لَد ُْن َح ِك ٍيم خَ ب
ير ْ الر ِكتَابٌ أُحْ ِك َم
ِّ ُت آَيَاتُهُ ثُ َّم ف
Artinya : Alif laam raa, (Inilah) suatu Kitab yang ayat-ayatNya disusun dengan rapi serta
dijelaskan secara terperinci yang diturunkan dari sisi (Allah) yang Maha Bijaksana lagi
Maha tahu ( Huud 1)
2) Al-Quran adalah Kitab Suci yang terpelihara
Diantara karakteristik Al-Quran yang lainnya adalah ia merupakan kitab suci yang
terpelihara keasliannya. Dan Allah SWT sendiri yang menjamin pemeliharaannya, serta tidak
membebankan hal itu pada seorang pun. Tidak seperti yang dilakukan pada kitab-kitab suci
selainnya, yang hanya dipelihara oleh umat yang menerimanya. Hal ini sebagaimana
dijelaskan dalam firman Allah SWT :
ِ ب هَّللا
ِ بِ َما ا ْستُحْ فِظُوا ِم ْن ِكتَا
…. disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah … (Al-Maidah 44)
Adapun makna dipeliharanya al-Quran adalah Allah SWT memeliharanya dari pemalsuan
dan perubahaan terhadap teks-teksnya, seperti yang terjadi terhadap Taurat, Injil, dan
sebelumnya.
3) Al-Quran adalah Kitab suci yang menjadi Mukjizat
Diantara karakteristik Al-Quran adalah kemukjizatannya. Ia adalah mukjizat terbesar yang
diberikan kepada Nabi Muhammad SAW sehingga bangsa arab hanya menyebut-nyebut
mukjizat itu saja, tidak yang lainnya, meskipun dari beliau terjadi mukjizat yang lain yang
tidak terhitung jumlahnya.
4) Al-Quran adalah Kitab Suci yang menjadi Penjelas dan dimudahkan
Pemahamannya
Al-Quran adalah kitab yang memberi penjelasan dan mudah dipahami. Tidak seperti kitab
filsafat, yang cenderung untuk menggunakan simbol-simbol dan penjelasan yang sulit, tidak
pula seperti kitab sastra yang menggunakan perlambang-perlambang, yang berlebihan dalam
menyembunyikan substansi, sehingga sulit dipahami akal.
Allah SWT menurunkan Al-Quran agar makna-maknanya dapat ditangkap, hukum-
hukumnya dapat dimengerti, rahasia-rahasianya dapat dipahami, serta ayat-ayatnya dapat
ditadabburi. Oleh karena itu Allah SWT menurunkan Al-Quran dengan jelas dan memberi
penjelasan, tidak samar dan sulit dipahami. Sebagaimana firman Allah SWT :
َولَقَ ْد يَسَّرْ نَا ْالقُرْ آَنَ لِل ِّذ ْك ِر فَهَلْ ِم ْن ُم َّد ِك ٍر
Artinya : Dan Sesungguhnya Telah kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, Maka
Adakah orang yang mengambil pelajaran? (Al-Qomar 17)
5) Al-Quran adalah Kitab Suci yang Lengkap
Al-Quran adalah kitab agama yang menyeluruh, pokok agama dan ruh wujud islam. Darinya
disimpulkan konsep akidah Islam, tatacara ibadah, tuntutan akhlak, juga pokok-pokok
legislasi dan hukum. Allah SWT berfirman :
َ ك ْال ِكت
َاب تِ ْبيَانًا لِ ُك ِّل َش ْي ٍء َ َونَ َّز ْلنَا َعلَ ْي
Artinya : ..dan kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala
sesuatu (An-Nahl 89)
6) Al-Quran adalah Kitab Suci Seluruh Zaman
Makna Al-Quran sebagai kitab keseluruhan zaman adalah ia merupakan kitab yang abadi,
bukan kitab bagi suatu masa tertentu, yang kemudian habis masa berlakunya. Maksudnya,
hukum-hukum Al-Quran, perintah dan larangannya, tidak berlaku secara temporer dengan
suatu kurun waktu tertentu, kemudian habis masanya.
7) Al-Quran adalah Kitab suci bagi Seluruh Umat Manusia
Al-Quran bukanlah kitab yang hanya ditujukan pada suatu bangsa, sementara tidak kepada
bangsa yang lain, tidak juga untuk hanya satu warna kulit manusia, atau suatu wilayah
tertentu. Tidak juga hanya bagi kalangan yang rasional, dan tidak menyentuh mereka yang
emosional dan berdasarkan intuisi.Tidak juga hanya bagi rohaniawan, sementara tidak
menyentuh mereka yang materialis. Al-Quran adalah kitab bagi seluruh golongan manusia.
Allah SWT berfirman :
َإِ ْن ه َُو إِاَّل ِذ ْك ٌر لِ ْل َعالَ ِمين
Artinya : Al-Quran itu tiada lain hanyalah peringatan bagi alam semesta (At-Takwir 27)
https://www.alhikmah.ac.id/karakteristik-al-quran/
Karena para sahabat nabi yang lebih memahaminya. Dan mereka yang mendengar Nabi
Muhammad SAW berkata secara langsung.
Hukum tafsir ini merupakan hukum terkuat dan harus dijalani. Karena merupakan pengetahuan
yang benar, tidak menyesatkan.
Tafsir ini juga dapat dijadikan penjaga diri agar tidak tersesat dalam memahami kitab Allah
SWT.
Mafatihul ghaib
Al jami’ liahkami qur’an
Madarikut tanzil wa haqa’iqut ta’wil
Irsyad al aql as-salim ila’ majaya al-qur’anul karim
Al bahrul muhith
Al jalalain, Dll.
Tafsir al mazhmum (terlarang)
Merupakan metode penafsiran al-qur’an tidak berdasarkan ilmu atau hanya mengikuti logika dan
hawa nafsu pribadi.
Mu’tazilah
o Amaly syarif al murtadha
o Al-kasyaf’an haqa’iq tanjil wa’uyun aqawil fi wujuh at-ta’wil.
Syiah
o Hasan al-askari
o Majmu’ul bayan li ulumil qur’an
o Ash-shafi fi tafsiril qur’an, Dll.
Zayidiyah
o Gharibul qur’an
o Ismail bin ali al-busty al zayidi tahdzib, Dll.
Al-Qur’an al karim
Haqaiqut tafsir
Al kasf wal bayan
Ibnu ‘arabi
Ruhul ma’ani.
4. Tafsir Fuqaha
Tafsir ini merupakan metode penafsiran dengan menonjolkan tafsiran hukum dalam Al-Qur’an.
Tafsir ini ada yang diperbolehkan untuk dijadikan pedoman, ada juga yang melarangnya.
Ahkamul qur’an
Ahkam al-qur’an
Al jami’ liahkamil qur’an
Ats-tsamratul yani’ah, Dll
5. Tafsir Kontemporer
Merupakan kumpulan kitab tafsir yang ditulis oleh ulama kontemporer.
6. Tafsir Maudhu’i
Merupakan metode penafsiran dengan menyusun ayat Al-Qur’an menjadi sebuah tema.
https://dalamislam.com/landasan-agama/tafsir/macam-macam-tafsir
11. I’jaz Alquran
1. Pengertian I’jaz Al-Qur'an
Secara etimologi: kata I’jaz adalah isim mashdar dari ‘ajaza-yu’jizu-I’jazan yang
mempunyai arti “ketidak berdayaan dan ketidakmampuaan”. Jika Kata i’jaz diambil dari
kata kerja a’jaza-i’jaza yang berarti melemahkan atau menjadikan tidak mampu dan ketidak
berdayaan Ini sejalan dengan firman Allah SWT yang berbunyi.
)31( ي َسوْ َءةَ أَ ِخ ْي (المائدة ُ ِ اال ُغ َرا ْ ت أَ ْن أَ ُكوْ نَ ِم ْث َل هَ َذ
ُ أَ ْع َج َز
ِ ب فَأ َو
َ ار
Artinya:
“…Mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku dapat
menguburkan mayat saudaraku ini” (QS. Al Maidah (5): 31)
Lebih jauh Al-Qaththan mendefinisikan I’jaz dengan:
ب ع َْن ُم َع ِج َزتِ ِه ْال َخالِ َد ِة َو ِه َي ْالقُرْ انُ َو َعجْ ِر ِ ار َعجْ ِز ْال َع َر ِ َصلَى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فِى َد ْع َوى ال ِّر َسالَ ِة بِاظه
َ ق النَّبِ ِِّي
ِ ص ْد ْ ِإ
ِ ظهَا ُر
ِ َاألَجْ ي.ْ
ال بَ ْع َدهُ ْم
Artinya:
“Memperlihatkan kebenaran Nabi SAW. atas pengakuan kerasulannya, dengan cara
membuktikan kelemahan orang Arab dan generasi sesudahnya untuk menandingi
kemukjizatan Al-Qur'an.”
Jadi bisa di definisikan secara terminology I’jazul Qur’an: Penampakan kebenaran kerasulan
Nabi Muhammad SAW. dalam ketidakmampuan orang Arab untuk menandingi mukjizat
nabi yang abadi, yaitu Al-Qur’an. I’jazul Qur’an merupakan kekuatan, keunggulan dan
keistimewaan yang dimiliki Al-Qur’an yang menetapkan kelemahan manusia, baik secara
terpisah maupun berkelompok-kelompok, untuk bisa mendatangkan minimal yang
menyamainya. Kadar kemukjizatan Al-Qur’an itu meliputi tiga aspek, yaitu : aspek bahasa
(sastra, badi’, balagah/ kefasihan), aspek ilmiah
Pelakunya (yang melemahkan) dinamai mu’jiz. Bila kemampuannya melemahkan pihak lain
amat menonjol sehingga mampu membungkam lawan, ia dinamai mukjizat. Tambahan ta’
marbhuthah pada akhir kata itu mengandung makna mubalighah (superlatif).
Mukjizat didefinisikan oleh pakar agama Islam, antara lain sebagai suatu hal atau peristiwa
luar biasa yang terjadi melalui seorang yang mengaku Nabi, sebagai bukti kenabiannya
sebagai tantangan bagi orang ragu, untuk melakukan atau mendatangkan hal serupa, tetapi
tidak melayani tantangan itu. Dengan redaksi yang berbeda, mukjizat didefinisikan pula
sebagai suatu yang luar biasa yang diperlihatkan Allah SWT. Melalui para Nabi dan Rasul-
Nya, sebagai bukti atas kebenaran pengakuan kenabian dan kerasulannya. Atau Manna’ Al-
Qhathan mendefinisikannya demikian:
ض ِة َ ار َ ق لِ ْل َعا َد ِة َم ْقرُوْ ٌن بِالتَّ َحدِّيْ َسالِ ٌم َع ِن ْال ُم َع ِ َأَ ْم ُر خ.
ٌ ار
Artinya:
“Suatu kejadian yang keluar dari kebiasaan, disertai dengan unsur tantangan, dan tidak akan
dapat ditandingi.”
https://www.kompasiana.com/ukonpurkonudin/552a1b3c6ea834717b552d05/ijaz-
alquran-mukjizat-nubuwah-nabi-muhammad-saw
C. BidangKeilmuan : Keislaman
RuangLingkupMateri : Hadits
Materi :
1. Hadis tentang bersuci
THAHARAH
AKKata thaharah bersal dari bahasa Arab ُارnَاَلطَه yang secara bahasa artinya kebersihan atau
bersuci. Thaharah menurut syari’at Islam ialah suatu kegiatan bersuci dari hadas maupun najis
sehingga seorang diperbolehkan untuk mengerjakan suatu ibadah yang dituntut harus dalam
keadaan suci seperti shalat. Kegiatan bersuci dari najis meliputi bersuci pakaian dan tempat.
Sedangkan bersuci dari hadas dapat dilakukan dengan cara berwudhu, mandi dan tayammum
serta mandi.
َاِنَ هللاَ يُ ِحبُ التَ َوابِ ْينَ َويُ ِحبُ ْال ُمتَطَ ِه ِر ْين
Artinya:
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyucikan diri.” (QS. Al-
Baqarah: 222)
Artinya:
“Allah tidak akan menerima shalat yang tidak dengan bersuci.” (HR. Muslim)
Sebagaiman telah dijelaskan sebelumnya bahwa, thaharah merupakan kegiatan bersuci dari najis
maupun hadas.untuk mengetahui mana yang dimaksud dengan najis dan mana yang dimaksud
dengan hadas. Maka dari itu, di bawah ini akan dibahas mengenai najis dan hadas.
Dalam kajian ilmu fikih, dikenal tiga macam air, yaitu sebagai berikut.
a. Air Mutlak
Air mutlak ialah air yang suci dan dapat digunakan untuk bersuci serta untuk
mencuci. Seperti untuk berwudhu, mandi, dan membersihkan najis.
Contoh airnya adalah seperti air hujan, air salju atau es atau embun, air laut dan begitu juga
dengan air zamzam.
· Air hujan
Sebagaimana firman Allah:
َويُن َِز ُل َعلَ ْي ُك ْم ِمنَ ْال َس َما ِء َما ًء لِيُطَ ِه ُر ُك ْم بِ ِه
Artinya:
“Dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk menyucikan kamu dengannya.”
(QS. Al-Anfal:11)
· Air laut, sebagaimana Sabda Rasulullah:
ُهُ َو ْالطَهُوْ ُر َما ُؤهُ ْال ِح ُل َم ْيتَتُه
Artinya:
“Laut itu airnya suci, bangkainya pun halal.”( HR.al-Khamsah)
· Air zamzam
Hadis yang diriwayatkan oleh Ali r.a:
َ ب ِم ْنهُ فَنَت ََو
ْضاء ٍ ْ َدعَا بِ ِسج. م.اَنَ َرسُوْ َل هللْا ِ ص
َ للل ِم ْن َماء ٍل زَ ْمزَ َم فَ َش ِر
Artinya:
“Bahwasanya Rasulullah saw meminta dimbilkan satu ember zamzam, kemudian beliau minum
dan berwudhu dengan air zamzam tersebut.”(HR.Ahmad)
b. Air musta’mal
Air musta’mal ini adalah air sisa yang mengenai badan manusia karena telah digunakan
untuk wudhu atau mandi. Air musta’mal disini maksudnya bukanlah air yang sengaja ditampung
dari bekas mandi atau wudhu. Tetapi adalah percikan air wudhu atau air mandian yang
bercampur dengan air dalam bejana atau bak.
Dalam berbagai ungkapan hadis, air musta’mal tidaklah najis, sehingga penggnaannya adalah
sah.
Seperti hadis riwayat Maimunah berikut ini:
َ اح ٍد ِمنَ ْا
لجنَابَ ِة ِ ت اَ ْغتَ ِس ُل اَنَا َو َرسُوْ َل هللاِ ِم ْن ِانَا ٍء َو
ُ ُك ْن
Artinya:
“Kami mandi jinabah bersama Rasulullah saw dari satu tmpat air yag sama.” (HR. Tarmidzi)
c. Air yang tercampur dengan benda suci atau bukan najis
Air yang bercampur dengan benda suci statusnya akan tetap suci selama kemutlakannya
terjaga, yaitu tidak berubah bau, warna, atau rasanya. Misalnya ketika air itu bercampur dengan
daun bidara, ai sabun, air kapur dan juga seperti lebah, semut dan lain-lain.
2. Debu yang suci
Ketika seseorang ingin bersuci (dalam artian bersuci dari hadas), dan dia tidak menemukan air
untuk itu, maka di berikan kemudahan untuk masalah itu. Yaitu dengan bersuci dengan debu,
yang disebut dengan istilah bertayammum.
3. Benda-benda yang dapat menyerap kotoran, seperti batu, tisu, kayu dan semacamnya.
Dalam hal ini, dikhususkan untuk menghilangkan najis, seperti untuk beristinja’.
NAJIS
Najis menurut bahasa adalah apa saja yang kotor. Sedangkan menurut syara’ berrarti kotoran
yang mengakibatkan shalat tidak sah, seperti darah dan kencing.
B. PEMBAGIAN NAJIS
Secara wujud najisnya, najis dibagi kedalm dua macam, yaitu najis ‘ainiyah dan
najis hukmiyah.
a. Najis ‘Ainiyah adalah semua najis yang berwujud atau dapat dilihat melalui mata atau
mempunyai sifat yang nyata, seperti warna atau baunya. Contohnya adalah seperti kotoran,
kencing dan darah.
b. Najis Hukmiyah adalah semua najis yang telah kering dan bekasnya sudah tidak ada lagi
serta sudah hilang antara warna dan baunya. Contohnya adalah kencing yang mengenai baju
yang kemudian kering sedang bekasnya tidak nampak.
Sedangkan secara timbangan berat ringannya, najis dibagi kedalam tiga golongan, yaitu
najis mughallazah, mukhaffafah, dan mutawassithah.
a. Najis Mughallazah adalah adalah najis yang tergolong berat. Najis ini disebut sebagai najis
yang berat karena cara menyucikannya tidak semudah najis-najis yang lain. yang termasuk
kedalam najis ini adalah anjing dan babi.
Adapun cara untuk menyucikan najis ini adalah dengan disamak. Cara
penyamakannya dalah dengan membasuh najis tersenut dengan air sebanyak tujuh
kali dan salah satu air itu dicampur dengan lumpur, baik najis itu
bersifat ‘ainiyah maupun hukmiyah, baik berada pada tubuh, pakaian maupun
tempat shalat.
b. Najis Mukhaffafah adalah najis yang ringan. Kencing bayi laki-laki yang belum makan
apapun selain susu dan umurnya belum sampai dua tahun. Adapun cara untuk menyucikan najis
ini adalah dengan diperciki air sampai merata, baik najis itu
bersifat ‘ainiyah maupun hukmiyah, baik berada pada tubuh, pakaian maupun tempat shalat.
C. BENTUK-BENTUK NAJIS
Bersuci dari najis merupakan hal yang wajib dilakukan oleh setiap muslim yang sudah baligh.
Anak kecil, baik laki-laki maupun perempuan perlu dilatih melakukan hal tersebut. Setelah
menginjak usia tujuh tahun, ia harus disuruh untuk bersuci. Dan pada usia sepuluh tahun, ia
harus dipukul jika menolak perintah tersebut
Diantara najis yang harus disucikan adalah sebagai berikut:
1. Babi, termasuk didalamnya daging, tulang, rambut dan kulitnya, hal ini didasarkan pada
firman Allah “....atau daging babi, karena sesungguhnya semua itu adala kotor.”(QS. Al-
An’am:145)
2. Kencing manusia, baik itu masih bayi maupun sudah dewasa, laki-laki ataupun
perempuan. Hal tersebut didasrkan pada hadis nabi saw yang menyebutkan, “Ada
seorang badui kencing di Mesjid Nabi, saat lantainya masih berupa pasir dan batu kerikil.
Nabi pun melarang tindakan itu. Kemudian beliau menyuruh seseorang untuk
membawakan seember air dan menyiramkannya.”(HR. Bukhari dan Muslim)
3. Kotoran manusia. Hal itu sebagaimana sabda Nabi, “Jika salah seorang diantara kamu
pergi untuk buang air besar, hendaklah ia membawa tiga batu untuk bersuci dengannya,
karena ketiganya sudah cukup memadai baginya.”(HR Abu Dawud, Ahmad, Nasa’i dan
Darimi).
4. Darah Haid. Hal itu didasarkan pada sabda Rasulullah “Apabila pakaian dari salah
seorang diantara kalian terkena darah haid, hendaklah ia menggosoknya, lalu
menyiramnya dengan air, untuk kemudian shalat dengannya.”(HR. Bukhari dan Muslim)
5. Darah nifas, dalam hal ini darah nifas disamakan dengan darah haid.
6. Air liur dan keringat anjing. Hal itu seduah dijelaskan beliau melalui sabdanya, “Sucinya
bejana adalah salah seorang diantara kalian jika dijilat oleh seekor anjing adalah dengan
mencucinya tujuh kali dan yang pertama kali adalah dengan tanah.”(HR. Muslim).
7. Kencing dan kotoran binatang atau burung yang tidak boleh dimakan dagingnya.
Misalnya srigala, burung yang memiliki cakar, dan keledai.
8. Madzi, yaitu cairan yang berwarna putih yang keluar dari saluran air kencing saat
seseorang terangsang. Sabda Rasulullah, “Mengenai keluarnya madzi, ada keharusan
wudhu.” (Mutafaqqun ‘alaihi).
9. Wadi, yaitu cairan berwarna putih yang keluar setelah kencing karena suatu penyakit,
kedinginan atau karena sebab lainnya.
10. Sisa atau bekas makan dan minum babi dan anjing. Sisa makanan dan minuman hewan
ini najis, karena air liurnya bercampur dengan makanan dan minumannya tersebut.
11. Daging bangkai, yaitu daging semua binatang yang hidup di darat, yang kalau mati
darahnya tetap mengalir. Sementara binatang yang hidup di dalam air, sperti ikan dengan
berbagai macamnya, jika mati hukunya tidak najis. Adapun binatang yang tidak punya
darah mengalir, seperti lalat, semut, nyamuk dan jangkrik, jika mati tidak merupakan
najis.
12. Darah binatang yang disembelih dan darah yang mengalir deras dari tubuh
manusia ataupun binatang.
13. Bagian tubuh ternak yang dipotong saat maih hidup.. Rasulullah saw bersabda:
Apabila kita menyiramkan air ketanah atau lantai yang terkena najis, lalu bekasnya hilang, maka
hukumnya sudah suci. Demikian itulah ketentuan yang berlaku, kecuali lidah anjing yang
menjilat bejana. Untuk menyucikan bejana tersebut harus dibasuh tujuh kali yang salah satunya
dengan pasir. Bahkan untuk kehati-hatian, sebaiknya seluruh tahapan dilakukan dengan
menggunakan pasir.
Untuk menyucikan khuf, sepatu atau sandal yang terkena najis, cukup dengan menggosok-
gosokkannnya ke tanah sampai bekasnya hilang.
Bersuci dari najis setelah buang air kecil ataupun besar, cukup dengan menggunakan beberapa
buah batu yang dapat membersihkan bagian yang terkena najis. Namun demikian, akan lebih
baik jika menggunakan air. Dan yang akan lebih baik lagi jika menggunakan air
setelah beberapa buah batu, dari pada hanya menggunakan air atau batu saja.
Jika tanah yang trerkena najis menjadi kering oleh sinar matahari, atau oleh hembusan angin
yang bisa menghilangkan bekas najisnya, maka hukumnya suci. Dan untuk menyucikan kencing
bayi laki-laki yang hanya menyusu, cukup dengan menyiramkan air secara merata pada bagian
yang terkena. Adapun pakaian yang terkena air kencing bayi perempuan, harus dicuci seperti
kalau mencuci air kencing orang dewasa.
HADAS
Hadas secara etimologi ialah seseorang yang tengah berhadas, Sedangkan secara terminologi
ialah sesuatu yang mengkotori aggota tubuh yang bisa mencegah sahnya solat.seperti orang yang
junub, haid, nifas dan lain-lain.
Macam-Macam Hadas
o Hadas kecil
Hadas kecil ialah bila seseorang dalam keadaan bernajis disebabkan buang hajat selama belum
beristinjak, maka ia tetap dalam keadaan berhadas kecil.
o Hadas besar
Hadas besar ialah seseorang dalam keadaan bernajis yang mewajibkan ia mandi sesudah
berhadas besar itu, baru dinamakan ia suci dari hadas besar.
Sebab-Sebab Orang Berhadas
1. Karena bersenggama (bersetubuh suami istri) biar keluar mani atau tidak, maka wajib mandi.
Firman Allah swt. Dalam surat Al-Maidah ayat 6:
َواِ ْن ُك ْنتُ ْم ُجنُبًا فَا طَهَرُوْ ا
Artinya:
“Jika kamu junub (bersutubuh) maka hendaklah kamu mandi.”
2. Keluar mani baik karena bersutubuh atau tidak seperti bermimpi dan sebagainya, maka wajib
mandi.
3. Sebab buang kotoran (haid). Sabda Rasululloh saw. Yang artinya sebagai berikut:
Dari ‘Aisyah r.a. berkata: telah bersabda Rasululloh saw. Kepada Fatimah binti Hubaisyi,
katanya: “Bila datang haidh maka tinggalkanlah shalat (sembahyang) dan bila telah habis
maka mandilah Anda.” Hadits riwayat Bukhari
4. Karena nifas (darah yang keluar sesudah melahirkan), bila darah nifas itu telah berhenti,
maka diwajibkan mandi
Hadas besar
Seseorang yang berhadas besar karena bersutubuh atau bagi wanita karena haidh atau nifas,
dilarang mengerjakan:
Cara bersuci dari hada
Berdasarkan jenis-jenis hadas yang telah diketahui sebelumnya, ada yang disebut hadas kecil
dan ada yang disebut sebagai hadas besar. Perbedaan jenis hadas ini juga berlaku bagi perbedaan
cara menyucikannya.
Artinya:
“Allah tidak akan menerima shalat orang yang masih berhadas sehingga ia berwudhu.”(HR.
Bukhari, muslim dan lainnya)[10]
Tayammum
Allah berfirman: “Jika kalian sakit, dalam perjalanan, kembali dari tempat buang air atau
menyentuh perempuan lalu kalian tidak memperoleh air, mak bertayammumlah denagn tanah
yang baik, sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu.” (QS.al-Maidah: 6)
Para ulama berselisih pendapat, apakah tayammum itu kemurhan atau azimah ( keadaan
terdesak)? Sebagian ulama fikih mengatakan, “Ketika tidakada air, tayammum itu azimah. Tetapi
demi uzur, tayammum adalah kemurahan”
b.
Cara bersuci dari hadas besar
Apabila seseorang sedang berhadas besar, maka yang wajib ia lakukan adalh mandi
wajib. Agar ia kembali suci seperti semula dan dapat melakukan ibadah yang ditntut
harus dalam keadaan suci, seperti shalat.
Cara mandi wajib yang paling sederhana, atau hanya melakukan hal yang wajib saja,
maka ada dua hal yang dilakukan. Pertama, niat. Dan kemudian mengguyur sekujur
tubuh dengan air yang suci dan menyucikan secara merata.
https://sites.google.com/site/yusminpadanggalosblancos/about-islam/bersuci-atau-
thahara-dalam-islam
1. Penghibur Jiwa
Hadits tentang sholat yang pertama mengenai sholat adalah penyejuk hati dan penghibur
jiwa. Maka dari itu, mendirikan sholat bisa mendatangkan kenyamanan.
Berdasarkan hadits riwayat An-Nasa'i dan Ahmad Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda,
َّ َو ُج ِع َل قُ َّرةُ َع ْينِي فِي ال، ُي ِمنَ ال ُّد ْنيَا النِّ َسا ُء َوالطِّيب
Arab: صاَل ِة َّ َِّب إِل
َ ُحب
Artinya: dijadikan kesenanganku dari dunia berupa wanita dan minyak wangi. Dan
dijadikan lah penyejuk hatiku dalam ibadah shalat.
Selain itu, Nabi Muhammad juga meminta sahabatnya Bilal untuk mendirikan sholat.
Sebab, ibadah tersebut bisa menyamankan diri seseorang.
Dalam hadist riwayat Abu Dawud, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda,
Artinya: Wahai Bilal, berdirilah. Nyamankan lah kami dengan mendirikan shalat.
Keutamaan sholat bisa mencegah perbuatan keji dan mungkar. Perbuatan tersebut harus
dihindari karena dibenci oleh Allah SWT.
Berdasarkan ayat tentang sholat dalam Quran Surat Al-Ankabuut ayat 45, Allah SWT
berfirman
Arab: ب َواَقِ ِم الص َّٰلو ۗةَ اِ َّن الص َّٰلوةَ تَ ْن ٰهى َع ِن ْالفَحْ َش ۤا ِء َو ْال ُم ْن َك ِر َۗولَ ِذ ْك ُر هّٰللا ِ اَ ْكبَ ُر ۗ َوهّٰللا ُ يَ ْعلَ ُم َما
ِ اُ ْت ُل َمآ اُوْ ِح َي اِلَ ْيكَ ِمنَ ْال ِك ٰت
َتَصْ نَعُوْ ن
Artinya: bacalah Kitab (Al-Qur'an) yang telah diwahyukan kepadamu (Muhammad) dan
laksanakanlah sholat. Sesungguhnya sholat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan
mungkar. Dan (ketahuilah) mengingat Allah (sholat) itu lebih besar (keutamaannya dari
ibadah yang lain). Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.
3. Penolong
Hadist tentang sholat lainnya mengenai pertolongan. Allah SWT dalam Quran surat Al
Baqarah ayat 45 berfirman:
Arab: َصب ِْر َوالص َّٰلو ِة ۗ َواِنَّهَا لَ َكبِ ْي َرةٌ اِاَّل َعلَى ْال ٰخ ِش ِع ْي ۙن
َّ َوا ْستَ ِع ْينُوْ ا بِال
Dalam hadist riwayat Abu Dawud, Hudzaifah radhiyallahu 'anhu, beliau mengatakan,
Artinya: dulu jika ada perkara yang menyusahkan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam,
beliau mendirikan sholat.
Keutamaan sholat juga dapat memberikan kebaikan yang banyak bagi umat Islam.
Berdasarkan hadist riwayat Ahmad, dari 'Abdullah bin 'Umar radhiyallahu 'anhuma, Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam mengingatkan tentang sholat pada suatu hari, kemudian
berkata,
Arab: ،َان ٌ َواَل بُرْ ه،ٌظ َعلَ ْيهَا لَ ْم يَ ُك ْن لَهُ نُور ْ ِ َو َم ْن لَ ْم يُ َحاف، َونَ َجاةً يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة، َوبُرْ هَانًا،َت لَهُ نُورًا
ْ َم ْن َحافَظَ َعلَ ْيهَا َكان
ف
ٍ َ ل َخ ْن
ب ي بُ أ و ، م َا هو ، ع ْرف و ، ر ا
ِ ِّ َ َ ََ انَ َوْ َ ِ َ َ ِ َ َ ُونَ َ ِ َوْ نَ َ َ ان َ ق ع م ة م ا يق ْ
ال م ي كَ و ، ٌ ة اجَ َ ن اَلوَ
Artinya: Siapa saja yang menjaga sholat maka dia akan mendapatkan cahaya, petunjuk
dan keselamatan pada hari kiamat. Sedangkan, siapa saja yang tidak menjaga sholat, dia
tidak akan mendapatkan cahaya, petunjuk dan keselamatan. Dan pada hari kiamat nanti,
dia akan dikumpulkan bersama dengan Qarun, Firaun, Haman, dan Ubay bin Khalaf.
