Anda di halaman 1dari 151

A.

BidangKeilmuan : Keislaman
RuangLingkupMateri : AqidahAkhlak
Materi :
1. PengertianAkidahIslamiyah

2. Dasar-dasarAkidahIslamiyah

3. Maknaduakalimatsyahadat

4. Iman, Islam danIhsan

5. Fungsiwahyudanakaldalammemahamiakidah

6. Pemahamanterhadap 6 rukunIman

7. Pandanganahlikalamtentang ‘af’alul ‘ibad

8. Iman, kufurdansyirik

9. Pengertianakhlak

10. Dasar-dasarAkhlak Islam

11. Hubunganantaraimandanakhlak

12. Akhlakmahmudahdanakhlakmazdmumah

13. Akhlakterhadap Allah


14. AkhlakterhadapRasul Allah
15. Akhlakterhadapsesamamanusia
16. Akhlakterhadapalamdanmakhluklainnya
17. Akhlakterhadapdirisendiri
B. Bidang Keilmuan : Keislaman
Ruang Lingkup Materi : Tafsir/Ulumul Qur’an
Materi :
1. Ayat-ayat tentang kewajiban belajar-mengajar (al-‘Alaq 1-5, al-Ghasyiyah 17-20, Ali
Imran 190-191, al-‘Ankabut 19-20, al-Taubah 122).
PENGERTIAN BELAJAR MENGAJAR
Manusia dapat dikatakan sebagai makhluk belajar, karena “belajar” telah dimulainya bahkan
sebelum berbentuk sebagai manusia yaitu ketika masih berbentuk spermatozoa yang belajar
berusaha untuk mempertahankan eksistensinya ditengah 200-600 juta spermatozoa lainnya
yang berjuang untuk survive menembus ovum untuk kemudian menjadi cikal bakal manusia
yang mendiami rahim. Banyak diantaranya yang gugur ditengah jalan dan uniknya hanya
satu atau dua sperma yang berhasil finish mencapai ovum dan terjadi konsepsi, sementara
yang lain mati dan menjadi nutrisi bagi ovum yang telah dibuahi.[1]
Secara sederhana, belajar berarti berusaha mengetahui sesuatu, berusaha memperoleh ilmu
pengetahuan (kepandaian, keterampilan).[2] Belajar adalah sesuatu yang menarik karena
sebagai makhluk individu dan makhluk sosial manusia selalu berusaha mengetahui
sesuatu  yang berada dalam lingkungannya untuk menunjukkan eksistensi
kemanusiaannya. Sedangkan mengajar adalah memberikan serta menjelaskan kepada orang
tentang suatu ilmu; memberi pelajaran. Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa
kegiatan belajar mengajar merupakan suatu aktifitas yang dikerjakan dalam rangka
memperoleh ilmu pengetahuan, sedangkan dalam proses itu sendiri ada sipelajar yang
menerima ilmu dan ada guru yang memberikan pelajaran. Maka berbicara tentang belajar
mengajar, tidak bisa dilepaskan dari ilmu pengetahuan itu sendiri sebagai objek dari
kegiatan ini.
Sejak awal kehadirannya, islam telah memberikan perhatian yang amat besar terhadap
kegiatan belajar dalam arti yang seluas-luasnya. Hal ini antara lain dapat dilihat pada apa
yang ditegaskan dalam al-Qur’an, dan pada yang secara empiris dapat dilihat dalam sejarah.
Yang dimakud dengan belajar mengajar (pendidikan) dalam arti yang seluas-luasnya disini
adalah pendidikan yang bukan hanya berarti formal seperti disekolah, tetapi juga yang
informal dan nonformal. Yaitu pendidikan dan pengajaran yang dilakukan oleh siapa saja
yang memiliki ilmu pengetahuan dan keahlian, kepada siapa saja yang membutuhkan,
dimana saja mereka berada, menggunakan sarana apa saja, dengan cara-cara apa saja,
sepanjang hayat manusia itu.[3]

B.     AYAT-AYAT AL-QUR’AN YANG BERKAITAN DENGAN KEWAJIBAN


BELAJAR MENGAJAR

1.      Q.S. Al-alaq ayat 1-5,


ù&tø%$# ÉOó™$$Î/ y7În/u‘ “Ï%©!$# t,n=y{ ÇÊÈ   t,n=y{ z`»|¡SM}$# ô`ÏB @,n=tã ÇËÈ 
  ù&tø%$# y7š/u‘ur ãPtø.F{$# ÇÌÈ   “Ï%©!$# zO¯=tæ ÉOn=s)ø9$$Î/ ÇÍÈ   zO¯=tæ z`»|
      ¡SM}$# $tB óOs9 ÷Ls>÷ètƒ ÇÎÈ
1. bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,
2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,
4. yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam[1589],
5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
[1589] Maksudnya: Allah mengajar manusia dengan perantaraan tulis baca.
Dalam ayat ini kata iqra’ dapat berarti membaca atau mengkaji. Sebagai aktivitas intelektual
dalam arti yang luas, guna memperoleh berbagai pemikiran dan pemahaman, tetapi segala
pemikiran itu tidak boleh lepas dari Aqidah Islam, karena iqra` haruslah dengan bismi
rabbika.
Menurut Quraish Shihab,[4] kata iqra’ terambil dari akar kata yang berarti menghimpun,
yang mana melahirkan makna lain seperti, menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti,
mengetahui ciri sesuatu, dan membaca baik teks yang tertulis maupun yang tidak. Wahyu
pertama ini tidak menjelaskan hal spesifik tentang apa yang harus dibaca, karena Al-Qur’an
menghendaki ummatnya membaca apa saja selama bacaan itu bismi Rabbik, dalam artian
bermanfaat bagi manusia.
Sementara kata al-qalam adalah simbol transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi, nilai
dan keterampilan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Kata ini merupakan simbol
abadi sejak manusia mengenal baca-tulis hingga dewasa ini. Proses transfer budaya dan
peradaban tidak akan terjadi tanpa peran penting tradisi tulis–menulis yang dilambangkan
dengan al-qalam.
Selanjutnya, dapat diketahui pula bahwa ada dua cara perolehan dan pengembangan ilmu,
yaitu Allah mengajar dengan pena sebagaimana yang telah diketahui manusia lain
sebelumnya, dan mengajar manusia tanpa pena yang belum diketahuinya. Cara pertama
adalah mengajar dengan alat atau atas dasar usaha manusia dan cara kedua adalah mengajar
tanpa alat dan tanpa usaha manusia. Meskipun berbeda namun keduanya bersumber dari satu
sumber yaitu Allah SWT.[5]
Wahyu pertama ini dimulai dengan kata ( ‫رأ‬nn‫إق‬ = membaca) yaitu bentuk kata perintah
atau ‫فعل األمر‬ yang merupakan perubahan dari kata bentuk mudhari’ yang dibentuk dengan
mengganti awalan katanya dengan huruf alif.[6] Menurut kaidah ushul al-fiqh,bahwa kata-
kata dalam al-qur’an yang dimulai dari kata perintah adalah merupakan kewajiban dari
perintah iu sendiri, al-ashl fi> al-amr lil wuju>b. Dari sini dapat dipahami bahwa perintah
belajar (membaca) merupakan sebuah kewajiban bagi ummat islam. Hal ini sesuai dengan
sabda Nabi Muhammad SAW:
‫سلِ َم ٍة‬ ْ ‫ضةٌ َعلَى ُك ِّل ُم‬
ْ ‫سلِ ٍم َو ُم‬ َ ‫ب ْال ِع ْل ِم فَ ِر ْي‬
ُ َ‫طَل‬
Menuntut ilmu adalah fardhu bagi setiap muslim dan muslimat.[7]
Menurut Al-Ghazali,[8] hadith ini menerangkan bahwa sekurang-kurangnya yang wajib bagi
seorang muslim setelah mencapai akil baligh dan keislamannya adalah mengetahui dua
kalimat syahadat dan memaknai maknanya, tidak wajib baginya untuk menyempurnakannya
dengan penjelasan-penjelasan terperinci.
Selain itu, menurut Abuddin Nata,[9] wahyu pertama ini juga mengandung perintah agar
manusia memiliki keimanan, yaitu berupa keyakinan terhadap adanya kekuasaan dan
kehendak Allah, yang juga mengandung pesan ontologis tentang sumber dari ilmu
pengetahuan. Pesan membaca itu dipahami dalam objek yang bermacam-macam, yaitu
berupa apa yang tertulis seperti dalam surah Al-‘Alaq itu sendiri dan yang tidak tertulis
sperti yang terdapat pada alam jagat raya dengan segala hukum kausalitas yang ada
didalamnya, dan dalam diri manusia.
Membaca (belajar) menjadi penting dan wajib karena dengan begitu manusia dapat
mengetahui hal-hal baru yang dapat memudahkannya dalam menjalani kehidupannya. Masih
menurut Nata,[10] membaca ayat-ayat Allah yang ada dalam al-Qur’an dapat menghasilkan
ilmu-ilmu agama seperti Fiqih, Tauhid, Akhlak dan sebagainya. Sedangkan membaca yang
ada dijagat raya dapat menghasilkan ilmu sains seperti fisika, biologi, kimia dan sebagainya.
Selanjutnya dengan membaca ayat-ayat Allah yang ada dalam diri manusia dari segi fisiknya
menghasilkan sains seperti ilmu kedokteran dan ilmu raga, sedangkan dari tingkah lakunya
dapat menghasilkan ilmu ekonomi, politik, sosiologi, antropologi dan lain sebagainya.
Dengan demikian, karena objek ontologi seluruh ilmu tersebut adalah ayat-ayat Allah, maka
sesungguhnya ilmu itu pada hakekatnya adalah milik Allah dan harus diabdikan untuk
Allah. Manusia hanya menemukan dan memanfaatkan ilmu-ilmu itu. Maka pemanfaatannya
harus ditujukan untuk mengenal, mendekatkan diri dan beribadah kepada Allah SWT.

2.      Q.S Al-Ghasiyah ayat 17-20,


Ÿxsùr& tbrãÝàYtƒ ’n<Î) È@Î/M}$# y#ø‹Ÿ2 ôMs)Î=äz ÇÊÐÈ   ’n<Î)ur Ïä!$uK¡¡9$# y#ø‹
Ÿ2 ôMyèÏùâ‘ ÇÊÑÈ   ’n<Î)ur ÉA$t6Ågø:$# y#ø‹x. ôMt6ÅÁçR ÇÊÒÈ   ’n<Î)ur ÇÚö‘F{$# 
  y#ø‹x. ôMysÏÜß™ ÇËÉÈ
17. Maka Apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana Dia diciptakan,?
18. dan langit, bagaimana ia ditinggikan?
19. dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan?
20. dan bumi bagaimana ia dihamparkan?
Al-Maraghi mengatakan bahwa pada ayat 17 dipaparkan dalam bentuk istifham (bertanya)
yang mengandung pengertian sanggahan terhadap keyakinan kaum kuffar dan sekaligus
merupakan celaan atas sikap keingkaran mereka kepada hari kebangkitan.
Sesungguhnya jika mereka yang ingkar dan ragu mau menggunakan akalnya untuk
memikirkan bagaimana perihal penciptaan unta, bagaimana langit ditinggikan, bagaimana
gunung ditegakkan, dan bagaimana bumi dihamparkan, niscaya mereka  akan mengetahui
bahwa semuanya diciptakan dan dipelihara oleh Allah. Kemudian Allah mengatur dan
memelihara makhluknya dengan patokan yang serba rapi dan bijaksana.[11]
Ibnu Katsir menjelaskan bahwa Allah memerintahkan kepada para hambanya untuk
memperhatikan kepada makhluk-makhluknya yang menunjukkan kepada kekuasaan dan
keagungan-Nya, “apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana ia
diciptakan?” Unta dikemukakan karena dia merupakan ciptaan yang menakjubkan, susunan
tubuhnya sungguh memikat dan unta itu sendiri mempunyai kekuatan dan kekokohan yang
luar biasa. “Dan langit bagaimana ia ditinggikan?” yaitu Allah meninggikan langit dari
bumi ini merupakan peninggian yang sangat agung. “Dan gunung-gunung bagaiman ia
ditegakkan?”  yaitu menjadikannya tertancap sehingga menjadi kokoh dan teguh sehingga
bumi tidak menjadi miring bersama penghuninya. “Dan bumi bagaimana ia
dihamparkan?” yaitu bagaimana dia dibentangkan, dipanjangkan, dan dihamparkan.
Allah sengaja memaparkan semua ciptaan-Nya secara khusus, sebab bagi orang yang
berakal tentunya akan memikirkan apa yang ada disekitarnya. Seseorang akan melihat unta
yang dimilikinya. Pada saat ia mengangkat pandangannya ke atas, ia melihat langit. Jika ia
memalingkan pandangannya ke kiri dan kanan, tampak di sekelilingnya gunung-gunung.
Dan jika ia meluruskan pandangannya atau menundukkannya, ia akan melihat bumi
terhampar.

3.      Q.S At-taubah ayat 122,


tBur šc%x. tbqãZÏB÷sßJø9$# (#rãÏÿYuŠÏ9 Zp©ù!$Ÿ2 4 Ÿwöqn=sù txÿtR `ÏB Èe@ä. $ *
 7ps%öÏù öNåk÷]ÏiB ×pxÿͬ!$sÛ (#qßg¤)xÿtGuŠÏj9 ’Îû Ç`ƒÏe$!$# (#râ‘É‹YãŠÏ9ur óOßgt
   Böqs% #sŒÎ) (#þqãèy_u‘ öNÍköŽs9Î) óOßg¯=yès9 šcrâ‘x‹øts† ÇÊËËÈ
122. tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak
pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam
pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya
apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.
Tafsir Mufradat
Berangkat perang  =     ‫ نفر – ينفر‬:   ‫لينفروا‬
=             ‫ لوال‬:     ‫فلوال‬
Kata-kata yang berarti anjuran dan dorongan melakukan sesuatu yang disebutkan sesudah
kata-kata tersebut, apabila hal itu terjadi  di masa yang akan datang. Tapi laula juga berarti
kecaman atas meninggalkan perbuatan yang disebutkan sesudah kata itu, apabila merupakan
hal yang telah lewat. Apabila hal yang dimaksud merupakan perkara yang mungkin dialami,
maka bisa juga laula, itu berarti perintah mengerjakannya.
=  Kelompok besar            ‫ الفرقة‬:      ‫فرقة‬
= Kelompok kecil          ‫ الطآئفة‬:   ‫طآئفة‬
=   ‫ تفقه – يتفقه‬:  ‫ليتفقهوا‬
Berusaha keras untuk mendalami dan memahami suatu perkara dengan susah payah untuk
memperolehnya.
=  Menakut-nakuti     ‫ أنذر – ينذر‬:   ‫لينذروا‬
= Berhati-hati    ‫ حذر – يحذر‬:  ‫يحذرون‬
Tafsir
Ayat  ini menerangkan kelengkapan dari hukum-hukum yang menyangkut perjuangan.
Yakni, hukum mencari ilmu dan mendalami agama. Artinya, bahwa pendalaman ilmu agama
itu merupakan cara berjuang dengan menggunakan hujjah dan penyampaian bukti-bukti, dan
juga merupakan rukun terpenting dalam menyeru kepada iman dan menegakkan sendi-sendi
islam. Karena perjuangan yang menggunakan pedang itu sendiri tidak disyari’atkan kecuali
untuk menjadi benteng dan pagar dari dakwah tersebut, agar jangan dipermainkan oleh
tangan-tangan ceroboh dari orang-orang kafir dan munafik.
Menurut riwayat  Al Kalabi dari Ibnu Abbas, bahwa beliau mengatakan, “Setelah Allah
mengecam keras terhadap orang-orang yang tidak menyertai Rasul dalam peperangan, maka
tidak seorang pun diantara kami yang tinggal untuk tidak menyertai bala tentara atau utusan
perang buat selama-lamanya. Hal itu benar-benar mereka lakukan, sehingga tinggallah
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam sendirian”, maka turunlah wahyu, “‫”وما كان المؤمنون‬
…‫وما كان المؤمنون لينفروا كآفة‬
Tidaklah patut bagi orang-orang mukmin, dan juga tidak dituntut supaya mereka seluruhnya
berangkat menyertai setiap utusan perang yang keluar menuju medan perjuangan. Karena,
perang itu sebenarnya fardhu kifayah, yang apabila telah dilaksanakan oleh sebagian maka
gugurlah yang lain, bukan fardhu ‘ain, yang wajib dilakukan setiap orang. Perang barulah
menjadi wajib, apabila Rasul sendiri keluar dan mengerahkan kaum mukmin menuju medan
perang. (Al Maraghi, 1987:84-85)
Menurut Al-Maraghi ayat tersebut memberi isyarat tentang kewajiban memperdalam ilmu
agama serta menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk mempelajarinya di dalam
suatu negeri yang telah didirikan serta mengajarkannya kepada manusia berdasarkan kadar
yang diperkirakan dapat memberikan kemaslahatan kepada mereka sehingga tidak
membiarkan mereka tidak mengetahui hukum-hukum agama yang pada umumnya harus
diketahui oleh orang-orang yang beriman.  
4.      Q.S Ali-Imran ayat 191
tûïÏ%©!$# tbrãä.õ‹tƒ ©!$# $VJ»uŠÏ% #YŠqãèè%ur 4’n?tãur öNÎgÎ/qãZã_ tbr㍤6xÿtGtƒ
ur ’Îû È,ù=yz ÏNºuq»uK¡¡9$# ÇÚö‘F{$#ur $uZ/u‘ $tB |Mø)n=yz #x‹»yd WxÏÜ»t/ y7oY»ys
  ö6ß™ $oYÉ)sù z>#x‹tã Í‘$¨Z9$# ÇÊÒÊÈ
191. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam
keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya
berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci
Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka.
Tafsir Mufradat

َ ‫ الَّ ِذينَ يَ ْذ ُكرُونَ هَّللا‬    =  orang-orang yang mengingat Allah


  ‫قِيَا ًما‬                      = berdiri
  ‫وقُعُودًا‬   َ                  =   duduk
‫ َو َعلَى ُجنُوبِ ِه ْم‬          = berbaring
  َ‫ َويَتَفَ َّكرُون‬               = dan mengingat
 ‫ق‬ ِ ‫فِي خَ ْل‬                   = penciptaan
‫ت‬ِ ‫ال َّس َما َوا‬                 = langit
 ‫ض‬ ِ ْ‫واأْل َر‬   َ              = dan bumi
  ‫ َربَّنَا‬                         = ya tuhan kami
  َ‫ َما َخلَ ْقت‬                 =  tiada engkau menciptakan
  ‫اطاًل‬ ِ َ‫هَ َذا ب‬               = ini dengan sia-sia
  َ‫ ُسب َْحانَك‬                   =  Maha Suci Engkau
  ‫فَقِنَا‬                        = maka peliharalah kami
‫اب النَّار‬ َ ‫ َع َذ‬              = siksa api neraka
TAFSIR
Pada ayat 191 mendefinisikan orang-orang yang mendalam pemahamannya dan berpikir
tajam (Ulul Albab), yaitu orang yang berakal, orang-orang yang mau menggunakan
pikirannya, mengambil faedah, hidayah, dan menggambarkan keagungan Allah. Ia selalu
mengingat Allah (berdzikir) di setiap waktu dan keadaan, baik di waktu ia beridiri, duduk
atau berbaring. Jadi dijelaskan dalam ayat ini bahwa ulul albab yaitu orang-orang baik lelaki
maupun perempuan yang terus menerus mengingat Allah dengan ucapan atau hati dalam
seluruh situasi dan kondisi.[12]
Dari keterangan diatas dapat diketahui bahwa objek dzikir adalah Allah, sedangkan objek
pikir adalah makhluk-makhluk Allah berupa fenomena alam. Ini berarti pengenalan kepada
Allah lebih banyak didasarkan kepada kalbu, Sedang pengenalan alam raya oleh penggunaan
akal, yakni berpikir. Akal memiliki kebebasan seluas-luasnya untuk memikirkan fenomena
alam, tetapi ia memiliki keterbatasan dalam memikirkan Dzat Allah, karena itu dapat
dipahami sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Abu Nu’aim melalui Ibn ‘Abbas,
‫تفكرافى اخلق والتتفكروافى اخا لق‬
“Pikirkan dan renungkanlah segala sesuatu yang mengenai makhluk Allah jangan sekali-
kali kamu memikirkan dan merenungkan tentang zat dan hakikat Penciptanya, karena
bagaimanapun juga kamu tidak akan sampai dan tidak akan dapat mencapai hakikat Zat
Nya.”
Orang-orang yang berdzikir lagi berfikir mengatakan: "Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau
menciptakan makhluk ini semua, yaitu langit dan bumi serta segala isinya dengan sia-sia,
tidak mempunyai hikmah yang mendalam dan tujuan yang tertentu yang akan
membahagiakan kami di dunia dan di akhirat, sebagaimana disebar luaskan oleh sementara
orang-orang yang ingin melihat dan menyaksikan akidah dan tauhid kaum muslimin runtuh
dan hancur. Maha Suci Engkau Ya Allah dari segala sangkaan yang bukan bukan yang
ditujukan kepada Engkau. Karenanya, maka peliharalah kami dari siksa api neraka yang
telah disediakan bagi orang-rang yang tidak beriman. [13] Ucapan ini adalah lanjutan perasaan
sesudah dzikir dan pikir, yaitu tawakkal dan ridha, berserah dan mengakui kelemahan diri.
Sebab itu bertambah tinggi ilmu seseorang, seyogyanya bertambah pula dia mengingat
Allah. Sebagai tanda pengakuan atas kelemahan diri itu, dihadapan kebesaran Tuhan.[14]
Pada ujung ayat ini ( “Maha suci Engkau ! maka peliharalah kiranya kami dari azab
neraka” ) kita memohon ampun kepada Tuhan dan memohon agar dihindarkan dari siksa
neraka dengan upaya dan kekuatan-Mu serta mudahkanlah kami dalam melakukan amal
yang diridhai Engkau juga lindungilah kami dari azab-Mu yang pedih.[15]

5.      Q.S Al-Ankabut ayat 19-20.


öNs9urr& (#÷rttƒ y#ø‹Ÿ2 ä—ωö7ムª!$# t,ù=y‚ø9$# ¢OèO ÿ¼çn߉‹Ïèム4 ¨bÎ) šÏ9ºs
Œ ’n?tã «!$# ×ŽÅ¡o„ ÇÊÒÈ   ö@è% (#r玍ř †Îû ÇÚö‘F{$# (#rãÝàR$$sù y#ø‹Ÿ2 r
&y‰t/ t,ù=yÜø9$# 4 ¢OèO ª!$# à×Å´Yムnor'ô±¨Y9$# notÅzFy$# 4 ¨bÎ) ©!$# 4’n?tã Èe
  @à2 &äóÓx« ÖƒÏ‰s% ÇËÉÈ
19. dan Apakah mereka tidak memperhatikan bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari
permulaannya, kemudian mengulanginya (kembali). Sesungguhnya yang demikian itu
adalah mudah bagi Allah.
20. Katakanlah: "Berjalanlah di (muka) bumi, Maka perhatikanlah bagaimana Allah
menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian Allah menjadikannya sekali
lagi[1147]. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
[1147] Maksudnya: Allah membangkitkan manusia sesudah mati kelak di akhirat
Makna Mufradat
Dalam makna mufradat pada surat Al-Ankabut ayat 19 Kata (‫)يَ َروْ ا‬ yarau terambil dari kata
ra’a yang adapat berarti melihat dengan mata kepala atau mata hati atau memikirkan atau
memperhatikan.
Kata (‫ئ‬ ُ ‫)يُ ْب ِد‬ yubdi’u terambil dari kata bada’a. kata yang terdiri dari huruf-hurufba’, dal’ dan
hamzah, berkisar maknanya pada memulai sesuatu.
Sementara ulama membatasi kata (َ‫)الخ َْلق‬ al-khalq pada
ْ ayat ini dalam pengertian manusia.
ُ
Ini karena mereka memaknai kata (ُ‫ده‬nnnnnn‫)يُ ِعي‬ yu’iduhu atau mengulanginya yakni
mengembalikan manusia hidup kembali diakhirat setelah kematiannya didunia ini. [16]
Sedangkan makna mufradat surat Al-Ankabut ayat 20 kata (َ‫)النَّ ْشأَة‬ an-nasy’ yaitu kejadian.
akhirat yang digunakan dalam ayat ini menunjukkan terjadinya sekali kejadian.
Penyebutan kata Allah pada firman-Nya: kemudian Allah menjadikannya di kali lain-
walaupun telah disebut nama agung itu ketika  berbicara tentang penciptaan pertama kali,
untuk menegaskan bahwa yang memulai penciptaan yaitu Allah, Dia juga melakukan
kejadian pengulangannya.
Perintah berjalan yang dirangkaikan dengan perintah melihat seperti firmannya ( ْ‫اأْل َر‬ ‫فَا ْنظُرُوا‬
‫ ِسيرُوا‬ ‫فِي‬ ‫ض‬ِ ) stru fi al-ardhi fanzhuru, ditemukan sebanyak tujuh kali dalam Al-Qur’an. Ini
mengisyaratkan perlunya melakukan apa yang diistilahkan dengan wisata ziarah.[17]
Tafsir 
Dalam tafsir pada surat Al-Ankabut ayat 19 adalah Sebenarnya menciptakan pertama kali,
sama saja bagi Allah dengan menghidupkan kembali. Keduanya adalah memberi wujud
terhadap sesuatu, kalau pada penciptaan pertama yang wujud belum pernah ada, dan ternyata
dapat wujud maka penciptaan kedua juga memberi wujud dan ini dalam logika manusia
tertentu lebih mudah serta lebih logis daripada penciptaan pertama itu.
 Dikali pertama Allah mampu menciptakan manusia tanpa contoh terlebih dahulu. Maka kini
setelah kalian menjadi tulang atau bahkan natu atau besi pun Allah akan mampu. Bukankah
menurut logika kalian lebih mudah menciptakan sesuatu yang telah ada bahannya dan ada
juga pengalaman melakukannya, daripada menciptakan pertama kali dan tanpa contoh
terlebih dahulu.[18]
Kemudian tafsir surat Al-Ankabut ayat 20 adalah pengarahan Allah swt untuk melakukan
riset tentang asal-usul kehidupan lalu kemudian menjadikannya bukti ketika mengetahuinya
tentang keniscayaan kehidupan akhirat. Dalam Al-Qur’an surat ini memberi arahan-
arahannya sesuai dengan kehidupan manusia dalam berbagai generasi, serta tingkat, konteks,
dan sarana yang meraka miliki. Masing-masing menerapkan sesuai dengan kondisi
kehidupan dan kemampuannya dan dalam saat yang sama terbuka peluang bagi peningkatan
guna kemaslahatan hidup manusia dan perkembangannya tanpa henti.[19]

C.          Implementasi Konsep Belajar Dalam Proses Pembelajaran Di Kelas


Berdasarkan penjelasan diatas, maka ada beberapa ayat al-qur’an yang menyinggung tentang
kewajiban belajar mengajar diantaranya adalah Q.S. Al-alaq ayat 1-5, Q.S Al-Ghasiyah ayat
17-20, Q.S At-taubah ayat 122, Q.S Ali-Imran ayat 191 Dan Q.S Al-Ankabut ayat 19-
20. Maka sesuai dengan ayat al-qur’an yang telah kami jelaskan tersebut, maka
implementasinya dalam proses pembelajaran di kelas adalah :
1.      Anak didik maupun pendidik haruslah mampu membaca atau mengkaji. Guna
memperoleh berbagai pemikiran dan pemahaman, tetapi segala pemikiran itu tidak boleh
lepas dari Aqidah Islam, karena iqra` haruslah dengan bismi rabbika. (Q.S. Al-alaq ayat 1-5)
2.      Guru mengajak anak didik untuk melihat keagungan Dan kebesaran ciptaan Allah
SWT. Agar kita selalu bersyukur Dan tidak ingkar kepada allah. (Q.S Al-Ghasiyah ayat 17-
20)
3.      Hendaknya Seorang guru Dan seorang anak didik memperdalam ilmunya baik  ilmu
umum maupun ilmu agamanya. Seorang guru mempersiapkan segala sesuatunya agar bisa
mengajarkan ilmu yang bermanfaat dan berguna bagi anak didiknya. (Q.S At-taubah ayat
122)
4.      Hendaknya pendidik mengajarkan dan mengingatkan anak didik untuk selalu dzikir
dan pikir, yaitu tawakkal dan ridha, berserah dan mengakui kelemahan diri. Menghindarkan
diri dari sombong. agar pembelajaran berjalan terarah hendaklah tetap mengingat kebesaran
Allah SWT. Allah SWT lah yang berhak sombong karna Dia lah yang memiliki ilmu. (Q.S
Ali-Imran ayat 191)
5.      Guru Dan anak didik melakukan riset atau observasi lapangan guna untuk
mendapatkan bukti-bukti yang konkret yang mendukung pembelajaran. (Q.S Al-Ankabut
ayat 19-20).
http://nidalesnidalubis.blogspot.com/2017/10/kewajiban-belajar-mengajar-dalam-
alquran.
2. Ayat-ayat tentang subjek pendidikan (al-Rahman 1-4, al-Najm 5-6, al-Nahl 43-44, al-
Kahfi 66).
A.    Pengertian subyek pendidikan
Subjek pendidikan adalah orang ataupun kelompok yang bertanggung jawab dalam
memberikan pendidikan, sehingga materi yang diajarkan atau yang disampaikan dapat
dipahami oleh objek pendidikan.
Subjek pendidikan yang dipahami kebanyakan para ahli pendidikan adalah orang tua, guru-
guru di institusi formal (disekolah) maupun non formal dan lingkungan masyarakat,
sedangkan pendidikan pertama (tarbiyatul awwal) yang kita pahami selama ini adalah
rumah tangga (orang tua). Sebagai seorang muslim kita harus menyatakan bahwa pendidik
pertama manusia adalah Allah dan yang kedua adalah Rasulullah.[1]
Kita dapat membedakan pendidik itu menjadi dua kategori yaitu:
1.      Pendidik menurut kodrat, yaitu orang tua
Orang tua sebagai pendidik menurut kodrat adalah pendidik pertama dan utama, karena
secara kodrat anak manusia dilahirkan oleh orang tuanya (ibunya) dalam keadaan tidak
berdayam hanya dengan pertolongan dan layanan orang tua (terutama ibu) bayi (anak
manusia) itu dapat hidup dan berkembang semakin dewasa. Hubungan orang tua dengan
anaknya dalam hubungan edukatif, mengandung dua unsur dasar, yaitu:
a.       Unsur kasih sayang pendidik terhadap anak
b.      Unsur kesadaran dan tanggung jawab dari pendidik untuk menuntun perkembangan anak
2.      Pendidik menurut jabatan, yaitu guru
Guru adalah pendidik kedua setelah orang tua. Mereka tidak bisa disebut secara wajar dan
alamiah menjadi pendidik,  karena mereka mendapat tugas dari orang tua, sebagai pengganti
orang tua. Mereka menjadi pendidik karena profesinya menjadi pendidik, guru di sekolah
misalnya.
Dalam Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, guru adalah pendidk
profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,
menilai dan mengevaluasi peserta didik, pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan
formanl, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Guru berfungsi sebagai pendidik di samping sebagai pengajar. Guru membentuk sikap
siswa, bahwa guru menjadi contoh atau teladan bagi siswa-siswanya. Hal itu tidak mungkin
kalau guru hanya bertuigas mengajar saja.[2]
B.     Ayat-ayat tentang subyek pendidikan
1.    Tafsir Q.S. Ar-Rahman ayat 1-4
ß`»oH÷q§9$# ÇÊÈ zN¯=tæ tb#uäöà)ø9$# ÇËÈ šYn=y{ z`»|¡SM}$# Ç
ÌÈ çmyJ¯=tã tb$u‹t6ø9$# ÇÍÈ
 “Tuhan yang maha pemurah. Dia-lah yang telah mengajarkan Al-qur’an. Dia telah
menjadikan manusia. Dia telah mengajarnya pandai berbicara”.[3]

Allah SWT telah memberitahukan tentang karunia dan rahmat-Nya bagi mahkluk-Nya,
dimana Dia telah menurunkan Al-qur’an kepada hamba-hamba-Nya, memberikan
kemudahan membaca dan memahami bagi siapa saja yang Dia beri rahmat.
 zb#uäöà)ø9$# zN¯=tæß`»oH÷q§9$# yaitu Tuhan yang maha pemurah, Dia yang telah
mengajarkan Al-qur’an kepada Nabi Muhammad. Ayat ini bertujuan menolak ucapan
penduduk Mekah, yang mengatakan: “Muhammad itu belajar kepada seorang guru”. Oleh
karena itu surat ini diturunkan untuk merinci nikmat-nikmat yang telah dianugerahkan
kepada hamba-hamba-Nya, maka disebutkan terlebih dahulu nikmat yang paling tinggi
nilainya, paling banyak manfaatnya dan paling besar faedahnya yaitu nikmat diturunkanya
Al-qur’an dan diajarkannya kepada Nabi Muhammad.[4]
Dalam konteks ayat ini, kata  `»oH÷q§9$# juga dapat ditambahkan bahwa kaum
musyrikin Mekah tidak mengenal siapa Ar-Rahman sebagaimana pengakuan mereka yang
direkam oleh Q.S Al-Furqan 25 :60. Dimulainya surat ini dengan kata tersebut bertujuan
juga mengundang rasa ingin tahu mereka dengan harapan akan tergugah untuk mengakui
nikmat – nikmat dan beriman kepada Nya.[5]
Kata N¯=tæ atau mengajarkan memerlukan objek. Banyak ulama yang mengatakan bahwa
yang dimaksud objek disini adalah  `»|¡SM}$# atau manusia. Malaikat jibril yang menerima
wahyu dari Allah yang berupa Al-qur’an untuk disampaikan kepada nabi Muhammad Saw,
disampaikan oleh beliau kepada nabi, malaikat jibril tidak akan mungkin mengajarkannya
kepada nabi kalau sebelumnya tidak mendapat pengajaran kepada Allah.
   Al- hasan berkata “ kata b$u‹t6ø9$# berarti berbicara, karena konteks Al-qur’an berada
dalam pengajaran Allah yaitu cara membacanya, hal ini berlangsung dengan cara
memudahkan pengucapan artikulasi serta memudahkan keluarnya huruf melalui jalanya
masing-masing dari tenggorokan, lidah dan dua bibir sesuai dengan keragaman artikulasi
sesuai dengan jenis hurufnya.[6]
Sedangkan menurut Thabathaba’i, kata bayan berarti jelas, yang dimaksud disini dalam arti
potensi mengungkap yakni kalam atau ucapan  yang dengannya dapat terungkap apa yang
terdapat dalam benak. Menurutnya tidaklah dapat terwujud kehidupan bermasyarakat
manusia, tidak juga mahluk ini dapat mencapai kemajuan yang mengagumkan dalam
kehidupan kecuali dengan kesadaran tentang al-kalam atau pembicaraan itu sendiri, karena
dengan demikian dia telah membuka pintu untuk memeroleh dan memberi pemahaman,
tanpa itu manusia akan sama saja dengan binatang dalam hal ketidakmampuannya
mengubah wajah kehidupan dunia ini.[7]

2.      Tafsir Q.S. An-Najm ayat 5-6


çmuH©>tã ß‰ƒÏ‰x© 3“uqà)ø9$# ÇÎÈ r茠;o§ÏB 3“uqtGó™$$sù ÇÏȼ                  .3

5.  Yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat.


6.  Yang mempunyai akal yang cerdas; dan (Jibril itu) menampakkan diri dengan rupa yang
asli.
Penafsiran kata:
‰ƒÏ‰x© 3“uqà)ø9$#  : yang amat kuat (Jibril as)
r茠;o§ÏB : yang mempunyai akal cerdas dan kekuatan yang hebat.
“uqtGó™$$sù : maka dia menampakkan diri dalam rupa yang asli, sebagaimana Allah
menciptakan dia dengan rupa tersebut, yaitu ketika Nabi berada di Gua Hiro pada permulaan
kenabian.

Penjelasan QS.An-Najm: 5
Kawanmu itu daijari oleh Jibril as. Sedang ia adalah seorang makhluk yang berkekuatan
hebat, baik ilmu maupun perbuatannya. Dia mengetahui dan juga beramal. Dan tidak
diragukan, bahwa pujian kepada guru merupakan pujian pula bagi muridnya.
Hal ini juga merupakan bantahan terhadap orang-orang musyrik mengenai perkataan
mereka. Bahkan apa yang dikatakan oleh Muhammad. Tak lain adalah dongeng-dongeng 
orang dahulu yang dia dengar ketika melakukan perjalanan ke Syam.
Kesimpulannya bahwa Nabi saw tidak pernah diajari oleh seorang manusia pun akan tetapi
ia diajari oleh Jibril yang berkekuatan hebat. Sedang manusia itu diciptakan sebagai
makhluk yang dhaif. Ia tidak mendapatkan ilmu kecuali sedikit saja. Di samping itu, Jibril
adalah terpercaya perkataanya. Sebab, kecerdasan yang kuat merupakan syarat kepercayaan
orang terhadap perkataan orang lain. Begitu pula ia terpercaya hafalan maupun amanatnya.
Artinya dia tidak lupa dan tidak mungkin merubah.

Penjelasan An-Najm: 6
Sifat Jibril yang pertama menggambarkan tentang betapa kuat pekerjaannya. Sedang kali ini,
menggambarkan tentang betapa kuat pikiran dan betapa nyata pengaruh-pengaruhnya yang
mengagungkan. Kesimpulannya bahwa jibril memilki kekuatan-kekuatan pikiran dan
kekuatan-kekuatan tubuh. Sebagaimana diriwayatkan bahwa ia pernah mencukil negeri
kaum Luth dari laut hitam yang waktu itu berada di dalam tanah. Lalu memanggulnya pada
kedua sayapnya dan diangkatnya negeri itu ke langit kemudian dibalikkan. Pernah pula ia
berteriak terhadap kaum tsamud, sehingga mereka mati semua.
Kalau kita percaya akan hal ini, maka tak lain karena ia termasuk alam gaib. Dalam hal ini
kita cukup percaya dengan keterangan yang terdapat dalam kitab Allah ta’ala tanpa
menembah-nambahi. Dan tentu saja tidak ada keraguan mengenai keajaiban-keajaiban yang
diceritakan Al-Qur’an. Karena apa saja yang tercantum di sana, yang berkaitan dengan alam
ruh, kini telah menjadi ilmu ruh dan penemuan baru.
Kekuatan-kekuatan jasmani maupun kekuatan-kekuatan akal dari alam ruh menjadi
magnetis, karena dengan cara car demikian maka jiwa bias terlepas dari tubuh secara
keseluruhan atanu sebagian saja, sebab jiwa itu masih merekat dengan tubuhnya, namun 
mempunyai hubungan dengan alam-alam  ruh. Lalu Jibril menampakkan diri dalam rupanya
yang asli, sebagaimana Allah menciptakan dia dalam rupa tersebut, yaitu ketika Rasulullah
saw ingin melihatnya sedemikian rupa. Yakni bahwa Jibril itu menampakkan diri kepada
Rasulullah saw.
http://lebak-kauman.blogspot.com/2013/02/ayat-ayat-tentang-subjek-pendidikan.html

3. Ayat-ayat tentang metode pendidikan (al-Maidah 67,Ibrahim 24-25, al-Nahl 125,


al-‘A’raf 176-177).
A.  Pengertian dan Pentingnya Metode Pembelajaran
Dalam bahasa Arab metode dikenal dengan istilah at-thariq  (jalan-cara).[4] Secara umum
istilah “metode” adalah suatu cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana
yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara
optimal. Menurut J.R. David dalam Teaching Strategies for College Class
Room menyebutkan bahwa method ia a way in achieving something (cara untuk mencapai
sesuatu).[5] Artinya, metode digunakan untuk merealisasikan strategi yang telah ditetapkan.
Sudjana berpendapat bahwa : "metode pembelajaran adalah cara yang digunakan guru dalam
mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsung pembelajaran".[6]
Dengan kata lain metode ini digunakan dalam konteks pendekatan secara personil antara
guru dengan siswa supaya siswa tertarik dan menyukai materi yang diajarkan. suatu
pelajaran tidak akan pernah berhasil jika tingkat antusias siswanya berkurang. 
Oleh karena itu, metode dalam rangkaian sistem pembelajaran memegang peranan penting
dalam keberhasilan suatu pendidikan. karena metode merupakan pondasi awal untuk
mencapai suatu tujuan pendidikan dan asas keberhasilan sebuah pembelajaran. Sebaik
apapun strategi yang dirancang namun metode yang dipakai kurang tepat maka hasilnya pun
akan kurang maksimal. Tetapi apabila metode yang dipakai itu tepat maka hasilnya akan
berdampak pada mutu pendidikan yang baik.

B.  Ayat dan Hadis tentang Metode Pembelajaran


1.    Metode  Pembelajaran dalam Surah an-Nahl ayat 125

َ ‫و اَ ْعلَ ُم بِ َم ْن‬n
‫ َّل ع َْن‬n‫ض‬ َ َّ‫نُ اَ َّن َرب‬n‫الَّتِى ِه َي اَحْ َس‬nnِ‫ ا ِد ْلهُ ْم ب‬n‫نَ ِة َو َج‬n‫ك بِ ْل ِح ْك َم ْه َو ْال َموْ ِعظَ ِة ْال َح َس‬
َ nُ‫ك ه‬ ُ ‫اُ ْد‬
َ ِّ‫ع اِلَى َسبِ ْي ِل َرب‬
ْ َ ْ َ
»۱۲۵  : ‫ْن «النحل‬nَ ‫َسبِ ْيلِ ِه َوهُ َواعل ُم بِل ُمهتَ ِدي‬
“(Wahai Nabi Muhmmad SAW) Serulah (semua manusia) kepada jalan (yang ditunjukkan)
Tuhan Pemelihara kamu dengan hikmah (dengan kata-kata bijak sesuai dengan tingkat
kepandaian mereka) dan pengajaran yang baik dan bantalah mereka dengan (cara) yang
terbaik. Sesungguhnya Tuhan pemelihara kamu, Dialah yang lebih mengetahui (tentang
siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk).”[7]
Dari surah an-Nahl ini tercantum 3 metode pembelajaran, diantaranya:

a.    Metode Hikmah

Kata hikmah (‫ )حكمة‬dalam tafsir al-Misbah berarti “yang paling utama dari segala sesuatu,
baik pengetahuan maupun berbuatan”.[8] Dalam bahasa Arab al-hikmah bermakna
kebijaksanaan dan uraian yang benar. Dengan kata lain al-hikmah adalah mengajak kepada
jalan Allah dengan cara keadilan dan kebijaksanaan, selalu mempertimbangkan berbagai
faktor dalam proses belajar mengajar, baik faktor subjek, obyek, sarana, media dan
lingkungan pengajaran. Pertimbangan pemilihan metode dengan memperhatikan peserta
didik diperlukan kearifan agar tujuan pembelajaran tercapai dengan maksimal. Selain itu
dalam penyampaian materi maupun bimbingan terhadap peserta didik hendaknya dilakakuan
dengan cara yang baik yaitu dengan lemah lembut, tutur kata yang baik, serta dengan cara
yang bijak.[9]

Imam Al-Qurtubi menafsirkan al-hikmah dengan “kalimat yang lemah lembut”. Beliau


menulis dalam tafsirnya :
ٍ ‫ف َولَيِّ ٍن ُدوْ نَ ُمخَا َشنَ ٍة َوتَ ْعنِي‬
‫ْف‬ ُّ َ‫َوأَ ْم ُرهُ أَ ْن يَ ْد ُع َو إِلَى ِد ْي ِن هللاِ َو َّشرْ ِع ِه بِتَل‬
ٍ ‫ط‬
“Nabi diperintahkan untuk mengajak umat manusia kepada “dinnullah” dan syariatnya
dengan lemah lembut tidak dengan sikap bermusuhan.”
Hal ini berlaku kepada kaum muslimin seterusnya sebagai pedoman pembelajaran dan
pengajaran. Hal ini diinspirasikan dari ayat Al-Qur’an dengan kalimat “qaulan layinan”.
Allah berfirman :
)۶۶ :‫فَقُواَل لَهُ قَ ْواًل لَيِّنًا لَ َعلَّهُ يَتَ َذ َّك ُر أَ ْو يَ ْخشَى (طه‬
“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-
mudahan ia ingat atau takut”.  (taha:44)[10]
Proses belajar mengajar dapat berjalan dengan baik dan lancar manakala ada interaksi yang
kondusif antara guru dan peserta didik. Komunikasi yang arif dan bijaksana memberikan
kesan mendalam kepada para siswa sehingga “teacher oriented” akan berubah menjadi
“student oriented”. Guru yang bijaksana akan selalu memberikan peluang dan kesempatan
kapada siswanya untuk berkembang.[11]

b.    Metode Nasihat/Pengajaran Yang Baik (Mauizhah Hasanah)

Mauidzah hasanah terdiri dari dua kata “al-Mauizhah dan Hasanah”. al-Mauizhah (‫)الموعظة‬


terambil dari kata (‫)وعظ‬ wa’azha yang berarti nasihat sedangkan hasanah  (‫نة‬nn‫ )حس‬yang
berarti baik. Maka jika digabungkan Mauizhah hasanah bermakna nasihat yang baik.[12]

Dalam hal ini, Allah SWT berfirman:

»۱۰ : ۵۷« ‫ْن‬nَ ‫يَااَيُّهَاالنَّاسُ قَ ْد َجا َء ْت ُك ْم َموْ ِعظَةٌ ِم ْن َربِّ ُك ْم َو ِشفَا ٌء لِ َما فِى الصُّ ُدوْ ِر َوهُدًى َو َرحْ َمةٌ لِ ْل ُم ْؤ ِمنِي‬
“Hai segenap manusia, telah datang kepada kalian mauizhah dari pendidikanmu, penyembuh
bagi penyakit yang bersemayam di dalam dada, petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang
beriman.” (QS. 10:57)[13]

c.    Metode Diskusi (jidal)

Kata jadilhum  (‫ادلهم‬nn‫ )ج‬berasal dari kata jidal (‫دال‬nn‫ )ج‬yang bermakna diskusi.[14] Metode


diskusi yang dimaksud dalam al-Qur’an ini adalah diskusi yang dilaksanakan dengan tata
cara yang baik dan sopan. Yang mana tujuan dari metode ini ialah untuk lebih memantapkan
pengertian dan sikap pengetahuan mereka terhadap suatu masalah.

Definisi diskusi itu sendiri yaitu cara penyampaian bahan pelajaran dengan memberikan
kesempatan kepada siswa untuk membicarakan, menganalisa guna mengumpulkan pendapat,
membuat kesimpulan atau menyusun berbagai alternative pemecahan masalah. Dalam kajian
metode mengajar disebut metode “hiwar” (dialog). Diskusi memberikan peluang sebesar-
besarnya kepada para siswa untuk mengeksplor pengetahuan yang dimilikinya kemudian
dipadukan dengan pendapat siswa lain. Satu sisi mendewasakan pemikiran, menghormati
pendapat orang lain, sadar bahwa ada pendapat di luar pendapatnya dan di sisi lain siswa
merasa dihargai sebagai individu yang memiliki potensi, kemampuan dan bakat bawaannya.
[15]

Dengan demikian para pendidik dapat mengetahui keberhasilan kreativitas peserta didiknya,


atau untuk mengetahui siapa diantara para peserta didiknya yang berhasil atau gagal. Dalam
Allah SWT berfirman:
»۱٦ : ۱۲۵« ‫ْن‬nَ ‫ض َّل ع َْن َسبِ ْيلِ ِه َوهُ َواَ ْعلَ ُم بِ ْال ُم ْهتَ ِدي‬
َ ‫ك ه َُواَ ْعلَ ُم بِ َم ْن‬
َ َّ‫اِ َّن َرب‬
“Sungguh pendidikmu lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalannya dan
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. 16:125).[16]
2.    Metode Teladan/Meniru
Manusia banyak belajar dengan cara meniru. Dari kecil ia sudah meniru kebiasaan atau
tingkah laku kedua orang tua dan saudara-saudaranya. Misalnya, ia mulai belajar bahasa
dengan berusaha meniru kata-kata yang diucapkan saudaranya berulang-ulang kali
dihadapannya.
Begitu juga dalam hal berjalan ia berusaha meniru cara menegakkan tubuh dan
menggerakkan kedua kaki yang dilakukan orang tua dan saudara-saudaranya. Demikianlah
manusia belajar banyak kebiasaan dan tingkah laku lewat peniruan kebiasaan maupun
tingkah laku keluarganya.
Al-Qur’an sendiri telah mengemukakan contoh bagaimana manusia belajar melalui metode
teladan/meniru. Ini dikemukakan dalam kisah pembunuhan yang dilakukan Qabil terhadap
saudaranya Habil. Bagaimana ia tidak tahu cara memperlakukan mayat saudaranya itu.
Maka Allah memerintahkan seekor burung gagak untuk menggali tanah guna menguburkan
bangkai seekor gagak lain. Kemudian Qabil meniru perilaku burung gagak itu untuk
mengubur mayat saudaranya Habil.[17]
Allah berfirman dalam QS. Al-Maidah ayat 31:

ُ ‫قَ َل ي َو ْيلَتى اَ َع َج ْز‬ ‫قلى‬ ‫اريْ َسوْ َءةَاَ ِخ ْي ِه‬


‫ت اَ ْن اَ ْن‬ ِ ‫ض لِي ُِريَهُ َك ْيفَ يُ َو‬ ِ ْ‫ث فِى ااْل َر‬ ُ ‫ث هللاُ ُغ َرابًايَّ ْب َح‬
َ ‫فَبَ َع‬
َ‫ي َسوْ َءةَاَ ِخ ْي فَا َصْ بَ َح ِمنَ النّ ِد ِم ْين‬
‫ج‬
‫ار‬ ‫و‬ ُ
َ ِ َ ِ َ ‫ا‬َ ‫ف‬ ‫ب‬ ‫ا‬ ‫ر‬ ُ
‫غ‬ ْ
‫ال‬ ‫ا‬ َ
‫ذ‬ ‫ه‬ ‫ل‬ ْ
َ ِ َ‫اَ ُكوْ ن‬
‫ث‬ ‫م‬
“Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak menggali-gali di bumi untuk
memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana seharusnya menguburkan mayat saudaranya.
Berkata Qabil: “Aduhai celaka aku, mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak
ini. Lalu aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini?”. Karena itu jadilah dia seorang
diantara orang-orang yang menyesal.”[18]

Melihat tabiat manusia yang cenderung untuk meniru dan belajar banyak dari tingkah
lakunya lewat peniruan. Maka, teladan yang baik sangat penting artinya dalam pendidikan
dan pengajaran. Nabi Muhammad SAW. sendiri menjadi suri tauladan bagi para sahabatnya,
dari beliau mereka belajar bagaimana mereka melaksanakan berbagai ibadah.
Ada sebuah Hadist yang menceritakan bahwa para sahabat meniru salat sunnah witir Nabi
SAW:

‫ َر‬n‫ب ِْن ُع َم‬ ِ ‫ ِد هَّللا‬n‫ك ع َْن أَبِي بَ ْك ِر ْب ِن ُع َم َر ْب ِن َع ْب ِد الرَّحْ َم ِن ْب ِن َع ْب‬ ٌ ِ‫َح َّدثَنَا إِ ْس َما ِعي ُل قَا َل َح َّدثَنِي َمال‬
َّ
َ َ‫ق َمكةَ فَق‬n
‫ال‬n ‫هَّللا‬
ِ n‫ َر بِطَ ِري‬n‫ ِد ِ ْب ِن ُع َم‬n‫ َع َع ْب‬n‫ت أ ِسي ُر َم‬ َ ْ َ
ُ ‫ ُكن‬ :‫قَا َل‬ ُ‫ار أنَّه‬ٍ ‫ب ع َْن َس ِعي ِد ْب ِن يَ َس‬ ِ ‫ْب ِن ال َخطَّا‬
‫ت‬ ُ ‫ َر أَ ْينَ ُك ْنتَ فَقُ ْل‬n‫ ُد هَّللا ِ بْنُ ُع َم‬n‫ا َل َع ْب‬nnَ‫هُ فَق‬nُ‫ت ثُ َّم لَ ِح ْقت‬ ُ ْ‫أَوْ تَر‬nnَ‫ت ف‬
ُ ‫زَ ْل‬nnَ‫ب َْح ن‬n‫الص‬ُّ ‫يت‬ ُ n‫َش‬ ِ ‫د فَلَ َّما خ‬nٌ ‫ ِعي‬n‫َس‬
َّ‫ل َم‬n‫ ِه َو َس‬n‫لَّى هَّللا ُ َعلَ ْي‬n‫ص‬ ‫هَّللا‬
َ ِ ‫و ِل‬n‫ك فِي َر ُس‬ َ
َ n‫ْس ل‬ َ َ ‫هَّللا‬ ُ َ ُ ْ
َ ‫ ُد ِ ألي‬n‫يت الصُّ ْب َح فَنَ َزلت فَأوْ تَرْ ت فَقَا َل َع ْب‬ ُ ‫خَ ِش‬
ِ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َكانَ يُوتِ ُر َعلَى ْالبَ ِع‬
‫ير‬ َ ِ ‫ُول هَّللا‬ َ ‫ت بَلَى َوهَّللا ِ قَا َل فَإ ِ َّن َرس‬ُ ‫إِ ْس َوةٌ َح َسنَةٌ فَقُ ْل‬

“Telah menceritakan kepada kami Isma’il berkata, telah menceritakan kepadaku Malik dari
Abu Bakar bin ‘Umar bin ‘Abdurrahman bin ‘Abdullah bin ‘Umar bin Al Khaththab dari
Sa’d bin Yasar bahwa dia berkata: “Aku bersama ‘Abdullah bin ‘Umar pernah berjalan di
jalanan kota Makkah. Sa’id berkata, “Ketika aku khawatir akan (masuknya waktu) Shubuh,
maka aku pun singgah dan melaksanakan shalat witir. Kemudian aku menyusulnya, maka
Abdullah bin Umar pun bertanya, “Dari mana saja kamu?” Aku menjawab, “Tadi aku
khawatir akan (masuknya waktu) Shubuh, maka aku singgah dan melaksanakan shalat
witir.” ‘Abdullah bin ‘Umar berkata, “Bukankah kamu telah memiliki suri tauladan yang
baik pada diri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?” Aku menjawab, “Ya. Demi Allah.”
Abdullah bin Umar berkata, “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah
shalat witir di atas untanya.” (H.R. Bukhari)[19]

   Al-Qur’an memerintahkan kita untuk menjadikan Nabi SAW sebagai suri tauladan dan
panutan. Sebagaimana firman Allah dalam surah al-Ahzab ayat 21:

«  ‫رًا‬n ‫وْ َم ْاﻵ ِخ َروَ َد َك َرهللاُ َكثِ ْي‬nnَ‫وْ ا هللاَ َو ْالي‬nn‫لَقَ ْد َكانَ لَ ُك ْم فِى َرسُوْ ِل هللاِ اُ ْس َوةٌ َح َسنَةٌ لِ َم ْن َكانَ يَرْ ُج‬
»۳۳: ۲۱
 “Sesungguhnya telah ada pada pribadi Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu)
bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan hari akhir dan dia banyak dzikrullah.”
(QS.al-Ahzab 33:21)[20]

Melalui suri tauladan yang baik, manusia dapat belajar kebiasaan baik dan akhlak yang
mulia. Sebaliknya jika suri tauladannya buruk manusia akan terjerumus pada kebiasaan yang
buruk dan akhlak yang tercela.

3.    Metode Ceramah
Metode ini merupakan metode yang sering digunakan dalam menyampaikan atau mengajak
orang mengikuti ajaran yang telah ditentukan. Metode ceramah sering disandingkan dengan
kata khutbah. Dalam al-Qur’an sendiri kata tersebut diulang sembilan kali. Bahkan ada yang
berpendapat metode ceramah ini dekat dengan kata tablih, yaitu menyampaikan sesuatu
ajaran. Pada hakikatnya kedua arti tersebut memiliki makna yang sama yakni
menyampaikan suatu ajaran.[21]
Pada masa lalu hingga sekarang metode selalu kita jumpai dalam setiap pembelajaran. Akan
tetapi bedanya terkadang metode ini di campur dengan metode lain. Dalam sebuah Hadist
Nabi SAW bersabda :

‫ال‬n‫لم ق‬nn‫ه وس‬nn‫لى اهللا على‬n‫ا أَنَ النَّبِ َي ص‬n‫ َي اهللاُ َع ْنهُ َم‬n‫ض‬ ِ ‫اص َر‬ ِ ‫َوع َْن َع ْب ِد اهللاِ ْب ِن ُع َم َر َو ْب ِن ْال َع‬
ْ‫وَّأ‬nَ‫ي ُمتَ َع ِّمدًا فَ ْلیَتَب‬
ََّ ‫ب َعل‬ َّ
َ ‫ ذ‬n‫ َو َمن ك‬،‫ َر َج‬n‫ َرائِی َْل َو َح‬n‫ ِّدثُوْ ا ع َْن بَنِ ْي إِ ْس‬n‫ةً َو َح‬nَ‫وْ آی‬nnَ‫"بَلِّ ُغوْ ا َعنِّ ْي َول‬
َ ْ ‫اَل‬
))‫ار (( رواه البخاري‬ ِ َّ‫َم ْق َع َدهُ ِمنَ الن‬
"Sampaikanlah apa yang datang dariku walaupun satu ayat, dan ceritakanlah apa yang kamu
dengar dari Bani Isra’il, dan hal itu tidak ada Salahnya, dan barang siapa berdusta atas
namaku maka bersiap-siaplah untuk menempati tempatnya dineraka". (HR. Bukhori.)[22]

Hal ini juga berkenaan dengan firman Allah SWT :

َ n‫آ اَلَ ْي‬nَ‫آ اَوْ َح ْين‬n‫ص بِ َم‬


‫ك‬ َ َ‫ك اَحْ َسنَ ْالق‬
ِ n‫ص‬ َ ‫نَحْ نُ نَقُضُّ َعلَ ْي‬ ۞  َ‫اِنَّآ اَ ْنزَ ْلنهُ قُرْ اَٽنًا َع َربِيًّا لَّ َعلَّ ُك ْم تَ ْعقِلُوْ ن‬
َ‫ت ِم ْن قَ ْبلِه لَ ِمنَ ْالغفِلِ ْين‬ ْ ‫ه َذ‬
ُ ‫االقُرْ اٽنَ َواِ ْن ُك ْن‬
“Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu
memahaminya. Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan
Al Quran ini kepadamu, dan Sesungguhnya kamu sebelum (kami mewahyukan) nya adalah
Termasuk orang-orang yang belum mengetahui”.(Q.S. Yusuf/12:2-3)[23]

Ayat di atas menerangkan, bahwa Tuhan menurunkan Al-Qur’an dengan memakai bahasa
Arab kepada Nabi Muhammad SAW. Dan Nabi menyampaikan kepada para sahabat dengan
jalan cerita dan ceramah. Metode ceramah masih merupakan metode mengajar yang masih
dominan dipakai, khususnya di sekolah-sekolah tradisional.

4.    Metode Pengalaman Praktis/Trial and Eror dan Metode Berpikir


Seseorang yang hidup tidak akan luput dari sesuatu yang bernama problem, bahkan manusia
juga dapat belajar dari problem tersebut, sehingga memiliki pengalaman praktis dari
permasalahannya. Situasi-situasi baru yang belum diketahuinya mengajak manusia berfikir
bagaimana menghadapi dan bagaimana harus bertindak. Dalam situasi demikian, manusia
memberikan respons yang beraneka ragam. Kadang mereka keliru dalam menghadapinya,
tetapi kadang juga tepat.
Dengan demikian manusia belajar lewat “Trial and Error”, (belajar dari mencoba dan
membuat salah) memberikan respons terhadap situasi-situasi baru dan mencari jalan keluar
dari problem yang dihadapinya.[24]
Al-Qur’an dalam beberapa ayatnya memberikan dorongan kepada manusia untuk
mengadakan pengamatan dan memikirkan tanda-tanda kekuasaan Allah di alam semesta.
Dalam Q.S. al-Ankabut : 20 Allah berfirman:

َ ‫ضرُوا َك ْيفَ بَدَأَ ْالخ َْل‬


ِّ‫ل‬nn‫ َرةَ إِ َّن هللاَ َعلَى ُك‬n‫أةَ اآْل َ ِخ‬n ‫ق ثُ َّم هللاُ يُ ْن ِش ُئ النَّ ْش‬ ِ ْ‫قَل ِس ْيرُوا فِى اأْل َر‬
ُ ‫ض فَ ْن‬
‫َش ْي ٍءقَ ِد ْي ٌر‬
Katakanlah: “Berjalanlah di (muka) bumi. Maka perhatikanlah bagaimana Allah
menciptakan (manusia) dari permulaannya. Kemudian Allah menjadikannya sekali lagi.
Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Perhatian al-Qur’an dalam menyeru manusia untuk mengamati dan memikirkan alam
semesta dan makhluk-makhluk yang ada di dalamnya, mengisyaratkan dengan jelas
perhatian al-Qur’an dalam menyeru manusia untuk belajar, baik melalui pengamatan
terhadap berbagai hal, pengalaman praktis dalm kehidupan sehari-hari, ataupun lewat
interaksi dengan alam semesta, berbagai makhluk dan peristiwa yang terjadi di dalamnya. ini
bisa dilakukan dengan metode pengalaman praktis, “trial and error” atau pun dengan
metode berfikir.
Nabi SAW sendiri telah mengemukakan tentang pentingnya belajar dari pengalaman praktis
dalam kehidupan yang dinyatakan dalam hadis yang di tahrij oleh Imam Muslim berikut:

ٍ ‫وْ بَ ْك‬nُ‫ال أَب‬n


‫ َّدثَنَا‬n‫ َح‬ ‫ر‬n َ َ‫ا ِم ٍر ق‬nَ‫َح َّدثَنَا أَبُوْ بَ ْك ِر بْنُ أَبِي َش ْيبَةَ َو َع ْمرٌو النَّاقِ ُد ِكالَهُ َما َع ِن ْاألَ ْس َو ِد ْب ِن ع‬
‫ت ع َْن‬ ٍ ِ‫اب‬nnَ‫ع َْن ث‬  َ‫بْنُ عَا ِم ٍر َح َّدثَنَا َح َّما ُد بْنُ َسلَ َمةَ ع َْن ِه َش ِام ْب ِن عُرْ َوةَ ع َْن أَبِ ْي ِه ع َْن عَائِ َشة‬ ‫أَ ْس َو ُد‬
‫ َر َج‬nَ‫ال فَخ‬n َ nَ‫لُ َح ق‬n‫ص‬َ َ‫وْ ا ل‬nnُ‫تَ ْف َعل‬ ‫وْ لَ ْم‬nnَ‫ا َل ل‬nnَ‫وْ نَ فَق‬nn‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َم َّر بِقَوْ ٍم يُلَقِّ ُح‬
َ ‫ي‬ َّ ِ‫أَ َّن النَّب‬ :‫س‬
ٍ َ‫أَن‬
َ َ َ ْ ُ
‫فَقَا َل َما لِن َْخلِ ُك ْم قَالوْ ا قُلتَ َك َذا َو َك َذا قَا َل أ ْنتُ ْم أ ْعلَ ُم بِأ ْم ِر ُد ْنيَا ُك ْم‬ ‫ِش ْيصًا فَ َم َّر بِ ِه ْم‬
Abu Bakar bin Abi Saybah dan Amr al-Naqidh bercerita kepadaku. Keduanya dari al-Aswad
bin Amir. Abu Bakr berkata, Aswad bin Amir bercerita kepadaku, Hammad bin Salmah
bercerita kepadaku, dari Hisham bin Urwah dari ayahnya dari Aisyah dan
dari Tsabit dari Anas Radhiyallahu’anhu: Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah
melewati suatu kaum yang sedang mengawinkan pohon kurma lalu beliau
bersabda:Sekiranya mereka tidak melakukannya, kurma itu akan (tetap) baik. Tapi setelah
itu, ternyata kurma tersebut tumbuh dalam keadaan rusak. Hingga suatu saat Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam melewati mereka lagi dan melihat hal itu beliau bertanya:
‘Adaapa dengan pohon kurma kalian? Mereka menjawab; Bukankah anda telah mengatakan
hal ini dan hal itu? Beliau lalu bersabda: ‘Kalian lebih mengetahui urusan dunia kalian.[25]

Hadis di atas mengisyaratkan tentang belajarnya manusia membuat respon-respon baru


lewat pengalaman praktis dari berbagai situasi baru yang dihadapinya, dan berbagai jalan
pemecahan dari problem-problem yang dihadapinya.
Mengenai jenis belajar lewat pengalaman praktis atau “trial and error” ini, al-Qur’an
mengisyaratkan dalam ayat berikut:
َ‫يَ ْعلَ ُموْ نَظَا ِهرًا ِمنَا ْل َحيَا ِة ال ُّد ْنيَا َوهُ ْم َعنِا آْل َ ِخ َر ِة هُ ْم غَا فِلُوْ ن‬
Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang
(kehidupan) akhirat adalah lalai.[26]

Al-Qurtubi, dalam menafsirkan ayat ini, “Mereka hanya mengetahui yang lahir saja dari
kehidupan dunia”, berkata: Yakni masalah penghidupan dan duniawi mereka. Kapan mereka
harus menanam dan menuai dan bagaimana harus menanam dan membangun rumah.[27]

http://makalahpendidikanislamlengkap.blogspot.com/2016/12/ayat-ayat-al-quran-
tentang-metode.html

4. Ayat-ayat tentang tujuan pendidikan (Fath 29, al-Dzariyat56, Hud 61).


1. Kandungan Al-Qur’an Surat al-Dzariyat [51] ayat 56
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku.” (Q.S. al-Dzariyat [51] : 56)
Ayat ini dengan sangat jelas mengabarkan kepada kita bahwa tujuan penciptaan jin dan
manusia tidak lain hanyalah untuk “mengabdi” kepada Allah SWT. Dalam gerak langkah
dan hidup manusia haruslah senantiasa diniatkan untuk mengabdi kepada Allah. Tujuan
pendidikan yang utama dalam Islam menurut Al-Qur’an adalah agar terbentuk insan-insan
yang sadar akan tugas utamanya di dunia ini sesuai dengan asal mula penciptaannya, yaitu
sebagai abid. Sehingga dalam melaksanakan proses pendidikan, baik dari sisi pendidik
atau anak didik, harus didasari sebagai pengabdian kepada Allah SWT semata.
Mengabdi dalam terminologi Islam sering diartikan dengan beribadah. Ibadah bukan
sekedar ketaatan dan ketundukan, tetapi ia adalah satu bentuk ketundukan dan ketaatan
yang mencapai puncaknya akibat adanya rasa keagungan dalam jiwa seseorang terhadap
siapa yang kepadanya ia mengabdi. Ibadah juga merupakan dampak keyakinan bahwa
pengabdian itu tertuju kepada yang memiliki kekuasaan yang tidak terjangkau dan tidak
terbatas.[1] Ibadah dalam pandangan ilmu Fiqh ada dua yaitu ibadah mahdloh dan ibadah
ghoiru mahdloh. Ibadah mahdloh adalah ibadah yang telah ditentukan oleh Allah bentuk,
kadar atau waktunya seperti halnya sholat, zakat, puasa dan haji. Sedangkan ibadah ghoiru
mahdloh adalah sebaliknya, kurang lebihnya yaitu segala bentuk aktivitas manusia yang
diniatkan untuk memperoleh ridho dari Allah SWT.
Segala aktivitas pendidikan, belajar-mengajar dan sebagainya adalah termasuk dalam
kategori ibadah. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi SAW :
)‫طلب العلم فريضة على كل مسلم و مسلمة (رواه ابن عبد البر‬
“Menuntut ilmu adalah fardlu bagi tiap-tiap orang-orang Islam laki-laki dan
perempuan” (H.R Ibn Abdulbari)
)‫من خرج فى طلب العلم فهو فى سبيل هللا حتى يرجع (رواه الترمذى‬
“Barangsiapa yang pergi untuk menuntut ilmu, maka dia telah termasuk golongan
sabilillah (orang yang menegakkan agama Allah) hingga ia sampai pulang
kembali”. (H.R. Turmudzi)[2]
Pendidikan sebagai upaya perbaikan yang meliputi keseluruhan hidup individu termasuk
akal, hati dan rohani, jasmani, akhlak, dan tingkah laku. Melalui pendidikan, setiap potensi
yang di anugerahkan oleh Allah SWT dapat dioptimalkan dan dimanfaatkan untuk
menjalankan fungsi sebagai khalifah di muka bumi. Sehingga pendidikan merupakan suatu
proses yang sangat penting tidak hanya dalam hal pengembangan kecerdasannya, namun
juga untuk membawa peserta didik pada tingkat manusiawi dan peradaban, terutama pada
zaman modern dengan berbagai kompleksitas yang ada.
Dalam penciptaaannya, manusia diciptakan oleh Allah SWT dengan dengan dua fungsi,
yaitu fungsi sebagai khalifah di muka bumi dan fungsi manusia sebagai makhluk Allah yang
memiliki kewajiban untuk menyembah-Nya. Kedua fungsi tersebut juga dijelaskan oleh
Allah SWT dalam firman-Nya berikut, “…’Sesungguhnya Aku hendak menjadikan
seorang khalifah di muka bumi’…” [Q.S Al-Baqarah(2): 30]. Ketika Allah menjadikan
manusia sebagai khalifah di muka bumi dan dengannya Allah SWT mengamanahkan bumi
beserta isi kehidupannya kepada manusia, maka manusia merupakan wakil yang memiliki
tugas sebagai pemimpin dibumi Allah.
Ghozali melukiskan tujuan pendidikan sesuai dengan pandangan hidupnya dan nilai-nilai
yang terkandung di dalamnya, yaitu sesuai dengan filsafatnya, yakni memberi petunjuk
akhlak dan pembersihan jiwa dengan maksud di balik itu membentuk individu-individu
yang tertandai dengan sifat-sifat utama dan takwa.[3]
Dalam khazanah pemikiran pendidikan Islam, pada umumnya para ulama berpendapat
bahwa tujuan akhir pendidikan Islam adalah ”untuk beribadah kepada Allah SWT”. Kalau
dalam sistem pendidikan nasional, pendidikan diarahkan untuk mengembangkan manusia
seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa, maka dalam konteks pendidikan
Islam justru harus lebih dari itu, dalam arti, pendidikan Islam bukan sekedar diarahkan
untuk mengembangkan manusia yang beriman dan bertaqwa, tetapi justru berusaha
mengembangkan manusia menjadi imam/pemimpin bagi orang beriman dan bertaqwa
(waj’alna li al-muttaqina imaama).
Untuk memahami profil imam/pemimpin bagi orang yang bertaqwa, maka kita perlu
mengkaji makna takwa itu sendiri. Inti dari makna takwa ada dua macam yaitu; itba’
syariatillah (mengikuti ajaran Allah yang tertuang dalam al-Qur’an dan Hadits) dan
sekaligus itiba’ sunnatullah (mengikuti aturan-aturan Allah, yang berlalu di alam ini),
Orang yang itiba’ sunnatullah adalah orang-orang yang memiliki keluasan ilmu dan
kematangan profesionalisme sesuai dengan bidang keahliannya. Imam bagi orang-orang
yang bertaqwa, artinya disamping dia sebagai orang yang memiki profil sebagai itba’
syaria’tillah sekaligus itba’ sunnatillah, juga mampu menjadi pemimpin, penggerak,
pendorong, inovator dan teladan bagi orang-orang yang bertaqwa.[4]

https://mazguru.wordpress.com/2008/11/14/tafsir-ayat-ayat-tentang-tujuan-pendidikan/

5. Ayat-ayat tentang materi pendidikan (Luqman 12-19).


Seperti yang telah kami sebutkan di atas bahwa banyak sekali ayat-ayat tentang
pendidikan, begitu juga tentang materi pendidikan, di antaranya yaitu :
1. Al Qur’an surat Luqman ayat 12-19 sebagai berikut:
ô‰s)s9ur $oY÷s?#uä z`»yJø)ä9 spyJõ3Ïtø:$# Èbr& öä3ô©$# ¬! 4 `tBur öà6ô±tƒ
$yJ¯RÎ*sù ãä3ô±o„ ¾ÏmÅ¡øÿuZÏ9 ( `tBur txÿx. ¨bÎ*sù ©!$# ;ÓÍ_xî Ó‰‹ÏJym
ÇÊËÈ
12. Dan Sesungguhnya Telah kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu:
"Bersyukurlah kepada Allah. dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), Maka
Sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur,
Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji".
øŒÎ)ur tA$s% ß`»yJø)ä9 ¾ÏmÏZö/ew uqèdur ¼çmÝàÏètƒ ¢Óo_ç6»tƒ Ÿw õ8ÎŽô³è@ «!$
$Î/ ( žcÎ) x8÷ŽÅe³9$# íOù=Ýàs9
ÒOŠÏàtã ÇÊÌÈ
13. Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi
pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah,
Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".
$uZøŠ¢¹urur z`»|¡SM}$# Ïm÷ƒy‰Ï9ºuqÎ/ çm÷Fn=uHxq ¼çm•Bé& $·Z÷dur 4’n?tã
9`÷dur ¼çmè=»|ÁÏùur ’Îû Èû÷ütB%tæ
Èbr& öà6ô©$# ’Í< y7÷ƒy‰Ï9ºuqÎ9ur ¥’n<Î) 玍ÅÁyJø9$# ÇÊÍÈ
14. Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-
bapanya; ibunya Telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah,
dan menyapihnya dalam dua tahun, bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu
bapakmu, Hanya kepada-Kulah kembalimu.
bÎ)ur š‚#y‰yg»y_ #’n?tã br& š‚͍ô±è@ ’Î1 $tB }§øŠs9 y7s9 ¾ÏmÎ/ ÖNù=Ïæ Ÿxsù
$yJßg÷èÏÜè? ( $yJßgö6Ïm$|¹ur ’Îû $u‹÷R‘‰9$# $]ùrã÷ètB ( ôìÎ7¨?$#ur Ÿ@‹Î6y™
ô`tB z>$tRr& ¥’n<Î) 4 ¢OèO ¥’n<Î) öNä3ãèÅ_ötB Nà6ã¥Îm;tRé'sù $yJÎ/ óOçFZä.
tbqè=yJ÷ès? ÇÊÎÈ
15. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang
tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan
pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali
kepada-Ku, Kemudian Hanya kepada-Kulah kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu
apa yang Telah kamu kerjakan.
¢Óo_ç6»tƒ !$pk¨XÎ) bÎ) à7s? tA$s)÷WÏB 7p¬6ym ô`ÏiB 5AyŠöyz `ä3tFsù ’Îû >ot÷‚|
¹ ÷rr& ’Îû ÏNºuq»yJ¡¡9$#
÷rr& ’Îû ÇÚö‘F{$# ÏNù'tƒ $pkÍ5 ª!$# 4 ¨bÎ) ©!$# ì#‹ÏÜs9 ׎Î7yz ÇÊÏÈ
16. (Luqman berkata): "Hai anakku, Sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat
biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan
mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha
Mengetahui.
¢Óo_ç6»tƒ ÉOÏ%r& no4qn=¢Á9$# öãBù&ur Å$rã÷èyJø9$$Î/ tm÷R$#ur Ç`tã
̍s3ZßJø9$# ÷ŽÉ9ô¹$#ur 4’n?tã !$tB y7t/$|¹r& (
¨bÎ) y7Ï9ºsŒ ô`ÏB ÇP÷“tã Í‘qãBW{$# ÇÊÐÈ
17. Hai anakku, Dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan
cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan Bersabarlah terhadap apa yang
menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan
(oleh Allah).
Ÿwur öÏiè|Áè? š‚£‰s{ Ĩ$¨Z=Ï9 Ÿwur Ä·ôJs? ’Îû ÇÚö‘F{$# $·mttB ( ¨bÎ) ©!$#
Ÿw =Ïtä†
¨@ä. 5A$tFøƒèC 9‘qã‚sù ÇÊÑÈ
18. Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan
janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.
ô‰ÅÁø%$#ur ’Îû šÍ‹ô±tB ôÙàÒøî$#ur `ÏB y7Ï?öq|¹ 4 ¨bÎ) ts3Rr& ÏNºuqô¹F{$#
ßNöq|Ás9
ÎŽÏJptø:$# ÇÊÒÈ
19. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya
seburuk-buruk suara ialah suara keledai.
Merujuk pada ayat-ayat tentang materi pendidikan baik dari surat Luqman ayat 12-19,
Yusuf: 4-8, Hud: 42-46, Maryam: 27-33 dan Al Baqarah: 132-133, paling tidak terdapat
tiga materi pendidikan. Ketiga materi pendidikan tersebut antara lain:
1. Materi Tauhid/Aqidah/ Keimanan.
2. Materi Ibadah/Syari’ah.
3. Materi akhlak.
Di bawah ini secara berurutan penulis paparkan kandungan dan tafsiran ayat tentang
materi pendidikan , sebagai berikut :
1. Materi tauhid, terdapat dalam Al Qur’an :
a. Surat Luqman:
Pendidikan / Penanaman aqidah merupakan landasan pertama dalam pembentukan
karakteristik dan moral anak. Hal ini telah dicontohkan Luqman al-Hakim dalam ayat
13: “Wahai anakku, janganlah kamu berbuat syirk kepada Allah, karena sesungguhnya
perbuatan syirk itu adalah kezaliman yang besar”. Dalam ayat tersebut, jelas-jelas
Luqman menasehati anaknya untuk tidak melakukan perbuatan syirk. Nasehat Luqman
adalah ajaran tauhid kepada Allah swt.
Pada ayat 12 dan 14 Allah telah menunjukkan dua kali tentang pentingnya syukur, baik
syukur kepada Allah maupun syukur kepada kedua orang tua. Syukur kepada Allah
sebagai manifestasi dari segala nikmat dan anugerah yang telah diberikan oleh-Nya
kepada manusia, dan itu sebagai wujud aplikasi keimanan seseorang kepada Allah.
Dengan demikian, hakekat syukur adalah proporsionalisasi, yaitu menempatkan nikmat
yang diperoleh pada tempatnya sesuai dengan tempatnya, dan internalisasi, yaitu
peresapan dan penghayatan yang sangat mendalam dalam rangka ma’rifat (mengenal)
sang pemberi, untuk apa dan bagaimana nikmat itu diberikan.
2. Materi Akhlak, terdapat dalam Al Qur’an, yaitu:
a. Surat Luqman.
Nilai-nilai pendidikan akhlak mulia juga ditunjukkan dalam surat Luqman mulai dari
ayat 12 sampai dengan ayat 19, dengan komposisi bahwa ayat 12 dan 14 tentang
bersyukur, ayat 14 dan 15 tentang berbakti kepada kedua orang tua, ayat 17 tentang
sabar, ayat 18 tentang etika berkomunikasi, berjalan dan bersuara (bergaul dengan
masyarakat).
Pada ayat ke 14 Surat Luqman, materi akhlak menekankan kepada anak agar senantiasa
mengormati ibu terlebih dahulu, ini disebabkan karena ibu telah melahirkannya dengan
susah payah, kemudian memeliharanya dengan kasih sayang yang tulus ikhlas, sehingga
ibu berpotensi untuk tidak dihiraukan oleh anak karena kelemahan ibu yang berbeda
dengan bapak. Di sisi lain peranan bapak dalam konteks kelahiran anak lebih ringan di
banding dengan peranan ibu
Dalam ayat 17, Luqman memerintahkan anaknya agar bersikap sabar terutama dalam
menjalankan perintah Allah, karena semua itu membutuhkan tenaga dan usaha yang
tidak sedikit serta keteguhan hati yang tak berisiko tinggi. Dalam konteks inilah,
idealnya sabar harus dimiliki setiap anak, karena dengan kesabaran, anak akan dapat
mengahadapi segala persoalan yang arif dan dewasa serta tidak cepat putus asa. Di
sinilah pentingnya materi sabar dalam pendidikan untuk anak-anak, dan ini telah
dibuktikan Luqman al-Hakim kepada anaknya

Pendidikan Aklak lainnya dapat disaksikan dalam ayat 18-19 yang menyangkut masalah
etika berkomunikasi, berjalan, bertutur kata, dan bertutur sapa (bergaul dengan
masyarakat). Ayat tersebut terdapat dalam term sebagai berikut: ”wala tusha’ir khaddaka
li al-nasi wala tamsyi fi al-ardli maraha”. Al-Sha’r secara etimologis berarti
memalingkan leher dan muka ke arah lain dengan perasaan sombong
3. Materi tentang ibadah dalam Al-Qur’an.
Ibadah adalah sutu kegiatan penghambaan seorang manusia kepada Allah, ketaatan
terhadap apa yang telah diperintahkannya. Oleh karenanya ibadah digolongkan dalam
dua kategori yaitu ibadah Mahdzoh (seperti syahadat, shalat dan lain-lain) dan ibadah
ghoiru mahdzoh (beramal sholeh, yang didalamya termasuk berakhlakul karimah).
Di dalam Al Qur’an perintah ibadah sangat banyak sekali. Namun yang secara langsung
tersurat kontek pendidikan ibadah di antaranya adalah:
a. Surat Luqman.
Pada ayat 12 dan 14 terdapat materi pendidikan ibadah yaitu perintah bersyukur kepada
Allah yang disampaikan oleh Luqman kepada anakanya. Syukur atas nikmat dan karunia
dari Allah merupakan bentuk ungkapan terima kasih seorang hamba kepada Sang
Khaliq.

Ungkapan syukur dapat diimplementasikan melalui:


1) Lisan atau ucapan disebut syukur bil qoul
2) Hati atau wajah dengan menampakkan gembira disebut syukur bil qolbi
3) Penglihatan atau perbuatan disebut syukur bil fi’li
Sedangkan pada ayat 17 terdapat pendidikan ibadah dari Luqman kepada anaknya dalam
bentuk perintah sholat, amar ma’ruf-nahi munkar dan perintah bersabar. Perintah ibadah
dalam ayat ini saling berkaitan satu sama lain, karena shalat membawa dampak
terlindungi dari perilaku mungkar . Sementara rintangan yang mempengaruhi kewajiban
amar ma’ruf dan nahi mungkar tidaklah ringan. Karenaya diperlukan sikap sabar dalam
menjalankan perintah Allah swt. tersebut.

http://referensiagama.blogspot.com/2011/07/ayat-ayat-tentang-materi-pendidikan.html

6. Definisi Alquran
Definisi Al-Qur'an menurut bahasa berarti "bacaan" seperti yang terdapat dalam firman-
Nya Surah Al-Qiyamah ayat 17-18.

ISTIMEWA

Inna 'alainaa jam'ahuu wa qur`aanah

ISTIMEWA

Fa izaa qara`naahu fattabi' qur`aanah

Artinya: Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan


(membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah
bacaannya itu.

Sedangkan menurut istilah, Al-Qur'an berarti “Kalam Allah yang merupakan mukjizat yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad saw melalui perantara malaikat Jibril untuk disampaikan
kepada manusia sebagai petunjuk, diturunkan secara mutawatir dan membacanya merupakan
ibadah".

Definisi secara istilah di atas memiliki penjabaran yang dapat memaknai masing-masing kata.

1. Kalam Allah (kalamullah)

Kata-kata paling indah di muka bumi ini adalah Al-Qur'an yang merupakan kalam Allah ta'ala.
Al-Qur'an adalah kalimat-kalimat suci yang bukan berasal dari manusia, jin, setan atau malaikat.
Kesucian kalamullah tersebut tidak ada yang mampu menandinginya bahkan meski hanya satu
ayat.

Seorang jawara sastra pada masa Nabi saw bernama Abdul Walid pernah berkata, "Aku belum
pernah mendengar kata-kata seindah itu. Itu bukanlah syair, bukanlah sihir, dan bukan pula kata-
kata ahli tenung. Sesungguhnya Al-Qur’an itu ibarat pohon yang daunnya rindang, akarnya
terhujam hingga ke dalam tanah. Susunan kata-katanya manis dan enak didengar. Itu bukanlah
kata-kata manusia, ia tinggi dan tak ada yang dapat mengatasinya,”

2. Mukjizat Nabi Muhammad saw


Mukjizat bermakna sesuatu hal yang luar biasa yang tidak mungkin didapat oleh manusia biasa
melainkan khusus bagi para nabi dan rasul untuk meneguhkan kenabian dan kerasulan mereka
serta untuk menunjukkan kebesaran Allah Swt. Begitulah Al-Qur'an sebagai salah satu mukjizat
Nabi Muhammad saw tidak mungkin diterima oleh orang lain.

3. Mutawatir

Mutawatir berarti berangsur-angsur. Proses turunnya Al-Qur'an tidak diturunkan secara langsung
sebanyak 30 juz tetapi secara berkala ayat demi ayat. Para ulama ada yang berpendapat jika
waktu turunnya Al-Qur’an adalah selama 23 tahun, ada pula yang merincikannya selama 22
tahun, 2 bulan dan 22 hari.

4. Untuk disampaikan kepada manusia

Al-Qur’an sebagai mukjizat yang diturunkan kepada seorang Rasul, harus disampaikan kepada
umatnya karena hal tersebut merupakan tugas dari seorang rasul. Di dalam Al-Qur’an kerap kita
jumpai bahwa Allah menyapa bukan hanya untuk orang yang beriman tetapi juga seluruh
manusia.

5. Membacanya adalah ibadah

Meski hanya satu huruf, membaca Al-Qur’an dengan niat tulus karena Allah Swt akan bernilai
ibadah dan berpahala besar. Hal ini berdasarkan salah satu hadis yang berbunyi, "Bacalah Al-
Qur’an, karena sesungguhnya Allah akan memberi pahala kepadamu karena bacaan itu pahala
untuk setiap hurufnya sebanyak 10 kebaikan. Saya tidak mengatakan kepada kalian bahwa ‘alif-
laam-mim’ itu satu huruf, tetapi ‘alif’ satu huruf, ‘laam’ satu huruf dan ‘miim’ satu huruf.” (HR.
Hakim).

https://akurat.co/news/id-904359-read-5-penjabaran-definisi-alquran-kata-demi-kata

7. Fungsi Alquran
1. Untuk Memantapkan Iman Islam
Al-Qur’an diciptakan untuk dibaca dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan begitu, kita secara langsung akan membentuk dan memantapkan iman kita.
Kitab suci ini senantiasa akan membuat kita yakin bahwa Islam adalah satu-satunya agama di
dunia yang pantas dianut.
2. Penyempurna Banyak Kitab Sebelumnya
Ya, Al-Qur’an bukanlah kitab pertama yang turun ke bumi.
Sebelum Al-Qur’an, Allah menurunkan kitab lainnya untuk para nabi sebelum Nabi
Muhammad saw., seperti Zabur dan Taurat.
Nah, fungsi Al Quran adalah sebagai pelengkap kitab-kitab tersebut.
3. Hukum dan Tuntunan dalam Menjalani Hidup
Setiap umat Islam wajib berpaling kepada Al-Qur’an dalam menjalani hidup.
Kitab ini mengatur semua yang berhubungan dengan kehidupan, termasuk perdagangan,
zakat, pembagian harta, dan masih banyak lagi.
4. Menjawab Masalah Hidup
Ketika sedang dilandar masalah, berpalinglah kepada Allah Swt. dengan membaca ayat-ayat
suci Al-Qur’an.
Setiap permasalahan hidup bisa kamu temukan solusinya di dalam Al-Qur’an.
Selain menyelesaikan masalah, kamu juga akan merasa lebih dekat dengan Allah Swt.
Terlebih, sering membaca Al-Qur’an juga bisa membuat doa cepat terkabul, lo!
5. Menjelaskan Prilaku Manusia
Fungsi Al Quran selanjutnya adalah untuk menjelaskan prilaku manusia.
Beberapa ayat suci Al-Qur’an menjelaskan serta membandingkan perilaku manusia dengan
makhluk hidup lainnya.
Salah satunya adalah pemberian akal, yang mana tidak dimiliki binatang dan tumbuhan.
6. Sebagai Mukjizat dari Allah Swt.
Sebelum Nabi Muhammad saw., mukjizat yang diturunkan biasanya berupa kelebihan
kekuatan fisik.
Contoh mukjizat yang dimaksud adalah berbicara dengan binatang atau menyembuhkan luka
orang lain.
Lain halnya dengan Rasulullah saw. yang menerima Al-Qur’an sebagai mukjizat.
7. Petunjuk Jalan Lurus
Jangan takut tersesat jika kamu sudah mengamalkan ajaran-ajaran Al-Qur’an.
Al-Qur’an akan menuntutmu ke jalan yang benar dan lurus.
Di dalamnya juga tertulis banyak peringatan-peringatan dan dosa besar mau pun kecil yang
harus kamu hindari.
Fungsi Al Quran sebagai Sumber Ilmu
Ya, bukan hanya buku-buku ilmiah yang mengandung ilmu!
Al-Qur’an juga menyimpan pengetahuan dunia yang tidak ditulis di banyak buku.
Berikut adalah fungsinya:

Mengajarkan ilmu tauhid

Mengajarkan ilmu tasawuf

Mengajarkan ilmu filsafat Islam

Mengajarkan ilmu pendidikan Islam

Mengajarkan ilmu hukum

Mengajarkan ilmu sejarah Islam


Fungsi Al Quran dalam Agama Islam
Secara garis besarnya, fungsi kitab suci Al-Qur’an dibagi menjadi 4.
Semuanya berperan penting dalam kehidupan manusia.
Adapun, fungsinya adalah sebagai berikut:

Sebagai obat (Al-Asyifa): Al-Qur’an diciptakan sebagai obat penyembuh penyakit mental.

Sebagai petunjuk (Al-Huda): Al-Qur’an diciptakan sebagai petunjuk bagi orang-orang


bertakwa dan beriman.
Sebagai nasihat (Al-Mau’izah): Al-Qur’an berisi tentang nasihat untuk menjalani hidup atas
nama Allah Swt.

Sebagai pemisah (Al-Furqon): Al-Qur’an menjelaskan pemisahan antara hak dan yang batil,
benar dan salah, serta baik dan buruk.

https://www.99.co/blog/indonesia/fungsi-al-quran/

8. Sejarah turun dan penulisan Alquran


Al Quran di turunkan melalui perantara malaikat Jibril yang menyampaikan langsung
kepada Nabi Muhammad. Proses turunnya Al Quran berlangsung selama 22 tahun , 2 bulan
dan 22 hari secara berangsur-angsur.
Wahyu pertama yang turun adalah Surat Al ‘Alaq ketika Nabi Muhammad berusia 40 tahun
pada tanggal 17 Ramadhan di Gua Hira. Wahyu yang selanjutnya di turunkan jedanya
selama 3 tahun.
Adapun urutan ayat dan surat yang ada di dalam Al Quran saat ini bukanlah berdasarkan
diturunkannya ayat dan surat tersebut.
Adapun lokasi penurunannya di bagi menjadi dua, yaitu di Makkah dengan jumlah 86 surat
yang diturunkan selama 13 tahun, dan digolongkan ke dalam surat Makiyyah. Serta di
Madinah dengan jumlah 28 surat yang diturunkan selama 10 tahun dan di golongkan ke
dalam surat Madaniyyah.
Periode Diturunkannya Al Quran
Periode Makkah pertama selama 4 sampai dengan 5 tahun. Pada masa ini, dakwah Islam
masih terbatas pada ruang lingkup yang kecil, dan ayat yang diturunkan pun pada umumnya
membahas tentang pelajaran bagi Rasulullah untuk membentuk kepribadiannya,
pembahasan tentang dasar-dasar akhlak Islamiyah, pengetahuan tentang sifat Allah serta
bantahan mengenai pandangan hidup di masyarakat Jahiliyah kala itu.
Periode Makkah kedua selama 4 sampai dengan 9 tahun. Pada masa ini dakwah Islam sudah
mulaiterbuka. Masyarakat Makkah sudah mulai berfikir untuk menghalangi dakwah. Ayat-
ayat yang diturunkan pada masa ini umumnya tentang kewajiban sebagai seorang muslim,
pembaasan tentang ke esaan Allah, pembahasan tentang hari kiamat, serta ancaman dan
kecaman kepada orang musyrik yang mempunyai prilaku buruk.
Periode Madinah selama 10 tahun. Rasulullah mulai hijrah dari Makkah ke Madinah, dan
masyarakat sekitar mulai terbentuk keimanannya. Disana, masyarakat Yahudi dan Islam
hidup berdampingan, namun seiring berjalannya waktu, kaum Yahudi pun mulai ikut
menentang dakwah Nabi Muhammad SAW.
Awal Mula Dibukukannya Al Quran
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa ayat-ayat Al Quran diturunkan secara
berangsur-angsur. Pada saat itu, kertas belum ada di Arab, meskipun sudah ditemukan di
China.
Karena Nabi Muhammad tidak bisa membaca dan menulis, maka ketika menerima Wahyu,
beliau langsung menyampaikannya kepada para sahabat. Para sahabat lalu menghafalkannya
di luar kepala. Bagi yang bisa menulis, diminta untuk menuliskannya di atas kulit pohon,
batu, kain, kulit hewan dan lain sebagainya.
Untuk menjaga kemurnian Al Quran, setiap tahun malaikat Jibril bersama Rasululah selalu
mengulang hafalan Al Quran. Bahkan di tahun terakhir menjelang wafatnya, Nabi
Muhammad bersama malaikat jibril mengulangi hafalannya sebanyak dua kali.
Pembukuan Al Quran pertama kali dilakukan pada masa Abu Bakar Ash Shiddiq atas usulan
dari Umar bin Khaththab. Hal ini terjadi karena Umar khawatir atas kemurnian Al Quran
karena tidak sedikit dari para penghafal yang mati Syahid karena ikut berperang.
Pembukuan itu dipimpin oleh Zaid bin Tsabit dengan cara mengumpulkan ayat-ayat yang
sudah pernah dituliskan oleh para sahabat di batu, kain, kulit pohon, kulit hewan dan lain
sebagainya. Hasil dari hall tersebut adalah pembukuan resmi Al Quran yang pertama
kalinya.
Al Quran yang sudah disatukan menjadi buku tersebut lalu disimpan oleh Abu Bakar sampai
ia meninggal dunia. Setelahnya, di simpan oleh Umar sampai ia meninggal, dan diteruskan
oleh anaknya yaitu Hafsah.
Pada masa Khalifah Utsman bin Affan, Al Quran pertama kalinya di gandakan dan di
distribusikan. Hal ini terjadi karena Islam sudah tersebar luas sampai ke Iran. Setelah itu,
penggandaan dan pendistribusian Al Quran kembali dilanjutkan oleh Huzaifah bin Yaman.

http://kedesa.id/id_ID/sejarah-singkat-bagaimana-diturunkannya-al-quran/

9. Karakteristik Alquran
1) Al-Quran adalah Kitab Ilahi
Al-Quran berasal dari Allah SWT, baik secara lafal maupun makna. Diwahyukan oleh Allah
SWT kepada Rasul dan Nabi-Nya; Muhammad saw melalui ‘wahyu al-jaliy’ wahyu yang
jelas. Yaitu dengan turunnya malaikat utusan Allah, Jibril a.s untuk menyampaikan wahyu
kepada Rasulullah SAW yang manusia, bukan melalui jalan wahyu yang lain ; seperti ilham,
pemberian inspirasi dalam jiwa, mimpi yang benar atau cara lainnya.
ْ َ ‫صل‬
ٍ ِ‫ت ِم ْن لَد ُْن َح ِك ٍيم خَ ب‬
‫ير‬ ْ ‫الر ِكتَابٌ أُحْ ِك َم‬
ِّ ُ‫ت آَيَاتُهُ ثُ َّم ف‬
Artinya : Alif laam raa, (Inilah) suatu Kitab yang ayat-ayatNya disusun dengan rapi serta
dijelaskan secara terperinci yang diturunkan dari sisi (Allah) yang Maha Bijaksana lagi
Maha tahu ( Huud 1)
 
2) Al-Quran adalah Kitab Suci yang terpelihara
Diantara karakteristik Al-Quran yang lainnya adalah ia merupakan kitab suci yang
terpelihara keasliannya. Dan Allah SWT sendiri yang menjamin pemeliharaannya, serta tidak
membebankan hal itu pada seorang pun. Tidak seperti yang dilakukan pada kitab-kitab suci
selainnya, yang hanya dipelihara oleh umat yang menerimanya. Hal ini sebagaimana
dijelaskan dalam firman Allah SWT :
ِ ‫ب هَّللا‬
ِ ‫بِ َما ا ْستُحْ فِظُوا ِم ْن ِكتَا‬
…. disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah … (Al-Maidah 44)
Adapun makna dipeliharanya al-Quran adalah Allah SWT memeliharanya dari pemalsuan
dan perubahaan terhadap teks-teksnya, seperti yang terjadi terhadap Taurat, Injil, dan
sebelumnya.
3) Al-Quran adalah Kitab suci yang menjadi Mukjizat
Diantara karakteristik Al-Quran adalah kemukjizatannya. Ia adalah mukjizat terbesar yang
diberikan kepada Nabi Muhammad SAW sehingga bangsa arab hanya menyebut-nyebut
mukjizat itu saja, tidak yang lainnya, meskipun dari beliau terjadi mukjizat yang lain yang
tidak terhitung jumlahnya.
4) Al-Quran adalah Kitab Suci yang menjadi Penjelas dan dimudahkan
Pemahamannya
Al-Quran adalah kitab yang memberi penjelasan dan mudah dipahami. Tidak seperti kitab
filsafat, yang cenderung untuk menggunakan simbol-simbol dan penjelasan yang sulit, tidak
pula seperti kitab sastra yang menggunakan perlambang-perlambang, yang berlebihan dalam
menyembunyikan substansi, sehingga sulit dipahami akal.
Allah SWT menurunkan Al-Quran agar makna-maknanya dapat ditangkap, hukum-
hukumnya dapat dimengerti, rahasia-rahasianya dapat dipahami, serta ayat-ayatnya dapat
ditadabburi. Oleh karena itu Allah SWT menurunkan Al-Quran dengan jelas dan memberi
penjelasan, tidak samar dan sulit dipahami. Sebagaimana firman Allah SWT :
‫َولَقَ ْد يَسَّرْ نَا ْالقُرْ آَنَ لِل ِّذ ْك ِر فَهَلْ ِم ْن ُم َّد ِك ٍر‬
Artinya : Dan Sesungguhnya Telah kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, Maka
Adakah orang yang mengambil pelajaran? (Al-Qomar 17)
5) Al-Quran adalah Kitab Suci yang Lengkap
Al-Quran adalah kitab agama yang menyeluruh, pokok agama dan ruh wujud islam. Darinya
disimpulkan konsep akidah Islam, tatacara ibadah, tuntutan akhlak, juga pokok-pokok
legislasi dan hukum. Allah SWT berfirman :
َ ‫ك ْال ِكت‬
‫َاب تِ ْبيَانًا لِ ُك ِّل َش ْي ٍء‬ َ ‫َونَ َّز ْلنَا َعلَ ْي‬
Artinya :   ..dan kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala
sesuatu (An-Nahl 89)
6) Al-Quran adalah Kitab Suci Seluruh Zaman
Makna Al-Quran sebagai kitab keseluruhan zaman adalah ia merupakan kitab yang abadi,
bukan kitab bagi suatu masa tertentu, yang kemudian habis masa berlakunya. Maksudnya,
hukum-hukum Al-Quran, perintah dan larangannya, tidak berlaku secara temporer dengan
suatu kurun waktu tertentu, kemudian habis masanya.
7) Al-Quran adalah Kitab suci bagi Seluruh Umat Manusia
Al-Quran bukanlah kitab yang hanya ditujukan pada suatu bangsa, sementara tidak kepada
bangsa yang lain, tidak juga untuk hanya satu warna kulit manusia, atau suatu wilayah
tertentu. Tidak juga hanya bagi kalangan yang rasional, dan tidak menyentuh mereka yang
emosional dan berdasarkan intuisi.Tidak juga hanya bagi rohaniawan, sementara tidak
menyentuh mereka yang materialis. Al-Quran adalah kitab bagi seluruh golongan manusia.
Allah SWT berfirman :
َ‫إِ ْن ه َُو إِاَّل ِذ ْك ٌر لِ ْل َعالَ ِمين‬
Artinya : Al-Quran itu tiada lain hanyalah peringatan bagi alam semesta (At-Takwir 27)
https://www.alhikmah.ac.id/karakteristik-al-quran/

10. Macam-macam tafsir Alquran


1. Tafsir Bil Ma’tsur (Tafsir Riwayah)
Tafsir Bil Ma’tsur merupakan metode penafsiran ayat Al-Qur’an satu dengan ayat lainnya,
penafsiran hadits dengan perkataan sahabat Nabi SAW.
Kenapa dengan perkataan sahabat nabi?

Karena para sahabat nabi yang lebih memahaminya. Dan mereka yang mendengar Nabi
Muhammad SAW berkata secara langsung.
Hukum tafsir ini merupakan hukum terkuat dan harus dijalani. Karena merupakan pengetahuan
yang benar, tidak menyesatkan.

Tafsir ini juga dapat dijadikan penjaga diri agar tidak tersesat dalam memahami kitab Allah
SWT.

Berikut ini kitab-kitab tafsir bil ma’tsur:

 Jami’ul bayan fi tafsiril qur’an


 Ma’alimut tanzil
 Al muharrir al wajiz fi tafsir al kitab al aziz
 Tafsirul qur’anil adzim
 Darul mansur fi tafsiri bil ma’tsur
 Bahrul ‘ulum
 Fathul qadir, Dll.

2. Tafsir Bi Rayi’ (Tafsir Dirayah)


Terbagi menjadi 2, yaitu:

Tafsir bir ra’yi al mahmud (diperbolehkan)


Tafsir jenis ini merupakan metode penafsiran Al-Qur’an dengan ijtihad berdasarkan ilmu ushul,
dalam ilmu lughah, ilmu syar’i atau ulumul qur’an.

Berikut ini kitab-kitab Tafsir bir ra’yi al mahmud:

 Mafatihul ghaib
 Al jami’ liahkami qur’an
 Madarikut tanzil wa haqa’iqut ta’wil
 Irsyad al aql as-salim ila’ majaya al-qur’anul karim
 Al bahrul muhith
 Al jalalain, Dll.

Tafsir al mazhmum (terlarang)
Merupakan metode penafsiran al-qur’an tidak berdasarkan ilmu atau hanya mengikuti logika dan
hawa nafsu pribadi.

Berikut ini kitab-kitab Tafsir al mazhmum:

 Mu’tazilah
o Amaly syarif al murtadha
o Al-kasyaf’an haqa’iq tanjil wa’uyun aqawil fi wujuh at-ta’wil.
 Syiah
o Hasan al-askari
o Majmu’ul bayan li ulumil qur’an
o Ash-shafi fi tafsiril qur’an, Dll.
 Zayidiyah
o Gharibul qur’an
o Ismail bin ali al-busty al zayidi tahdzib, Dll.

3. Tafsir Bil Isyarah (Tafsirul Isyari)


Merupakan metode penafsiran yang menggunakan isyarat suci dari riyadhah ruhiyah.
Tafsir ini biasa disebut dengan tafsir sufi atau tasawuf. Hukum tafsir ini adalah ikhtilaf, yaitu ada
yang melarang namun ada juga yang menerima.
Berikut ini kitab-kitab Tafsir Bil Isyarah:

 Al-Qur’an al karim
 Haqaiqut tafsir
 Al kasf wal bayan
 Ibnu ‘arabi
 Ruhul ma’ani.

4. Tafsir Fuqaha
Tafsir ini merupakan metode penafsiran dengan menonjolkan tafsiran hukum dalam Al-Qur’an.

Tafsir ini ada yang diperbolehkan untuk dijadikan pedoman, ada juga yang melarangnya.

Berikut ini kitab-kitab Tafsir Fuqaha:

 Ahkamul qur’an
 Ahkam al-qur’an
 Al jami’ liahkamil qur’an
 Ats-tsamratul yani’ah, Dll

5. Tafsir Kontemporer
Merupakan kumpulan kitab tafsir yang ditulis oleh ulama kontemporer.

Berikut ini kitab-kitab Tafsir Kontemporer:

 Jawahir fi tafsiril qur’an


 Al-manar
 Al-maraghy
 Al munir fil aqidah, Dll.

6. Tafsir Maudhu’i
Merupakan metode penafsiran dengan menyusun ayat Al-Qur’an menjadi sebuah tema.

Contoh kitab tafsir maudhu’i yaitu Al- futuhat al rabbaniyyah fi al tafsir al mawdhu’i li al


ayatal qur’aniyyah.

https://dalamislam.com/landasan-agama/tafsir/macam-macam-tafsir
11. I’jaz Alquran
1. Pengertian I’jaz Al-Qur'an
Secara etimologi: kata I’jaz adalah isim mashdar dari ‘ajaza-yu’jizu-I’jazan yang
mempunyai arti “ketidak berdayaan dan ketidakmampuaan”. Jika Kata i’jaz diambil dari
kata kerja a’jaza-i’jaza yang berarti melemahkan atau menjadikan tidak mampu dan ketidak
berdayaan Ini sejalan dengan firman Allah SWT yang berbunyi.
)31( ‫ي َسوْ َءةَ أَ ِخ ْي (المائدة‬ ُ ِ ‫اال ُغ َرا‬ ْ ‫ت أَ ْن أَ ُكوْ نَ ِم ْث َل هَ َذ‬
ُ ‫أَ ْع َج َز‬ 
ِ ‫ب فَأ َو‬
َ ‫ار‬
Artinya:
“…Mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku dapat
menguburkan mayat saudaraku ini” (QS. Al Maidah (5): 31)
Lebih jauh Al-Qaththan mendefinisikan I’jaz dengan:
‫ب ع َْن ُم َع ِج َزتِ ِه ْال َخالِ َد ِة َو ِه َي ْالقُرْ انُ َو َعجْ ِر‬ ِ ‫ار َعجْ ِز ْال َع َر‬ ِ َ‫صلَى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فِى َد ْع َوى ال ِّر َسالَ ِة بِاظه‬
َ ‫ق النَّبِ ِِّي‬
ِ ‫ص ْد‬ ْ ِ‫إ‬
ِ ‫ظهَا ُر‬
ِ َ‫األَجْ ي‬.ْ
‫ال بَ ْع َدهُ ْم‬
Artinya:
“Memperlihatkan kebenaran Nabi SAW. atas pengakuan kerasulannya, dengan cara
membuktikan kelemahan orang Arab dan generasi sesudahnya untuk menandingi
kemukjizatan Al-Qur'an.”
Jadi bisa di definisikan secara terminology I’jazul Qur’an: Penampakan kebenaran kerasulan
Nabi Muhammad SAW. dalam ketidakmampuan orang Arab untuk menandingi mukjizat
nabi yang abadi, yaitu Al-Qur’an. I’jazul Qur’an merupakan kekuatan, keunggulan dan
keistimewaan yang dimiliki Al-Qur’an yang menetapkan kelemahan manusia, baik secara
terpisah maupun berkelompok-kelompok, untuk bisa mendatangkan minimal yang
menyamainya. Kadar kemukjizatan Al-Qur’an itu meliputi tiga aspek, yaitu : aspek bahasa
(sastra, badi’, balagah/ kefasihan), aspek ilmiah
Pelakunya (yang melemahkan) dinamai mu’jiz. Bila kemampuannya melemahkan pihak lain
amat menonjol sehingga mampu membungkam lawan, ia dinamai mukjizat. Tambahan ta’
marbhuthah pada akhir kata itu mengandung makna mubalighah (superlatif).
Mukjizat didefinisikan oleh pakar agama Islam, antara lain sebagai suatu hal atau peristiwa
luar biasa yang terjadi melalui seorang yang mengaku Nabi, sebagai bukti kenabiannya
sebagai tantangan bagi orang ragu, untuk melakukan atau mendatangkan hal serupa, tetapi
tidak melayani tantangan itu. Dengan redaksi yang berbeda, mukjizat didefinisikan pula
sebagai suatu yang luar biasa yang diperlihatkan Allah SWT. Melalui para Nabi dan Rasul-
Nya, sebagai bukti atas kebenaran pengakuan kenabian dan kerasulannya. Atau Manna’ Al-
Qhathan mendefinisikannya demikian:
‫ض ِة‬ َ ‫ار‬ َ ‫ق لِ ْل َعا َد ِة َم ْقرُوْ ٌن بِالتَّ َحدِّيْ َسالِ ٌم َع ِن ْال ُم َع‬ ِ َ‫أَ ْم ُر خ‬.
ٌ ‫ار‬
Artinya:
“Suatu kejadian yang keluar dari kebiasaan, disertai dengan unsur tantangan, dan tidak akan
dapat ditandingi.”

https://www.kompasiana.com/ukonpurkonudin/552a1b3c6ea834717b552d05/ijaz-
alquran-mukjizat-nubuwah-nabi-muhammad-saw

C. BidangKeilmuan : Keislaman
RuangLingkupMateri : Hadits
Materi :
1. Hadis tentang bersuci
THAHARAH
AKKata thaharah bersal dari bahasa Arab ُ‫ار‬nَ‫اَلطَه‬  yang secara bahasa artinya  kebersihan atau
bersuci. Thaharah menurut syari’at Islam ialah suatu kegiatan bersuci dari hadas maupun najis
sehingga seorang diperbolehkan untuk mengerjakan suatu ibadah yang dituntut harus dalam
keadaan suci seperti shalat. Kegiatan bersuci dari najis meliputi bersuci pakaian dan tempat.
Sedangkan bersuci dari hadas dapat dilakukan dengan cara berwudhu, mandi dan tayammum
serta mandi.

B.     DALIL-DALIL TENTANG THAHARAH

َ‫اِنَ هللاَ يُ ِحبُ التَ َوابِ ْينَ َويُ ِحبُ ْال ُمتَطَ ِه ِر ْين‬
Artinya:
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyucikan diri.”    (QS. Al-
Baqarah: 222)

َ ‫اَل يُ ْقبَ ُل هللاِ ال‬


‫صاَل ةَ بِ َغي ِْر طَهُوْ ُر‬

Artinya:
            “Allah tidak akan menerima shalat yang tidak dengan bersuci.” (HR. Muslim)

Sebagaiman telah dijelaskan sebelumnya bahwa, thaharah merupakan kegiatan bersuci dari  najis
maupun hadas.untuk mengetahui mana yang dimaksud dengan najis dan mana yang dimaksud
dengan hadas.  Maka dari itu, di bawah ini akan dibahas mengenai najis dan hadas.

C.     ALAT-ALAT UNTUK BERSUCI


1.      Air, dasar penggunaan air untuk bersuci  dari najis adalah pernyataan Rasulullah berikut
ini:
َ ِ‫اَ ْل َما ُء اَل يُنَ ِج ُسهُ َش ْي ٌء اِاَل َما َغل‬
‫ب َعلَى طَ ْع ِم ِه اَوْ لَوْ نِ ِه اَوْ ِري ِْح ِه‬
Artinya:
“Air itu tidaklah menyebabkan najisnya sesuatu, kecuali jik berubah rasanya, warnanya atau
baunya.”(HR. Ibn Majjah dan Baihaqi)

Dalam kajian ilmu fikih, dikenal tiga macam air, yaitu sebagai berikut.
a.       Air Mutlak
Air mutlak ialah air yang suci dan dapat digunakan untuk bersuci serta untuk
mencuci.  Seperti untuk berwudhu, mandi, dan membersihkan najis.
Contoh airnya adalah seperti air hujan, air salju atau es atau embun, air laut dan begitu juga
dengan air zamzam.
·         Air hujan
Sebagaimana firman Allah:
‫َويُن َِز ُل َعلَ ْي ُك ْم ِمنَ ْال َس َما ِء َما ًء لِيُطَ ِه ُر ُك ْم بِ ِه‬
Artinya:
        “Dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk menyucikan kamu dengannya.”
          (QS. Al-Anfal:11)
·         Air laut, sebagaimana Sabda Rasulullah:
ُ‫هُ َو ْالطَهُوْ ُر َما ُؤهُ ْال ِح ُل َم ْيتَتُه‬
Artinya:
“Laut itu airnya suci, bangkainya pun halal.”( HR.al-Khamsah)
·          Air zamzam
Hadis yang diriwayatkan oleh Ali r.a:
َ ‫ب ِم ْنهُ فَنَت ََو‬
ْ‫ضاء‬ ٍ ْ‫ َدعَا بِ ِسج‬.‫ م‬.‫اَنَ َرسُوْ َل هللْا ِ ص‬
َ ‫للل ِم ْن َماء ٍل زَ ْمزَ َم فَ َش ِر‬
Artinya:
“Bahwasanya Rasulullah saw meminta  dimbilkan satu ember zamzam, kemudian beliau minum
dan berwudhu dengan air zamzam tersebut.”(HR.Ahmad)
b.      Air musta’mal
Air musta’mal ini adalah air sisa yang mengenai badan manusia  karena telah digunakan
untuk wudhu atau mandi. Air musta’mal disini maksudnya bukanlah air yang sengaja ditampung
dari bekas mandi atau wudhu. Tetapi adalah percikan air wudhu atau air mandian yang
bercampur dengan air dalam bejana atau bak.
Dalam berbagai ungkapan hadis, air musta’mal tidaklah najis, sehingga penggnaannya adalah
sah.
Seperti hadis riwayat Maimunah berikut ini:
َ ‫اح ٍد ِمنَ ْا‬
‫لجنَابَ ِة‬ ِ ‫ت اَ ْغتَ ِس ُل اَنَا َو َرسُوْ َل هللاِ ِم ْن ِانَا ٍء َو‬
ُ ‫ُك ْن‬
Artinya:
“Kami mandi jinabah bersama Rasulullah saw dari satu tmpat air yag sama.”   (HR. Tarmidzi)
c.       Air yang tercampur dengan benda suci atau bukan najis
Air yang bercampur dengan benda suci statusnya akan tetap suci selama kemutlakannya
terjaga, yaitu tidak berubah bau, warna, atau rasanya. Misalnya ketika air itu bercampur dengan
daun bidara, ai sabun, air kapur dan juga seperti lebah, semut dan lain-lain.
2.      Debu yang suci
Ketika  seseorang ingin bersuci (dalam artian bersuci dari hadas), dan dia tidak menemukan air
untuk itu, maka di berikan kemudahan untuk masalah itu. Yaitu dengan bersuci dengan debu,
yang disebut dengan istilah bertayammum.
3.      Benda-benda yang dapat menyerap kotoran, seperti batu, tisu, kayu dan semacamnya.
Dalam hal ini, dikhususkan untuk menghilangkan najis, seperti untuk beristinja’.