5. Penggugur Dosa
Hadits tentang sholat yang terakhir berkaitan dengan penghapus dosa. Selain dapat
membuat hati nyaman, melaksanakan sholat bisa membersihkan tubuh dari dosa.
Berdasarkan hadits riwayat Bukhari, diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu,
beliau mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
Arab: هَلْ يَ ْبقَى ِم ْن د ََرنِ ِه َش ْي ٌء؟،ت َ ب أَ َح ِد ُك ْم يَ ْغتَ ِس ُل ِم ْنهُ ُك َّل يَوْ ٍم خَ ْم
ٍ س َمرَّا ِ أَ َرأَ ْيتُ ْم لَوْ أَ َّن نَ ْهرًا بِبَا
Artinya: bagaimana pendapatmu jika di depan pintu rumahmu ada sungai, lalu Engkau
mandi sehari lima kali? Apakah tersisa kotoran di badannya?
Artinya: itu adalah permisalan untuk shalat lima waktu. Dengan sholat lima waktu, Allah
Ta'ala menghapus dosa-dosa (kecil).
https://news.detik.com/berita/d-4760405/5-hadits-tentang-sholat-dan-keutamaannya-
yang-lengkap
Amma ba’du, -wahai orang-orang yang beriman, wahai hamba-hamba Allah- bertakwalah
kalian kepada Allah ta’ala, karena barang siapa yang bertakwa kepada Allah maka Allah
akan menjaga dirinya dan menunjukinya kepada kebaikan urusan agama dan dunianya.
Kemudian, ketahuilah -semoga Allah merahmati kalian- sesungguhnya nikmat-nikmat dari
Allah jalla wa ‘ala sangatlah banyak, tak terhingga bilangannya dan tak terbatasi ukurannya.
Allah berfirman (yang artinya), “Apabila kalian berusaha untuk menghitung nikmat Allah
niscaya kalian tidak akan mampu menghingganya.” (Qs. Ibrahim: 24). Sesungguhnya
nikmat Allah jalla wa ‘ala yang paling mulia, kenikmatan-Nya yang paling agung, dan
pemberian-Nya yang paling besar adalah kenikmatan iman. Itulah kenikmatan terbesar dan
anugerah teragung dari Allah tabaraka wa ta’ala kepada siapa saja yang Dia kehendaki di
antara hamba-hamba-Nya. Allah jalla wa ‘ala berfirman (yang artinya), “Akan tetapi Allah
itulah yang membuat iman terasa menyenangkan bagi kalian, membuatnya tampak indah di
dalam hati kalian, dan yang membuat kalian benci kepada kekafiran, kefasikan, dan
kemaksiatan. Mereka itulah orang-orang yang lurus. Sebuah keutamaan dan kenikmatan
yang datang dari Allah, Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Qs. al-Hujurat: 7-
8)
Wahai hamba-hamba Allah, iman merupakan sebab untuk meraih kebahagiaan dunia dan di
akhirat. Dengan iman itulah, seorang akan bisa merasakan ketenangan dan ketenteraman,
keteguhan hati dan ketenangan jiwa. Ketenteraman jiwa dan kebahagiaan manusia akan
diperoleh dengannya. Demikian pula, kelezatan dunia dan akhirat akan tergapai dengannya.
Allah berfirman (yang artinya), “Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik dari
kalangan laki-laki maupun perempuan, sedangkan dia adalah seorang mukmin, maka Kami
akan memberikan kepadanya kehidupan yang baik, dan Kami akan membalas mereka
dengan pahala yang lebih baik daripada apa yang mereka lakukan.” (Qs. an-Nahl: 97)
Dengan iman itulah -wahai hamba-hamba Allah- akan didapatkan surga beserta segala
kenikmatan agung, anugerah yang besar, dan pemberian yang melimpah ruah yang ada di
dalam surga. Dengan iman itulah -wahai hamba-hamba Allah- akan tercapai keselamatan
dari neraka dan segala siksaan yang sangat keras dan hukuman yang sangat menyakitkan
yang terdapat di dalamnya. Dengan iman itulah -wahai hamba-hamba Allah- orang-orang
yang beriman akan bisa merasakan nikmatnya memandang wajah Rabb Yang Maha Mulia
subhanahu wa ta’ala, sementara kenikmatan itulah kenikmatan teragung yang akan
didapatkan oleh orang-orang yang beriman. Allah berfirman (yang artinya), “Pada hari itu,
wajah-wajah berseri, mereka memandang kepada Rabbnya.” (Qs. al-Qiyamah: 22-23).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dengan mengarahkan pembicaraannya kepada
kaum yang beriman, “Sesungguhnya kalian pasti akan melihat Rabb kalian pada hari
kiamat nanti sebagaimana kalian melihat bulan pada saat malam purnama, kalian tidak
perlu berdesak-desakan untuk bisa melihatnya.”
Kenikmatan iman, faedah, dan pengaruhnya kepada orang yang beriman tidak terhitung
jumlah dan ukurannya. Bahkan seluruh kenikmatan dan kebaikan yang diperoleh di dunia
maupun di akhirat, maka itu semua adalah buah dan hasil dari keimanan. Sementara seluruh
kejelekan dan bencana yang tersingkirkan dari manusia di dunia maupun di akhirat, maka
itu semua merupakan buah dan hasil yang dipetik dari pohon keimanan. Oleh sebab itu
-wahai hamba-hamba Allah- wajib bagi setiap mukmin yang telah mendapatkan kenikmatan
iman dan diberi petunjuk oleh-Nya untuk memeluk agama ini, sudah semestinya dia
semakin berpegang teguh, menjaga serta memeliharanya. Hendaknya dia meminta kepada
Rabb Yang Maha Pemurah jalla wa ‘ala agar meneguhkan dirinya di atasnya hingga
kematian tiba. Allah berfirman (yang artinya), “Allah akan meneguhkan diri orang-orang
yang beriman dengan ucapan yang kokoh di dalam kehidupan dunia dan di akhirat. Allah
menyesatkan orang-orang yang zalim dan Allah melakukan apa pun yang dikehendaki-
Nya.” (Qs. Ibrahim: 27)
Kemudian -wahai hamba-hamba Allah- sesungguhnya keimanan itulah pemberian yang
paling mulia dan paling agung sebagaimana diterangkan di dalam Kitabullah dan Sunnah
Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka barang siapa yang ingin mempelajari hakikat
iman hendaknya dia mendalami Kitabullah al-‘Aziz dan hadits-hadits Rasul yang
mulia shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dengan merujuk kepada keterangan-keterangan yang
terkandung di dalam al-Kitab dan as-Sunnah serta mengikuti penjabaran yang ada di bawah
naungan keduanya itulah dia akan bisa mempelajari keimanan. Allah jalla wa ‘ala berfirman
kepada Rasul-Nya yang mulia ‘alaihis sholatu was salam (yang artinya), “Demikianlah
Kami wahyukan kepadamu ruh dari perintah Kami, sebelumnya kamu tidak mengetahui apa
itu Kitab, dan apa pula iman, akan tetapi Kami menjadikannya sebagai cahaya yang Kami
gunakan untuk menunjuki siapa saja yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami.
Sesungguhnya kamu benar-benar menunjukkan kepada jalan yang lurus.” (Qs. as-Syura:
52). Dengan al-Kitab dan as-Sunnah serta penjabaran yang berada di bawah naungan
keduanya itulah seorang mukmin akan bisa mempelajari keimanan dengan benar. Maka
sungguh besar kebutuhan kita -wahai hamba-hamba Allah- untuk mempelajari iman dan
menimba ajaran-ajarannya sebagaimana yang terkandung dalam hadits-hadits Rasul yang
mulia ‘alaihis sholatu was salam dan senantiasa mengikuti bimbingan firman-firman Allah
tabaraka wa ta’ala.
Saya ingin mengajak kalian -wahai saudara-saudaraku- untuk merenung barang sejenak
mengenai perkara yang sangat penting yang semestinya kita perhatikan melalui beberapa
hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menerangkan perihal iman. Di antara hadits-
hadits tentang iman itu -wahai hamba-hamba Allah- adalah hadits yang tercantum di dalam
kedua kitab Shahih (Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, pent) dari Umar bin al-
Khatthab radhiyallahu’anhu di dalam kisah kedatangan Jibril ‘alaihis salam kepada
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di dalam hadits itu disebutkan bahwa Jibril berkata
kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Beritahukanlah kepadaku tentang
iman.” Kemudian beliau menjawab, “Yaitu kamu beriman kepada Allah, para malaikat-
Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, dan kamu beriman kepada takdir yang
baik maupun yang buruk.” Hadits yang agung ini menunjukkan bahwa iman itu memiliki
pokok-pokok utama dan asas yang kokoh yaitu enam pokok keimanan; iman kepada Allah
tabaraka wa ta’ala, kepada malaikat-Nya, kepada kitab-kitab-Nya, kepada para rasul-Nya,
kepada hari akhir, dan kepada takdir yang baik dan yang buruk. Penjelasan mengenai
pokok-pokok ini bisa ditemukan secara panjang lebar di dalam buku-buku aqidah.
Di antara hadits-hadits yang berbicara tentang iman -wahai hamba-hamba Allah- adalah
hadits utusan Bani Abdu Qais yang tercantum di dalam dua kitab Sahih dari Ibnu
Abbas radhiyallahu’anhuma yang menceritakan bahwa utusan dari Bani Abdu Qais datang
menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka mengatakan, “Wahai Rasulullah,
sesungguhnya di antara daerah kami dengan daerah anda terdapat kabilah dari kalangan
orang kafir Mudhar, sehingga itu membuat kami tidak bisa menemui anda kecuali hanya
pada bulan haram, maka perintahkanlah kepada kami dengan pesan yang ringkas dan
padat untuk kami kabarkan kepada orang-orang yang ada di belakang kami sehingga
nantinya dengan itu kami bisa masuk ke dalam surga.” Maka Nabi ‘alaihis sholatu was
salam bersabda, “Aku perintahkan kepada kalian untuk beriman kepada Allah.” Kemudian
beliau bertanya kepada mereka, “Tahukah kalian, apa yang dimaksud dengan iman kepada
Allah?” Mereka menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” Beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Iman kepada Allah itu adalah kamu bersaksi bahwa tidak ada
sesembahan yang benar selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah -sembari beliau
menghitungnya satu dengan jarinya- dan mendirikan sholat, menunaikan zakat, puasa
Ramadhan, dan hendaknya kalian menyerahkan seperlima dari hasil rampasan perang.”
Di dalam hadits ini Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menafsirkan iman dengan amal-amal
lahir. Di dalam hadits Jibril beliau menafsirkan iman dengan keyakinan-keyakinan hati.
Sedangkan, di dalam hadits utusan Abdu Qais ini beliau menafsirkan iman dengan amal-
amal lahir. Ini menunjukkan bahwa kedua hadits tadi menggambarkan iman itu tersusun dari
keimanan dan keyakinan yang benar yang tertanam di dalam hati, dan iman juga tersusun
dari amal-amal anggota badan yang berupa amal-amal yang suci serta ketaatan yang akan
bisa mendekatkan diri kepada Allah. Perkara terpenting di antara unsur keimanan yang
tampak itu adalah mengucapkan dua buah kalimat syahadat, mendirikan sholat, menunaikan
zakat, puasa Ramadhan, dan berhaji ke Baitullah al-Haram. Maka, ketahuilah -wahai
hamba-hamba Allah- bahwa sholat adalah bagian dari iman, puasa bagian dari iman,
menunaikan zakat bagian iman, haji juga bagian dari iman, bahkan seluruh perkara tadi yang
meliputi rukun Islam yang lima semuanya adalah bagian iman sebagaimana yang disebutkan
di dalam hadits Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Islam dibangun di atas lima hal; syahadat la ilaha illallah wa anna
Muhammadar Rasulullah, mendirikan sholat, menunaikan zakat, bepuasa Ramadhan, haji
ke Baitullah al-Haram.”
Di antara keimanan yang wajib ada -wahai hamba-hamba Allah- adalah mencintai Rasul
yang mulia shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengedepankan kecintaan kepadanya di atas
kecintaan kepada diri sendiri atau kecintaan kepada benda-benda berharga, demikian juga di
atas kecintaan kepada orang tua, anak-anak, bahkan seluruh manusia. Hal itu sebagaimana
tertera di dalam dua kitab sahih dari hadits Anas radhiyallahu’anhu bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah
beriman salah seorang dari kalian sampai aku lebih dicintainya daripada orang tua, anak-
anaknya, dan seluruh umat manusia.” Di dalam Sahih Bukhari diceritakan bahwa Umar bin
al-Khatthab radhiyallahu’anhu berkata, “Wahai Rasulullah, demi Allah sungguh anda lebih
saya cintai daripada segala sesuatu kecuali diri saya sendiri.” Maka beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak beriman salah seorang dari kalian sampai aku lebih
dicintainya daripada dirinya sendiri.” Umar radhiyallahu’anhu pun mengatakan, “Demi
Allah, sungguh anda sekarang lebih saya cintai daripada diri saya sendiri.” Kemudian
beliau mengatakan, “Nah, sekarang baru benar wahai Umar.” Cinta kepada
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bukanlah sekedar ucapan yang dilontarkan dengan lisan,
akan tetapi ia harus diwujudkan dengan ketaatan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam dalam apa saja yang beliau perintahkan, senantiasa membenarkan apa yang beliau
kabarkan, serta menahan diri dari segala hal yang beliau larang dan cegah, sebagaimana
yang dijelaskan oleh Rabb Yang Maha Mulia di dalam firman-Nya tabaraka wa ta’ala (yang
artinya), “Katakanlah: Jika kalian benar-benar mencintai Allah maka ikutilah aku, niscaya
Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian. Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.” (Qs. Ali Imran: 31)
Termasuk dalam keimanan yang wajib -wahai hamba-hamba Allah- yaitu anda mencintai
kebaikan bagi saudaramu sesama mukmin sebagaimana apa yang anda sukai untuk dirimu.
Maka perasaan dengki, hasad, dan dendam, itu semua merupakan perkara yang
mengurangi keimanan. Sebaliknya, sudah seharusnya anda memakmurkan hati anda dengan
perasaan mencintai kebaikan bagi saudara-saudaramu yang beriman. Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda sebagaimana tercantum di dalam dua kitab Sahih dan kitab
hadits lainnya dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Tidaklah beriman salah seorang dari kalian sampai dia mencintai bagi
saudaranya apa yang dia cintai bagi dirinya.” Di dalam riwayat lain dengan
tambahan, “Yaitu kebaikan.”
Termasuk dalam keimanan -wahai hamba-hamba Allah- adalah menjaga amanat. Terdapat
riwayat dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda, “Tidak sempurna iman
pada diri orang yang tidak amanah.” Amanah -wahai hamba-hamba Allah- meliputi
penjagaan terhadap ajaran-ajaran agama dengan senantiasa taat kepada Rabbul ‘alamin dan
menjalankan perintah-perintah-Nya tabaraka wa ta’ala serta menjauhkan diri dari larangan-
larangan-Nya. Amanah itu juga mencakup hak sesama hamba Allah, yaitu dengan menjaga
hak-hak sesama, menyampaikan barang-barang titipan, menjauhi pengkhianatan,
meninggalkan penipuan, dan meninggalkan berbagai jenis mu’amalah tidak benar yang lain.
Termasuk dalam keimanan pula -wahai hamba-hamba Allah- adalah meninggalkan hal-hal
yang diharamkan dan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan keji dan kemungkaran.
Oleh sebab itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah berzina seorang
pezina ketika dia berzina dalam keadaan imannya sempurna. Tidaklah mencuri seorang
pencuri ketika dia mencuri dalam keadaan imannya sempurna. Tidaklah seorang meminum
khamr dalam keadaan imannya sempurna ketika dia meminumnya. Tidaklah seorang
merampas barang berharga sehingga membuat orang lain menyorotkan pandangan mata
mereka kepadanya ketika dia melakukannya dalam keadaan imannya sempurna.” Hadits ini
menunjukkan bahwa melarutkan diri dalam kemaksiatan-kemaksiatan ini dan melakukan
dosa-dosa besar ini menyebabkan berkurangnya iman wajib. Sehingga tindakan
meninggalkan zina, tidak meminum khamr, tidak merampas, tidak mencuri, itu semua
merupakan bagian dari keimanan yang diwajibkan oleh Allah tabaraka wa ta’ala kepada
hamba-hamba-Nya. Barangsiapa yang melakukan salah satu di antara perkara-perkara itu
maka iman wajibnya telah berkurang sesuai dengan kadar dosa yang dia lakukan dan
berbanding lurus dengan tingkat kemaksiatan yang dia kerjakan.
Termasuk di dalam keimanan pula -wahai hamba-hamba Allah- adalah bertaubat kepada
Allah, inabah kepada Allah, dan kembali kepada Allah. Bahkan hal ini merupakan sesuatu
yang dicintai oleh Allah jalla wa ‘ala untuk dilakukan oleh hamba-hamba-Nya. Allah
membuka pintu taubat dan inabah untuk mereka. Dia lah Yang berfirman (yang
artinya), “Katakanlah kepada hamba-hamba-Ku yang telah melampaui batas kepada
dirinya sendiri: Janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah
mengampuni semua jenis dosa. Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” (Qs. az-Zumar: 53)
Perkara wajib yang lainnya bagi kita -wahai hamba-hamba Allah- adalah hendaknya kita
menjaga keimanan ini dengan sekuat-kuatnya dan kita pelihara ia dengan sebaik-baiknya.
Itulah perhiasan sejati dan keindahan hakiki. Salah satu doa yang sering dipanjatkan oleh
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah, “Ya Allah, hiasilah kami dengan perhiasan
keimanan dan jadikanlah kami orang-orang yang memberikan petunjuk dan senantiasa
berjalan di atas petunjuk.”
Aku ucapkan sebagaimana apa yang kalian dengarkan, dan aku meminta ampunan kepada
Allah untuk diriku sendiri dan juga untuk segenap kaum muslimin dari segala dosa.
Mintalah ampunan kepada-Nya, niscaya Dia akan mengampuni kalian. Sesungguhnya Dia
lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Segala puji bagi Allah, Yang begitu besar kebaikannya dan begitu luas karunianya, Yang
Maha Pemurah lagi Maha Memberikan kenikmatan. Aku bersaksi bahwa tidak ada
sesembahan yang benar selain Allah semata tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi
bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa as-
habihi ajma’in wa sallama tasliman katsiran.
Amma ba’du, -wahai hamba-hamba Allah- bertakwalah kepada Allah ta’ala. Selanjutnya, di
antara hadits-hadits agung lainnya yang menjelaskan tentang iman adalah hadits tentang
cabang-cabang keimanan. Sebuah hadits yang sangat agung dan memiliki kedudukan yang
sangat mulia, sebagaimana yang tercantum di dalam dua kitab Sahih dan selain keduanya
dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau
bersabda, “Iman itu tujuh puluh lebih cabang, yang tertinggi adalah ucapan la ilaha
illallah dan yang terendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Dan rasa malu
merupakan cabang dari keimanan.” Hadits yang agung ini -wahai hamba-hamba Allah-
menunjukkan bahwa iman itu ada yang berada di dalam hati, ada juga yang berada di lisan,
dan ada pula yang berada di dalam perbuatan anggota badan. Iman yang tertinggi adalah
ucapan la ilaha illallah, kalimat itu diucapkan dengan hati dalam bentuk keyakinan, dan
diucapkan dengan lisan dalam bentuk lafaz dan perkataan yang disertai dengan ilmu
terhadap artinya, pemahaman tentang kandungan hukumnya, serta merealisasikan maksud
yang terkandung di dalamnya. Maka syahadat inilah bagian iman yang terpenting dan yang
tertinggi kedudukannya.
Termasuk keimanan pula, menyingkirkan gangguan dari jalan. Sebuah amal yang dicintai
Allah jalla wa ‘ala dan pelakunya akan mendapatkan pahala dengan balasan sebesar-
besarnya, terlebih lagi apabila di dalam hati pelakunya terdapat perasaan mencintai kebaikan
bagi saudara-saudaranya sesama orang yang beriman. Terdapat riwayat di dalam Kitab
Sahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Ada seorang lelaki yang
melewati sebuah cabang pohon yang berduri -yang tergeletak di jalan, pent- lalu dia
mengatakan, ‘Aku tidak akan membiarkan benda ini tergeletak di jalan kaum muslimin agar
mereka tidak tersakiti olehnya.’ Lalu dia pun menyingkirkan benda itu dari jalan, maka
Allah berterima kasih atas perbuatannya itu, kemudian Allah memasukkannya ke dalam
surga.”
Termasuk keimanan pula, perbuatan-perbuatan yang ada di dalam hati. Salah satu jenis
perbuatan (amal) yang paling agung di dalam hati itu adalah rasa malu. Rasa malu
merupakan cabang keimanan. Rasa malu yang terbesar adalah rasa malu kepada Rabbul
‘alamin dan Pencipta seluruh makhluk ini, Dzat Yang selalu melihat kamu ketika kamu
dalam keadaan berdiri, Dzat Yang sama sekali tidak tersembunyi dari-Nya suatu perkara
pun di bumi maupun di langit. Rasa malu kepada Allah jalla wa ‘ala, yaitu dengan menjaga
kepala dan apa yang terpikir di dalamnya, menjaga perut dan apa yang masuk ke dalamnya,
serta dengan mengingat kematian dan masa tua. Perasaan malu yang akan menjadikan anda
selalu menjaga ketaatan kepada Allah dan menjauhkan diri dari apa-apa yang dilarang Allah
tabaraka wa ta’ala kepadamu. Nabi ‘alaihis sholatu was salam bersabda, “Sesungguhnya
salah satu perkara yang diperoleh manusia dari ajaran kenabian yang pertama-tama
adalah adalah; apabila kamu tidak punya rasa malu maka berbuatlah sesukamu.” Apabila
rasa malu ini ada pada diri manusia maka kebaikan masih ada. Apabila rasa malu itu telah
tidak ada maka kebaikan pun sirna. Kita berlindung kepada Allah darinya. Renungkanlah
-wahai hamba-hamba Allah- hadits-hadits tentang iman yang diriwayatkan dari Rasul yang
mulia ‘alaihis sholatu was salam, bersungguh-sungguhlah dalam memahaminya,
menerapkan dan beramal dengannya.
Sesungguhnya aku memohon kepada Allah jalla wa ‘ala dengan nama-nama-Nya Yang
Terindah dan sifat-sifat-Nya Yang Maha tinggi untuk mewujudkan iman itu di dalam diriku
dan diri kalian, semoga Allah memperindah diri kami dan diri kalian dengan perhiasan
iman. Semoga Allah menjadikan kita termasuk hamba-hamba-Nya yang bertakwa. Semoga
Allah memperbaiki bagi kita agama kita, yang hal itu merupakan pokok penjaga urusan kita.
Semoga Allah memperbaiki urusan dunia kita, yang dunia itu merupakan tempat
penghidupan kita. Semoga Allah memperbaiki akhirat kita, yang ia merupakan tempat
kembali kita. Semoga Allah menjadikan sisa hidup kita sebagai tambahan dalam segala
kebaikan, dan menjadikan kematian sebagai peristirahatan bagi kita dari semua keburukan.
Aku juga meminta kepada-Nya jalla wa ‘ala untuk meneguhkan kita di atas keimanan.
Ya Allah, kepada-Mu lah kami berserah diri, kepada-Mu lah kami beriman, kepada-Mu lah
kami bertawakal, kepada-Mu lah kami bertaubat dan taat, dan karena pertolongan-Mu lah
kami melawan musuh (agama). Kami berlindung dengan kemuliaan-Mu yang tidak ada
sesembahan yang benar selain Engkau, janganlah Engkau sesatkan kami. Engkau Yang
Maha Hidup dan tidak akan pernah mati, sedangkan jin dan manusia pasti mati.
Sampaikanlah salawat -semoga Allah menjaga kalian- kepada imam seluruh manusia dan
seorang da’i yang menyeru kepada iman, Muhammad bin Abdullah. Sebagaimana yang
diperintahkan Allah kepada kalian di dalam Kitab-Nya, Allah berfirman (yang
artinya), “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya mengucapkan salawat kepada Nabi,
wahai orang-orang yang beriman sampaikanlah salawat kepadanya dan doakanlah
baginya keselamatan yang sesungguhnya.” (Qs. al-Ahzab: 56). Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam juga bersabda, “Barang siapa yang bersalawat kepadaku sekali maka Allah akan
bersalawat kepadanya sepuluh kali.”
Ya Allah, limpahkanlah pujian kepada Muhammad dan kepada pengikut Muhammad
sebagaimana pujian yang Engkau limpahkan kepada Ibrahim dan para pengikut Ibrahim,
sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia. Berkahilah Muhammad dan para
pengikut Muhammad sebagaimana keberkahan yang Engkau berikan kepada Ibrahim dan
pengikut Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia. Ya Allah, ridailah
khulafa’ur-rasyidin para imam yang berjalan di atas petunjuk, yaitu Abu Bakar as-Shiddiq,
Umar al-Faruq, Utsman Dzu an-Nurain, dan ayah dari kedua keponakan Nabi yaitu Ali.
Kemudian ridailah ya Allah, para sahabat seluruhnya, para tabi’in dan juga orang-orang
yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari kiamat tiba. Ridailah pula kami bersama
dengan mereka, berkat anugerah, kemurahan, dan kebaikan dari-Mu, wahai Dzat Yang
Paling mulia di antara sosok-sosok yang termulia.
Ya Allah, muliakanlah Islam dan kaum muslimin. Ya Allah, muliakanlah Islam dan kaum
muslimin. Ya Allah, muliakanlah Islam dan kaum muslimin. Hinakanlah syirik dan orang-
orang musyrik, hancurkanlah musuh-musuh agama ini dan jagalah keutuhan wilayah agama
ini, wahai Rabb alam semesta. Ya Allah, curahkanlah keamanan bagi negeri kami. Ya Allah,
perbaikilah para pemimpin kami dan pemegang urusan-urusan kami dan jadikanlah
pemerintah yang menguasai kami sebagai orang-orang yang senantiasa takut kepada-Mu
dan bertakwa kepada-Mu serta mencari keridaan-Mu, wahai Rabb alam semesta. Ya Allah,
berikanlah taufik kepada pemimpin urusan kami kepada apa yang Engkau cintai dan Engkau
ridai, bantulah dia dalam kebaikan dan ketakwaan dan luruskanlah dia di dalam ucapan-
ucapan dan perbuatan-perbuatan, wahai Dzat pemilik keagungan dan kemuliaan. Ya Allah,
berikanlah taufik kepada segenap pemerintah kaum muslimin untuk melaksanakan Kitab-
Mu dan mengikuti Sunah Nabi-Mu Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ya Allah,
berikanlah kepada jiwa-jiwa kami ketakwaan dan sucikanlah ia, sesungguhnya Engkau
adalah penguasa dan pemelihara atasnya. Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada-
Mu petunjuk dan ketakwaan, terjaganya kesucian, dan kecukupan.
Ya Allah, ampunilah seluruh dosa kami, yang kecil maupun yang besar, yang dulu maupun
yang terakhir, yang tampak maupun yang tersembunyi. Ya Allah, ampunilah kami,
ampunilah kedua orang tua kami, kaum muslimin dan muslimat, orang-orang mukmin lelaki
dan perempuan, baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal. Ya Allah, ampunilah
dosa para pelaku dosa dari kalangan kaum muslimin dan terimalah taubat dari orang-orang
yang bertaubat. Tetapkanlah kesehatan, kekuatan, dan keselamatan bagi keseluruhan kaum
muslimin. Ya Allah, lepaskanlah kesedihan dari jiwa orang-orang yang dilanda duka di
antara kaum muslimin. Bebaskanlah kesusahan orang-orang yang terlilit kesulitan,
tunaikanlah hutang orang-orang yang terjerat hutang, sembuhkanlah orang-orang yang sakit
di antara kami dan orang-orang sakit di kalangan kaum muslimin yang lain. Curahkanlah
kasih sayang-Mu kepada orang-orang yang telah meninggal di antara kami dan kaum
muslimin yang telah meninggal lainnya.
Ya Allah, damaikanlah persengketaan yang ada di antara kami, satukanlah hati-hati kami,
tunjukilah kami jalan-jalan keselamatan, dan keluarkanlah kami dari berbagai kegelapan
menuju cahaya. Berkahilah pendengaran dan penglihatan kami, makanan, harta, istri, dan
anak keturunan kami. Jadikanlah kami senantiasa diberkahi di mana saja kami berada.
Wahai Rabb kami, berikanlah kepada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan
jagalah kami dari siksa neraka. Wahai hamba-hamba Allah, ingatlah kepada Allah niscaya
Allah mengingat kalian. Bersyukurlah kepada-Nya atas nikmat-nikmat Nya niscaya Dia
akan menambahkan nikmat kepada kalian. Dan sesungguhnya mengingat Allah itu adalah
perkara yang terbesar. Allah Maha Mengetahui apa pun yang kalian kerjakan.
https://muslim.or.id/679-hadits-hadits-seputar-iman.html
(رواه البخا. الينظرهللا الى من جر ثوبه خيالء: قال. ان رسول هللا صل هللا عليه وسلم.حديث ابن عمررضي هللا عنهما
)ري
Artinya:
Ibnu Umar ra berkata: “Rasulullah saw bersabda: “Allah tidak melihat (dengan
rahmatnya) pada orang yang menurunkan kainnya (di bawah mata kaki) karena sombong.”
(H.R. Bukhari).
Keterangan:
Pada hari kiamat nanti, Allah tidak suka melihat orang-orang yang ketika di dunia suka
membuang uangnya untuk keperluan yang tidak berguna dan bermamfaat bukan di gunakan
untuk keperluan di jalan Allah. Apalagi hanya berfoya-foya membeli pakaian untuk
memamerkan kepada orang lain dan menyombongkan dirinya.
فقال. من جرّثوبه خيالء لم ينظرهللا اليه يوم القيا مة:ان النّب ّي صلّى هللا عليه وسلّم قال
ّ وعن ابن عمررضى هللا عنهما
ّ ّ ّ ّ
انك لست. فقال له رسول هللا صلى هللا عليه وسلم,ان ازارى يسترخى االان ا تعاهده ّ ابوبكررضى هللا عنه يا رسول هللا
) (رواه البخاري ومسلم.م ّمن يفعله خيالء
Artinya:
Ibnu Umar ra berkata: bersabda Nabi saw: “ siapa yang menurunkan kainnya di
bawah mata kaki karena sombong, Allah tidak melihat kepadanya dengan pandangan rahmat
pada hari kiamat”. Maka Abu Bakar bertanya: “ya Rasulullah, kain saya selalu turun
kebawah mata kaki kecuali jika saya jaga benar-benar”. Bersabda Nabi: “Engkau tidak
berbuat itu karena sombong”. (H.R. Bukhari dan Muslim)
(رواه البخا. من االزار ففى النارn ما اسفل من الكعبين: قا ل,عن ابى هريرة رضي هللا عنه عن انبي صلى هللا عليه و سلم
)ري
Artinya:
Dari Abu Hurairah ra Nabi saw bersabda: Orang yang mengenakan baju yang
panjangnya melewati mata kaki akan berada di api neraka. (H.R. Bukhari)
اذهب فتو: بينما رجل يصلّى مسبال ازاره قا ل له رسول هللا صلّى هللا عليه وسلّم: وعن ابى هريرة رضى هللا عنه قا ل
ّ
سكت عنه؟ يا رسول هللا ؟ ما لك امر ته ان يتوضّأ ث ّم: له ر جل: اذهب فتوضّأ فقا ل: فقا ل, فذ هب فتوضّأ ث ّم جاء,ضّأ
) (رواه ابوداود با سناد صحيح على ثرط سلم. وان هللا اليقبل صالة رجل مسبل ّ , انّه كان يصلّى وهو مسبل ازاره: قا ل
Artinya:
Dari Abu Hurairah ra Ia berkata : “Pada suatu ketika ada seseorang shalat dengan kain
yang sampai di bawah mata kaki, maka Rasulullah saw bersabda: “Pergilah dan
berwudhuklah“. Ia pun pergi dan berwudhuk”. Maka ada seseorang bertanya: “Wahai
Rasulullah, mengapa engkau menyuruh orang itu melakukan wudhuk kemudian engkau
diamkan?” Beliau bersabda: karna ia shalat dengan memakai kain sampai di bawah mata
kaki. Sesungguhnya Allah tidak akan menerima shalat seseorang yang memakai kain sampai
di bawah mata kaki.” (H.R. Abu Daud).
فجعله فى يمينه وذهبا فجعله فى ثماله ثم. رايت رسول هللا صلى هللا عليه وسلم اخذ حريرا: وعن عل ّى رضى هللا عنه قال
ّ : قال.
) ( رواه ابوداودباسنادحسن.ان هذين حرام ا ّمتى
Artinya:
Dari Ali ra ia berkata: Saya melihat Rasulullah saw. Memegang kain sutera di tangan
kanannya, dan memegang emas di tangan kirinya, kemudian bersabda: “Sesungguhnya dua
benda ini adalah haram bagi ummatku yang laki-laki.” (H.R. Abu Daud).
. من لبس الحرير فى الدنيا لم يلبسه فى اآلخرة: قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم: وعن انس رضى هللا عنه قال
)( متفق عليه
Artinya:
Dari Anas ra. Ia berkata: Rasulullah saw. Bersabda:” Barang siapa yang memakai kain sutera
di dunia, maka tidak akan memakainya kelak di akhirat. ( H.R. Bukhari dan Muslim).
ثم ان الناس. يوماواحدا, ختمامن ورق. انه راى فى يدرسول هللا صلى هللا عليه وسلم,حديث انس بن مالك رضى هللا عنه
) (رواه البخارى. فطرح الناس خوتيمهم,اصطنعواالخواتيم من ورق ولبسوهافطرح رسول هللا صلى هللا عليه وسلم خاتمه
Artinya:
Anas bin Malik ra melihat di jari Nabi saw ada cincin perak suatu hari, kemudian
orang-orang membuat cincin perak dan memakainya, kemudian nabi meletakkan cincinnya,
maka orang-orang pada melepaskan cincin mereka”. (H.R. Bukhari)
) (رواه البخاري. انه نهى عن خا تم الذهب: عن ابى هريرة رضي هللا عنه عن النبي صلى هللا عليه وسلم
Artinya:
Abu Hurairata ra berkata bahwa Nabi saw melarang mengenakan cincin emas. (H.R.
Bukhari).
Kesimpulan hadist
Alasan yang logisnya kenapa cincin emas di haramkan bagi laki-laki, karena emas
adalah perhiasan yang paling mahal bagi manusia yang di pakai oleh wanita, yang tujuan
pemakaiannya adalah untuk berhias dan berdandan. Sedangkan laki-laki itu tidak di ciptakan
untuk kepentingan itu atau laki-laki bukanlah makhluk yang menjadi sempurna karena
sesuatu yang lain, tetapi laki-laki sempurna dengan dirinya sendiri karena dia mempunyai
kejantanan dan karena laki-laki tidak perlu berhias untuk menarik orang lain. Berbeda
dengan dengan wanita, karena wanita memiliki sifat kurang maka dia perlu sesuatu yang lain
untuk menyempurnakan keindahannya.
Allah juga melarang pria memakai perhiasan emas karena itu menjadi alat berbangga-
bangga dan bermegah-megahan.
Ada orang yang berpendapat emas putih, platina, atau berlian, yang lebih mahal dari
pada emas, halal karena itu bukan emas akan tetapi meskipun tidak ada dalil emas putih
platina, atau berlian itu haram bagi pria, namun Nabi dan Sahabat tidak pernah memakainya.
Sebagaimana ayat Al-qur’an yang menyatakan khamar dan judi itu haram, bukan berarti
yang haram itu Cuma khamar atau judi yang digunakan bangsa arab saat itu. Tetapi setiap
yang memabukkan itu semua haram seperti wiskey, bir, narkoba dan lain-lain.
Tato berasal dari bahasa Tahiti “tatu” yang artinya tanda. Tato ialah suatu kegiatan
menggambar pada anggota tubuh dengan menggunakan alat sejenis jarum atau benda yang
tajam. Biasanya tato dilakukan di wajah, bibir, tangan dan juga anggota tubuh lainnya.
Tato dalam islam sangatlah dilarang, karena selain dapat menyiksa tubuh juga dapat
mengubah ciptaan Allah. Selain itu tato juga tasyabbun bilkuffar (meniru-niru adat non
muslim tanpa ada mamfaat tertentu). Tato juga menghalangi kita dari air wudhu, dan mandi
besar yang dikarenakan tinta atau zat pewarna yang terdapat pada tato telah tercampur oleh
zat-zat kimiawi yang asalnya sama sekali tidak diketahui sehingga membuat ibadah kita tidak
sah.
Tato merupakan sesuatu yang diharamkan oleh Allah karena dapat mengubah
ciptaannya. Berdasarkan adanya bekas tusukan jarum akibat proses pentatoan. Begitu juga
halnya dengan menyiksa tubuh tanpa ada suatu kepentingan. Seperti dalam hadis ibnu
mas'ud:
فبلغ, المغيرات خلق هللا, والمتنمصات والمتفلجات للحسن, لعن هللا الواشمات والموتشمات:قال,حديث عبدهللا بن مسعود
ومالى الالعن من: فقال. انه بلغنى عنك انك لعنت كيت وكيت: فقالت, فجاءت. يقال لهاام يعقوب,ذلك امرأةمن بنى اسد
لئن: فقال. لقدقرأت مابين اللوحين فماوجدت فيه ماتقول: ومن هوفى كتاب هللا؟ فقالت,لعن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم
: قالت. فانه قدنهى عنه: اماقرأت(وما ءاتاكم الرسول فخذوه ومانهكم عنه فانتهوا؟) قالت بلى قالn. لقدوجدتيه,كنت قرأتيه
(رواه. لوكانت كذلك ماجامعتنا: فقال. فلم ترمن حاجتهاشيئا, فذهبت فنظرت.فاذهبى فانظرى:قال.فانى ارى اهلك يفعلونه
)البخارى ومسلم
Artinya:
Abdullah bin Mas’ud ra berkata: “Allah telah mengutuk wanita yang membuat tahi
lalat palsunya dan yang minta dibuatkan, dan mencukur rambut pada wajahnya, serta orang-
orang yang menghilangkan rambut pada wajahnya, serta orang-orang yang merenggangkan
gigi atau mengikir giginya (pangur) untuk kecantikan yang mengubah ciptaan Allah.
Keterangan ini telah didengar oleh seorang wanita Bani Asad bernama Ummi Ya’qub, maka
seraya ia datang dan Tanya: “aku dengar anda mengutuk ini dan itu?”. Jawab Ibnu Mas,ud:
“mengapa aku tidak mengutuk orang yang dikutuk oleh Rasulullah saw dan itu juga dalam
kitab Allah”. Um Ya’qub berkata: “aku telah membaca kitab Allah dari awal hingga akhir
dan tidak menemukan apa yang anda katakana itu”. Ibnu Mas’ud berkata: “jika benar anda
membaca pasti menemukannya, apakah anda tidak membaca ayat: (dan semua yang
diajarkan Rasulullah kepadamu maka terimalah dan semua yang dilarang hentikanlah)”.
Jawab Um Ya’qub: “benar”. Ibnu Mas’ud berkata: “Dan Nabi saw telah melarang itu
semua”. Um Ya’qub berkata: “tetapi istrimu berbuat itu”. Ibnu Mas’ud menjawab: “Lihatlah
ke dalam”, maka pergi melihat, ternyata tidak berbuat itu. Ibnu Mas’ud berkata “Andaikan ia
berbuat tentu tidak kumpul dengan kami”. (H.R. Bukhari dan Muslim)
انثدكم با هلل امن سمع من الني صلى هللا عليه وسلم فى الوثم؟ فقال: فقام فقال, اتى عمر بإمرأة تثم:عن ابى هريرة قال
. التشمن والتستوثمن: سمعت نبي صلى هللا عليه وسلم يقول: قال, ياامير المؤمنين ناسمعت: فقمت فقلت: ابوهريرة
)(رواه البخارى
Artinya:
Abu hurairah berkata, umar didatangi seorang wanita yang bertato dia berdiri sambil
berkata “ aku ingatkan kalian kepada Allah! Siapakah yang pernah mendengar sabda Nabi
Saw tentang pembuatan tato? Abu hurairah berkata ”aku berkata wahai Amirul mukminin,
Aku pernah mendengar sabda tersebut. Dia kembali bertanya kepadaku, Apakah yang kamu
dengar? Aku menjawab aku mendengar Rasulullah Saw bersabda, janganlah kalian
melakukan tato dan jangan kalian meminta di tato. (H.R.Bukhari)
. المخنثين من الرجال والمتر جالت من النساء, لعن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم: قال,عن ابن عبا س رضى هللا عنه
(رواه. والمتثبهات من النساء با لرجا ل, لعن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم المتثبهين من الرجا ل با لنساء: وفى رواية
)البخارى
Artinya:
Ibnu Abbas ra berkata: Rasullah saw melaknat orang laki-laki yang berlagak perempuan dan
orang perempuan yang berlagak meniru laki-laki. Dalam riwayat lain: Rasulullah saw
melaknat orang laki-laki yang meniru perempuan dan perempuan yang meniru laki-laki.
(H.R. Bukhari).
B. Kesimpulan
Pakaian adalah suatu benda atau sesuatu yang di gunakan untuk menutup aurat atau sesuatu
hal yang malu jika di perlihatkan sesuatu yang aib. Agama islam telah menggambarkan
bahwa berpakaian itu tujuannya untuk menutup aurat sebagai salah satu tanda kepatuhan kita
kepada Allah. Dalam rangka ini, menutup aurat mestilah menjadi pertimbangan yang utama
bagi setiap muslim dalam memakai pakaian. Agama membolehkan memakai pakaian dari
jenis apapun bahannya di buat, asalkan tidak ada ketentuan yang melarangnya. Oleh sebab
itu etika berpakaian dalam islam bukan hanya sekedar memakai pakaian yang menutup aurat,
tetapi pula memperhatikan aspek etika. Memakai pakaian yang menyeret tanah tidak
diperbolehkan dalam islam, karena ini dianggap sebagai suatu hal yang berlebihan, oleh
sebab itu jika kita memakai pakaian hendaklah yang sopan dan menutup aurat.
Pengharaman mengenakan sutera bagi kaum laki-laki dan tidak untuk kaum
perempuan. Larangan bagi kaum laki-laki memakai cincin emas, yang hukumnya haram,
karena itu menyerupai tindakan dan perilaku kaum wanita, menghilangkan kejantanan dan
karisma.
http://el-unsa.blogspot.com/2012/12/hadist-tentang-pakaian-dan-hiasan.html
II. RUMUSAN MASALAH
a) Pergaulan Yang Baik
b) Tata Cara Pergaulan Lawan jenis
c) Tata Cara Pergaulan Lawan Jenis Berdasarkan Repotase Hadist
III. PEMBAHASAN
A. Pergaulan Yang baik
Pergaulan yang baik ialah melaksanakan pergaulan menurut norma-norma kemasyarakatan
yang tidak bertentangan dengan hukum syara’, serta memenuhi segala hal yang berhak
mendapatkannya masing-masing menurut kadarnya.
Agama islam menyeru dan mengajak kaum muslimin melakukan pergaulan di antara kaum
muslimin baik yang bersifat pribadi orang seorang, maupun dalam bentuk kesatuan. Karena
dengan pergaulan kita dapat saling berhubungan mengadakan pendekatan satu sama lain, bisa
saling menunjang dan mengisi antara satu dengan lainnya.[2]
B. Tata Cara Pergaulan Lawan Jenis
Adapun pergaulan antara pria dan wanita atau sebaliknya maka itulah yang meimbulkan
berbagai problrm yang memerlukan pengaturan dengan suatu peraturan tertentu. Pergaulan
pria dan wanita itulah yang melahirkan berbagai interaksi yang timbul karenanya.
Pemahaman masyarakat lebih-lebih kaum terdapat system pergaulan pria dan wanita dalam
islam mengalami kegoncangan dahsyat. Pemahaman mereka amat jauh dari hakekat islam,
dikarenakan jauhnya mereka dari ide-ide dan hukum islam. Kaum muslimin berada di antara
dua golongan. Pertama, orang yang melampaui batas(tafrith) yang beranggapan bahwa
termasuk hak wanita adalah berdua-duaan atau berkhalwat dengan laki-laki sesuai dengan
kehendaknya dan keluar rumah dengan membuka auratnya dan memakai baju yang ia sukai.
Kedua, orang-orang yang terlalu ketat(ifrath) yang tidak memandang wanita tidak boleh
bertemu dengan pria sama sekali dan seluruh badan wanita adalah aurat termasuk wajah dan
telapak tangannya. Karena adanya sikap golongan dua ini timbul perselisihan dan
permusuhan diantara mereka.
Islam sebagai agama yang mempunyai karakteristik moderat memberikan batasan pergaulan
antara lawan jenis. System interaksi (pergaulan) dalam islamlah yang menjadikan aspek
ruhani sebagai landasan dan hukum-hukum syari’at tolok ukur yang didalamnya terdapat
hukum-hukum yang mampu menciptakan nilai-nilai akhlak yang luhur. System islam
memandang manusia baik pria maupun wanita sebagai seorang yang memiliki naluri,
perasaan, dan akal.
Dengan hukum-hukum inilah islam dapat menjaga interaksi antara pria dan wanita sehingga
tidak menjadi interaki yang mengarah pada hubungan lawan jenis atau hubungan yang
bersifat seksual. Artinya interaksi mereka tetap dalam koridor kerjasama semata dalam
menggapai berbagai kemaslahatan dan dalam melakukan berbagai aktifitas. Dengan hukum-
hukum inilah islam mampu memecahkan hubungan yang muncul dari adanya sejumlah
kepentingan individual, baik pria maupun wanita ketika mereka bertemu dan berinteraksi.[3]
C. Tata CaraPergaulan Lawan Jenis Berdasarkan Repotase Hadist
1. Haram Duduk Berdua (Berkhilwat) Dengan Perempuan Bukan Muhram.
Uqbah Ibn Amir ra. Menerangkan:
َ n َرأَيْتَ ْال َح ْمnَول هللاِ ! أَف
:الnn ق و؟n َ nيارس
ُ :ار َ ٌل ِمنَ اأْل َ ْنnا َل َر ُجnnَ فَق.ا ِءn ِإيَّا ُك ْم َوال ُّدخوْ َل عَل َى النِّ َس:أَ َّن َرسُو ُل هللاِ عليه وسلّم قَا َل
ِ nص
.تُ ْْال َح ْم ُو ْال َمو
“Bahwsannya Rasulullah SAW bersabda: janganlah kamu masuk ke kamar-kamar
perempuan. Seorang laki-laki Anshar berkata: Ya Rasulullah terangkan padaku bagaimana
hukum masuk ke dalam kamar ipar perempuan. Nabi SAW menjawab; ipar itu adalah
kematian (kebinasaan).”(al bukhari 67:111: muslim 39:8: Al lu’lu-u wal marjan 3;69-70)
Nabi tidak membenarkan kita masuk ke kamar-kamar perempuan, maka hal ini memeberi
pengertian, bahwa kita dilarang duduk-duduk berdua-duaan saja dalam sebuah bilik dengan
seorang perempuan tanpa mahramnya.
Ahli hadis tidak ada yang mengetahui nama orang anshar yang bertanya kepada Rasul
tentang hukum kerabat-kerabat si suami yang selain dari ayah dan anaknya, masuk ke tempat
istri si suami itu. Diterangkan oleh An Nawawy, bahwa yang dimaksud dengan Hamwu
disini, ialah kerabat-kerabat si suami seperti saudaranya, anak saudaranya dan kerabat-
kerabat lain yang boleh mengawini istrinya bila ia di ceraikan atau meninggal.
Yang tidak masuk ke dalam kerabat disini ialah ayah dan anak si suami karena mereka di
anggap mahram.[4]
Nabi menerangkan bahwa kerabat-kerabat si suami menjumpai si istri itu sama dengan
menjumpai kematian, karena menyendiri dalam kamar memudahkan timbul nafsu jahat yang
membawa pada kemurkaan Allah dan membawa kepada kebinasaan, atau menyebabkan si
suami menceraikan istrinya jika sang suami pencemburu. Jelasnya, takut kepada mudah
timbul kejahatan dari kerabat-kerabat itu adalah lebih mudah daripada yang dilakukan oleh
yang bukan kerabat. Karena kerabat itu lebih leluasa masuk kedalam bilik-bilik si perempuan
dengan tidak menimbulkan prasangka tang tidak-tidak. Mengingat hal ini perlu dihindari
masuk ke dalam bilik orang lain.
Dikarenakan jika kita berada dalam satu bilik dengan seorang perempuan yang bukan
mahram. Dikhawatirkan kita akan terjebak untuk mengikuti hawa nafsu. Apabila seorang
bergerak mengikutinya meskipun hanya selangkah. Ia akan terpaksa untuk mengikuti
langkah itu dengan langkah berikutnya.
Dalam Al-Kafi, Imam As shidiq a.s diriwyatkan berkata: “waspadalah hawa nafsumu
sebagaimana engkau mewaspadai musuhmu. Sebab tidak ada musuh yang lebih berbahaya
bagi manusia selain kaetundukan pada hawa nafsu dan perkataan lidahnya.”[5]
ْي َمةً الَت َْخفَى َعلَى َم ْنn رأَةً َج ِسn َ nت ا ْم ِ َ َو َكان،اجتِهَا َ لِ َح، ُب ال ِح َجاب َ ُرِ ت َسوْ َدةُ بَ ُع َد َماض ْ خَ َر َج:تْ َض َي هللاُ عنهُ َما قَل ِ ْث عَائِ َشةَ َر ُ َح ِدي
ً ةnت َرا ِج َع ْ َ أnnَا ْن َكفnَ ف: ت ْ َ قَال. َ فَ ْنظُ ِريْ َك ْيفَ ت َْخ َر ِج ْين، يَا َسوْ َدةُ ! أَ َما َوهللاِ َما ت َْخفَ ْينَ َعلَ ْينَا: فَقَا َل،ب َّ َ
ِ فَ َرأهَا ُع َم َربْنُ الخَ طا،ْرفُهَا ِ يَع
اnnق فِى يَ ِد ِه َم َ ْت فَأَوْ َحى هللاُ إِلَ ْي ِه ُش َّم ُرفِ َع َع ْنهُ َوإِ َّن ال َعر
ْ َ قَال: فَقَا َل لِى ُع َم ُر َك َذا َو َك ّذا،عض َح َجتِى ِ َِ َ َب ل ُ
ت جر َ
خ ىِّ ن إ
ِ ِ! هللا ل
ُ س
ُْو َو َر
ُ ْ
.)أن تَخرُجْ نَ لِ َحا َجتِك َّن ُ َ ُ َ َّ
ْ ال (إِنهُ ق ْد أ ِذنَ لك َّن َ َ
َ ض َعهُ فق َ و
Aisah r.a. berkata: pada suatu hari saudah binti Zam’ah r.a. keluar dari rumah untuk suatu
keperluan dan ia wanita yang gemuk besar, hampir semua orang mengenalnya, maka dilihat
oleh Umar bin Al Khattab dan menegurnya: “ya Saudah, demi Allah engkau tidak samar
terhadap kami, karena itu hendaknya engkau perhatikan ketika keluar rumah: Saudah
mendengar teguran itu segeralah ia kembali, sedang Rasulullah SAW. Ketika itu sedang
makan dirumahku dan ditangan Nabi SAW. Maka Saudah masuk dan berkata: ya Rasulallah,
aku keluar untuk suatu hajat tiba-tiba Umar menegur begini kepadaku. Tiba-tiba turunlah
wahyu sedang daging masih tetap ditangan nabi SAW. Lalu bersabda: “sungguh telah di
izinkan bagi kalian keluar untuk hajatmu”. (HR. Bukhari Muslim).[7]
Dari kutipan hadits di atas dapat diketahui bahwa pada hakekatnya wanita diperkenankan
keluar rumah walaupun awalnya sahabat Umar melarang perbuatan tersebut.
4. Hadits tentang memandang wanita
َ ص َرهُ إالَّ أحْ د
َث هللا لَهَ ِعبَا َدةً يَ ِج ُد َحالَ َوتَهَا ْ َما ِم ْن ُم ْسلِ ٍم يَ ْنظُ ُرإِلَى إ ْم َرأ ٍة أَ َّو َل ن
َ ََظ َر ٍة ثُ َّم يَ ُغضُّ ب
“Tidaklah seorang muslim yang memandang seorang wanita dalam pandangan pertamanya.
Kemudian ia palingkan pandangannya kecuali Allah menjadikannya nilai ibadah yang akan
dirasakan kemanisannya.”
“Memandang wanita (bukan muhram) merupakan salah satu anak panah iblis. Barangsiapa
meninggalkannya karena takut akan Adzab Allah. Maka Allah akan menganugrahkan
kepadanya iman yang dirasakan manisnya dalam hatinya.”[8]
Islam mengajarkan kita agar selalu menjaga mata kita agar tidak melakukan zina mata.
Jikalau ada satu kenikmatan, maka yang pertama itu ibadah dan selanjutnya itu perangkap
syaithan. Karena itulah jauhi dalam memandang wanita secara terus-menerus, karena bisa
jadi, yang pertama itu merupakan nikmat Allah dan pandangan yang kedua itu panah iblis.
IV. KESIMPULAN
Pergaulan yang baik ialah melaksanakan pergaulan menurut norma-norma kemasyarakatan
yang tidak bertentangan dengan hukum syara’, serta memenuhi segala hal yang berhak
mendapatkannya masing-masing menurut kadarnya.
Islam sebagai agama yang mempunyai karakteristik moderat memberikan batasan pergaulan
antara lawan jenis, diantaranya:
Haram Duduk Berdua (Berkhilwat) Dengan Perempuan Bukan Muhram.
Haram melihat perempuan yang Bukan Mahram
Wanita boleh keluar rumah untuk memenuhi hajatnya
Hadits tentang memandang wanita
Boleh memboncengkan perempuan yang bukan mahram apabila keletihan di jalan
https://presidentpocong.blogspot.com/2017/03/hadits-tentang-tata-cara-pergaulan.html
"Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci). Kemudian kedua orang tunyalah yang akan
menjadikan anak itu menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi sebagaimana binatang ternak yang
melahirkan binatang ternak dengan sempurna. Apakah kalian melihat ada cacat padanya?" (HR.
Bukhari)
Kewajiban menuntut ilmu
ارا َواَل ِد ْر َه ًما ِإ َّن َما َو َّر ُثوا ا ْل ِع ْل َم َف َمنْ َأ َخ َذ ِب ِه َأ َخ َذ ِب َح ٍّظ َوا ِف ٍر َ ِإنَّ اأْل َ ْن ِب َي
ً اء َل ْم ُي َو ِّر ُثوا ِدي َن
“Sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, sesungguhnya mereka hanyalah
mewariskan ilmu, maka barangsiapa yang telah mengambilnya, maka ia telah mengambil bagian
yang banyak.” (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi).
Pendidikan karakter
Menghadirkan pendidikan yang baik
س ٍن ٍ ض َل ِم ْن َأ َد
َ ب َح َ َما َن َح َل َوا ِل ٌد َو َلدًا ِم ْن َن ْح ٍل َأ ْف
"Tiada suatu pemberian yang lebih utama dari orang tua kepada anaknya selain pendidikan yang
baik. (HR. Al-Hakim)
https://m.oase.id/read/qW0mVR-10-hadis-tentang-pendidikan
https://geotimes.co.id/kolom/agama/menyerupai-suatu-kaum-hadits-konteks-budaya-dan-
tahun-baru-2018/
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Muqatil Telah mengabarkan kepada kami
Abdullah telah mengabarkan kepada kami Yunus dari Ibnu Syihab mengatakan; telah
menceritakan kepadaku Abu Salamah bin Abdurrahman dari Jabir bin Abdullah Al Anshary,
ada seorang laki-laki dari kabilah Aslam menemui Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam, ia
menceritakkanya bahwa laki-laki itu telah berzina dan ia sendiri bersaksi empat kali, maka
Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam memerintahkan untuk merajamnya, karena laki-laki itu
telah menikah. (H.R Bukhari 6316)
Kosa Kata
Maka bersaksi فَ َش ِه َد
Dirinya نَ ْف ِس ِه
Maka dirajam ِ فَر
ُج َم
Empat أَرْ بَ َع
Tafsir hadits
Hadits ini mencangkup bebrbagai masalah pokok :
Pertama : dia (seseorang yang datang kepada Rasulullah) mengakui perbuatannya sebanyak
empat kali, dalam hal ini para ulama berbeda pendapat : apakah disyaratkan untuk
mengulangi pengakuannya sebanyak empat kali atau tidak?
Al-Hasan, Malik, Asy-Syafi’i, Dawud dan yang lainnya (sebagaimana telah
disebutkan dahulu) tidak mensyaratkan mengulangi pengakuan terhadap perbuatan dosa tidak
disyaratkan mengulangi pengakuannya. Seperti pembunuhan dan pencurian, dan juga
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda kepada Unais, “Jika dia mengaku, maka
rajamlah”, tidak Sallam bersabda kepada Unais , “Jika dia mengaku, maka rajamlah”, tidak
disebutkan untuk mengulangi pengakuannya terhadap perbuatan dosa dan jika hal itu
diisyaratkan, pastilah disebutkan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam : karena saat itu
yang paling tepat untuk menerangkan tentang hukum dan tidak boleh ditunda-tunda pada saat
dibutuhkan. Sementara itu, jumhur ulama mensyaratkan untuk mengulangi pengakuan zina
sebanyak empat kali berdasarkan hasits ma’iz ini.
Kedua : Lafazh-lafazh hadits ini mewajibkan kepada para pemimpin untuk mengklasifikasi si
pelaku dengan hal-hal yang membuatnya terhindar dari hukuman had, karena diriwiyatkan
dalam hadits tentang maksud yang sama, seperti dalam hadits Buraidah Nabi bertanya
kepadanya , “apakah engkau minum khamar ? ” Ia menjawab, “Tidak.” Lalu ada seseorang
yang berdiri menyelidikinya dan ternyata memang tidak mencium bau khamr darinya.
Dalam hadits ibnu Abbas, “ Mungkin Kamu hanya mencium atau menyentuh saja “, “
Apakah kamu menidurinya ? Ia menjawab, “Ya” Lalu, Berkata, “ Apakah kulitmu
bersentuhan dengan kulitnya ?” Dia menjawab, “Ya” Lalu bertanya, “Apakah kamu benar-
benar menggaulinya?” Ia menjawab, “Ya.” Dalam hadits Ibnu Abbas lainnya diterangkan, “
Apakah Kamu membaringkannya?” Ia menjawab, “Ya, tidak ada penghalang di antara kami”
Dalam Hadits Abu hurairah, “Apakah kamu membaringkannya?” Ia Menjawab, “Ya”
lalu bertanya lagi, “Apakah kemaluannya?” Ia menjawab, “Ya”. Lalu bertanya lagi,
“Sebagaimana alat cetak yang masuk ke tempat celaknya dan timba kedalam sumur?”Ia
menjawab, “Ya” Lalu bertanya lagi, “Apakah kamu mengetahui yang dimaksud dengan
zina?” Ia Menjawab, “Ya, saya berhubungan dengannya sebagaimana hubungan suami-isteri
sah “ Lalu berkata, “Apa yang engkau inginkan dari semua keterangan ini ? Ia menjawab
“Hukumlah saya agar diri ini bersih dari dosa ini. “Maka dirajamlah dia”.[1]
َار ٌم قَا َل َح َّدثَنَا َح َّما ٌد قَا َل َح َّدثَنَا ُعبَ ْي ُد هَّللا ِ بْنُ ُع َم َر ع َْن َس ِعي ٍد ْال َم ْقب ُِريِّ ع َْن أَبِي هُ َري َْرةَ أَ َّن َرسُو َل ِ أَ ْخبَ َرنَا أَبُو دَا ُو َد قَا َل َح َّدثَنَا ع
ْال ُم ْختَا ُل َوال َّش ْي ُخ ال َّزانِي َواإْل ِ َما ُم ْال َجائِ ُر َو ْالفَقِي ُر ُع ْال َحاَّل ف
ُ ضهُ ْم هَّللا ُ َع َّز َو َج َّل ْالبَيَّا
ُ صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل أَرْ بَ َعةٌ يَ ْب ُغ
َ ِ هَّللا
Telah mengabarkan kepada kami Abu Dawud dia berkata; Telah menceritakan kepada kami
'Arim dia berkata; Telah menceritakan kepada kami Hammad dia berkata; Telah
menceritakan kepada kami 'Ubaidullah bin 'Umar dari Sa'id Al Maqburi dari Abu Hurairah
bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Empat golongan yang Allah Azza
wa Jalla membenci mereka; "Penjual yang suka bersumpah, orang fakir yang sombong,
orang tua renta yang berzina, dan pemimpin yang durjana." (H.R an-Nasa’I no. 2529)
Kosa Kata
Empat ٌأَرْ بَ َعة
Penjual ُ ْالبَيَّا
ع
Orang tua ال َّش ْي ُخ
Durjana ْال َجائِر
Telah menceritakan kepada kami Yazid telah mengabarkan kepada kami Aswad bin Syaiban
dari Yazid Abil A'la dari Mutharrif bin Abdullah bin Syikhir berkata, telah sampai padaku
sebuah hadits dari Abu Dzar, maka aku lebih suka mendatanginya dan bertemulah aku
dengannya, lalu aku katakan padanya, "Wahai Abu Dzar, telah sampai padaku sebuah hadits
darimu, aku menyukai untuk langsung bertemu denganmu sehingga aku bisa langsung
bertanya kepadamu." Abu Dzar berkata, "Engkau telah menemuiku, maka sekarang
bertanyalah kepadaku." Mutharrif berkata, "Aku lalu bertanya, "Telah sampai padaku bahwa
engkau berkata, "Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tiga
golongan yang dicintai Allah Azza Wa Jalla, sedang tiga golongan selainnya dimurkai'?"