NAJIS
Najis menurut bahasa adalah apa saja yang kotor. Sedangkan menurut syara’ berrarti kotoran
yang mengakibatkan shalat tidak sah, seperti darah dan kencing.

B.     PEMBAGIAN NAJIS
   Secara wujud najisnya, najis dibagi kedalm dua macam, yaitu najis ‘ainiyah dan
najis hukmiyah.
a.  Najis ‘Ainiyah adalah semua najis yang berwujud atau dapat dilihat melalui mata atau
mempunyai sifat yang nyata, seperti warna atau baunya. Contohnya adalah seperti kotoran,
kencing dan darah.
b.      Najis Hukmiyah adalah semua najis yang telah kering dan bekasnya sudah tidak ada lagi
serta sudah hilang antara warna dan baunya. Contohnya adalah kencing yang mengenai baju
yang kemudian kering sedang bekasnya tidak nampak.

Sedangkan secara timbangan berat ringannya, najis dibagi kedalam tiga golongan, yaitu
najis mughallazah, mukhaffafah, dan mutawassithah.
a.   Najis Mughallazah adalah adalah najis yang tergolong berat. Najis ini disebut sebagai najis
yang berat karena cara menyucikannya tidak semudah najis-najis yang lain. yang termasuk
kedalam  najis ini adalah anjing dan babi.
     Adapun cara untuk menyucikan najis ini adalah dengan disamak. Cara
penyamakannya dalah                   dengan membasuh najis tersenut dengan air sebanyak tujuh
kali dan salah satu air itu dicampur                  dengan lumpur, baik najis itu
bersifat ‘ainiyah  maupun hukmiyah, baik berada pada tubuh,                          pakaian maupun
tempat shalat.

b.     Najis Mukhaffafah adalah najis yang ringan. Kencing bayi laki-laki yang belum makan
apapun selain susu dan umurnya belum sampai dua tahun. Adapun cara untuk menyucikan najis
ini adalah dengan diperciki air sampai merata, baik najis itu
bersifat ‘ainiyah  maupun hukmiyah, baik berada pada tubuh, pakaian maupun tempat shalat.

           c.       Najis Mutawassithah adalah najis yang sedang atau pertengahan antara kedua


najis                                      sebelumnya. Yaitu najis  selain anjing dan babi atau najis selain
kencin bayi laki-laki yang                          belum makan apapun selain susu. Yaitu seperti
kencing manusia, tahi, binatang dan darah.
     Adapun cara untuk menyucikannya adalah dengan megalirinya air sehingga                                          
dapat menghilagkan bekasnya dan hilang pula seifa-sifatnya, seperti warna, rasa maupun             
baunya, baik najis itu bersifat ‘ainiyah maupun hukmiyah, baik berada pada tubuh, pakaian
maupun tempat shalat.

C.     BENTUK-BENTUK NAJIS
Bersuci dari najis merupakan hal yang wajib dilakukan oleh setiap muslim yang sudah baligh.
Anak kecil, baik laki-laki maupun perempuan perlu dilatih melakukan hal tersebut. Setelah
menginjak usia tujuh tahun, ia harus disuruh untuk bersuci. Dan pada usia sepuluh tahun, ia
harus dipukul jika menolak perintah tersebut
Diantara najis yang harus disucikan adalah sebagai berikut:

1. Babi, termasuk didalamnya daging, tulang, rambut dan kulitnya, hal ini didasarkan pada
firman Allah “....atau daging babi, karena sesungguhnya semua itu adala kotor.”(QS. Al-
An’am:145)
2. Kencing manusia, baik itu masih bayi maupun sudah dewasa, laki-laki ataupun
perempuan. Hal tersebut didasrkan pada hadis nabi saw yang menyebutkan, “Ada
seorang badui kencing di Mesjid Nabi, saat lantainya masih berupa pasir dan batu kerikil.
Nabi pun melarang tindakan itu. Kemudian beliau menyuruh seseorang untuk
membawakan seember air dan menyiramkannya.”(HR. Bukhari dan Muslim)
3. Kotoran manusia. Hal itu sebagaimana sabda Nabi, “Jika salah seorang diantara kamu
pergi untuk buang air besar, hendaklah ia  membawa tiga batu untuk bersuci dengannya,
karena ketiganya sudah cukup memadai baginya.”(HR Abu Dawud, Ahmad, Nasa’i dan
Darimi).
4. Darah Haid. Hal itu didasarkan pada sabda Rasulullah “Apabila pakaian dari salah
seorang diantara kalian terkena darah haid, hendaklah ia menggosoknya, lalu
menyiramnya dengan air, untuk kemudian shalat dengannya.”(HR. Bukhari dan Muslim)
5. Darah nifas, dalam hal ini darah nifas disamakan dengan darah haid.
6. Air liur dan keringat anjing. Hal itu seduah dijelaskan beliau melalui  sabdanya, “Sucinya
bejana adalah salah seorang diantara kalian jika dijilat oleh seekor anjing  adalah dengan
mencucinya tujuh kali dan yang pertama kali adalah dengan tanah.”(HR. Muslim).
7. Kencing dan kotoran binatang atau burung yang tidak boleh dimakan dagingnya.
Misalnya srigala, burung yang memiliki cakar, dan keledai.
8. Madzi, yaitu cairan yang berwarna putih yang keluar dari saluran air kencing saat
seseorang terangsang. Sabda Rasulullah, “Mengenai keluarnya madzi, ada keharusan
wudhu.” (Mutafaqqun ‘alaihi).
9. Wadi, yaitu cairan berwarna putih yang keluar setelah kencing karena suatu penyakit,
kedinginan atau karena sebab lainnya.
10. Sisa atau bekas makan dan minum  babi dan anjing. Sisa makanan dan minuman hewan
ini najis, karena air liurnya bercampur dengan makanan dan minumannya tersebut.
11. Daging bangkai, yaitu daging semua binatang yang hidup di darat, yang kalau  mati
darahnya  tetap mengalir. Sementara binatang yang hidup di dalam air, sperti ikan dengan
berbagai macamnya, jika mati hukunya tidak najis. Adapun binatang yang tidak punya
darah mengalir, seperti lalat, semut, nyamuk dan jangkrik, jika mati tidak merupakan
najis.
12. Darah binatang yang disembelih dan darah yang mengalir deras dari tubuh
manusia  ataupun binatang.
13. Bagian tubuh ternak yang dipotong saat maih hidup.. Rasulullah saw bersabda:

ٌ‫َماقُ ِط َع ِمنَ ْالبَ ِه ْي َم ِة َو ِه َي َحيَةُ فَهُ َو َم ْيتَة‬


Artinya:
“Bangian apapun yang dipotong dari binatang yang masih hidup, adalah bangkai.”
(HR, Abu Dawud dan Tirmidzi)

D.    TATA CARA BERSUCI DARI NAJIS


Kaidah umum yang berlaku dalam bersuci dari najis ialah menghilangkan najis sampai bersih,
tanpa sisa, baik bentuk, rasa, warna maupun baunya. Tetapi, jika ada salah satu najis yang sulit
untuk dihilangkan, maka diberikan  keringanan untuk itu. Misalnya, darah yang sulit dihilangkan
warnanya.

Apabila kita menyiramkan air ketanah atau lantai yang terkena najis, lalu bekasnya hilang, maka
hukumnya sudah suci. Demikian itulah ketentuan yang berlaku, kecuali lidah anjing yang
menjilat bejana. Untuk menyucikan bejana tersebut harus dibasuh tujuh kali yang salah satunya
dengan pasir. Bahkan untuk kehati-hatian, sebaiknya seluruh tahapan dilakukan dengan
menggunakan pasir.
Untuk menyucikan khuf, sepatu atau sandal yang terkena najis, cukup dengan menggosok-
gosokkannnya ke tanah sampai bekasnya hilang.
Bersuci dari najis setelah buang air kecil ataupun besar, cukup dengan menggunakan beberapa
buah batu yang dapat membersihkan bagian yang terkena najis. Namun demikian, akan lebih
baik jika menggunakan air. Dan yang akan lebih baik lagi jika menggunakan air
setelah  beberapa buah batu, dari pada hanya menggunakan air atau batu saja.

Jika tanah yang trerkena najis menjadi kering oleh sinar matahari, atau oleh hembusan angin
yang bisa menghilangkan bekas najisnya, maka hukumnya suci. Dan untuk menyucikan kencing
bayi laki-laki yang hanya menyusu, cukup dengan menyiramkan air secara merata pada bagian
yang terkena. Adapun pakaian yang terkena air kencing bayi perempuan, harus dicuci seperti
kalau mencuci air kencing orang dewasa.

Cara membersihkan najis

o Istinja’ dan Istijmar


Istinja’ dapat dilakukan untuk membersihkan segala hal yang keluar  dari kubul dan dubur
dengan menggunakan air. Dan Istijmar dapat dilakukan dengan benda-benda kering yang punya
daya serap, seperti batu atau benda-benda lainnya.

o Menggosok dan menyiram


    Jika najis itu berupa kotoran , darah  atau darah yang mengenai badan, pakaian atau tempat,
maka        cara membersihkannya adalah dengan digosok kemudian disiram dengan air, sekali
atau beberapa        kali. Sampai hilang bau atau rasa dan warnanya.

HADAS
Hadas secara etimologi ialah seseorang yang tengah berhadas, Sedangkan secara terminologi
ialah sesuatu yang mengkotori aggota tubuh yang bisa mencegah sahnya solat.seperti orang yang
junub, haid, nifas dan lain-lain.

Macam-Macam Hadas

o Hadas kecil
Hadas kecil ialah bila seseorang dalam keadaan bernajis disebabkan buang hajat selama belum
beristinjak, maka ia tetap dalam keadaan berhadas kecil.

o Hadas besar
Hadas besar ialah seseorang dalam keadaan bernajis yang mewajibkan ia mandi sesudah
berhadas besar itu, baru dinamakan ia suci dari hadas besar.
Sebab-Sebab Orang Berhadas
1. Karena bersenggama (bersetubuh suami istri) biar keluar mani atau tidak, maka wajib mandi.
    Firman Allah swt. Dalam surat Al-Maidah ayat 6:
‫َواِ ْن ُك ْنتُ ْم ُجنُبًا فَا طَهَرُوْ ا‬
            Artinya:
            “Jika kamu junub (bersutubuh) maka hendaklah kamu mandi.”
2. Keluar mani baik karena bersutubuh atau tidak seperti bermimpi dan sebagainya, maka wajib
mandi.
3. Sebab buang kotoran (haid). Sabda Rasululloh saw. Yang artinya sebagai berikut:
   Dari ‘Aisyah r.a. berkata: telah bersabda Rasululloh saw. Kepada Fatimah binti Hubaisyi,
katanya:        “Bila datang haidh maka tinggalkanlah shalat (sembahyang) dan bila telah habis
maka mandilah                Anda.” Hadits riwayat Bukhari
4. Karena nifas (darah yang keluar sesudah melahirkan), bila darah nifas itu telah berhenti,
maka                  diwajibkan mandi

Hal-Hal Yang Dilarang Bagi Orang Yang Berhadas


Hadas kecil :

1. Mengerjakan shalat wajib ataupun shalat sunat. Sabda Rasulullah saw.


yang  artinya: “Allah tidak menerima shalat salah seorang kamu bila berhada,sehingga ia
berwudu.” (Hadits riwayat Bukhari)
2. Melakukan thawaf di ka’bah, baik thawaf wajb ataupun thawaf sunat. Dari ‘Aisyah r.a.
bahwasanya Nabi saw. Ketika sampai di makkah , pekerjan yang mula-mula
dikerakannya ialah berwudu’ sesudah itu beliau melakukan thawaf.      ( Hadits riwayat
Bukhari dan Muslim)

Hadas besar
Seseorang yang berhadas besar karena bersutubuh atau bagi wanita karena haidh atau nifas,
dilarang mengerjakan:

1. Shalat (sembahyang) baik wajib maupun sunat.


2. Thawaf di ka’bah, baik fardhu ataupun sunat
3. Menyentuh/memegang dan membaca Al-Qur’an
4. Diam/berhenti didalam mesjid. Sabda Rasulullah saw. yang artinya :Aku tidak
menghalalkan mesjid bagi orang haidh, nifas dan junub. Hadits riwayat Abu Da
5. Berpuasa baik puasa wajib maupun sunat.
6. Mencerai (menthalaq) isteri yang haidh atau nifas. Dari Ibnu Umar r.a. bahwa ia pernah
menceraikan isterinya yang sedang dalam haidh , maka Umar bertanya kepada Rasulullah
saw. maka Nabi menyuruh Ibnu Umar agar kembali kepada isterinya, nantikn sampai I
suci dari haidnya, kemudian jika dikehendakinya boleh di tahannya , tapi bila hendak di
cerai juga boleh di lakukan sebelum ia di campuri. Hadits riwayat Bukhari dan Muslim

           
Cara bersuci dari hada
Berdasarkan jenis-jenis hadas yang  telah diketahui sebelumnya, ada yang disebut hadas kecil
dan ada yang disebut sebagai hadas besar. Perbedaan jenis hadas ini juga berlaku bagi perbedaan
cara menyucikannya.

a.     Cara bersuci dari hadas kecil


Wudhu
Wudhu adalah cara untuk bersuci dari hadas kecil agar seseorang bisa melaksanakan shalat.
Rasulullah saw bersabda:

َ ‫َث َحتَى يَتَ َو‬


‫ضا َء‬ َ ‫اَل يُ ْقبَ ُل هللاُ ال‬
َ ‫صاَل ةَ َم ْن اَحْ د‬

 Artinya:
“Allah tidak akan menerima shalat orang yang masih berhadas sehingga ia berwudhu.”(HR.
Bukhari, muslim dan lainnya)[10]

Cara berwudhu telah digambarkan oleh allah di dalam al-Quran, yaitu:


“Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian hendak mengerjakan shalat, maka basulah wajah
dan tangan kalian sampai siku, dan usaplah kepala kalian dan basulah kaki kalian sampai kedua
mata kaki.” (QS. Al-Maidah:6)

Tayammum
Allah berfirman: “Jika kalian sakit, dalam perjalanan, kembali dari tempat buang air atau
menyentuh perempuan lalu kalian tidak memperoleh air, mak bertayammumlah denagn tanah
yang baik, sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu.” (QS.al-Maidah: 6)
Para ulama berselisih pendapat, apakah tayammum itu kemurhan atau azimah ( keadaan
terdesak)? Sebagian ulama fikih mengatakan, “Ketika tidakada air, tayammum itu azimah. Tetapi
demi uzur, tayammum adalah kemurahan”
b.    
Cara bersuci dari hadas besar
Apabila seseorang sedang berhadas besar, maka yang wajib ia lakukan adalh mandi
wajib. Agar ia kembali suci seperti semula dan dapat melakukan ibadah yang ditntut
harus dalam keadaan suci, seperti shalat.
Cara mandi wajib yang paling sederhana, atau  hanya melakukan hal yang wajib saja,
maka ada dua hal yang dilakukan. Pertama, niat. Dan kemudian mengguyur sekujur
tubuh dengan air yang suci dan menyucikan secara merata.

https://sites.google.com/site/yusminpadanggalosblancos/about-islam/bersuci-atau-
thahara-dalam-islam

2. Hadis tentang ibadah shalat


Berikut hadits tentang sholat:

1. Penghibur Jiwa

Hadits tentang sholat yang pertama mengenai sholat adalah penyejuk hati dan penghibur
jiwa. Maka dari itu, mendirikan sholat bisa mendatangkan kenyamanan.
Berdasarkan hadits riwayat An-Nasa'i dan Ahmad Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda,

َّ ‫ َو ُج ِع َل قُ َّرةُ َع ْينِي فِي ال‬، ُ‫ي ِمنَ ال ُّد ْنيَا النِّ َسا ُء َوالطِّيب‬
Arab: ‫صاَل ِة‬ َّ َ‫ِّب إِل‬
َ ‫ُحب‬

Artinya: dijadikan kesenanganku dari dunia berupa wanita dan minyak wangi. Dan
dijadikan lah penyejuk hatiku dalam ibadah shalat.

Selain itu, Nabi Muhammad juga meminta sahabatnya Bilal untuk mendirikan sholat.
Sebab, ibadah tersebut bisa menyamankan diri seseorang.

Dalam hadist riwayat Abu Dawud, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda,

َّ ‫قُ ْم يَا بِاَل ُل فَأ َ ِرحْ نَا بِال‬


Arab: ‫صاَل ِة‬

Artinya: Wahai Bilal, berdirilah. Nyamankan lah kami dengan mendirikan shalat.

2. Mencegah Perbuatan Keji dan Mungkar

Keutamaan sholat bisa mencegah perbuatan keji dan mungkar. Perbuatan tersebut harus
dihindari karena dibenci oleh Allah SWT.

Berdasarkan ayat tentang sholat dalam Quran Surat Al-Ankabuut ayat 45, Allah SWT
berfirman

Arab: ‫ب َواَقِ ِم الص َّٰلو ۗةَ اِ َّن الص َّٰلوةَ تَ ْن ٰهى َع ِن ْالفَحْ َش ۤا ِء َو ْال ُم ْن َك ِر َۗولَ ِذ ْك ُر هّٰللا ِ اَ ْكبَ ُر ۗ َوهّٰللا ُ يَ ْعلَ ُم َما‬
ِ ‫اُ ْت ُل َمآ اُوْ ِح َي اِلَ ْيكَ ِمنَ ْال ِك ٰت‬
َ‫تَصْ نَعُوْ ن‬

Latin: utlu mā ụḥiya ilaika minal-kitābi wa aqimiṣ-ṣalāh, innaṣ-ṣalāta tan-hā 'anil-faḥsyā`i


wal-mungkar, walażikrullāhi akbar, wallāhu ya'lamu mā taṣna'ụn

Artinya: bacalah Kitab (Al-Qur'an) yang telah diwahyukan kepadamu (Muhammad) dan
laksanakanlah sholat. Sesungguhnya sholat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan
mungkar. Dan (ketahuilah) mengingat Allah (sholat) itu lebih besar (keutamaannya dari
ibadah yang lain). Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.

3. Penolong

Hadist tentang sholat lainnya mengenai pertolongan. Allah SWT dalam Quran surat Al
Baqarah ayat 45 berfirman:

Arab: َ‫صب ِْر َوالص َّٰلو ِة ۗ َواِنَّهَا لَ َكبِ ْي َرةٌ اِاَّل َعلَى ْال ٰخ ِش ِع ْي ۙن‬
َّ ‫َوا ْستَ ِع ْينُوْ ا بِال‬

Latin: wasta'īnụ biṣ-ṣabri waṣ-ṣalāh, wa innahā lakabīratun illā 'alal-khāsyi'īn


Artinya: dan mohon lah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan sholat. Dan
(sholat) itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.

Dalam hadist riwayat Abu Dawud, Hudzaifah radhiyallahu 'anhu, beliau mengatakan,

َ ،ٌ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم إِ َذا َحزَ بَهُ أَ ْمر‬


Arab: ‫صلَّى‬ َ ‫َكانَ النَّبِ ُّي‬

Artinya: dulu jika ada perkara yang menyusahkan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam,
beliau mendirikan sholat.

4. Kebaikan yang Banyak

Keutamaan sholat juga dapat memberikan kebaikan yang banyak bagi umat Islam.
Berdasarkan hadist riwayat Ahmad, dari 'Abdullah bin 'Umar radhiyallahu 'anhuma, Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam mengingatkan tentang sholat pada suatu hari, kemudian
berkata,

Arab: ،‫َان‬ ٌ ‫ َواَل بُرْ ه‬،ٌ‫ظ َعلَ ْيهَا لَ ْم يَ ُك ْن لَهُ نُور‬ ْ ِ‫ َو َم ْن لَ ْم يُ َحاف‬،‫ َونَ َجاةً يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة‬،‫ َوبُرْ هَانًا‬،‫َت لَهُ نُورًا‬
ْ ‫َم ْن َحافَظَ َعلَ ْيهَا َكان‬
‫ف‬
ٍ َ ‫ل‬ َ‫خ‬ ‫ْن‬
‫ب‬ ‫ي‬ ‫ب‬ُ ‫أ‬ ‫و‬ ، ‫م‬ ‫َا‬ ‫ه‬‫و‬ ، ‫ع‬ ْ‫ر‬‫ف‬ ‫و‬ ، ‫ر‬ ‫ا‬
ِ ِّ َ َ َ‫َ انَ َوْ َ ِ َ َ ِ َ َ ُونَ َ ِ َوْ نَ َ َ ان‬ َ ‫ق‬ ‫ع‬ ‫م‬ ‫ة‬ ‫م‬ ‫ا‬ ‫ي‬‫ق‬ ْ
‫ال‬ ‫م‬ ‫ي‬ ‫ك‬َ ‫و‬ ، ٌ ‫ة‬ ‫ا‬‫ج‬َ َ ‫ن‬ ‫اَل‬‫و‬َ

Artinya: Siapa saja yang menjaga sholat maka dia akan mendapatkan cahaya, petunjuk
dan keselamatan pada hari kiamat. Sedangkan, siapa saja yang tidak menjaga sholat, dia
tidak akan mendapatkan cahaya, petunjuk dan keselamatan. Dan pada hari kiamat nanti,
dia akan dikumpulkan bersama dengan Qarun, Firaun, Haman, dan Ubay bin Khalaf.

5. Penggugur Dosa

Hadits tentang sholat yang terakhir berkaitan dengan penghapus dosa. Selain dapat
membuat hati nyaman, melaksanakan sholat bisa membersihkan tubuh dari dosa.

Berdasarkan hadits riwayat Bukhari, diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu,
beliau mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

Arab: ‫ هَلْ يَ ْبقَى ِم ْن د ََرنِ ِه َش ْي ٌء؟‬،‫ت‬ َ ‫ب أَ َح ِد ُك ْم يَ ْغتَ ِس ُل ِم ْنهُ ُك َّل يَوْ ٍم خَ ْم‬
ٍ ‫س َمرَّا‬ ِ ‫أَ َرأَ ْيتُ ْم لَوْ أَ َّن نَ ْهرًا بِبَا‬

Artinya: bagaimana pendapatmu jika di depan pintu rumahmu ada sungai, lalu Engkau
mandi sehari lima kali? Apakah tersisa kotoran di badannya?

Para sahabat menjawab,

Arab: ‫اَل يَ ْبقَى ِم ْن َد َرنِ ِه َش ْي ٌء‬

Artinya: tidak akan tersisa kotoran sedikit pun di badannya

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun bersabda,


Arab: ‫ يَ ْمحُو هللاُ بِ ِه َّن ْالخَ طَايَا‬،‫س‬
ِ ‫ت ْال َخ ْم‬
ِ ‫صلَ َوا‬
َّ ‫فَ َذلِكَ َمثَ ُل ال‬

Artinya: itu adalah permisalan untuk shalat lima waktu. Dengan sholat lima waktu, Allah
Ta'ala menghapus dosa-dosa (kecil).

https://news.detik.com/berita/d-4760405/5-hadits-tentang-sholat-dan-keutamaannya-
yang-lengkap

3. Hadis tentang iman


Khutbah Jum’at Syaikh Abdur Razzaq al-Badr –hafizhahullah–
Sesungguhnya segala puji adalah bagi Allah. Kita memuji, meminta pertolongan, memohon
ampunan, dan bertaubat kepada-Nya. Kita pun berlindung kepada Allah dari keburukan
hawa nafsu dan kejelekan amal-amal kita. Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah
maka tidak ada yang dapat menyesatkannya. Dan barang siapa yang disesatkan oleh-Nya
maka tidak ada lagi yang dapat memberi petunjuk kepadanya. Aku bersaksi bahwa tidak ada
sesembahan yang benar selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Aku bersaksi pula
bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, semoga salawat (pujian) selalu terlimpah
kepadanya, segenap pengikut dan para sahabatnya semua, demikian pula semoga
keselamatan sebanyak-banyaknya senantiasa tercurah kepada mereka.

Amma ba’du, -wahai orang-orang yang beriman, wahai hamba-hamba Allah- bertakwalah
kalian kepada Allah ta’ala, karena barang siapa yang bertakwa kepada Allah maka Allah
akan menjaga dirinya dan menunjukinya kepada kebaikan urusan agama dan dunianya.
Kemudian, ketahuilah -semoga Allah merahmati kalian- sesungguhnya nikmat-nikmat dari
Allah jalla wa ‘ala sangatlah banyak, tak terhingga bilangannya dan tak terbatasi ukurannya.
Allah berfirman (yang artinya), “Apabila kalian berusaha untuk menghitung nikmat Allah
niscaya kalian tidak akan mampu menghingganya.” (Qs. Ibrahim: 24). Sesungguhnya
nikmat Allah jalla wa ‘ala yang paling mulia, kenikmatan-Nya yang paling agung, dan
pemberian-Nya yang paling besar adalah kenikmatan iman. Itulah kenikmatan terbesar dan
anugerah teragung dari Allah tabaraka wa ta’ala kepada siapa saja yang Dia kehendaki di
antara hamba-hamba-Nya. Allah jalla wa ‘ala berfirman (yang artinya), “Akan tetapi Allah
itulah yang membuat iman terasa menyenangkan bagi kalian, membuatnya tampak indah di
dalam hati kalian, dan yang membuat kalian benci kepada kekafiran, kefasikan, dan
kemaksiatan. Mereka itulah orang-orang yang lurus. Sebuah keutamaan dan kenikmatan
yang datang dari Allah, Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Qs. al-Hujurat: 7-
8)
Wahai hamba-hamba Allah, iman merupakan sebab untuk meraih kebahagiaan dunia dan di
akhirat. Dengan iman itulah, seorang akan bisa merasakan ketenangan dan ketenteraman,
keteguhan hati dan ketenangan jiwa. Ketenteraman jiwa dan kebahagiaan manusia akan
diperoleh dengannya. Demikian pula, kelezatan dunia dan akhirat akan tergapai dengannya.
Allah berfirman (yang artinya), “Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik dari
kalangan laki-laki maupun perempuan, sedangkan dia adalah seorang mukmin, maka Kami
akan memberikan kepadanya kehidupan yang baik, dan Kami akan membalas mereka
dengan pahala yang lebih baik daripada apa yang mereka lakukan.” (Qs. an-Nahl: 97)
Dengan iman itulah -wahai hamba-hamba Allah- akan didapatkan surga beserta segala
kenikmatan agung, anugerah yang besar, dan pemberian yang melimpah ruah yang ada di
dalam surga. Dengan iman itulah -wahai hamba-hamba Allah- akan tercapai keselamatan
dari neraka dan segala siksaan yang sangat keras dan hukuman yang sangat menyakitkan
yang terdapat di dalamnya. Dengan iman itulah -wahai hamba-hamba Allah- orang-orang
yang beriman akan bisa merasakan nikmatnya memandang wajah Rabb Yang Maha Mulia
subhanahu wa ta’ala, sementara kenikmatan itulah kenikmatan teragung yang akan
didapatkan oleh orang-orang yang beriman. Allah berfirman (yang artinya), “Pada hari itu,
wajah-wajah berseri, mereka memandang kepada Rabbnya.” (Qs. al-Qiyamah: 22-23).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dengan mengarahkan pembicaraannya kepada
kaum yang beriman, “Sesungguhnya kalian pasti akan melihat Rabb kalian pada hari
kiamat nanti sebagaimana kalian melihat bulan pada saat malam purnama, kalian tidak
perlu berdesak-desakan untuk bisa melihatnya.”
Kenikmatan iman, faedah, dan pengaruhnya kepada orang yang beriman tidak terhitung
jumlah dan ukurannya. Bahkan seluruh kenikmatan dan kebaikan yang diperoleh di dunia
maupun di akhirat, maka itu semua adalah buah dan hasil dari keimanan. Sementara seluruh
kejelekan dan bencana yang tersingkirkan dari manusia di dunia maupun di akhirat, maka
itu semua merupakan buah dan hasil yang dipetik dari pohon keimanan. Oleh sebab itu
-wahai hamba-hamba Allah- wajib bagi setiap mukmin yang telah mendapatkan kenikmatan
iman dan diberi petunjuk oleh-Nya untuk memeluk agama ini, sudah semestinya dia
semakin berpegang teguh, menjaga serta memeliharanya. Hendaknya dia meminta kepada
Rabb Yang Maha Pemurah jalla wa ‘ala agar meneguhkan dirinya di atasnya hingga
kematian tiba. Allah berfirman (yang artinya), “Allah akan meneguhkan diri orang-orang
yang beriman dengan ucapan yang kokoh di dalam kehidupan dunia dan di akhirat. Allah
menyesatkan orang-orang yang zalim dan Allah melakukan apa pun yang dikehendaki-
Nya.” (Qs. Ibrahim: 27)
Kemudian -wahai hamba-hamba Allah- sesungguhnya keimanan itulah pemberian yang
paling mulia dan paling agung sebagaimana diterangkan di dalam Kitabullah dan Sunnah
Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka barang siapa yang ingin mempelajari hakikat
iman hendaknya dia mendalami Kitabullah al-‘Aziz dan hadits-hadits Rasul yang
mulia shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dengan merujuk kepada keterangan-keterangan yang
terkandung di dalam al-Kitab dan as-Sunnah serta mengikuti penjabaran yang ada di bawah
naungan keduanya itulah dia akan bisa mempelajari keimanan. Allah jalla wa ‘ala berfirman
kepada Rasul-Nya yang mulia ‘alaihis sholatu was salam (yang artinya), “Demikianlah
Kami wahyukan kepadamu ruh dari perintah Kami, sebelumnya kamu tidak mengetahui apa
itu Kitab, dan apa pula iman, akan tetapi Kami menjadikannya sebagai cahaya yang Kami
gunakan untuk menunjuki siapa saja yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami.
Sesungguhnya kamu benar-benar menunjukkan kepada jalan yang lurus.” (Qs. as-Syura:
52). Dengan al-Kitab dan as-Sunnah serta penjabaran yang berada di bawah naungan
keduanya itulah seorang mukmin akan bisa mempelajari keimanan dengan benar. Maka
sungguh besar kebutuhan kita -wahai hamba-hamba Allah- untuk mempelajari iman dan
menimba ajaran-ajarannya sebagaimana yang terkandung dalam hadits-hadits Rasul yang
mulia ‘alaihis sholatu was salam dan senantiasa mengikuti bimbingan firman-firman Allah
tabaraka wa ta’ala.
Saya ingin mengajak kalian -wahai saudara-saudaraku- untuk merenung barang sejenak
mengenai perkara yang sangat penting yang semestinya kita perhatikan melalui beberapa
hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menerangkan perihal iman. Di antara hadits-
hadits tentang iman itu -wahai hamba-hamba Allah- adalah hadits yang tercantum di dalam
kedua kitab Shahih (Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, pent) dari Umar bin al-
Khatthab radhiyallahu’anhu di dalam kisah kedatangan Jibril ‘alaihis salam kepada
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di dalam hadits itu disebutkan bahwa Jibril berkata
kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Beritahukanlah kepadaku tentang
iman.” Kemudian beliau menjawab, “Yaitu kamu beriman kepada Allah, para malaikat-
Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, dan kamu beriman kepada takdir yang
baik maupun yang buruk.” Hadits yang agung ini menunjukkan bahwa iman itu memiliki
pokok-pokok utama dan asas yang kokoh yaitu enam pokok keimanan; iman kepada Allah
tabaraka wa ta’ala, kepada malaikat-Nya, kepada kitab-kitab-Nya, kepada para rasul-Nya,
kepada hari akhir, dan kepada takdir yang baik dan yang buruk. Penjelasan mengenai
pokok-pokok ini bisa ditemukan secara panjang lebar di dalam buku-buku aqidah.
Di antara hadits-hadits yang berbicara tentang iman -wahai hamba-hamba Allah- adalah
hadits utusan Bani Abdu Qais yang tercantum di dalam dua kitab Sahih dari Ibnu
Abbas radhiyallahu’anhuma yang menceritakan bahwa utusan dari Bani Abdu Qais datang
menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka mengatakan, “Wahai Rasulullah,
sesungguhnya di antara daerah kami dengan daerah anda terdapat kabilah dari kalangan
orang kafir Mudhar, sehingga itu membuat kami tidak bisa menemui anda kecuali hanya
pada bulan haram, maka perintahkanlah kepada kami dengan pesan yang ringkas dan
padat untuk kami kabarkan kepada orang-orang yang ada di belakang kami sehingga
nantinya dengan itu kami bisa masuk ke dalam surga.” Maka Nabi ‘alaihis sholatu was
salam bersabda, “Aku perintahkan kepada kalian untuk beriman kepada Allah.” Kemudian
beliau bertanya kepada mereka, “Tahukah kalian, apa yang dimaksud dengan iman kepada
Allah?” Mereka menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” Beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Iman kepada Allah itu adalah kamu bersaksi bahwa tidak ada
sesembahan yang benar selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah -sembari beliau
menghitungnya satu dengan jarinya- dan mendirikan sholat, menunaikan zakat, puasa
Ramadhan, dan hendaknya kalian menyerahkan seperlima dari hasil rampasan perang.”
Di dalam hadits ini Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menafsirkan iman dengan amal-amal
lahir. Di dalam hadits Jibril beliau menafsirkan iman dengan keyakinan-keyakinan hati.
Sedangkan, di dalam hadits utusan Abdu Qais ini beliau menafsirkan iman dengan amal-
amal lahir. Ini menunjukkan bahwa kedua hadits tadi menggambarkan iman itu tersusun dari
keimanan dan keyakinan yang benar yang tertanam di dalam hati, dan iman juga tersusun
dari amal-amal anggota badan yang berupa amal-amal yang suci serta ketaatan yang akan
bisa mendekatkan diri kepada Allah. Perkara terpenting di antara unsur keimanan yang
tampak itu adalah mengucapkan dua buah kalimat syahadat, mendirikan sholat, menunaikan
zakat, puasa Ramadhan, dan berhaji ke Baitullah al-Haram. Maka, ketahuilah -wahai
hamba-hamba Allah- bahwa sholat adalah bagian dari iman, puasa bagian dari iman,
menunaikan zakat bagian iman, haji juga bagian dari iman, bahkan seluruh perkara tadi yang
meliputi rukun Islam yang lima semuanya adalah bagian iman sebagaimana yang disebutkan
di dalam hadits Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Islam dibangun di atas lima hal; syahadat la ilaha illallah wa anna
Muhammadar Rasulullah, mendirikan sholat, menunaikan zakat, bepuasa Ramadhan, haji
ke Baitullah al-Haram.”
Di antara keimanan yang wajib ada -wahai hamba-hamba Allah- adalah mencintai Rasul
yang mulia shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengedepankan kecintaan kepadanya di atas
kecintaan kepada diri sendiri atau kecintaan kepada benda-benda berharga, demikian juga di
atas kecintaan kepada orang tua, anak-anak, bahkan seluruh manusia. Hal itu sebagaimana
tertera di dalam dua kitab sahih dari hadits Anas radhiyallahu’anhu bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah
beriman salah seorang dari kalian sampai aku lebih dicintainya daripada orang tua, anak-
anaknya, dan seluruh umat manusia.” Di dalam Sahih Bukhari diceritakan bahwa Umar bin
al-Khatthab radhiyallahu’anhu berkata, “Wahai Rasulullah, demi Allah sungguh anda lebih
saya cintai daripada segala sesuatu kecuali diri saya sendiri.” Maka beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak beriman salah seorang dari kalian sampai aku lebih
dicintainya daripada dirinya sendiri.” Umar radhiyallahu’anhu pun mengatakan, “Demi
Allah, sungguh anda sekarang lebih saya cintai daripada diri saya sendiri.” Kemudian
beliau mengatakan, “Nah, sekarang baru benar wahai Umar.” Cinta kepada
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bukanlah sekedar ucapan yang dilontarkan dengan lisan,
akan tetapi ia harus diwujudkan dengan ketaatan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam dalam apa saja yang beliau perintahkan, senantiasa membenarkan apa yang beliau
kabarkan, serta menahan diri dari segala hal yang beliau larang dan cegah, sebagaimana
yang dijelaskan oleh Rabb Yang Maha Mulia di dalam firman-Nya tabaraka wa ta’ala (yang
artinya), “Katakanlah: Jika kalian benar-benar mencintai Allah maka ikutilah aku, niscaya
Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian. Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.” (Qs. Ali Imran: 31)
Termasuk dalam keimanan yang wajib -wahai hamba-hamba Allah- yaitu anda mencintai
kebaikan bagi saudaramu sesama mukmin sebagaimana apa yang anda sukai untuk dirimu.
Maka perasaan dengki, hasad, dan dendam, itu semua merupakan perkara yang
mengurangi keimanan. Sebaliknya, sudah seharusnya anda memakmurkan hati anda dengan
perasaan mencintai kebaikan bagi saudara-saudaramu yang beriman. Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda sebagaimana tercantum di dalam dua kitab Sahih dan kitab
hadits lainnya dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Tidaklah beriman salah seorang dari kalian sampai dia mencintai bagi
saudaranya apa yang dia cintai bagi dirinya.” Di dalam riwayat lain dengan
tambahan, “Yaitu kebaikan.”
Termasuk dalam keimanan -wahai hamba-hamba Allah- adalah menjaga amanat. Terdapat
riwayat dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda, “Tidak sempurna iman
pada diri orang yang tidak amanah.” Amanah -wahai hamba-hamba Allah- meliputi
penjagaan terhadap ajaran-ajaran agama dengan senantiasa taat kepada Rabbul ‘alamin dan
menjalankan perintah-perintah-Nya tabaraka wa ta’ala serta menjauhkan diri dari larangan-
larangan-Nya. Amanah itu juga mencakup hak sesama hamba Allah, yaitu dengan menjaga
hak-hak sesama, menyampaikan barang-barang titipan, menjauhi pengkhianatan,
meninggalkan penipuan, dan meninggalkan berbagai jenis mu’amalah tidak benar yang lain.
Termasuk dalam keimanan pula -wahai hamba-hamba Allah- adalah meninggalkan hal-hal
yang diharamkan dan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan keji dan kemungkaran.
Oleh sebab itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah berzina seorang
pezina ketika dia berzina dalam keadaan imannya sempurna. Tidaklah mencuri seorang
pencuri ketika dia mencuri dalam keadaan imannya sempurna. Tidaklah seorang meminum
khamr dalam keadaan imannya sempurna ketika dia meminumnya. Tidaklah seorang
merampas barang berharga sehingga membuat orang lain menyorotkan pandangan mata
mereka kepadanya ketika dia melakukannya dalam keadaan imannya sempurna.” Hadits ini
menunjukkan bahwa melarutkan diri dalam kemaksiatan-kemaksiatan ini dan melakukan
dosa-dosa besar ini menyebabkan berkurangnya iman wajib. Sehingga tindakan
meninggalkan zina, tidak meminum khamr, tidak merampas, tidak mencuri, itu semua
merupakan bagian dari keimanan yang diwajibkan oleh Allah tabaraka wa ta’ala kepada
hamba-hamba-Nya. Barangsiapa yang melakukan salah satu di antara perkara-perkara itu
maka iman wajibnya telah berkurang sesuai dengan kadar dosa yang dia lakukan dan
berbanding lurus dengan tingkat kemaksiatan yang dia kerjakan.
Termasuk di dalam keimanan pula -wahai hamba-hamba Allah- adalah bertaubat kepada
Allah, inabah kepada Allah, dan kembali kepada Allah. Bahkan hal ini merupakan sesuatu
yang dicintai oleh Allah jalla wa ‘ala untuk dilakukan oleh hamba-hamba-Nya. Allah
membuka pintu taubat dan inabah untuk mereka. Dia lah Yang berfirman (yang
artinya), “Katakanlah kepada hamba-hamba-Ku yang telah melampaui batas kepada
dirinya sendiri: Janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah
mengampuni semua jenis dosa. Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” (Qs. az-Zumar: 53)
Perkara wajib yang lainnya bagi kita -wahai hamba-hamba Allah- adalah hendaknya kita
menjaga keimanan ini dengan sekuat-kuatnya dan kita pelihara ia dengan sebaik-baiknya.
Itulah perhiasan sejati dan keindahan hakiki. Salah satu doa yang sering dipanjatkan oleh
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah, “Ya Allah, hiasilah kami dengan perhiasan
keimanan dan jadikanlah kami orang-orang yang memberikan petunjuk dan senantiasa
berjalan di atas petunjuk.”
Aku ucapkan sebagaimana apa yang kalian dengarkan, dan aku meminta ampunan kepada
Allah untuk diriku sendiri dan juga untuk segenap kaum muslimin dari segala dosa.
Mintalah ampunan kepada-Nya, niscaya Dia akan mengampuni kalian. Sesungguhnya Dia
lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Segala puji bagi Allah, Yang begitu besar kebaikannya dan begitu luas karunianya, Yang
Maha Pemurah lagi Maha Memberikan kenikmatan. Aku bersaksi bahwa tidak ada
sesembahan yang benar selain Allah semata tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi
bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa as-
habihi ajma’in wa sallama tasliman katsiran.
Amma ba’du, -wahai hamba-hamba Allah- bertakwalah kepada Allah ta’ala. Selanjutnya, di
antara hadits-hadits agung lainnya yang menjelaskan tentang iman adalah hadits tentang
cabang-cabang keimanan. Sebuah hadits yang sangat agung dan memiliki kedudukan yang
sangat mulia, sebagaimana yang tercantum di dalam dua kitab Sahih dan selain keduanya
dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau
bersabda, “Iman itu tujuh puluh lebih cabang, yang tertinggi adalah ucapan la ilaha
illallah dan yang terendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Dan rasa malu
merupakan cabang dari keimanan.” Hadits yang agung ini -wahai hamba-hamba Allah-
menunjukkan bahwa iman itu ada yang berada di dalam hati, ada juga yang berada di lisan,
dan ada pula yang berada di dalam perbuatan anggota badan. Iman yang tertinggi adalah
ucapan la ilaha illallah, kalimat itu diucapkan dengan hati dalam bentuk keyakinan, dan
diucapkan dengan lisan dalam bentuk lafaz dan perkataan yang disertai dengan ilmu
terhadap artinya, pemahaman tentang kandungan hukumnya, serta merealisasikan maksud
yang terkandung di dalamnya. Maka syahadat inilah bagian iman yang terpenting dan yang
tertinggi kedudukannya.
Termasuk keimanan pula, menyingkirkan gangguan dari jalan. Sebuah amal yang dicintai
Allah jalla wa ‘ala dan pelakunya akan mendapatkan pahala dengan balasan sebesar-
besarnya, terlebih lagi apabila di dalam hati pelakunya terdapat perasaan mencintai kebaikan
bagi saudara-saudaranya sesama orang yang beriman. Terdapat riwayat di dalam Kitab
Sahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Ada seorang lelaki yang
melewati sebuah cabang pohon yang berduri -yang tergeletak di jalan, pent- lalu dia
mengatakan, ‘Aku tidak akan membiarkan benda ini tergeletak di jalan kaum muslimin agar
mereka tidak tersakiti olehnya.’ Lalu dia pun menyingkirkan benda itu dari jalan, maka
Allah berterima kasih atas perbuatannya itu, kemudian Allah memasukkannya ke dalam
surga.”
Termasuk keimanan pula, perbuatan-perbuatan yang ada di dalam hati. Salah satu jenis
perbuatan (amal) yang paling agung di dalam hati itu adalah rasa malu. Rasa malu
merupakan cabang keimanan. Rasa malu yang terbesar adalah rasa malu kepada Rabbul
‘alamin dan Pencipta seluruh makhluk ini, Dzat Yang selalu melihat kamu ketika kamu
dalam keadaan berdiri, Dzat Yang sama sekali tidak tersembunyi dari-Nya suatu perkara
pun di bumi maupun di langit. Rasa malu kepada Allah jalla wa ‘ala, yaitu dengan menjaga
kepala dan apa yang terpikir di dalamnya, menjaga perut dan apa yang masuk ke dalamnya,
serta dengan mengingat kematian dan masa tua. Perasaan malu yang akan menjadikan anda
selalu menjaga ketaatan kepada Allah dan menjauhkan diri dari apa-apa yang dilarang Allah
tabaraka wa ta’ala kepadamu. Nabi ‘alaihis sholatu was salam bersabda, “Sesungguhnya
salah satu perkara yang diperoleh manusia dari ajaran kenabian yang pertama-tama
adalah adalah; apabila kamu tidak punya rasa malu maka berbuatlah sesukamu.” Apabila
rasa malu ini ada pada diri manusia maka kebaikan masih ada. Apabila rasa malu itu telah
tidak ada maka kebaikan pun sirna. Kita berlindung kepada Allah darinya. Renungkanlah
-wahai hamba-hamba Allah- hadits-hadits tentang iman yang diriwayatkan dari Rasul yang
mulia ‘alaihis sholatu was salam, bersungguh-sungguhlah dalam memahaminya,
menerapkan dan beramal dengannya.
Sesungguhnya aku memohon kepada Allah jalla wa ‘ala dengan nama-nama-Nya Yang
Terindah dan sifat-sifat-Nya Yang Maha tinggi untuk mewujudkan iman itu di dalam diriku
dan diri kalian, semoga Allah memperindah diri kami dan diri kalian dengan perhiasan
iman. Semoga Allah menjadikan kita termasuk hamba-hamba-Nya yang bertakwa. Semoga
Allah memperbaiki bagi kita agama kita, yang hal itu merupakan pokok penjaga urusan kita.
Semoga Allah memperbaiki urusan dunia kita, yang dunia itu merupakan tempat
penghidupan kita. Semoga Allah memperbaiki akhirat kita, yang ia merupakan tempat
kembali kita. Semoga Allah menjadikan sisa hidup kita sebagai tambahan dalam segala
kebaikan, dan menjadikan kematian sebagai peristirahatan bagi kita dari semua keburukan.
Aku juga meminta kepada-Nya jalla wa ‘ala untuk meneguhkan kita di atas keimanan.
Ya Allah, kepada-Mu lah kami berserah diri, kepada-Mu lah kami beriman, kepada-Mu lah
kami bertawakal, kepada-Mu lah kami bertaubat dan taat, dan karena pertolongan-Mu lah
kami melawan musuh (agama). Kami berlindung dengan kemuliaan-Mu yang tidak ada
sesembahan yang benar selain Engkau, janganlah Engkau sesatkan kami. Engkau Yang
Maha Hidup dan tidak akan pernah mati, sedangkan jin dan manusia pasti mati.
Sampaikanlah salawat -semoga Allah menjaga kalian- kepada imam seluruh manusia dan
seorang da’i yang menyeru kepada iman, Muhammad bin Abdullah. Sebagaimana yang
diperintahkan Allah kepada kalian di dalam Kitab-Nya, Allah berfirman (yang
artinya), “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya mengucapkan salawat kepada Nabi,
wahai orang-orang yang beriman sampaikanlah salawat kepadanya dan doakanlah
baginya keselamatan yang sesungguhnya.” (Qs. al-Ahzab: 56). Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam juga bersabda, “Barang siapa yang bersalawat kepadaku sekali maka Allah akan
bersalawat kepadanya sepuluh kali.”
Ya Allah, limpahkanlah pujian kepada Muhammad dan kepada pengikut Muhammad
sebagaimana pujian yang Engkau limpahkan kepada Ibrahim dan para pengikut Ibrahim,
sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia. Berkahilah Muhammad dan para
pengikut Muhammad sebagaimana keberkahan yang Engkau berikan kepada Ibrahim dan
pengikut Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia. Ya Allah, ridailah
khulafa’ur-rasyidin para imam yang berjalan di atas petunjuk, yaitu Abu Bakar as-Shiddiq,
Umar al-Faruq, Utsman Dzu an-Nurain, dan ayah dari kedua keponakan Nabi yaitu Ali.
Kemudian ridailah ya Allah, para sahabat seluruhnya, para tabi’in dan juga orang-orang
yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari kiamat tiba. Ridailah pula kami bersama
dengan mereka, berkat anugerah, kemurahan, dan kebaikan dari-Mu, wahai Dzat Yang
Paling mulia di antara sosok-sosok yang termulia.
Ya Allah, muliakanlah Islam dan kaum muslimin. Ya Allah, muliakanlah Islam dan kaum
muslimin. Ya Allah, muliakanlah Islam dan kaum muslimin. Hinakanlah syirik dan orang-
orang musyrik, hancurkanlah musuh-musuh agama ini dan jagalah keutuhan wilayah agama
ini, wahai Rabb alam semesta. Ya Allah, curahkanlah keamanan bagi negeri kami. Ya Allah,
perbaikilah para pemimpin kami dan pemegang urusan-urusan kami dan jadikanlah
pemerintah yang menguasai kami sebagai orang-orang yang senantiasa takut kepada-Mu
dan bertakwa kepada-Mu serta mencari keridaan-Mu, wahai Rabb alam semesta. Ya Allah,
berikanlah taufik kepada pemimpin urusan kami kepada apa yang Engkau cintai dan Engkau
ridai, bantulah dia dalam kebaikan dan ketakwaan dan luruskanlah dia di dalam ucapan-
ucapan dan perbuatan-perbuatan, wahai Dzat pemilik keagungan dan kemuliaan. Ya Allah,
berikanlah taufik kepada segenap pemerintah kaum muslimin untuk melaksanakan Kitab-
Mu dan mengikuti Sunah Nabi-Mu Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ya Allah,
berikanlah kepada jiwa-jiwa kami ketakwaan dan sucikanlah ia, sesungguhnya Engkau
adalah penguasa dan pemelihara atasnya. Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada-
Mu petunjuk dan ketakwaan, terjaganya kesucian, dan kecukupan.
Ya Allah, ampunilah seluruh dosa kami, yang kecil maupun yang besar, yang dulu maupun
yang terakhir, yang tampak maupun yang tersembunyi. Ya Allah, ampunilah kami,
ampunilah kedua orang tua kami, kaum muslimin dan muslimat, orang-orang mukmin lelaki
dan perempuan, baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal. Ya Allah, ampunilah
dosa para pelaku dosa dari kalangan kaum muslimin dan terimalah taubat dari orang-orang
yang bertaubat. Tetapkanlah kesehatan, kekuatan, dan keselamatan bagi keseluruhan kaum
muslimin. Ya Allah, lepaskanlah kesedihan dari jiwa orang-orang yang dilanda duka di
antara kaum muslimin. Bebaskanlah kesusahan orang-orang yang terlilit kesulitan,
tunaikanlah hutang orang-orang yang terjerat hutang, sembuhkanlah orang-orang yang sakit
di antara kami dan orang-orang sakit di kalangan kaum muslimin yang lain. Curahkanlah
kasih sayang-Mu kepada orang-orang yang telah meninggal di antara kami dan kaum
muslimin yang telah meninggal lainnya.
Ya Allah, damaikanlah persengketaan yang ada di antara kami, satukanlah hati-hati kami,
tunjukilah kami jalan-jalan keselamatan, dan keluarkanlah kami dari berbagai kegelapan
menuju cahaya. Berkahilah pendengaran dan penglihatan kami, makanan, harta, istri, dan
anak keturunan kami. Jadikanlah kami senantiasa diberkahi di mana saja kami berada.
Wahai Rabb kami, berikanlah kepada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan
jagalah kami dari siksa neraka. Wahai hamba-hamba Allah, ingatlah kepada Allah niscaya
Allah mengingat kalian. Bersyukurlah kepada-Nya atas nikmat-nikmat Nya niscaya Dia
akan menambahkan nikmat kepada kalian. Dan sesungguhnya mengingat Allah itu adalah
perkara yang terbesar. Allah Maha Mengetahui apa pun yang kalian kerjakan.

https://muslim.or.id/679-hadits-hadits-seputar-iman.html

4. Hadis tentang akhlak


Hadist tentang akhlak wajib diketahui oleh seluruh umat muslim. Sebab dalam islam, akhlah
adalah salah satu sifat yang mulia. Akhlak dapat diartikan sebagai tingkah laku seseorang
yang didorong oleh keinginan secara sadar untuk melakukan suatu perbuatan baik atau
buruk.
Alquran dan hadist adalah tolak ukur yang menentukan baik atau buruknya akhlak seorang
muslim. Akhlak yang baik merupakan sebuah tanda kebahagian seorang muslim di dunia dan
akhirat. Kedudukan akhlak dalam agama islam sangat tinggi. Nabi Muhammad SAW pernah
mengatakan sebagai berikut:
“Sesungguhnya di antara orang-orang yang paling aku cintai dan paling dekat tempat
duduknya pada hari kiamat denganku yaitu orang-orang yang paling baik akhlaknya.” (HR.
Tirmidzi).
Terdapat banyak hadist tentang akhlak yang harus diketahui oleh umat muslim. Apa saja
hadistnya? Simak ulasan berikut.
Hadist Tentang Akhlak dan Penjelasannya
Terdapat banyak hadist yang membahas mengenai akhlak. Berikut beberapa hadist tentang
akhlak dan penjelasannya.
‫ي َوأَ ْق َربِ ُك ْم ِمنِّي َمجْ لِسًا يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة أَحْ َسنُ ُك ْم أَ ْخاَل قًا‬
َّ َ‫إِ َّن ِم ْن أَ ِحبِّ ُك ْم إِل‬
Artinya:
“Sesungguhnya di antara orang-orang yang paling aku cintai dan paling dekat tempat
duduknya pada hari kiamat denganku yaitu orang yang paling baik akhlaknya.” (HR.
Tirmidzi)
Penjelasan:
Salah satu keutamaan jika memiliki akhlak yang baik adalah dekat dengan nabi. Dekat
dengan nabi adalah salah satu nikmat yang luar biasa. Sebab akan dijauhkan dari neraka.
‫ازحًا‬ ِ ‫ب َوإِ ْن َكانَ َم‬ َ ‫ت فِي َو َس ِط ْال َجنَّ ِة لِ َم ْن تَ َركَ ْال َك ِذ‬ ٍ ‫ك ْال ِم َرا َء َوإِ ْن َكانَ ُم ِحقًّا َوبِبَ ْي‬
َ ‫ض ْال َجنَّ ِة لِ َم ْن تَ َر‬ ِ ‫أَنَا ز‬
ٍ ‫َعي ٌم بِبَ ْي‬
ِ َ‫ت فِي َرب‬
ُ‫ت فِي أَ ْعلَى ْال َجنَّ ِة لِ َم ْن َحسَّنَ ُخلُقَه‬ ٍ ‫َوبِبَ ْي‬
Artinya:
“Aku adalah penjamin sebuah rumah di sekitar taman (Surga) bagi seseorang yang
meniggalkan perdebatan walaupun ia benar, penjamin rumah ditengah Surga bagi orang
yang meninggalkan dusta walaupun ia bercanda, juga menjadi penjamin sebuah rumah di
Surga paling atas bagi orang yang memiliki akhlak yang baik.” (HR. Abu Dawud)
Penjelasan:
Nabi menjamin bagi semua umat muslim akan mendapatkan rumah di surga yang paling atas.
Maksudnya adalah derajat kita akan tinggi di surga. Namun dengan syarat memiliki akhlak
yang baik.
Itulah beberapa hadist tentang akhlak yang harus diketahui oleh umat muslim. Akhlak yang
baik akan menuntun kita pada kebaikan pula.
https://kumparan.com/berita-update/hadist-tentang-akhlak-beserta-penjelasan-lengkapnya-
1usc0nfQtp0/full