Abu Dzar menjawab, "Benar, dan aku tidak mungkin berbohong terhadap kekasihku
Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam atas tiga hal yang beliau sebutkan." Mutharrif
berkata, "Aku bertanya, "Siapa tiga golongan yang Allah mencintainya?" Abu Dzar
menjawab, "Seseorang yang berperang di jalan Allah dengan ikhlas dan berharap ridla Allah,
lalu ia maju hingga gugur, dan kalian dapatkan dalam Kitabullah: '(Sesungguhnya Allah
menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur) ' (Qs. Ash Shaff: 4).
Kedua seseorang yang mendapatkan tetangganya selalu mencaci dan mengganggunya sedang
ia tetap bersabar dan berharap Allah akan menghentikannya dengan kematian atau semasa
hidupnya. Dan seseorang yang melakukan perjalanan dengan sekelompok kaum hingga
terasa lelah dan kantuk mereka, tetapi ia bangun di akhir malam, ia bangun dan shalat."
Mutharrif berkata, "Lalu siapa tiga kelompok yang Allah murka padanya?" Abu Dzar
menjawab, "Orang-orang yang sombong lagi berbangga diri, dan engkau dapatkan dalam
Kitabullah; '(Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi
membanggakan diri) ' (Qs. Luqman: 18). Orang bakhil yang menyebut-nyebut pemberiannya,
serta pedagang atau pembeli yang mengumbar sumpah." Mutharrif berkata, "Wahai Abu
Dzar, apa saja yang termasuk harta itu?" Abu Dzar menjawab, "Kambing dan unta."
Mutharrif berkata, "Aku menjawab, "Bukan itu yang aku tanyakan, hanyasanya aku
menanyakan emas dan perak (timbunan harta)?" Abu Dzar berkata, "Ia tidak boleh menginap
dan tidak boleh ada hingga pagi harinya, sebaliknya bila ada di pagi ia harus lenyap di sore
hari." Murtharrif berkata, "Wahai Abu Dzar, ada apa antara engaku dengan kawan-kawanmu,
bangsa Quraisy?" Ia menjawab, "Demi Allah, aku tiada berharap dunia dari mereka dan aku
tidak meminta fatwa dalam urusan agama Allah Tabaraka Wa Ta'ala ini pada mereka,
sehingga aku menemui Allah dan Rasul-Nya." Ia mengatakannya hingga tiga kali. (H.R
Ahmad 20550)
َ َب ع َْن ُعبَ ْي ِد هَّللا ِ ْب ِن َع ْب ِد هَّللا ِ ْب ِن ُع ْتبَةَ ع َْن زَ ْي ِد ْب ِن خَالِ ٍد ْال ُجهَنِ ِّي ق
ال ٍ يز أَ ْخبَ َرنَا ابْنُ ِشهَا ِ ك بْنُ إِ ْس َما ِعي َل َح َّدثَنَا َع ْب ُد ْال َع ِزُ َِح َّدثَنَا َمال
ُ ْ
ُب َوأخبَ َرنِي عُرْ َوة بْن َ ٍ ال ابْنُ ِشهَا َ
َ َام ق ٍ يب ع ْ
َ صن َجل َد ِمائَ ٍة َوتَغ ِر ْ ْ َ ْ ْ َّ َ
َ ْيَأ ُم ُر فِي َمن َزنَى َول ْم يُح صلى ُ َعل ْي ِه َو َسل َمهَّللا َّ َ ي َّ ُ
َّ َِس ِمعْت النب
ََّب ثُ َّم لَ ْم تَزَلْ تِ ْلكَ ال ُّسنَّة
َ ب َغر ِ الزبَي ِْر أَ َّن ُع َم َر ْبنَ ْالخَ طَّا ُّ
Telah menceritakan kepada kami Malik bin Isma'il telah menceritakan kepada kami 'Abdul
'Aziz telah mengabarkan kepada kami Ibnu Syihab dari 'Ubaidullah bin "Abdillah bin 'Utbah
dari Zaid bin Khalid Al Juhani mengatakan; 'Aku mendengar Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam menyuruh menghukum orang yang berzina dan dia belum menikah dengan dera
seratus kali dan diasingkan selama setahun.' Kata Ibnu Syihab, dan telah mengabarkan
kepadaku ' 'Urwah bin Zubair bahwa Umar bin Khattab pernah mengasingkan (pelaku zina),
dan yang demikian menjadi sunnah. (H.R Bukhari 6329)
Kosa Kata
Aku mendengar ُ َس ِمع
ْت
Penjelasan Ayat
Dalam pandangan Islam, zina merupakan perbuatan kriminal (jarimah) yang dikatagorikan
hukuman hudud, yakni sebuah jenis hukuman atas perbuatan maksiat yang menjadi hak
Allah SWT. Tidak ada seorang pun yang berhak memaafkan kemaksiatan zina tersebut, baik
oleh penguasa atau pihak berkaitan dengannya. Berdasarkan QS. an-Nur (24): 2, pelaku
perzinaan, baik laki-laki maupun perempuan harus dihukum dera (dicambuk) sebanyak 100
kali. Namun, jika pelaku perzinaan itu sudah muhsan (pernah menikah), sebagaimana
ketentuan hadits Nabi saw maka diterapkan hukuman rajam.
Dalam konteks ini yang memiliki hak untuk menerapkan hukuman tersebut hanya khalifah
(kepala negara) atau orang-orang yang ditugasi olehnya. Ketentuan ini berlaku bagi
negeri yang menerapkan syariat Islam sebagai hukum positif dalam suatu negara. Sebelum
memutuskan hukuman bagi pelaku zina maka ada empat hal yang dapat dijadikan sebagai
bukti, yakni: (1) saksi, (2) sumpah, (3) pengakuan, dan (4) dokumen atau bukti tulisan.
Dalam kasus perzinaan, pembuktian perzinaan ada dua, yakni saksi yang berjumlah empat
orang dan pengakuan pelaku.
Sedangkan pengakuan pelaku, didasarkan beberapa hadits Nabi saw. Ma’iz bin al-Aslami,
sahabat Rasulullah Saw dan seorang wanita dari al-Ghamidiyyah dijatuhi hukuman rajam
ketika keduanya mengaku telah berzina. Di samping kedua bukti tersebut, berdasarkan Qs.
an-Nuur: 6-10, ada hukum khusus bagi suami yang menuduh isterinya berzina. Menurut
ketetapan ayat tersebut seorang suami yang menuduh isterinya berzina sementara ia tidak
dapat mendatangkan empat orang saksi, ia dapat menggunakan sumpah sebagai buktinya.
Jika ia berani bersumpah sebanyak empat kali yang menyatakan bahwa dia termasuk orang-
orang yang benar, dan pada sumpah kelima ia menyatakan bahwa lanat Allah SWT atas
dirinya jika ia termasuk yang berdusta, maka ucapan sumpah itu dapat mengharuskan
isterinya dijatuhi hukuman rajam. Namun demikian, jika isterinya juga berani bersumpah
sebanyak empat kali yang isinya bahwa suaminya termasuk orang-orang yang berdusta, dan
pada sumpah kelima ia menyatakan bahwa bahwa lanat Allah SWT atas dirinya jika
suaminya termasuk orang-orang yang benar, dapat menghindarkan dirinya dari hukuman
rajam. Jika ini terjadi, keduanya dipisahkan dari status suami isteri, dan tidak boleh menikah
selamanya. Inilah yang dikenal dengan li’an.
Tuduhan perzinaan harus dapat dibuktikan dengan bukti-bukti yang kuat, akurat, dan sah.
Tidak boleh menuduh seseorang melakukan zina tanpa dapat mendatangkan empat orang
saksi.
Adapun dosa perbuatan zina itu mempunyai tingkatan tersendiri. Apabila dilakukan dengan
perempuan lain (Bukan muhrim artinya wanita yang boleh dikawin) yang tidak bersuami
maka dosanya besar. Apabila dilakukan dengan perempuan yang sudah bersuami, dosanya
lebih besar. Lebih besar lagi apabila zina dilakukan dengan tetangga. Dan lebih besar dari
semuanya itu zina yang dilakukan dengan yang masih muhrim (Wanita muhrim artinya
wanita yang tidak boleh dikawini.).
Apabila perbuatan zina dilakukan oleh seorang yang sudah melangsungkan pernikahan, maka
dosanya lebih besar dibanding dengan orang yang belum melangsungkan pernikahan. Dosa
itu lebih besar lagi jika zina dilakukan oleh seorang yang telah lanjut usia, dibanding dengan
yang dilakukan oleh kaum muda. Hal ini dipertimbangkan lantaran orang lanjut usia
dianggap berpikir lebih masak. Dan zina yang dilakukan oleh orang yang mengerti hukum-
hukum agama lebih berat ketimbang orang yang tidak mengerti pengetahuan agama.
Sekarang menjadi sangat jelas bahwa Islam melarang keras hubungan seksual atau hubungan
biologis di luar perkawinan, apapun alasannya. Karena perbuatan ini sangat bertentangan
dengan fitrah manusia dan mengingkari tujuan pembentukan rumah tangga yang sakinah,
mawaddah, warahmah. Islam menghendaki agar hubungan seksual tidak saja sekedar
memenuhi kebutuhan biologis, tetapi islam menghendaki adanya pertemuan dua jiwa dan dua
hati di dalam naungan rumah tangga tenang, bahagia, saling setia, dan penuh kasih sayang.
Dua insan yang menikah itu akan melangkah menuju masa depan yang cerah dan memiliki
keturunan yang jelas asal usulnya. Sungguh idah, bukan?
Tujuan pernikahan itu akan menjadi rusak porak-poranda jika dikotori dengan zina. Sehingga
tidak mengherankan jika perzinaan akan banyak menimbulkan problema sosial yang sangat
membahayakan masyarakat, seperti bercampuraduknya keturunan, menimbulkan rasa
dendam, dengki, benci, sakit hati, dan menghancurkan kehidupan rumah tangga. Sungguh
Allah SWT dan Rasulullah melindungi kita semua dengan ajaran yang sangat mulia.
Begitu banyak dampak negatif yang ditimbulkan dari pergaulan bebas, patut menjadi
perhatian bagi generasi muda bahwa mereka sedang mempertaruhkan masa depannya dengan
terlibat dalam pergaulan bebas yang melampaui batas. Bergaul memang perlu tapi
seyogyanya dilakukan dalam batas wajar, tidak berlebihan. Remaja adalah tumpuan masa
depan bangsa, jika moral dan jasmaniah para remaja mengalami kerusakan maka begitu pula
masa depan bangsa dan negara akan mengalami kehancuran. Jadi, jika kalian masih
memikirkan masa depan diri dan juga keturunan sebaiknya selalu konsisten untuk
mengatakan tidak pada pergaulan bebas karena dampak pergaulan bebas bersifat sangat
merusak bagi dari segi moral maupun jasmaniah.
Diantara dampak negatif zina adalah sebagai berikut :
1) Mendapat laknat dari Allah SWT dan rasul-Nya
2) Dijauhi dan dikucilkan oleh masyarakat
3) Nasab menjadi tidak jelas
4) Anak hasil zina tidak bisa dinasabkan kepada bapaknya
5) Anak hasil zina tidak berhak mendapat warisan
A. Pengertian Zina
Zina menurut bahasa adalah “Bersetubuh dengan perempuan yang haram”[2]. Didalam kitab
Al-Fiqhu Al-Islami wa Adillatuhu disebutkan mengenai pengertian zina sebagai berikut:
الملك وشبهتهْ وهو وطء الرجل المرأة في القُبُل في غير:الزنا في اللغة والشرع بمعنى واحد
Zina menurut bahasa dan istilah memiliki satu kesatuan makna, yaitu seorang laki – laki
menyetubuhi seorang wanita melalui qubul tanpa adanya hak kepemilikan yang sah
(Nikah) [3]
Lebih lanjut sebagian ulama mazhab mendefenisikan zina menjadi defenisi yang lebih luas,
hal ini dapat dilihat sebagaimana ungkapan ulama mazhab Hanafi sebagai berikut :
تهاة فيnnة المشnn هو الوطء الحرام في قُبل المرأة الحي: فقالوا،وقد ذكر الحنفية تعريفا ً مطوالً يبين ضوابط الزنا الموجب للحد
وعن،كnnبهة الملnn وعن ش،احnnة النكnn وحقيق، الخالي عن حقيقة الملك، ممن التزم أحكام اإلسالم،حالة االختيار في دار العدل
. ً وعن شبهة االشتباه في موضع االشتباه في الملك والنكاح جميعا،شبهة النكاح
Ulama Hanafiyah telah menyebutkan pengertian zina secara jelas serta hal hal yang
mewajibkan had atas pelakunya. Zina ialah memasukkan kemaluan laki laki ke faraj
perempuan yang hidup, baligh dan berakal, tidak dalam kondisi dipaksa, dilakukan di
Negara yang mengatur hukum zina, pelakunya mengetahui hukum islam, tidak ada ikatan
pernikahan.[4]
Berdasarkan defenisi diatas, secara tidak langsung ulama Hanafiyah mengungkapkan syarat –
syarat yang harus dipenuhi bagi pelaku zina sehingga dapat dijatuhkan hukuman had
padanya. Dengan demikian jelaslah bahwa perbuatan zina pada hakikatnya adalah
persetubuhan yang diharamkan, namun untuk menjatuhkan hukuman terhadap pelakunya
haruslah dipenuhi beberapa syarat tertentu.
Pezina perempuan dan pezina laki laki dera lah masing masing dari keduanya seratus kali
dera… (Q.s 24;2)
Menurut golongan khawarij, bahwa hukuman bagi pelaku zina yang sudah nikah adalah
dera/jilid 100 kali , sedangkan hukuman rajam tidak di syari’atkan oleh Allah swt[6]
B. Minuman Keras
ِ يز ب ِْن ُع َم َر ع َْن أَبِي ع َْلقَ َمةَ َموْ اَل هُ ْم َو َع ْب ِد الرَّحْ َم ِن ْب ِن َع ْب ِد هَّللا
ِ َّاح ع َْن َع ْب ِد ْال َع ِز
ِ َح َّدثَنَا ع ُْث َمانُ بْنُ أَبِي َش ْيبَةَ َح َّدثَنَا َو ِكي ُع بْنُ ْال َجر
اربَهَا َو َساقِيَهَا َوبَائِ َعهَا َو ُم ْبتَا َعهَا ْ هَّللا َّ هَّللا
ِ َو َش صلى ُ َعلَ ْي ِه َو َسل َم َل َعنَ ُ ال َخ ْم َر َّ َ ِ ْالغَافِقِ ِّي أَنَّهُ َما َس ِم َعا ا ْبنَ ُع َم َر يَقُو ُل قَا َل َرسُو ُل هَّللا
ص َرهَا َو َحا ِملَهَا َو ْال َمحْ ُمولَةَ إِلَ ْي ِه
ِ ََاص َرهَا َو ُم ْعت
ِ َوع
Telah menceritakan kepada kami Utsman bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami
Waki' bin Al Jarrah dari Abdul Aziz bin Umar dari Abu 'Alqamah mantan budak mereka, dan
Abdurrahman bin Abdullah Al Ghafiqi bahwa keduanya telah mendengar Ibnu Umar berkata,
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Semoga Allah melaknat khamer,
peminumnya, yang menuangkannya, penjualnya, pembelinya, pemerasnya, orang yang
diperaskannya, orang yang membawanya dan orang yang dibawakan kepadanya." (H.R Abu
Daud 3189)
Kosa Kata
Minuman keras ْال َخ ْم َر
Peminumnya ِ َش
اربَهَا
Penjelasan hadits;
Akal (pikiran) merupakan nikmat Allah SWT yang paling agung dan mahal yang diberikan-
Nya hanya kepada manusia tidak (diberikan kepada) makhluk lain. Dengan akal tersebut
manusia mempunyai keistimewaan disbanding dengan hewan (binatang), dan dia dapat
menguasai alam untuk kemaslahatannya sendiri serta lingkungannya.
Dosa (perbuatan maksiat) yang dapat merusak, menghancurkan akal pikiran dan
memadamkan cahayanya serta merupakan kejahatan yang paling besar dimata Allah
SWT.adalah meminum khamar. Inilah pokok dari segala kejahatan dan dosa. Seseorang yang
meminum khamar akan berani berbuat zina, membunuh , mencuri, dan merusak kehormatan
dirinya dan orang lain.
Sikap islam terhadap khamar dan permasalahan disekitarnya sangat keras, karena khamar
dapat membahayakan bukan hanya fisik manusia melainkan juga mentalitasnya. Khamar
juga membahayakan masyarakat dan lingkungannya. Jika peminumnya mengetahui dan
menyadari bahaya yang ditimbulkan oleh khamar pasti dia akan meninggalkannya. Pada
umumnya, umur peminum khamar itu pendek karena sejak muda dia telah banyak diserang
berbagai penyakit kronis yang membahayakan. Namun, seandainya pun khamar itu tidak
membahayakan akan tetapi manusia diberikan akal oleh Allah untuk membedakan antara
yang baik dengan tidak baik untuk dirinya yang salah satunya menjauhi atau meninggalkan
khamar tersebut karena khamar adalah sesuatu yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya.
Meminum khamar akan memadamkan cahaya dan kejernihan akal pikiran (daya nalar), serta
tidak hanya peminumnya tetapi juga kepada keturunannya. Kemungkinan besar dia akan
melahirkan penyakit warisan, seperti penyakit paru-paru dan jantung atau paling tidak ada
cikal bakal generasi pemabuk kecuali ada petunjuk dari Allah SWT.
Para dokter berkata, “sesungguhnya anak-anak pemabuk itu dilahirkan dengan membawa
bibit untuk menjadi pemabuk karena penyakit kronis tersebut pindah dari orang tuanya
kepada melalui sperma sebelim anak-anak itu mampu mengendalikan dirinya sendiri, dan
sudah berarti mereka kelak akan menjadi pemabuk yang mencandu.”
Allah berfirman didalam surah Al-Maidah ayat 90-91 yang berbunyi.
ۡ َ ِّم ۡن َع َم ِل ٱل َّش ۡي ٰطَ ِن ف س
إِنَّ َما ي ُِري ُد٩٠ َٱجتَنِبُوهُ لَ َعلَّ ُكمۡ تُ ۡفلِحُون ٞ صابُ َوٱأۡل َ ۡز ٰلَ ُم ِر ۡجَ ٰيَٓأَيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءا َمنُ ٓو ْا إِنَّ َما ۡٱلخَمۡ ُر َو ۡٱل َم ۡي ِس ُر َوٱأۡل َن
٩١ َصلَ ٰو ۖ ِة فَهَ ۡل أَنتُم ُّمنتَهُون َّ ص َّد ُكمۡ عَن ِذ ۡك ِر ٱهَّلل ِ َو َع ِن ٱل ُ َضٓا َء فِي ۡٱلخَمۡ ِر َو ۡٱل َم ۡي ِس ِر َويَ ٱل َّش ۡي ٰطَنُ أَن يُوقِ َع بَ ۡينَ ُك ُم ۡٱل َع ٰ َد َوةَ َو ۡٱلبَ ۡغ
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi,
(berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan
syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.
Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di
antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari
mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan
itu).”
dalam ayat tersebut dikatakan dengan jelas bahaya meminum khamar sehingga sangat pantas
sebagai bukti adanya pengharaman terhadap meminum khamar. Antara lain, penyebutan
khamar disejajarkan dengan perbuatan dosa besar seperti berjudi dan lain-lain seperti yang
disebutkan oleh ayat diatas. Disebutkan pula bahwa meminum khamar merupakan ‘perbuatan
keji’ yang sangat diharamkan. Dan juga dengan meminum khamar akan mendekatkan
manusia dengan permusuhan dan kebencian antara sesama pemabuk dan mengancam
kesejahteraan lingkungannya.
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah telah menceritakan kepada kami Isma'il bin Ja'far
dari Daud bin Bakr bin Abu Al Furat dari Muhammad bin Al Munkadir dari Jabir bin
Abdullah ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesuatu yang
memabukkan, maka banyak dan sedikitnya adalah haram." (H.R Abu Daud 3196)
Kosa Kata
Memabukkan أَ ْس َكر
Penjelasan Hadits
Hadit tersebut diriayatkan juga oleh At-Tirmidzi dan hadits hasan menurutnya, para
perawinya dapat dipercaya.
An-Nasa’I, Ad-Daraqtuhni dan Ibnu Hibban dari jalan Amir bin Sa’ad bin Abi aqqash dari
ayahnya dengan lafazh. “Rasulullah shallallahu Alaihi sallam melarang meminum sedikit
saja, apabila banyaknya memabukkan.” Ada juga hadits yang sama maknanyadengan hadits
bab dari riwayat Ali Radhiyaullah anhu, Aisyah, Khawat , Sa’id, Ibnu Umar dan Zaid Ibnu
Tsabit. Kesemuanya terdapat dalam kitab-kita hadits, dan bias dijadikan hujjah. Sudah
dijelaskan penjelasan dan penelitian kebenarannya.[7]
Hal lain yang termasuk memabukkan dan diharamkan, adalah al mufatthir “yang
melemahkan badan”, meskipun tidak sampai memabukkan. Sebagian orang berpandangan
bahwa minuman keras yang diharamkan itu terbatas pada yang dibuat dari inab “anggur”.
Sedangkan yang lain berpendapat baha suatu minuman baru dianggap haram jika telah
sampai pada batas yang berlebihan dan mengakibatkan mabuk, sedangkan jika tidak
memabukkan, maka minuman tersebut tidak haram. Pendapat seperti itu tidak bena, yang
benar ialah seperti yang disabdakan nabi “baha yang memabukkan itu tetap haram, baik
sedikit maupun banyak. [8]
http://pengacaramuslim.com/pengertian-macam-dan-cara-thaharah/
3. Kaifiyat shalat
Sholat merupakan tiang agama. Dalam rukun Islam sendiri, sholat merupakan rukun kedua
setelah mengucapkan dua kalimat syahadat.
Sholat merupakan ibadah yang krusial dalam agama Islam. Saking krusialnya, banyak dalil
naqli yang menyebutkan bahwa sholat adalah amalan pertama yang akan dihisab saat kiamat.
Terdapat sholat wajib yang harus dikerjakan oleh seorang muslim. Apabila seseorang tidak
melaksanakan sholat wajib tersebut, maka ia akan mendapat dosa.
Sholat wajib tersebut ada pada lima waktu, yaitu Shubuh, Zuhur, Ashar, Magrib dan 'Isya.
Kelima sholat tersebut adalah ibadah yang harus dilakukan oleh seorang muslim sebagai
wujud dari ketaatan dan kecintaan seorang hamba kepada Tuhannya yaitu Allah SWT.
Karena sholat adalah ibadah yang sangat penting. Maka kita tidak boleh sembarangan dalam
melaksanakannya. Butuh ilmu dan pemahaman agar sholat kita sesuai dengan ajaran
Rasulullah SAW. sehingga dapat diterima oleh Allah SWT.
Berikut adalah tata cara sholat wajib yang penulis rangkum dari beberapa sumber, Rabu
(23/10).
Dalil tentang sholat wajib.
Allah SWT. berfirman dalam Al-Qur'an yang berarti:
"Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang
beriman."(QS. Ali 'Imran;103).
Syarat wajib sholat.
Dilansir dari ruangguru.com, berikut adalah syarat wajib sholat:
1. Beragama Islam
2. Berakal sehat dan tidak gila
3. Dewasa atau sudah baligh
4. Mengetahui hukum dan tata cara sholat dengan baik
5. Bersih dari hadas besar dan kecil
6. Dalam keadaan sadar
Syarat sah sholat.
Selain syarat wajib sholat, terdapat juga syarat sah sholat. Berikut ini adalah syarat sah
sholat:
1. Telah masuk waktu sholat
2. Menghadap ke arah kiblat
3. Suci dari hadas besar dan kecil
4. Menutup aurat
5. Mengetahui tata cara sholat dengan baik
Bacaan sholat wajib.
1. Niat.
- Niat sholat Subuh.
"Usholli Fardlon Shubhi Rok’ataini Mustaqbilal Qiblati Adaa-an Lillahi ta’aala."
Artinya: "Aku niat melakukan sholat fardu subuh 2 rakaat, sambil menghadap qiblat, saat ini,
karena Allah ta'ala."
Artinya: "Aku niat melakukan sholat fardu dhuhur 4 rakaat, sambil menghadap qiblat, saat
ini, karena Allah ta'ala."
- Niat sholat Ashar.
"Usholli Fardlol Ashri Arba'a Roka'aataiim Mustaqbilal Qiblati Adaa-an Lillahi ta'aala."
Artinya: "Aku niat melakukan sholat fardu ashar 4 rakaat, sambil menghadap qiblat, saat ini,
karena Allah ta'ala.”
- Niat sholat Magrib.
"Usholli Fardlol Maghribi Tsalaatsa Roka'aataim Mustaqbilal Qiblati Adaa-an Lillahi
ta'aala."
Artinya: "Aku niat melakukan sholat fardu maghrib 3 rakaat, sambil menghadap qiblat, saat
ini, karena Allah ta'ala."
- Niat sholat 'Isya
"Usholli Fardlol I'syaa-i Arba'a Roka'aataim Mustaqbilal Qiblati Adaa-an Lillahi ta'aala."
Artinya: "Aku niat melakukan sholat fardu isya 4 rakaat, sambil menghadap qiblat, saat ini,
karena Allah ta’ala."
2. Takbirotul Ihram.
Ketika takbirotul ihram membaca kalimat:
"Allaahu Akbar"
Artinya: "Allah Maha Besar."
3. Doa Iftitah.
Terdapat beberapa macam doa Iftitah, berikut ini adalah dua macam doa Iftitah.
Yang pertama adalah berikut:
"Allaahu akbaru kabiiraw walhamdu lilaahi katsiran, wa subhaanallaahi bukrataw
wa'ashiila, innii wajjahtu wajhiya lilladzii fatharas samaawaati wal ardha haniifam
muslimaw wamaa anaa minal musyrikiina. Inna shalaatii wa nusukii wa mahyaaya wa
mamaatii lillaahi Rabbil 'aalamiina. Laa syariikalahu wa bidzaalika umirtu wa anaa minal
muslimiina."
Artinya: "Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanyalah kepunyaan Allah,
Tuhan semesta alam, yang tiada satu pun sekutu bagi-Nya. Dengan semua itulah aku
diperintahkan dan aku adalah termasuk orang orang yang berserah diri."
Bacaan Iftitah dua:
"Allaahumma baa'id bainii wabainaa khotoo yaa ya kamaa baa 'adta bainal-masyriqi wal-
maghrib. Allaahumma naqqinii minal khotoo-yaa kamaa yunqqots tsaubul abyadhuu
minaddanas. Allaahumma-ghsil khotoo-yaa ya bil maa i-wats tsalji wal-barod."
Artinya: "Ya Allah, jauhkan lah aku dari pada kesalahan dan dosa sebagaimana Engkau telah
menjauhkan antara timur dan barat. Ya Allah, bersihkanlah aku dari segala kesalahan dan
dosa sebagiamana bersihnya kain putih dari kotoran. Ya Allah, sucikanlah segala
kesalahanku dengan air, salju dan air embun sebersih-bersihnya."
4. Ruku'.
Bacaan ruku' satu:
"Subhaana robbiyal ‘adhiimi wabihamdih."
Artinya: "Mahasuci Tuhanku yang Maha Agung dan segala puji bagi-Nya.”
Bacaan ruku' dua:
"Subhaana robbiyal ‘adhiimi"
Artinya: "Mahasuci Tuhanku yang Maha Agung."
Bacaan ruku' ketiga:
"Subhaanaka alloohumma robbanaa wa bihamdika alloohummaghfirlii"
Artinya: "Mahasuci Engkau, ya Allah Tuhan kami dan segala puji bagi-Mu. Ya Allah
ampunilah aku."
5. I'tidal.
Ketika bangun dari ruku', Rasulullah SAW membaca:
"Sami’alloohu liman hamidah"
Artinya: "Allah Maha Mendengar orang yang memuji-Nya." (HR. Bukhari dan Muslim)
Setelah tegak berdiri, dilanjutkan dengan membaca:
"Robbanaa walakal hamdu"
Artinya: "Wahai Tuhan kami, bagiMu segala puji." (HR. Bukhari dan Muslim)
6. Sujud.
Bacaan sujud satu:
"Subhaana robbiyal ‘a’la"
Artinya: "Mahasuci Tuhanku yang Maha Tinggi"
Bacaan sujud dua:
"Subhaana robbiyal ‘a’la wabihamdih"
Artinya: Mahasuci Tuhanku yang Maha Tinggi dan segala puji bagi-Nya
Bacaan sujud tiga:
"Subhaanaka alloohumma robbanaa wa bihamdika alloohummaghfirlii."
Artinya: "Mahasuci Engkau, ya Allah Tuhan kami dan segala puji bagi-Mu. Ya Allah
ampunilah aku."
7. Duduk di antara dua sujud.
"Allohummaghfirlii warhamnii wajburnii warfa'nii warzuqnii wahdinii wa'aafinii wa'fu
'annii"
Artinya: "Ya Allah, ampunilah aku, kasihanilah aku, , penuhilah kebutuhanku, tinggikanlah
derajatku, berilah aku rezeki, berilah aku petunjuk, lindungilah aku, dan ampunilah dosa-
dosaku."
8. Tasyahud.
Bacaan tasyahud awal:
"Attahiyyaatul mubaarokaatush sholawaatuth thoyyibaatu lillaah. Assalaamu 'alaika
ayyuhan nabiyyu wa rohmatulloohi wa barokaatuh. Assalaaamu'alainaa wa 'alaa
'ibaadillaahish shoolihiin. Asyhadu allaa ilaaha illallooh wa asyhadu anna Muhammadar
rosuulullooh."
Artinya: "Segala penghormatan, keberkahan, shalawat dan kebaikan hanya bagi Allah.
Semoga salam sejahtera selalu tercurahkan kepadamu wahai Nabi, demikian pula rahmat
Allah dan berkahNya dan semoga salam sejahtera selalu tercurah kepada kami dan hamba-
hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi bahwa tiada ilah kecuali Allah dan aku bersaksi
bahwa Muhammad adalah utusan Allah." (HR. Muslim)
Bacaan tasyahud akhir:
"Alloohumma sholli 'alaa Muhammad wa 'alaa aali Muhammad kamaa shollaita 'alaa
Ibroohim wa 'alaa aali Ibroohimm innaka hamiidum majiid. Alloohumma baarik 'alaa
Muhammad wa 'alaa aali Muhammad kamaa baarokta 'alaa Ibroohim wa 'alaa aali
Ibroohimm innaka hamiidum majiid."
Artinya: "Ya Allah, berilah rahmat kepada Nabi Muhammad dan keluarga Nabi Muhammad
sebagaimana Engkau telah memberikan rahmat kepada Nabi Ibrahim dan keluarga Nabi
Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia. Ya Allah, berilah
keberkahan kepada Nabi Muhammad dan keluarga Nabi Muhammad sebagaimana Engkau
telah memberikan keberkahan kepada Nabi Ibrahim dan keluarga Nabi Ibrahim.
Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia." (HR. Bukhari)
9. Salam.
"Assalaamu'alaikum warohmatulloohi wabarookaatuh"
Artinya: "Semoga keselamatan rahmat Allah dan berkah-Nya limpahkan kepada kalian."
(HR. Abu Dawud)
Tata cara sholat wajib singkat.
Rakaat Pertama:
1. Takbiratul Ihram diikuti dengan membaca doa Iftitah
2. Membaca surat Al-Fatihah
3. Membaca surat pendek atau ayat Al-Qur'an
4. Takbiratul Ihram
5. Melakukan gerakan ruku' dengan membaca bacaan ruku sebanyak tiga kali
6. Melakukan gerakan I'tidal dengan membaca bacaan I'tidal sebanyak tiga kali
7. Melakukan gerakan sujud dengan membaca bacaan sujud sebanyak tiga kali
8. Duduk di antara dua sujud
9. Sujud dengan membaca bacaan sujud sebanyak tiga kali
10. Bangkit dari sujud untuk melakukan rakaat selanjutnya
Rakaat Kedua:
11. Membaca surat Al-Fatihah
12. Membaca surat atau ayat dalam Al-Qur'an
13. Ruku'
14. I'tidal
15. Sujud
16. Duduk di antara dua sujud
17. Melakukan gerakan sujud
18. Duduk tahiyat akhir jika melakukan sholat wajib berjumlah dua rakaat sedangkan yang
rakaatnya lebih dari dua rakaat melakukan duduk tahiyat awal
https://www.brilio.net/creator/tata-cara-sholat-wajib-beserta-bacaan-niat-dan-doanya-
ad6b61.html
https://tirto.id/tata-cara-dan-ketentuan-shalat-jamak-qashar-gatZ
5. Shalat Jum’at
Pengertian sholat Jumat atau masyarakat Tanah Air lebih akrab dengan sebutan
"Jumatan", merupakan salah satu ibadah yang wajib dilakukan. Sholat Jumat tersebut,
wajib dilaksanakan oleh kaum pria muslim dan sunnah bagi yang perempuan.
Sebab, khusus bagi perempuan, ketika datang waktu pelaksanaan sholat Jumat, mereka cukup
melaksanakan sholat Zuhur seperti biasanya. Maka tidak heran, secara umum pengertian sholat
Jumat adalah ibadah yang diwajibkan bagi kaum laki-laki.
Bahkan bagi umat muslim, pengertian sholat Jumat adalah ibadah yang penting. Bahkan pada
hari Jumat terdapat keistimewaan yang tidak bisa didapat di hari-hari lain. Selain itu, di hari
Jumat juga jadi hari di mana banyak peristiwa penting terjadi.
Hal ini diperkuat dengan hadist yang berbunyi, “Sebaik-baiknya hari yang matahari terbit
padanya adalah hari Jumat. Pada hari itu Adam diciptakan, masuk dan keluar dari surga dan hari
kiamat hanya akan terjadi pada hari Jumat.” (HR. Muslim).
Syarat Sholat Jumat
Setelah sedikit memahami perihal pengertian sholat Jumat, maka penting juga bagi umat muslim
laki-laki untuk mengerti apa saja syarat sah pelaksanaan sholat Jumat.
Ada pun syarat sah melaksanakan sholat Jumat adalah:
1. Sholat Jumat dilakukan di suatu tempat (desa atau kota) yang termasuk ke dalam lingkup
perkampungan.
2. Dilakukan ketika sudah mulai waktu dzuhur
3. Wajib dilakukan secara berjama'ah dengan jumlah minimal yang hadir dalam sholat jumat
adalah sebanyak 40 orang.
4. Dimulai dengan khutbah (termasuk membaca rukun khutbah) sebelum melaksanakan sholat
Jumat.
5. Sholat Jumat sudah dapat dimulai ketika khatib telah membacakan rukun dua khutbah.
Selain itu, ada syarat wajib sholat Jumat yang juga tidak kalah penting untuk dipahami, antara
lain:
1. Beragama Islam.
2. Sudah deasa atau baligh.
3. Tidak gila atau mengalami gangguan mental lainnya.
4. Laki-laki (wanita tidak wajib sholat Jumat).
5. Sehat jasmani dan rohani (orang sakit tidak wajib sholat Jumat).
6. Bertempat tinggal tetap atau menetap atau bermukim (orang yang sedang dalam perjalanan
jauh tidak wajib sholat Jumat).
7. Orang yang sedang dalam perjalanan jauh tidak wajib mengerjakan sholat Jumat. Hal ini
merujuk pada hadis Rasulullah SAW. Artinya: "Bagi musafir tidak wajib sholat Jumat." (HR.
Daruquthni).
Hukum Sholat Jumat
Sebenarnya, beragam syarat melaksanakan sholat Jumat tersebut berasal dari hukum atau
ketentuan yang sudah tercantum dalam Al-Quran dan Hadist.
Hukum mengerjakan sholat Jumat adalah wajib bagi setiap laki-laki muslim, di mana hal tersebut
sudah tercantum dalam Surat Al Jumuah ayat 9 yang memiliki arti,
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu diseru untuk menunaikan sholat Jumat, maka
bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli, yang demikian itu lebih
baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. Al Jumuah: 9).
Kemudian di dalam Al-Quran, sholat Jumat juga disebut wajib dilaksanakan bagi kaum laki-
laki. Hal ini berdasarkan hadist Rasulullah SAW yang diriwayatkan Abu Dawud, Daruquthni,
Baihaqi dan Hakim dengan arti yang berbunyi,
"Sholat Jumat itu wajib bagi setiap muslim dengan berjamaah kecuali empat orang: budak,
wanita, anak-anak atau orang yang sakit." (HR. Abu Dawud, Daruquthni, Baihaqi dan Hakim).
3. Memakai pakaian yang rapi dan bersih (diutamakan yang berwarna putih)
4. Memakai wangi-wangian
5. Saat masuk masjid, mendahulukan kaki kanan sambil membaca doa masuk masjid. Berikut
adalah dua bacaan doa masuk masjid yang sebaiknya dihafalkan dan diamalkan. Pilih salah satu
saja.
Artinya: "Dengan menyebut nama Allah dan salam atas Rasulullah. Ya Allah, ampunilah dosa-
dosaku dan bukakanlah kepadaku pintu rahmat-Mu."
8. Menghentikan dzikir atau bacaan lainnya saat khatib naik ke atas mimbar untuk
menyampaikan khotbah Jumat.
5. Memohonkan maghfiroh (ampunan) bagi sekalian mukminin pada khutbah yang kedua.
Sedangkan syarat agar khutbah sholat Jumat tersebut sah, maka perlu memenuhi hal berikut ini:
3. Menutup aurat.
4. Badan, pakaian, dan tempat yang suci dari hadats dan najis.
20. Membaca salam menengok ke kanan dan ke kiri, hingga wajah samping nampak di belakang.
1. Menghapus dosa
“Di antara sholat lima waktu, di antara Jumat yang satu dan Jumat yang berikutnya, itu dapat
menghapuskan dosa di antara keduanya selama tidak dilakukan dosa besar.” (HR. Muslim).
Hari Jumat adalah hari di mana Allah menyempurnakan Islam dan mencukupkan nikmat. Hal ini
sesuai dengan surat Al-Ma’idah ayat 3 yang artinya:
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu
ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu” (Q.S Al-Ma’idah: 3).
“Barangsiapa mandi pada hari jumat sebagaimana mandi janabah, lalu berangkat menuju masjid,
maka dia seolah berkurban dengan seekor unta. Barangsiapa yang datang pada kesempatan
(waktu) kedua maka dia seolah berkurban dengan seekor sapi. Barangsiapa yang datang pada
kesempatan (waktu) ketiga maka dia seolah berkurban dengan seekor kambing yang bertanduk.
Barangsiapa yang datang pada kesempatan (waktu) keempat maka dia seolah berkurban dengan
seekor ayam. Dan barangsiapa yang datang pada kesempatan (waktu) kelima maka dia seolah
berkurban dengan sebutir telur. Dan apabila imam sudah keluar (untuk memberi khutbah), maka
para malaikat hadir mendengarkan dzikir (khutbah tersebut).” (HR. Bukhari dan Muslim).
Bahkan, tiap langkah saat seseorang akan pergi melaksanakan sholat jumat, setara dengan
mendapat ganjaran puasa serta sholat setahun
“Barangsiapa yang mandi pada hari Jumat dengan mencuci kepala dan anggota badan lainnya,
lalu ia pergi di awal waktu atau ia pergi dan mendapati khutbah pertama, lalu ia mendekat pada
imam, mendengar khutbah serta diam, maka setiap langkah kakinya terhitung seperti puasa dan
sholat setahun.” (HR. Tirmidzi).
"Hendaknya orang yang suka meninggalkan sholat Jumat itu menghentikan kebiasan buruknya,
atau Allah akan mengunci mata hatinya, lalu ia akan menjadi orang Ghafilin atau orang Lalai."
(HR. Muslim, No. 865).
Terdapat juga hadist lain yang turut memberi peringatan berupa ancaman bagi mereka yang
meninggalkan sholat Jumat. Dari Jabir bin Abdillah bahwa Rasulullah SAW bersabda, "siapa
yang meninggalkan sholat Jumat sebanyak 3 kali, bukan karena darurat atau halangan maka
Allah akan mengunci hatinya (HR. Ibnu Majah).
6. Penyelenggaraan jenazah
Tata cara mengurus jenazah dari memandikan sampai menguburkan yang pertama harus
dipahami tentunya dalam memandikan. Sebagai cara yang pertama dalam tata cara mengurus
jenazah dari memandikan sampai menguburkan, memandikan jenazah sangat penting
dilakukan dengan benar.
3. Ambil kain penutup dari jenazah dan ganti dengan kain basahan agar auratnya tidak
terlihat
4. Setelah itu bersihkan giginya, lubang hidung, lubang telinga, celah ketiaknya, celah jari
tangan dan kaki serta rambutnya.
5. Bersihkan kotoran jenazah baik yang keluar dari depan maupun dari belakang terlebih
dahulu. Caranya, tekan perutnya perlahan-lahan agar apa yang ada di dalamnya keluar.
6. Siram atau basuh seluruh anggota tubuh jenazah dengan air sabun.
7. Kemudian siram dengan air yang bersih sambil berniat sesuai jenis kelamin jenazah.
Artinya: "Aku berniat memandikan untuk memenuhi kewajiban dari jenazah (wanita) ini
karena Allah Ta'ala."
Artinya: "Aku berniat memandikan untuk memenuhi kewajiban dari jenazah (pria) ini karena
Allah Ta'ala."
8. Siram atau basuh dari kepala hingga ujung kaki dengan air bersih. Siram sebelah kanan
dan kiri masing-masing 3 kali.
Siram lagi dengan air bersih dari kepala hingga ujung kaki.
Perlakukan jenazah dengan lembut saat membalik dan menggosok anggota tubuhnya.
Jika keluar dari jenazah itu najis setelah dimandikan dan mengenai badannya, wajib dibuang
dan dimandikan lagi. Jika keluar najis setelah di atas kafan, tidak perlu diulangi mandinya,
cukup hanya dengan membuang najis tersebut.
Bagi jenazah wanita, sanggul rambutnya harus dilepas dan dibiarkan terurai ke belakang.
Setelah disiram dan dibersihkan, lalu dikeringkan dengan handuk dan dikepang.
Keringkan tubuh jenazah setelah dimandikan dengan handuk sehingga tidak membasahi kain
kafannya.
Begitulah cara memandikan jenazah sebagai salah satu bagian dari tata cara mengurus
jenazah dari memandikan sampai menguburkan.
Siapkan tali-tali pengikat kafan secukupnya. Letakkan secara vertikal tepat di bawah kain
kafan yang akan menjadi lapis pertama.
Bentangkan kain kafan lapis pertama yang sudah dipotong sesuai ukuran jenazah.
Bentangkan kain kafan lapis kedua yang sudah dipotong sesuai ukuran jenazah.
Bentangkan kain kafan lapis ketiga yang sudah dipotong sesuai ukuran jenazah.
Tutup dengan kain lapis ketiga dari sisi kiri ke kanan, kemudian kain dari sisi kanan ke kiri.
Tutup dengan kain lapis kedua dari sisi kiri ke kanan, kemudian kain dari sisi kanan ke kiri.
Tutup dengan kain lapis pertama dari sisi kiri ke kanan, kemudian kain dari sisi kanan ke kiri.
Bentangkan 2 lembar kain kafan yang sudah dipotong sesuai ukuran jenazah. Kemudian
letakkan kain sarung tepat pada badan antara pusar dan kedua lututnya.
Sediakan 3–5 utas tali dan letakkan di paling bawah kain kafan.
Sediakan kapas yang sudah diberikan wangi-wangian, yang nantinya diletakkan pada
anggota badan tertentu.
Setelah kain kafan siap, lalu angkat dan baringkan jenazah di atas kain kafan.
Letakkan kapas yang sudah diberi wangi-wangian tadi ke tempat anggota tubuh seperti
halnya pada jenazah laki-laki.
Selimutkan kain sarung pada badan jenazah, antara pusar dan kedua lutut. Pasangkan baju
gamis berikut kain kerudung. Untuk yang rambutnya panjang bisa dikepang menjadi 2/3, dan
diletakkan di atas baju gamis di bagian dada.
Selimutkan kedua kain kafan selembar demi selembar mulai dari yang lapisan atas sampai
paling bawah. Setelah itu ikat dengan beberapa utas tali yang tadi telah disediakan.
Setelah takbir kedua, membaca shalawat (minimalnya adalah allahumma sholli ‘ala
Muhammad).
Artinya: “Ya Allah! Ampunilah dia (mayat) berilah rahmat kepadanya, selamatkanlah dia
(dari beberapa hal yang tidak disukai), maafkanlah dia dan tempatkanlah di tempat yang
mulia (Surga), luaskan kuburannya, mandikan dia dengan air salju dan air es. Bersihkan dia
dari segala kesalahan, sebagaimana Engkau membersihkan baju yang putih dari kotoran,
berilah rumah yang lebih baik dari rumahnya (di dunia), berilah keluarga (atau istri di Surga)
yang lebih baik daripada keluarganya (di dunia), istri (atau suami) yang lebih baik daripada
istrinya (atau suaminya), dan masukkan dia ke Surga, jagalah dia dari siksa kubur dan
Neraka.” (HR. Muslim no. 963)
Allahumma laa tahrimnaa ajro-hu wa laa taftinnaa ba’da-hu waghfir lanaa wa la-hu
Artinya: “Ya Allah! Jangan menghalangi kami untuk tidak memperoleh pahalanya dan
jangan sesatkan kami sepeninggalnya, ampunilah kami dan ampunilah dia”. Untuk jenazah
perempuan, kata –hu diganti –haa.
Salam
Memperdalam galian lobang kubur agar tidak tercium bau jenazah dan tidak dapat dimakan
oleh burung atau binatang pemakan bangkai.
Cara menaruh jenazah di kubur ada yang ditaruh di tepi lubang sebelah kiblat kemudian di
atasnya ditaruh papan kayu atau yang semacamnya dengan posisi agak condong agar tidak
langsung tertimpa tanah. Namun bisa juga dengan cara lain dengan prinsip yang hampir
sama, misalnya dengan menggali di tengah-tengah dasar lobang kubur, kemudian jenazah
ditaruh di dalam lobang.
Lalu di atasnya ditaruh semacam bata atau papan dari semen dalam posisi mendatar untuk
penahan tanah timbunan. Cara ini dilakukan bila tanahnya gembur. Cara lain adalah dengan
menaruh jenazah dalam peti dan menanam peti itu dalam kubur.
Cara memasukkan jenazah ke kubur yang terbaik adalah dengan mendahulukan memasukkan
kepala jenazah dari arah kaki kubur.
Jenazah diletakkan miring ke kanan menghadap ke arah kiblat dengan menyandarkan tubuh
sebelah kiri ke dinding kubur supaya tidak terlentang kembali.
Para ulama menganjurkan supaya ditaruh tanah di bawah pipi jenazah sebelah kanan setelah
dibukakan kain kafannya dari pipi itu dan ditempelkan langsung ke tanah. Simpul tali yang
mengikat kain kafan supaya dilepas.
Orang yang turun ke lobang kubur jenazah perempuan untuk mengurusnya sebaiknya orang-
orang yang semalamnya tidak mensetubuhi isteri mereka.
Selesai mengubur dan sebelum meninggalkan tempat penguburan pelayat mengambil tanah
dan menaburkannya dari arah kepala tiga kali, lalu berdiri di sisinya, dan membaca do’a
sebagai berikut:
9. Jual beli
Pengertian Jual Beli dalam Islam
Dalam bahasa Arab, kata "Al Bay" berarti jual beli, yang secara harfiah memiliki makna
pertukaran atau mubadalah. Kata ini dipakai untuk menyebut penjualan maupun pembelian.
Jual beli dalam Islam adalah pertukaran sebuah barang untuk mendapatkan barang lainnya,
atau mendapat kepemilikan dari suatu barang yang dibayar melalui suatu kompensasi atau
iwad.
Praktik jual beli dalam Islam sangat penting kedudukannya.
Hal ini dapat dilihat dari banyaknya aturan dan larangan yang tertulis dalam Al-Qur'an
mengenai rukun dan syarat jual beli dalam Islam.
Rukun dan Syarat Jual Beli dalam Islam
Jual beli dalam syariat Islam memiliki arti "pertukaran suatu barang yang memiliki nilai
dengan barang yang memiliki nilai lainnya atas kesepakatan bersama."
Melihat pengertian jual beli dalam Islam ini, syarat jual beli dalam islam pada umumnya
cukup sederhana.
Berikut ini beberapa ketentuan penting yang harus ada dalam rukun dan syarat jual beli dalam
Islam:
Pihak penjual dan pembeli yang bertransaksi
Barang atau jasa yang akan diperjualbelikan
Harga yang dapat diukur dengan nilai uang atau barang lainnya
Serah terima
Semua rukun di atas harus ada, kalau salah satu saja tidak terpenuhi, maka jual beli tidak
dapat dilakukan dan tidak sah.
Syarat Jual Beli dalam Islam Selengkapnya
Di atas telah dijelaskan rukun jual beli dalam islam yang harus ada.
Selanjutnya akan dibahas dengan lebih terperinci apa mengenai poin-poin di atas. Di bawah
ini merupakan syarat jual beli dalam Islam selengkapnya.
Kesepakatan Bersama
Suatu tindakan jual beli sah dengan syarat harus ada kesepakatan bersama. Hal ini
berdasarkan surat An-Nisa ayat 29 yang berbunyi:
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di
antara kamu."
Di zaman modern ini, memerlukan tafsiran yang lebih luas mengenai kesepakatan bersama
ini.
Contoh kasusnya, Anda ingin membeli minuman bersoda dari mesin.
Tentunya hal ini sangat berbeda dengan transaksi jual beli yang umumnya terjadi antara dua
orang manusia. Apakah transaksi itu sah menurut Islam?
Untuk menjawab pertanyaan ini, berikut ini ada tiga pendapat dari para ulama mengenai
kesepakatan bersama:
Kesepakatan bersama hanya dapat diungkapkan melalui kata-kata yang kita ketahui
sebagai ijab kabul.
Kesepakatan bersama harus diungkapkan melalui kata-kata dan dapat diungkapkan
melalui tindakan yang telah biasa dilakukan. Selain melalui kata-kata, syarat jual beli
dapat dipenuhi melalui sikap yang menandakan kesepakatan. Contohnya Anda
membeli air minum botolan dan penjual tidak berbicara apa-apa selama transaksi. Jual
beli ini tetap sah dalam Islam.
Kesepakatan bersama dapat dicapai oleh apa pun yang menunjukannya, baik itu
melalui kata-kata atau sikap.
Kesimpulannya, transaksi jual beli menjadi sah ketika dapat memenuhi salah satu dari tiga
poin syarat syarat jual beli dalam Islam di atas yang telah dikaji dan dikemukakan para ulama
dan pelajar ilmu fiqih.
Penggunaan Akal Sehat
Transaksi jual beli dalam Islam wajib dilakukan oleh dua pihak yang sehat secara akal dan
melihat konteks transaksi.
Contoh kasus yang bisa dikatakan tidak sah berdasarkan aspek akal sehat adalah ketika pihak
penjual merupakan seorang anak kecil yang berlaku di luar kuasanya.
Jika anak kecil ini tiba-tiba menjual mobil ayahnya tanpa sepengetahuan, maka jual beli tidak
sah.
Beda ceritanya dengan contoh lain ketika ada seorang anak kecil yang menjaga toko milik
orangtuanya.
Tidak ada salahnya jika anak kecil tersebut menjual barang dagangannya pada Anda.
Kembali lagi pada kasus transaksi jual beli dengan mesin.
Bagaimana kita dapat mengukur aspek akal sehat dalam pertukaran demikian ketika kita
melakukan transaksi dengan mesin?
Jawabannya adalah kita jangan melihat mesin tersebut sebagai pihak penjual.
Pihak penjual dalam contoh ini ialah perusahaan yang menggunakan mesin itu sebagai metode
pembayaran. Jual beli tersebut tetaplah sah.
Barang yang Diperjualbelikan Harus Dimiliki Penjual
Poin ini melarang jual beli dimana seorang penjual menjanjikan barang yang sebenarnya tidak
dimilikinya.
Misalnya ada dua orang yang sedang mengobrol, sebut si A dan B. A ingin membeli mobil
dari teman B, sebut saja si C.
Lalu B menjanjikan bahwa dia dapat membantu A membeli mobil milik C. A dan B
melakukan ijab kabul.
Selanjutnya B membeli mobil C dan menjualnya kepada A.
Transaksi ini tidak sah dalam Islam karena B sebenarnya belum memiliki mobil tersebut
ketika mereka melakukan serah terima.
Bisa saja C menolak untuk menjual mobilnya kepada B, maka B tidak bisa memenuhi
transaksinya pada A.
Pihak Penjual Harus Bisa Menyerahkan Barang pada Pembeli
Poin ini dalam syarat-syarat jual beli merupakan sesuatu yang sifatnya mendasar. Jual beli
tidak sah jika barang yang diperjualbelikan tidak dapat diserahkan kepada pembeli.
Contohnya, menjual burung yang masih terbang di langit atau menjual barang yang tidak
dapat diambil karena barang berada di zona yang sedang diisolasi karena wabah penyakit.
Harga Barang Harus Diketahui
Informasi harga dari barang atau jasa yang dijual harus disampaikan dan diketahui oleh pihak
pembeli baik itu dengan cara diperlihatkan atau melalui penjelasan.
Barangnya Harus Diketahui
Informasi tentang kondisi barang dapat diketahui melalui cara dilihat langsung atau melalui
deskripsi dan audio-visual.
Pembeli tetap dapat menolak melanjutkan transaksi jika komoditas yang dilihatnya ternyata
tidak sesuai dengan kenyataannya.
https://www.99.co/id/panduan/syarat-jual-beli
2. Landasan Hukum
Gadai hukumnya jaiz (boleh) menurut Al-Kitab, As-Sunnah dan Ijma’.
Dalil dari Al-Kitab:
•
Artinya: “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu
tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang
(oleh yang berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain,
Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia
bertakwa kepada Allah Tuhannya”. (Q.S, 2: 283)
Makna ayat di atas adalah sesungguhnya Allah SWT memerintahkan kepada orang yang
melakukan akad dengan yang lainnya yang tidak mendapati seorang penulis sebagai penguat
kepercayaan, agar menggadaikan barang tanggungan sebagai pegangan yang diserahkan
kepada orang yang berpiutang, supaya orang yang berpiutang menjadi tenang dalam melepas
hartanya (uangnya) dan yang berpiutang memeliharanya supaya tidak hilang pula barang
yang digadaikan. Sehingga dalam akad ini tidak ada kemurahan tetapi penuh dengan
perhitungan dan kekhawatiran.
Dalil dari As-Sunnah:
ﺍﻥﺍﻟﻧﺒﻰﺼﻟﻰﺍﷲﻋﻟﻴﻪ ﻭﺴﻟﻢﺭﻫﻥ ﺪﺭﻋﻪ ﻋﻧﺪ ﻳﻬﻮﺩﻯ ﻳﻘﺎﻝﻟﻪ ﺍﺑﻮﺍﻠﺸﺣﻡﻋﻟﻰ ﺛﻼﺛﻴﻥ ﺻﺎﻋﺎ ﻤﻥ ﺷﻌﻳﺭﻻﻫﻠﻪ
“Bahwasanya Nabi SAW menggadaikan baju besi beliau kepada orang Yahudi yang bernama
Abusy Syahmi atas pinjamannya sebanyak 30 sha gandum untuk keluarganya”.
Hadits ini memberi petunjuk kepada corak kehidupan Rasululah SAW. yang menghindar dari
gemerlapnya kehidupan dunia dan keindahannya serta mejauhkan diri dari kesenangan
duniawi untuk beribadah. Maka Rasulullah yang apabila disebut namanya goncanglah
bangunan Kaisar, dan berbagai harta akan datang kepadanya menumpuk tertimbun.
Menggadaikan baju besi beliau hanya karena masalah yang kecil yaitu untuk menutup
kebutuhan pangan, tidak lain Karena pada diri beliau yang mulia itu ada sifat tidak mau
menyimpan harta walau sedikit. Maka beliau membagi harta yang datang kepadanya kepada
orang-orang dan beliau tidak mengambilnya sedikitpun apa lagi banyak. Menggadaikan
kepada orang Yahudi itu menunjukan kebolehan bermu’amalat dengan orang ahli kitab.
Dan para ulama telah sepakat bahwa gadai itu boleh. Mereka tidak pernah
mempertentangkan kebolehannya demikian pula landasan hukumnya. Jumhur berpendapat:
disyari’atkan pada waktu tidak bepergian dan waktu bepergian, berargumentasi kepada
perbuatan Rasulullah SAW. terhadap orang Yahudi di Madinah. Adapun dalam masa
perjalanan, seperti dikaitkan dalam ayat di atas itu melihat kebiasaannya, di mana pada
umumnya marhun dilakukan pada waktu bepergian.
3. Rukun-rukun Gadai
Rukun-rukun gadai ada tiga, yaitu:
1) ‘Aqid (orang yang melakukan akad). Ini meluputi dua arah, yaitu: Rahin dan Murtahin
2) Ma’qud ‘alaih (yang diakadkan), yaitu meliputi dua hal: Marhun (barang yang
digadaikan ) dan daid marhun bih (hutang yang karenanya diadakan gadai)
3) Sighat (‘aqad gadai)
Mazhab Hanafi
Mereka berkata: gadai hanya memiliki satu rukun, yaitu ijab dan qabul. Karena dia itulah
hakikat dari pada akad. Sedang lainnya termasuk barang yang di luar hakikat akad.
B. IJARAH
1. Pengertian
Al-Ijarah berasal dari kata Al-Ajru (upah). Menurut pengertian syara’ al-Ijarah ialah suatu
jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian.
Pemilik yang menyewakan manfaat disebut Mu’ajjir (orang yang menyewakan). Pihak lain
yang memberikan sewa disebut Musta’jir (orang yang menyewa atau penyewa. Dan sesuatu
yang diakadkan untuk diambil manfaatnya disebut Ma’,jur (sewaan). Sedangkan jasa yang
diberikan sebagai imbalan diberikan sebagai imbalan manfaat disebut Ajran atau Ujrah
(upah).
Apabila akad sewa menyewa telah berlangsung, penyewa sudah berhak mengambil manfaat.
Dan orang yang menyewakan berhak pula mengambil upah, karena akad ini adalah
mu’awadhah (penggantian).
2. Landasan hukum
Sewa menyewa disyari’atkan berdasarkan Al-Qur’an, Sunnah dan Ijma’.
1) Landasan Al-Qur’an
•
Artinya: Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang
yang bekerja (pada kita), karena Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil
untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya". Berkatalah Dia
(Syu'aib): "Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari
kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu
cukupkan sepuluh tahun Maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, Maka aku tidak hendak
memberati kamu. dan kamu insya Allah akan mendapatiku Termasuk orang- orang yang
baik". (Q.S, 28: 26-27)
2) Landasan Sunnah
Diriwayatkan oleh Ibnu Majah, bahwa Nabi SAW., bersabda:
۰ﺃﻋﻂﻭﺍ ﺍﻷﺠﻳﺭﺃﺠﺭﻩ ﻗﺒﻝ ﺍﻦ ﻳﺠﻒ ﻋﺭﻗﻪ
“Berikan olehmu upah orang sewaan sebelum keringatnya kering”.
3) Landasan Ijma’nya
Mengenai disyari’atkan ijarah, semua umat bersepakat, tak seorang ulama pun
yangmembantah kesepakatan (ijma) ini, sekalipun ada beberapa orang di antara mereka yang
berbeda pendapat, akan tetapi hal itu tidak dianggap.
3. Hikmah pensyari’atannya.
Ijarah disyari’atkan karena manusia menghajatkannya. Mereka membutuhkan rumah untuk
tempat tinggal, sebagian mereka membutuhkan yang lainnya, mereka butuh binatang untuk
kendaraan dan angkutan, membutuhkan berbagai peralatan untuk digunakan dalam
kebutuhan hidup mereka membutuhkan tanah untuk bertanam.