5. Hadis tentang amar makruf dan nahi munkar


n،‫ من رأى منكم منكرا فليغيره بيده‬:‫ سمعت رسول هللا صلى هللا عليه وسلم يقول‬:‫ قال‬-‫رضي هللا عنه‬- ‫عن أبي سعيد الخدري‬
‫ وذلك أضعف اإليمان‬،‫ فإن لم يستطع فبقلبه‬،‫فإن لم يستطع فبلسانه‬
‫ ليس وراء ذلك من اإليمان حبة خردل‬: ‫وفي رواية‬
Dari Abu Sa’id Al Khudry -radhiyallahu ‘anhu- berkata, saya mendengar Rasulullah
shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda, “Barang siapa di antara kamu yang melihat
kemungkaran, maka hendaklah ia merubah (mengingkari) dengan tangannya, jika tidak mampu
hendaklah ia merubah (mengingkari) dengan lisannya, jika tidak mampu hendaklah ia merubah
dengan hatinya, dan itulah keimanan yang paling lemah.” (HR. Muslim no. 49)
Dalam riwayat lain, “Tidak ada sesudah itu (mengingkari dengan hati) keimanan sebesar biji
sawi (sedikitpun)”
Hadits ini adalah hadits yang jami’ (mencakup banyak persoalan) dan sangat penting dalam
syari’at Islam, bahkan sebagian ulama mengatakan, “Hadits ini pantas untuk menjadi separuh
dari agama (syari’at), karena amalan-amalan syari’at terbagi dua: ma’ruf (kebaikan) yang
wajib diperintahkan dan dilaksanakan, atau mungkar (kemungkaran) yang wajib diingkari,
maka dari sisi ini, hadits tersebut adalah separuh dari syari’at.” (Lihat At Ta’yin fi Syarhil
Arba’in, At Thufi, hal. 292)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Sesungguhnya maksud dari hadits ini adalah: Tidak
tinggal sesudah batas pengingkaran ini (dengan hati) sesuatu yang dikategorikan sebagai iman
sampai seseorang mukmin itu melakukannya, akan tetapi mengingkari dengan hati merupakan
batas terakhir dari keimanan, bukanlah maksudnya, bahwa barang siapa yang tidak
mengingkari hal itu dia tidak memiliki keimanan sama sekali, oleh karena itu Rasulullah
bersabda, “Tidaklah ada sesudah itu”, maka beliau menjadikan orang-orang yang beriman
tiga tingkatan, masing-masing di antara mereka telah melakukan keimanan yang wajib
atasnya, akan tetapi yang pertama (mengingkari dengan tangan) tatkala ia yang lebih mampu
di antara mereka maka yang wajib atasnya lebih sempurna dari apa yang wajib atas yang
kedua (mengingkari dengan lisan), dan apa yang wajib atas yang kedua lebih sempurna dari
apa yang wajib atas yang terakhir, maka dengan demikian diketahui bahwa manusia
bertingkat-tingkat dalam keimanan yang wajib atas mereka sesuai dengan kemampuannya
beserta sampainya khitab (perintah) kepada mereka.” (Majmu’ Fatawa, 7/427)
Hadits dan perkataan Syaikhul Islam di atas menjelaskan bahwa amar ma’ruf dan nahi mungkar
merupakan karakter seorang yang beriman, dan dalam mengingkari kemungkaran tersebut ada
tiga tingkatan:
1. Mengingkari dengan tangan.
2. Mengingkari dengan lisan.
3. Mengingkari dengan hati.
Tingkatan pertama dan kedua wajib bagi setiap orang yang mampu melakukannya, sebagaimana
yang dijelaskan oleh hadits di atas, dalam hal ini seseorang apabila melihat suatu kemungkaran
maka ia wajib mengubahnya dengan tangan jika ia mampu melakukannya, seperti seorang
penguasa terhadap bawahannya, kepala keluarga terhadap istri, anak dan keluarganya, dan
mengingkari dengan tangan bukan berarti dengan senjata.
Imam Al Marrudzy bertanya kepada Imam Ahmad bin Hambal, “Bagaimana beramar ma’ruf
dan nahi mungkar?” Beliau menjawab, “Dengan tangan, lisan dan dengan hati, ini paling
ringan,” saya bertanya lagi: “Bagaimana dengan tangan?” Beliau menjawab, “Memisahkan di
antara mereka,” dan saya melihat beliau melewati anak-anak kecil yang sedang berkelahi, lalu
beliau memisahkan di antara mereka.
Dalam riwayat lain beliau berkata, “Merubah (mengingkari) dengan tangan bukanlah dengan
pedang dan senjata.” (Lihat, Al Adabusy Syar’iyah, Ibnu Muflih, 1/185)
Adapun dengan lisan seperti memberikan nasihat yang merupakan hak di antara sesama muslim
dan sebagai realisasi dari amar ma’ruf dan nahi mungkar itu sendiri, dengan menggunakan
tulisan yang mengajak kepada kebenaran dan membantah syubuhat (kerancuan) dan segala
bentuk kebatilan.
Adapun tingkatan terakhir (mengingkari dengan hati) artinya adalah membenci kemungkaran-
kemungkaran tersebut, ini adalah kewajiban yang tidak gugur atas setiap individu dalam setiap
situasi dan kondisi, oleh karena itu barang siapa yang tidak mengingkari dengan hatinya maka
ia akan binasa.
Imam Ibnu Rajab berkata -setelah menyebutkan hadits di atas dan hadits-hadits yang senada
dengannya-, “Seluruh hadits ini menjelaskan wajibnya mengingkari kemungkaran sesuai
dengan kemampuan, dan sesungguhnya mengingkari dengan hati sesuatu yang harus
dilakukan, barang siapa yang tidak mengingkari dengan hatinya, maka ini pertanda hilangnya
keimanan dari hatinya.” (Jami’ul Ulum wal Hikam, 2/258)
‫ بل هلك من لم‬:‫ فقال عبد هللا‬.‫ هلك من لم يأمر بالمعروف ولم ينه عن المنكر‬: -‫رضي هللا عنه‬- ‫قال رجل لعبد هللا بن مسعود‬
‫يعرف المعروف بقلبه وينكر المنكر بقلبه‬
Salah seorang berkata kepada Ibnu Mas’ud, “Binasalah orang yang tidak menyeru kepada
kebaikan dan tidak mencegah dari kemungkaran”, lalu Ibnu Mas’ud berkata, “Justru
binasalah orang yang tidak mengetahui dengan hatinya kebaikan dan tidak mengingkari
dengan hatinya kemungkaran.” (Riwayat Ibnu Abi Syaibah dalam Mushonnaf beliau no. 37581)
Imam Ibnu Rajab mengomentari perkataan Ibnu Mas’ud di atas dan berkata, “Maksud beliau
adalah bahwa mengetahui yang ma’ruf dan mungkar dengan hati adalah kewajiban yang tidak
gugur atas setiap orang, maka barang siapa yang tidak mengetahuinya maka dia akan binasa,
adapun mengingkari dengan lisan dan tangan ini sesuai dengan kekuatan dan
kemampuan.” (Jami’ul Ulum wal Hikam 2/258-259)
Seseorang yang tidak mengingkari dengan hatinya maka ia adalah orang yang mati dalam
keadaan hidup, sebagaimana perkataan Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu tatkala ditanya, “Apakah
kematian orang yang hidup?” Beliau menjawab:
‫من لم يعرف المعروف بقلبه وينكر المنكر بقلبه‬
“Orang yang tidak mengenal kebaikan dengan hatinya dan tidak mengingkari kemungkaran
dengan hatinya.” (Riwayat Ibnu Abi Syaibah dalam Mushonnaf beliau no. 37577)
Kemudian dalam amar ma’ruf dan nahi mungkar ada berapa kaidah penting dan prinsip dasar
yang harus diperhatikan, jika tidak diindahkan niscaya akan menimbulkan kemungkaran yang
lebih besar dan banyak:
Pertama: Mempertimbangkan antara maslahat dan mafsadah
Ini adalah kaidah yang sangat penting dalam syari’at Islam secara umum dan dalam beramar
ma’ruf dan nahi mungkar secara khusus, maksudnya ialah seseorang yang beramar ma’ruf dan
nahi mungkar ia harus memperhatikan dan mempertimbangkan antara maslahat dan mafsadat
dari perbuatannya tersebut, jika maslahat yang ditimbulkan lebih besar dari mafsadatnya maka
ia boleh melakukannya, tetapi jika menyebabkan kejahatan dan kemungkaran yang lebih besar
maka haram ia melakukannya, sebab yang demikian itu bukanlah sesuatu yang di perintahkan
oleh Allah Ta’ala, sekalipun kemungkaran tersebut berbentuk suatu perbuatan yang
meninggalkan kewajiban dan melakukan yang haram.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Jika amar ma’ruf dan nahi mungkar merupakan
kewajiban dan amalan sunah yang sangat agung (mulia) maka sesuatu yang wajib dan sunah
hendaklah maslahat di dalamnya lebih kuat/besar dari mafsadatnya, karena para rasul diutus
dan kitab-kitab diturunkan dengan membawa hal ini, dan Allah tidak menyukai kerusakan,
bahkan setiap apa yang diperintahkan Allah adalah kebaikan, dan Dia telah memuji kebaikan
dan orang-orang yang berbuat baik dan orang-orang yang beriman serta beramal saleh, serta
mencela orang-orang yang berbuat kerusakan dalam beberapa tempat, apabila mafsadat amar
ma’ruf dan nahi mungkar lebih besar dari maslahatnya maka ia bukanlah sesuatu yang
diperintahkan Allah, sekalipun telah ditinggalkan kewajiban dan dilakukan yang haram, sebab
seorang mukmin hendaklah ia bertakwa kepada Allah dalam menghadapi hamba-Nya, karena
ia tidak memiliki petunjuk untuk mereka, dan inilah makna firman Allah:
‫ آمنوا عليكم أنفسكم ال يضركم من ضل إذا اهتديتم‬n‫يا أيها الذين‬
“Wahai orang-orang yang beriman perhatikanlah dirimu, orang yang sesat tidak akan
membahayakanmu jika kamu mendapat petunjuk.” (QS. Al-Maa’idah: 105)
Dan mendapat petunjuk hanya dengan melakukan kewajiban.” (Al Amru bil Ma’ruf wan Nahyu
‘anil Mungkar, hal. 10. cet. Wizarah Syuun al Islamiyah)
Dan beliau juga menambahkan, “Sesungguhnya perintah dan larangan jika menimbulkan
maslahat dan menghilangkan mafsadat maka harus dilihat sesuatu yang berlawanan
dengannya, jika maslahat yang hilang atau kerusakan yang muncul lebih besar maka bukanlah
sesuatu yang diperintahkan, bahkan sesuatu yang diharamkan apabila kerusakannya lebih
banyak dari maslahatnya, akan tetapi ukuran dari maslahat dan mafsadat adalah kacamata
syari’at.”
Imam Ibnu Qoyyim berkata, “Jika mengingkari kemungkaran menimbulkan sesuatu yang lebih
mungkar dan di benci oleh Allah dan Rasul-Nya, maka tidak boleh dilakukan, sekalipun Allah
membenci pelaku kemungkaran dan mengutuknya.” (I’laamul Muwaqqi’iin, 3/4)
Oleh karena itu perlu dipahami dan diperhatikan empat tingkatan kemungkaran dalam bernahi
mungkar berikut ini:
1. Hilangnya kemungkaran secara total dan digantikan oleh kebaikan.
2. Berkurangnya kemungkaran, sekalipun tidak tuntas secara keseluruhan.
3. Digantikan oleh kemungkaran yang serupa.
4. Digantikan oleh kemungkaran yang lebih besar.
Pada tingkatan pertama dan kedua disyari’atkan untuk bernahi mungkar, tingkatan ketiga butuh
ijtihad, sedangkan yang keempat terlarang dan haram melakukannya. (Lihat, ibid, dan Syarh
Arba’in Nawawiyah, Syaikh Al Utsaimin, hal: 255)
https://muslim.or.id/135-amar-maruf-nahi-mungkar-1.html

6. Hadis tentang pakaian dan perhiasan


A.    Pengertian pakaian dan hiasan
Pakaian adalah suatu benda atau sesuatu yang di gunakan untuk menutup aurat atau sesuatu
hal yang malu jika diperlihatkan, sesuatu yang aib atau cela jika diperlihatkan. Setelah iman
kewajiban pertama bagi muslim muslimah adalah menutup bagian-bagian tubuhnya disebut
aurat. Hal ini sudah menjadi suatu kewajiban sejak manusia mulai diciptakan dan sudah
menjadi syariat bagikita semua.
Hiasan adalah suatu alat atau benda yang digunakan untuk memperindah ketika
digunakannya. Dalam agama islam hiasan iru tidak boleh digunakan berlebihan atau terlalu
banyak, karena Allah menyukai orang yang sederhana dan tidak berlebih-lebihan.

a.       Hadist tentang pakaian yang menyeret tanah

‫ (رواه البخا‬.‫ الينظرهللا الى من جر ثوبه خيالء‬:‫ قال‬.‫ ان رسول هللا صل هللا عليه وسلم‬.‫حديث ابن عمررضي هللا عنهما‬
)‫ري‬
Artinya:
            Ibnu Umar ra berkata: “Rasulullah saw bersabda: “Allah tidak melihat (dengan
rahmatnya) pada orang yang menurunkan kainnya (di bawah mata kaki) karena sombong.”
(H.R. Bukhari).

Keterangan:
Pada hari kiamat nanti, Allah tidak suka melihat orang-orang yang ketika di dunia suka
membuang uangnya untuk keperluan yang tidak berguna dan bermamfaat bukan di gunakan
untuk keperluan di jalan Allah. Apalagi hanya berfoya-foya membeli pakaian untuk
memamerkan kepada orang lain dan menyombongkan dirinya.

‫ فقال‬.‫ من جرّثوبه خيالء لم ينظرهللا اليه يوم القيا مة‬:‫ان النّب ّي صلّى هللا عليه وسلّم قال‬
ّ ‫وعن ابن عمررضى هللا عنهما‬
ّ ّ ّ ّ
‫ انك لست‬.‫ فقال له رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬,‫ان ازارى يسترخى االان ا تعاهده‬ ّ ‫ابوبكررضى هللا عنه يا رسول هللا‬
)‫ (رواه البخاري ومسلم‬.‫م ّمن يفعله خيالء‬
Artinya:
            Ibnu Umar ra berkata: bersabda Nabi saw: “ siapa yang menurunkan kainnya di
bawah mata kaki karena sombong, Allah tidak melihat kepadanya dengan pandangan rahmat
pada hari kiamat”. Maka Abu Bakar bertanya: “ya Rasulullah, kain saya selalu turun
kebawah mata kaki kecuali jika saya jaga benar-benar”. Bersabda Nabi: “Engkau tidak
berbuat itu karena sombong”. (H.R. Bukhari dan Muslim)

‫(رواه البخا‬.‫ من االزار ففى النار‬n‫ ما اسفل من الكعبين‬:‫ قا ل‬,‫عن ابى هريرة رضي هللا عنه عن انبي صلى هللا عليه و سلم‬
)‫ري‬
Artinya:
            Dari Abu Hurairah ra Nabi saw bersabda: Orang yang mengenakan baju yang
panjangnya melewati mata kaki akan berada di api neraka. (H.R. Bukhari)

‫ اذهب فتو‬: ‫ بينما رجل يصلّى مسبال ازاره قا ل له رسول هللا صلّى هللا عليه وسلّم‬: ‫وعن ابى هريرة رضى هللا عنه قا ل‬
ّ
‫سكت عنه؟‬ ‫ يا رسول هللا ؟ ما لك امر ته ان يتوضّأ ث ّم‬: ‫ له ر جل‬: ‫ اذهب فتوضّأ فقا ل‬: ‫ فقا ل‬, ‫ فذ هب فتوضّأ ث ّم جاء‬,‫ضّأ‬
)‫ (رواه ابوداود با سناد صحيح على ثرط سلم‬. ‫وان هللا اليقبل صالة رجل مسبل‬ ّ ,‫ انّه كان يصلّى وهو مسبل ازاره‬: ‫قا ل‬
Artinya:
     Dari Abu Hurairah ra Ia berkata : “Pada suatu ketika ada seseorang shalat dengan kain
yang sampai di bawah mata kaki, maka Rasulullah saw bersabda: “Pergilah dan
berwudhuklah“. Ia pun pergi dan berwudhuk”. Maka ada seseorang bertanya: “Wahai
Rasulullah, mengapa engkau menyuruh orang itu melakukan wudhuk kemudian engkau
diamkan?” Beliau bersabda: karna ia shalat dengan memakai kain sampai di bawah mata
kaki. Sesungguhnya Allah tidak akan menerima shalat seseorang yang memakai kain sampai
di bawah mata kaki.” (H.R. Abu Daud).

b.      Hadist tentang haram memakai sutera bagi laki-laki


ّ ‫ى رضى هللا عنه‬
‫ حرّم لباس الحريروالذهب على ذكور‬: ‫ان رسول هللا صلى هللا عليه وسلم قال‬ ّ ‫وعن ابى موسى االشعر‬
ّ
)‫ (رواه النرمذى وقال حديث حسن صحيح‬.‫واح ّل الناثهم‬,‫ا ّمتى‬.
Artinya:
Dari Abu Musa Al Asy’ariy ra. Bahwasanya Rasulullah saw bersabda : “Diharamkan
memakai kain sutera dan emas bagi ummatku yang laki-laki dan dihalalkan bagi ummatku
yang perempuan”. (H.R. Turmudzi).

‫ فجعله فى يمينه وذهبا فجعله فى ثماله ثم‬.‫ رايت رسول هللا صلى هللا عليه وسلم اخذ حريرا‬: ‫وعن عل ّى رضى هللا عنه قال‬
ّ : ‫قال‬.
)‫ ( رواه ابوداودباسنادحسن‬.‫ان هذين حرام ا ّمتى‬
Artinya:
Dari Ali ra ia berkata: Saya melihat Rasulullah saw. Memegang kain sutera di tangan
kanannya, dan memegang emas di tangan kirinya, kemudian bersabda: “Sesungguhnya dua
benda ini adalah haram bagi ummatku yang laki-laki.” (H.R. Abu Daud).

 .‫ من لبس الحرير فى الدنيا لم يلبسه فى اآلخرة‬: ‫ قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬: ‫وعن انس رضى هللا عنه قال‬
)‫( متفق عليه‬
Artinya:
Dari Anas ra. Ia berkata: Rasulullah saw. Bersabda:” Barang siapa yang memakai kain sutera
di dunia, maka tidak akan memakainya kelak di akhirat. ( H.R. Bukhari dan Muslim).

c.       Hadis tentang memakai cincin emas


‫ فيجعل فصه فى‬,‫ وكان يلبسه‬,‫ اصطنع خاتما من ذهب‬,‫ ان رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬.‫حديث ابن عمررضى هللا عنهما‬
"‫" انى كنت البس هذاالخاتم واجعل فصه من داخل‬:‫ فقال‬,‫ ثم انه جلس على المنبرفنزعه‬.‫ فصنع الناس خواتيم‬,‫باطن كفه‬
)‫ (رواه البخارى‬.‫ الالبسه ابدا" فنبذاالناس خواتيهم‬,‫ "وهللا‬:‫ ثم قال‬.‫فرمى به‬
Artinya:
            Ibnu Umar ra. Berkata: Rasulullah saw. Membuat cincin emas, dan ketika
memakainya meletakkan matanya dibagian dalam tapak tangan, maka orang-orang juga
membuat cincin emas itu, dan ketika Nabi saw duduk di atas mimbar tiba-tiba ia mencabut
cincinnya sambil berkata: “sungguh aku telah memakai cincin ini dan aku meletakkan
matanya di dalam perut telapak tangan”. Kemudian melemparkan (membuang) cincin itu dan
bersabda: “Demi Allah aku idak akan memakainya lagi untuk selamanya”. Maka orang-orang
juga membuang cincin mereka.” (H.R.Bukhari)
Kesimpulan hadis
1.      Di dalam hadis ini terkandung dalil anjuran memakai cincin dan itu merupakan hiasan
nabi saw.
2.      Meletakkan mata cincin dibagian dalam, agar terjaga dari kotoran jika disana ada nama
Allah.
3.      Cincin dari emas tadinya diperbolehkan bagi kaum laki-laki.Rasulullah saw tapi
kemudian dihapus

‫ ثم ان الناس‬.‫ يوماواحدا‬,‫ ختمامن ورق‬.‫ انه راى فى يدرسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬,‫حديث انس بن مالك رضى هللا عنه‬
)‫ (رواه البخارى‬.‫ فطرح الناس خوتيمهم‬,‫اصطنعواالخواتيم من ورق ولبسوهافطرح رسول هللا صلى هللا عليه وسلم خاتمه‬
Artinya:
            Anas bin Malik ra melihat di jari Nabi saw ada cincin perak suatu hari, kemudian
orang-orang membuat cincin perak dan memakainya, kemudian nabi meletakkan cincinnya,
maka orang-orang pada melepaskan cincin mereka”. (H.R. Bukhari)

)‫ (رواه البخاري‬. ‫ انه نهى عن خا تم الذهب‬: ‫عن ابى هريرة رضي هللا عنه عن النبي صلى هللا عليه وسلم‬
Artinya:
            Abu Hurairata ra berkata bahwa Nabi saw melarang mengenakan cincin emas. (H.R.
Bukhari).

Kesimpulan hadist
            Alasan yang logisnya kenapa cincin emas di haramkan bagi laki-laki, karena emas
adalah perhiasan yang paling mahal bagi manusia yang di pakai oleh wanita, yang tujuan
pemakaiannya adalah untuk berhias dan berdandan. Sedangkan laki-laki itu tidak di ciptakan
untuk kepentingan itu atau laki-laki bukanlah makhluk yang menjadi sempurna karena
sesuatu yang lain, tetapi laki-laki sempurna dengan dirinya sendiri karena dia mempunyai
kejantanan dan karena laki-laki tidak perlu berhias untuk menarik orang lain. Berbeda
dengan dengan wanita, karena wanita memiliki sifat kurang maka dia perlu sesuatu yang lain
untuk menyempurnakan keindahannya.
            Allah juga melarang pria memakai perhiasan emas karena itu menjadi alat berbangga-
bangga dan bermegah-megahan.
            Ada orang yang berpendapat emas putih, platina, atau berlian, yang lebih mahal dari
pada emas, halal karena itu bukan emas akan tetapi meskipun tidak ada dalil emas putih
platina, atau berlian itu haram bagi pria, namun Nabi dan Sahabat tidak pernah memakainya.
Sebagaimana ayat Al-qur’an yang menyatakan khamar dan judi itu haram, bukan berarti
yang haram itu Cuma khamar atau judi yang digunakan bangsa arab saat itu. Tetapi setiap
yang memabukkan itu semua haram seperti wiskey, bir, narkoba dan lain-lain.

d.      Hadist tentang Membuat tato dan tahi lalat

            Tato berasal dari bahasa Tahiti “tatu” yang artinya tanda. Tato ialah suatu kegiatan
menggambar pada anggota tubuh dengan menggunakan alat sejenis jarum atau benda yang
tajam. Biasanya tato dilakukan di wajah, bibir, tangan dan juga anggota tubuh lainnya.
            Tato dalam islam sangatlah dilarang, karena selain dapat menyiksa tubuh juga dapat
mengubah ciptaan Allah. Selain itu tato juga tasyabbun bilkuffar        (meniru-niru adat non
muslim tanpa ada mamfaat tertentu). Tato juga menghalangi kita dari air wudhu, dan mandi
besar yang dikarenakan tinta atau zat pewarna yang terdapat pada tato telah tercampur oleh
zat-zat kimiawi yang asalnya sama sekali tidak diketahui sehingga membuat ibadah kita tidak
sah.
            Tato merupakan sesuatu yang diharamkan oleh Allah karena dapat mengubah
ciptaannya. Berdasarkan adanya bekas tusukan jarum akibat proses pentatoan. Begitu juga
halnya dengan menyiksa tubuh tanpa ada suatu kepentingan. Seperti dalam hadis ibnu
mas'ud: 
‫ فبلغ‬,‫ المغيرات خلق هللا‬,‫ والمتنمصات والمتفلجات للحسن‬,‫ لعن هللا الواشمات والموتشمات‬:‫قال‬,‫حديث عبدهللا بن مسعود‬
‫ ومالى الالعن من‬:‫ فقال‬.‫ انه بلغنى عنك انك لعنت كيت وكيت‬:‫ فقالت‬,‫ فجاءت‬.‫ يقال لهاام يعقوب‬,‫ذلك امرأةمن بنى اسد‬
‫ لئن‬:‫ فقال‬.‫ لقدقرأت مابين اللوحين فماوجدت فيه ماتقول‬:‫ ومن هوفى كتاب هللا؟ فقالت‬,‫لعن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬
:‫ قالت‬.‫ فانه قدنهى عنه‬:‫ اماقرأت(وما ءاتاكم الرسول فخذوه ومانهكم عنه فانتهوا؟) قالت بلى قال‬n.‫ لقدوجدتيه‬,‫كنت قرأتيه‬
‫ (رواه‬.‫ لوكانت كذلك ماجامعتنا‬:‫ فقال‬.‫ فلم ترمن حاجتهاشيئا‬,‫ فذهبت فنظرت‬.‫فاذهبى فانظرى‬:‫قال‬.‫فانى ارى اهلك يفعلونه‬
)‫البخارى ومسلم‬
Artinya:
            Abdullah bin Mas’ud ra berkata: “Allah telah mengutuk wanita yang membuat tahi
lalat palsunya dan yang minta dibuatkan, dan mencukur rambut pada wajahnya, serta orang-
orang yang menghilangkan rambut pada wajahnya, serta orang-orang yang merenggangkan
gigi atau mengikir giginya (pangur) untuk kecantikan yang mengubah ciptaan Allah.
Keterangan ini telah didengar oleh seorang wanita Bani Asad bernama Ummi Ya’qub, maka
seraya ia datang dan Tanya: “aku dengar anda mengutuk ini dan itu?”. Jawab Ibnu Mas,ud:
“mengapa aku tidak mengutuk orang yang dikutuk oleh Rasulullah saw dan itu juga dalam
kitab Allah”. Um Ya’qub berkata: “aku telah membaca kitab Allah dari awal hingga akhir
dan tidak menemukan apa yang anda katakana itu”. Ibnu Mas’ud berkata: “jika benar anda
membaca pasti menemukannya, apakah anda tidak membaca ayat: (dan semua yang
diajarkan Rasulullah kepadamu maka terimalah dan semua yang dilarang hentikanlah)”.
Jawab Um Ya’qub: “benar”. Ibnu Mas’ud berkata: “Dan Nabi saw telah melarang itu
semua”. Um Ya’qub berkata: “tetapi istrimu berbuat itu”. Ibnu Mas’ud menjawab: “Lihatlah
ke dalam”, maka pergi melihat, ternyata tidak berbuat itu. Ibnu Mas’ud berkata “Andaikan ia
berbuat tentu tidak kumpul dengan kami”. (H.R. Bukhari dan Muslim)

‫ انثدكم با هلل امن سمع من الني صلى هللا عليه وسلم فى الوثم؟ فقال‬:‫ فقام فقال‬,‫ اتى عمر بإمرأة تثم‬:‫عن ابى هريرة قال‬
.‫ التشمن والتستوثمن‬: ‫ سمعت نبي صلى هللا عليه وسلم يقول‬: ‫ قال‬,‫ ياامير المؤمنين ناسمعت‬: ‫فقمت فقلت‬: ‫ابوهريرة‬
)‫(رواه البخارى‬
Artinya:
           Abu hurairah berkata, umar didatangi seorang wanita yang bertato dia berdiri sambil
berkata “ aku ingatkan kalian kepada Allah! Siapakah yang pernah mendengar sabda Nabi
Saw tentang pembuatan tato? Abu hurairah berkata ”aku berkata wahai Amirul mukminin,
Aku pernah mendengar sabda tersebut. Dia kembali bertanya kepadaku, Apakah yang kamu
dengar? Aku menjawab aku mendengar Rasulullah Saw bersabda, janganlah kalian
melakukan tato dan jangan kalian meminta di tato. (H.R.Bukhari)

e.       Hadist Larangan Memakai Pakaian Lawan Jenis

.‫ المخنثين من الرجال والمتر جالت من النساء‬,‫ لعن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬: ‫قال‬,‫عن ابن عبا س رضى هللا عنه‬
‫ (رواه‬. ‫ والمتثبهات من النساء با لرجا ل‬, ‫لعن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم المتثبهين من الرجا ل با لنساء‬: ‫وفى رواية‬
)‫البخارى‬
Artinya:
Ibnu Abbas ra berkata: Rasullah saw melaknat orang laki-laki yang berlagak perempuan dan
orang perempuan yang berlagak meniru laki-laki. Dalam riwayat lain: Rasulullah saw
melaknat orang laki-laki yang meniru perempuan dan perempuan yang meniru laki-laki.
(H.R. Bukhari).
  

B.     Kesimpulan

Pakaian adalah suatu benda atau sesuatu yang di gunakan untuk menutup aurat atau sesuatu
hal yang malu jika di perlihatkan sesuatu yang aib. Agama islam telah menggambarkan
bahwa berpakaian itu tujuannya untuk menutup aurat sebagai salah satu tanda kepatuhan kita
kepada Allah. Dalam rangka ini, menutup aurat mestilah menjadi pertimbangan yang utama
bagi setiap muslim dalam memakai pakaian. Agama membolehkan memakai pakaian dari
jenis apapun bahannya di buat, asalkan tidak ada ketentuan yang melarangnya. Oleh sebab
itu etika berpakaian dalam islam bukan hanya sekedar memakai pakaian yang menutup aurat,
tetapi pula memperhatikan aspek etika. Memakai pakaian yang menyeret tanah tidak
diperbolehkan dalam islam, karena ini dianggap sebagai suatu hal yang berlebihan, oleh
sebab itu jika kita memakai pakaian hendaklah yang sopan dan menutup aurat.
            Pengharaman mengenakan sutera bagi kaum laki-laki dan tidak untuk kaum
perempuan. Larangan bagi kaum laki-laki memakai cincin emas, yang hukumnya haram,
karena itu menyerupai tindakan dan perilaku kaum wanita, menghilangkan kejantanan dan
karisma.
http://el-unsa.blogspot.com/2012/12/hadist-tentang-pakaian-dan-hiasan.html

7. Hadis tentang tata pergaulan


ُ َ‫ َواالَي‬,"‫" َوتَ َعا َونُوْ ا َعلَى ْالبِرِّ َو ْالتَ ْقوى‬: ‫قَا َل هللاُ ت َعالَى‬
.ٌ‫ات فِى َم ْعنَى َما َذكَرْ تُهُ َكثِ ْي َرةٌ َم ْعلُو َمة‬
       Artinya: "Dan tolong menolonglah kamu atas kebaikan dan ketaqwaan."
Bergaul dengan orang banyak di tengah-tengah masyarakat mempunyai nilai keutamaan
lebih dibanding dengan hidup menyendiri menjauh dari mereka dengan syarat mengikuti
mereka dalam kegiatan-kegiatan keagamaan maupun sosial seperti menghadiri shalat jum’ah,
shalat berjamaah, majlis-majlis ta’lim, mengunjungi orang sakit, mengantar jenazah
(ta’ziyah), membantu meringankan beban sebagian anggota masyarakat yang memerlukan,
memberikan bimbingan kepada yang tidak tahu/tidak mengerti atas suatu persoalan
keagamaan maupun sosial serta mampu mengendalikan diri dari mengikuti hal-hal yang tidak
baik dan tabah serta sabar atas segala gangguan yang mungkin timbul.
Begitulah yang dapat kita lihat dari riwayat hidup Rasulullah SAW beserta sahabat-sahabat
beliau yang mulia bahkan semua Nabi dan Rasul Allah senantiasa bergaul dan bergumul
secara integral dengan orang di dalam masyarakat dan ternyata cara ini pula yang ditempuh
oleh para ulama’ pewarisnya.[1]
Melihat keutamaan bergaul dengan orang banyak, pada kesempatan kali ini kami akan
membahas tentang pergaulan lawan jenis beserta tata cara pergaulan lawan jenis dengan
berdasarkan reportase hadits.

    II.            RUMUSAN MASALAH
      a)      Pergaulan Yang Baik
      b)      Tata Cara Pergaulan Lawan jenis
      c)      Tata Cara Pergaulan Lawan Jenis Berdasarkan Repotase Hadist

 III.            PEMBAHASAN
A.    Pergaulan Yang baik
Pergaulan yang baik ialah melaksanakan pergaulan menurut norma-norma kemasyarakatan
yang tidak bertentangan dengan hukum syara’, serta memenuhi segala hal yang berhak
mendapatkannya masing-masing menurut kadarnya.
Agama islam menyeru dan mengajak kaum muslimin melakukan pergaulan di antara kaum
muslimin baik yang bersifat pribadi orang seorang, maupun dalam bentuk kesatuan. Karena
dengan pergaulan kita dapat saling berhubungan mengadakan pendekatan satu sama lain, bisa
saling menunjang dan mengisi antara satu dengan lainnya.[2]

B.     Tata Cara Pergaulan Lawan Jenis
Adapun pergaulan antara pria dan wanita atau sebaliknya maka itulah yang meimbulkan
berbagai problrm yang memerlukan pengaturan dengan suatu peraturan tertentu. Pergaulan
pria dan wanita itulah yang melahirkan berbagai interaksi yang timbul karenanya.
Pemahaman masyarakat lebih-lebih kaum terdapat system pergaulan pria dan wanita dalam
islam mengalami kegoncangan dahsyat. Pemahaman mereka amat jauh dari hakekat islam,
dikarenakan jauhnya mereka dari ide-ide dan hukum islam. Kaum muslimin berada di antara
dua golongan. Pertama, orang yang melampaui batas(tafrith) yang beranggapan bahwa
termasuk hak wanita adalah berdua-duaan atau berkhalwat dengan laki-laki sesuai dengan
kehendaknya dan keluar rumah dengan membuka auratnya dan memakai baju yang ia sukai.
Kedua, orang-orang yang terlalu ketat(ifrath) yang tidak memandang wanita tidak boleh
bertemu dengan pria sama sekali dan seluruh badan wanita adalah aurat termasuk wajah dan
telapak tangannya. Karena adanya sikap golongan dua ini timbul perselisihan dan
permusuhan diantara mereka.
Islam sebagai agama yang mempunyai karakteristik moderat memberikan batasan pergaulan
antara lawan jenis. System interaksi (pergaulan) dalam islamlah yang menjadikan aspek
ruhani sebagai landasan dan hukum-hukum syari’at tolok ukur yang didalamnya terdapat
hukum-hukum yang mampu menciptakan nilai-nilai akhlak yang luhur. System islam
memandang manusia baik pria maupun wanita sebagai seorang yang memiliki naluri,
perasaan, dan akal.
Dengan hukum-hukum inilah islam dapat menjaga interaksi antara pria dan wanita sehingga
tidak menjadi interaki yang mengarah pada hubungan lawan jenis atau hubungan yang
bersifat seksual. Artinya interaksi mereka tetap dalam koridor kerjasama semata dalam
menggapai berbagai kemaslahatan dan dalam melakukan berbagai aktifitas. Dengan hukum-
hukum inilah islam mampu memecahkan hubungan yang muncul dari adanya sejumlah
kepentingan individual, baik pria maupun wanita ketika mereka bertemu dan berinteraksi.[3]

C.     Tata CaraPergaulan Lawan Jenis Berdasarkan Repotase Hadist
1.    Haram Duduk Berdua (Berkhilwat) Dengan Perempuan Bukan Muhram.
Uqbah Ibn Amir ra. Menerangkan:
َ n‫ َرأَيْتَ ْال َح ْم‬nَ‫ول هللاِ ! أَف‬
:‫ال‬nn‫ ق‬ ‫و؟‬n َ n‫يارس‬
ُ :‫ار‬ َ ‫ ٌل ِمنَ اأْل َ ْن‬n‫ا َل َر ُج‬nnَ‫ فَق‬.‫ا ِء‬n‫ ِإيَّا ُك ْم َوال ُّدخوْ َل عَل َى النِّ َس‬:‫أَ َّن َرسُو ُل هللاِ عليه وسلّم قَا َل‬
ِ n‫ص‬
.‫ت‬ُ ْ‫ْال َح ْم ُو ْال َمو‬
“Bahwsannya Rasulullah SAW bersabda: janganlah kamu masuk ke kamar-kamar
perempuan. Seorang laki-laki Anshar berkata: Ya Rasulullah terangkan padaku bagaimana
hukum masuk ke dalam kamar ipar perempuan. Nabi SAW menjawab; ipar itu adalah
kematian (kebinasaan).”(al bukhari 67:111: muslim 39:8: Al lu’lu-u wal marjan 3;69-70)
Nabi tidak membenarkan kita masuk ke kamar-kamar perempuan, maka hal ini memeberi
pengertian, bahwa kita dilarang duduk-duduk berdua-duaan saja dalam sebuah bilik dengan
seorang perempuan tanpa mahramnya.
Ahli hadis tidak ada yang mengetahui nama orang anshar yang bertanya kepada Rasul
tentang hukum kerabat-kerabat si suami yang selain dari ayah dan anaknya, masuk ke tempat
istri si suami itu. Diterangkan oleh An Nawawy, bahwa yang dimaksud dengan Hamwu
disini, ialah kerabat-kerabat si suami seperti saudaranya, anak saudaranya dan kerabat-
kerabat lain yang boleh mengawini istrinya bila ia di ceraikan atau meninggal.
Yang tidak masuk ke dalam kerabat disini ialah ayah dan anak si suami karena mereka di
anggap mahram.[4]
Nabi menerangkan bahwa kerabat-kerabat si suami menjumpai si istri itu sama dengan
menjumpai kematian, karena menyendiri dalam kamar memudahkan timbul nafsu jahat yang
membawa pada kemurkaan Allah dan membawa kepada kebinasaan, atau menyebabkan si
suami menceraikan istrinya jika sang suami pencemburu. Jelasnya, takut kepada mudah
timbul kejahatan dari kerabat-kerabat itu adalah lebih mudah daripada yang dilakukan oleh
yang bukan kerabat. Karena kerabat itu lebih leluasa masuk kedalam bilik-bilik si perempuan
dengan tidak menimbulkan prasangka tang tidak-tidak. Mengingat hal ini perlu dihindari
masuk ke dalam bilik orang lain.
Dikarenakan jika kita berada dalam satu bilik dengan seorang perempuan yang bukan
mahram. Dikhawatirkan kita akan terjebak untuk mengikuti hawa nafsu. Apabila seorang
bergerak mengikutinya meskipun hanya selangkah. Ia akan terpaksa untuk mengikuti
langkah itu dengan langkah berikutnya.
Dalam Al-Kafi, Imam As shidiq a.s diriwyatkan berkata: “waspadalah hawa nafsumu
sebagaimana engkau mewaspadai musuhmu. Sebab tidak ada musuh yang lebih berbahaya
bagi manusia selain kaetundukan pada hawa nafsu dan perkataan lidahnya.”[5]

    2.     Haram melihat perempuan yang Bukan Mahram

ْ َّ‫ا الن‬nn‫ا ِن ِزنَاهُ َم‬nnَ‫ ْال َع ْين‬،ّ‫ك اَل َم َحالَة‬


،‫ر‬nn‫ظ‬ ِّ َ‫ص ْيبَهُ ِمن‬
ُ ‫الزنَا ُم ْد ِر‬ َ ِ‫ ُكت‬،‫ع َْن ابى هريرة رضيى هللاُ عنه النب ّي ص م قال‬
ِ َ‫ب َعلَى ا ْب ِن أ َد َم ن‬
‫نى‬nn‫وى ويتم‬nn‫ا الخطى واقلب يه‬n‫ا ه‬nn‫ل زن‬n‫ والرج‬، ‫ى‬nn‫ا البطش‬nn‫ا ه‬n‫د زن‬nn‫ والي‬، ‫اه الكالم‬nn‫ان زن‬n‫تماع واللس‬nn‫وألدنان زنا هما االس‬
)‫ (متفق عليه وهذا لفظ مسلم ورواايه البخارمحصرة‬n.‫ويصدق ذلك الفرج اويكذبه‬
Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi SAW. Beliau bersabda: “telah ditentukan bagi anak adam
(manusia) bagian zinanya. Dimana ia pasti mengerjakannya. Zina kedua mata adalah melihat,
zina kedua telinga adalah mendengar, zina lisan adalah berbicara. Zina tangan adalah
memukul, zina kaki adalah berjalan serta zina hati adalah bernafsu dan berangan-angan, yang
semuanya dibuktikan atau tidk dibuktikan oleh kemaluan.(HR. Bukhari Muslim)[6]
Dalam Hadits tersebut mengandung arti bahwa hadits Imam Bukhari termasuk zina anggota
tubuh , tetapi semuanya tidak hanya dilakukan lewat kemaluan saja melainkan lewat anggota
tubuh lainnya. Misalnya pandangan mata karena awal mula timbulnya hasrat dari pandangan
mata yang tidak terkontrol atau tidak dijaga terhadap hal-hal yang memancing nafsu birahi ,
kemudian lisannya bicara yang tidak baik misalnya menggunjing orang lain, berdusta dan
berbicara yang tidak menjurus perbuatan yang menimbulkan hasrat dengan lawan jenis.  

3.    Wanita boleh keluar rumah untuk memenuhi hajatnya

‫ ْي َمةً الَت َْخفَى َعلَى َم ْن‬n ‫رأَةً َج ِس‬n َ n‫ت ا ْم‬ ِ َ‫ َو َكان‬،‫اجتِهَا‬ َ ‫ لِ َح‬، ُ‫ب ال ِح َجاب‬ َ ‫ُر‬ِ ‫ت َسوْ َدةُ بَ ُع َد َماض‬ ْ ‫ خَ َر َج‬:‫ت‬ْ َ‫ض َي هللاُ عنهُ َما قَل‬ ِ ‫ْث عَائِ َشةَ َر‬ ُ ‫َح ِدي‬
ً‫ ة‬n‫ت َرا ِج َع‬ ْ َ ‫أ‬nnَ‫ا ْن َكف‬nَ‫ ف‬: ‫ت‬ ْ َ‫ قَال‬. َ‫ فَ ْنظُ ِريْ َك ْيفَ ت َْخ َر ِج ْين‬،‫ يَا َسوْ َدةُ ! أَ َما َوهللاِ َما ت َْخفَ ْينَ َعلَ ْينَا‬: ‫ فَقَا َل‬،‫ب‬ َّ َ
ِ ‫ فَ َرأهَا ُع َم َربْنُ الخَ طا‬،‫ْرفُهَا‬ ِ ‫يَع‬
‫ا‬nn‫ق فِى يَ ِد ِه َم‬ َ ْ‫ت فَأَوْ َحى هللاُ إِلَ ْي ِه ُش َّم ُرفِ َع َع ْنهُ َوإِ َّن ال َعر‬
ْ َ‫ قَال‬: ‫ فَقَا َل لِى ُع َم ُر َك َذا َو َك ّذا‬،‫عض َح َجتِى‬ ِ َِ َ َ‫ب‬ ‫ل‬ ُ
‫ت‬ ‫ج‬‫ر‬ َ
‫خ‬ ‫ى‬ِّ ‫ن‬ ‫إ‬
ِ ِ! ‫هللا‬ ‫ل‬
ُ ‫س‬
ْ‫ُو‬ ‫َو َر‬
ُ ْ
.)‫أن تَخرُجْ نَ لِ َحا َجتِك َّن‬ ُ َ ُ َ َّ
ْ ‫ال (إِنهُ ق ْد أ ِذنَ لك َّن‬ َ َ
َ ‫ض َعهُ فق‬ َ ‫و‬
Aisah r.a. berkata: pada suatu hari saudah binti Zam’ah r.a. keluar dari rumah untuk suatu
keperluan dan ia wanita yang gemuk besar, hampir semua orang mengenalnya, maka dilihat
oleh Umar bin Al Khattab dan menegurnya: “ya Saudah, demi Allah engkau tidak samar
terhadap kami, karena itu hendaknya engkau perhatikan ketika keluar rumah: Saudah
mendengar teguran itu segeralah ia kembali, sedang Rasulullah SAW. Ketika itu sedang
makan dirumahku dan ditangan Nabi SAW. Maka Saudah masuk dan berkata: ya Rasulallah,
aku keluar untuk suatu hajat tiba-tiba Umar menegur begini kepadaku. Tiba-tiba turunlah
wahyu sedang daging masih tetap ditangan nabi SAW. Lalu bersabda: “sungguh telah di
izinkan bagi kalian keluar untuk hajatmu”. (HR. Bukhari Muslim).[7]
Dari kutipan hadits di atas dapat diketahui bahwa pada hakekatnya wanita diperkenankan
keluar rumah walaupun awalnya sahabat Umar melarang perbuatan tersebut.

4.    Hadits tentang memandang wanita
َ ‫ص َرهُ إالَّ أحْ د‬
‫َث هللا لَهَ ِعبَا َدةً يَ ِج ُد َحالَ َوتَهَا‬ ْ ‫َما ِم ْن ُم ْسلِ ٍم يَ ْنظُ ُرإِلَى إ ْم َرأ ٍة أَ َّو َل ن‬
َ َ‫َظ َر ٍة ثُ َّم يَ ُغضُّ ب‬
“Tidaklah seorang muslim yang memandang seorang wanita dalam pandangan pertamanya.
Kemudian ia palingkan pandangannya kecuali Allah menjadikannya nilai ibadah yang akan
dirasakan kemanisannya.”
“Memandang wanita (bukan muhram) merupakan salah satu anak panah iblis. Barangsiapa
meninggalkannya karena takut akan Adzab Allah. Maka Allah akan menganugrahkan
kepadanya iman yang dirasakan manisnya dalam hatinya.”[8]
Islam mengajarkan kita agar selalu menjaga mata kita agar tidak melakukan zina mata.
Jikalau ada satu kenikmatan, maka yang pertama itu ibadah dan selanjutnya itu perangkap
syaithan. Karena itulah jauhi dalam memandang wanita secara terus-menerus, karena bisa
jadi, yang pertama itu merupakan nikmat Allah dan pandangan yang kedua itu panah iblis.

5.    Boleh memboncengkan perempuan yang bukan mahram apabila keletihan di jalan.


‫ا َء‬n‫تَقِى ال َم‬n‫ َو ْس‬،ُ‫ه‬n‫فَ فَ َر َس‬nِ‫ت أَ ْعل‬ ُ ‫ فَ ُك ْن‬،‫ ِه‬n‫ح َو َغي ِْرفَ َر ِس‬ ٍ ‫ض‬ ِ ‫يئ َغي ِْرنَا‬ ٍ ‫ك َوالَ َش‬ ٍ ْ‫ض ِم ْن َما ٍل َوالَ َم ْملُو‬ ِ ْ‫الزبَ ْي ُر َو َمالَهُ فِى االَر‬ ُّ ‫تَزَ َّو َجنِي‬
‫ ُل النَّ َوى ِم ْن‬nُ‫ت أ ْنق‬ ُ ‫ َو ُك ْن‬،‫ق‬ ْ
‫د‬ n‫ص‬
ٍ ِ َ ِ َ ‫ة‬ ‫و‬ ْ
n‫س‬ ‫ن‬ ‫ن‬َّ ُ
‫ك‬ ‫و‬ ‫ار‬
َِ َ n‫ص‬ ْ
‫ن‬ ‫أل‬ َ‫ن‬ ‫م‬ ‫ى‬ ‫ل‬
ِ ِ َ َ ِ َ ٌ
‫ات‬ ‫ار‬ n ‫ج‬ ُ
‫ز‬ ‫ب‬ ْ‫ح‬ ‫ي‬ َ‫ان‬n َ
‫ك‬ ‫و‬
َ ِ‫ز‬ُ n ‫ب‬ ْ‫ج‬ َ ‫أ‬ ُ‫ن‬ n‫س‬ ِ ْ‫ح‬ُ ‫أ‬ ‫ن‬ْ ُ
‫ك‬ َ ‫أ‬ ‫م‬َ
ْ َ‫ل‬ ‫و‬ ، ُ‫ن‬ ِ َ َ‫َوأَ ْخ ِر ُزغَرب‬
‫ج‬ ْ
‫ع‬ َ ‫أ‬ ‫و‬ ،ُ ‫ه‬
ُ‫ فَلَقِيْت‬،‫ي‬n‫ َر ْأ ِس‬ ‫وى َعلَى‬n ً
َ nَ‫ا َوالن‬n‫ فَ ِجئت يَوْ م‬.‫خ‬ ُ ْ ٍ n‫ى َوه َى ِمنى َعلى ثلثى فَرْ َس‬n‫وْ ُل هللاِ ؤ َعلى َرأ ِس‬n‫ هُ َر ُس‬n‫ر الّتِى أقط َع‬n
َ ُ َ ِّ ْ َ َ ْ ِ n‫الزبَ ْي‬ ُّ ‫ض‬ ِ ْ‫أر‬
‫ع‬nn‫ي َْر م‬n‫أس‬ ِ ‫أن‬ ْ ُ
‫ْت‬ ‫ي‬َ ‫ي‬ ْ‫َح‬ ‫ت‬n ْ
‫اس‬ َ ‫ف‬ ،ُ ‫ه‬n َ ‫ف‬ ْ
‫ل‬ َ‫خ‬ ‫ى‬ ‫ن‬َ ‫ل‬
ِ ِ ِ ‫م‬ ْ‫ح‬ َ ‫ي‬ ‫ل‬ ) ٌ
‫خ‬ ‫إ‬ ٌ
‫خ‬ ‫(إ‬ : ‫ل‬
َ ‫ا‬nnَ ‫ق‬ ‫م‬
َّ ُ ‫ث‬ ،‫ى‬ ِ ‫ن‬ ‫َا‬
‫ع‬ ‫د‬
َ َ ‫ف‬ ‫ار‬
ِ ‫ص‬َ ْ
‫ن‬ َ ‫ال‬ ‫ا‬ َ‫ن‬ ‫م‬
ِ ‫ر‬
ٌ َ ‫ف‬ َ ‫ن‬ ُ ‫ه‬ ‫ع‬
َ ‫م‬
َ َ‫و‬ ،‫وسلم‬ ‫عليه‬ ‫هللا‬ ‫صلى‬ ‫هللا‬ ‫ل‬
َ ْ‫َرسُو‬
،‫ى‬n‫ض‬ َ ُ َ ِّ َ
َ ‫ ف َم‬،‫تَحْ يَيْت‬n‫لم انى أ ْس‬nn‫ه وس‬nn‫لى هللا علي‬nn‫وْ َل هللا ص‬n‫اع َرفَ َر ُس‬n‫ ف‬، ‫اس‬ ْ َ َ ًّ ّ ْ
ِ n‫ ُر الًن‬nَ‫ان أغي‬nn‫ َوك‬،ُ‫ َوذكَرْ ت الزبَي َْر َو َغ ْي َرتَه‬،‫ال ِّر َجا ِل‬ ُّ ُ َ
‫ْت‬ُ ‫تَحْ يَي‬n‫اس‬
ْ َ‫ب ف‬ َ ‫اخَ أِل َرْ َك‬nn‫أ ن‬nnَ‫ف‬،‫ َحابِه‬n‫أص‬ ْ ‫ َو َم َعهُ نَفَ ٌر ِم ْن‬، ‫ َعلَى َر ْأ ِسى النَ َوى‬ ‫ت َرسُوْ َل هللا صلى هللا عليه وسلم‬ ُ ‫ فَقُ ْل‬،‫ت ال ّزب ْي َر‬ ُ ‫فَ ِج ْئ‬
َ‫خ‬
‫ ادَم‬n ِ‫ك ب‬nn‫د ذل‬nn‫ بع‬،‫ابوبكر‬ ٍ ُ َّ
‫ ّحتى ا رْ ِس َل الى‬:‫ قالت‬.‫ك لنَوى كانَ أشدعلى َركوبك معه‬ َ َّ َ َ ُ َ ُ َ
ِ ‫ وهللاِ ! ل َح ْمل‬:‫ فقا َل‬.َ‫ َو َع َرفت غي َْرتك‬،ُ‫منه‬ َ َ ُ ْ
.‫س فكأنَّ َما أعتَقَنِى‬ ِ ‫تَ ْكفِنِى ِسيَا َسةً الفُ َر‬
“Azzubair mengawini aku dan ia tidak mempunyai harta di muka bumi ini. Tidak
mempunyai budak dan tidak mempunyai apa-apa selain dari seekor unta yang dipergunakan
untuk mengangkut air dan selain kudanya. Aku selalu memberi memberi makan kudanya,
menimba air, membetulkan timbanya dan merema tepung. Sedang aku tidak pandai membuat
roti. Tetangga-tetanggaku dari golongan Anshar membuat roti untukku. Mereka adalah
perempuan-perempuan yang benar dan aku mengangkut dengan kepala aku atah-antah biji
kurma dari kebun Azzubair dan diberikan Rasulullah kepanya. Tanah itu jaraknya dari
rimahku kira-kira 2,3 farsah (1,2 mil).
Maka pada suatu hari aku datang sedang biji anak kurma di atas kepalaku. Lalu aku
menjumpai Rasulullah, bersamanya ada beberapa orang Anshar. Maka Rasulullah
memanggil aku dan berkata;ikh, ikh. Beliau menidurkan untanya untuk dapat membawaku
dibelakangnya. Aku merasa malu berjalan bersama-sama  orang laki-laki. Dan aku ingat
tentang kecemburuan Azzubair. Dia orang yang paling cemburuan. Rasulullah menjumpai
aku sedang anak kurma ada di atas kepalaku. Dan bersama-sama Nabi SAW ada beberapa
sahabatnya lalu Nabi menidurkan untanya supaya aku menungganginya, tetapi aku malu
kepada Nabi dan aku mengetahui kecemburuan kecemburuan anda. Maka Azzubair berkata :
demi Allah aku memikul atau membawa biji kurma adalah lebih keras teknanannya atas
diriku daripada engkau menunggangi unta bersamanya. Asma’ berkata : kemudian Abu
Bakar mengirim kepadaku seorang pelayan yang menggantiku dalam pemeliharaan kuda itu.
Karenanya seolah-olah Abu Bakar telah memerdekakan aku.” (Al Bukhari 67:107. Muslim
39 : 14, Al lu’lu-u wal Marjan 3: 73-74)
Menurut hadits ini adalah hendaknya ada kerjasama antara suami dan istri dalam membina
rumah tangga. Dan hadist ini menyatakan pula kebolehan kepada Negara
memberikan tanah Negara kepada sebagian rakyatnya. Dan tanak itu tidak dapat dimiliki
oleh seseorang, kalau tidak diberikan oleh kepala Negara(pemerintah). Dan pemerintah boleh
mencabut kembali dan mengalihkan hak milik tanah kepada orang itu menurut kemaslahatan.
Dan pemerintah boleh juga memberi tanah itu sekedar di ambil manfaatnya saja, bukan
dengan memberi hak milik atas tanah itu. Demikianlah hukunnya terhadap tanah yang
dimiliki oleh Negara. Adapun tanah yang pernah diolah maka dapat dikerjakan oleh seorang
tanpa izin pemerintah menurut pendapat malik, Asyafi’i dan jumhur. Menurut Abu Hanifah,
harus juga dengan mendapat izin pemerintah lebih dulu.
Hadits ini menyatakan kebolehan kita memboncengkan seorang perempuan yang telah
kepayahan di jalan. Di samping itu menyatakan pula tentang kerendahan hati
Nabi terhadap umatnya. Beliau tidak keberatan memboncengkan Asma’.
Kebolehan kita memboncengkan perempuan yang bukan mahram adalah apabila kita
menjumpai di suatu tempat di jalan, sedang dia tidak sanggup berjalan lagi khususnya apabila
kita bersama-sama dengan orang lain. Akan tetapi ada yang mengatakan sebagai Al Qadhi
Iyadh, bahwa membonceng perempuan yang bukan muhrim adalah dari khususiyah Nabi
SAW. Tidak dapat dilakukan oleh orang lain. Nabi Memboncengkan Asma’ itu adalah
seorang anak perempuan dari Abu Bakar, saudara dari Aisyah dan istri dari Azzubair. Maka
dapat dipandang sebagai salah seorang keluarganya. Lebih-lebih lagi Rasulullah adalah orang
yang sangat kuat menahan Nafsunya.”  