4. Rukun Ijarah
Ijarah menjadi sah dengan ijab Kabul lafaz sewa atau kuli dan yang berhubungan dengannya,
serta lafaz (ungkapan) apa saja yang dapat menunjukan hal tersebut.
Persyaratan orang yang berakad
Untuk kedua belah pihak yang melakukan akad disyaratkan berkemampuan, yaitu kedua-
duanya berakal dan dapat membedakan. Jika salah seorang yang berakad itu gila atau anak
kecil yang belum dapat membedakan, maka akad menjadi tidak sah.
Mazhab Imam Asy Syafi’i dan Hambali menambahkan satu syarat lagi, yaitu baligh.
Menurut mereka akad anak kecil sekalipun sudah dapat membedakan, dinyatakan tidak sah.
Menyewakan Barang
Menyewakan barang seperti rumah untuk tempat tinggal dan binatang dibolehkan. Penyewa
rumah berkewajiban memenuhu hal-hal yang memungkinkan rumah itu dapat ditempati
menurut kebiasaan yang berlaku. Dalam hal binatang, apabila untuk suatu pekerjaan, maka
pekerjaannya harus sama atau menyerupai pekerjaan yang asal, sehingga tidak
membahayakan binatang.
7. Pembayaran Upah dan Sewa
Hak menerima upah
• Ketika pekerjaan selesai dikerjakan, beralasan kepada hadits yang diriwayatkan Ibnu
Majah, Rasulullah SAW. bersabda: “Berikanlah upah sebelum keringat pekerja itu kering”.
• Jika menyewa barang, uang sewa dibayar ketika akad sewa.
8. Pembatalan dan Berakhirnya Ijarah
Ijarah akan batal bila ada hal-hal berikut:
• Terjadi cacat pada barang sewaan yang terjadi pada tangan penyewa
• Rusaknya barang yang disewaka
• Rusaknya barangyang diupahkan
• Terpenuhinya manfaat yang diakadkan
• Menurut Hanafiyah, boleh batal dari salah satu pihak, seperti sewa toko untuk dagang,
kemudian dagangannya dicuri.
http://www.fauzinesia.com/2010/12/gadai-dan-ijarah.html
11. Perkawinan
Menikah merupakan sunah bagi umat Islam. Bagi kalian yang ingin sekali menikah
perlu tahu apa saja syarat dan rukun nikah dalam Islam.
Dalam hadist Imam Bukhari, diriwayatkan Rasulullah SAW bersabda: “Wahai para
pemuda, barangsiapa di antara kalian yang mampu menikah, maka menikahlah. Karena
menikah lebih dapat menahan pandangan dan lebih memelihara kemaluan. Dan
barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia berpuasa; karena puasa dapat
menekan syahwatnya.”
Dalam proses pernikahan menurut Islam diperlukan pemenuhan syarat dan rukun
nikah agar pernikahan sah. Selain seiman atau sama-sama memeluk agama Islam
ada syarat pernikahan lainnya. Simak penjelasan berikut.
Syarat Sah Nikah dalam Islam
Berikut adalah syarat nikah dalam Islam yang harus diperhatikan.
Ada Calon Mempelai Laki-laki dan Perempuan
Sudah jelas, syarat sah nikah dalam Islam yang pertama adalah ada calon mempelai laki-
laki dan perempuan. Proses akad tidak bisa diwakilkan.
Perlu diperhatikan juga bahwa para mempelai tidak boleh menikahi orang yang haram
untuk dinikahi seperti memiliki pertalian darah, memiliki hubungan persusuan, dan
memiliki hubungan kemertuaan.
Ada Wali untuk Mempelai Perempuan
Wali nikah pihak perempuan antara lain ayah, kakek, dan saudara dari garis keturunan
ayah. Orang-orang yang berhak jadi wali di antaranya ayah, kakek dari pihak ayah,
saudara laki-laki kandung, saudara laki-laki seayah, saudara kandung ayah, dan anak laki-
laki dari saudara kandung ayah.
Ada Saksi dari Kedua Belah Pihak
Pernikahan yang sah diperlukan saksi dari kedua belah pihak. Persyaratan saksi antara lain
orang tersebut beragama Islam, baligh, berakal, merdeka, lelaki, dan adil. Saksi bisa
berasal dari pihak keluarga, tetangga, dan orang yang dipercaya seperti sahabat sebagai
saksi.
Ada Mahar
Mahar atau maskawin sangat penting keberadaannya di altar pernikahan dan menjadi
syarat nikah dalam Islam. Mahar adalah sejumlah harta yang diberikan oleh pihak laki-laki
kepada pihak perempuan.
Mahar dalam agama Islam menggunakan nilai uang sebagai acuan. Mempelai perempuan
bisa meminta harta seperti uang tunai, emas, tanah, rumah, kendaraan, dan benda berharga
lainnya.
Ijab dan qabul
Ijab dan qabul dimaknai sebagai janji suci kepada Allah SWT di hadapan penghulu, wali
dan saksi. Pelaksanaan Ijab dan qabul merupakan syarat sah agar pasangan menikah sah
sebagai sepasang suami istri.
Di samping itu, sebelum memenuhi syarat menikah yang sah, perlu diketahui juga rukun
sah nikah dalam agama islam.
Rukun Sah Nikah dalam Islam
Berikut merupakan rukun sah nikah dalam Islam:
1. Mampelai pria dan wanita sama-sama beragama Islam
2. Mempelai laki-laki tidak termasuk mahram bagi calon istri
3. Wali akad nikah dari perempuan bersedia menjadi wali
4. Kedua mempelai tidak dalam kondisi sedang ihram.
5. Pernikahan berlangsung tanpa paksaan.
https://www.suara.com/news/2020/12/17/175155/syarat-dan-rukun-nikah-dalam-islam?
page=all
12. Thalaq
Arti talak
Secara bahasa, talak berarti melepaskan ikatan. Dengan kata lain, talak adalah memutuskan
hubungan antara suami istri dari ikatan pernikahan yang sah menurut syariat agama. Meski
demikian, Islam juga memperbolehkan adanya rujuk setelah suami menjatuhkan talak pada
istrinya, tapi tetap dengan beberapa catatan.
Sebenarnya, talak merupakan hak suami, artinya istri nggak bisa melepaskan diri dari ikatan
pernikahan kalau nggak dijatuhkan talak oleh suami. Meski begitu, suami juga nggak dibenarkan
menggunakan haknya tersebut dengan semena-mena dan gegabah dalam memutuskan talak,
apalagi jika hanya menuruti hawa nafsunya saja. Ucapan talak juga nggak bisa dianggap main-
main. Ketika suami mengucapkan talak secara mutlak, meski kondisinya sedang bercanda
sekalipun, maka talak itu tetap jatuh pada sang istri.
Jenis talak
Setelah mengetahui arti talak, kini Popbela akan membahas tentang jenis-jenis talak. Seperti
diketahui, talak terdiri dari berbagai jenis, yakni berdasarkan ucapannya dan dilihat dari
pelakunya.
1. Talak menurut ucapannya
Jika dilihat berdasarkan lafal atau ucapannya, talak dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu
talak sharih dan talak kinayah. Berikut penjelasannya:
a. Talak sharih (talak langsung)
Ini adalah talak yang diucapkan oleh seorang suami kepada istrinya dengan lafal atau ucapan
yang jelas. Contohnya, seperti kalimat “Saya ceraikan kamu”. Meskipun talak ini diucapkan
tanpa adanya niat atau dalam kondisi bercanda, namun suami tetap dianggap telah menjatuhkan
talak pada istrinya.
b. Talak kinayah (talak nggak langsung)
Maksudnya adalah talak yang diucapkan oleh suami dengan kata-kata yang nggak langsung, tapi
sebenarnya mengandung makna perceraian. Kata talak ini bisa jatuh jika disertai niat.
Contohnya, seorang suami yang mengatakan pada istrinya “Pulanglah kamu ke rumah
orangtuamu”. Jika kalimat tersebut bermakna sindiran dengan disertai niat untuk menceraikan
istrinya, maka jatuhlah talak. Tapi jika nggak ada niat, maka nggak jatuh talak.
2. Talak dilihat dari pelakunya
Meski talak merupakan hak suami, tapi istri juga dapat mengajukan cerai atas suaminya. Dilihat
dari pelakunya, talak dibagi dalam beberapa jenis.
Cerai talak oleh suami
a. Talak raj’i
Yakni jenis talak di mana suami mengucapkan talak satu atau talak dua pada istrinya. Suami
boleh rujuk kembali dengan istrinya, asalkan sang istri masih dalam masa iddah. Namun, jika
masa iddah sudah habis, maka sudah nggak diperbolehkan untuk rujuk kembali. Jika ingin
kembali bersama, maka harus melakukan akad nikah lagi.
b. Talak bain
Yaitu jenis talak di mana suami mengucapkan talak tiga pada istrinya. Dalam hal ini, suami
nggak diperbolehkan untuk rujuk dengan istrinya. Sang suami bisa menikahi istrinya kembali
dengan syarat sang istri sudah menikah lagi dengan orang lain, kemudian bercerai. Jika
masa iddah-nya telah habis, maka sang suami pertama dapat menikahi istrinya kembali dengan
akad nikah yang baru.
c. Talak sunni
Yakni jenis talak yang dijatuhkan suami saat istrinya dalam kondisi suci dari haid dan belum
disetubuhi. Jika sang istri sedang dalam masa haid, maka harus menunggu sampai istrinya suci
dan dalam masa suci tersebut mereka nggak melakukan hubungan suami istri.
d. Talak bid’i
Yaitu talak yang dijatuhkan suami saat istrinya dalam keadaan haid, atau dalam kondisi suci tapi
sebelumnya mereka telah melakukan hubungan suami istri. Talak semacam ini nggak dibenarkan
dalam Islam dan pelakunya berdosa.
Cerai talak oleh istri
a. Fasakh
Yaitu pengajuan perceraian yang dilakukan istri kepada suaminya tanpa adanya kompensasi
yang diberikan oleh istri kepada suami. Fasakh dapat dilakukan jika suami telah melanggar
kewajibannya dalam rumah tangga. Misalnya, nggak memberikan nafkah baik maupun batin
kepada istrinya selama 6 bulan berturut-turut, meninggalkan istrinya selama 4 tahun tanpa kabar,
atau suami telah berlaku buruk dan mengancam keselamatan sang istri.
b. Khulu
Yaitu proses perceraian atas permintaan dari istri dan suami setuju dengan hal tersebut dengan
syarat sang istri memberikan imbalan kepada suaminya. Dengan begini, maka hilang hak suami
untuk melakukan rujuk selama sang istri sedang dalam masa iddah. Jika ingin kembali bersama,
maka harus dilakukan proses akad nikah lagi.
https://www.popbela.com/relationship/married/windari-subangkit/arti-talak-dan-
jenisnya/6
1. Pewaris
2. Ahli Waris
3. Tirkah
Pewaris (Al-muwaris) adalah pemilik harta warisan yang telah meninggal dunia. Kemudian
hartanya diwariskan kepada ahli warisnya.
Ahli Waris (Al-Waris) adalah orang yang memiliki hubungan darah, hubungan perkawinan
dengan pewaris (Al-muwaris), dan akibat memerdekakan budak.
Tirkah adalah harta warisan yang sudah dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk
mengurus jenazah pewaris serta penyelesaian utang piutang terkait dengan pewaris.
Tentu saja idealnya, tiap pihak harus juga memahami pengertian mawaris agar terhindar dari
kekeliruan dalam hak dan kewajiban masing-masing.
Landasan hukum mawaris
Ilmu mawaris mengatur peralihan harta dari pewaris kepada para ahli warisnya yang masih
hidup. Dasar hukum ilmu ini berdasarkan Al-Quran Surat An-Nisa Ayat (4) ayat 7 yang
terjemahannya berbunyi:
“Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan
bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik
sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan”.
Sedangkan ketentuan pembagian warisan seperti dijelaskan dalam Al-Quran Surat An-Nisa (4)
ayat 11-12. Dalam ayat tersebut dijelaskan siapa saja dan berapa besar bagian yang didapatkan
oleh para ahli waris.
Hal yang harus diketahui dari ilmu mawaris
Ilmu mawaris belakangan dianggap sebagai ilmu yang langka karena hanya sedikit yang masih
mempelajarinya. Akan tetapi, keberadaan ahli mawaris sangat dibutuhkan untuk menghindari
perpecahan dalam keluarga yang disebabkan oleh berebut harta warisan. Berikut beberapa
ketentuan di dalam ilmu mawaris.
https://lifepal.co.id/media/mawaris/#:~:text=Mawaris%20adalah%20ilmu%20yang
%20berkaitan,harta%20kepada%20para%20ahli%20waris.
15. Sumber-sumber ajaran Islam (Alquran, Hadis, Ijma’, Qiyas dan Ijtihad)
1. Al Quran
Al Quran adalah kalam Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW. Tulisannya
berbahasa Arab dengan perantaraan Malaikat Jibril.
Al Quran juga merupakan hujjah atau argumentasi kuat bagi Nabi Muhammad SAW dalam
menyampaikan risalah kerasulan dan pedoman hidup bagi manusia serta hukum-hukum yang
wajib dilaksanakan. Hal ini untuk mewujudkan kebahagian hidup di dunia dan akhirat serta
untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Al Quran sebagai kalam Allah SWT dapat dibuktikan dengan ketidaksanggupan atau
kelemahan yang dimiliki oleh manusia untuk membuatnya sebagai tandingan, walaupun
manusia itu adalah orang pintar.
Dalam surat Al Isra ayat 88, Allah berfirman:
ْض ظَ ِه ْيرًا ُ ت ااْل ِ ْنسُ َو ْال ِج ُّن ع َٰلٓى اَ ْن يَّأْتُوْ ا بِ ِم ْث ِل ٰه َذا ْالقُرْ ٰا ِن اَل يَأْتُوْ نَ بِ ِم ْثلِ ٖه َولَوْ َكانَ بَ ْع
ٍ ضهُ ْم لِبَع ِ ِن اجْ تَ َم َعnِقُلْ لَّ ِٕٕى
Katakanlah, "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa
(dengan) Al-Qur'an ini, mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya, sekalipun
mereka saling membantu satu sama lain."
2. Hadits
Seluruh umat Islam telah sepakat dan berpendapat serta mengakui bahwa sabda, perbuatan
dan persetujuam Rasulullah Muhammad SAW tersebut adalah sumber hukum Islam yang
kedua sesudah Al Quran. Banyak ayat-ayat di dalam Al Quran yang memerintahkan untuk
mentaati Rasulullah SAW seperti firman Allah SWT dalam Q.S Ali Imran ayat 32:
٣٢ - َقُلْ اَ ِط ْيعُوا هّٰللا َ َوال َّرسُوْ َل ۚ فَا ِ ْن ت ََولَّوْ ا فَا ِ َّن هّٰللا َ اَل يُ ِحبُّ ْال ٰكفِ ِر ْين
Katakanlah (Muhammad), "Taatilah Allah dan Rasul. Jika kamu berpaling, ketahuilah bahwa
Allah tidak menyukai orang-orang kafir."
Al Hadits sebagai sumber hukum yang kedua berfungsi sebagai penguat, sebagai pemberi
keterangan, sebagai pentakhshis keumuman, dan membuat hukum baru yang ketentuannya
tidak ada di dalam Al Quran. Hukum-hukum yang ditetapkan oleh Rasulullah Muhammad
SAW ada kalanya atas petunjuk (ilham) dari Allah SWT, dan adakalanya berasal dari ijtihad.
3. Ijma
Imam Syafi'i memandang ijma sebagai sumber hukum setelah Al Quran dan sunah Rasul.
Dalam moraref atau portal akademik Kementerian Agama bertajuk Pandangan Imam Syafi'i
tentang Ijma sebagai Sumber Penetapan Hukum Islam dan Relevansinya dengan
perkembangan Hukum Islam Dewasa Ini karya Sitty Fauzia Tunai, Ijma' adalah salah satu
metode dalam menetapkan hukum atas segala permasalahan yang tidak didapatkan di dalam
Al-Quran dan Sunnah. Sumber hukum Islam ini melihat berbagai masalah yang timbul di era
globalisasi dan teknologi modern.
Jumhur ulama ushul fiqh yang lain seperti Abu Zahra dan Wahab Khallaf, merumuskan ijma
dengan kesepakatan atau konsensus para mujtahid dari umat Muhammad pada suatu masa
setelah wafatnya Rasulullah SAW terhadap suatu hukum syara' mengenai suatu kasus atau
peristiwa.
Ijma dapat dibagi menjadi dua bentuk yaitu ijma sharih dan ijma sukuti. Ijma sharih atau
lafzhi adalah kesepakatan para mujtahid baik melalui pendapat maupun perbuatan terhadap
hukum masalah tertentu. Ijma sharih ini juga sangat langka terjadi, bahkan jangankan yang
dilakukan dalam suatu majelis, pertemuan tidak dalam forum pun sulit dilakukan.
Bentuk ijma yang kedua dalah ijma sukuti yaitu kesepakatan ulama melalui cara seorang
mujtahid atau lebih mengemukakan pendapatanya tentang hukum satu masalah dalam masa
tertentu kemudian pendapat itu tersebar luas serta diketahui orang banyak. Tidak ada
seorangpun di antara mujtahid lain yang menggungkapkan perbedaan pendapat atau
menyanggah pendapat itu setelah meneliti pendapat itu.
4. Qiyas
Sumber hukum Islam selanjutnya yakni qiyas (analogi). Qiyas adalah bentuk sistematis dan
yang telah berkembang fari ra'yu yang memainkan peran yang amat penting. Sebelumnya
dalam kerangka teori hukum Islam Al- Syafi'i, qiyas menduduki tempat terakhir karena ia
memandang qiyas lebih lemah dari pada ijma.
https://news.detik.com/berita/d-5216687/4-sumber-hukum-islam-yang-disepakati-ulama
Qiyâs
Qiyas artinya menggabungkan atau menyamakan artinya menetapkan suatu hukum suatu
perkara yang baru yang belum ada pada masa sebelumnya namun memiliki kesamaan dalam
sebab, manfaat, bahaya dan berbagai aspek dengan perkara terdahulu sehingga dihukumi
sama. Dalam Islam, Ijma dan Qiyas sifatnya darurat, bila memang terdapat hal hal yang
ternyata belum ditetapkan pada masa-masa sebelumnya
Beberapa definisi qiyâs (analogi)
1. Menyimpulkan hukum dari yang asal menuju kepada cabangnya, berdasarkan titik
persamaan di antara keduanya.
2. Membuktikan hukum definitif untuk yang definitif lainnya, melalui suatu persamaan
di antaranya.
3. Tindakan menganalogikan hukum yang sudah ada penjelasan di dalam [Al-Qur'an]
atau [Hadis] dengan kasus baru yang memiliki persamaan sebab (iladh).
Qiyas menurut ulama ushul adalah menerangkan sesuatu yang tidak ada nashnya dalam Al
Qur’an dan hadits dengan cara membandingkan dengan sesuatu yang ditetapkan hukumnya
berdasarkan nash. Mereka juga membuat definisi lain, Qiyas adalah menyamakan sesuatu
yang tidak ada nash hukumnya dengan sesuatu yang ada nash hukumnya karena adanya
persamaan illat hukum.
Dengan demikian qiyas itu penerapan hukum analogi terhadap hukum sesuatu yang serupa
karena prinsip persamaan illat akan melahirkan hukum yang sama pula.
Berhubung qiyas merupakan aktivitas akal, maka beberapa ulama berselisih faham dengan
ulama jumhur. Pandangan ulama mengenai qiyas ini terbagi menjadi tiga kelompok:
1. Kelompok jumhur, mereka menggunakan qiyas sebagai dasar hukum pada hal-hal yang
tidak jelas nashnya baik dalam Al Qur’an, hadits, pendapat shahabt maupun ijma ulama.
2. Mazhab Zhahiriyah dan Syiah Imamiyah, mereka sama sekali tidak menggunakan qiyas.
Mazhab Zhahiri tidak mengakui adalanya illat nash dan tidak berusaha mengetahui sasaran
dan tujuan nash termasuk menyingkap alasan-alasannya guna menetapkan suatu kepastian
hukum yang sesuai dengan illat. Sebaliknya, mereka menetapkan hukum hanya dari teks nash
semata.
3. Kelompok yang lebih memperluas pemakaian qiyas, yang berusaha berbagai hal karena
persamaan illat. Bahkan dalam kondisi dan masalah tertentu, kelompok ini menerapkan qiyas
sebagai pentakhsih dari keumuman dalil Al Qur’an dan hadits.
Kehujjahan Qiyas
Jumhur ulama kaum muslimin sepakat bahwa qiyas merupakan hujjah syar’i dan termasuk
sumber hukum yang keempat dari sumber hukum yang lain. Apabila tidak terdapat hukum
dalam suatu masalah baik dengan nash ataupun ijma’ dan yang kemudian ditetapkan
hukumnya dengan cara analogi dengan persamaan illat maka berlakulah hukum qiyas dan
selanjutnya menjadi hukum syar’i.
Diantara ayat Al Qur’an yang dijadikan dalil dasar hukum qiyas adalah firman Allah:
“Dia-lah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara ahli Kitab dari kampung-kampung
mereka pada saat pengusiran yang pertama. kamu tidak menyangka, bahwa mereka akan
keluar dan merekapun yakin, bahwa benteng-benteng mereka dapat mempertahankan mereka
dari (siksa) Allah; Maka Allah mendatangkan kepada mereka (hukuman) dari arah yang tidak
mereka sangka-sangka. dan Allah melemparkan ketakutan dalam hati mereka; mereka
memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang
mukmin. Maka ambillah (Kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, Hai orang-orang yang
mempunyai wawasan. (Qs.59:2)
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di
antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah
ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada
Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
(Qs.4:59)
Ayat di atas menjadi dasar hukum qiyas, sebab maksud dari ungkapan ‘kembali kepada Allah
dan Rasul’ (dalam masalah khilafiyah), tiada lain adalah perintah supaya menyelidiki tanda-
tanda kecenderungan, apa yang sesungguhnya yang dikehendaki Allah dan Rasul-Nya. Hal
ini dapat diperoleh dengan mencari illat hukum, yang dinamakan qiyas.
Sementara diantara dalil sunnah mengenai qiyas ini berdasar pada hadits Muadz ibn Jabal,
yakni ketetapan hukum yang dilakukan oleh Muadz ketika ditanya oleh Rasulullah Saw,
diantaranya ijtihad yang mencakup di dalamnya qiyas, karena qiyas merupakan salah satu
macam ijtihad.
Sedangkan dalil yang ketiga mengenai qiyas adalah ijma’. Bahwasanya para shahabat Nabi
Saw sering kali mengungkapkan kata ‘qiyas’. Qiyas ini diamalkan tanpa seorang shahabat
pun yang mengingkarinya. Di samping itu, perbuatan mereka secara ijma’ menunjukkan
bahwa qiyas merupakan hujjah dan wajib diamalkan.
Umpamanya, bahwa Abu Bakar ra suatu kali ditanya tentang ‘kalâlah’ kemudian ia berkata:
“Saya katakan (pengertian) ‘kalâlah’ dengan pendapat saya, jika (pendapat saya) benar maka
dari Allah, jika salah maka dari syetan. Yang dimaksud dengan ‘kalâlah’ adalah tidak
memiliki seorang bapak maupun anak”. Pendapat ini disebut dengan qiyas. Karena arti
kalâlah sebenarnya pinggiran di jalan, kemudian (dianalogikan) tidak memiliki bapak dan
anak.
Dalil yang keempat adalah dalil rasional. Pertama, bahwasanya Allah Swt mensyariatkan
hukum tak lain adalah untuk kemaslahatan. Kemaslahatan manusia merupakan tujuan yang
dimaksud dalam menciptakan hukum. Kedua, bahwa nash baik Al Qur’an maupun hadits
jumlahnya terbatas dan final. Tetapi, permasalahan manusia lainnya tidak terbatas dan tidak
pernah selesai. Mustahil jika nash-nash tadi saja yang menjadi sumber hukum syara’.
Karenanya qiyas merupakan sumber hukum syara’ yang tetap berjalan dengan munculnya
permasalahan-permasalahan yang baru. Yang kemudian qiyas menyingkap hukum syara’
dengan apa yang terjadi yang tentunya sesuai dengan syariat dan maslahah.
Rukun Qiyas
Qiyas memiliki rukun yang terdiri dari empat hal:
1. Asal (pokok), yaitu apa yang terdapat dalam hukum nashnya. Disebut dengan al-maqis
alaihi.
2. Fara’ (cabang), yaitu sesuatu yang belum terdapat nash hukumnya, disebut pula al-maqîs.
3. Hukm al-asal, yaitu hukum syar’i yang terdapat dalam dalam nash dalam hukum asalnya.
Yang kemudian menjadi ketetapan hukum untuk fara’.
4. Illat, adalah sifat yang didasarkan atas hukum asal atau dasar qiyas yang dibangun atasnya.
Istihsan
Beberapa definisi Istihsân
1. Fatwa yang dikeluarkan oleh seorang fâqih (ahli fikih), hanya karena dia merasa hal
itu adalah benar.
2. Argumentasi dalam pikiran seorang fâqih tanpa bisa diekspresikan secara lisan
olehnya
3. Mengganti argumen dengan fakta yang dapat diterima, untuk maslahat orang banyak.
4. Tindakan memutuskan suatu perkara untuk mencegah kemudharatan.
5. Tindakan menganalogikan suatu perkara di masyarakat terhadap perkara yang ada
sebelumnya.
Maslahah murshalah
Adalah tindakan memutuskan masalah yang tidak ada naskhnya dengan pertimbangan
kepentingan hidup manusia berdasarkan prinsip menarik manfaat dan menghindari
kemudharatan.
Sududz Dzariah
Adalah tindakan memutuskan suatu yang mubah menjadi makruh atau haram demi
kepentinagn umat.
Istishab
Adalah tindakan menetapkan berlakunya suatu ketetapan sampai ada alasan yang bisa
mengubahnya.
Urf
Adalah tindakan menentukan masih bolehnya suatu adat-istiadat dan kebiasaan masyarakat
setempat selama kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan aturan-aturan prinsipal dalam
Alquran dan
MACAM-MACAM IJTIHAD
Dr. ad Dualibi, sebagaimana dikatakan Dr. Wahbah (h. 594), membagi ijtihad kepada tiga
macam;
Al Ijtihadul Bayani, yaitu menjelaskan (bayan) hukum-hukum syari`ah dari nash-nash syar`i.
Al Ijtihadul Qiyasi, yaitu meletakkan (wadl`an) hukum-hukum syari`ah untuk
kejadian/peristiwa yang tidak terdapat dalam al Qur`an dan Sunnah, dengan jalan
menggunakan qiyas atas apa yang terdapat dalam nash-nash hukum syar`i.
Al Ijtihadul Isthishlahi, yaitu meletakkan hukum-hukum syari`ah untuk kejadian/peristiwa
yang terjadi yang tidak terdapat dalam al Qur`an dan Sunnah menggunakan ar-ra`yu yang
disandarkan atas isthishlah.
B. TAQLID
Secara bahasa taqlid berasal dari kata َدnََّقَل (qallada) – ُ(يُقَلِّدyuqollidu) – دًاnْ(تَ ْقلِيtaqlîdan). Yang
mengandung arti mengalungi, menghiasi, meniru, menyerahkan, dan mengikuti. Ulama ushul
fiqh mendefinisikan taqlid “penerimaan perkataan seseorang sedangkan engkau tidak
mengetahui dari mana asal kata itu”.
Menurut Muhammad Rasyid Ridha, taqlid ialah mengikuti pandapat orang lain yang
dianggap terhormat dalam masyarakat serta dipercaya tentang suatu hukum agama Islam
tanpa memperhatikan benar atau salahnya, baik atau buruknya, manfaat atau mudlarat hukum
itu.
Sedangkan menurut istilah taqlid adalah mengikuti perkataan (pendapat) yang tidak ada
hujjahnya atau tidak mengetahui darimana sumber atau dasar perkataan(pendapat) itu. ketika
seseorang mengikuti orang lain tanpa dalil yang jelas, baik dalam hal ibadah, maupun dalam
hal adat istiadat. Baik yang diikuti itu masih hidup, atau pun sudah mati. Baik kepada orang
tua maupun nenek moyang, hal seperti itulah yang disebut dengan taqlid buta. Sifat inilah
yang disandang oleh orang-orang kafir dan dungu, dari dahulu kala hingga pada zaman kita
sekarang ini, dimana mereka menjalankan ibadah mereka sehari-hari berdasarkan taqlid buta
dan mengikuti perbuatan nenek-nenek moyang mereka yang tidak mempunyai dalil dan
argumen sama sekali. Allah swt berfirman:
nوا بَلْ نَتَّبِ ُع َما أَ ْلفَ ْينَا َعلَ ْي ِه آبَاءنَا أَ َولَوْ َكانَ آبَا ُؤهُ ْم الَ يَ ْعقِلُونَ َشيْئا ً َوالَ يَ ْهتَدُون
ْ ُيل لَهُ ُم اتَّبِعُوا َما أَن َز َل هّللا ُ قَال
َ َِوإِ َذا ق
“Dan apabila dikatakan kepada mereka ( orang-orang kafir dan yang menyekutukan Allah
swt ): “ikutilah semua ajaran dan petunjuk yang telah Allah swt turunkan”. Mereka
menjawab: “Kami hanya mengikuti segala apa yang telah dilakukan oleh nenek-nenek
moyang kami”. Padahal nenek-nenek moyang mereka itu tidak mengerti apa-apa dan tidak
juga mendapat hidayah ( dari Allah swt )” (QS. Al-Baqarah[2]: 170).
Hukum Taqlid
Dalam menghukumi taqlid menurut para ulama terdapat 3 macam hukum: Pertama, Taqlid
yang diharamkan, kedua, Taqlid yang diwajibkan, dan ketiga, Taqlid yang dibolehkan.
Taqlid yang diharamkan.
Ulama sepakat haram melakukan taqlid ini. Taqlid ini ada tiga macam :
a. Taqlid semata-mata mengikuti adat kebiasaan atau pendapat nenek moyang atau orang
dahulu kala yang bertentangan dengan al Qur`an Hadits.
b. Taqlid kepada orang yang tidak diketahui bahwa dia pantas diambil perkataannya.
c. Taqlid kepada perkataan atau pendapat seseorang, sedangkan yang bertaqlid mengetahui
bahwa perkataan atau pendapat itu salah.
Taqlid yang dibolehkan
Adalah taqlidnya seorang yang sudah mengerahkan usahanya untuk ittiba’ kepada apa yang
diturunkan Allah swt. Hanya saja sebagian darinya tersembunyi bagi orang tersebut sehingg
dia taqlid kepada orang yang lebih berilmu darinya, maka yang seperti ini adalah terpuji dan
tidak tencela, dia mendapat pahala dan tidak berdosa. Taqlid ini sifatnya sementara. Misalnya
taqlid sebagian mujtahid kepada mujtahid lain, karena tidak ditemukan dalil yang kuat untuk
pemecahan suatu persoalan. Termasuk taqlidnya orang awam kepada ulama.
Ulama muta-akhirin dalam kaitan bertaqlid kepada imam, membagi kelompok masyarakat
kedalam dua golongan:
a. Golongan awan atau orang yang berpendidikan wajib bertaqlid kepada salah satu pendapat
dari keempat madzhab.
b. Golongan yang memenuhi syarat-syarat berijtihad, sehingga tidak dibenarkan bertaqlid
kepada ulama-ulama.
Golongan awam harus mengikuti pendapat seseorang tanpa mengetahui sama sekali dasar
pendapat itu (taqlid dalam pengertian bahasa).
Syaikhul Islam lbnu Taimiyah berkata, “Adapun orang yang mampu ijtihad apakah
dibolehkan baginya taqlid? ini adalah hal yang diperselisihkan, dan yang shahih adalah
dibolehkan ketika dia dalam keadaan tidak mampu berijtihad entah karena dalil-dalil (dan
pendapat yang berbeda) sama-sama kuat atau karena sempitnya waktu untuk berijtihad atau
karena tidak nampak dalil baginya”
Taqlid yang diwajibkan
Adalah taqlid kepada orang yang perkataannya dijadikan sebagai dasar hujjah, yaitu
perkataan dan perbuatan Rasulullah saw. Juga apa yang dikatakan oleh lbnul Qayyim:
Sesungguhnya Allah swt telah memerintahkan agar bertanya kepada Ahlu Dzikr, dan Adz-
Dzikr adalah al-Qur’an dan al-Hadis yang Allah swt perintahkan agar para istri Nabi-Nya
selalu mengingatnya sebagaimana dalam firman-Nya:
ت هَّللا ِ َو ْال ِح ْك َم ِة ۚ إِ َّن هَّللا َ َكانَ لَ ِطيفًا خَ بِيرًا
ِ َو ْاذ ُكرْ نَ َما يُ ْتلَ ٰى فِي بُيُوتِ ُك َّن ِم ْن آيَا
“ Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dan ayat-ayat Allah swt dan hikmah (Sunnah
Nabimu)”(QS. al-Ahzab[33]:34)
lnilah Adz-Dzikr yang Allah swt perintahkan agar kita selalu ittiba’(mengikuti) kepadanya,
dan Allah swt perintahkan orang yang tidak memiliki ilmu agar bertanya kepada ahlinya.
Inilah yang wajib atas setiap orang agar bertanya kepada ahli ilmu tentang Adz-Dzikr yang
Allah swt turunkan kepada Rasul-Nya agar ahli ilmu ini memberitahukan kepadanya. Kalau
dia sudah diberitahu tentang Adz-Dzikr ini maka tidak boleh baginya kecuali ittiba’
kepadanya.
Taqlid yang Berkembang
Taqlid yang berkembang sekarang, khususnya di Indonesia ialah taqlid kepada buku, bukan
taqlid kepada imam-imam mujtahid yang terkenal ( Imam Abu Hanifah, Malik bin Anas, As
Syafi`i, dan Hambali).
Jamaludin al Qosini (w. 1332 H) : “segala perkataan atau pendapat dalam suatu madzhab itu
tidak dapat dipandang sebagai madzhab tersebut, tetapi hanya dapat dipandang sebagai
pendapat atau perkataan dari orang yang mengatakan perkataan itu”.
Taqlid kepada yang mengaku bertaqlid kepada imam mujtahid yang terkenal, sambil
menyisipkan pendapatnya sendiri yang ditulis dalam kitab-kitabnya. Taqlid yang seperti ini
tidak dibolehkan oleh Ad Dahlawi, Ibnu Abdil Bar, Al Jauzi dan sebagainya.
Pendapat Imam Madzhab tentang Taqlid
a. Imam Abu Hanifah (80-150 H)
Beliau merupakan cikal bakal ulama fiqh. Beliau mengharamkan orang mengikuti fatwa jika
orang itu tidak mengetahui dalil dari fatwa itu.
b. Imam Malik bin Anas (93-179 H)
Beliau melarang seseorang bertaqlid kepada seseorang walaupun orang itu adalah orang
terpandang atau mempunyai kelebihan. Setiap perkataan atau pendapat yang sampai kepada
kita harus diteliti lebih dahulu sebelum diamalkan.
c. Imam asy Syafi`i (150-204 H)
Beliau murid Imam Malik. Beliau mengatakan bahwa “ beliau akan meninggalkan
pendapatnya pada setiap saat ia mengetahui bahwa pendapatnya itu tidak sesuai dengan
hadits Nabi SAW.
d. Imam Hambali (164-241 H)
Beliau melarang bertaqlid kepada imam manapun, dan menyuruh orang agar mengikuti
semua yang berasal dari Nabi SAW dan para sahabatnya. Sedang yang berasal dari tabi`in
dan orang-orang sesudahnya agar diselidiki lebih dahulu. Mana yang benar diikuti dan mana
yang salah ditinggalkan.
Allah swt telah mencela tiga macam taqlid ini melalui ayat-ayat-Nya diantaranya,
ير إِاَّل قَا َل ُم ْت َرفُوهَا إِنَّا ٍ ك فِي قَرْ يَ ٍة ِم ْن نَ ِذ َ ِك َما أَرْ َس ْلنَا ِم ْن قَ ْبل َ ِار ِه ْم ُم ْهتَ ُدونَ َو َك ٰ َذل ُ
ِ َبَلْ قَالُوا إِنَّا َو َج ْدنَا آبَا َءنَا َعلَ ٰى أ َّم ٍة َوإِنَّا َعلَ ٰى آث
ار ِه ْم ُم ْقتَ ُدونَ قَا َل أَ َولَوْ ِج ْئتُ ُك ْم بِأ َ ْهد َٰى ِم َّما َو َج ْدتُ ْم َعلَ ْي ِه آبَا َء ُك ْم ۖ قَالُوا إِنَّا بِ َما أُرْ ِس ْلتُ ْم بِ ِه ُ
ِ ََو َج ْدنَا آبَا َءنَا َعلَ ٰى أ َّم ٍة َوإِنَّا َعلَ ٰى آث
ََكافِرُون
Bahkan mereka berkata: "Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu
agama, dan sesungguhnya kami orang-orang yang mendapat petunjuk dengan (mengikuti)
jejak mereka". Dan demikianlah, Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang pemberi
peringatan pun dalam suatu negeri, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu
berkata: “Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama dan
sesungguhnya kami adalah pengikut jejak-jejak mereka.” (Rasul itu) berkata: ‘Apakah
(kamu akan mengikutinya juga) sekalipun aku membawa untukmu (agama) yang lebih
(nyata) memberi petunjuk daripada apa yang kamu dapati bapak-bapakmu menganutnya?”
Mereka menjawab: “Sesungguhnya kami mengingkari agama yang kamu diutus untuk
menyampaikannya” (QS. az-Zukhruf[43] : 22-24)
Para Imam Melarang Taqlid dan Mewajibkan Ittiba’
Terdapat perbedaan antara taqlid dan ittiba’ diantara hal yang menunjukkan perbedaan yang
mendasar antara taqlid dan ittiba’ adalah larangan para imam kepada para pengikutnya untuk
taqlid dan perintah mereka kepada para pengikutnya agar selalu ittiba’:
Pertama, Al-Imam Abu Hanifah berkata, “Tidak halal atas seorangpun mengambil perkataan
kami selama dia tidak tahu dari mana kami mengambilnya” Dalam riwayat lain beliau
berkata, “Orang yang tidak tahu dalilku, haram atasnya berfatwa dengan perkataanku”
Kedua, Al-Imam Malik berkata : “Sesungguhnya aku adalah manusia yang bisa benar dan
keliru. Lihatlah pendapatku, setiap yang sesuai dengan Kitab dan Sunnah maka ambillah, dan
setiap yang tidak sesuai dengan Kitab dan Sunnah maka tinggalkanlah”
Ketiga, Al-Imam Asy-Syafi’i berkata, “Jika kalian menjumpai sunnah Rasulullah saw,
ittiba’lah kepadanya, janganlah kalian menoleh kepada perkataan siapapun”
Beliau juga berkata, “Setiap yang aku katakan, kemudian ada hadis shahih yang
menyelisihinya, maka hadis Nabi lebih utama untuk diikuti. Janganlah kalian taqlid
kepadaku”.
Keempat, Al-Imam Ahmad berkata, “Janganlah engkau taqlid dalam agamamu kepada
seorangpun dari mereka, apa yang datang dari Nabi dan para sahabatnya ambillah” Beliau
juga berkata, “Ittiba’ adalah jika seseorang mengikuti apa yang datang dari Nabi saw dan
para sahabatnya”
Mengikuti Manhaj Para Ulama Bukan Berarti Taqlid Kepada Mereka
lbnul Qayyim berkata, “Jika ada yang mengatakan: Kalian semua mengakui bahwa para
imam yang ditaqlidi dalam agama mereka berada di atas petunjuk, maka orang-orang yang
taqlid kepada mereka pasti di atas petunjuk juga, karena mereka mengikuti langkah para
imam tersebut.
Dikatakan kepadanya, “Mengikuti langkah para imam ini secara otomatis membatalkan sikap
taqlid kepada mereka, karena jalan para imam ini adalah ittiba’ kepada hujjah dan melarang
umat dan taqlid kepada mereka sebagaimana akan kami sebutkan hal ini dan mereka lnsya
Allah swt . Maka barangsiapa yang meninggalkan hujjah dan melanggar larangan para imam
ini (dan sikap taqlid) yang juga dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya, maka jelas orang ini tidak
berada di atas jalan para imam ini, bahkan termasuk orang-orang yang menyelisihi mereka.
Yang menempuh jalan para imam ini adalah orang yang mengikuti hujjah, tunduk kepada
dalil, dan tidak menjadikan seorang pun yang dijadikan perkataannya sebagai timbangan
terhadap Kitab dan Sunnah kecuali Rasulullah saw.
C. ITTIBA`
Menurut bahasa Ittiba’ berasal dari bahasa arab adalah mashdar (kata bentukan) dari kata
ittaba’a ( َعnnَ)اتَبyang berarti mengikuti. Ada beberapa kalimat yang semakna dengannya
diantaranya iqtifa’ (()اقتفاءmenelusuri jejak), qudwah(( )قدوةbersuri teladan) dan uswah()أسوة
(berpanutan). Dikatakan mengikuti sesuatu jika berjalan mengikuti jejaknya dan
mengiringinya. Dan kata ini berkisar pada makna menyusul, mencari, mengikuti, meneladani
dan mencontoh.
Sedangkan menurut istilah ittiba’ adalah mengikuti pendapat seseorang baik itu ulama atau
yang lainnya dengan didasari pengetahuan dalil yang dipakai oleh ulama tersebut. Ibnu
Khuwaizi Mandad mengatakan : "Setiap orang yang engkau ikuti dengan hujjah dan dalil
padanya, maka engkau adalah muttabi’(orang yang mengikuti).
Menurut ulama ushul, ittiba` adalah mengikuti atau menuruti semua yang diperintahkan,
yang dilarang, dan dibenarkan Rasulullah SAW. Dengan kata lain ialah melaksanakan
ajaran-ajaran agama Islam sesuai dengan yang dikerjakan Nabi Muhammad SAW.
Definisi lainnya, ittiba` ialah menerima pendapat seseorang sedangkan yang menerima itu
mengetahui dari mana atau asal pendapat itu. Ittiba` ditetapkan berdasarkan hujjah atau nash.
Ittiba` adalah lawan taqlid.
2. Macam-Macam Ittiba`
a. Ittiba` kepada Allah dan Rasul-Nya
b. Ittiba` kepada selain Allah dan Rasul-Nya
Ulama berbeda pendapat, ada yang membolehkan ada yang tidak membolehkan. Imam
Ahmad bin Hanbal menyatakan bahwa ittiba` itu hanya dibolehkan kepada Allah, Rasul, dan
para sahabat saja, tidak boleh kepada yang lain.
Pendapat yang lain membolehkan berittiba` kepada para ulama yang dapat dikatagorikan
sebagai ulama waratsatul anbiyaa (ulama pewaris para Nabi).
3. Tujuan Ittiba`
Dengan adanya ittiba` diharapkan agar setiap kaum muslimin, sekalipun ia orang awam, ia
dapat mengamalkan ajaran agama Islam dengan penuh keyakinan pengertian, tanpa
diselimuti keraguan sedikitpun. Suatu ibadah atau amal jika dilakukan dengan penuh
keyakinan akan menimbulkan keikhlasan dan kekhusukan. Keikhlasan dan kekhusukan
merupakan syarat sahnya suatu ibadah atau amal yang dikerjakan.
Ittiba’
Kepada siapa kita wajib ittiba’?
Dari penjelasan diatas bisa kita simpulkan bahwa yang berhak kita berittiba’ kepadanya
adalah mereka yang pendapatnya didasari dengan dalil yang jelas, dalam hal ini Rasulullah
saw adalah orang yang paling berhak kita ikuti hal itu sebagaimana Allah swt berfirman,
﴿ لَقَ ْد َكانَ لَ ُك ْم فِي َرسُو ِل هَّللا ِ أُ ْس َوةٌ َح َسنَةٌ لِ َم ْن َكانَ يَرْ جُو هَّللا َ َو ْاليَوْ َم اآْل ِخ َر َو َذ َك َر هَّللا َ َكثِيرًا : ﴾ قال هللا تعالى
"Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah suri teladan yang baik., (yaitu) bagi orang
yang mengharap (rahmat) Allah dan (kesenangan) hari akhirat dan dia banyak menyebut
Allah." (QS. Al-Ahzab[33]:21).
Dalam ayat lain Allah swt berfirman:
﴿ َو َما آَتَا ُك ُم ال َّرسُو ُل فَ ُخ ُذوهُ َو َما نَهَا ُك ْم َع ْنهُ فَا ْنتَهُوا : ﴾قال هللا تعالى
“Dan apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya
bagimu, maka tinggalkanlah.” (QS. Al-Hasyr[59]: 7).
Imam Ahmad bin Hanbal menyatakan: Ittiba’ adalah seseorang mengikuti apa yang datang
dari Rasulullah saw dan para shahabatnya.
Ittiba’ kepada Nabi saw dalam keyakinan akan terwujud dengan meyakini apa yang diyakini
oleh Nabi saw sesuai dengan bagaimana beliau meyakininya – apakah merupakan kewajiban,
kebid’ahan ataukah merupakan pondasi dasar agama atau yang membatalkannya atau yang
merusak kesempurnaannya dst – dengan alasan karena beliau saw meyakininya.
Ittiba’ kepada Nabi saw dalam perkataan akan terwujud dengan melaksanakan kandungan
dan makna-makna yang ada padanya. Bukan dengan mengulang-ulang lafadz dan nashnya
saja. Sebagai contoh sabda beliau saw:
)(رواه البخاري... صلِّي َ ُصلُّوا َك َما َرأَ ْيتُ ُمونِي أ َ ..... : قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم
“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat.”.(HR. Bukhori).
Ittiba’ kepadanya adalah dengan melaksanakan shalat seperti shalat beliau.
Sedangkan ittiba’ kepada Nabi saw di dalam perkara-perkara yang ditinggalkan adalah
dengan meninggalkan perkara-perkara yang beliau tinggalkan, yaitu perkara-perkara yang
tidak disyariatkan. Sesuai dengan tatacara dan ketentuan Nabi saw di dalam
meninggalkannya, dengan alasan karena beliau saw meninggalkannya. Dan ini adalah
batasan yang sama dengan batasan ittiba’ di dalam perbuatan.
Hukum Ittiba’
Seorang muslim wajib ittiba’ kepada Rasulullah saw dengan menempuh jalan yang beliau
tempuh dan melakukan apa yang beliau lakukan. Begitu banyak ayat al-Qur’an yang
memerintahkan setiap muslim agar selalu ittiba’ kepada Rasulullah saw di antaranya firman
Allah swt.
َ﴿ قُلْ أَ ِطيعُوا هَّللا َ َوال َّرسُو َل ۖ فَإ ِ ْن تَ َولَّوْ ا فَإ ِ َّن هَّللا َ اَل ي ُِحبُّ ْال َكافِ ِرين : ﴾قال هللا تعالى
“Katakanlah: “Taatilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya
Allah swt tidak menyukai orang-orang kafir” (QS. Ali lmran[3]: 32).
Dalam ayat lain Allah swt berfirman:
ِ ﴿ يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا اَل تُقَ ِّد ُموا بَ ْينَ يَد : ﴾ قال هللا تعالى
َي هَّللا ِ َو َرسُولِ ِه ۖ َواتَّقُوا هَّللا َ ۚ إِ َّن هَّللا َ َس ِمي ٌع َعلِي ٌم
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah swt dan Rasul-Nya dan
bertaqwalah kepada Allah swt. Sesungguhnya Allah swt Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui” (QS. al-Hujurat[49]:1).
Demikian juga Allah swt memerintahkan setiap muslim agar ittiba’ kepada sabilil mukminin
yaitu jalan para sahabat Rasulullah saw dan mengancam dengan hukuman yang berat kepada
siapa saja yang menyeleweng darinya:
ۖ لِ ِه َجهَنَّ َمnص ْ nيل ْال ُم
ْ ُ َولَّ ٰى َونnَا تnnؤ ِمنِينَ نُ َولِّ ِه َمn ِ ِبn َر َسn ْع َغ ْيnِد َٰى َويَتَّبnُهُ ْالهnَد َما تَبَيَّنَ لnِ ق ال َّرسُو َل ِم ْن بَ ْع ِ ِ﴿ َو َم ْن يُ َشاق : قال هللا تعالى
صيرًا ِ ت َم ْ ﴾ َو َسا َء
“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudahjelas kebenaran baginya, dan mengikuti
jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan Ia leluasa terhadap kesesatan
yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan Ia ke dalam jahanam, dan jahannam itu
seburuk-buruk tempat kembali”. (QS. An-Nisa’[4]: 115).
Kedudukan Ittiba’ Dalam Islam
Ittiba' kepada Rasulullah saw mempunyai kedudukan yang sangat tinggi dalam Islam, bahkan
merupakan salah satu pintu seseorang dapat masuk Islam. Berikut ini akan disebutkan
beberapa kedudukan penting yang ditempati oleh ittiba', di antaranya adalah:
Pertama, Ittiba' kepada Rasulullah saw adalah salah satu syarat diterima amal. Sebagaimana
para ulama telah sepakat bahwa syarat diterimanya ibadah ada dua:
1. Mengikhlaskan niat ibadah hanya untuk Allah swt semata.
2. Harus mengikuti dan serupa dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah saw.
Ibnu 'Ajlan mengatakan: "Tidak sah suatu amalan melainkan dengan tiga perkara: taqwa
kepada Allah swt, niat yang baik (ikhlas) dan ishabah (sesuai dan mengikuti sunnah Rasul)."
Maka barangsiapa mengerjakan suatu amal dengan didasari ikhlas karena Allah swt semata
dan serupa dengan sunnah Rasulullah saw, niscaya amal itu akan diterima oleh Allah swt.
Akan tetapi kalau hilang salah satu dari dua syarat tersebut, maka amal itu akan tertolak dan
tidak diterima oleh Allah swt. Hal inilah yang sering luput dari pengetahuan banyak orang.
Mereka hanya memperhatikan satu sisi saja dan tidak memperdulikan yang lainnya. Oleh
karena itu sering kita dengar mereka mengucapkan: "yang penting niatnya, kalau niatnya
baik, maka amalnya baik."
Kedua, Ittiba' merupakan bukti kebenaran cinta seseorang kepada Allah swt dan Rasul-Nya.
Allah swt berfirman:
﴿ قُلْ إِ ْن ُك ْنتُ ْم تُ ِحبُّونَ هَّللا َ فَاتَّبِعُونِي يُحْ بِ ْب ُك ُم هَّللا ُ َويَ ْغفِرْ لَ ُك ْم ُذنُوبَ ُك ْم ۗ َوهَّللا ُ َغفُو ٌر َر ِحي ٌم : ﴾ قال هللا تعالى
"Katakanlah: 'Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah
mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.' Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang." (QS. Ali Imran[3]: 31).
Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini dengan ucapannya: "Ayat yang mulia ini sebagai hakim bagi
setiap orang yang mengaku cinta kepada Allah swt, akan tetapi tidak mengikuti sunnah
Muhammad saw. Karena orang yang seperti ini berarti dusta dalam pengakuan cintanya
kepada Allah swt sampai dia ittiba' kepada syari'at agama Nabi Muhammad saw dalam
segala ucapan dan tindak tanduknya."
Ketiga, Ittiba' adalah sifat yang utama wali-wali Allah swt
Ibnu Taimiyah dalam kitabnya menjelaskan panjang lebar perbedaan antara waliyullah dan
wali syaitan, diantaranya beliau menjelaskan tentang wali Allah swt dengan ucapannya:
"Tidak boleh dikatakan wali Allah swt kecuali orang yang beriman kepada Rasulullah saw
dan syari'at yang dibawanya serta ittiba' kepadanya baik lahir maupun batin. Barangsiapa
mengaku cinta kepada Allah swt dan mengaku sebagai wali Allah swt, tetapi dia tidak ittiba'
kepada Rasul-Nya, berarti dia berdusta. Bahkan kalau dia menentang Rasul-Nya, dia
termasuk musuh Allah swt dan sebagai wali syaitan."
Imam Ibnu Abil 'Izzi Al-Hanafi berkata: "Pada hakikatnya yang dinamakan karamah itu
adalah kemampuan untuk senantiasa istiqamah di atas al-haq, karena Allah swt tidak
memuliakan hamba-Nya dengan suatu karamah yang lebih besar dari taufiq-Nya yang
diberikan kepada hamba itu untuk senantiasa menyerupai apa yang dicintai dan diridhai-Nya
yaitu istiqamah di dalam mentaati Allah swt dan Rasul-Nya dan ber-wala kepada wali-wali
Allah swt serta bara' dari musuh-musuh-Nya." Mereka itulah wali-wali Allah swt
sebagaimana tersebut dalam firman-Nya:
ٌ ْ ﴿ أَاَل ِإ َّن أَوْ لِيَا َء هَّللا ِ اَل خَ و : ﴾قال هللا تعالى
َف َعلَ ْي ِه ْم َواَل هُ ْم يَحْ َزنُون
"Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah swt itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka
dan tidak (pula) mereka bersedih hati." (QS. Yunus[10]: 62).
Demikianlah beberapa kedudukan ittiba' yang tinggi dalam syari'at Islam dan masih banyak
lagi kedudukan yang lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa ittiba' kepada Rasulullah saw
merupakan suatu amal yang teramat besar dan banyak mendapat rintangan. Mudah-mudahan
Allah swt menjadikan kita termasuk orang-orang yang ittiba' kepada Nabi-Nya dalam segala
aspek kehidupan kita, sehingga kita akan bertemu Allah swt dengan membawa husnul
khatimah. Amien, ya Rabbal Alamin.
D. TALFIQ
Talfiq berarti “manyamakan” atau “merapatkan dua tepi yang berbeda”.
Menurut istilah, talfiq ialah mengambil atau mengikuti hukum dari suatu peristiwa atau
kejadian dengan mengambilnya dari berbagai macam madzhab. Contoh nikah tanpa wali dan
saksi adalah sah asal ada iklan atau pengumuman. Menurut madzhab Hanafi, sah nikah tanpa
wali, sedangkan menurut madzhab Maliki, sah akad nikah tanpa saksi.
Pada dasarnya talfiq dibolehkan dalam agama, selama tujuan melaksanakan talfiq itu semata-
mata untuk melaksanakan pendapat yang paling benar setelah meneliti dasar hukum dari
pendapat itu dan mengambil yang lebih kuat dasar hukumnya.
Ada talfiq yang tujuannya untuk mencari yang ringan-ringan saja, yaitu mengikuti pendapat
yang paling mudah dikerjakan sekalipun dasar hukumnya lemah. Talfiq semacam ini yang
dicela para ulama. Jadi talfiq itu hakekatnya pada niat.
Pendapat-Pendapat tentang Talfiq
Pendapat pertama, orang awam harus mengikuti madzhab tertentu, tidak boleh memilih
suatu pendapat yang ringan karena tidak mempunyai kemampuan untuk memilih. Karena itu
mereka belum boleh melakukan talfiq.
Pendapat kedua, membolehkan talfiq dengan syarat tidak akan menimbulkan pendapat yang
bertentangan dengan salah satu madzhab yang ditalfiqan itu.
Pendapat ketiga, membolehkan talfiq tanpa syarat dengan maksud mencari yang ringan-
ringan sesuai dengan kehendak dirinya.
Ruang Lingkup Talfiq
Talfiq sama seperti taqlid dalam hal ruang lingkupnya, yaitu hanya pada perkara-perkara
ijtihad yang bersifat zhanniyah(perkara yang belum diketahui secara pasti dalam agama).
Adapun hal-hal yang diketahui dari agama secara pasti (ma’luumun minaddiini
bidhdharuurah), dan perkara-perkara yang telah menjadi ijma’, yang mana mengingkarinya
adalah kufr, maka di situ tidak boleh ada taqlid, apalagi talfiq.
Hukum Talfîq
Ulama terbagi kepada dua kelompok tentang hukum talfîq. Satu kelompok mengharamkan,
dan satu kelompok lagi membolehkan.
Ulama Hanafiyah mengklaim ijma' kaum muslimin atas keharaman talfiq. Sedangkan di
kalangan Syafi'iyah, hal itu menjadi sebuah ketetapan.
Ibnu Hajar mengatakan: ”Pendapat yang membolehkan talfiq adalah menyalahi ijma'.
Dalil Kelompok yang Mengharamkan Talfiq
Mereka mendasarkan pendapatnya pada perkataan ulama ushul fiqh tentang ijma' atas
ketidakbolehan menciptakan pendapat ketiga apabila para ulama terbagi kepada dua
kelompok tentang hukum suatu perkara. Karena menurut mayoritas ulama, tidak boleh
menciptakan pendapat ketiga yang meruntuhkan (menyalahi) sesuatu yang telah disepakati.
Misalnya 'iddah wanita hamil yang suaminya meninggal dunia, terdapat dua pendapat,
pertama: hingga melahirkan, kedua: yang paling jauh (lama) dari dua tempo 'iddah(‘iddah
melahirkan dan ‘iddah yang ditiggal oleh suaminya karena kematian). Maka tidak boleh
menciptakan pendapat ketiga, misalnya dengan beberapa bulan saja.
Akan tetapi jika ditinjau lebih dalam, terlihat bahwa alasan ini tidak bisa dibenarkan
sepenuhnya, karena meng-qiyaskan talfiq atas ihdaatsu qaul tsaalits (menciptakan pendapat
ketiga) adalah merupakan qiyas antara dua hal yang berbeda. Hal itu dapat dilihat dari dua
sisi:
1. Terciptanya pendapat ketiga terjadi apabila permasalahannya hanya satu, sedangkan talfiq
terjadi dalam beberapa permasalahan. Misalnya, kefardhuan menyapu kepala adalah sebuah
permasalahan, sementara permasalahan batalnya wudhu' karena bersentuhan dengan wanita
adalah permasalahan lain. Jadi, talfiq terjadi bukan dalam satu permasalahan, maka tidak
terjadi pendapat ketiga.
2. Berdasarkan pada pendapat yang paling kuat, dalam permasalahan talfiq tidak terdapat
suatu sisi yang disepakati oleh para ulama. Misalnya, persoalan menyapu kepala merupakan
khilaf di kalagan ulama, apakah wajib seluruhnya ataukah sebagian saja. Demikian pula
batalnya wudhu' dengan menyentuh perempuan merupakan permasalahan yang menjadi
khilaf, apakah ia memang membatalkan wudhu' ataukah tidak. Maka, dalam perkara talfiq,
tidak ada sisi yang disepakati (ijma').
Dengan demikian, pendapat yang mengharamkan talfiq telah dilandaskan pada dasar yang
salah yaitu qiyas ma'al faariq.
Apabila ulama Hanafiyah mengklaim ijma' atas keharaman talfiq, akan tetapi realita yang ada
sangat bertentangan. Ulama-ulama terpercaya seperti Al Fahâmah Al Amîr dan Al Fâdhil Al
Baijuri telah menukilkan apa yang menyalahi dakwaan ulama Hanafiyah tersebut. Maka
klaim adanya ijma' adalah bathil.
Berkata Al Syafsyawani tentang penggabungan dua mazhab atau lebih dalam sebuah
masalah: ”Para ahli ushul berbeda pendapat tentang hal ini. Yang benar berdasarkan sudut
pandang adalah kebolehannya (talfiq).”
Prof. Dr. Wahbah Az Zuhaili berkata: ”Adapun klaim ulama Hanafiyah bahwa keharaman
talfiq merupakan ijma', maka hal itu adakala dengna i'tibar ahli mazhab (ijma' mazhab
Hanafi), atau dengan i'tibar kebanyakan. Dan adakala juga berdasarkan pendengaran ataupun
persangkaan belaka. Sebab, jika sebuah permasalahan telah menjadi ijma', pastilah ulama
mazhab yang lain telah menetapkannya (mengatakannya) juga....”
Dalil Kelompok yang Membolehkan
Para ulama yang membolehkan talfiq, mereka berdalil dengan beberapa alasan:
Alasan Pertama
Tidak adanya nash di dalam al-Quran atau pun as-Sunnah yang melarang talfiq ini. Setiap
orang berhak untuk berijtihad dan tiap orang berhak untuk bertaqlid kepada ahli ijtihad. Dan
tidak ada larangan bila kita sudah bertaqlid kepada satu pendapat dari ahli ijtihad untuk
bertaqlid juga kepada ijtihad orang lain.
Di kalangan para shahabat nabi saw terdapat para shahabat yang ilmunya lebih tinggi dari
yang lainnya. Banyak shahabat yang lainnya kemudian menjadikan mereka sebagai rujukan
dalam masalah hukum. Misalnya mereka bertanya kepada Abu Bakar ra, Umar bin Al-
Khattab ra, Utsman ra, Ali ra, Ibnu Abbas ra, Ibnu Mas''ud ra, Ibnu Umar ra dan lainnya.
Seringkali pendapat mereka berbeda-beda untuk menjawab satu kasus yang sama.