 IV.            KESIMPULAN
Pergaulan yang baik ialah melaksanakan pergaulan menurut norma-norma kemasyarakatan
yang tidak bertentangan dengan hukum syara’, serta memenuhi segala hal yang berhak
mendapatkannya masing-masing menurut kadarnya.
Islam sebagai agama yang mempunyai karakteristik moderat memberikan batasan pergaulan
antara lawan jenis, diantaranya:
               Haram Duduk Berdua (Berkhilwat) Dengan Perempuan Bukan Muhram.
               Haram melihat perempuan yang Bukan Mahram
               Wanita boleh keluar rumah untuk memenuhi hajatnya
               Hadits tentang memandang wanita
               Boleh memboncengkan perempuan yang bukan mahram apabila keletihan di jalan
https://presidentpocong.blogspot.com/2017/03/hadits-tentang-tata-cara-pergaulan.html

8. Hadis tentang pendidikan anak


Pentingnya menguasai ilmu pengetahuan
 

‫ َو َم ْن َأ َرا َد ُه َما َف َع َل ْي ِه باِ ِلع ْل ِم‬،‫اآلخ َر َه َف َع َل ْي ِه ِبا ْل ِع ْل ِم‬


ِ ‫ َو َم ْن َأ َرا َد‬،‫َم ْن َأ َرا َد ال ُّد ْن َيا َف َع َل ْي ِه ِب ْا ِلع ْل ِم‬
"Barangsiapa yang hendak menginginkan dunia, maka hendaklah ia menguasai ilmu. Barangsiapa
menginginkan akhirat, hendaklah ia menguasai ilmu. Dan barang siapa yang menginginkan
keduanya (dunia dan akhirat), hendaklah ia menguasai ilmu." (HR. Ahmad)
 
Menjadi pendidik yang baik
 

‫ص َغا ِر ْا ِلع ْل ِم َق ْب َل ِك َبا ِر ِه‬ َ ‫لربَّا ِن ُّي ا َّل ِذى ُي‬


َ ‫ــر ِب ّــى ال َّن‬
ِ ‫اس ِب‬ َ ‫ُك ْونـُ ْـوا َر َّبا ِن ِّي ْـينَ ُح َل َما َء ُف َق َها َء ُع َل َم‬
َّ ‫اء َو ُي َقا ُل َا‬
"Jadilah pendidik yang penyantun, ahli fikih, dan ulama. Disebut pendidik apabila seseorang
mendidik manudia dengan memberikan ilmu sedikit-sedikit yang lama-lama menjadi banyak." (HR.
Bukhari)
Baca: Respons Nabi terhadap Usul Kesetaraan Pendidikan Laki-laki dan Perempuan
 
Kewajiban mendidik anak
 

َ ‫يم َة ه َْل ت ََرى ِفي َها َجدْ ع‬


‫َاء‬ َ ‫ص َرا ِن ِه َأ ْو ُي َم ِّج‬
َ ‫سا ِن ِه َك َم َث ِل ا ْل َب ِهي َم ِة ُت ْنت َُج ا ْل َب ِه‬ ِّ ‫ُك ُّل َم ْو ُلو ٍد ُيو َل ُد عَ َلى ا ْل ِف ْط َر ِة َفأَ َب َوا ُه ُي َه ِّودَا ِن ِه َأ ْو ُي َن‬

"Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci). Kemudian kedua orang tunyalah yang akan
menjadikan anak itu menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi sebagaimana binatang ternak yang
melahirkan binatang ternak dengan sempurna. Apakah kalian melihat ada cacat padanya?" (HR.
Bukhari)
 
Kewajiban menuntut ilmu
 

ْ ‫يض ٌة عَ َلى ُك ِّل ُم‬


‫س ِل ٍم‬ َ ‫َط َل ُب ا ْل ِع ْل ِم َف ِر‬
"Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim." (HR. Ibnu Majah)
 
Jaminan bagi para penuntut ilmu
 

‫هللا ِب ِه َط ِر ْي ًقا ِإ َلى ا ْل َج َّن ِة‬ ُ ‫س َلكَ َط ِر ْي ًقا َي ْل َت ِم‬


َ ‫س ِف ْي ِه ِع ْل ًما‬
ُ ‫س َّه َل‬ َ ‫َم ْن‬
"Barangsiapa yang menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah Swt akan
memudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim)
Baca: 3 Hadis Tentang Keutamaan Berdonasi
 
Ilmu lebih berharga ketimbang uang

‫ارا َواَل ِد ْر َه ًما ِإ َّن َما َو َّر ُثوا ا ْل ِع ْل َم َف َمنْ َأ َخ َذ ِب ِه َأ َخ َذ ِب َح ٍّظ َوا ِف ٍر‬ َ ‫ِإنَّ اأْل َ ْن ِب َي‬
ً ‫اء َل ْم ُي َو ِّر ُثوا ِدي َن‬
“Sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, sesungguhnya mereka hanyalah
mewariskan ilmu, maka barangsiapa yang telah mengambilnya, maka ia telah mengambil bagian
yang banyak.” (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi).
 
Pendidikan karakter
 

ُ ‫ص ْب َيا َن ُك ْم َأ َّو َل َك ِل َم ٍة ِب َال ِإ َل َه ِا َّال‬


‫هللا‬ ِ ‫ِا ْفت َُح ْوا َع َلى‬
“Ajarkanlah kalimat pertama kepada anak-anak kalian 'La ilaha Illallah." (HR. Al-Hakim)
 
Menghormati guru

َ ‫س ِك ْي َن َة َوا ْل َو َقا َر َوت ََو‬


‫اض ُع ْوا ِل َم ْن َت َت َع ّل ُموانَ ِم ْن ُه‬ ّ ‫واالع ْل َم َو َت َع ّل ُم ْوا ِل ْل ِع ْل ِم ال‬
ِ ‫َت َع ّل ُم‬
"Belajarlah kalian ilmu untuk ketenteraman dan ketenangan, serta rendah hatilah pada orang yang
kamu belajar darinya."  (HR. Ath-Thabrani)
 
Saling berbagi pengetahuan
 

‫س ُكنَ َع َلى َج ْه ِل ِه َواَل ِل ْل َعا ِل ِم َا ْن َي ْس ُكنَ َع َلى ِع ْل ِم ِه‬


ْ ‫اَل َي ْت َب ِغ ِل ْل َجا ِه ِل َانْ َي‬ 
"Tidak pantas bagi orang yang bodoh itu mendiamkan kebodohannya dan tidak pantas pula orang
yang berilmu mendiamkan ilmunya." (HR. Ath-Thabrani)
Baca: 3 Hadis Anjuran Menjaga Kebersihan Diri

 
Menghadirkan pendidikan yang baik
 

‫س ٍن‬ ٍ ‫ض َل ِم ْن َأ َد‬
َ ‫ب َح‬ َ ‫َما َن َح َل َوا ِل ٌد َو َلدًا ِم ْن َن ْح ٍل َأ ْف‬
"Tiada suatu pemberian yang lebih utama dari orang tua kepada anaknya selain pendidikan yang
baik. (HR. Al-Hakim)
https://m.oase.id/read/qW0mVR-10-hadis-tentang-pendidikan

9. Hadis tentang mengikuti tradisi


Hanya dengan satu hadits ini, “Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk
bagian dari mereka” (HR Abu Daud dan Ahmad), banyak ustaz yang lantang mengharamkan
hampir semua aspek kehidupan kita saat ini. Bagaimana cara kita memahami hadits ini dalam
tinjauan ilmu hadits, sejarah, politik dan budaya?
Berbeda dengan imajinasi pihak tertentu, dari mulai Prof Samuel Huntington sampai Emak-
emak yang hobi main medsos, yang membayangkan terjadinya benturan budaya,
sesungguhnya peradaban manusia dibangun lewat perjumpaan dan percampuran berbagai
budaya di dunia ini. Dari mulai bahasa, pakaian, makanan, karya seni, teknologi sampai
olahraga terdapat titik-titik kesamaan yang kemudian bila dilacak ke belakang kita akan
kesukaran menentukan identitas asli tradisi tersebut.
Ambil contoh, memakan dengan sumpit. Kawan bule saya keheranan saya tidak bisa
menggunakan sumpit padahal sudah 20 tahun lebih tinggal di Australia. Ganti saya yang
keheranan ketika sumpit dihubungkan dengan tradisi Australia. Bukannya ini berasal dari
Cina? Kawan bule saya dengan santai bilang: “Aslinya sih begitu, tetapi semua anak Ausie
tahu cara pakai sumpit.”
Saya beri satu contoh umum lagi, sebelum kita masuki contoh yang kontroversial. Sepak bola
modern berasal dari Inggris. Paling tidak itu kata kawan saya yang penggemar berat Arsenal.
Tapi ternyata olahraga ini punya sejarah panjang dari mulai permainan cuju di Cina, sampai
permainan epyskiros di Yunani.
Dan kini setiap menyebut sepak bola, dunia tidak lagi mengingat pemain Inggris, Cina atau
Yunani, tetapi Messi dari Argentina dan Ronaldo dari Portugal (keduanya bermain di Liga
Spanyol). Dan saya menduga baik Messi maupun Ronaldo juga tidak keberatan makan
dengan sumpit.
Nah, bisakah hanya gara-gara makan dengan sumpit atau menjadi penggemar bola, Anda
kemudian dianggap bagian dari mereka? “Mereka” itu siapa? Itu saja tidak jelas karena untuk
sampai kepada “mereka”, perjalanan sumpit dan sepak bola itu panjang melintasi benua dan
samudera. Tapi bukankah sebagai orang Jawa, Sunda, Bugis atau Ambon Anda tetap tidak
merasa kehilangan kejawaan, kesundaan, kebugisan atau keambonan Anda hanya karena
makan mie pangsit dengan sumpit atau mengoleksi berbagai atribut Real Madrid atau  Barca?
Lantas apa maksud hadits di atas? Saya dulu pernah menjelaskan soal politik identitas. Saya
kutip sebagian:
Pada masa Nabi Muhammad hidup lima belas abad yang lampau, identitas keislaman
menjadi sesuatu yang sangat penting. Tapi bagaimana membedakan antara Muslim dengan
non-Muslim saat itu? Bukankah mereka sama-sama orang Arab yang punya tradisi yang
sama, bahasa yang sama bahkan juga berpakaian yang sama? Untuk komunitas yang baru
berkembang, loyalitas ditentukan oleh identitas pembeda.
Pernah pada suatu waktu, orang kafir menyatakan masuk Islam di pagi hari, dan kemudian
duduk berkumpul bersama-sama komunitas membicarakan strategi dakwah, tapi di sore hari
orang itu menyatakan dia kembali kafir lagi. Maka, murkalah Nabi. Tindakan itu dianggap
sebuah pengkhianatan terhadap loyalitas komunal. Di sini muncullah hukuman mati terhadap
orang murtad, yang di abad modern ini mirip dengan hukuman terhadap pengkhianat dan
pembocor rahasia negara.
Mulailah Nabi Muhammad melakukan konsolidasi internal: loyalitas dibentengi dengan
identitas khusus. Nabi melakukan politik identitas: umat Islam dilarang menyerupai kaum
Yahudi, Nasrani, Musyrik bahkan Majusi. Maka, keluarlah aturan pembeda identitas dari
soal kumis-jenggot, sepatu-sendal, dan warna pakaian. Pesannya simpel: berbedalah dengan
mereka. Jangan menyerupai mereka, karena barang siapa yang menyerupai mereka, maka
kalian sudah sama dengan mereka.
Inilah konteks hadits di atas: politik identitas dari Nabi untuk komunitas Islam saat itu. Nah,
para ustaz jaman now yang gemar mengutip hadits tasyabuh ini sebenarnya juga hendak
mengukuhkan identitas keislaman kita bahwa kita berbeda dengan “mereka”. Namun para
ustaz lupa bahwa kita tidak lagi hidup di komunitas terbatas seperti perkampungan Madinah
15 abad lalu.
Kita sekarang sudah menjadi citizen of the world (warga dunia). Kondisi sudah berubah,
identitas keislaman tidak akan tergerus oleh pembeda yang berupa asesoris semata. Identitas
keislaman saat ini adalah akhlak yang mulia.
Secara sanad, hadits di atas juga tidak diriwayatkan oleh dua kitab utama, Sahih Bukhari dan
Sahih Muslim. Para ulama hadits juga berbeda menentukan derajat hadits itu. Ada yang
mensahihkan, ada yang memandang hadits itu hasan, bahkan ada pula yang mendhaifkannya.
Bagi yang mengkritik perawi hadits di atas, mereka misalnya menemukan persoalan pada
Abdurrahman bin Tsabit bin Tsauban.
Ahmad bin Hanbal mengatakan hadits yg diriwayatkan perawi ini munkar. Abu Dawud
mengatakan tidak mengapa dengannya. An-Nasa’i mengatakan dha’if. Ibnu Hajar
menyimpulkan bahwa yang bersangkutan itu jujur, tapi sering keliru, dianggap bermazhab
Qadariyyah, dan berubah hapalannya di akhir usianya.
Mengapa para ustaz tidak menjelaskan perbedaan status sanad hadits ini dan juga konteks
kemunculannya? Saya berbaik sangka para ustaz tidak punya kesempatan yang cukup untuk
menjelaskannya di video youtube mereka yang viral itu.  Wa Allahu a’lam.
Saya ingin sekali lagi menunjukkan betapa pentingnya memahami hadits sesuai konteksnya.
Misalnya ada riwayat:
“Berbedalah kalian dengan Yahudi, karena mereka salat tidak pakai sandal dan sepatu” (HR
Abu Daud).
Guru saya, Prof Dr KH Ali Mustafa Ya’qub, pernah menjelaskan bahwa kondisi masjid di
zaman Nabi itu tidak pakai lantai. Hanya beralaskan tanah atau pasir. Maka, kita paham
konteksnya. Bayangkan kalau hadits ini sekarang kita pakai apa adanya dan kita masuk
masjid dengan sandal dan sepatu. Kita akan diteriakin bahkan mungkin dianggap penista
Islam. Itulah gunanya memahami konteks hadits.
Yang dulunya diwajibkan, malah bisa dilarang, ketika konteksnya berubah. Abu Yusuf,
murid utama Imam Abu Hanifah, dengan cerdas mengeluarkan kaidah: “Jika suatu nash
muncul dilatarbelakangi sebuah tradisi, dan kemudian tradisi itu berubah, maka pemahaman
kita terhadap nash itu juga berubah.”
Di samping itu, tidak benar kalau Rasulullah selalu hendak berbeda dengan kaum non-
Muslim. Misalnya HR Bukhari-Muslim ini:
“Nabi SAW tiba di Madinah, kemudian beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa pada
hari Asyura. Beliau bertanya, “Apa ini?” Mereka menjawab : ”Sebuah hari yang baik, ini
adalah hari di mana Allah menyelamatkan bani Israil dari musuh mereka, maka Musa
berpuasa pada hari itu sebagai wujud syukur. Maka, beliau Rasulullah menjawab : ”Aku
lebih berhak terhadap Musa daripada kalian (Yahudi), maka kami akan berpuasa pada hari itu
sebagai bentuk pengagungan kami terhadap hari itu.”
Surat edaran larangan merayakan Tahun Baru 2018
Saya sudah jelaskan bahwa cara berpakaian orang Arab baik Muslim maupun non-Muslim
saat itu serupa, maka penanda yang tampak seperti tampak di wajah itu menjadi penting bagi
identitas keislaman pada saat itu seperti riwayat ini:
“Selisilah orang-orang musyrik. Potong pendeklah kumis dan biarkanlah jenggot.” (HR
Muslim).
Tapi bagaimana dengan model sisiran? Ternyata Nabi tidak menyelisihi non-Muslim.
Kenapa? Karena rambut tertutup sorban sehingga apa pun model sisiran rambut tidak akan
menjadi penanda identitas. Perhatikan riwayat ini:
“Dari Ibnu ‘Abbas bahwa Rasulullah dahulunya menyisir rambut beliau ke arah depan
hingga kening, sedangkan orang-orang musyrik menyisir rambutnya ke bagian kiri-kanan
kepala mereka, sementara itu Ahlul Kitab menyisir rambut mereka ke kening. Rupanya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lebih suka bila bersesuaian dengan apa yang
dilakukan oleh Ahlul Kitab dalam perkara yang tidak ada perintahnya. Namun kemudian hari
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyisiri rambutnya ke arah kanan-kiri kepala
beliau”. (HR Bukhari)
Nah, kalau kita memahami teks riwayat di atas secara apa adanya, apa kita berani
mengatakan bahwa Rasulullah serupa dengan non-Muslim dan telah menjadi bagian dari
mereka hanya karena model sisirannya sama? Yang heboh nanti sobat saya, Kang Maman
Suherman, yang plontos itu. Dia akan bingung mau nyisir model apa biar gak
dianggap kafir! 
Begitu juga soal jenggot dan kumis, kini tidak lagi menjadi satu-satunya pembeda antara
identitas Muslim dengan non-Muslim. Banyak selebriti yang sekarang memelihara jenggot
dan tidak berkumis, begitu juga para tokoh non-Muslim yang juga seperti itu. Apa mereka
menjadi Muslim atau kita yang menjadi kafir gegara punya jenggot?
Sekarang bagaimana dengan perayaan tahun baru? Bagaimana dengan perayaan Valentine?
Bagaimana dengan ucapan selamat hari ibu, selamat ulang tahun, selamat atas wisuda,
selamat atas promosi jabatan? Bagaimana kalau kita pakai celana jeans, atau dasi dan jas?
Untuk perempuan, tahukah Anda sejarah bra? Zaman Rasul gak ada muslimah yang pakai
bra, itu tradisi Eropa abad ke-18. Bolehkah Anda sekarang pakai bra? Untuk yang lelaki,
bagaimana kalau kita pakai topi cowboy atau topi ulang tahun, atau topi santa?
Saya sudah jelaskan konteks hadits tasyabuh dan dikaitkan dengan hadits lain serta
pemahaman kita akan interaksi berbagai budaya di dunia. Kembali ke contoh awal di tulisan
saya ini, apa Anda lantas merasa jadi kafir hanya karena makan dengan sumpit dan menonton
atau ikut bermain sepak bola?
Dalam tradisi hukum Islam dikenal kaidah al-‘adah muhakkamah. Tradisi yang tidak
bertentangan langsung dengan pokok-pokok akidah itu bisa diakui dan diakomodir dalam
praktik maupun ekspresi keislaman kita. Kaidah ini membuat Islam bisa menerima berbagai
budaya tanpa harus kehilangan identitas keislaman kita. Itu pula yang
dilakukan Walisongo saat mengakomodir budaya dan tradisi Nusantara.

https://geotimes.co.id/kolom/agama/menyerupai-suatu-kaum-hadits-konteks-budaya-dan-
tahun-baru-2018/

10. Hadis tentang zina, mencuri dan meminum khamar


 Zina
‫ال َح َّدثَنِي أَبُو َسلَ َمةَ بْنُ َع ْب ِد الرَّحْ َم ِن ع َْن َجابِ ِر ْب ِن َع ْب ِد‬ َ َ‫ب ق‬ ٍ ‫َح َّدثَنَا ُم َح َّم ُد بْنُ ُمقَاتِ ٍل أَ ْخبَ َرنَا َع ْب ُد هَّللا ِ أَ ْخبَ َرنَا يُونُسُ ع َْن اب ِْن ِشهَا‬
‫ت فَأ َ َم َر‬ٍ ‫فَ َش ِه َد َعلَى نَ ْف ِس ِه أَرْ بَ َع َشهَادَا‬ ‫فَ َح َّدثَهُ أَنَّهُ قَ ْد زَ نَى‬ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
َ ِ ‫اريِّ أَ َّن َر ُجاًل ِم ْن أَ ْسلَ ْم أَتَى َرسُو َل هَّللا‬ِ ‫ص‬ َ ‫هَّللا ِ اأْل َ ْن‬
َ‫صن‬ ُ َّ ‫هَّللا‬
ِ ‫صلى ُ َعلَ ْي ِه َو َسل َم فَر‬
ِ ْ‫ُج َم َو َكانَ قَ ْد أح‬ َّ ‫هَّللا‬
َ ِ ‫بِ ِه َرسُو ُل‬

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Muqatil Telah mengabarkan kepada kami
Abdullah telah mengabarkan kepada kami Yunus dari Ibnu Syihab mengatakan; telah
menceritakan kepadaku Abu Salamah bin Abdurrahman dari Jabir bin Abdullah Al Anshary,
ada seorang laki-laki dari kabilah Aslam menemui Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam, ia
menceritakkanya bahwa laki-laki itu telah berzina dan ia sendiri bersaksi empat kali, maka
Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam memerintahkan untuk merajamnya, karena laki-laki itu
telah menikah. (H.R Bukhari 6316)
Kosa Kata
Maka bersaksi ‫فَ َش ِه َد‬
Dirinya ‫نَ ْف ِس ِه‬
Maka dirajam ِ ‫فَر‬
‫ُج َم‬
Empat ‫أَرْ بَ َع‬

Tafsir hadits
Hadits ini mencangkup bebrbagai masalah pokok :
Pertama  : dia (seseorang yang datang kepada Rasulullah) mengakui perbuatannya sebanyak
empat kali, dalam hal ini para ulama berbeda pendapat : apakah disyaratkan untuk
mengulangi pengakuannya sebanyak empat kali atau tidak?
            Al-Hasan, Malik, Asy-Syafi’i, Dawud dan yang lainnya (sebagaimana telah
disebutkan dahulu) tidak mensyaratkan mengulangi pengakuan terhadap perbuatan dosa tidak
disyaratkan mengulangi pengakuannya. Seperti pembunuhan dan pencurian, dan juga
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda kepada Unais, “Jika dia mengaku, maka
rajamlah”, tidak Sallam bersabda kepada Unais , “Jika dia mengaku, maka rajamlah”, tidak
disebutkan untuk mengulangi pengakuannya terhadap perbuatan dosa dan jika hal itu
diisyaratkan, pastilah disebutkan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam : karena saat itu
yang paling tepat untuk menerangkan tentang hukum dan tidak boleh ditunda-tunda pada saat
dibutuhkan. Sementara itu, jumhur ulama mensyaratkan untuk mengulangi pengakuan zina
sebanyak empat kali berdasarkan hasits ma’iz ini.
Kedua : Lafazh-lafazh hadits ini mewajibkan kepada para pemimpin untuk mengklasifikasi si
pelaku dengan hal-hal yang membuatnya terhindar dari hukuman had, karena diriwiyatkan
dalam hadits tentang maksud yang sama, seperti dalam hadits Buraidah Nabi bertanya
kepadanya , “apakah engkau minum khamar ? ” Ia menjawab, “Tidak.” Lalu ada seseorang
yang berdiri menyelidikinya dan ternyata memang tidak mencium bau khamr darinya.
            Dalam hadits ibnu Abbas, “ Mungkin Kamu hanya mencium atau menyentuh saja “, “
Apakah kamu menidurinya ?  Ia menjawab, “Ya” Lalu, Berkata, “ Apakah kulitmu
bersentuhan dengan kulitnya ?” Dia menjawab, “Ya” Lalu bertanya, “Apakah kamu benar-
benar menggaulinya?” Ia menjawab, “Ya.” Dalam hadits Ibnu Abbas lainnya diterangkan, “
Apakah Kamu membaringkannya?” Ia menjawab, “Ya, tidak ada penghalang di antara kami”
            Dalam Hadits Abu hurairah, “Apakah kamu membaringkannya?” Ia Menjawab, “Ya”
lalu bertanya lagi, “Apakah kemaluannya?” Ia menjawab, “Ya”. Lalu bertanya lagi,
“Sebagaimana alat cetak yang masuk ke tempat celaknya dan timba kedalam sumur?”Ia
menjawab, “Ya” Lalu bertanya lagi, “Apakah kamu mengetahui yang dimaksud dengan
zina?” Ia Menjawab, “Ya, saya berhubungan dengannya sebagaimana hubungan suami-isteri
sah “ Lalu berkata, “Apa yang engkau inginkan dari semua keterangan ini ? Ia menjawab
“Hukumlah saya  agar diri ini bersih dari dosa ini. “Maka dirajamlah dia”.[1]

‫َار ٌم قَا َل َح َّدثَنَا َح َّما ٌد قَا َل َح َّدثَنَا ُعبَ ْي ُد هَّللا ِ بْنُ ُع َم َر ع َْن َس ِعي ٍد ْال َم ْقب ُِريِّ ع َْن أَبِي هُ َري َْرةَ أَ َّن َرسُو َل‬ ِ ‫أَ ْخبَ َرنَا أَبُو دَا ُو َد قَا َل َح َّدثَنَا ع‬
‫ ْال ُم ْختَا ُل َوال َّش ْي ُخ ال َّزانِي َواإْل ِ َما ُم ْال َجائِ ُر‬ ‫ َو ْالفَقِي ُر‬  ُ‫ع ْال َحاَّل ف‬
ُ ‫ضهُ ْم هَّللا ُ َع َّز َو َج َّل ْالبَيَّا‬
ُ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل أَرْ بَ َعةٌ يَ ْب ُغ‬
َ ِ ‫هَّللا‬

Telah mengabarkan kepada kami Abu Dawud dia berkata; Telah menceritakan kepada kami
'Arim dia berkata; Telah menceritakan kepada kami Hammad dia berkata; Telah
menceritakan kepada kami 'Ubaidullah bin 'Umar dari Sa'id Al Maqburi dari Abu Hurairah
bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Empat golongan yang Allah Azza
wa Jalla membenci mereka; "Penjual yang suka bersumpah, orang fakir yang sombong,
orang tua renta yang berzina, dan pemimpin yang durjana." (H.R an-Nasa’I no. 2529)
Kosa Kata
Empat ٌ‫أَرْ بَ َعة‬

Penjual ُ ‫ْالبَيَّا‬
‫ع‬
Orang tua ‫ال َّش ْي ُخ‬
Durjana ‫ْال َجائِر‬

Hadits penguat yang tersebut diatas yaitu:


‫يث‬ٌ ‫ال بَلَ َغنِي ع َْن أَبِي َذرٍّ َح ِد‬ َ َ‫ير ق‬ ِ ‫ف ْب ِن َع ْب ِد هَّللا ِ ْب ِن ال ِّش ِّخ‬ ِ ‫َح َّدثَنَا يَ ِزي ُد أَ ْخبَ َرنَا اأْل َ ْس َو ُد بْنُ َش ْيبَانَ ع َْن يَ ِزي َد أَبِي ْال َعاَل ِء ع َْن ُمطَ ِّر‬
‫ت‬ ْ ُ
ُ ‫ال قل‬ َ
َ َ‫ال قَ ْد لَقِيتَ فَاسْألْ ق‬ َ َ‫ك َع ْنهُ فَق‬ َ َ
َ َ‫ك فَأسْأل‬َ ‫ت أُ ِحبُّ أ ْن ألقَا‬
ْ َ َ ٌ ‫ك َح ِد‬
ُ ‫يث فَ ُك ْن‬ َ ‫ت لَهُ يَا أَبَا َذ ٍّر بَلَ َغنِي َع ْن‬ ُ ‫ت أُ ِحبُّ أَ ْن أَ ْلقَاهُ فَلَقِيتُهُ فَقُ ْل‬ ُ ‫فَ ُك ْن‬
‫ضهُ ْم هَّللا ُ َع َّز َو َج َّل قَا َل نَ َع ْم‬ ُ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَقُو ُل ثَاَل ثَةٌ يُ ِحبُّهُ ْم هَّللا ُ َع َّز َو َج َّل َوثَاَل ثَةٌ يُ ْب ِغ‬َ ِ َ َ‫هَّللا‬ ‫ل‬ ‫ُو‬ ‫س‬ ‫ر‬ ُ
‫ْت‬ ‫ع‬ ‫م‬
َِ‫س‬ ‫ل‬ُ ‫و‬ ُ ‫ق‬ َ ‫ت‬ ‫ك‬
َ َّ ‫ن‬َ ‫أ‬ ‫ي‬ ِ‫بَلَ َغن‬
‫ال َر ُج ٌل‬ َّ ‫هَّللا‬ َّ ُ
َ َ‫ت َم ْن الثاَل ثَة ال ِذينَ ي ُِحبُّهُ ْم ُ َعز َو َج َّل ق‬ َّ ْ ُ ُ ُ ً َّ
ُ ‫صلى ُ َعلَ ْي ِه َو َسل َم ثَاَل ثا يَقولهَا قَا َل قل‬ ‫هَّللا‬ َّ ْ
َ ‫فَ َما أ َخالنِي أك ِذبُ َعلَى خَ لِيلِي ُم َح َّم ٍد‬ َ ُ َ
َ‫ب هَّللا ِ َع َّز َو َج َّل { إِ َّن هَّللا َ ي ُِحبُّ الَّ ِذين‬ ِ ‫َغزَا فِي َسبِي ِل هَّللا ِ فَلَقِ َي ْال َع ُد َّو ُم َجا ِهدًا ُمحْ تَ ِسبًا فَقَاتَ َل َحتَّى قُتِ َل َوأَ ْنتُ ْم تَ ِج ُدونَ فِي ِكتَا‬
ُ
‫ت أوْ َحيَا ٍة َو َر ُج ٌل يَكونُ َم َع‬ َ ٍ ْ‫صفًّا } َو َر ُج ٌل لَهُ َجا ٌر ي ُْؤ ِذي ِه فَيَصْ بِ ُر َعلَى أَ َذاهُ َويَحْ تَ ِسبُهُ َحتَّى يَ ْكفِيَهُ هَّللا ُ إِيَّاهُ بِ َمو‬ َ ‫يُقَاتِلُونَ فِي َسبِيلِ ِه‬
ُ‫ت َم ْن الثَّاَل ثَة‬ ُ ‫صاَل تِ ِه قَا َل قُ ْل‬ َ ‫ق َعلَ ْي ِه ْم ْال َك َرى أَوْ النُّ َعاسُ فَيَ ْن ِزلُونَ فِي آ ِخ ِر اللَّ ْي ِل فَيَقُو ُم إِلَى ُوضُوئِ ِه َو‬ َّ ‫قَوْ ٍم فَيَ ِسيرُونَ َحتَّى يَ ُش‬
ْ
‫ور } َوالبَ ِخي ُل‬ ٍ ‫َال فخ‬ُ َ ْ ُ ‫اَل‬ ‫هَّللا‬
ٍ ‫ب ِ َعز َو َج َّل { إِ َّن َ يُ ِحبُّ ك َّل ُمخت‬ َّ ‫هَّللا‬ ِ ‫ضهُ ْم هَّللا ُ قَا َل ْالفَخو ُر ال ُمختَا ُل َوأنت ْم تَ ِج ُدونَ فِي ِكتَا‬
ُ ْ َ ْ ْ ُ ُ ‫الَّ ِذينَ يُ ْب ِغ‬
‫ْت ع َْن‬ ُ ‫ت لَس‬ ْ
ُ ‫ق َغنَ ًما يَ ِسي َرةً قَا َل قُل‬ ْ
ِ ْ‫ق لَنَا َو َذوْ ٌد يَ ْعنِي بِالفِر‬ ْ َ
ٌ ْ‫ت يَا أبَا َذ ٍّر َما ال َما ُل قَا َل فِر‬ ْ
ُ ‫ع ال َحاَّل فُ قَا َل قُل‬ ْ ْ
ُ ‫اج ُر َوالبَيَّا‬ ِ َّ‫ْال َمنَّانُ َوالت‬
ٍ ‫ك وَإِل ِ ْخ َوتِكَ قُ َر ْي‬
‫ش‬ َ َ‫ت يَا أَبَا َذرٍّ َما ل‬ ُ ‫ال قُ ْل‬ َ َ‫ت ْال َما ِل قَا َل َما أَصْ بَ َح اَل أَ ْم َسى َو َما أَ ْم َسى اَل أَصْ بَ َح ق‬ ِ ‫صا ِم‬ َ ‫ك ع َْن‬ َ ُ‫هَ َذا أَسْأ َ ُل إِنَّ َما أَسْأَل‬
ُ ً ‫هَّللا‬ ْ
‫ك َوتَ َعالَى َحتَّى ألقَى َ َو َرسُولَهُ ثَاَل ثا يَقُولهَا‬ َ َ ‫ار‬ ‫هَّللا‬ ْ َ ُ َ َ ‫هَّللا‬
َ َ‫قَا َل َو ِ اَل أسْألهُ ْم ُد ْنيَا َواَل أ ْستَفتِي ِه ْم ع َْن ِدي ِن ِ تَب‬

Telah menceritakan kepada kami Yazid telah mengabarkan kepada kami Aswad bin Syaiban
dari Yazid Abil A'la dari Mutharrif bin Abdullah bin Syikhir berkata, telah sampai padaku
sebuah hadits dari Abu Dzar, maka aku lebih suka mendatanginya dan bertemulah aku
dengannya, lalu aku katakan padanya, "Wahai Abu Dzar, telah sampai padaku sebuah hadits
darimu, aku menyukai untuk langsung bertemu denganmu sehingga aku bisa langsung
bertanya kepadamu." Abu Dzar berkata, "Engkau telah menemuiku, maka sekarang
bertanyalah kepadaku." Mutharrif berkata, "Aku lalu bertanya, "Telah sampai padaku bahwa
engkau berkata, "Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tiga
golongan yang dicintai Allah Azza Wa Jalla, sedang tiga golongan selainnya dimurkai'?"
Abu Dzar menjawab, "Benar, dan aku tidak mungkin berbohong terhadap kekasihku
Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam atas tiga hal yang beliau sebutkan." Mutharrif
berkata, "Aku bertanya, "Siapa tiga golongan yang Allah mencintainya?" Abu Dzar
menjawab, "Seseorang yang berperang di jalan Allah dengan ikhlas dan berharap ridla Allah,
lalu ia maju hingga gugur, dan kalian dapatkan dalam Kitabullah: '(Sesungguhnya Allah
menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur) ' (Qs. Ash Shaff: 4).
Kedua seseorang yang mendapatkan tetangganya selalu mencaci dan mengganggunya sedang
ia tetap bersabar dan berharap Allah akan menghentikannya dengan kematian atau semasa
hidupnya. Dan seseorang yang melakukan perjalanan dengan sekelompok kaum hingga
terasa lelah dan kantuk mereka, tetapi ia bangun di akhir malam, ia bangun dan shalat."
Mutharrif berkata, "Lalu siapa tiga kelompok yang Allah murka padanya?" Abu Dzar
menjawab, "Orang-orang yang sombong lagi berbangga diri, dan engkau dapatkan dalam
Kitabullah; '(Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi
membanggakan diri) ' (Qs. Luqman: 18). Orang bakhil yang menyebut-nyebut pemberiannya,
serta pedagang atau pembeli yang mengumbar sumpah." Mutharrif berkata, "Wahai Abu
Dzar, apa saja yang termasuk harta itu?" Abu Dzar menjawab, "Kambing dan unta."
Mutharrif berkata, "Aku menjawab, "Bukan itu yang aku tanyakan, hanyasanya aku
menanyakan emas dan perak (timbunan harta)?" Abu Dzar berkata, "Ia tidak boleh menginap
dan tidak boleh ada hingga pagi harinya, sebaliknya bila ada di pagi ia harus lenyap di sore
hari." Murtharrif berkata, "Wahai Abu Dzar, ada apa antara engaku dengan kawan-kawanmu,
bangsa Quraisy?" Ia menjawab, "Demi Allah, aku tiada berharap dunia dari mereka dan aku
tidak meminta fatwa dalam urusan agama Allah Tabaraka Wa Ta'ala ini pada mereka,
sehingga aku menemui Allah dan Rasul-Nya." Ia mengatakannya hingga tiga kali. (H.R
Ahmad 20550)

َ َ‫ب ع َْن ُعبَ ْي ِد هَّللا ِ ْب ِن َع ْب ِد هَّللا ِ ْب ِن ُع ْتبَةَ ع َْن زَ ْي ِد ْب ِن خَالِ ٍد ْال ُجهَنِ ِّي ق‬
‫ال‬ ٍ ‫يز أَ ْخبَ َرنَا ابْنُ ِشهَا‬ ِ ‫ك بْنُ إِ ْس َما ِعي َل َح َّدثَنَا َع ْب ُد ْال َع ِز‬ُ ِ‫َح َّدثَنَا َمال‬
ُ ْ
ُ‫ب َوأخبَ َرنِي عُرْ َوة بْن‬ َ ٍ ‫ال ابْنُ ِشهَا‬ َ
َ ‫َام ق‬ ٍ ‫يب ع‬ ْ
َ ‫صن َجل َد ِمائَ ٍة َوتَغ ِر‬ ْ ْ َ ْ ْ َّ َ
َ ْ‫يَأ ُم ُر فِي َمن َزنَى َول ْم يُح‬ ‫صلى ُ َعل ْي ِه َو َسل َم‬‫هَّللا‬ َّ َ ‫ي‬ َّ ُ
َّ ِ‫َس ِمعْت النب‬
َ‫َّب ثُ َّم لَ ْم تَزَلْ تِ ْلكَ ال ُّسنَّة‬
َ ‫ب َغر‬ ِ ‫الزبَي ِْر أَ َّن ُع َم َر ْبنَ ْالخَ طَّا‬ ُّ
Telah menceritakan kepada kami Malik bin Isma'il telah menceritakan kepada kami 'Abdul
'Aziz telah mengabarkan kepada kami Ibnu Syihab dari 'Ubaidullah bin "Abdillah bin 'Utbah
dari Zaid bin Khalid Al Juhani mengatakan; 'Aku mendengar Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam menyuruh menghukum orang yang berzina dan dia belum menikah dengan dera
seratus kali dan diasingkan selama setahun.' Kata Ibnu Syihab, dan telah mengabarkan
kepadaku ' 'Urwah bin Zubair bahwa Umar bin Khattab pernah mengasingkan (pelaku zina),
dan yang demikian menjadi sunnah. (H.R Bukhari 6329)
Kosa Kata
Aku mendengar ُ ‫َس ِمع‬
‫ْت‬

Menyuruh ‫يَأْ ُم ُر‬

100 x ‫َج ْل َد ِمائَ ٍة‬

Diasingkan (dia) setahun ‫َام‬ َ ‫تَ ْغ ِر‬


ٍ ‫يب ع‬

Penjelasan Ayat
Dalam pandangan Islam, zina merupakan perbuatan kriminal (jarimah) yang dikatagorikan
hukuman hudud, yakni sebuah jenis hukuman atas perbuatan maksiat yang menjadi hak
Allah SWT. Tidak ada seorang pun yang berhak memaafkan kemaksiatan zina tersebut, baik
oleh penguasa atau pihak berkaitan dengannya. Berdasarkan QS. an-Nur (24): 2, pelaku
perzinaan, baik laki-laki maupun perempuan harus dihukum dera (dicambuk) sebanyak 100
kali. Namun, jika pelaku perzinaan itu sudah muhsan (pernah menikah), sebagaimana
ketentuan hadits Nabi saw maka diterapkan hukuman rajam.
Dalam konteks ini yang memiliki hak untuk menerapkan hukuman tersebut hanya khalifah
(kepala negara) atau orang-orang yang ditugasi olehnya. Ketentuan ini berlaku bagi
negeri  yang menerapkan syariat Islam sebagai hukum positif dalam suatu negara. Sebelum
memutuskan hukuman bagi pelaku zina maka ada empat hal yang dapat dijadikan sebagai
bukti, yakni: (1) saksi, (2) sumpah, (3) pengakuan, dan (4) dokumen atau bukti tulisan.
Dalam kasus perzinaan, pembuktian perzinaan ada dua, yakni saksi yang berjumlah empat
orang dan pengakuan pelaku.
Sedangkan pengakuan pelaku, didasarkan beberapa hadits Nabi saw. Ma’iz bin al-Aslami,
sahabat Rasulullah Saw dan seorang wanita dari al-Ghamidiyyah dijatuhi hukuman rajam
ketika keduanya mengaku telah berzina. Di samping kedua bukti tersebut, berdasarkan Qs.
an-Nuur: 6-10, ada hukum khusus bagi suami yang menuduh isterinya berzina. Menurut
ketetapan ayat tersebut seorang suami yang menuduh isterinya berzina sementara ia tidak
dapat mendatangkan empat orang saksi, ia dapat menggunakan sumpah sebagai buktinya.
Jika ia berani bersumpah sebanyak empat kali yang menyatakan bahwa dia termasuk orang-
orang yang benar, dan pada sumpah kelima ia menyatakan bahwa lanat Allah SWT atas
dirinya jika ia termasuk yang berdusta, maka ucapan sumpah itu dapat mengharuskan
isterinya dijatuhi hukuman rajam. Namun demikian, jika isterinya juga berani bersumpah
sebanyak empat kali yang isinya bahwa suaminya termasuk orang-orang yang berdusta, dan
pada sumpah kelima ia menyatakan bahwa bahwa lanat Allah SWT atas dirinya jika
suaminya termasuk orang-orang yang benar, dapat menghindarkan dirinya dari hukuman
rajam. Jika ini terjadi, keduanya dipisahkan dari status suami isteri, dan tidak boleh menikah
selamanya. Inilah yang dikenal dengan li’an.
Tuduhan perzinaan harus dapat dibuktikan dengan bukti-bukti yang kuat, akurat, dan sah.
Tidak boleh menuduh seseorang melakukan zina tanpa dapat mendatangkan empat orang
saksi.
Adapun dosa perbuatan zina itu mempunyai tingkatan tersendiri. Apabila dilakukan dengan
perempuan lain (Bukan muhrim artinya wanita yang boleh dikawin) yang tidak bersuami
maka dosanya besar. Apabila dilakukan dengan perempuan yang sudah bersuami, dosanya
lebih besar. Lebih besar lagi apabila zina dilakukan dengan tetangga. Dan lebih besar dari
semuanya itu zina yang dilakukan dengan yang masih muhrim (Wanita muhrim artinya
wanita yang tidak boleh dikawini.).
Apabila perbuatan zina dilakukan oleh seorang yang sudah melangsungkan pernikahan, maka
dosanya lebih besar dibanding dengan orang yang belum melangsungkan pernikahan. Dosa
itu lebih besar lagi jika zina dilakukan oleh seorang yang telah lanjut usia, dibanding dengan
yang dilakukan oleh kaum muda. Hal ini dipertimbangkan lantaran orang lanjut usia
dianggap berpikir lebih masak. Dan zina yang dilakukan oleh orang yang mengerti hukum-
hukum agama lebih berat ketimbang orang yang tidak mengerti pengetahuan agama.
Sekarang menjadi sangat jelas bahwa Islam melarang keras hubungan seksual atau hubungan
biologis di luar perkawinan, apapun alasannya. Karena perbuatan ini sangat bertentangan
dengan fitrah manusia dan mengingkari tujuan pembentukan rumah tangga yang sakinah,
mawaddah, warahmah. Islam menghendaki agar hubungan seksual tidak saja sekedar
memenuhi kebutuhan biologis, tetapi islam menghendaki adanya pertemuan dua jiwa dan dua
hati di dalam naungan rumah tangga tenang, bahagia, saling setia, dan penuh kasih sayang.
Dua insan yang menikah itu akan melangkah menuju masa depan yang cerah dan memiliki
keturunan yang jelas asal usulnya. Sungguh idah, bukan?
Tujuan pernikahan itu akan menjadi rusak porak-poranda jika dikotori dengan zina. Sehingga
tidak mengherankan jika perzinaan akan banyak menimbulkan problema sosial yang sangat
membahayakan masyarakat, seperti bercampuraduknya keturunan, menimbulkan rasa
dendam, dengki, benci, sakit hati, dan menghancurkan kehidupan rumah tangga. Sungguh
Allah SWT dan Rasulullah melindungi kita semua dengan ajaran yang sangat mulia.
Begitu banyak dampak negatif yang ditimbulkan dari pergaulan bebas, patut menjadi
perhatian bagi generasi muda bahwa mereka sedang mempertaruhkan masa depannya dengan
terlibat dalam pergaulan bebas yang melampaui batas. Bergaul memang perlu tapi
seyogyanya dilakukan dalam batas wajar, tidak berlebihan. Remaja adalah tumpuan masa
depan bangsa, jika moral dan jasmaniah para remaja mengalami kerusakan maka begitu pula
masa depan bangsa dan negara akan mengalami kehancuran. Jadi, jika kalian masih
memikirkan masa depan diri dan juga keturunan sebaiknya selalu konsisten untuk
mengatakan tidak pada pergaulan bebas karena dampak pergaulan bebas bersifat sangat
merusak bagi dari segi moral maupun jasmaniah.
Diantara dampak negatif zina adalah sebagai berikut :
1)      Mendapat laknat dari Allah SWT dan rasul-Nya
2)      Dijauhi dan dikucilkan oleh masyarakat
3)      Nasab menjadi tidak jelas
4)      Anak hasil zina tidak bisa dinasabkan kepada bapaknya
5)      Anak hasil zina tidak berhak mendapat warisan
A.           Pengertian Zina
Zina menurut bahasa adalah “Bersetubuh dengan perempuan yang haram”[2]. Didalam kitab
Al-Fiqhu Al-Islami wa Adillatuhu disebutkan mengenai pengertian zina sebagai berikut:
‫الملك وشبهته‬ْ ‫ وهو وطء الرجل المرأة في القُبُل في غير‬:‫الزنا في اللغة والشرع بمعنى واحد‬
Zina menurut bahasa dan istilah memiliki satu kesatuan makna, yaitu seorang laki – laki
menyetubuhi seorang wanita melalui qubul tanpa adanya hak kepemilikan yang sah
(Nikah)  [3]
Lebih lanjut sebagian ulama mazhab mendefenisikan zina menjadi defenisi yang lebih luas,
hal ini dapat dilihat sebagaimana ungkapan ulama mazhab Hanafi sebagai berikut :
‫تهاة في‬nn‫ة المش‬nn‫ هو الوطء الحرام في قُبل المرأة الحي‬:‫ فقالوا‬،‫وقد ذكر الحنفية تعريفا ً مطوالً يبين ضوابط الزنا الموجب للحد‬
‫ وعن‬،‫ك‬nn‫بهة المل‬nn‫ وعن ش‬،‫اح‬nn‫ة النك‬nn‫ وحقيق‬،‫ الخالي عن حقيقة الملك‬،‫ ممن التزم أحكام اإلسالم‬،‫حالة االختيار في دار العدل‬
. ً ‫ وعن شبهة االشتباه في موضع االشتباه في الملك والنكاح جميعا‬،‫شبهة النكاح‬

Ulama Hanafiyah telah menyebutkan pengertian zina secara jelas serta hal hal yang
mewajibkan had atas pelakunya. Zina ialah memasukkan kemaluan laki laki ke faraj
perempuan yang hidup, baligh dan berakal, tidak dalam kondisi dipaksa, dilakukan di
Negara yang mengatur hukum zina, pelakunya mengetahui hukum islam, tidak ada ikatan
pernikahan.[4]

Berdasarkan defenisi diatas, secara tidak langsung ulama Hanafiyah mengungkapkan syarat –
syarat yang harus dipenuhi bagi pelaku zina sehingga dapat dijatuhkan hukuman had
padanya. Dengan demikian jelaslah bahwa perbuatan zina pada hakikatnya adalah
persetubuhan yang diharamkan, namun untuk menjatuhkan hukuman terhadap pelakunya
haruslah dipenuhi beberapa syarat tertentu. 

B.            Dasar Hukum dan Syarat Had pada Pelaku Zina


Zina adalah perbuatan dosa yang sangat besar, hal ini sebagaimana yang diungkapkan dalam
firman Allah swt, Qs.al-Isra’ ayat 32 :
٣٢ ‫ُوا ٱل ِّزن ٰۖ َٓى إِنَّ ۥهُ َكانَ ٰفَ ِح َش ٗة َو َسٓا َء َسبِياٗل‬
ْ ‫َواَل ت َۡق َرب‬
32. Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang
keji. Dan suatu jalan yang buruk
Allah juga berfirman dalam alquran surat Al-Furqan ayat 68 sebagai berikut : 
٦٨ ‫ق أَثَ ٗاما‬ َ ِ‫ونَ َو َمن يَ ۡف َع ۡل ٰ َذل‬
َ ‫ك يَ ۡل‬ َ ‫َوٱلَّ ِذينَ اَل يَ ۡد ُعونَ َم َع ٱهَّلل ِ إِ ٰلَهًا َءا َخ َر َواَل يَ ۡقتُلُونَ ٱلنَّ ۡف‬
ِّ ‫س ٱلَّتِي َح َّر َم ٱهَّلل ُ ِإاَّل بِ ۡٱل َح‬
ۚ ُ‫ق َواَل يَ ۡزن‬
  
68. dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain beserta Allah dan tidak
membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang
benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya Dia
mendapat (pembalasan) dosa(nya),
Pelaku zina tentunya akan mendapatkan sanksi yang berat berdasarkan ketentuan yang telah
digariskan Alqur’an dan hadits Nabi saw, meskipun demikian dalam
pelaksanaannya,  hukuman bagi pelaku zina tersebut haruslah memenuhi beberapa syarat
pokok. Adapun syarat syarat tersebut yakni sebagai berikut :
a.       Baligh, maka tidak ada had bagi anak yang belum baligh.
b.      Berakal. tidak berlaku had bagi orang gila. Jika orang berakal berzina dengan orang gila
atau sebaliknya, maka yang mendapat hukuman had adalah orang yang berakal.
c.       Muslim.
d.      Tidak dalam paksaan, para ulama berbeda pendapat apakah orang yang dipaksa
mendapat hukuman had atau tidak. Ulama jumhur mengungkapkan bahwa tidak ada had bagi
orang yang dipaksa. Ulama Hanabilah mengungkapkan tetap berlaku had meskipun dipaksa
jika masih memungkinkan menghindar, jika tidak mungkin maka tidak berlaku had.
e.       Pelaku berbuat zina dengan sesama manusia, jika ia menyetubuhi hewan maka tidak
ada had baginya namun berlaku hukum ta’zir.
f.       Tidak ada unsur syubhat dalam perbuatan tersebut. Missal nya seorang laki laki
menyetubuhi wanita yang disangka adalah istrinya atau budak nya. Namun ulama hanafiyah,
hanabilah dan abu yusuf mengatakan bahwa tetap berlaku had, meskipun ada syubhat.
h.      Pelaku tersebut mengetahui bahwa zina diharamkan. Jika ia tidak mengetahui
keharaman itu maka ulama berbeda pendapat, namun pendapat yang rajih dalam hal ini
adalah gugurnya had.
i.        Melakukan perbuatan zina dengan wanita yang masih hidup, jika menyetubuhi mayat,
maka jumhur berpendapat bahwa tidak berlaku had, namun dalam pendapat yang masyhur di
kalangan malikiyah mengatakan tetap berlaku had.
j.        Jika terjadi persetubuhan melalui dubur maka tidak berlaku had, namun jatuh hukum
ta’zir menurut hanafiyah, dan tetap berlaku had sebagaimana had zina dalam pendapat
sekalian mazhab.
Berdasarkan keterangan diatas, dapat difahami bahwa perbuatan jarimah dikategorikan
jarimah zina apabila telah memenuhi persyaratan – persyaratan diatas secara menyeluruh,
apabila ada salah satu syarat yang tidak terpenuhi, maka perbuatan jarimah tersebut tidak di
kategorikan zina. Misalnya melakukan persetubuhan melalui dubur, maka perbuatan
perbuatan ini menurut ulama Hanafiyah tidak disebut zina, berbeda hal nya dengan kalangan
sahabat, ulama Syafi’iyah, Hanabilah dan Malikiyah[5][8] yang tetap mengkategorikan
perbuatan tersebut dalam kategori zina.
C.    Hukuman
Perbuatan zina adalah perbuatan keji dan merupakan dosa besar yang diancam dengan
hukuman cambuk dan rajam. Terkhusus bagi pelaku zina muhshan (Sudah menikah) maka ia
dibebani hukum rajam, yakni dilempari batu sampai mati. Hukuman kedua berlaku bagi
pelaku zina ghairu muhshan (Belum menikah) yakni dihukum dengan hukuman cambuk /
dera sebanyak 100 kali dan diasingkan ke luar daerah selama satu tahun. Hal ini sesuai
dengan firman Allah swt, Q.s An-Nuur ayat 2 :

Pezina perempuan dan pezina laki laki dera lah masing masing dari keduanya seratus kali
dera… (Q.s 24;2)
Menurut golongan khawarij, bahwa hukuman bagi pelaku zina yang sudah nikah adalah
dera/jilid 100 kali , sedangkan hukuman rajam tidak di syari’atkan oleh Allah swt[6]

 Undang-Undang Tentang Perzinaan


Berdasarkan Pasal 284 ayat (1) KUHP, seseorang tidak bisa dikenakan tindak pidana
perzinaan bila dilakukan oleh seorang laki-laki lajang dengan perempuan yang juga lajang.
KUHP hanya mendefinisikan zina adalah perbuatan persetubuhan yang dilakukan oleh laki-
laki atau perempuan yang telah kawin dengan perempuan atau laki-laki yang bukan istri atau
suaminya.s
Dalam mendefinisikan zina ini, KUHP merujuk kepada Pasal 27 Kitab Undang-undang
Hukum Perdata. Delik perzinaan baru bisa digunakan, bila salah seorang pasangan sah dari
pelaku zina itu mengadukan perbuatan itu ke polisi.
 Pasal 284 ayat (1) KUHP*
Dihukum penjara selama-lamanya sembilan bulan:
1) a. Laki-laki yang beristri, berbuat zina, sedang diketahuinya, bahwa kawannya itu
bersuami;
b. Perempuan yang bersuami berbuat zina;
2) a. Laki-laki yang turut melakukan perbuatan itu, sedang diketahuinya, bahwa kawannya
itu bersuami;
b. Perempuan yang tiada bersuami yang turut melakukan perbuatan itu, sedang diketahuinya,
bahwa kawannya itu beristri dan Pasal 27 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berlaku
pada kawannya itu.

B.     Minuman Keras

ِ ‫يز ب ِْن ُع َم َر ع َْن أَبِي ع َْلقَ َمةَ َموْ اَل هُ ْم َو َع ْب ِد الرَّحْ َم ِن ْب ِن َع ْب ِد هَّللا‬
ِ ‫َّاح ع َْن َع ْب ِد ْال َع ِز‬
ِ ‫َح َّدثَنَا ع ُْث َمانُ بْنُ أَبِي َش ْيبَةَ َح َّدثَنَا َو ِكي ُع بْنُ ْال َجر‬
‫اربَهَا َو َساقِيَهَا َوبَائِ َعهَا َو ُم ْبتَا َعهَا‬ ْ ‫هَّللا‬ َّ ‫هَّللا‬
ِ ‫ َو َش‬ ‫صلى ُ َعلَ ْي ِه َو َسل َم َل َعنَ ُ ال َخ ْم َر‬ َّ َ ِ ‫ْالغَافِقِ ِّي أَنَّهُ َما َس ِم َعا ا ْبنَ ُع َم َر يَقُو ُل قَا َل َرسُو ُل هَّللا‬
‫ص َرهَا َو َحا ِملَهَا َو ْال َمحْ ُمولَةَ إِلَ ْي ِه‬
ِ َ‫َاص َرهَا َو ُم ْعت‬
ِ ‫َوع‬

Telah menceritakan kepada kami Utsman bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami
Waki' bin Al Jarrah dari Abdul Aziz bin Umar dari Abu 'Alqamah mantan budak mereka, dan
Abdurrahman bin Abdullah Al Ghafiqi bahwa keduanya telah mendengar Ibnu Umar berkata,
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Semoga Allah melaknat khamer,
peminumnya, yang menuangkannya, penjualnya, pembelinya, pemerasnya, orang yang
diperaskannya, orang yang membawanya dan orang yang dibawakan kepadanya." (H.R Abu
Daud 3189)
Kosa Kata
Minuman keras ‫ْال َخ ْم َر‬

Peminumnya ِ ‫َش‬
‫اربَهَا‬

Orang yang Membawa ‫َحا ِملَهَا‬

Orang yang Dibawakan َ‫ْال َمحْ ُمولَة‬

Penjelasan hadits;
Akal (pikiran) merupakan nikmat Allah SWT yang paling agung dan mahal yang diberikan-
Nya hanya kepada manusia tidak (diberikan kepada) makhluk lain. Dengan akal tersebut
manusia mempunyai keistimewaan disbanding dengan hewan (binatang), dan dia dapat
menguasai alam untuk kemaslahatannya sendiri serta lingkungannya.
Dosa (perbuatan maksiat) yang dapat merusak, menghancurkan akal pikiran dan
memadamkan cahayanya serta merupakan kejahatan yang paling besar dimata Allah
SWT.adalah meminum khamar. Inilah pokok dari segala kejahatan dan dosa. Seseorang yang
meminum khamar akan berani berbuat zina, membunuh , mencuri, dan merusak kehormatan
dirinya dan orang lain.
Sikap islam terhadap khamar dan permasalahan disekitarnya sangat keras, karena khamar
dapat membahayakan bukan hanya fisik manusia melainkan juga mentalitasnya. Khamar
juga membahayakan masyarakat dan lingkungannya. Jika peminumnya mengetahui dan
menyadari bahaya yang ditimbulkan oleh khamar pasti dia akan meninggalkannya. Pada
umumnya, umur peminum khamar itu pendek karena sejak muda dia telah banyak diserang
berbagai penyakit kronis yang membahayakan. Namun, seandainya pun khamar itu tidak
membahayakan akan tetapi manusia diberikan akal oleh Allah untuk membedakan antara
yang baik dengan tidak baik untuk dirinya yang salah satunya menjauhi atau meninggalkan
khamar tersebut karena khamar adalah sesuatu yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya.
Meminum khamar akan memadamkan cahaya dan kejernihan akal pikiran (daya nalar), serta
tidak hanya peminumnya tetapi juga kepada keturunannya. Kemungkinan besar dia akan
melahirkan penyakit warisan, seperti penyakit paru-paru dan jantung atau paling tidak ada
cikal bakal generasi pemabuk kecuali ada petunjuk dari Allah SWT.
Para dokter berkata, “sesungguhnya anak-anak pemabuk itu dilahirkan dengan membawa
bibit untuk menjadi pemabuk karena penyakit kronis tersebut pindah dari orang tuanya
kepada melalui sperma sebelim anak-anak itu mampu mengendalikan dirinya sendiri, dan
sudah berarti mereka kelak akan menjadi pemabuk yang mencandu.”
Allah berfirman didalam surah Al-Maidah ayat 90-91 yang berbunyi.
ۡ َ‫ ِّم ۡن َع َم ِل ٱل َّش ۡي ٰطَ ِن ف‬ ‫س‬
 ‫ إِنَّ َما ي ُِري ُد‬٩٠ َ‫ٱجتَنِبُوهُ لَ َعلَّ ُكمۡ تُ ۡفلِحُون‬ ٞ ‫صابُ َوٱأۡل َ ۡز ٰلَ ُم ِر ۡج‬َ ‫ٰيَٓأَيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءا َمنُ ٓو ْا إِنَّ َما ۡٱلخَمۡ ُر َو ۡٱل َم ۡي ِس ُر َوٱأۡل َن‬
٩١ َ‫صلَ ٰو ۖ ِة فَهَ ۡل أَنتُم ُّمنتَهُون‬ َّ ‫ص َّد ُكمۡ عَن ِذ ۡك ِر ٱهَّلل ِ َو َع ِن ٱل‬ ُ َ‫ضٓا َء فِي ۡٱلخَمۡ ِر َو ۡٱل َم ۡي ِس ِر َوي‬َ ‫ٱل َّش ۡي ٰطَنُ أَن يُوقِ َع بَ ۡينَ ُك ُم ۡٱل َع ٰ َد َوةَ َو ۡٱلبَ ۡغ‬
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi,
(berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan
syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.
Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di
antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari
mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan
itu).”
dalam ayat tersebut dikatakan dengan jelas bahaya meminum khamar sehingga sangat pantas
sebagai bukti adanya pengharaman terhadap meminum khamar. Antara lain, penyebutan
khamar disejajarkan dengan perbuatan dosa besar seperti berjudi dan lain-lain seperti yang
disebutkan oleh ayat diatas. Disebutkan pula bahwa meminum khamar merupakan ‘perbuatan
keji’ yang sangat diharamkan. Dan juga dengan meminum khamar akan mendekatkan
manusia dengan permusuhan dan kebencian antara sesama pemabuk dan mengancam
kesejahteraan lingkungannya.

َ َ‫ت ع َْن ُم َح َّم ِد ْب ِن ْال ُم ْن َك ِد ِر ع َْن َجابِ ِر ْب ِن َع ْب ِد هَّللا ِ ق‬


‫ال‬ ِ ‫َح َّدثَنَا قُتَ ْيبَةُ َح َّدثَنَا إِ ْس َم ِعي ُل يَ ْعنِي ا ْبنَ َج ْعفَ ٍر ع َْن دَا ُو َد ب ِْن بَ ْك ِر ْب ِن أَبِي ْالفُ َرا‬
‫فَقَلِيلُهُ َح َرا ٌم‬ ُ‫ َما أَ ْس َك َر َكثِي ُره‬ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
َ ِ ‫ال َرسُو ُل هَّللا‬ َ َ‫ق‬

Telah menceritakan kepada kami Qutaibah telah menceritakan kepada kami Isma'il bin Ja'far
dari Daud bin Bakr bin Abu Al Furat dari Muhammad bin Al Munkadir dari Jabir bin
Abdullah ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesuatu yang
memabukkan, maka banyak dan sedikitnya adalah haram." (H.R Abu Daud 3196)
Kosa Kata
Memabukkan ‫أَ ْس َكر‬

Banyak ‫َكثِي ُر‬

Sedikit ‫قَلِي ُل‬

Haram ‫َح َرا ٌم‬

Penjelasan Hadits
Hadit tersebut diriayatkan juga oleh At-Tirmidzi dan hadits hasan menurutnya, para
perawinya dapat dipercaya.
An-Nasa’I, Ad-Daraqtuhni dan Ibnu Hibban dari jalan Amir bin Sa’ad bin Abi aqqash dari
ayahnya dengan lafazh. “Rasulullah shallallahu Alaihi sallam melarang meminum sedikit
saja, apabila banyaknya memabukkan.” Ada juga hadits yang sama maknanyadengan hadits
bab dari riwayat Ali Radhiyaullah anhu, Aisyah, Khawat , Sa’id, Ibnu  Umar dan Zaid Ibnu
Tsabit. Kesemuanya terdapat dalam kitab-kita hadits, dan bias dijadikan hujjah. Sudah
dijelaskan penjelasan dan penelitian kebenarannya.[7]

Hal lain yang termasuk memabukkan dan diharamkan, adalah al mufatthir “yang
melemahkan badan”, meskipun tidak sampai memabukkan. Sebagian orang berpandangan
bahwa minuman keras yang diharamkan itu terbatas pada yang dibuat dari inab “anggur”.
Sedangkan yang lain berpendapat baha suatu minuman baru dianggap haram jika telah
sampai pada batas yang berlebihan dan mengakibatkan mabuk, sedangkan jika tidak
memabukkan, maka minuman tersebut tidak haram. Pendapat seperti itu tidak bena, yang
benar ialah seperti yang disabdakan nabi “baha yang memabukkan itu tetap haram, baik
sedikit maupun banyak.  [8]

Pengertian Minuman Keras


            Minuman keras adalah minuman yang mengandung alkohol dengan berbagai
golongan terutama etanol (CH3CH2OH) dengan kadar tertentu yang mampu membuat
peminumnya menjadi mabuk atau kehilangan kesadaran jika diminum dalam jumlah tertentu.
Secara kimia alkohol adalah zat yang pada gugus fungsinya mengandung gugus – OH.
Alkohol diperoleh dari proses peragian zat yang mengandung senyawa karbohidrat seperti
gula, madu, gandum, sari buah atau umbi-umbian.
2.2 Efek Minum Minuman Keras
            Secara alami alkohol memang terkandung dalam darah, alkohol diperlukan dalam
proses ralaksasi tubuh dan saraf dimana dalam proses tersebut telah diatur oleh hormon.
Kandungan alkohol dalam darah diatur melalui proses ekskresi artinya apabila alkohol dalam
darah berlebih maka akan dikeluarkan dalam bentuk keringat ataupun kencing. Walaupun
demikian, karena proses ekskresi memerlukan waktu yang lebih lama daripada penyerapan
alkohol itu sendiri, maka bagi yang minum minuman keras terlalu banyak kadar alkohol
dalam darah akan meningkat dan melebihi batas normal yang mampu diterima oleh tubuh,
yang tentunya akan memberikan dampak langsung bagi tubuh peminumnya terutama pada
sel-sel yang sengat sensitif terhadap alkohol seperti sel saraf.
            Karena alkohol menimbulkan efek euphoria maka seperti zat-zat lain yang
menimbulkan efek euphoria, alkohol juga menyebabkan kecanduan pada peminumnya,
hanya saja kecanduan pada alkohol tidak muncul langsung sejak pertama kali meminumnya,
namun itu terjadi sedikit demi sedikit yang ditandai mulai dari penambahan takaran/dosis dan
frekuensi minum. Apabila seseorang telah menjadi pecandu alkohol (alcoholic) maka akan
timbul berbagai penyakit terutama yang berhubungan dengan saraf dan organ dalam. Berikut
berbagai penyakit yang sudah terbukti akibat seseorang menjadi alcoholic:
      -     Bagi para alcoholic yang masih berusia 15-17 tahun cinderung berpotensi
menyebabkan kerusakan otak terutama pada bagian yang berfungsi untuk menyimpan
memori.
      -     Sirosis hati (cirrhosis hepatis)
      -     Gastritis atau peradangan selaput lendir lambung
      -     Oedema otak, yaitu keadaan dimana terdapat pembengkakan dan terbendungnya
darah yang nyata sekali pada jaringan-jaringan otak, sehingga daya koordinasi yang normal
tidak dapat berjalan lagi.
      -     Pelemahkan jantung, sehingga lambat-laun jantung itu tidak lagi bekerja dengan baik.
Dampak Minum Minuman Keras
             Sebenarnya minum minuman baralkohol baik jika diminum pada dosis yang kecil
pada saat-saat tertentu, misalnya saat cuaca dingin atau sehabis makan daging kerena
kemampuan alkohol untuk meningkatkan metabolisme serta suhu tubuh, naman selain itu
selebihnya alkohol malah disalahgunakan sehingga yang muncul lebih banyak adalah
dampak negatif ketimbang dampak positifnya. Dampak negatif yang ditimbulkan akibat
minum minuman keras antara lain:
      -     Jika dilihat dari segi kesehatan, kebiasaan minum minuman keras tentu akan
berdampak negatif terhadap kesehatan, begitu pula dengan di Sidemen. Peminum biasanya
menampilkan ciri fisik yang berbeda dari orang biasanya, perut bagian bawah (sisikan)
mereka terlihat buncit sedangkan tubuh mereka sendiri kurus, menurut penuturan orang di
daerah tersebut, hal itu kerena mereka minum  tuak  terlalu sering minum tuak berlebihan.
Selain itu mereka memiliki kantung mata hitam akibat terlalu sering bagadang. Hal tersebut
baru yang terlihat dari luar, belum penyakit-penyakit lain yang juga ditimbulkan akibat
kebiasaan minum minuman keras, antara lain penyakit hati, jantung, dan otak. Akibat
begadang minum sampai larut malam maka tentu tubuh mereka akan lemas sehingga tidak
ada semangat untuk bekerja padahal mereka membutuhkan uang untuk hidup dan membeli
alkohol tentunya, begitu pula bagi yang masih sekolah, di sekolah akan mengantuk dan tidak
konsentrasi terhadap pelajaran. Sehingga secara tidak langsung kebiasaan minum ini
berdampak pada ekonomi serta tingkat pendidikan mereka yang rendah.
-     Jika dilihat dari segi sosial, kebiasaan minum minuman keras ini banyak menimbulkan
masalah. Seperti misalnya perkelahian, ketidaknyamanan orang yang tinggal di sekitarnya,
serta penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas. Selain itu minuman keras juga biasanya
menjadi penyebab terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

D. Bidang Keilmuan : Keislaman


Ruang Lingkup Materi : Fiqih/Ushul Fiqh
Materi :
1. Masalah thaharah
PENGERTIAN, MACAM, DAN CARA THAHARAH
PENGERTIAN THAHARAH
Thaharah menurut bahasa berarti bersuci. Menurut syara’ atau istilah adalah
membersihkan diri, pakaian, tempat, dan benda-benda lain dari najis dan hadas menurut
cara-cara yang ditentukan oleh syariat islam.
Thaharah atau bersuci adalah syarat wajib yang harus dilakukan dalam beberapa macam
ibadah. Seperti dalam QS Al-maidah ayat : 6
[5:6] Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka
basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh)
kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika
kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau
menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan
tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak
hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan
nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.
Thaharah atau bersuci menurut pembagiannya dapat dibedakan menjadi dua bagian,
yaitu:
A. Bersuci lahiriah
Beberapa contoh yang bersifat lahiriah adalah membersihkan diri, tempat tinggal dan
lingkungan dari segala bentuk kotoran, hadas dan najis. Membersihkan diri dari najis
adalah membersihkan badan, pakaian atau tempat yang didiami dari kotoran sampai
hilang rasa, bau dan warnanya. QS Al-Muddassir ayat : 4
[74:4] dan pakaianmu bersihkanlah,
B. Bersuci batiniah
Bersuci batiniah adalah membersihkan jiwa dari kotoran batin berupa dosa dan perbuatan
maksiat seperti iri, dengki, takabur dll. Cara membersihkannya dengan taubatan nashoha
yaitu memohon ampun dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi.
MACAM-MACAM ALAT THAHARAH
Allah selalu memudahkan hambanya dalam melakukan sesuatu. Untuk bersuci misalnya,
kita tidak hanya bisa menggunakan air, tetapi kita juga bisa menggunakan tanah, batu,
kayu dan benda-benda padat lain yang suci untuk menggantikan air jika tidak ditemukan.
Dalam bersuci menggunakan air, kita juga harus memperhatikan air yang boleh dan tidak
boleh digunakan untuk bersuci.
Macam-macam air
Air yang dapat digunakan untuk bersuci adalah
·Air mutlak yaitu air yang suci dan mensucikan, yaitu air :
1. Air hujan
2. Air sumur
3. Air laut
4. Air sungai
5. Air danau/ telaga
6. Air salju
7. Air embun
QS Al- Anfal ayat : 11[8:11] (Ingatlah), ketika Allah menjadikan kamu mengantuk
sebagai suatu penenteraman daripada-Nya, dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari
langit untuk mensucikan kamu dengan hujan itu dan menghilangkan dari kamu
gangguan-gangguan setan dan untuk menguatkan hatimu dan memperteguh denganya
telapak kaki(mu).
· Air yang suci tetapi tidak dapat mensucikan, yaitu air yang halal untuk diminum tapi
tidak dapat digunakan untuk bersuci seperti air teh, kopi, sirup, air kelapa dll.
· Air musyammas yaitu air yang terjemur oleh matahari dalam bejana selain emas dan
perak. Air ini makruh digunakan untuk bersuci
· Air mustakmal yaitu air yang telah digunakan untuk bersuci. Air ini tidak boleh
digunakan untuk bersuci walaupun tidak berubah rasa, bau maupun warnanya
· Air mutanajis yaitu air yang sudah terkena najis. Baik yang sudah berubah rasa, warna
dan baunya maupun yang tidak berubah dalam jumlah yang sedikit yaitu kurang dari dua
kullah (270 liter menurut ulama kontemporer)
CARA-CARA THAHARAH
Ada berbagai cara dalam bersuci yaitu bersuci dengan air seperti berwudhu dan mandi
junub atau mandi wajib. Ada juga bersuci dengan menggunakan debu, tanah yaitu dengan
bertayamum. Dan bisa juga menggunakan air,tanah,batu dan kayu (tissue atau kertas itu
masuk kategori kayu) yaitu dengan beristinja.
Cara-cara thaharah menurut pembagian najisnya:
1. Najis ringan (najis mukhafafah)
Najis mukhafafah adalah najis yang berasal dari air kencing bayi laki-laki yang belum
makan apapun kecuali air susu ibunya saja dan umurnya kurang dari 2 tahun. Cara
membersihkan najis ini cukup dengan memercikkan air kebagian yang terkena najis.
2. Najis sedang (najis mutawassitah)
Yang termasuk kedalam golongan najis ini adalah kotoran, air kencing dsb. Cara
membersihkannya cukup dengan membasuh atau menyiramnya dengan air sampai najis
tersebut hilang (baik rasa, bau dan warnanya).
3. Najis berat (najis mughalazah)
Najis berat adalah suatu materi yang kenajisannya ditetapkan berdasarkan dalil yang pasti
(qat’i) . yaitu anjing dan babi. Cara membersihkannya yaitu dengan menghilangkan
barang najisnya terlebih dahulu lalu mencucinya dengan air bersih sebanyak tujuh kali
dan salah satunya dengan tanah atau batu.

http://pengacaramuslim.com/pengertian-macam-dan-cara-thaharah/

2. Pengertian Ibadah dan klasifikasinya


Pengertian Ibadah
Secara etimologi ibadah memiliki arti merendahkan diri atau tunduh kepada Tuhan.
Sedangkan menurut termonologi ibadah memiliki banyak arti, tetapi memiliki maksud
yang sama, antara lain:
Ibadah merupakan taat kepada Allah dengan melaksankan perintah-Nya melalui lisan
para Rasul-NYa.
sedangkan arti lainnya mengartikan ibadah yaitu merendahkan diri kepada Allah Azza wa
Jalla, yaitu tingkatan tunduk tertinggi yang disertai rasa mahabbah (kecintaan) yang
paling tinggi.
arti lainnya menyebutkan ibadah merupakan sebutan yang mencakup seluruh apa yang
dicintai dan diridhoi oleh Allah SWT. baik berupa ucapan maupun perbuatan, yang
zhahir maupun bathin.
Ibadah terbagi menjadi tiga, yaitu ibadah hati, lisan, dan anggota badan/fisik

1. Ibadah hati (qalbiyah), memiliki rasa khauf (takut), raja’ (mengharap) , mahabbah


(cinta), tawakal , dan senang, merupakan ibadah yang berkaitan dengan hati (qalbiyah).
2. Ibadah lisan dan hati (Lisaniyah wa qalbiyah), tasbih, tahlil, takbir, tahmid dan syukur
merupakan ibadah yang berkaitan dengan lisan dan dilakukan dari hati.
3. Ibadah anggota badan/fisik dan hati (badaniyah qalbiyah), serti zakat, sholat, haji, jihad
merupakan ibadah yang berkaitan langsung dengan fisik dan hati.
Salah satu perintah untuk melakukan ibadah, terdapat dalam kandungan QS. Adz-Dzaariyaat: 56-
58 yang artinya :
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.
Aku tidak menghendaki rizki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka
memberi makan kepada-Ku. Sesungguhnya Allah Dia-lah Maha Pemberi rizki Yang mempunyai
kekuatan lagi sangat kokoh.”
Syarat diterimanya suatu ibadah merupakan perkara tauqifiyah,yaitu tidak terdapat satu bentuk
ibadah yang disyariatkan kecuali berdasarkan Al-Quran dan As-sunnah, dan apa yang tidak di
syariatkan berarti bid’ah mardudah (bid’ah yang ditolak) . Seperti sabda nabi SAW yang berarti :
“Barang siapa yang beramal tanpa adanya tuntunan dari kami, maka amalan tersebut
tertolak”.
Agar ibadah yang kita lalukan senatiasa diterima, maka ibadah disyaratkan harus benar. Ibadah
dikatakan benar jika dikerjaan karena Ikhlas semata hanya untuk mendpat Ridho Allah, bebas
dari syirik besar dan kecil serta ittiba’ yaitu sesuai dengan tuntunan yang telah diajarkan oleh
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa sallam.
Demikian penjelasan yang bisa kami sampaikan tentang Pengertian Ibadah Dalam Islam dan
Macam-Macam Ibadah. Semoga postingan ini bermanfaat bagi pembaca dan bisa dijadikan
sumber literatur untuk mengerjakan tugas. Sampai jumpa pada postingan selanjutnya.
https://www.pelajaran.co.id/2016/20/pengertian-ibadah-dalam-islam-dan-macam-macam-
ibadah.html

3. Kaifiyat shalat
Sholat merupakan tiang agama. Dalam rukun Islam sendiri, sholat merupakan rukun kedua
setelah mengucapkan dua kalimat syahadat.
Sholat merupakan ibadah yang krusial dalam agama Islam. Saking krusialnya, banyak dalil
naqli yang menyebutkan bahwa sholat adalah amalan pertama yang akan dihisab saat kiamat.
Terdapat sholat wajib yang harus dikerjakan oleh seorang muslim. Apabila seseorang tidak
melaksanakan sholat wajib tersebut, maka ia akan mendapat dosa.
Sholat wajib tersebut ada pada lima waktu, yaitu Shubuh, Zuhur, Ashar, Magrib dan 'Isya.
Kelima sholat tersebut adalah ibadah yang harus dilakukan oleh seorang muslim sebagai
wujud dari ketaatan dan kecintaan seorang hamba kepada Tuhannya yaitu Allah SWT.
Karena sholat adalah ibadah yang sangat penting. Maka kita tidak boleh sembarangan dalam
melaksanakannya. Butuh ilmu dan pemahaman agar sholat kita sesuai dengan ajaran
Rasulullah SAW. sehingga dapat diterima oleh Allah SWT.
Berikut adalah tata cara sholat wajib yang penulis rangkum dari beberapa sumber, Rabu
(23/10).
Dalil tentang sholat wajib.
Allah SWT. berfirman dalam Al-Qur'an yang berarti:
"Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang
beriman."(QS. Ali 'Imran;103).
Syarat wajib sholat.
Dilansir dari ruangguru.com, berikut adalah syarat wajib sholat:
1. Beragama Islam
2. Berakal sehat dan tidak gila
3. Dewasa atau sudah baligh
4. Mengetahui hukum dan tata cara sholat dengan baik
5. Bersih dari hadas besar dan kecil
6. Dalam keadaan sadar
Syarat sah sholat.
Selain syarat wajib sholat, terdapat juga syarat sah sholat. Berikut ini adalah syarat sah
sholat:
1. Telah masuk waktu sholat
2. Menghadap ke arah kiblat
3. Suci dari hadas besar dan kecil
4. Menutup aurat
5. Mengetahui tata cara sholat dengan baik
Bacaan sholat wajib.
1. Niat.
- Niat sholat Subuh.
"Usholli Fardlon Shubhi Rok’ataini Mustaqbilal Qiblati Adaa-an Lillahi ta’aala."

Artinya: "Aku niat melakukan sholat fardu subuh 2 rakaat, sambil menghadap qiblat, saat ini,
karena Allah ta'ala."

- Niat sholat Zuhur.


"Usholli Fardlon dhuhri Arba'a Rok'aataim Mustaqbilal Qiblati Adaa-an Lillahi ta'aala."

Artinya: "Aku niat melakukan sholat fardu dhuhur 4 rakaat, sambil menghadap qiblat, saat
ini, karena Allah ta'ala."
- Niat sholat Ashar.
"Usholli Fardlol Ashri Arba'a Roka'aataiim Mustaqbilal Qiblati Adaa-an Lillahi ta'aala."
Artinya: "Aku niat melakukan sholat fardu ashar 4 rakaat, sambil menghadap qiblat, saat ini,
karena Allah ta'ala.”
- Niat sholat Magrib.
"Usholli Fardlol Maghribi Tsalaatsa Roka'aataim Mustaqbilal Qiblati Adaa-an Lillahi
ta'aala."
Artinya: "Aku niat melakukan sholat fardu maghrib 3 rakaat, sambil menghadap qiblat, saat
ini, karena Allah ta'ala."
- Niat sholat 'Isya
"Usholli Fardlol I'syaa-i Arba'a Roka'aataim Mustaqbilal Qiblati Adaa-an Lillahi ta'aala."
Artinya: "Aku niat melakukan sholat fardu isya 4 rakaat, sambil menghadap qiblat, saat ini,
karena Allah ta’ala."
2. Takbirotul Ihram.
Ketika takbirotul ihram membaca kalimat:
"Allaahu Akbar"
Artinya: "Allah Maha Besar."
3. Doa Iftitah.
Terdapat beberapa macam doa Iftitah, berikut ini adalah dua macam doa Iftitah.
Yang pertama adalah berikut:
"Allaahu akbaru kabiiraw walhamdu lilaahi katsiran, wa subhaanallaahi bukrataw
wa'ashiila, innii wajjahtu wajhiya lilladzii fatharas samaawaati wal ardha haniifam
muslimaw wamaa anaa minal musyrikiina. Inna shalaatii wa nusukii wa mahyaaya wa
mamaatii lillaahi Rabbil 'aalamiina. Laa syariikalahu wa bidzaalika umirtu wa anaa minal
muslimiina."
Artinya: "Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanyalah kepunyaan Allah,
Tuhan semesta alam, yang tiada satu pun sekutu bagi-Nya. Dengan semua itulah aku
diperintahkan dan aku adalah termasuk orang orang yang berserah diri."
Bacaan Iftitah dua:
"Allaahumma baa'id bainii wabainaa khotoo yaa ya kamaa baa 'adta bainal-masyriqi wal-
maghrib. Allaahumma naqqinii minal khotoo-yaa kamaa yunqqots tsaubul abyadhuu
minaddanas. Allaahumma-ghsil khotoo-yaa ya bil maa i-wats tsalji wal-barod."
Artinya: "Ya Allah, jauhkan lah aku dari pada kesalahan dan dosa sebagaimana Engkau telah
menjauhkan antara timur dan barat. Ya Allah, bersihkanlah aku dari segala kesalahan dan
dosa sebagiamana bersihnya kain putih dari kotoran. Ya Allah, sucikanlah segala
kesalahanku dengan air, salju dan air embun sebersih-bersihnya."
4. Ruku'.
Bacaan ruku' satu:
"Subhaana robbiyal ‘adhiimi wabihamdih."
Artinya: "Mahasuci Tuhanku yang Maha Agung dan segala puji bagi-Nya.”
Bacaan ruku' dua:
"Subhaana robbiyal ‘adhiimi"
Artinya: "Mahasuci Tuhanku yang Maha Agung."
Bacaan ruku' ketiga:
"Subhaanaka alloohumma robbanaa wa bihamdika alloohummaghfirlii"
Artinya: "Mahasuci Engkau, ya Allah Tuhan kami dan segala puji bagi-Mu. Ya Allah
ampunilah aku."
5. I'tidal.
Ketika bangun dari ruku', Rasulullah SAW membaca:
"Sami’alloohu liman hamidah"
Artinya: "Allah Maha Mendengar orang yang memuji-Nya." (HR. Bukhari dan Muslim)
Setelah tegak berdiri, dilanjutkan dengan membaca:
"Robbanaa walakal hamdu"
Artinya: "Wahai Tuhan kami, bagiMu segala puji." (HR. Bukhari dan Muslim)
6. Sujud.
Bacaan sujud satu:
"Subhaana robbiyal ‘a’la"
Artinya: "Mahasuci Tuhanku yang Maha Tinggi"
Bacaan sujud dua:
"Subhaana robbiyal ‘a’la wabihamdih"
Artinya: Mahasuci Tuhanku yang Maha Tinggi dan segala puji bagi-Nya
Bacaan sujud tiga:
"Subhaanaka alloohumma robbanaa wa bihamdika alloohummaghfirlii."
Artinya: "Mahasuci Engkau, ya Allah Tuhan kami dan segala puji bagi-Mu. Ya Allah
ampunilah aku."
7. Duduk di antara dua sujud.
"Allohummaghfirlii warhamnii wajburnii warfa'nii warzuqnii wahdinii wa'aafinii wa'fu
'annii"
Artinya: "Ya Allah, ampunilah aku, kasihanilah aku, , penuhilah kebutuhanku, tinggikanlah
derajatku, berilah aku rezeki, berilah aku petunjuk, lindungilah aku, dan ampunilah dosa-
dosaku."
8. Tasyahud.
Bacaan tasyahud awal:
"Attahiyyaatul mubaarokaatush sholawaatuth thoyyibaatu lillaah. Assalaamu 'alaika
ayyuhan nabiyyu wa rohmatulloohi wa barokaatuh. Assalaaamu'alainaa wa 'alaa
'ibaadillaahish shoolihiin. Asyhadu allaa ilaaha illallooh wa asyhadu anna Muhammadar
rosuulullooh."
Artinya: "Segala penghormatan, keberkahan, shalawat dan kebaikan hanya bagi Allah.
Semoga salam sejahtera selalu tercurahkan kepadamu wahai Nabi, demikian pula rahmat
Allah dan berkahNya dan semoga salam sejahtera selalu tercurah kepada kami dan hamba-
hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi bahwa tiada ilah kecuali Allah dan aku bersaksi
bahwa Muhammad adalah utusan Allah." (HR. Muslim)
Bacaan tasyahud akhir:
"Alloohumma sholli 'alaa Muhammad wa 'alaa aali Muhammad kamaa shollaita 'alaa
Ibroohim wa 'alaa aali Ibroohimm innaka hamiidum majiid. Alloohumma baarik 'alaa
Muhammad wa 'alaa aali Muhammad kamaa baarokta 'alaa Ibroohim wa 'alaa aali
Ibroohimm innaka hamiidum majiid."
Artinya: "Ya Allah, berilah rahmat kepada Nabi Muhammad dan keluarga Nabi Muhammad
sebagaimana Engkau telah memberikan rahmat kepada Nabi Ibrahim dan keluarga Nabi
Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia. Ya Allah, berilah
keberkahan kepada Nabi Muhammad dan keluarga Nabi Muhammad sebagaimana Engkau
telah memberikan keberkahan kepada Nabi Ibrahim dan keluarga Nabi Ibrahim.
Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia." (HR. Bukhari)
9. Salam.
"Assalaamu'alaikum warohmatulloohi wabarookaatuh"
Artinya: "Semoga keselamatan rahmat Allah dan berkah-Nya limpahkan kepada kalian."
(HR. Abu Dawud)
Tata cara sholat wajib singkat.
Rakaat Pertama:
1. Takbiratul Ihram diikuti dengan membaca doa Iftitah
2. Membaca surat Al-Fatihah
3. Membaca surat pendek atau ayat Al-Qur'an
4. Takbiratul Ihram
5. Melakukan gerakan ruku' dengan membaca bacaan ruku sebanyak tiga kali
6. Melakukan gerakan I'tidal dengan membaca bacaan I'tidal sebanyak tiga kali
7. Melakukan gerakan sujud dengan membaca bacaan sujud sebanyak tiga kali
8. Duduk di antara dua sujud
9. Sujud dengan membaca bacaan sujud sebanyak tiga kali
10. Bangkit dari sujud untuk melakukan rakaat selanjutnya
Rakaat Kedua:
11. Membaca surat Al-Fatihah
12. Membaca surat atau ayat dalam Al-Qur'an
13. Ruku'
14. I'tidal
15. Sujud
16. Duduk di antara dua sujud
17. Melakukan gerakan sujud
18. Duduk tahiyat akhir jika melakukan sholat wajib berjumlah dua rakaat sedangkan yang
rakaatnya lebih dari dua rakaat melakukan duduk tahiyat awal

https://www.brilio.net/creator/tata-cara-sholat-wajib-beserta-bacaan-niat-dan-doanya-
ad6b61.html

4. Shalat qashar dan jama’


Salat jamak qashar boleh dilaksanakan seorang muslim untuk memberikan kemudahan
dalam melakukan perjalanan jauh. Saat seorang muslim berada dalam perjalanan jauh
(safar), maka dia memperoleh keringanan dari Allah subhanahu wa ta'ala dalam
melaksanakan salatnya. Dia tetap harus mendirikan salat wajib, namun di sebagian
waktunya boleh dikerjakan dengan jamak, qashar, atau gabungan keduanya. Dengan
jamak, dia boleh mengerjakan dua waktu salat dalam satu waktu. Melalui qashar, dia
diperkenankan meringkas rakaat salat yang empat empat rakaat menjadi dua rakaat.
Sementara jika memilih jamak qashar, maka dia mengumpulkan dua waktu salat yang
dikerjakan dalam satu waktu dan meringkas jumlah rakaatnya untuk salat yang memiliki
empat rakaat.
Dasar hukum pelaksanaan untuk mengqashar salat ada di dalam Al Quran pada surah An-
Nisa ayat 101. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman: ‫ْس َعلَ ْي ُك ْم ُجنَا ٌح أَ ْن‬ ِ ْ‫ض َر ْبتُ ْم فِي اأْل َر‬
َ ‫ض فَلَي‬ َ ‫َوإِ َذا‬
‫اَل‬
‫ص ِة‬ ْ
ُ ‫ تَق‬Wa idzaa darabtum fil ardi falaisa 'alaikum junaahun an taqsuruu minas
َّ ‫صرُوا ِمنَ ال‬
Salaati in khiftum ai yaftinakumul laziina kafaruuu; innal kaafiriina kaanuu lakum
aduwwam mubiinaa
Artinya, “Ketika kalian bepergian di bumi, maka bagi kalian tidak ada dosa untuk
meringkas shalat.”
Teruntuk qashar, dibolehkan untuk urusan sedang dalam perjalanan. Menurut laman NU,
ada ketentuan tentang hukum melakukan qashar berdasarkan jaraknya.
1. Hukumnya boleh. Qashar boleh dilakukan saat melakukan perjalanan darat atau laut,
baik memiliki tempat tinggal atau tidak. Seorang muslim yang telah bepergian mencapai
16 farsakh atau 2 marhalah, atau setara 80,6 kilometer dan belum mencapai 3 marhalah
atau 120,96 kilometer, boleh melakukan qashar.
2. Hukumnya lebih baik (afdhal) dilakukan. Apabila seseorang melakukan perjalanan
mencapai 3 marhalah atau lebih, maka lebih baik dia melakukan qashar dalam salatnya.
3. Hukumnya wajib. Jika perjalanan itu menjadikan seseorang tidak memiliki cukup
waktu untuk mendirikan salat, maka mengqashar salat menjadi wajib baginya.
Meski demikian, ada pula pendapat yang menganggap bahwa qashar tidak harus
berdasarkan safar dengan jarak tertentu.
Dikutip situs Fatwa Tarjih, safar merupakan suatu kondisi yang biasa dianggap seseorang
itu sedang melakukan safar. Hal ini sebagai keringanan dari Allah subhanahu wa ta'ala
bagi para musafir.
Qashar hanya bisa dilakukan pada salat yang memiliki empat rakaat, yaitu salat zuhur,
ashar, dan isya'. Dan, qashar tidak boleh dilakukaan pada salat subuh dan maghrib.
Shalat Jamak
Salat jamak atau mengumpulkan dua waktu salat, diperbolehkan saat seseorang memiliki
kesulitan untuk mendirikan salat sesuai waktunya. Tidak harus dalam posisi safar,
muslim yang sedang sakit atau memiliki halangan lainnya yang sesuai syar'i
diperkenankan untuk menjamak salat. Rasulullah shalaallahu alaihi wassalam pernah
melakukan jamak dari keterangan Ibnu Abbas radhiyallahu anhu. “Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah menjamak antara salat Dzuhur dan Ashar di Madinah bukan
karena bepergian juga bukan karena takut. Saya bertanya: Wahai Abu Abbas, mengapa
bisa demikian? Dia menjawab: Dia (Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam) tidak
menghendaki kesulitan bagi umatnya.” (HR. Ahmad) Salat jamak dapat dilakukan pada
salat zuhur dengan ashar, atau maghrib dengan isya. Pelaksanaannya dapat dikerjakan
dengan mengumpulkan salat di awal waktu (jamak taqdim) atau akhir waktu (jamak
takhir). Contoh jamak taqdim yaitu mengerjakan salat dhuhur dan ashar sekaligus, yang
didirikan pada waktu salat dhuhur. Untuk jamak takhir misalnya, mengerjakan salat
zuhur dan ashar yang dilaksanakan pada waktu salat ashar. Ini berlaku juga untuk jamak
pada salat maghrib dan isya.
Shalat Jamak Qashar
Karena qashar berkaitan langsung dengan keringanan saat safar, maka jamak qashar
berlaku pada mereka yang sedang melakukan perjalanan saja. Seseorang dapat
mengumpulkan dua salat pada satu waktu, sekaligus meringkas pada salat yang memiliki
empat rakaat. Jamak qashar tidak harus selalu satu paket untuk dikerjakan sewaktu safar.
Orang yang safar boleh melaksanakan jamak saja, qashar saja, atau menggabungkan
keduanya. Semua tergantung kondisi yang dialami seseorang dalam perjalanannya.

https://tirto.id/tata-cara-dan-ketentuan-shalat-jamak-qashar-gatZ

5. Shalat Jum’at
Pengertian sholat Jumat atau masyarakat Tanah Air lebih akrab dengan sebutan
"Jumatan", merupakan salah satu ibadah yang wajib dilakukan. Sholat Jumat tersebut,
wajib dilaksanakan oleh kaum pria muslim dan sunnah bagi yang perempuan.

Sebab, khusus bagi perempuan, ketika datang waktu pelaksanaan sholat Jumat, mereka cukup
melaksanakan sholat Zuhur seperti biasanya. Maka tidak heran, secara umum pengertian sholat
Jumat adalah ibadah yang diwajibkan bagi kaum laki-laki.
Bahkan bagi umat muslim, pengertian sholat Jumat adalah ibadah yang penting. Bahkan pada
hari Jumat terdapat keistimewaan yang tidak bisa didapat di hari-hari lain. Selain itu, di hari
Jumat juga jadi hari di mana banyak peristiwa penting terjadi.

Hal ini diperkuat dengan hadist yang berbunyi, “Sebaik-baiknya hari yang matahari terbit
padanya adalah hari Jumat. Pada hari itu Adam diciptakan, masuk dan keluar dari surga dan hari
kiamat hanya akan terjadi pada hari Jumat.” (HR. Muslim).
Syarat Sholat Jumat
Setelah sedikit memahami perihal pengertian sholat Jumat, maka penting juga bagi umat muslim
laki-laki untuk mengerti apa saja syarat sah pelaksanaan sholat Jumat.
Ada pun syarat sah melaksanakan sholat Jumat adalah:
1. Sholat Jumat dilakukan di suatu tempat (desa atau kota) yang termasuk ke dalam lingkup
perkampungan.
2. Dilakukan ketika sudah mulai waktu dzuhur
3. Wajib dilakukan secara berjama'ah dengan jumlah minimal yang hadir dalam sholat jumat
adalah sebanyak 40 orang.
4. Dimulai dengan khutbah (termasuk membaca rukun khutbah) sebelum melaksanakan sholat
Jumat.
5. Sholat Jumat sudah dapat dimulai ketika khatib telah membacakan rukun dua khutbah.

Selain itu, ada syarat wajib sholat Jumat yang juga tidak kalah penting untuk dipahami, antara
lain:
1. Beragama Islam.
2. Sudah deasa atau baligh.
3. Tidak gila atau mengalami gangguan mental lainnya.
4. Laki-laki (wanita tidak wajib sholat Jumat).
5. Sehat jasmani dan rohani (orang sakit tidak wajib sholat Jumat).
6. Bertempat tinggal tetap atau menetap atau bermukim (orang yang sedang dalam perjalanan
jauh tidak wajib sholat Jumat).
7. Orang yang sedang dalam perjalanan jauh tidak wajib mengerjakan sholat Jumat. Hal ini
merujuk pada hadis Rasulullah SAW. Artinya: "Bagi musafir tidak wajib sholat Jumat." (HR.
Daruquthni).
Hukum Sholat Jumat
Sebenarnya, beragam syarat melaksanakan sholat Jumat tersebut berasal dari hukum atau
ketentuan yang sudah tercantum dalam Al-Quran dan Hadist.

Hukum mengerjakan sholat Jumat adalah wajib bagi setiap laki-laki muslim, di mana hal tersebut
sudah tercantum dalam Surat Al Jumuah ayat 9 yang memiliki arti,

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu diseru untuk menunaikan sholat Jumat, maka
bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli, yang demikian itu lebih
baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. Al Jumuah: 9).
 Kemudian di dalam Al-Quran, sholat Jumat juga disebut wajib dilaksanakan bagi kaum laki-
laki. Hal ini berdasarkan hadist Rasulullah SAW yang diriwayatkan Abu Dawud, Daruquthni,
Baihaqi dan Hakim dengan arti yang berbunyi,

"Sholat Jumat itu wajib bagi setiap muslim dengan berjamaah kecuali empat orang: budak,
wanita, anak-anak atau orang yang sakit." (HR. Abu Dawud, Daruquthni, Baihaqi dan Hakim).

Sunah Sebelum Sholat Jumat


1. Mandi yang bersih

2. Memotong kuku dan mencukur kumis

3. Memakai pakaian yang rapi dan bersih (diutamakan yang berwarna putih)

4. Memakai wangi-wangian

5. Saat masuk masjid, mendahulukan kaki kanan sambil membaca doa masuk masjid. Berikut
adalah dua bacaan doa masuk masjid yang sebaiknya dihafalkan dan diamalkan. Pilih salah satu
saja.

Allahummaf tahlii abwaaba rohmatik.

Artinya: "Ya Allah, bukalah untukku pintu-pintu rahmat-Mu"

Bismillaah wassalaamu 'ala rasuulillah. Allaahummaghfir lii dzunuubii waftahlii abwaaba


rahmatik.

Artinya: "Dengan menyebut nama Allah dan salam atas Rasulullah. Ya Allah, ampunilah dosa-
dosaku dan bukakanlah kepadaku pintu rahmat-Mu."

6. Melaksanakan sholat sunah tahiyatul masjid

7. Ber'itiqaf (duduk) sambil membaca Alquran, dzikir, atau bersholawat.

8. Menghentikan dzikir atau bacaan lainnya saat khatib naik ke atas mimbar untuk
menyampaikan khotbah Jumat.

Rukun Khutbah Sholat Jumat


Dalam khutbah ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain:

1. Membaca hamdalah, Alhamdu lillaah dalam dua khutbah itu.


2. Membaca shalawat atas Nabi Muhammad SAW dalam dua khutbah.

3. Berwasiat dengan taqwa kepada Allah dalam dua khutbah.

4. Membaca ayat Al-Quran dalam salah satu khutbah.

5. Memohonkan maghfiroh (ampunan) bagi sekalian mukminin pada khutbah yang kedua.

Sedangkan syarat agar khutbah sholat Jumat tersebut sah, maka perlu memenuhi hal berikut ini:

1. Isi rukun khutbah dapat didengar oleh para jemaah.

2. Berturut-turut antara khutbah pertama dengan khutbah kedua.

3. Menutup aurat.

4. Badan, pakaian, dan tempat yang suci dari hadats dan najis.

Tata Cara Sholat Jumat


1. Membaca niat sholat Jumat

2. Takbiratul ihram (Allahu akbar)

3. Membaca doa iftitah

4. Membaca surah al-Fatihah.

5. Membaca surah pendek

6. Ruku dengan tumaninah.

7. Itidal dengan tumaninah.

8. Sujud dengan tumaninah.

9. Duduk di antara dua sujud dengan tumaninah.

10. Sujud kedua dengan tumaninah.

11. Berdiri lagi menunaikan rakaat yang kedua.

12. Membaca surah al-Fatihah.


13. Membaca surah pendek

14. Ruku dengan tumaninah.

15. Itidal dengan tumaninah.

16. Sujud dengan tumaninah.

17. Duduk di antara dua sujud dengan tumaninah.

18. Sujud kedua dengan tumaninah.

19. Tasyahud akhir dengan tumaninah.

20. Membaca salam menengok ke kanan dan ke kiri, hingga wajah samping nampak di belakang.

Keutamaan Sholat Jumat


Selain paham mengenai pengertian sholat Jumat, hukum, serta tata caranya, perlu juga
mengetahui apa sebenarnya keutamaan yang ada pada sholat Jumat ini. Beberapa keutamaan
sholat Jumat adalah:

1. Menghapus dosa

“Di antara sholat lima waktu, di antara Jumat yang satu dan Jumat yang berikutnya, itu dapat
menghapuskan dosa di antara keduanya selama tidak dilakukan dosa besar.” (HR. Muslim).

Hari Jumat adalah hari di mana Allah menyempurnakan Islam dan mencukupkan nikmat. Hal ini
sesuai dengan surat Al-Ma’idah ayat 3 yang artinya:

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu
ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu” (Q.S Al-Ma’idah: 3).

2. Mendapat pahala yang besar

“Barangsiapa mandi pada hari jumat sebagaimana mandi janabah, lalu berangkat menuju masjid,
maka dia seolah berkurban dengan seekor unta. Barangsiapa yang datang pada kesempatan
(waktu) kedua maka dia seolah berkurban dengan seekor sapi. Barangsiapa yang datang pada
kesempatan (waktu) ketiga maka dia seolah berkurban dengan seekor kambing yang bertanduk.
Barangsiapa yang datang pada kesempatan (waktu) keempat maka dia seolah berkurban dengan
seekor ayam. Dan barangsiapa yang datang pada kesempatan (waktu) kelima maka dia seolah
berkurban dengan sebutir telur. Dan apabila imam sudah keluar (untuk memberi khutbah), maka
para malaikat hadir mendengarkan dzikir (khutbah tersebut).” (HR. Bukhari dan Muslim).

Bahkan, tiap langkah saat seseorang akan pergi melaksanakan sholat jumat, setara dengan
mendapat ganjaran puasa serta sholat setahun

“Barangsiapa yang mandi pada hari Jumat dengan mencuci kepala dan anggota badan lainnya,
lalu ia pergi di awal waktu atau ia pergi dan mendapati khutbah pertama, lalu ia mendekat pada
imam, mendengar khutbah serta diam, maka setiap langkah kakinya terhitung seperti puasa dan
sholat setahun.” (HR. Tirmidzi).

Ancaman Tidak Melaksanakan Sholat Jumat


Mengingat pengertian sholat Jumat memiliki sifat yaitu wajib, itulah mengapa ada ancaman bagi
mereka yang meninggalkan sholat Jumat. Perihal ancaman tersebut, telah disebutkan dalam
hadist dari Ibnu Umar dan Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad SAW
bersabda,

"Hendaknya orang yang suka meninggalkan sholat Jumat itu menghentikan kebiasan buruknya,
atau Allah akan mengunci mata hatinya, lalu ia akan menjadi orang Ghafilin atau orang Lalai."
(HR. Muslim, No. 865).

Terdapat juga hadist lain yang turut memberi peringatan berupa ancaman bagi mereka yang
meninggalkan sholat Jumat. Dari Jabir bin Abdillah bahwa Rasulullah SAW bersabda, "siapa
yang meninggalkan sholat Jumat sebanyak 3 kali, bukan karena darurat atau halangan maka
Allah akan mengunci hatinya (HR. Ibnu Majah).

6. Penyelenggaraan jenazah
Tata cara mengurus jenazah dari memandikan sampai menguburkan yang pertama harus
dipahami tentunya dalam memandikan. Sebagai cara yang pertama dalam tata cara mengurus
jenazah dari memandikan sampai menguburkan, memandikan jenazah sangat penting
dilakukan dengan benar.

Berikut tata cara memandikan jenazah:

1. Meletakkan jenazah dengan kepala agak tinggi di tempat yang disediakan

2. Yang memandikan jenazah hendaklah memakai sarung tangan.

3. Ambil kain penutup dari jenazah dan ganti dengan kain basahan agar auratnya tidak
terlihat
4. Setelah itu bersihkan giginya, lubang hidung, lubang telinga, celah ketiaknya, celah jari
tangan dan kaki serta rambutnya.

5. Bersihkan kotoran jenazah baik yang keluar dari depan maupun dari belakang terlebih
dahulu. Caranya, tekan perutnya perlahan-lahan agar apa yang ada di dalamnya keluar.

6. Siram atau basuh seluruh anggota tubuh jenazah dengan air sabun.

7. Kemudian siram dengan air yang bersih sambil berniat sesuai jenis kelamin jenazah.

Niat memandikan jenazah perempuan:

Nawaitul ghusla adaa 'an hadzihil mayyitati lillahi ta'aalaa

Artinya: "Aku berniat memandikan untuk memenuhi kewajiban dari jenazah (wanita) ini
karena Allah Ta'ala."

Niat memandikan jenazah laki-laki:

Nawaitul ghusla adaa 'an hadzal mayyiti lillahi ta'aalaa

Artinya: "Aku berniat memandikan untuk memenuhi kewajiban dari jenazah (pria) ini karena
Allah Ta'ala."

8. Siram atau basuh dari kepala hingga ujung kaki dengan air bersih. Siram sebelah kanan
dan kiri masing-masing 3 kali.

9. Memiringkan jenazah ke kiri, basuh bagian lambung kanan sebelah belakang.

Cara Memandikan Jenazah Selanjutnya


Memiringkan jenazah ke kanan, basuh bagian lambung kirinya sebelah belakang.

Siram lagi dengan air bersih dari kepala hingga ujung kaki.

Siram dengan air kapur barus.

Jenazah kemudian diwudhukan seperti orang yang berwudhu sebelum sholat.

Perlakukan jenazah dengan lembut saat membalik dan menggosok anggota tubuhnya.

Jika keluar dari jenazah itu najis setelah dimandikan dan mengenai badannya, wajib dibuang
dan dimandikan lagi. Jika keluar najis setelah di atas kafan, tidak perlu diulangi mandinya,
cukup hanya dengan membuang najis tersebut.
Bagi jenazah wanita, sanggul rambutnya harus dilepas dan dibiarkan terurai ke belakang.
Setelah disiram dan dibersihkan, lalu dikeringkan dengan handuk dan dikepang.

Keringkan tubuh jenazah setelah dimandikan dengan handuk sehingga tidak membasahi kain
kafannya.

Selesai memandikan jenazah, berilah wangi-wangian yang tidak mengandung alkohol


sebelum dikafani. Biasanya menggunakan air kapur barus.

Begitulah cara memandikan jenazah sebagai salah satu bagian dari tata cara mengurus
jenazah dari memandikan sampai menguburkan.

Cara Mengafani Jenazah Laki-laki


Tata cara mengurus jenazah dari memandikan sampai menguburkan berikutnya adalah
mengafani jenazah. Ada sedikit perbedaan cara mengafani jenazah laki-laki dan perempuan
sebagai tata cara mengurus jenazah dari memandikan sampai menguburkan ini.

Berikut cara mengafani jenazah laki-laki:

Siapkan tali-tali pengikat kafan secukupnya. Letakkan secara vertikal tepat di bawah kain
kafan yang akan menjadi lapis pertama.

Bentangkan kain kafan lapis pertama yang sudah dipotong sesuai ukuran jenazah.

Beri wewangian pada kain kafan lapis pertama.

Bentangkan kain kafan lapis kedua yang sudah dipotong sesuai ukuran jenazah.

Beri wewangian pada kain kafan lapis kedua.

Bentangkan kain kafan lapis ketiga yang sudah dipotong sesuai ukuran jenazah.

Beri wewangian pada kain kafan lapis ketiga.

Letakkan jenazah di tengah-tengah kain kafan lapis ketiga.

Tutup dengan kain lapis ketiga dari sisi kiri ke kanan, kemudian kain dari sisi kanan ke kiri.

Tutup dengan kain lapis kedua dari sisi kiri ke kanan, kemudian kain dari sisi kanan ke kiri.

Tutup dengan kain lapis pertama dari sisi kiri ke kanan, kemudian kain dari sisi kanan ke kiri.

Ikat dengan tali pengikat yang sudah disediakan.


Cara Mengafani Jenazah Perempuan
Berbeda dengan jenazah laki-laki, berikut ini cara mengafani jenazah perempuan:

Bentangkan 2 lembar kain kafan yang sudah dipotong sesuai ukuran jenazah. Kemudian
letakkan kain sarung tepat pada badan antara pusar dan kedua lututnya.

Persiapkan baju gamis dan kerudung di tempatnya.

Sediakan 3–5 utas tali dan letakkan di paling bawah kain kafan.

Sediakan kapas yang sudah diberikan wangi-wangian, yang nantinya diletakkan pada
anggota badan tertentu.

Setelah kain kafan siap, lalu angkat dan baringkan jenazah di atas kain kafan.

Letakkan kapas yang sudah diberi wangi-wangian tadi ke tempat anggota tubuh seperti
halnya pada jenazah laki-laki.

Selimutkan kain sarung pada badan jenazah, antara pusar dan kedua lutut. Pasangkan baju
gamis berikut kain kerudung. Untuk yang rambutnya panjang bisa dikepang menjadi 2/3, dan
diletakkan di atas baju gamis di bagian dada.

Selimutkan kedua kain kafan selembar demi selembar mulai dari yang lapisan atas sampai
paling bawah. Setelah itu ikat dengan beberapa utas tali yang tadi telah disediakan.

Tata Cara Menyolatkan Jenazah


Setelah mengafani, tata cara mengurus jenazah dari memandikan sampai menguburkan
selanjutnya adalah menyolatkan jenazah. Shalat jenazah terdapat tujuh rukun seperti berikut:

Berniat (di dalam hati).

Berdiri bagi yang mampu.

Melakukan empat kali takbir (tidak ada ruku’ dan sujud).

Setelah takbir pertama, membaca Al Fatihah.

Setelah takbir kedua, membaca shalawat (minimalnya adalah allahumma sholli ‘ala
Muhammad).

Setelah takbir ketiga, membaca doa untuk jenazah.

Do’a setelah takbir ketiga:


Allahummaghfirla-hu warham-hu wa ‘aafi-hi wa’fu ‘an-hu wa akrim nuzula-hu, wa wassi’
madkhola-hu, waghsil-hu bil maa-i wats tsalji wal barod wa naqqi-hi minal khothoyaa
kamaa naqqoitats tsaubal abyadho minad danaas, wa abdil-hu daaron khoirom min daari-
hi, wa ahlan khoirom min ahli-hi, wa zawjan khoirom min zawji-hi, wa ad-khilkul jannata,
wa a’idz-hu min ‘adzabil qobri wa ‘adzabin naar.

Artinya: “Ya Allah! Ampunilah dia (mayat) berilah rahmat kepadanya, selamatkanlah dia
(dari beberapa hal yang tidak disukai), maafkanlah dia dan tempatkanlah di tempat yang
mulia (Surga), luaskan kuburannya, mandikan dia dengan air salju dan air es. Bersihkan dia
dari segala kesalahan, sebagaimana Engkau membersihkan baju yang putih dari kotoran,
berilah rumah yang lebih baik dari rumahnya (di dunia), berilah keluarga (atau istri di Surga)
yang lebih baik daripada keluarganya (di dunia), istri (atau suami) yang lebih baik daripada
istrinya (atau suaminya), dan masukkan dia ke Surga, jagalah dia dari siksa kubur dan
Neraka.” (HR. Muslim no. 963)

Takbir keempat membaca doa sebagai berikut:

Do’a setelah takbir keempat:

Allahumma laa tahrimnaa ajro-hu wa laa taftinnaa ba’da-hu waghfir lanaa wa la-hu

Artinya: “Ya Allah! Jangan menghalangi kami untuk tidak memperoleh pahalanya dan
jangan sesatkan kami sepeninggalnya, ampunilah kami dan ampunilah dia”. Untuk jenazah
perempuan, kata –hu diganti –haa.

Salam

Tata Cara Menguburkan Jenazah


Tata cara mengurus jenazah dari memandikan sampai menguburkan yang terakhir adalah
menguburkan jenazah.

Memperdalam galian lobang kubur agar tidak tercium bau jenazah dan tidak dapat dimakan
oleh burung atau binatang pemakan bangkai.

Cara menaruh jenazah di kubur ada yang ditaruh di tepi lubang sebelah kiblat kemudian di
atasnya ditaruh papan kayu atau yang semacamnya dengan posisi agak condong agar tidak
langsung tertimpa tanah. Namun bisa juga dengan cara lain dengan prinsip yang hampir
sama, misalnya dengan menggali di tengah-tengah dasar lobang kubur, kemudian jenazah
ditaruh di dalam lobang.

Lalu di atasnya ditaruh semacam bata atau papan dari semen dalam posisi mendatar untuk
penahan tanah timbunan. Cara ini dilakukan bila tanahnya gembur. Cara lain adalah dengan
menaruh jenazah dalam peti dan menanam peti itu dalam kubur.
Cara memasukkan jenazah ke kubur yang terbaik adalah dengan mendahulukan memasukkan
kepala jenazah dari arah kaki kubur.

Jenazah diletakkan miring ke kanan menghadap ke arah kiblat dengan menyandarkan tubuh
sebelah kiri ke dinding kubur supaya tidak terlentang kembali.

Para ulama menganjurkan supaya ditaruh tanah di bawah pipi jenazah sebelah kanan setelah
dibukakan kain kafannya dari pipi itu dan ditempelkan langsung ke tanah. Simpul tali yang
mengikat kain kafan supaya dilepas.

Waktu memasukkan jenazah ke liang kubur dan meletakkannya dianjurkan membaca doa


seperti: Bismillahi Waala Millati Rosulillah Artinya: “Dengan nama Allah dan atas agama
Rasulullah” (HR. at-Tirmidzi dan Abu Daud).

Untuk jenazah perempuan, dianjurkan membentangkan kain di atas kuburnya pada waktu


dimasukkan ke liang kubur. Sedang untuk mayat laki-laki tidak dianjurkan.

Orang yang turun ke lobang kubur jenazah perempuan untuk mengurusnya sebaiknya orang-
orang yang semalamnya tidak mensetubuhi isteri mereka.

Setelah jenazah sudah diletakkan di liang kubur, dianjurkan untuk mencurahinya dengan


tanah tiga kali dengan tangannya dari arah kepala mayit lalu ditimbuni tanah.

Berdoa setelah selesai menguburkan jenazah.

Selesai mengubur dan sebelum meninggalkan tempat penguburan pelayat mengambil tanah
dan menaburkannya dari arah kepala tiga kali, lalu berdiri di sisinya, dan membaca do’a
sebagai berikut:

“Allahummaghfir lahu warhamhu, wa’aafihi wa’fu ‘anhu, wa akrim nuzulahu, wa


wassi’madkhalahu, waghsilhu bil-ma’i watstsalji wal-baradi, wanaqqohi minal khotoya
kamaayunaqqottsaubu abyadhu minadanasi, waabdilhu daaron khoiron in daarihi,
waahlankhoiron min ahlihi, wazaujan khoiron minzaujihi, waqihi fitnatal qobri
wa’adaabinnar”
https://hot.liputan6.com/read/4156037/tata-cara-mengurus-jenazah-dari-memandikan-
sampai-menguburkan-dalam-islam

7. Zakat harta dan zakat fitrah

Pengertian Zakat Mal dan Zakat Fitrah


Zakat Mal
Zakat mal adalah ibadah wajib yang harus dilakukan oleh umat muslim berdasarkan harta yang
dipeolehnya dari kegiatan berusaha atau pekerjaan dengan jumlah besaraan tertentu.
Harta yang dimaksud dapat bermacam-macam bentuknya, seperti rumah, kendaraan, hasil
pertanian, hasil ternak, uang emas, perak, dan lain sebagainya.
Harta yang dapat dizakatkan adalah harta yang dimiliki secara penuh dan bukan merupakan hasil
simpan pinjam.
Dengan hal itu, dapat kita simpulkan zakat mal adalah zakat yang dipergunakan untuk
menyucikan harta yang dimiliki oleh seorang muslim.
Zakat Fitrah
Zakat fitrah adalah zakat yang dibayarkan oleh umat muslim di akhir bulan Ramadan atau hari
sebelum perayaan hari raya Idulfitri.
Zakat fitrah harus ditunaikan setiap tahun bagi mereka yang telah mampu dan memiliki
penghasilan yang cukup dan dilakukan pada waktu yang telah ditentukan.
Perbedaan waktu antara zakat mal dan zakat fitrah inilah yang menjadi pembeda antara kedua
zakat tersebut.
Nabi Muhammad SAW pernah bersabda :
"Barangsiapa yang menunaikan zakat fitrah sebelum salat Id maka zakatnya diterima dan
barangsiapa yang menunaikannya setelah salat Id maka itu hanya dianggap sebagai sedekah di
antara berbagai sedekah." (HR. Abu Daud).
Zakat fitrah bertujuan untuk mensucikan diri dan jiwa dan juga merupakan ibadah yang dapat
menyempurnakan puasa di saat bulan Ramadan.