Namun tidak seorang pun dari para shahabat yang berilmu itu yang menetapkan peraturan
bahwa bila seseorang telah bertanya kepada dirinya, maka untuk selamanya tidak boleh
bertanya kepada orang lain.
Dan para iman mazhab yang empat itu pun demikian juga, tak satu pun dari mereka yang
melarang orang yang telah bertaqlid kepadanya untuk bertaqlid kepada imam selain dirinya.
Maka dari mana datangnya larangan untuk itu, kalau tidak ada di dalam Quran, sunnah,
perkataan para shahabat dan juga pendapat para imam mazhab sendiri?
Alasan Kedua
Pada hari ini, nyaris orang-orang sudah tidak bisa bedakan lagi, mana pendapat Syafi''i dan
mana pendapat Maliki, tidak ada lagi yang tahu siapa yang berpendapat apa, kecuali mereka
yang secara khusus belajar di fakultas syariah jurusan perbandingan mazhab. Dan betapa
sedikitnya jumlah mereka hari ini dibandingkan dengan jumlah umat Islam secara
keseluruhan. Maka secara pasti dan otomatis, semua orang akan melakukan talfiq, dengan
disadari atau tidak. Kalau hukum talfiq ini diharamkan, maka semua umat Islam di dunia ini
berdosa. Dan ini tentu tidak logis dan terlalu mengada-ada.
Alasan Ketiga
Nabi saw melalui Aisyah disebutkan:
“Nabi tidak pernah diberi dua pilihan, kecuali beliau memilih yang paling mudah, selama hal
tersebut bukan berupa dosa. Jika hal tersebut adalah dosa, maka beliau adalah orang yang
paling menjauhi hal tersebut “.
Adanya dua pilihan maksudnya ada dua pendapat yang masing-masing dilandasi dalil syar'i
yang benar. Namun salah satunya lebih ringan untuk dikerjakan. Maka nabi saw selalu
cenderung untuk mengerjakan yang lebih ringan.
Itu nabi Muhammad saw sendiri, seorang nabi utusan Allah swt. Lalu mengapa harus ada
orang yang main larang untuk melakukan apa yang telah nabi lakukan?
Dan ini merupakan salah satu dasar tegaknya syariat Islam yaitu member kemudahan, tidak
menyusahkan dan mengangkat kesempitan, hal ini sesuai pula dengan sabda Nabi
Muhammad saw:
“Sesungguhnya agama ini (Islam) adalah mudah. Dan tidaklah seorang yang mencoba untuk
menyulitkannya, maka ia pasti dikalahkan”.
Diantara para ulama yang mendukung talfiq adalah:
‘Al-Izz Ibnu Abdissalam menyebutkan bahwa dibolehkan bagi orang awam mengambil
rukhsah (keringanan) beberapa madzhab (talfiq), karena hal tersebut adalah suatu yang
disenangi. Dengan alasan bahwa agama Allah swt itu mudah (dinu al-allahi yusrun) serta
firman Allah swt dalam surat al-Hajj ayat 78:
“Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam satu agama suatu kesempitan.
Imam al-Qarafi menambahkan bahwa, praktik talfiq ini bisa dilakukan selama ia tidak
menyebabkan batalnya perbuatan tersebut ketika dikonfirmasi terhadap semua pendapat
imam madzhab yang diikutinya.
Demikian juga dengan para ulama kontemporer zaman sekarang, semacam Dr. Wahbah Az-
Zuhaili, menurut beliau talfiq tidak masalah ketika ada hajat dan dlarurat, asal tanpa disertai
main-main atau dengan sengaja mengambil yang mudah dan gampang saja yang sama sekali
tidak mengandung maslahat syar‘iyat.
Meski Al Quran sudah diturunkan secara sempurna dan lengkap, tidak berarti semua hal
dalam kehidupan manusia diatur secara detil oleh Al Quran maupun Al Hadist. Selain itu ada
perbedaan keadaan pada saat turunnya Al Quran dengan kehidupan modern. Sehingga setiap
saat masalah baru akan terus berkembang dan diperlukan aturan-aturan turunan dalam
melaksanakan Ajaran Islam dalam kehidupan beragama sehari-hari.
Jika terjadi persoalan baru bagi kalangan umat Islam di suatu tempat tertentu atau di suatu
masa waktu tertentu maka persoalan tersebut dikaji apakah perkara yang dipersoalkan itu
sudah ada dan jelas ketentuannya dalam Al Quran atau Al Hadist. Sekiranya sudah ada maka
persoalan tersebut harus mengikuti ketentuan yang ada sebagaimana disebutkan dalam Al
Quran atau Al Hadits itu. Namun jika persoalan tersebut merupakan perkara yang tidak jelas
atau tidak ada ketentuannya dalam Al Quran dan Al Hadist, pada saat itulah maka umat Islam
memerlukan ketetapan Ijtihad. Tapi yang berhak membuat Ijtihad adalah mereka yang
mengerti dan paham Al Quran dan Al Hadist.
Dari definisi tersebut dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Pelaku Ijtihad adalah seorang ahli fiqih/hukum Islam (faqih), bukan yang lain.
2. Yang ingin dicapai oleh ijtihad adalah hukum syar’i, yaitu hukum Islam yang
berhubungan dengan tingkah laku dan perbuatan orang-orang dewasa, bukan hukum i’tiqadi
atau hukum khuluqi,
3. Status hukum syar’i yang dihasilkan oleh ijtihad adalah dhanni.
Jadi apabila kita konsisten dengan definisi ijtihad diatas maka dapat kita tegaskan bahwa
ijtihad sepanjang pengertian istilah hanyalah monopoli dunia hukum. Dalam hubungan ini
komentator Jam’u ‘l-Jawami’ (Jalaluddin al-Mahally) menegaskan, “yang dimaksud ijtihad
adalah bila dimutlakkan maka ijtihad itu bidang hukum fiqih/hukum furu’. (Jam’u ‘l-
Jawami’, Juz II, hal. 379). Atas dasar itu ada kekeliruan pendapat sementara pihak yang
mengatakan bahwa ijtihad juga berlaku di bidang aqidah. Pendapat yang nyeleneh atau syadz
ini dipelopori al-Jahidh, salah seorang tokoh mu’tazilah. Dia mengatakan bahwa ijtihad juga
berlaku di bidang aqidah. Pendapat ini bukan saja menunjukkan inkonsistensi terhadap suatu
disiplin ilmu (ushul fiqh), tetapi juga akan membawa konsekuensi pembenaran terhadap
aqidah non Islam yang dlalal. Lantaran itulah Jumhur ‘ulama’ telah bersepakat bahwa ijtihad
hanya berlaku di bidang hukum (hukum Islam) dengan ketentuan-ketentuan tertentu.Wallohu
A'lam
http://ahmadfuadhasan.blogspot.com/2011/06/ijtihad-taqlid-talfiq-dan-ittiba_23.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Ahkam
http://lagiemboh.blogspot.com/2015/11/arti-pendidikan-dan-batas-batas.html
2. Faktor-faktor pendidikan
Dalam pendidkan terdapat beberapa faktor antara lain:
1. Faktor tujuan
Dalam kegiatan pastinya kita akan membahas apa yang akan kita tuju, dalam
pembahasan tersebut pastinya yang akan membawakan dampak positif salah satunya
bagaimana cara mencerdaskan peserta didik.
2. Faktor pendidik
Dalam faktor Pendidikan di bagi menjadi dua kategori
a. Pendidikan menurut kodrat,Pendidikan kodrat ini yang di berikan kepada orang tua
kepada anaknya melalui kasih sayang.
b. Pendidikan menurut jabatan,guru di beri tanggung jawab oleh orang tua murid untuk
mengajarkan sikap-sikap baik sebagai kelanjutan orang tua di rumah.
c. faktor lingkungan merupakan faktor ke dua untuk peserta didik setelah keluarga, di
mana lingkungan juga berpengaruh untuk pertumbuhan peserta didik.
3. Faktor materi
Merupakan sebuah faktor berupa materi yang akan di sampaikan oleh pendidik kepada
peserta didik,materi yang akan di sampaikan merupakan materi yang baru atau yang lagi
banyak di bicarakan.
http://koranbogor.com/berita/hukum/faktor-faktor-pendidikan/
3. Tujuan pendidikan
Salah satu tujuan utama dari pendidikan adalah mengembangkan potensi dan
mencerdaskan individu dengan lebih baik. Dengan tujuan ini, diharapkan mereka yang
memiliki pendidikan dengan baik dapat memiliki kreativitas, pengetahuan, kepribadian,
mandiri dan menjadi pribadi yang lebih bertanggung jawab.
Sesuai yang sudah diatur oleh Undang-Undang Republik Indonesia, seperti:
UU No. 2 Tahun 1985
Tujuan pendidikan menurut UU No. 2 Tahun 1985 adalah untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia yang seutuhnya, yaitu bertakwa
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, memiliki pengetahuan, sehat jasmani dan rohani,
memiliki budi pekerti luhur, mandiri, kepribadian yang mantap, dan bertanggung jawab
terhadap bangsa.
UU No. 20 Tahun 2003
Menurut UU No. 20 Tahun 2003 pasal 3 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, tujuan
pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.
MPRS No. 2 Tahun 1960
Sesuai dengan MPRS No. 2 Tahun 1960, tujuan pendidikan adalah untuk membentuk
manusia yang memiliki jiwa Pancasilais sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan yang
dikehendaki oleh pembukaan UUD 1945 dan isi UUD 1945.
https://www.akseleran.co.id/blog/pendidikan-adalah/
4. Pendidik
Secara harfiah pengertian pendidik adalah orang yang mendidik. Yakni orang yang
memberikan ilmu, pengetahuan baru bagi orang lain secara kontinyu dan
berkesinambungan.
Pendidik adalah orang dewasa yang membimbing anak agar si anak tersebut bisa
menuju ke arah kedewasaan. Pendidik juga bertanggung jawab terhadap pelaksanaan
pendidikan dengan sasarannya adalah anak didik.
Sedangkan mendidik adalah memelihara dan memberi latihan (ajaran, tuntunan,
pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.
Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok
orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Pendidikan juga berarti proses, cara, perbuatan mendidik.
Berdasarkan penjelasan singkat di atas maka pendidik itu tentu bukan hanya guru.
Guru adalah salahsatu pendidik yang diakui maupun yang tidak diakui undang-undang.
Menurut UU No. 20 tahun 2003 tenaga pendidik adalah orang yang berpartisipasi
dalam menyelenggarakan pendidikan. Contoh tenaga pendidik menurut UU tersebut
adalah:
1. Guru
2. Dosen
3. Konselor
4. Pamong belajar
5. Widyaswara
6. Tutor instruktur
7. Fasilitator dan istilah lainnya.
https://pelayananpublik.id/2020/04/08/pengertian-pendidik-tugas-hak-dan-kewajibannya-
menurut-undang-undang/
5. Anak didik
Dilihat dari segi kedudukannya, anak didik adalah makhluk yang sedang berada dalam
proses perkembangan pertumbuhan menurut fitrahnya masing-masing. Mereka
memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju kearah titik optimal
kemampuan fitrahnya.
Dalam bahasa Arab di kenal tiga istilah yang sering digunakan untuk menunjukan
pada anak didik kita. Tiga istilah tersebut adalah murid yang secara harfiyah berarti orang
yang menginginkan atau membutuhkan sesuatu, tilmidz (jamaknya) talamidz yang berarti
murid, dan thalib al-ilm yang menuntut ilmu pelajaran atau mahasiswa. Ketiga istilah
tersebut seluruhnya mengacu kepada seseorang yang tengah menempuh pendidikan.
Perbedaannya hanya terletak pada penggunaannya.
Berdasarkan pengertian diatas, maka anak didik dapat dicirikan sebagai orang yang
tengah memerlukan pengetahuan dan ilmu, bimbingan dan pengarahan. Dalam
pandangan Islam, hakikat ilmu berasal dari Allah, sedangkan proses memperolehnya
dilakukan melalui belajar kepada guru. Karena ilmu itu dari Allah, maka membawa
konsekuensi perlunya seseorang anak didik mendekatkan diri kepada Allah atau
menghiasi diri dengan akhlak mulia yang disukai Allah, dan sedapat mungkin menjauhi
perbuatan yang tidak disukai Allah.
http://www.definisi-pengertian.com/2015/05/definisi-pengertian-anak-didik-islam.html
6. Alat pendidikan
Alat pendidikan adalah perangkat peralatan atau media yang berfungsi sebagai alat
bantu untuk memperlancar penyelenggaraan pendidikan agar lebih efektif dan efisien
dalam mencapai tujuan pembelajaran. Alat-alat atau media pendidikan tersebut bisa
terdiri atas orang-orang, makhluk-makhluk hidup, tumbuh-tumbuhan, benda-benda,
perbuatan dan perkataan serta segala sesuatu yang bisa digunakan oleh pendidik sebagai
alat bantu atau perantara untuk menyajikan bahan pelajaran.
Alat-alat pendidikan tersebut secara umum ada yang terkelompok sebagai perangkat
lunak (software); dan ada pula perangkat keras (hardware) yang dapat dijadikan
bermanfaat untuk meningkatkan efektivitas komunikasi dan interaksi proses
pembelajaran di dalam dan di luar sekolah.
Terkelompok sebagai perangkat lunak adalah perbuatan pendidik yang dengan sengaja
merencanakan suatu strategi yang mungkinkan dapat dilaksanakan oleh pendidik untuk
meningkatkan efektivitas pembelajaran peserta didik, seperti : nasihat, tauladan, perintah,
larangan, pujian, teguran, ganjaran, dan hukuman.
Sedangkan perangkat keras adalah alat-alat praga atau alat bantu audio visual seperti :
radio, tape-recorder, foto, transparansi, maket, laboratorium, komputer dan lain-lain.
Oleh karena pendidikan Islam, seperti, dikatakan oleh Zakiah Daradjat, lebih
mengutamakan pendidikan keilmuan dan pembentukan akhlak, maka alat untuk mencapai
ilmu adalah alat-alat pendidikan ilmu, sedangkan alat untuk pembentukan akhlak adalah
pergaulan.
Dengan demikian, semua perangkat keras dan perangkat lunak yang dikenal sebagai
alat atau media pendidikan itu pada umumnya dapat digunakan pada proses pembelajaran
dalam pendidikan Islam, asalkan diterapkan secara tepat dan proporsional serta tidak
bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran Islam.
https://www.kompasiana.com/nurkhofifahadawiyah/5f33f305097f36572b004d92/fungsi-
dan-peranan-alat-pendidikan?page=all
https://udhiexz.wordpress.com/2008/04/12/pembawaan-keturunan-dan-lingkungan/
http://vhasande.blogspot.com/2012/05/kewibawaan-dalam-pendidikan.html
https://www.kompasiana.com/friskafa9780/5de53cced541df6326594002/pendidikan-
seumur-hidup
https://www.kompas.com/skola/read/2020/06/30/200000169/lembaga-pendidikan-
pengertian-peran-dan-fungsi?page=all#:~:text=Lembaga%20pendidikan%20adalah
%20lembaga%20atau%20tempat%20berlangsungnya%20proses%20pendidikan
%20dengan,melalui%20interaksi%20dengan%20lingkungan%20sekitar.
1. Interaksi belajar mengajar memiliki tujuan, yakni untuk membantu anak dalam suatu
perkembangan tertentu. Inilah yang dimaksud interaksi belajar-mengajar itu sadar
tujuan , dengan menempatkan siswa sebagai pusat perhatian. Siswa mempunyai tujuan,
unsur lainnya sebagai pengantar dan pendukung.
2. Ada suatu prosedur ( jalannya interaksi) yang direncana, didesain untuk mencapai tujuan
yang telah ditatapkan. Agar dapat mencapai tujuan secara optimal, maka dalam
melakukan interaksi perlu adanya prosedur, atau langkah-langkahsistematis dan relevan.
Untuk mencapai suatu tujuan pembelejaran yang satu dengan yang lain, mungkin akan
dibutuhkan prosedur dan desain yang berbeda pula. Sebagai contoh misalnya tujuan
pembelajaran: agar siswa dapat menunjukan letak kota new york, tentu kegiatannya tidak
cocok kalau disuruh membaca dalam hati, dan begitu seterusnya.
3. Interaksi belajar mengajar ditandai dengan satu penggapan materi yang khusus. Dalam
hal ini materi harus didesain sedemikian rupa sehingga cocok untuk mencapai tujuan.
Sudah barang tentu dalam hal ini perlu diperhatikan komponen-komponen yang lain,
apalagi komponen anak didik yang merupakan sentral. Meteri harus sudah didesain dan
disiapkan sebelum berlangsungnya interaksi belajar-mengajar.
4. Ditandai dengan adanya aktivitas siswa. Sebagai konsekuensi, bahwa siswa merupakan
sentral maka aktivitas siswa merupakan syarat mutlak bagi berlangsungnya interaksi
belajar-mengajar. Aktivitas siswa dalam hal ini, baik secara fisik maupun secara mental
aktif. Inilah yang sesuai dengan konsep CBSA. Jadi tidak ada gunanya guru melakukan
kegiatan interaksi belajar-mengajar, kalau siswa hanya pasif saja. Sebab para siswalah
yang belajar, maka merekalah yang harus melakukan.
5. Dalam interaksi belajar-mengajar, guru berperan sebagai pembimbing. Dalam
peranannya sebagai pembimbing ini, guru harus berusaha menghidupkan dan
memberikan motivasi agar terjadi proses interaksi yang kondusif. Guru harus siap
sebagai mediator dalam segala situasi proses belajar-mengajar, sehingga guru akan
merupakan tokoh yang akan dilihat dan ditiru tingkah lakunya oleh anak didik. Guru
(“akan lebih baik bersama siswa”) sebagai designer akan memimpin terjadinya interaksi
belajar-mengajar.
6. Di dalam interaksi belajar-mengajar dibutuhkan disiplin. Disiplin dalam interaksi belajar-
mengajar ini diartikan sebagai suatu pola tingkah laku yang diaturbsedemikian rupa
menurut ketentuan yang sudah ditandai oleh semua pihak dengan secara sadar, baik pihak
guru maupun puhak siswa. Mekanisme konkret dari ketaatan pada ketentuan atau tata
tertib itu akan terlihat dari pelaksanaan prosedur. Jadi langkah-langkah yang dilaksankan
sesuai dengan prosedur yang sudah digariskan. Penyimpangan dari prosedur, berarti suatu
indikator pelanggaran disiplin.
7. Ada batas waktu. Untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu dalam sistem berkelas
( kelompok siswa), batas waktu menjadi salah satu ciri yang tidak bisa ditinggalkan.
Setiap tujuan akan diberi waktu tertentu, kapan tujuan itu harus sudah tercapai.
https://www.akseleran.co.id/blog/teori-belajar/#:~:text=Teori%20belajar%20sendiri
%20didefinisikan%20sebagai,menimbulkan%20perubahan%20atas%20keadaan
%20sebelumnya.
8. Motivasi belajar
Pengertian Motivasi Belajar Siswa
Kata motivasi diambil dari bahasa latin, movere yang artinya dorongan dari diri sendiri untuk
mencapai sesuatu yang dikehendaki. Motivasi belajar artinya dorongan dari diri siswa untuk
mencapai tujuan belajar, misalnya pemahaman materi atau pengembangan belajar.
Dengan adanya motivasi, siswa akan senantiasa semangat untuk terus belajar tanpa ada
paksaan dari pihak manapun. Cara menumbuhkannya tentu bukan perkara mudah karena
setiap siswa memiliki karakter dan keinginan berbeda-beda.
Hal ini tentu tidak sepenuhnya menjadi tanggung jawab guru, namun Bapak/Ibu tetap
memegang peranan penting di dalamnya.
Jenis-Jenis Motivasi Belajar
Motivasi belajar siswa bisa dibagi menjadi dua jenis, yaitu sebagai berikut.
1. Motivasi Belajar Intrinsik
Motivasi intrinsik adalah motivasi yang berasal dari diri siswa sendiri untuk belajar. Motivasi ini
bisa dipengaruhi oleh keinginan siswa untuk mencapai suatu tujuan tertentu, misalnya
berprestasi, masuk sekolah favorit, masuk perguruan tinggi favorit, membanggakan orang tua,
dan sebagainya.
2. Motivasi Belajar Ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang berasal dari luar, misalnya lingkungan. Contoh
motivasi ekstrinsik adalah iming-iming hadiah dari orang tua jika berprestasi, mengikuti saran
atau nasihat dari guru, dan sebagainya.
Cara Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa
Untuk meningkatkan motivasi belajar siswa tentu bukan pekerjaan mudah. Namun, Bapak/Ibu
tetap harus mencoba dengan semangat dan selalu optimis. Adapun cara meningkatkannya adalah
sebagai berikut.
1. Menggunakan metode pembelajaran yang tepat dan beragam
Cara meningkatkan motivasi belajar siswa bisa dengan meragamkan metode pembelajaran. Hal
ini bertujuan untuk menghilangkan kebosanan siswa saat berlangsungnya kegiatan belajar
mengajar.
Jika siswa sudah mulai bosan dengan materi yang disampaikan, Bapak/Ibu bisa mengubah
metode yang lain, misalnya diskusi kelompok, sesi tanya jawab, demonstrasi, dan sebagainya.
2. Menjadikan siswa sebagai peserta didik yang aktif
Cara selanjutnya adalah dengan membuat siswa menjadi aktif di kelas. Keaktifan siswa bisa
mendorong dirinya untuk terus belajar dan semangat dalam memecahkan suatu permasalahan.
Salah satu contohnya adalah dengan memberikan sejumlah pertanyaan berorientasi HOTS. Bagi
siswa yang berani menjawab, baik benar atau salah, akan mendapatkan reward yang
menguntungkan.
3. Memanfaatkan media seoptimal mungkin
Bapak/Ibu bisa memanfaatkan media sebagai salah satu cara meningkatkan motivasi belajar
siswa. Melalui media, siswa bisa mendapatkan hal baru yang belum pernah mereka dapatkan
sebelumnya.
Adapun contohnya adalah dengan menampilkan visualisasi pembelajaran yang sedang
berlangsung. Melalui visualisasi, siswa bisa lebih mudah memahami suatu materi. Jika mereka
paham, pasti mereka akan semangat dan termotivasi untuk terus belajar.
4. Menciptakan kompetisi
Kompetisi atau persaingan yang terjadi selama pembelajaran, ternyata bisa menumbuhkan
motivasi tersendiri bagi siswa. Melalui kompetisi, mereka akan saling membuktikan bahwa
merekalah yang terbaik. Agar menjadi yang terbaik, siswa dituntut untuk terus belajar. Kondisi
inilah yang nantinya bisa meningkatkan motivasi belajar siswa.
Contoh motivasi belajar siswa melalui kompetisi adalah dengan membuat cerdas cermat di dalam
kelas. Bagi kelompok yang menang, tentu akan mendapatkan hadiah dan tambahan nilai.
Sementara itu, kelompok yang kalah hanya akan mendapatkan tambahan nilai saja.
5. Mengadakan evaluasi secara berkala
Evaluasi merupakan salah satu cara guru untuk mengukur kompetensi siswanya. Melalui
evaluasi, Bapak/Ibu bisa mengukur keefektifan pembelajaran yang telah dilakukan.
Jika hasil evaluasi selalu menunjukkah hasil yang baik, maka bisa disimpulkan bahwa sebagian
besar siswa memiliki motivasi belajar yang cukup besar. Contohnya adalah dengan membuat
penilaian terkait aktivitas siswa, misalnya tugas dan kuis.
6. Sampaikan motivasi secara langsung
Salah satu cara meningkatkan motivasi siswa adalah dengan memberinya motivasi. Pada poin-
poin sebelumnya, motivasi yang Bapak/Ibu berikan adalah motivasi tidak langsung. Nah,
ternyata Bapak/Ibu juga bisa memberi siswa motivasi secara langsung, yaitu dengan
menceritakan kisah sukses Bapak/Ibu atau tokoh-tokoh lain.
Saat mendengar kesuksesan orang lain, tak jarang mereka akan termotivasi untuk mengikuti
jejaknya. Alhasil, mereka bisa lebih giat lagi dalam belajar.
7. Dermawan akan pujian
Pujian merupakan ucapan yang bisa memberikan sentuhan positif secara verbal. Melalui pujian,
seseorang akan merasa dihargai, begitu juga dengan para peserta didik. Contohnya Bapak/Ibu
bisa memberikan apresiasi berupa pujian pada siswa yang berhasil menyelesaikan tugas dengan
baik.
https://www.quipper.com/id/blog/info-guru/motivasi-belajar-siswa/
https://ilmu-pendidikan.net/siswa/perbedaan-antar-individual-pada-siswa
Human relations dalam arti luas adalah interaksi antar manusia dalam semua situasi
atau semua bidang kehidupan, untuk mencapai kepuasan. Dengan demikian human
relations dalam arti luas dapat terjadi dimana saja, seperti dirumah, di jalanan, dalam
kendaraan, dan lain-lain dimana setiap dapat melakukkannya dengan komunikasi yang
baik, sehingga saling memuaskan indiidu yang terlibat di dalammnya.
Human relations dalam arti sempit adalah interaksi dalam situasi kerja di suatu
organisasi, yang bertujuan untuk membangkitkan seseorang agar dapat bekerjasama,
produktif, dan memiliki keputusan.
3. Kepemimpinan pendidikan
Dari uraian tersebut dapat dipahami bahwa peran kepala sekolah sebagai
administrator dapat dilihat pada kemampuan pengelolaan kurikulum, pengelolaan
administrasi peserta didik, pengelolaan personalia, pengelolaan sarana dan prasarana,
pengelolaan administrasi kearsipan, dan pengelolaan administrasi keuangan.
5. Organisasi sekolah
Pada dasarnya setiap OSIS di satu sekolah memiliki struktur organisasi yang berbeda
antara satu dengan yang lainnya. Namun, biasanya struktur keorganisasian dalam OSIS
terdiri atas:
Ketua Pembina (biasanya Kepala Sekolah)
Wakil Ketua Pembina (biasanya Wakil Kepala Sekolah)
Pembina (biasanya guru yang ditunjuk oleh Sekolah)
Ketua Umum
Wakil Ketua I
Wakil Ketua II
Sekretaris Umum
Sektetaris I
Sekretaris II
Bendahara
Wakil Bendahara
Ketua Sekretaris Bidang (sekbid) yang mengurusi setiap kegiatan siswa yang
berhubungan dengan tanggung jawab bidangnya.
Dan biasanya dalam struktur kepengurusan OSIS memiliki beberapa pengurus yang
bertugas khusus mengkoordinasikan masing-masing kegiatan ekstrakurikuler yang ada di
sekolah.
6. Manajemen kelas
Dalam keseharian tugas dinasnya bahwa siswa paling banyak berhubungan dengan
guru dan demikian juga sebaliknya merupakan perwajahan sekolah yang dapat dilihat
dengan mata telanjang. Dalam tugas kesehariannya, guru berhadapan dengan siswa yang
berbadan tinggi, sedang atau rendah prestasi akademiknya. Ida pun juga berhadapan
dengan siswa yang baik – baik, santun arogan, cuek, pengganggu bahkan kuat, sedang
atau lemah fisiknya. Belum lagi keragaman tersebut dilihat dari perspektif social,
ekonomi, kultur, kebiasaan, agama, kepedulian dan derajat kohensifitasnya dan lain
sebagainya.
Siswa yang bermasalah biasanya menjadi beban si guru dalam mengajar di kelas dan
merupakan kepedulian tindakan yang menjadi beban dari tugas si guru. Bentuk kenakalan
dan prilaku menyimpang para siswa beragam, dari permasalah sampah,berisik dikelas,
mencuri, berkelahi, bolos, pecandu narkoba, dan tidak disiplin dalam belajar.
Mengapa siswa cendrung berprilaku buruk? Ada banyak faktor penyebab hal tersebut,
antaranya adalah faktor sosial, ekonomi, kultural, agama, jenis kelamin, ras, tempat
tinggal, perbedaan potensial kognitif, kesehatan, kebiasaan hidup dan lain – lain. Faktor
yang lain adalah penyebabnya yaitu sekolah sendiri. Tidak semua sekolah dapat
melaksanakan kegiatan pembelajaran secara kondusif, misalnya adalah sekolah lebih
dekat dengan tempat keramaian, bangunan yang sudah terlalu tua, ruang kelas
yangmengundang gerah, disiplin guru yang tidak memadai, manajemen sekolah yang
buruk, terlalu banyak pungutan dan lain sebagainya.Ini berarti ada tantangan serius bagi
sekolah untuk men
Kedua, menetapkan tata aturan dan prosedur disiplin yang jelas dan standar, serta
mengikat semua anak didik.Ketiga, melembagakan dan memberi keteladanan mengenai
norma – norma etik yang menjadi pemandu hubungan antar subjek di lingkungan
sekolah.
7. Pokok-pokoksupervisipendidikan
Menururt konsep kuno supervise dilaksanakan dalam bentuk inspeksi atau mencari
kesalahan. Sedangkan dalam pandangan modern supervise adalah usaha untuk
memperbaiki situasi belajar mengajar, yaitu sebagai bantuan bagi guru dalam mengajar
untuk membantu siswa agar lebih baik dalam belajar.
Tujuan supervise adalah memperkembangkan situasi belajara dan mengajar yang
lebih baik. Usaha kearah perbaikan belajar dan mengajar ditujukan kepada pencapaian
tujuan akhir dari pendidikan yaitu pembentukan pribadi anak secara maksimal.
Secara operasional dapat dikemukakan beberpa tujuan konkrit dari supervise pendidikan
antara lain:
a. Membantu guru melihat dengan jelas tujuan-tujuan pendidikan
b. Membantu guru dalam membimbing pengalaman belajar siswa
c. Membantu guru dalam memenuhi kebutuhan belajar siswa
d. Membantu guru dalam hal menilai kemajuan siswa dan hasil pekerjaan guru itu
sendiri.
e. Membantu guru dalam membina reaksi mental atau moral kerja guru dalam rangka
pertumbuhan pribadi dan jabatan mereka.
Adapun fungsi supervisi dapat dibedakan menjadi dua bagian ynag besar yaitu :
1. Fungsi utama ialah membantu sekolah yang sekaligus mewakili pemerintah dalam
usaha mencapai tujuan pendidikan yaitu membantu perkembangan individu para siswa.
2. Fungsi tambahan ialah membantu sekolah dalam membina guru–guru agar dapat
bekerja dengan baik dan dalam mengadakan kontak dengan masyarakat dalam rangka
menyesuaikan diri dengan tuntutan masyaarakat serta mempelopori kemajuan
masyarakat.
8. ManajemenBerbasisSekolah (MBS)