Syarat Zakat Mal dan Zakat Fitrah


Satu di antara perbedaan dari zakat mal dan zakat fitrah dapat dilihat dari syarat dari
pelaksanaannya. Ada beberapa syarat zakat mal dan zakat fitrah, dan dapat dilihat sebagai
berikut: 
Zakat Mal
1. Harta yang dimiliki dapat bertambah atau berkembang.
2. Harta yang dimiliki merupakan kuasa penuh, dan didapatkan dari usaha sendiri.
3. Memiliki kebutuhan pokok yang lebih.
4. Cukup nisab.
5. Bebas dari utang piutang.
6. Berlaku satu tahun (ternak, barang simpanan, perniagaan)
Zakat Fitrah
1. Beragama islam yang merdeka.
2. Memiliki harta atau kebutuhan pokok yang lebih untuk dirinya sendiri dalam kehidupan
sehari-hari dan di saat hari raya Idulfitri.
3. Dilakukan saat bulan Ramadan.

Jumlah Zakat Mal dan Zakat Fitrah


Ilustrasi bayar Zakat.
Selain persyaratan yang harus dipenuhi dalam melakukannya, zakat mal dan zakat fitrah juga
dapat dibedakan dari jumlah yang harus dikeluarkan atau harus diberikan.
Zakat Mal
Pembayaran atau pengeluaran zakat mal biasanya dilakukan berdasarkan kekayaan atau harta
yang dimiliki dan zakat apa yang akan dilakukan. Sebagai contoh, zakat mal dari uang, perak,
emas, dan perdagangan nisabnya adalah 85 gram emas, atau bisa dihitung dengan 2,5 persen
dikali dengan harta yang tersimpan selama satu tahun.
Zakat Fitrah
Dalam zakat fitrah yang dilaksanakan pada bulan Ramadan, besaran yang harus diberikan adalah
satu sha' atau 2,5kg beras, gandum, atau makanan pokok lainnya. Saat pemberian zakat fitrah,
beras, gandum, atau bahan pokok harus sama baiknya dengan apa yang kita konsumsi setiap
harinya.

Waktu Pelaksanaa Zakat Mal dan Zakat Fitrah


Keutamaan Zakat Fitrah / Sumber: iStockphoto
Waktu pelaksanaan zakat mal dan zakat fitrah juga dapat dijadikan pembeda antara kedua zakat
ini. Berikut perbedaan pelaksanaan zakat mal dan zakat fitrah.
Zakat Mal
Zakat mal harus segera dilaksanakan ketika harta kekayaan yang dimiliki seorang muslim telah
memasuki nisab dan juga haulnya. Nisab merupakan batas terendah dari jumlah harta yang
dimiliki, sedangkan haul merupakan waktu yang dipenuhi dari kepemilikan harta tersebut.
Zakat Fitrah
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, zakat fitrah dilakukan satu tahun sekali saat bulan
Ramadan, di mana pelaksanaanya dibatasi hingga sebelum salat idufitri.
https://www.bola.com/ragam/read/4258969/perbedaan-zakat-mal-dan-zakat-fitrah-beserta-
syarat-dan-ketentuannya#:~:text=Ada%20dua%20wajib%20zakat%20yang,mal%20dan%20juga
%20zakat%20fitrah.&text=Zakat%20fitrah%20dilaksanakan%20pada%20akhir,muslim%20yang
%20telah%20memiliki%20penghasilan.

8. Kaifiyat puasa wajib dan sunat


Niat Puasa Wajib
1. Puasa Ramadan
2. "Nawaitu sauma ghadin an’adai fardi syahri ramadhani hadzihisanati
lillahita’ala"
3. Artinya: Sengaja aku berpuasa esok hari untuk menunaikan fardhu puasa pada
bulan Ramadhan tahun ini karena Allah Taala.
2. Puasa Qadha
Ini adalah puasa untuk menggantikan jumlah puasa Ramadan yang tidak bisa
dijalankan karena sakit parah, bepergian jauh atau safar, atau karena berhalangan
menstruasi dan nifas di bulan Ramadan. Niatnya:
"Nawaitu shauma ghadin ‘an qadha’I fardhi syahri Ramadhana lillahita’ala"
Artinya: Aku berniat untuk mengqadha puasa Bulan Ramadhan esok hari karena
Allah Ta’ala.
Puasa kafarat
Puasa kafarat atau disebut juga kifarat wajib dilakukan seseorang jika telah melanggar
beberapa dosa besar. Misalnya, berhubungan badan suami istri pada siang hari di bulan
Ramadhan. Niatnya:
"Nawaitu shauma ghodin likafaarati, fardhallillahi ta'aala"
Artinya: Saya niat puasa esok untuk melaksanakan kifarat (sebut kifaratnya) fardu
karena Allah Ta'ala.
4. Puasa Nazar
Puasa wajib dimana saat seseorang bernadzar terhadap sesuatu dan sesuatu itu
terkabul. Aturan dan jumlah waktu puasa disesuaikan dengan janji awal saat bernadzar.
Niatnya:
"Nawaitu Shauma Nadzri Lillahi Ta’aala"
Artinya: Saya niat puasa nazar karena Allah Ta’aala.
Niat Puasa Sunnah
1. Puasa Asyura
Puasa ini dilakukan setiap tanggal 10 Muharram. Keutamaannya dapat menghapus dosa
selama setahun. Niatnya:
"Nawaitu shauma ghadin an ada'i sunnati aasyuuraa lillahi ta'ala"
Artinya: Aku berniat puasa sunah  Asyura esok hari karena Allah.
2. Puasa Tasu’a
Puasa pada 9 Muharram ini disebut sebagai puasa Tasu'a untuk mengiringi puasa yang
akan dilakukan keesokan harinya, pada 10 Muharram. Niatnya:
"Nawaitu shauma ghadin an ada'i sunnati tasu'a lillahi ta'ala"
Artinya: Aku berniat puasa sunah Tasu'a esok hari karena Allah.
3. Puasa Senin dan Kamis
Puasa sunnah ini dilakukan pada hari Senin dan Kamis karena dua hari itu merupakan hari
di mana amal hamba diangkat dan diperlihatkan kepada Allah SWT. Niatnya:
"Nawaitu sauma yaumal itsnaini sunnatan lillahi ta'ala" (Hari Senin)
Artinya: Saya niat puasa sunah hari senin karena Allah ta'ala.
"Nawaitu sauma yaumal khomiisi sunnatan lillahi ta'ala" (Hari Kamis)
Artinya: Saya niat puasa sunah hari kamis karena Allah ta'ala.
4. Puasa Daud
Puasa Daud dikerjakan dengan sehari berpuasa dan sehari berikutnya tidak, begitu
seterusnya. Ini puasa yang paling disukai Allah SWT. Niatnya:
"Nawaitu shouma daawuda sunnatan lillahi ta'alaa"
Artinya: Saya niat puasa Daud sunah karena Allah.
5. Puasa Syawal
Puasa ini dikerjakan selama enam hari pada bulan Syawal setelah Idul Fitri. Puasa ini
merupakan sunnah Nabi Muhammad SAW. Niatnya:
"Nawaitu shauma ghanin 'an ada'i sunnatis syawali lillahi ta 'ala"
Artinya: Aku berniat puasa sunah syawal hari ini karena Allah.
6. Puasa di bulan Dzulhijjah
Puasa yang dilaksanakan pada 10 hari pertama di bulan Dzulhijjah. Niatnya:
"Nawaitu shauma syahri dhilhijjati sunnatan lillaahi ta'aala"
Artinya: Aku niat puasa sunah di bulan Dzulhijjah karena Allah.
7. Puasa di bulan Sya’ban
Puasa sya’ban merupakan puasa yang dianjurkan oleh Rasulullah Shollallahu Alaihi
Wassallam dan dilaksanakan pada bulan Sya'ban. Niatnya:
"Nawaitu shauma ghadin an ada'i sunnati sya'bana lillahi ta'ala"
Artinya: Aku berniat puasa sunah sya'ban esok hari karena Allah.
8. Puasa Arafah
Puasa Arafah ini dilaksanakan pada tanggal 9 Dzulhijjah. Namun puasa ini dilarang untuk
orang yang sedang berhaji. Niatnya:
"Nawaitu shauma arofata sunnatan lillaahi ta'aala"
Artinya: Aku niat puasa sunah arofah karena Allah ta'ala.
9. Puasa Ayyamul Bidh
Pelaksanaanya adalah 3 hari setiap pertengahan bulan, yaitu tanggal 13, 14, 15 Hijriyah.
Niatnya:
"Nawaitu shauma ayyamil biidhi sunnatan lillahi ta’ala"
Artinya: Saya niat puasa ayyamul bidh sunah karena Allah Ta’ala.
https://www.suara.com/news/2020/04/07/205732/bacaan-niat-puasa-wajib-dan-sunnah-
serta-artinya-sesuai-ajaran-rasulullah?page=all

9. Jual beli
Pengertian Jual Beli dalam Islam
Dalam bahasa Arab, kata "Al Bay" berarti jual beli, yang secara harfiah memiliki makna
pertukaran atau mubadalah. Kata ini dipakai untuk menyebut penjualan maupun pembelian.  
Jual beli dalam Islam adalah pertukaran sebuah barang untuk mendapatkan barang lainnya,
atau mendapat kepemilikan dari suatu barang yang dibayar melalui suatu kompensasi atau
iwad.
Praktik jual beli dalam Islam sangat penting kedudukannya. 
Hal ini dapat dilihat dari banyaknya aturan dan larangan yang tertulis dalam Al-Qur'an
mengenai rukun dan syarat jual beli dalam Islam.
Rukun dan Syarat Jual Beli dalam Islam
Jual beli dalam syariat Islam memiliki arti "pertukaran suatu barang yang memiliki nilai
dengan barang yang memiliki nilai lainnya atas kesepakatan bersama." 
Melihat pengertian jual beli dalam Islam ini, syarat jual beli dalam islam pada umumnya
cukup sederhana. 
Berikut ini beberapa ketentuan penting yang harus ada dalam rukun dan syarat jual beli dalam
Islam:
 Pihak penjual dan pembeli yang bertransaksi
 Barang atau jasa yang akan diperjualbelikan
 Harga yang dapat diukur dengan nilai uang atau barang lainnya
 Serah terima
Semua rukun di atas harus ada, kalau salah satu saja tidak terpenuhi, maka jual beli tidak
dapat dilakukan dan tidak sah.
Syarat Jual Beli dalam Islam Selengkapnya
Di atas telah dijelaskan rukun jual beli dalam islam yang harus ada. 
Selanjutnya akan dibahas dengan lebih terperinci apa mengenai poin-poin di atas. Di bawah
ini merupakan syarat jual beli dalam Islam selengkapnya.
Kesepakatan Bersama
Suatu tindakan jual beli sah dengan syarat harus ada kesepakatan bersama. Hal ini
berdasarkan surat An-Nisa ayat 29 yang berbunyi: 
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di
antara kamu."
Di zaman modern ini, memerlukan tafsiran yang lebih luas mengenai kesepakatan bersama
ini. 
Contoh kasusnya, Anda ingin membeli minuman bersoda dari mesin. 
Tentunya hal ini sangat berbeda dengan transaksi jual beli yang umumnya terjadi antara dua
orang manusia. Apakah transaksi itu sah menurut Islam? 
Untuk menjawab pertanyaan ini, berikut ini ada tiga pendapat dari para ulama mengenai
kesepakatan bersama:
 Kesepakatan bersama hanya dapat diungkapkan melalui kata-kata yang kita ketahui
sebagai ijab kabul.
 Kesepakatan bersama harus diungkapkan melalui kata-kata dan dapat diungkapkan
melalui tindakan yang telah biasa dilakukan. Selain melalui kata-kata, syarat jual beli
dapat dipenuhi melalui sikap yang menandakan kesepakatan. Contohnya Anda
membeli air minum botolan dan penjual tidak berbicara apa-apa selama transaksi. Jual
beli ini tetap sah dalam Islam.
 Kesepakatan bersama dapat dicapai oleh apa pun yang menunjukannya, baik itu
melalui kata-kata atau sikap.
Kesimpulannya, transaksi jual beli menjadi sah ketika dapat memenuhi salah satu dari tiga
poin syarat syarat jual beli dalam Islam di atas yang telah dikaji dan dikemukakan para ulama
dan pelajar ilmu fiqih.
Penggunaan Akal Sehat
Transaksi jual beli dalam Islam wajib dilakukan oleh dua pihak yang sehat secara akal dan
melihat konteks transaksi. 
Contoh kasus yang bisa dikatakan tidak sah berdasarkan aspek akal sehat adalah ketika pihak
penjual merupakan seorang anak kecil yang berlaku di luar kuasanya. 
Jika anak kecil ini tiba-tiba menjual mobil ayahnya tanpa sepengetahuan, maka jual beli tidak
sah. 
Beda ceritanya dengan contoh lain ketika ada seorang anak kecil yang menjaga toko milik
orangtuanya. 
Tidak ada salahnya jika anak kecil tersebut menjual barang dagangannya pada Anda.
Kembali lagi pada kasus transaksi jual beli dengan mesin. 
Bagaimana kita dapat mengukur aspek akal sehat dalam pertukaran demikian ketika kita
melakukan transaksi dengan mesin? 
Jawabannya adalah kita jangan melihat mesin tersebut sebagai pihak penjual.  
Pihak penjual dalam contoh ini ialah perusahaan yang menggunakan mesin itu sebagai metode
pembayaran. Jual beli tersebut tetaplah sah.
Barang yang Diperjualbelikan Harus Dimiliki Penjual
Poin ini melarang jual beli dimana seorang penjual menjanjikan barang yang sebenarnya tidak
dimilikinya. 
Misalnya ada dua orang yang sedang mengobrol, sebut si A dan B. A ingin membeli mobil
dari teman B, sebut saja si C. 
Lalu B menjanjikan bahwa dia dapat membantu A membeli mobil milik C. A dan B
melakukan ijab kabul. 
Selanjutnya B membeli mobil C dan menjualnya kepada A. 
Transaksi ini tidak sah dalam Islam karena B sebenarnya belum memiliki mobil tersebut
ketika mereka melakukan serah terima. 
Bisa saja C menolak untuk menjual mobilnya kepada B, maka B tidak bisa memenuhi
transaksinya pada A.
Pihak Penjual Harus Bisa Menyerahkan Barang pada Pembeli
Poin ini dalam syarat-syarat jual beli merupakan sesuatu yang sifatnya mendasar. Jual beli
tidak sah jika barang yang diperjualbelikan tidak dapat diserahkan kepada pembeli.  
Contohnya, menjual burung yang masih terbang di langit atau menjual barang yang tidak
dapat diambil karena barang berada di zona yang sedang diisolasi karena wabah penyakit.
Harga Barang Harus Diketahui
Informasi harga dari barang atau jasa yang dijual harus disampaikan dan diketahui oleh pihak
pembeli baik itu dengan cara diperlihatkan atau melalui penjelasan.
Barangnya Harus Diketahui
Informasi tentang kondisi barang dapat diketahui melalui cara dilihat langsung atau melalui
deskripsi dan audio-visual. 
Pembeli tetap dapat menolak melanjutkan transaksi jika komoditas yang dilihatnya ternyata
tidak sesuai dengan kenyataannya.
https://www.99.co/id/panduan/syarat-jual-beli

10. Ijarah dan gadai


GADAI DAN IJARAH
A. GADAI
      1. Pengertian Gadai
      Menurut bahasa, gadai (al-marhun) berarti al-tsubut dan al-habs yaitu penetapan dan
penahanan. Ada pula yang menjelaskan bahwa Marhun adalah terkurung atau terjerat.
Menurut istilah syara’, yang dimaksud dengan Marhun ialah:
“Menjadikan suatu benda berharga dalam pandangan syara’ sebagai jaminan atas utang
selama ada dua kemungkinan, untuk mengembalikan uang itu atau mengambil sebagian
benda itu”.
Pemilik barang yang berhutang disebut Rahin (yang menggadaikan) dan orang yang
menghutang, yang mengambil barang tersebut serta mengikatnya di bawah kekuasaannya
disebut Murtahin. Serta untuk sebutan barang yang digadaikan itu sendiri adalah marhun
(gadaian).

2. Landasan Hukum
Gadai hukumnya jaiz (boleh) menurut Al-Kitab, As-Sunnah dan Ijma’.
Dalil dari Al-Kitab:
       
      • 
       
Artinya: “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu
tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang
(oleh yang berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain,
Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia
bertakwa kepada Allah Tuhannya”. (Q.S, 2: 283)
Makna ayat di atas adalah sesungguhnya Allah SWT memerintahkan kepada orang yang
melakukan akad dengan yang lainnya yang tidak mendapati seorang penulis sebagai penguat
kepercayaan, agar menggadaikan barang tanggungan sebagai pegangan yang diserahkan
kepada orang yang berpiutang, supaya orang yang berpiutang menjadi tenang dalam melepas
hartanya (uangnya) dan yang berpiutang memeliharanya supaya tidak hilang pula barang
yang digadaikan. Sehingga dalam akad ini tidak ada kemurahan tetapi penuh dengan
perhitungan dan kekhawatiran.
Dalil dari As-Sunnah:
‫ﺍﻥﺍﻟﻧﺒﻰﺼﻟﻰﺍﷲﻋﻟﻴﻪ ﻭﺴﻟﻢﺭﻫﻥ ﺪﺭﻋﻪ ﻋﻧﺪ ﻳﻬﻮﺩﻯ ﻳﻘﺎﻝﻟﻪ ﺍﺑﻮﺍﻠﺸﺣﻡﻋﻟﻰ ﺛﻼﺛﻴﻥ ﺻﺎﻋﺎ ﻤﻥ ﺷﻌﻳﺭﻻﻫﻠﻪ‬
“Bahwasanya Nabi SAW menggadaikan baju besi beliau kepada orang Yahudi yang bernama
Abusy Syahmi atas pinjamannya sebanyak 30 sha gandum untuk keluarganya”.
Hadits ini memberi petunjuk kepada corak kehidupan Rasululah SAW. yang menghindar dari
gemerlapnya kehidupan dunia dan keindahannya serta mejauhkan diri dari kesenangan
duniawi untuk beribadah. Maka Rasulullah yang apabila disebut namanya goncanglah
bangunan Kaisar, dan berbagai harta akan datang kepadanya menumpuk tertimbun.
Menggadaikan baju besi beliau hanya karena masalah yang kecil yaitu untuk menutup
kebutuhan pangan, tidak lain Karena pada diri beliau yang mulia itu ada sifat tidak mau
menyimpan harta walau sedikit. Maka beliau membagi harta yang datang kepadanya kepada
orang-orang dan beliau tidak mengambilnya sedikitpun apa lagi banyak. Menggadaikan
kepada orang Yahudi itu menunjukan kebolehan bermu’amalat dengan orang ahli kitab.
Dan para ulama telah sepakat bahwa gadai itu boleh. Mereka tidak pernah
mempertentangkan kebolehannya demikian pula landasan hukumnya. Jumhur berpendapat:
disyari’atkan pada waktu tidak bepergian dan waktu bepergian, berargumentasi kepada
perbuatan Rasulullah SAW. terhadap orang Yahudi di Madinah. Adapun dalam masa
perjalanan, seperti dikaitkan dalam ayat di atas itu melihat kebiasaannya, di mana pada
umumnya marhun dilakukan pada waktu bepergian.

3. Rukun-rukun Gadai
Rukun-rukun gadai ada tiga, yaitu:
1) ‘Aqid (orang yang melakukan akad). Ini meluputi dua arah, yaitu: Rahin dan Murtahin
2) Ma’qud ‘alaih (yang diakadkan), yaitu meliputi dua hal: Marhun (barang yang
digadaikan ) dan daid marhun bih (hutang yang karenanya diadakan gadai)
3) Sighat (‘aqad gadai)
Mazhab Hanafi
Mereka berkata: gadai hanya memiliki satu rukun, yaitu ijab dan qabul. Karena dia itulah
hakikat dari pada akad. Sedang lainnya termasuk barang yang di luar hakikat akad.

4. Syarat Syahnya Gadai


• Berakal
• Baligh
• Barang gadaian ada saat akad
• Barang gadaian dipegang oleh murtahin atau walinya
• Orang yang menggadaikan.
Menurut Maliki
Mereka berkata: syarat gadai itu terbagi menjadi empat bagian, yaitu:
• Bagian yang berkaitan dengan kedua belah pihak yang melakukan akad, yaitu Rahin dan
Murtahin.
Tiap-tiap orang yang akad jual belinya tetap (mengikat), mengikat pula akad gadainya.
Syahnya gadai disyaratkan Rahin sudah tamyis.
• Bagian yang berkaitan dengan marhun
Barang yang sah diperjual belikan, sah pula digadaikan. Oleh karena itu tidak sah
menggadaikan barang najis seperti kulit bangkai, meski sudah disamak, juga menggadaikan
babi dasn anjing.
• Bagian yang berkaitan dengan marhun bih
Hutang itu disyaratkan sudah tetap baik seketika atau yang akan datang.
• Bagian yang berkaitan dengan akad
Hendaknya dalam akad gadai tidak ditetapkan suatu syarat yang bertentangan dengan tujuan
akad gadai itu sendiri.
Mazhab Hanafi
• Syarat terjadinya akad gadai, yaitu: marhun berupa harta benda dan marhun bih yang
karenanya diadakan gadai, sedah menjadi tanggungan.
• Syarat sahnya gadai, yaitu yang berkaitan dengan akad adalah tidak disandarkan waktu,
berkaitan dengan barang gadai di antaranya bahwa barang gadai berada dalam kekuasaan
penerima gadai setelah ia terima, barang gadai benar-benar kosong, dan bukan barang najis.
• Syarat tetap gadai. Bila hasil ijab dan Kabul beserta sudah lengkap syarat terjadinya gadai,
maka jadilah akad gadai itu sah, tetapi belum tetap sehingga barang gadai sudah diterima.
Imam Syafi’i
• Syarat tetap gadai, apabila barang gadai belum diterima oleh penerimanya maka belum
tetap akad gadainya.
• Syarat sahnya gadai: baligh, berakal dan tidak mahjur ‘alaih.

5. Pengambilan Manfaat Barang Gadai


Dalam pengambilan manfaat barang-barang yang digadaikan, para ulama berbeda pendapat,
di antaranya jumhur fuqaha dan Ahmad.
Jumhur fuqaha berpendapat bahwa murtahin tidak boleh mengambil suatu manfaat barang-
barang gadaian tersebut, sekalipun rahin mengizinkannya, karena hal ini termasuk kepada
utang yang dapat menarik manfaat, sehingga bila dimanfaatkan termasuk riba. Nabi SAW.
bersabda:
‫ﻛﻝ ﻗﺭﺽ ﺟﺭﻣﻧﻔﻌﺔ ﻓﻬﻭﺭﺒﺎ‬
“Setiap utang yang menarik manfaat adalah termasuk riba”. (H.R. Harits bin Abi Usamah)
Menurut Imam Ahmad, Ishakm al-Laits dan al-Hasan, jika barang gadaian berupa kendaraan
yang dapat dipergunakan atau binatang ternak yang dapat diambil susunya, maka penerima
gadai dapat mengambil manfaat dari kedua benda tersebut disesuaikan dengan biaya
pemeliharaan yang dikeluarkannya selama kendaraan atau binatang ternak itu ada padanya.
Jadi, yang dibolehkan di sini adalah upaya pemeliharaan terhadap barang gadaian yang ada
pada dirinya.
Menurut mazhab Maliki, buah-buah dari pohon yang digadaikan dan hasil dari barang gadai
adalah menjadi hak milik penggadai. Dia adalah milik penggadai selagi penerima gadai tidak
menyaratkan demikian. Mazhab Syafi’i mengatakan bahwa penggadailah orang yang
mempunyai hak atas manfaat barang gadai. Menurut Mazhab Hanafi, mereka mengatakan:
penggadai tidak boleh mengambil barang gadai dari segi apapun kecuali bila mendapat ijin
dari penerima gadai. Dan menurut mazhab Hambali, penerima gadai boleh mengambil
manfaat dengan mengendarai tanpa ijin dari penggadai sebagai imbalan nafkah atau
perawatan untuk hewan ternak.
6. Tambahan pada Barang Gadai
Sebagian fuqaha termasuk Syafi’i berpendapat bahwa tambahan yang terpisah dari barang
gadai sama sekali tidak termasuk dalam barang gadai. Sedangkan menurut Abu Hanifah dan
ats-Tsuri berpendapat bahwa seluruh tambahan termasuk dalam barang gadai.
Dalam hal ini, Malik mengadakan pemisahan. Ia berpendapat bahwa tambahan yang terpisah
bagi barang gadai yang memiliki bentuk dan rupa seperti barang tersebut (anak dari budak
perempuan). Sedang tamabahan yang tidak mengikuti bentuk dan rupa barang gadai, tidak
termasuk dalam barang gadai (seperti: buah korma dari pohonnya).

7. Hak dalam Gadai Bersifat Menyeluruh


Jumhur fuqaha berpendapat, jika seseorang menggadaikan sejumlah barang tertentu,
kemudian ia melunasi sebagiannya, maka keseluruhan barang gadai masih tetap berada di
tangan penerima gadai hingga ia menerima haknya seluruhnya. Sebagian yang lain
berpendapat bahwa barang yang masih tetap berada di tangan penerima gadai hanya
sebagiannya saja. Yakni sebesar hak yang belum dilunasi.

8. Penyitaan Barang Gadaian


Tradisi Arab dahulu, jika orang menggadaikan barang tidak mampu mengembalikan
pinjaman, maka barang gadaiannya keluar dari miliknya dan kemudian dikuasai oleh
pemegang gadaian. Islam kemudian membatalkan cara ini dan melarangnya.
Jika masanya telah habis, orang yang menggadaikan barang berkewajiban melunasi
hutangnya, jika ia tidak melunasinya dan dia tidak mengizinkan barangnya dijual untuk
kepentingannya, hakim berhak memaksanya untuk melunasi atau menjual barang yang
dijadikan jaminan. Jika hakim telah menjual barang tersebut kemudian terdapat kelebihan,
maka kelebihan itu menjadi milik si penggadai, dan jika belum tertutupi maka rahin
berkewajiban menutup sisanya.

9. Resiko Kerusakan Barang Gadaian


Bila marhun hilang di bawah penguasaan murtahin, maka murtahin tidak wajib
menggantinya, kecuali bila rusak atau hilangnya itu karena kelalaian murtahin atau karena
disia-siakan. Menurut Hanafi, murtahin yang memegang marhun menanggung resiko
kerusakan marhun atau kehilangannya, baik karena kelalaian maupun tidak. Sedangkan
menurut Safi’iyah murtahin menanggung resiko kehilangan atau kerusakan marhun, bila
disia-siakan.

B. IJARAH

1. Pengertian
Al-Ijarah berasal dari kata Al-Ajru (upah). Menurut pengertian syara’ al-Ijarah ialah suatu
jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian.
Pemilik yang menyewakan manfaat disebut Mu’ajjir (orang yang menyewakan). Pihak lain
yang memberikan sewa disebut Musta’jir (orang yang menyewa atau penyewa. Dan sesuatu
yang diakadkan untuk diambil manfaatnya disebut Ma’,jur (sewaan). Sedangkan jasa yang
diberikan sebagai imbalan diberikan sebagai imbalan manfaat disebut Ajran atau Ujrah
(upah).
Apabila akad sewa menyewa telah berlangsung, penyewa sudah berhak mengambil manfaat.
Dan orang yang menyewakan berhak pula mengambil upah, karena akad ini adalah
mu’awadhah (penggantian).

2. Landasan hukum
Sewa menyewa disyari’atkan berdasarkan Al-Qur’an, Sunnah dan Ijma’.

1) Landasan Al-Qur’an
        
 •        
        
       
      
 
Artinya: Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang
yang bekerja (pada kita), karena Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil
untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya". Berkatalah Dia
(Syu'aib): "Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari
kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu
cukupkan sepuluh tahun Maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, Maka aku tidak hendak
memberati kamu. dan kamu insya Allah akan mendapatiku Termasuk orang- orang yang
baik". (Q.S, 28: 26-27)

2) Landasan Sunnah
Diriwayatkan oleh Ibnu Majah, bahwa Nabi SAW., bersabda:
۰‫ﺃﻋﻂﻭﺍ ﺍﻷﺠﻳﺭﺃﺠﺭﻩ ﻗﺒﻝ ﺍﻦ ﻳﺠﻒ ﻋﺭﻗﻪ‬
“Berikan olehmu upah orang sewaan sebelum keringatnya kering”.

3) Landasan Ijma’nya
Mengenai disyari’atkan ijarah, semua umat bersepakat, tak seorang ulama pun
yangmembantah kesepakatan (ijma) ini, sekalipun ada beberapa orang di antara mereka yang
berbeda pendapat, akan tetapi hal itu tidak dianggap.

3. Hikmah pensyari’atannya.
Ijarah disyari’atkan karena manusia menghajatkannya. Mereka membutuhkan rumah untuk
tempat tinggal, sebagian mereka membutuhkan yang lainnya, mereka butuh binatang untuk
kendaraan dan angkutan, membutuhkan berbagai peralatan untuk digunakan dalam
kebutuhan hidup mereka membutuhkan tanah untuk bertanam.

4. Rukun Ijarah
Ijarah menjadi sah dengan ijab Kabul lafaz sewa atau kuli dan yang berhubungan dengannya,
serta lafaz (ungkapan) apa saja yang dapat menunjukan hal tersebut.
Persyaratan orang yang berakad
Untuk kedua belah pihak yang melakukan akad disyaratkan berkemampuan, yaitu kedua-
duanya berakal dan dapat membedakan. Jika salah seorang yang berakad itu gila atau anak
kecil yang belum dapat membedakan, maka akad menjadi tidak sah.
Mazhab Imam Asy Syafi’i dan Hambali menambahkan satu syarat lagi, yaitu baligh.
Menurut mereka akad anak kecil sekalipun sudah dapat membedakan, dinyatakan tidak sah.

5. Syarat sahnya ijarah


1. Kerelaan dua pihak yang melakukan akad
2. Mengetahui manfaat dengan sempurna barang yang diakadkan, sehingga mencegah
terjadinya perselisihan
3. Hendaklah barang yang menjadi obyek transaksi (akad) dapat dimanfaatkan kegunaannya
menurut kriteria, realita dan syara’.
4. Dapat diserahkan sesuatu yang disewakan berikut kegunaan (manfaatnya)
5. Bahwa manfaat, adalah hal yang mubah, bukan yang diharamkan.

6. Upah dan Sewa


Upah dalam Pekerjaan Ibadah
Upah dalam perbuatan ibadah (ketaatan) seperti shalat, puasa, haji dan membaca Al-qur’an
yang pahalanya dihadiahkan kepada arwah, atau azan, qamat dan menjadi imam, menurut
Hanafi haram hukumnya Karena Rasulullah SAW. bersabda:
‫ﺇﻗﺭﺀﻮﺍﺍﻠﻘﺮﺍﻥﻮﻻﻧﺄﻛﻟﻮﺍﺑﻪ‬
“Bacalah olehmu Al-qur’an dan jangan kamu (cari) makan dengan jalan itu”.
Perbuatan yang disebutkan di ats tergolong perbuatan untuk taqqarub kepada Allah
karenanya tidak boleh mengambil upah pekerjaan itu selain dari Allah.
Menurut mazhab Hambali bahwa pengambilan upah dari pekerjaan azan, qamat,
mengajarkan Al-qur’an, fiqih, hadits, badal haji dan puasa qadha adalah tidak boleh,
diharamkannya bagi pelakunya untuk mengambil upah tersebut. Namun, boleh mengambil
upah dari pekerjaan-pekerjaan tersebut jika termasuk kepada mashalih, seperti mengajarkan
Al-qur’an, hadits dan fiqih, dan haram mengambil upah yang temasuk kepada taqarrub
seperti membaca Al-qur’an, shalat dan lainnya.
Mazhab Maliki, Syafi’i dan Ibnu Hazm membolehkan mengambil upah sebagai imbalan
mengajarkan Al-qur’an dan ilmu-ilmu karena ini termasuk jenis imbalan perbuatan yang
diketahui dan dengan tenaga yang diketahui pula.
Usaha Bekam
Usaha bekam tidak haram, karena Nabi SAW. pernah berbekam dan beliau memberikan
imbalan kepada tukang bekam itu, sebgaimana yang diriwayatkan oleh Al Bukhari dan
Muslim dari Ibnu Abbas. Jika sekiranya haram, tentu beliau tidak akan memberikan upah
kepadanya. Karena itu merupakan harga pembayaran manfaat dan menentukan bayaran
menurut kebiasaan berlaku, hukumnya sah.

Menyewakan Barang
Menyewakan barang seperti rumah untuk tempat tinggal dan binatang dibolehkan. Penyewa
rumah berkewajiban memenuhu hal-hal yang memungkinkan rumah itu dapat ditempati
menurut kebiasaan yang berlaku. Dalam hal binatang, apabila untuk suatu pekerjaan, maka
pekerjaannya harus sama atau menyerupai pekerjaan yang asal, sehingga tidak
membahayakan binatang.
7. Pembayaran Upah dan Sewa
Hak menerima upah
• Ketika pekerjaan selesai dikerjakan, beralasan kepada hadits yang diriwayatkan Ibnu
Majah, Rasulullah SAW. bersabda: “Berikanlah upah sebelum keringat pekerja itu kering”.
• Jika menyewa barang, uang sewa dibayar ketika akad sewa.
8. Pembatalan dan Berakhirnya Ijarah
Ijarah akan batal bila ada hal-hal berikut:
• Terjadi cacat pada barang sewaan yang terjadi pada tangan penyewa
• Rusaknya barang yang disewaka
• Rusaknya barangyang diupahkan
• Terpenuhinya manfaat yang diakadkan
• Menurut Hanafiyah, boleh batal dari salah satu pihak, seperti sewa toko untuk dagang,
kemudian dagangannya dicuri.
http://www.fauzinesia.com/2010/12/gadai-dan-ijarah.html

11. Perkawinan
Menikah merupakan sunah bagi umat Islam. Bagi kalian yang ingin sekali menikah
perlu tahu apa saja syarat dan rukun nikah  dalam Islam.
Dalam hadist Imam Bukhari, diriwayatkan Rasulullah SAW bersabda: “Wahai para
pemuda, barangsiapa di antara kalian yang mampu menikah, maka menikahlah. Karena
menikah lebih dapat menahan pandangan dan lebih memelihara kemaluan. Dan
barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia berpuasa; karena puasa dapat
menekan syahwatnya.”
Dalam proses pernikahan menurut Islam diperlukan pemenuhan syarat dan  rukun
nikah  agar pernikahan sah. Selain seiman atau sama-sama memeluk agama Islam
ada syarat pernikahan  lainnya. Simak penjelasan berikut.
Syarat Sah Nikah dalam Islam
Berikut adalah syarat nikah dalam Islam  yang harus diperhatikan.
 Ada Calon Mempelai Laki-laki dan Perempuan
Sudah jelas, syarat sah nikah dalam Islam yang pertama adalah ada calon mempelai laki-
laki dan perempuan. Proses akad tidak bisa diwakilkan.
Perlu diperhatikan juga bahwa para mempelai tidak boleh menikahi orang yang haram
untuk dinikahi seperti memiliki pertalian darah, memiliki hubungan persusuan, dan
memiliki hubungan kemertuaan.
 Ada Wali untuk Mempelai Perempuan
Wali nikah pihak perempuan antara lain ayah, kakek, dan saudara dari garis keturunan
ayah. Orang-orang yang berhak jadi wali di antaranya ayah, kakek dari pihak ayah,
saudara laki-laki kandung, saudara laki-laki seayah, saudara kandung ayah, dan anak laki-
laki dari saudara kandung ayah.
 Ada Saksi dari Kedua Belah Pihak
Pernikahan yang sah diperlukan saksi dari kedua belah pihak. Persyaratan saksi antara lain
orang tersebut beragama Islam, baligh, berakal, merdeka, lelaki, dan adil. Saksi bisa
berasal dari pihak keluarga, tetangga, dan orang yang dipercaya seperti sahabat sebagai
saksi.
 Ada Mahar
Mahar atau maskawin sangat penting keberadaannya di altar pernikahan dan menjadi
syarat nikah dalam Islam. Mahar adalah sejumlah harta yang diberikan oleh pihak laki-laki
kepada pihak perempuan.
Mahar dalam agama Islam menggunakan nilai uang sebagai acuan. Mempelai perempuan
bisa meminta harta seperti uang tunai, emas, tanah, rumah, kendaraan, dan benda berharga
lainnya.
 Ijab dan qabul
Ijab dan qabul dimaknai sebagai janji suci kepada Allah SWT di hadapan penghulu, wali
dan saksi. Pelaksanaan Ijab dan qabul merupakan syarat sah agar pasangan menikah sah
sebagai sepasang suami istri.
Di samping itu, sebelum memenuhi syarat menikah yang sah, perlu diketahui juga rukun
sah nikah dalam agama islam.
Rukun Sah Nikah dalam Islam
Berikut merupakan rukun sah nikah dalam Islam:
1. Mampelai pria dan wanita sama-sama beragama Islam
2. Mempelai laki-laki tidak termasuk mahram bagi calon istri
3. Wali akad nikah dari perempuan bersedia menjadi wali
4. Kedua mempelai tidak dalam kondisi sedang ihram.
5. Pernikahan berlangsung tanpa paksaan.
https://www.suara.com/news/2020/12/17/175155/syarat-dan-rukun-nikah-dalam-islam?
page=all

12. Thalaq
Arti talak
Secara bahasa, talak berarti melepaskan ikatan. Dengan kata lain, talak adalah memutuskan
hubungan antara suami istri dari ikatan pernikahan yang sah menurut syariat agama. Meski
demikian, Islam juga memperbolehkan adanya rujuk setelah suami menjatuhkan talak pada
istrinya, tapi tetap dengan beberapa catatan.
Sebenarnya, talak merupakan hak suami, artinya istri nggak bisa melepaskan diri dari ikatan
pernikahan kalau nggak dijatuhkan talak oleh suami. Meski begitu, suami juga nggak dibenarkan
menggunakan haknya tersebut dengan semena-mena dan gegabah dalam memutuskan talak,
apalagi jika hanya menuruti hawa nafsunya saja. Ucapan talak juga nggak bisa dianggap main-
main. Ketika suami mengucapkan talak secara mutlak, meski kondisinya sedang bercanda
sekalipun, maka talak itu tetap jatuh pada sang istri.  
Jenis talak
Setelah mengetahui arti talak, kini Popbela akan membahas tentang jenis-jenis talak. Seperti
diketahui, talak terdiri dari berbagai jenis, yakni berdasarkan ucapannya dan dilihat dari
pelakunya.
1. Talak menurut ucapannya
Jika dilihat berdasarkan lafal atau ucapannya, talak dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu
talak sharih dan talak kinayah. Berikut penjelasannya: 
a. Talak sharih (talak langsung) 
Ini adalah talak yang diucapkan oleh seorang suami kepada istrinya dengan lafal atau ucapan
yang jelas. Contohnya, seperti kalimat “Saya ceraikan kamu”. Meskipun talak ini diucapkan
tanpa adanya niat atau dalam kondisi bercanda, namun suami tetap dianggap telah menjatuhkan
talak pada istrinya. 
b. Talak kinayah (talak nggak langsung) 
Maksudnya adalah talak yang diucapkan oleh suami dengan kata-kata yang nggak langsung, tapi
sebenarnya mengandung makna perceraian. Kata talak ini bisa jatuh jika disertai niat.
Contohnya, seorang suami yang mengatakan pada istrinya “Pulanglah kamu ke rumah
orangtuamu”. Jika kalimat tersebut bermakna sindiran dengan disertai niat untuk menceraikan
istrinya, maka jatuhlah talak. Tapi jika nggak ada niat, maka nggak jatuh talak. 
2. Talak dilihat dari pelakunya
Meski talak merupakan hak suami, tapi istri juga dapat mengajukan cerai atas suaminya. Dilihat
dari pelakunya, talak dibagi dalam beberapa jenis.
Cerai talak oleh suami
a. Talak raj’i 
Yakni jenis talak di mana suami mengucapkan talak satu atau talak dua pada istrinya. Suami
boleh rujuk kembali dengan istrinya, asalkan sang istri masih dalam masa iddah. Namun, jika
masa iddah sudah habis, maka sudah nggak diperbolehkan untuk rujuk kembali. Jika ingin
kembali bersama, maka harus melakukan akad nikah lagi. 
b. Talak bain
Yaitu jenis talak di mana suami mengucapkan talak tiga pada istrinya. Dalam hal ini, suami
nggak diperbolehkan untuk rujuk dengan istrinya. Sang suami bisa menikahi istrinya kembali
dengan syarat sang istri sudah menikah lagi dengan orang lain, kemudian bercerai. Jika
masa iddah-nya telah habis, maka sang suami pertama dapat menikahi istrinya kembali dengan
akad nikah yang baru. 
c. Talak sunni
Yakni jenis talak yang dijatuhkan suami saat istrinya dalam kondisi suci dari haid dan belum
disetubuhi. Jika sang istri sedang dalam masa haid, maka harus menunggu sampai istrinya suci
dan dalam masa suci tersebut mereka nggak melakukan hubungan suami istri. 
d. Talak bid’i 
Yaitu talak yang dijatuhkan suami saat istrinya dalam keadaan haid, atau dalam kondisi suci tapi
sebelumnya mereka telah melakukan hubungan suami istri. Talak semacam ini nggak dibenarkan
dalam Islam dan pelakunya berdosa. 
Cerai talak oleh istri
a. Fasakh 
Yaitu pengajuan perceraian yang dilakukan istri kepada suaminya tanpa adanya kompensasi
yang diberikan oleh istri kepada suami. Fasakh dapat dilakukan jika suami telah melanggar
kewajibannya dalam rumah tangga. Misalnya, nggak memberikan nafkah baik maupun batin
kepada istrinya selama 6 bulan berturut-turut, meninggalkan istrinya selama 4 tahun tanpa kabar,
atau suami telah berlaku buruk dan mengancam keselamatan sang istri.
b. Khulu 
Yaitu proses perceraian atas permintaan dari istri dan suami setuju dengan hal tersebut dengan
syarat sang istri memberikan imbalan kepada suaminya. Dengan begini, maka hilang hak suami
untuk melakukan rujuk selama sang istri sedang dalam masa iddah. Jika ingin kembali bersama,
maka harus dilakukan proses akad nikah lagi. 
https://www.popbela.com/relationship/married/windari-subangkit/arti-talak-dan-
jenisnya/6

13. Mawaris dalam Islam


Mawaris adalah ilmu yang berkaitan dengan pembagian warga warisan berdasarkan prinsip dan
syariat Islam. Umumnya disebut juga dengan ilmu faraidh. Ilmu inilah yang digunakan untuk
melakukan pembagian harta kepada para ahli waris.
Memahami ilmu mawaris hukumnya adalah fardu kifayah. Artinya jika ada yang sudah
mempelajarinya maka gugurlah kewajiban bagi yang lainnya. Akan tetapi, saat ini semakin
sedikit orang yang memahami ilmu ini. 
Pentingnya pengertian di balik ilmu mawaris bertujuan untuk menciptakan kedamaian di tengah-
tengah keluarga. Tak jarang keluarga pecah bahkan hingga terjadi pertumpahan darah gara-gara
pembagian warisan yang dianggap tidak adil.
Itulah mengapa ilmu tersebut disebut-sebut oleh baginda Nabi Muhammad SAW sebagai
separuh dari inti agama. Alasannya karena menurut Ibn Uyainah bahwa pembagian
warisan merupakan keniscayaan yang akan dihadapi oleh setiap manusia.
Rukun waris
Terdapat tiga pihak yang wajib terlibat di dalam rukun waris, yaitu:

1. Pewaris
2. Ahli Waris
3. Tirkah
Pewaris (Al-muwaris) adalah pemilik harta warisan yang telah meninggal dunia. Kemudian
hartanya diwariskan kepada ahli warisnya.
Ahli Waris (Al-Waris) adalah orang yang memiliki hubungan darah, hubungan perkawinan
dengan pewaris (Al-muwaris), dan akibat memerdekakan budak.
Tirkah adalah harta warisan yang sudah dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk
mengurus jenazah pewaris serta penyelesaian utang piutang terkait dengan pewaris.
Tentu saja idealnya, tiap pihak harus juga memahami pengertian mawaris agar terhindar dari
kekeliruan dalam hak dan kewajiban masing-masing.
Landasan hukum mawaris
Ilmu mawaris mengatur peralihan harta dari pewaris kepada para ahli warisnya yang masih
hidup. Dasar hukum ilmu ini berdasarkan Al-Quran Surat An-Nisa Ayat (4) ayat 7 yang
terjemahannya berbunyi:
“Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan
bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik
sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan”.
Sedangkan ketentuan pembagian warisan seperti dijelaskan dalam Al-Quran Surat An-Nisa (4)
ayat 11-12. Dalam ayat tersebut dijelaskan siapa saja dan berapa besar bagian yang didapatkan
oleh para ahli waris.  
Hal yang harus diketahui dari ilmu mawaris
Ilmu mawaris belakangan dianggap sebagai ilmu yang langka karena hanya sedikit yang masih
mempelajarinya. Akan tetapi, keberadaan ahli mawaris sangat dibutuhkan untuk menghindari
perpecahan dalam keluarga yang disebabkan oleh berebut harta warisan. Berikut beberapa
ketentuan di dalam ilmu mawaris.

1. Pembagian warisan dalam agama Islam dilakukan secara adil.


2. Pembagian warisan dalam agama Islam mengangkat derajat kaum wanita.
3. Mawaris mengatur siapa saja yang berhak mendapatkan warisan atau yang termasuk
sebagai ahli waris.
4. Mawaris juga mengatur siapa saja yang tidak berhak mendapatkan warisan berdasarkan
sebab-sebab tertentu, misalnya seperti pembunuh. Begitu juga orang yang murtad dari
agama tidak berhak mendapatkan warisan.
5. Mawaris juga menyebutkan beberapa golongan yang menjadi ahli waris secara rinci.
Pembagian harta dalam ilmu mawaris memang berbeda dengan pembagian harga yang
berdasarkan hukum adat maupun hukum perdata. Bagi umat Islam, diwajibkan untuk
menjalankan agamanya sebagai bukti ketaatan terhadap perintah agama dengan
membagikan warisan berdasarkan syariat yang diatur.
Sedangkan bagi non muslim tidak diwajibkan menggunakan ilmu mawaris dalam pembagian
harta. Di Indonesia pembagian harta warisan non muslim dapat diselesaikan secara hukum
melalui jalur perdata. 
Namun demikian, meski sudah ada landasan hukum warisan baik dari segi agama
maupun dari segi hukum, beberapa masyarakat di daerah masih ada yang membagikan
warisan berdasarkan hukum adatnya masing-masing. 

https://lifepal.co.id/media/mawaris/#:~:text=Mawaris%20adalah%20ilmu%20yang
%20berkaitan,harta%20kepada%20para%20ahli%20waris.

14. Pengertian dan manfaat ushul fiqh


A. Pengertian kata “Ushul”
Secara Etimologi kata Ushul, yaitu tempat mendirikan sesuatu. Misalnya : Sebuah rumah,
fondai tempat tempat berdirinya rumah adalah ashal. Sedangkan rumah yang dibangun diatas
fondasi itu disebut Far’un.
Secara Terminology kata Ushul, yaitu berarti dalil. Misalnya : Pernyataan asal wajib shalat
adalah al-Kitab (al-Qur’an). Sebagaimana dalam firman allah : “ Dirikanlah Shalat “.
B. Pengertian kata “ Fiqih”
Secara Etimology kata fiqih adalah pemahaman, yakni pemahaman yang mendalam dalam
perihal syari’at islam.
Secara Terminology kata Fiqih adalah ilmu yang berkaitan dengan hukum-hukum syara’
yang mana itu didapatkan dengan cara berijtihad.
Nabi Muhammad SAW bersabda : Sesungguhnya sesuatu  pekerjaan itu disertai dengan niat.
(HR. Buchori Mslim)
Adapun hokum-hukum syari’at adalah wajib, sunnah, mubah, makruh, madhur, makruh,
shohih dan bathil.
Jadi kata ushul fiqih secara terminology adalah dalil-dalil fiqih yang didapatkan secara garis
besar, sebagaimana pernyataan bahwa pada dasarnya setiap perintah itu menunjukkan wajib,
pada dasarnya setiap larangan itu menunjukkan haram, dan pada dasarnya baik ijma’ maupun
qiyas itu adalah juga menjadi dasar hukum syara’.
C. Mnfaat Mempelajari Ushul Fiqih
Manfaat ushul fiqih bagi seorang Mujtahid  adalah menjadi pedoman dalam menentukan
atau menetapkan sesuatu hukum syara’ berdasarkan dalil yang ia dapatkan. Sedangkan bagi
seorang Muttabi’ adalah karena ia mengetahui dasar hukum dari satu amal yang ia kerjakan
atau yang ia ikuti, maka ia terhindar dari perbuatan taqlid, yakni mengikkuti pendapat orang
lain tanpa mengetahui dasar hukumnya, sebab orang taqlid itu ikut orang lain hanya karena
pokoknya ikut tanpa berusaha dasar apa yang ia ikuti itu.
https://nirienazubaid.wordpress.com/2011/05/20/pengertian-ushul-fiqih-dan-manfaatnya/

15. Sumber-sumber ajaran Islam (Alquran, Hadis, Ijma’, Qiyas dan Ijtihad)
1. Al Quran
Al Quran adalah kalam Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW. Tulisannya
berbahasa Arab dengan perantaraan Malaikat Jibril.
Al Quran juga merupakan hujjah atau argumentasi kuat bagi Nabi Muhammad SAW dalam
menyampaikan risalah kerasulan dan pedoman hidup bagi manusia serta hukum-hukum yang
wajib dilaksanakan. Hal ini untuk mewujudkan kebahagian hidup di dunia dan akhirat serta
untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Al Quran sebagai kalam Allah SWT dapat dibuktikan dengan ketidaksanggupan atau
kelemahan yang dimiliki oleh manusia untuk membuatnya sebagai tandingan, walaupun
manusia itu adalah orang pintar.
Dalam surat Al Isra ayat 88, Allah berfirman:
‫ْض ظَ ِه ْيرًا‬ ُ ‫ت ااْل ِ ْنسُ َو ْال ِج ُّن ع َٰلٓى اَ ْن يَّأْتُوْ ا بِ ِم ْث ِل ٰه َذا ْالقُرْ ٰا ِن اَل يَأْتُوْ نَ بِ ِم ْثلِ ٖه َولَوْ َكانَ بَ ْع‬
ٍ ‫ضهُ ْم لِبَع‬ ِ ‫ ِن اجْ تَ َم َع‬nِ‫قُلْ لَّ ِٕٕى‬
Katakanlah, "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa
(dengan) Al-Qur'an ini, mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya, sekalipun
mereka saling membantu satu sama lain."
2. Hadits
Seluruh umat Islam telah sepakat dan berpendapat serta mengakui bahwa sabda, perbuatan
dan persetujuam Rasulullah Muhammad SAW tersebut adalah sumber hukum Islam yang
kedua sesudah Al Quran. Banyak ayat-ayat di dalam Al Quran yang memerintahkan untuk
mentaati Rasulullah SAW seperti firman Allah SWT dalam Q.S Ali Imran ayat 32:

٣٢ - َ‫قُلْ اَ ِط ْيعُوا هّٰللا َ َوال َّرسُوْ َل ۚ فَا ِ ْن ت ََولَّوْ ا فَا ِ َّن هّٰللا َ اَل يُ ِحبُّ ْال ٰكفِ ِر ْين‬
Katakanlah (Muhammad), "Taatilah Allah dan Rasul. Jika kamu berpaling, ketahuilah bahwa
Allah tidak menyukai orang-orang kafir."
Al Hadits sebagai sumber hukum yang kedua berfungsi sebagai penguat, sebagai pemberi
keterangan, sebagai pentakhshis keumuman, dan membuat hukum baru yang ketentuannya
tidak ada di dalam Al Quran. Hukum-hukum yang ditetapkan oleh Rasulullah Muhammad
SAW ada kalanya atas petunjuk (ilham) dari Allah SWT, dan adakalanya berasal dari ijtihad.

3. Ijma
Imam Syafi'i memandang ijma sebagai sumber hukum setelah Al Quran dan sunah Rasul.
Dalam moraref atau portal akademik Kementerian Agama bertajuk Pandangan Imam Syafi'i
tentang Ijma sebagai Sumber Penetapan Hukum Islam dan Relevansinya dengan
perkembangan Hukum Islam Dewasa Ini karya Sitty Fauzia Tunai, Ijma' adalah salah satu
metode dalam menetapkan hukum atas segala permasalahan yang tidak didapatkan di dalam
Al-Quran dan Sunnah. Sumber hukum Islam ini melihat berbagai masalah yang timbul di era
globalisasi dan teknologi modern.
Jumhur ulama ushul fiqh yang lain seperti Abu Zahra dan Wahab Khallaf, merumuskan ijma
dengan kesepakatan atau konsensus para mujtahid dari umat Muhammad pada suatu masa
setelah wafatnya Rasulullah SAW terhadap suatu hukum syara' mengenai suatu kasus atau
peristiwa.
Ijma dapat dibagi menjadi dua bentuk yaitu ijma sharih dan ijma sukuti. Ijma sharih atau
lafzhi adalah kesepakatan para mujtahid baik melalui pendapat maupun perbuatan terhadap
hukum masalah tertentu. Ijma sharih ini juga sangat langka terjadi, bahkan jangankan yang
dilakukan dalam suatu majelis, pertemuan tidak dalam forum pun sulit dilakukan.
Bentuk ijma yang kedua dalah ijma sukuti yaitu kesepakatan ulama melalui cara seorang
mujtahid atau lebih mengemukakan pendapatanya tentang hukum satu masalah dalam masa
tertentu kemudian pendapat itu tersebar luas serta diketahui orang banyak. Tidak ada
seorangpun di antara mujtahid lain yang menggungkapkan perbedaan pendapat atau
menyanggah pendapat itu setelah meneliti pendapat itu.

4. Qiyas
Sumber hukum Islam selanjutnya yakni qiyas (analogi). Qiyas adalah bentuk sistematis dan
yang telah berkembang fari ra'yu yang memainkan peran yang amat penting. Sebelumnya
dalam kerangka teori hukum Islam Al- Syafi'i, qiyas menduduki tempat terakhir karena ia
memandang qiyas lebih lemah dari pada ijma.
https://news.detik.com/berita/d-5216687/4-sumber-hukum-islam-yang-disepakati-ulama

16. Masalah ijtihad, taqlid dan ‘uruf


A. IJTIHAD
PENGERTIAN IJTIHAD (‫اد‬nnn‫ )اجته‬adalah sebuah usaha yang sungguh-sungguh atau
mencurahkan segala kemampuan (jahada). Jadi, menurut bahasa, ijtihad ialah berusaha untuk
berupaya atau berusaha yang bersungguh-sungguh., yang sebenarnya bisa dilaksanakan oleh
siapa saja yang sudah berusaha mencari ilmu untuk memutuskan suatu perkara yang tidak
dibahas dalam Al Quran maupun hadis dengan syarat menggunakan akal sehat dan
pertimbangan matang. Namun pada perkembangan selanjutnya, diputuskan bahwa ijtihad
sebaiknya hanya dilakukan para ahli agama Islam.
Menurut Dr. Wahbah az Zuhaili, ijtihad adalah perbuatan istimbath hukum syari`at dari segi
dalil-dalilnya yang terperinci di dalam syari`at.
Imam al Ghazali, mendefinisikan ijtihad dengan ”usaha sungguh-sungguh dari seorang
mujtahid dalam rangka mengetahui hukum-hukum syari`at”.
Sedangkan menurut Imam Syafi`i, arti sempit ijtihad adalah qiyas.
TUJUAN IJTIHAD adalah untuk memenuhi keperluan umat manusia akan pegangan hidup
dalam beribadah kepada Allah di suatu tempat tertentu atau pada suatu waktu tertentu.
JENIS-JENIS IJTIHAD
ijma'
Ijma' artinya sepakat yakni sepakat para ulama dalam menetapkan suatu hukum hukum
dalam agama berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits dalam suatu perkara yang terjadi. Adalah
sepakat bersama yang dilakukan oleh para ulama dengan cara ijtihad untuk kemudian
dirundingkan dan disepakati. Hasil dari ijma adalah fatwa, yaitu keputusan bersama para
ulama dan ahli agama yang berwenang untuk diikuti seluruh umat.
Ijma’ dalam istilah ahli ushul
Ijma’ dalam istilah ahli ushul adalah sepakat semua para mujtahid dari kaum muslimin dalam
suatu masa setelah wafat Rasul Saw atas hukum syara'
Adapun rukun ijma’ dalam definisi di atas adalah adanya sepakat para mujtahid kaum
muslimin dalam suatu masa atas hukum syara’ .
‘Kesepakatan’ itu dapat dikelompokan menjadi empat hal:
1. Tidak cukup ijma’ dikeluarkan oleh seorang mujtahid apabila keberadaanya hanya seorang
(mujtahid) saja di suatu masa. Karena ‘kesepakatan’ dilakukan lebih dari satu orang,
pendapatnya disepakati antara satu dengan yang lain.
2. Adanya kesepakatan sesama para mujtahid atas hukum syara’ dalam suatu masalah,
dengan melihat negeri, jenis dan kelompok mereka. Andai yang disepakati atas hukum syara’
hanya para mujtahid haramain, para mujtahid Irak saja, Hijaz saja, mujtahid ahlu Sunnah,
Mujtahid ahli Syiah, maka secara syara’ kesepakatan khusus ini tidak disebut Ijma’. Karena
ijma’ tidak terbentuk kecuali dengan kesepakatan umum dari seluruh mujtahid di dunia Islam
dalam suatu masa.
3. Hendaknya kesepakatan mereka dimulai setiap pendapat salah seorang mereka dengan
pendapat yang jelas apakah dengan dalam bentuk perkataan, fatwa atau perbuatan.
4. Kesepakatan itu terwujudkan atas hukum kepada semua para mujtahid. Jika sebagian besar
mereka sepakat maka tidak membatalkan kespekatan yang ‘banyak’ secara ijma’ sekalipun
jumlah yang berbeda sedikit dan jumlah yang sepakat lebih banyak maka tidak menjadikan
kesepakatan yang banyak itu hujjah syar’i yang pasti dan mengikat.
Kehujjahan Ijma’
Apabila rukun ijma’ yang empat hal di atas telah terpenuhi dengan menghitung seluruh
permasalahan hukum pasca kematian Nabi Saw dari seluruh mujtahid kaum muslimin walau
dengan perbedaan negeri, jenis dan kelompok mereka yang diketahui hukumnya. Perihal ini,
nampak setiap mujtahid mengemukakan pendapat hukumnya dengan jelas baik dengan
perkataan maupun perbuatan baik secara kolompok maupun individu.
Selanjutnya mereka mensepakati masalah hukum tersebut, kemudian hukum itu disepakati
menjadi aturan syar’i yang wajib diikuti dan tidak mungkin menghindarinya. Lebih lanjut,
para mujtahid tidak boleh menjadikan hukum masalah ini (yang sudah disepakati) garapan
ijtihad, karena hukumnya sudah ditetapkan secara ijma’ dengan hukum syar’i yang qath’i dan
tidak dapat dihapus (dinasakh).

Qiyâs
Qiyas artinya menggabungkan atau menyamakan artinya menetapkan suatu hukum suatu
perkara yang baru yang belum ada pada masa sebelumnya namun memiliki kesamaan dalam
sebab, manfaat, bahaya dan berbagai aspek dengan perkara terdahulu sehingga dihukumi
sama. Dalam Islam, Ijma dan Qiyas sifatnya darurat, bila memang terdapat hal hal yang
ternyata belum ditetapkan pada masa-masa sebelumnya
Beberapa definisi qiyâs (analogi)
1.        Menyimpulkan hukum dari yang asal menuju kepada cabangnya, berdasarkan titik
persamaan di antara keduanya.
2.        Membuktikan hukum definitif untuk yang definitif lainnya, melalui suatu persamaan
di antaranya.
3.        Tindakan menganalogikan hukum yang sudah ada penjelasan di dalam [Al-Qur'an]
atau [Hadis] dengan kasus baru yang memiliki persamaan sebab (iladh).
Qiyas menurut ulama ushul adalah menerangkan sesuatu yang tidak ada nashnya dalam Al
Qur’an dan hadits dengan cara membandingkan dengan sesuatu yang ditetapkan hukumnya
berdasarkan nash. Mereka juga membuat definisi lain, Qiyas adalah menyamakan sesuatu
yang tidak ada nash hukumnya dengan sesuatu yang ada nash hukumnya karena adanya
persamaan illat hukum.
Dengan demikian qiyas itu penerapan hukum analogi terhadap hukum sesuatu yang serupa
karena prinsip persamaan illat akan melahirkan hukum yang sama pula.
Berhubung qiyas merupakan aktivitas akal, maka beberapa ulama berselisih faham dengan
ulama jumhur. Pandangan ulama mengenai qiyas ini terbagi menjadi tiga kelompok:
1. Kelompok jumhur, mereka menggunakan qiyas sebagai dasar hukum pada hal-hal yang
tidak jelas nashnya baik dalam Al Qur’an, hadits, pendapat shahabt maupun ijma ulama.
2. Mazhab Zhahiriyah dan Syiah Imamiyah, mereka sama sekali tidak menggunakan qiyas.
Mazhab Zhahiri tidak mengakui adalanya illat nash dan tidak berusaha mengetahui sasaran
dan tujuan nash termasuk menyingkap alasan-alasannya guna menetapkan suatu kepastian
hukum yang sesuai dengan illat. Sebaliknya, mereka menetapkan hukum hanya dari teks nash
semata.
3. Kelompok yang lebih memperluas pemakaian qiyas, yang berusaha berbagai hal karena
persamaan illat. Bahkan dalam kondisi dan masalah tertentu, kelompok ini menerapkan qiyas
sebagai pentakhsih dari keumuman dalil Al Qur’an dan hadits.
Kehujjahan Qiyas
Jumhur ulama kaum muslimin sepakat bahwa qiyas merupakan hujjah syar’i dan termasuk
sumber hukum yang keempat dari sumber hukum yang lain. Apabila tidak terdapat hukum
dalam suatu masalah baik dengan nash ataupun ijma’ dan yang kemudian ditetapkan
hukumnya dengan cara analogi dengan persamaan illat maka berlakulah hukum qiyas dan
selanjutnya menjadi hukum syar’i.
Diantara ayat Al Qur’an yang dijadikan dalil dasar hukum qiyas adalah firman Allah:
“Dia-lah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara ahli Kitab dari kampung-kampung
mereka pada saat pengusiran yang pertama. kamu tidak menyangka, bahwa mereka akan
keluar dan merekapun yakin, bahwa benteng-benteng mereka dapat mempertahankan mereka
dari (siksa) Allah; Maka Allah mendatangkan kepada mereka (hukuman) dari arah yang tidak
mereka sangka-sangka. dan Allah melemparkan ketakutan dalam hati mereka; mereka
memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang
mukmin. Maka ambillah (Kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, Hai orang-orang yang
mempunyai wawasan. (Qs.59:2)
 “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di
antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah
ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada
Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
(Qs.4:59)
Ayat di atas menjadi dasar hukum qiyas, sebab maksud dari ungkapan ‘kembali kepada Allah
dan Rasul’ (dalam masalah khilafiyah), tiada lain adalah perintah supaya menyelidiki tanda-
tanda kecenderungan, apa yang sesungguhnya yang dikehendaki Allah dan Rasul-Nya. Hal
ini dapat diperoleh dengan mencari illat hukum, yang dinamakan qiyas.
Sementara diantara dalil sunnah mengenai qiyas ini berdasar pada hadits Muadz ibn Jabal,
yakni ketetapan hukum yang dilakukan oleh Muadz ketika ditanya oleh Rasulullah Saw,
diantaranya ijtihad yang mencakup di dalamnya qiyas, karena qiyas merupakan salah satu
macam ijtihad.
Sedangkan dalil yang ketiga mengenai qiyas adalah ijma’. Bahwasanya para shahabat Nabi
Saw sering kali mengungkapkan kata ‘qiyas’. Qiyas ini diamalkan tanpa seorang shahabat
pun yang mengingkarinya. Di samping itu, perbuatan mereka secara ijma’ menunjukkan
bahwa qiyas merupakan hujjah dan wajib diamalkan.
Umpamanya, bahwa Abu Bakar ra suatu kali ditanya tentang ‘kalâlah’ kemudian ia berkata:
“Saya katakan (pengertian) ‘kalâlah’ dengan pendapat saya, jika (pendapat saya) benar maka
dari Allah, jika salah maka dari syetan. Yang dimaksud dengan ‘kalâlah’ adalah tidak
memiliki seorang bapak maupun anak”. Pendapat ini disebut dengan qiyas. Karena arti
kalâlah sebenarnya pinggiran di jalan, kemudian (dianalogikan) tidak memiliki bapak dan
anak.
Dalil yang keempat adalah dalil rasional. Pertama, bahwasanya Allah Swt mensyariatkan
hukum tak lain adalah untuk kemaslahatan. Kemaslahatan manusia merupakan tujuan yang
dimaksud dalam menciptakan hukum. Kedua, bahwa nash baik Al Qur’an maupun hadits
jumlahnya terbatas dan final. Tetapi, permasalahan manusia lainnya tidak terbatas dan tidak
pernah selesai. Mustahil jika nash-nash tadi saja yang menjadi sumber hukum syara’.
Karenanya qiyas merupakan sumber hukum syara’ yang tetap berjalan dengan munculnya
permasalahan-permasalahan yang baru. Yang kemudian qiyas menyingkap hukum syara’
dengan apa yang terjadi yang tentunya sesuai dengan syariat dan maslahah.
Rukun Qiyas
Qiyas memiliki rukun yang terdiri dari empat hal:
1. Asal (pokok), yaitu apa yang terdapat dalam hukum nashnya. Disebut dengan al-maqis
alaihi.
2. Fara’ (cabang), yaitu sesuatu yang belum terdapat nash hukumnya, disebut pula al-maqîs.
3. Hukm al-asal, yaitu hukum syar’i yang terdapat dalam dalam nash dalam hukum asalnya.
Yang kemudian menjadi ketetapan hukum untuk fara’.
4. Illat, adalah sifat yang didasarkan atas hukum asal atau dasar qiyas yang dibangun atasnya.

Istihsan
Beberapa definisi Istihsân
1.        Fatwa yang dikeluarkan oleh seorang fâqih (ahli fikih), hanya karena dia merasa hal
itu adalah benar.
2.        Argumentasi dalam pikiran seorang fâqih tanpa bisa diekspresikan secara lisan
olehnya
3.        Mengganti argumen dengan fakta yang dapat diterima, untuk maslahat orang banyak.
4.        Tindakan memutuskan suatu perkara untuk mencegah kemudharatan.
5.        Tindakan menganalogikan suatu perkara di masyarakat terhadap perkara yang ada
sebelumnya.

Maslahah murshalah
Adalah tindakan memutuskan masalah yang tidak ada naskhnya dengan pertimbangan
kepentingan hidup manusia berdasarkan prinsip menarik manfaat dan menghindari
kemudharatan.
Sududz Dzariah
Adalah tindakan memutuskan suatu yang mubah menjadi makruh atau haram demi
kepentinagn umat.
Istishab
Adalah tindakan menetapkan berlakunya suatu ketetapan sampai ada alasan yang bisa
mengubahnya.
Urf
Adalah tindakan menentukan masih bolehnya suatu adat-istiadat dan kebiasaan masyarakat
setempat selama kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan aturan-aturan prinsipal dalam
Alquran dan

MUJTAHID DAN SYARAT-SYARATNYA


Mujtahid ialah orang yang berijtihad. Membicarakan syarat-syarat mujtahid berarti juga
membicarakan syarat-syarat ijtihad.
Imam al Ghazali menyatakan mujtahid mempunyai dua syarat :
-            Mengetahui dan menguasai ilmu syara, mampu melihat yang zhanni di dalam hal-hal
yang syara dan mendahulukan yang wajib.
-            Adil, menjauhi segala maksiat yang mencari sifat dan sikap keadilan (`adalah).
Menurut Asy Syathibi, seseorang dapat diterima sebagai mujtahid apabila mempunyai dua
sifat :
-            Mengerti dan paham akan tujuan syari`at dengan sepenuhnya, sempurna dan
menyeluruh.
-            Mampu melakukan istimbath berdasarkan faham dan pengertian terhadap tujuan-
tujuan syari`at tersebut.
Menurut Dr. Wahbah az Zuhaili mujtahid mempunyai dua syarat yaitu Mengetahui apa yang
ada pada Tuhan dan mengetahui/percaya adanya Rasul & apa yang dibawanya juga mukjizat-
mukjizat ayat-ayat-Nya.
Al-Syatibi berpendapat bahwa mujtahid hendaknya sekurang-kurangnya memiliki tiga syarat:
Syarat pertama, memiliki pengetahuan stentang Al Qur’an, tentang Sunnah, tentang masalah
Ijma’ sebelumnya.
Syarat kedua, memiliki pengetahuan tentang ushul fikih.
Syarat ketiga, Menguasai ilmu bahasa.
Selain itu, al-Syatibi menambahkan syarat selain yang disebut di atas, yaitu memiliki
pengetahuan tentang maqasid al-Syariah (tujuan syariat). Oleh karena itu seorang mujtahid
dituntut untuk memahami maqasid al-Syariah. Menurut Syatibi, seseorang tidak dapat
mencapai tingkatan mujtahid kecuali menguasai dua hal: pertama, ia harus mampu
memahami maqasid al-syariah secara sempurna, kedua ia harus memiliki kemampuan
menarik kandungan hukum berdasarkan pengetahuan dan pemahamannya atas maqasid al-
Syariah.
TINGKATAN MUJTAHID
1.         Mujtahid mutlaq, yaitu seorang mujtahid yang mampu memberikan fatwa dan
pendapatnya dengan tidak terikat kepada madzhab apapun. Contohnya Maliki, Hambali,
Syafi`i, Hanafi, Ibnu Hazhim dan lain-lain.
2.        Mujtahid muntasib, yaitu orang yang mempunyai syarat-syarat untuk berijtihad, tetapi
ia menggabungkan diri kepada suatu madzhab dengan mengikuti jalan yang ditempuh oleh
imam madzhab tersebut.

MACAM-MACAM IJTIHAD
Dr. ad Dualibi, sebagaimana dikatakan Dr. Wahbah (h. 594), membagi ijtihad kepada tiga
macam;
Al Ijtihadul Bayani, yaitu menjelaskan (bayan) hukum-hukum syari`ah dari nash-nash syar`i.
Al Ijtihadul Qiyasi, yaitu meletakkan (wadl`an) hukum-hukum syari`ah untuk
kejadian/peristiwa yang tidak terdapat dalam al Qur`an dan Sunnah, dengan jalan
menggunakan qiyas atas apa yang terdapat dalam nash-nash hukum syar`i.
Al Ijtihadul Isthishlahi, yaitu meletakkan hukum-hukum syari`ah untuk kejadian/peristiwa
yang terjadi yang tidak terdapat dalam al Qur`an dan Sunnah menggunakan ar-ra`yu yang
disandarkan atas isthishlah.

B. TAQLID
Secara bahasa taqlid berasal dari kata َ‫د‬nََّ‫قَل‬ (qallada) – ُ‫(يُقَلِّد‬yuqollidu) – ‫دًا‬nْ‫(تَ ْقلِي‬taqlîdan). Yang
mengandung arti mengalungi, menghiasi, meniru, menyerahkan, dan mengikuti. Ulama ushul
fiqh mendefinisikan taqlid “penerimaan perkataan seseorang sedangkan engkau tidak
mengetahui dari mana asal kata itu”.
Menurut Muhammad Rasyid Ridha, taqlid ialah mengikuti pandapat orang lain yang
dianggap terhormat dalam masyarakat serta dipercaya tentang suatu hukum agama Islam
tanpa memperhatikan benar atau salahnya, baik atau buruknya, manfaat atau mudlarat hukum
itu.
Sedangkan menurut istilah taqlid adalah mengikuti perkataan (pendapat) yang tidak ada
hujjahnya atau tidak mengetahui darimana sumber atau dasar perkataan(pendapat) itu. ketika
seseorang mengikuti orang lain tanpa dalil yang jelas, baik dalam hal ibadah, maupun dalam
hal adat istiadat. Baik yang diikuti itu masih hidup, atau pun sudah mati. Baik kepada orang
tua maupun nenek moyang, hal seperti itulah yang disebut dengan taqlid buta. Sifat inilah
yang disandang oleh orang-orang kafir dan dungu, dari dahulu kala hingga pada zaman kita
sekarang ini, dimana mereka menjalankan ibadah mereka sehari-hari berdasarkan taqlid buta
dan mengikuti perbuatan nenek-nenek moyang mereka yang tidak mempunyai dalil dan
argumen sama sekali. Allah swt berfirman:
n‫وا بَلْ نَتَّبِ ُع َما أَ ْلفَ ْينَا َعلَ ْي ِه آبَاءنَا أَ َولَوْ َكانَ آبَا ُؤهُ ْم الَ يَ ْعقِلُونَ َشيْئا ً َوالَ يَ ْهتَدُون‬
ْ ُ‫يل لَهُ ُم اتَّبِعُوا َما أَن َز َل هّللا ُ قَال‬
َ ِ‫َوإِ َذا ق‬
“Dan apabila dikatakan kepada mereka ( orang-orang kafir dan yang menyekutukan Allah
swt ): “ikutilah semua ajaran dan petunjuk yang telah Allah swt turunkan”. Mereka
menjawab: “Kami hanya mengikuti segala apa yang telah dilakukan oleh nenek-nenek
moyang kami”. Padahal nenek-nenek moyang mereka itu tidak mengerti apa-apa dan tidak
juga mendapat hidayah ( dari Allah swt )” (QS. Al-Baqarah[2]: 170).
Hukum Taqlid
Dalam menghukumi taqlid menurut para ulama terdapat 3 macam hukum: Pertama, Taqlid
yang diharamkan, kedua, Taqlid yang diwajibkan, dan ketiga, Taqlid yang dibolehkan.
Taqlid yang diharamkan.
Ulama sepakat haram melakukan taqlid ini. Taqlid ini ada tiga macam :
a. Taqlid semata-mata mengikuti adat kebiasaan atau pendapat nenek moyang atau orang
dahulu kala yang bertentangan dengan al Qur`an Hadits.
b. Taqlid kepada orang yang tidak diketahui bahwa dia pantas diambil perkataannya.
c. Taqlid kepada perkataan atau pendapat seseorang, sedangkan yang bertaqlid mengetahui
bahwa perkataan atau pendapat itu salah.
Taqlid yang dibolehkan
Adalah taqlidnya seorang yang sudah mengerahkan usahanya untuk ittiba’ kepada apa yang
diturunkan Allah swt. Hanya saja sebagian darinya tersembunyi bagi orang tersebut sehingg
dia taqlid kepada orang yang lebih berilmu darinya, maka yang seperti ini adalah terpuji dan
tidak tencela, dia mendapat pahala dan tidak berdosa. Taqlid ini sifatnya sementara. Misalnya
taqlid sebagian mujtahid kepada mujtahid lain, karena tidak ditemukan dalil yang kuat untuk
pemecahan suatu persoalan. Termasuk taqlidnya orang awam kepada ulama.
Ulama muta-akhirin dalam kaitan bertaqlid kepada imam, membagi kelompok masyarakat
kedalam dua golongan:
a. Golongan awan atau orang yang berpendidikan wajib bertaqlid kepada salah satu pendapat
dari keempat madzhab.
b. Golongan yang memenuhi syarat-syarat berijtihad, sehingga tidak dibenarkan bertaqlid
kepada ulama-ulama.
Golongan awam harus mengikuti pendapat seseorang tanpa mengetahui sama sekali dasar
pendapat itu (taqlid dalam pengertian bahasa).
Syaikhul Islam lbnu Taimiyah berkata, “Adapun orang yang mampu ijtihad apakah
dibolehkan baginya taqlid? ini adalah hal yang diperselisihkan, dan yang shahih adalah
dibolehkan ketika dia dalam keadaan tidak mampu berijtihad entah karena dalil-dalil (dan
pendapat yang berbeda) sama-sama kuat atau karena sempitnya waktu untuk berijtihad atau
karena tidak nampak dalil baginya”
Taqlid yang diwajibkan
Adalah taqlid kepada orang yang perkataannya dijadikan sebagai dasar hujjah, yaitu
perkataan dan perbuatan Rasulullah saw. Juga apa yang dikatakan oleh lbnul Qayyim:
Sesungguhnya Allah swt telah memerintahkan agar bertanya kepada Ahlu Dzikr, dan Adz-
Dzikr adalah al-Qur’an dan al-Hadis yang Allah swt perintahkan agar para istri Nabi-Nya
selalu mengingatnya sebagaimana dalam firman-Nya:
‫ت هَّللا ِ َو ْال ِح ْك َم ِة ۚ إِ َّن هَّللا َ َكانَ لَ ِطيفًا خَ بِيرًا‬
ِ ‫َو ْاذ ُكرْ نَ َما يُ ْتلَ ٰى فِي بُيُوتِ ُك َّن ِم ْن آيَا‬
“ Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dan ayat-ayat Allah swt dan hikmah (Sunnah
Nabimu)”(QS. al-Ahzab[33]:34)
lnilah Adz-Dzikr yang Allah swt perintahkan agar kita selalu ittiba’(mengikuti) kepadanya,
dan Allah swt perintahkan orang yang tidak memiliki ilmu agar bertanya kepada ahlinya.
Inilah yang wajib atas setiap orang agar bertanya kepada ahli ilmu tentang Adz-Dzikr yang
Allah swt turunkan kepada Rasul-Nya agar ahli ilmu ini memberitahukan kepadanya. Kalau
dia sudah diberitahu tentang Adz-Dzikr ini maka tidak boleh baginya kecuali ittiba’
kepadanya.
Taqlid yang Berkembang
Taqlid yang berkembang sekarang, khususnya di Indonesia ialah taqlid kepada buku, bukan
taqlid kepada imam-imam mujtahid yang terkenal ( Imam Abu Hanifah, Malik bin Anas, As
Syafi`i, dan Hambali).
Jamaludin al Qosini (w. 1332 H) : “segala perkataan atau pendapat dalam suatu madzhab itu
tidak dapat dipandang sebagai madzhab tersebut, tetapi hanya dapat dipandang sebagai
pendapat atau perkataan dari orang yang mengatakan perkataan itu”.
Taqlid kepada yang mengaku bertaqlid kepada imam mujtahid yang terkenal, sambil
menyisipkan pendapatnya sendiri yang ditulis dalam kitab-kitabnya. Taqlid yang seperti ini
tidak dibolehkan oleh Ad Dahlawi, Ibnu Abdil Bar, Al Jauzi dan sebagainya.
Pendapat Imam Madzhab tentang Taqlid
a. Imam Abu Hanifah (80-150 H)
Beliau merupakan cikal bakal ulama fiqh. Beliau mengharamkan orang mengikuti fatwa jika
orang itu tidak mengetahui dalil dari fatwa itu.
b. Imam Malik bin Anas (93-179 H)
Beliau melarang seseorang bertaqlid kepada seseorang walaupun orang itu adalah orang
terpandang atau mempunyai kelebihan. Setiap perkataan atau pendapat yang sampai kepada
kita harus diteliti lebih dahulu sebelum diamalkan.
c. Imam asy Syafi`i (150-204 H)
Beliau murid Imam Malik. Beliau mengatakan bahwa “ beliau akan meninggalkan
pendapatnya pada setiap saat ia mengetahui bahwa pendapatnya itu tidak sesuai dengan
hadits Nabi SAW.
d. Imam Hambali (164-241 H)
Beliau melarang bertaqlid kepada imam manapun, dan menyuruh orang agar mengikuti
semua yang berasal dari Nabi SAW dan para sahabatnya. Sedang yang berasal dari tabi`in
dan orang-orang sesudahnya agar diselidiki lebih dahulu. Mana yang benar diikuti dan mana
yang salah ditinggalkan.
Allah swt telah mencela tiga macam taqlid ini melalui ayat-ayat-Nya diantaranya,
‫ير إِاَّل قَا َل ُم ْت َرفُوهَا إِنَّا‬ ٍ ‫ك فِي قَرْ يَ ٍة ِم ْن نَ ِذ‬ َ ِ‫ك َما أَرْ َس ْلنَا ِم ْن قَ ْبل‬ َ ِ‫ار ِه ْم ُم ْهتَ ُدونَ َو َك ٰ َذل‬ ُ
ِ َ‫بَلْ قَالُوا إِنَّا َو َج ْدنَا آبَا َءنَا َعلَ ٰى أ َّم ٍة َوإِنَّا َعلَ ٰى آث‬
‫ار ِه ْم ُم ْقتَ ُدونَ قَا َل أَ َولَوْ ِج ْئتُ ُك ْم بِأ َ ْهد َٰى ِم َّما َو َج ْدتُ ْم َعلَ ْي ِه آبَا َء ُك ْم ۖ قَالُوا إِنَّا بِ َما أُرْ ِس ْلتُ ْم بِ ِه‬ ُ
ِ َ‫َو َج ْدنَا آبَا َءنَا َعلَ ٰى أ َّم ٍة َوإِنَّا َعلَ ٰى آث‬
َ‫َكافِرُون‬
Bahkan mereka berkata: "Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu
agama, dan sesungguhnya kami orang-orang yang mendapat petunjuk dengan (mengikuti)
jejak mereka". Dan demikianlah, Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang pemberi
peringatan pun dalam suatu negeri, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu
berkata: “Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama dan
sesungguhnya kami adalah pengikut jejak-jejak mereka.” (Rasul itu) berkata: ‘Apakah
(kamu akan mengikutinya juga) sekalipun aku membawa untukmu (agama) yang lebih
(nyata) memberi petunjuk daripada apa yang kamu dapati bapak-bapakmu menganutnya?”
Mereka menjawab: “Sesungguhnya kami mengingkari agama yang kamu diutus untuk
menyampaikannya” (QS. az-Zukhruf[43] : 22-24)
Para Imam Melarang Taqlid dan Mewajibkan Ittiba’
Terdapat perbedaan antara taqlid dan ittiba’ diantara hal yang menunjukkan perbedaan yang
mendasar antara taqlid dan ittiba’ adalah larangan para imam kepada para pengikutnya untuk
taqlid dan perintah mereka kepada para pengikutnya agar selalu ittiba’:
Pertama, Al-Imam Abu Hanifah berkata, “Tidak halal atas seorangpun mengambil perkataan
kami selama dia tidak tahu dari mana kami mengambilnya” Dalam riwayat lain beliau
berkata, “Orang yang tidak tahu dalilku, haram atasnya berfatwa dengan perkataanku”
Kedua, Al-Imam Malik berkata : “Sesungguhnya aku adalah manusia yang bisa benar dan
keliru. Lihatlah pendapatku, setiap yang sesuai dengan Kitab dan Sunnah maka ambillah, dan
setiap yang tidak sesuai dengan Kitab dan Sunnah maka tinggalkanlah”
Ketiga, Al-Imam Asy-Syafi’i berkata, “Jika kalian menjumpai sunnah Rasulullah saw,
ittiba’lah kepadanya, janganlah kalian menoleh kepada perkataan siapapun”
Beliau juga berkata, “Setiap yang aku katakan, kemudian ada hadis shahih yang
menyelisihinya, maka hadis Nabi lebih utama untuk diikuti. Janganlah kalian taqlid
kepadaku”.
Keempat, Al-Imam Ahmad berkata, “Janganlah engkau taqlid dalam agamamu kepada
seorangpun dari mereka, apa yang datang dari Nabi dan para sahabatnya ambillah” Beliau
juga berkata, “Ittiba’ adalah jika seseorang mengikuti apa yang datang dari Nabi saw dan
para sahabatnya”
Mengikuti Manhaj Para Ulama Bukan Berarti Taqlid Kepada Mereka
lbnul Qayyim berkata, “Jika ada yang mengatakan: Kalian semua mengakui bahwa para
imam yang ditaqlidi dalam agama mereka berada di atas petunjuk, maka orang-orang yang
taqlid kepada mereka pasti di atas petunjuk juga, karena mereka mengikuti langkah para
imam tersebut.
Dikatakan kepadanya, “Mengikuti langkah para imam ini secara otomatis membatalkan sikap
taqlid kepada mereka, karena jalan para imam ini adalah ittiba’ kepada hujjah dan melarang
umat dan taqlid kepada mereka sebagaimana akan kami sebutkan hal ini dan mereka lnsya
Allah swt . Maka barangsiapa yang meninggalkan hujjah dan melanggar larangan para imam
ini (dan sikap taqlid) yang juga dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya, maka jelas orang ini tidak
berada di atas jalan para imam ini, bahkan termasuk orang-orang yang menyelisihi mereka.
Yang menempuh jalan para imam ini adalah orang yang mengikuti hujjah, tunduk kepada
dalil, dan tidak menjadikan seorang pun yang dijadikan perkataannya sebagai timbangan
terhadap Kitab dan Sunnah kecuali Rasulullah saw.
C. ITTIBA`
Menurut bahasa Ittiba’ berasal dari bahasa arab adalah mashdar (kata bentukan) dari kata
ittaba’a (‫ َع‬nnَ‫)اتَب‬yang berarti mengikuti. Ada beberapa kalimat yang semakna dengannya
diantaranya iqtifa’ (‫()اقتفاء‬menelusuri jejak), qudwah(‫( )قدوة‬bersuri teladan) dan uswah(‫)أسوة‬
(berpanutan). Dikatakan mengikuti sesuatu jika berjalan mengikuti jejaknya dan
mengiringinya. Dan kata ini berkisar pada makna menyusul, mencari, mengikuti, meneladani
dan mencontoh.
Sedangkan menurut istilah ittiba’ adalah mengikuti pendapat seseorang baik itu ulama atau
yang lainnya dengan didasari pengetahuan dalil yang dipakai oleh ulama tersebut. Ibnu
Khuwaizi Mandad mengatakan : "Setiap orang yang engkau ikuti dengan hujjah dan dalil
padanya, maka engkau adalah muttabi’(orang yang mengikuti).
Menurut ulama ushul, ittiba` adalah mengikuti atau menuruti semua yang diperintahkan,
yang dilarang, dan dibenarkan Rasulullah SAW. Dengan kata lain ialah melaksanakan
ajaran-ajaran agama Islam sesuai dengan yang dikerjakan Nabi Muhammad SAW.
Definisi lainnya, ittiba` ialah menerima pendapat seseorang sedangkan yang menerima itu
mengetahui dari mana atau asal pendapat itu. Ittiba` ditetapkan berdasarkan hujjah atau nash.
Ittiba` adalah lawan taqlid.
2. Macam-Macam Ittiba`
a. Ittiba` kepada Allah dan Rasul-Nya
b. Ittiba` kepada selain Allah dan Rasul-Nya
Ulama berbeda pendapat, ada yang membolehkan ada yang tidak membolehkan. Imam
Ahmad bin Hanbal menyatakan bahwa ittiba` itu hanya dibolehkan kepada Allah, Rasul, dan
para sahabat saja, tidak boleh kepada yang lain.
Pendapat yang lain membolehkan berittiba` kepada para ulama yang dapat dikatagorikan
sebagai ulama waratsatul anbiyaa (ulama pewaris para Nabi).
3. Tujuan Ittiba`
Dengan adanya ittiba` diharapkan agar setiap kaum muslimin, sekalipun ia orang awam, ia
dapat mengamalkan ajaran agama Islam dengan penuh keyakinan pengertian, tanpa
diselimuti keraguan sedikitpun. Suatu ibadah atau amal jika dilakukan dengan penuh
keyakinan akan menimbulkan keikhlasan dan kekhusukan. Keikhlasan dan kekhusukan
merupakan syarat sahnya suatu ibadah atau amal yang dikerjakan.
Ittiba’
Kepada siapa kita wajib ittiba’?
Dari penjelasan diatas bisa kita simpulkan bahwa yang berhak kita berittiba’ kepadanya
adalah mereka yang pendapatnya didasari dengan dalil yang jelas, dalam hal ini Rasulullah
saw adalah orang yang paling berhak kita ikuti hal itu sebagaimana Allah swt berfirman,

‫﴿ لَقَ ْد َكانَ لَ ُك ْم فِي َرسُو ِل هَّللا ِ أُ ْس َوةٌ َح َسنَةٌ لِ َم ْن َكانَ يَرْ جُو هَّللا َ َو ْاليَوْ َم اآْل ِخ َر َو َذ َك َر هَّللا َ َكثِيرًا‬ : ‫﴾ قال هللا تعالى‬
"Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah suri teladan yang baik., (yaitu) bagi orang
yang mengharap (rahmat) Allah dan (kesenangan) hari akhirat dan dia banyak menyebut
Allah." (QS. Al-Ahzab[33]:21).
Dalam ayat lain Allah swt berfirman:
‫﴿ َو َما آَتَا ُك ُم ال َّرسُو ُل فَ ُخ ُذوهُ َو َما نَهَا ُك ْم َع ْنهُ فَا ْنتَهُوا‬ : ‫﴾قال هللا تعالى‬
“Dan apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya
bagimu, maka tinggalkanlah.” (QS. Al-Hasyr[59]: 7).

Imam Ahmad bin Hanbal menyatakan: Ittiba’ adalah seseorang mengikuti apa yang datang
dari Rasulullah saw dan para shahabatnya.
Ittiba’ kepada Nabi saw dalam keyakinan akan terwujud dengan meyakini apa yang diyakini
oleh Nabi saw sesuai dengan bagaimana beliau meyakininya – apakah merupakan kewajiban,
kebid’ahan ataukah merupakan pondasi dasar agama atau yang membatalkannya atau yang
merusak kesempurnaannya dst – dengan alasan karena beliau saw meyakininya.
Ittiba’ kepada Nabi saw dalam perkataan akan terwujud dengan melaksanakan kandungan
dan makna-makna yang ada padanya. Bukan dengan mengulang-ulang lafadz dan nashnya
saja. Sebagai contoh sabda beliau saw:

)‫(رواه البخاري‬... ‫صلِّي‬ َ ُ‫صلُّوا َك َما َرأَ ْيتُ ُمونِي أ‬ َ ..... : ‫قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬
“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat.”.(HR. Bukhori).
Ittiba’ kepadanya adalah dengan melaksanakan shalat seperti shalat beliau.
Sedangkan ittiba’ kepada Nabi saw di dalam perkara-perkara yang ditinggalkan adalah
dengan meninggalkan perkara-perkara yang beliau tinggalkan, yaitu perkara-perkara yang
tidak disyariatkan. Sesuai dengan tatacara dan ketentuan Nabi saw di dalam
meninggalkannya, dengan alasan karena beliau saw meninggalkannya. Dan ini adalah
batasan yang sama dengan batasan ittiba’ di dalam perbuatan.
Hukum Ittiba’
Seorang muslim wajib ittiba’ kepada Rasulullah saw dengan menempuh jalan yang beliau
tempuh dan melakukan apa yang beliau lakukan. Begitu banyak ayat al-Qur’an yang
memerintahkan setiap muslim agar selalu ittiba’ kepada Rasulullah saw di antaranya firman
Allah swt.
َ‫﴿ قُلْ أَ ِطيعُوا هَّللا َ َوال َّرسُو َل ۖ فَإ ِ ْن تَ َولَّوْ ا فَإ ِ َّن هَّللا َ اَل ي ُِحبُّ ْال َكافِ ِرين‬ : ‫﴾قال هللا تعالى‬

“Katakanlah: “Taatilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya
Allah swt tidak menyukai orang-orang kafir” (QS. Ali lmran[3]: 32).
Dalam ayat lain Allah swt berfirman:
ِ ‫﴿ يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا اَل تُقَ ِّد ُموا بَ ْينَ يَد‬ : ‫﴾ قال هللا تعالى‬
‫َي هَّللا ِ َو َرسُولِ ِه ۖ َواتَّقُوا هَّللا َ ۚ إِ َّن هَّللا َ َس ِمي ٌع َعلِي ٌم‬
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah swt dan Rasul-Nya dan
bertaqwalah kepada Allah swt. Sesungguhnya Allah swt Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui” (QS. al-Hujurat[49]:1).
Demikian juga Allah swt memerintahkan setiap muslim agar ittiba’ kepada sabilil mukminin
yaitu jalan para sahabat Rasulullah saw dan mengancam dengan hukuman yang berat kepada
siapa saja yang menyeleweng darinya:
ۖ ‫لِ ِه َجهَنَّ َم‬n‫ص‬ ْ n‫يل ْال ُم‬
ْ ُ‫ َولَّ ٰى َون‬nَ‫ا ت‬nn‫ؤ ِمنِينَ نُ َولِّ ِه َم‬n ِ ِ‫ب‬n‫ َر َس‬n‫ ْع َغ ْي‬nِ‫د َٰى َويَتَّب‬nُ‫هُ ْاله‬nَ‫د َما تَبَيَّنَ ل‬nِ ‫ق ال َّرسُو َل ِم ْن بَ ْع‬ ِ ِ‫﴿ َو َم ْن يُ َشاق‬ : ‫قال هللا تعالى‬
‫صيرًا‬ ِ ‫ت َم‬ ْ ‫﴾ َو َسا َء‬
“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudahjelas kebenaran baginya, dan mengikuti
jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan Ia leluasa terhadap kesesatan
yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan Ia ke dalam jahanam, dan jahannam itu
seburuk-buruk tempat kembali”. (QS. An-Nisa’[4]: 115).
Kedudukan Ittiba’ Dalam Islam
Ittiba' kepada Rasulullah saw mempunyai kedudukan yang sangat tinggi dalam Islam, bahkan
merupakan salah satu pintu seseorang dapat masuk Islam. Berikut ini akan disebutkan
beberapa kedudukan penting yang ditempati oleh ittiba', di antaranya adalah:
Pertama, Ittiba' kepada Rasulullah saw adalah salah satu syarat diterima amal. Sebagaimana
para ulama telah sepakat bahwa syarat diterimanya ibadah ada dua:
1. Mengikhlaskan niat ibadah hanya untuk Allah swt semata.
2. Harus mengikuti dan serupa dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah saw.
    Ibnu 'Ajlan mengatakan: "Tidak sah suatu amalan melainkan dengan tiga perkara: taqwa
kepada Allah swt, niat yang baik (ikhlas) dan ishabah (sesuai dan mengikuti sunnah Rasul)."
Maka barangsiapa mengerjakan suatu amal dengan didasari ikhlas karena Allah swt semata
dan serupa dengan sunnah Rasulullah saw, niscaya amal itu akan diterima oleh Allah swt.
Akan tetapi kalau hilang salah satu dari dua syarat tersebut, maka amal itu akan tertolak dan
tidak diterima oleh Allah swt. Hal inilah yang sering luput dari pengetahuan banyak orang.
Mereka hanya memperhatikan satu sisi saja dan tidak memperdulikan yang lainnya. Oleh
karena itu sering kita dengar mereka mengucapkan: "yang penting niatnya, kalau niatnya
baik, maka amalnya baik."
Kedua, Ittiba' merupakan bukti kebenaran cinta seseorang kepada Allah swt dan Rasul-Nya.
Allah swt berfirman:
‫﴿ قُلْ إِ ْن ُك ْنتُ ْم تُ ِحبُّونَ هَّللا َ فَاتَّبِعُونِي يُحْ بِ ْب ُك ُم هَّللا ُ َويَ ْغفِرْ لَ ُك ْم ُذنُوبَ ُك ْم ۗ َوهَّللا ُ َغفُو ٌر َر ِحي ٌم‬ : ‫﴾ قال هللا تعالى‬
"Katakanlah: 'Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah
mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.' Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang." (QS. Ali Imran[3]: 31).
Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini dengan ucapannya: "Ayat yang mulia ini sebagai hakim bagi
setiap orang yang mengaku cinta kepada Allah swt, akan tetapi tidak mengikuti sunnah
Muhammad saw. Karena orang yang seperti ini berarti dusta dalam pengakuan cintanya
kepada Allah swt sampai dia ittiba' kepada syari'at agama Nabi Muhammad saw dalam
segala ucapan dan tindak tanduknya."
Ketiga, Ittiba' adalah sifat yang utama wali-wali Allah swt
Ibnu Taimiyah dalam kitabnya menjelaskan panjang lebar perbedaan antara waliyullah dan
wali syaitan, diantaranya beliau menjelaskan tentang wali Allah swt dengan ucapannya:
"Tidak boleh dikatakan wali Allah swt kecuali orang yang beriman kepada Rasulullah saw
dan syari'at yang dibawanya serta ittiba' kepadanya baik lahir maupun batin. Barangsiapa
mengaku cinta kepada Allah swt dan mengaku sebagai wali Allah swt, tetapi dia tidak ittiba'
kepada Rasul-Nya, berarti dia berdusta. Bahkan kalau dia menentang Rasul-Nya, dia
termasuk musuh Allah swt dan sebagai wali syaitan."
Imam Ibnu Abil 'Izzi Al-Hanafi berkata: "Pada hakikatnya yang dinamakan karamah itu
adalah kemampuan untuk senantiasa istiqamah di atas al-haq, karena Allah swt tidak
memuliakan hamba-Nya dengan suatu karamah yang lebih besar dari taufiq-Nya yang
diberikan kepada hamba itu untuk senantiasa menyerupai apa yang dicintai dan diridhai-Nya
yaitu istiqamah di dalam mentaati Allah swt dan Rasul-Nya dan ber-wala kepada wali-wali
Allah swt serta bara' dari musuh-musuh-Nya." Mereka itulah wali-wali Allah swt
sebagaimana tersebut dalam firman-Nya:
ٌ ْ‫ ﴿ أَاَل ِإ َّن أَوْ لِيَا َء هَّللا ِ اَل خَ و‬ : ‫﴾قال هللا تعالى‬
َ‫ف َعلَ ْي ِه ْم َواَل هُ ْم يَحْ َزنُون‬
"Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah swt itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka
dan tidak (pula) mereka bersedih hati." (QS. Yunus[10]: 62).
Demikianlah beberapa kedudukan ittiba' yang tinggi dalam syari'at Islam dan masih banyak
lagi kedudukan yang lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa ittiba' kepada Rasulullah saw
merupakan suatu amal yang teramat besar dan banyak mendapat rintangan. Mudah-mudahan
Allah swt menjadikan kita termasuk orang-orang yang ittiba' kepada Nabi-Nya dalam segala
aspek kehidupan kita, sehingga kita akan bertemu Allah swt dengan membawa husnul
khatimah. Amien, ya Rabbal Alamin.

D. TALFIQ
Talfiq berarti “manyamakan” atau “merapatkan dua tepi yang berbeda”.
Menurut istilah, talfiq ialah mengambil atau mengikuti hukum dari suatu peristiwa atau
kejadian dengan mengambilnya dari berbagai macam madzhab. Contoh nikah tanpa wali dan
saksi adalah sah asal ada iklan atau pengumuman. Menurut madzhab Hanafi, sah nikah tanpa
wali, sedangkan menurut madzhab Maliki, sah akad nikah tanpa saksi.
Pada dasarnya talfiq dibolehkan dalam agama, selama tujuan melaksanakan talfiq itu semata-
mata untuk melaksanakan pendapat yang paling benar setelah meneliti dasar hukum dari
pendapat itu dan mengambil yang lebih kuat dasar hukumnya.
Ada talfiq yang tujuannya untuk mencari yang ringan-ringan saja, yaitu mengikuti pendapat
yang paling mudah dikerjakan sekalipun dasar hukumnya lemah. Talfiq semacam ini yang
dicela para ulama. Jadi talfiq itu hakekatnya pada niat.
Pendapat-Pendapat tentang Talfiq
Pendapat pertama, orang awam harus mengikuti madzhab tertentu, tidak boleh memilih
suatu pendapat yang ringan karena tidak mempunyai kemampuan untuk memilih. Karena itu
mereka belum boleh melakukan talfiq.
Pendapat kedua, membolehkan talfiq dengan syarat tidak akan menimbulkan pendapat yang
bertentangan dengan salah satu madzhab yang ditalfiqan itu.
Pendapat ketiga, membolehkan talfiq tanpa syarat dengan maksud mencari yang ringan-
ringan sesuai dengan kehendak dirinya.
Ruang Lingkup Talfiq
Talfiq sama seperti taqlid dalam hal ruang lingkupnya, yaitu hanya pada perkara-perkara
ijtihad yang bersifat zhanniyah(perkara yang belum diketahui secara pasti dalam agama).
Adapun hal-hal yang diketahui dari agama secara pasti (ma’luumun minaddiini
bidhdharuurah), dan perkara-perkara yang telah menjadi ijma’, yang mana mengingkarinya
adalah kufr, maka di situ tidak boleh ada taqlid, apalagi talfiq.
Hukum Talfîq
Ulama terbagi kepada dua kelompok tentang hukum talfîq. Satu kelompok mengharamkan,
dan satu kelompok lagi membolehkan.
Ulama Hanafiyah mengklaim ijma' kaum muslimin atas keharaman talfiq. Sedangkan di
kalangan Syafi'iyah, hal itu menjadi sebuah ketetapan.
Ibnu Hajar mengatakan: ”Pendapat yang membolehkan talfiq adalah menyalahi ijma'.
Dalil Kelompok yang Mengharamkan Talfiq
Mereka mendasarkan pendapatnya pada perkataan ulama ushul fiqh tentang ijma' atas
ketidakbolehan menciptakan pendapat ketiga apabila para ulama terbagi kepada dua
kelompok tentang hukum suatu perkara. Karena menurut mayoritas ulama, tidak boleh
menciptakan pendapat ketiga yang meruntuhkan (menyalahi) sesuatu yang telah disepakati.
Misalnya 'iddah wanita hamil yang suaminya meninggal dunia, terdapat dua pendapat,
pertama: hingga melahirkan, kedua: yang paling jauh (lama) dari dua tempo 'iddah(‘iddah
melahirkan dan ‘iddah yang ditiggal oleh suaminya karena kematian). Maka tidak boleh
menciptakan pendapat ketiga, misalnya dengan beberapa bulan saja.
Akan tetapi jika ditinjau lebih dalam, terlihat bahwa alasan ini tidak bisa dibenarkan
sepenuhnya, karena meng-qiyaskan talfiq atas ihdaatsu qaul tsaalits (menciptakan pendapat
ketiga) adalah merupakan qiyas antara dua hal yang berbeda. Hal itu dapat dilihat dari dua
sisi:
1. Terciptanya pendapat ketiga terjadi apabila permasalahannya hanya satu, sedangkan talfiq
terjadi dalam beberapa permasalahan. Misalnya, kefardhuan menyapu kepala adalah sebuah
permasalahan, sementara permasalahan batalnya wudhu' karena bersentuhan dengan wanita
adalah permasalahan lain. Jadi, talfiq terjadi bukan dalam satu permasalahan, maka tidak
terjadi pendapat ketiga.
2. Berdasarkan pada pendapat yang paling kuat, dalam permasalahan talfiq tidak terdapat
suatu sisi yang disepakati oleh para ulama. Misalnya, persoalan menyapu kepala merupakan
khilaf di kalagan ulama, apakah wajib seluruhnya ataukah sebagian saja. Demikian pula
batalnya wudhu' dengan menyentuh perempuan merupakan permasalahan yang menjadi
khilaf, apakah ia memang membatalkan wudhu' ataukah tidak. Maka, dalam perkara talfiq,
tidak ada sisi yang disepakati (ijma').
Dengan demikian, pendapat yang mengharamkan talfiq telah dilandaskan pada dasar yang
salah yaitu qiyas ma'al faariq.
Apabila ulama Hanafiyah mengklaim ijma' atas keharaman talfiq, akan tetapi realita yang ada
sangat bertentangan. Ulama-ulama terpercaya seperti Al Fahâmah Al Amîr dan Al Fâdhil Al
Baijuri telah menukilkan apa yang menyalahi dakwaan ulama Hanafiyah tersebut. Maka
klaim adanya ijma' adalah bathil.
Berkata Al Syafsyawani tentang penggabungan dua mazhab atau lebih dalam sebuah
masalah: ”Para ahli ushul berbeda pendapat tentang hal ini. Yang benar berdasarkan sudut
pandang adalah kebolehannya (talfiq).”
Prof. Dr. Wahbah Az Zuhaili berkata: ”Adapun klaim ulama Hanafiyah bahwa keharaman
talfiq merupakan ijma', maka hal itu adakala dengna i'tibar ahli mazhab (ijma' mazhab
Hanafi), atau dengan i'tibar kebanyakan. Dan adakala juga berdasarkan pendengaran ataupun
persangkaan belaka. Sebab, jika sebuah permasalahan telah menjadi ijma', pastilah ulama
mazhab yang lain telah menetapkannya (mengatakannya) juga....”
Dalil Kelompok yang Membolehkan
Para ulama yang membolehkan talfiq, mereka berdalil dengan beberapa alasan:
Alasan Pertama
Tidak adanya nash di dalam al-Quran atau pun as-Sunnah yang melarang talfiq ini. Setiap
orang berhak untuk berijtihad dan tiap orang berhak untuk bertaqlid kepada ahli ijtihad. Dan
tidak ada larangan bila kita sudah bertaqlid kepada satu pendapat dari ahli ijtihad untuk
bertaqlid juga kepada ijtihad orang lain.
Di kalangan para shahabat nabi saw terdapat para shahabat yang ilmunya lebih tinggi dari
yang lainnya. Banyak shahabat yang lainnya kemudian menjadikan mereka sebagai rujukan
dalam masalah hukum. Misalnya mereka bertanya kepada Abu Bakar ra, Umar bin Al-
Khattab ra, Utsman ra, Ali ra, Ibnu Abbas ra, Ibnu Mas''ud ra, Ibnu Umar ra dan lainnya.
Seringkali pendapat mereka berbeda-beda untuk menjawab satu kasus yang sama.
Namun tidak seorang pun dari para shahabat yang berilmu itu yang menetapkan peraturan
bahwa bila seseorang telah bertanya kepada dirinya, maka untuk selamanya tidak boleh
bertanya kepada orang lain.
Dan para iman mazhab yang empat itu pun demikian juga, tak satu pun dari mereka yang
melarang orang yang telah bertaqlid kepadanya untuk bertaqlid kepada imam selain dirinya.
Maka dari mana datangnya larangan untuk itu, kalau tidak ada di dalam Quran, sunnah,
perkataan para shahabat dan juga pendapat para imam mazhab sendiri?
Alasan Kedua
Pada hari ini, nyaris orang-orang sudah tidak bisa bedakan lagi, mana pendapat Syafi''i dan
mana pendapat Maliki, tidak ada lagi yang tahu siapa yang berpendapat apa, kecuali mereka
yang secara khusus belajar di fakultas syariah jurusan perbandingan mazhab. Dan betapa
sedikitnya jumlah mereka hari ini dibandingkan dengan jumlah umat Islam secara
keseluruhan. Maka secara pasti dan otomatis, semua orang akan melakukan talfiq, dengan
disadari atau tidak. Kalau hukum talfiq ini diharamkan, maka semua umat Islam di dunia ini
berdosa. Dan ini tentu tidak logis dan terlalu mengada-ada.
Alasan Ketiga
Nabi saw melalui Aisyah disebutkan:
“Nabi tidak pernah diberi dua pilihan, kecuali beliau memilih yang paling mudah, selama hal
tersebut bukan berupa dosa. Jika hal tersebut adalah dosa, maka beliau adalah orang yang
paling menjauhi hal tersebut “.
Adanya dua pilihan maksudnya ada dua pendapat yang masing-masing dilandasi dalil syar'i
yang benar. Namun salah satunya lebih ringan untuk dikerjakan. Maka nabi saw selalu
cenderung untuk mengerjakan yang lebih ringan.
Itu nabi Muhammad saw sendiri, seorang nabi utusan Allah swt. Lalu mengapa harus ada
orang yang main larang untuk melakukan apa yang telah nabi lakukan?
Dan ini merupakan salah satu dasar tegaknya syariat Islam yaitu member kemudahan, tidak
menyusahkan dan mengangkat kesempitan, hal ini sesuai pula dengan sabda Nabi
Muhammad saw:
“Sesungguhnya agama ini (Islam) adalah mudah. Dan tidaklah seorang yang mencoba untuk
menyulitkannya, maka ia pasti dikalahkan”.
Diantara para ulama yang mendukung talfiq adalah:
‘Al-Izz Ibnu Abdissalam menyebutkan bahwa dibolehkan bagi orang awam mengambil
rukhsah (keringanan) beberapa madzhab (talfiq), karena hal tersebut adalah suatu yang
disenangi. Dengan alasan bahwa agama Allah swt itu mudah (dinu al-allahi yusrun) serta
firman Allah swt dalam surat al-Hajj ayat 78:
“Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam satu agama suatu kesempitan.
Imam al-Qarafi menambahkan bahwa, praktik talfiq ini bisa dilakukan selama ia tidak
menyebabkan batalnya perbuatan tersebut ketika dikonfirmasi terhadap semua pendapat
imam madzhab yang diikutinya.
Demikian juga dengan para ulama kontemporer zaman sekarang, semacam Dr. Wahbah Az-
Zuhaili, menurut beliau talfiq tidak masalah ketika ada hajat dan dlarurat, asal tanpa disertai
main-main atau dengan sengaja mengambil yang mudah dan gampang saja yang sama sekali
tidak mengandung maslahat syar‘iyat.

Meski Al Quran sudah diturunkan secara sempurna dan lengkap, tidak berarti semua hal
dalam kehidupan manusia diatur secara detil oleh Al Quran maupun Al Hadist. Selain itu ada
perbedaan keadaan pada saat turunnya Al Quran dengan kehidupan modern. Sehingga setiap
saat masalah baru akan terus berkembang dan diperlukan aturan-aturan turunan dalam
melaksanakan Ajaran Islam dalam kehidupan beragama sehari-hari.
Jika terjadi persoalan baru bagi kalangan umat Islam di suatu tempat tertentu atau di suatu
masa waktu tertentu maka persoalan tersebut dikaji apakah perkara yang dipersoalkan itu
sudah ada dan jelas ketentuannya dalam Al Quran atau Al Hadist. Sekiranya sudah ada maka
persoalan tersebut harus mengikuti ketentuan yang ada sebagaimana disebutkan dalam Al
Quran atau Al Hadits itu. Namun jika persoalan tersebut merupakan perkara yang tidak jelas
atau tidak ada ketentuannya dalam Al Quran dan Al Hadist, pada saat itulah maka umat Islam
memerlukan ketetapan Ijtihad. Tapi yang berhak membuat Ijtihad adalah mereka yang
mengerti dan paham Al Quran dan Al Hadist.
Dari definisi tersebut dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1.      Pelaku Ijtihad adalah seorang ahli fiqih/hukum Islam (faqih), bukan yang lain.
2.      Yang ingin dicapai oleh ijtihad adalah hukum syar’i, yaitu hukum Islam yang
berhubungan dengan tingkah laku dan perbuatan orang-orang dewasa, bukan hukum i’tiqadi
atau hukum khuluqi,
3.      Status hukum syar’i yang dihasilkan oleh ijtihad adalah dhanni.
Jadi apabila kita konsisten dengan definisi ijtihad diatas maka dapat kita tegaskan bahwa
ijtihad sepanjang pengertian istilah hanyalah monopoli dunia hukum. Dalam hubungan ini
komentator Jam’u ‘l-Jawami’ (Jalaluddin al-Mahally) menegaskan, “yang dimaksud ijtihad
adalah bila dimutlakkan maka ijtihad itu bidang hukum fiqih/hukum furu’. (Jam’u ‘l-
Jawami’, Juz II, hal. 379). Atas dasar itu ada kekeliruan pendapat sementara pihak yang
mengatakan bahwa ijtihad juga berlaku di bidang aqidah. Pendapat yang nyeleneh atau syadz
ini dipelopori al-Jahidh, salah seorang tokoh mu’tazilah. Dia mengatakan bahwa ijtihad juga
berlaku di bidang aqidah. Pendapat ini bukan saja menunjukkan inkonsistensi terhadap suatu
disiplin ilmu (ushul fiqh), tetapi juga akan membawa konsekuensi pembenaran terhadap
aqidah non Islam yang dlalal. Lantaran itulah Jumhur ‘ulama’ telah bersepakat bahwa ijtihad
hanya berlaku di bidang hukum (hukum Islam) dengan ketentuan-ketentuan tertentu.Wallohu
A'lam
http://ahmadfuadhasan.blogspot.com/2011/06/ijtihad-taqlid-talfiq-dan-ittiba_23.html

17. Qaidah-qaidah bahasa dalam Ushul Fiqh


Kaidah fiqh merupakan kaidah yang berasal dari simpulan dalil Al-Quran dan sunnah terkait
hukum – hukum fiqh. Ada banyak sekali kaidah fiqh yang dihasilkan oleh para ulama. Akan
tetapi, ada 5 kaidah umum yang utama. Lima kaidah ini sering disebut sebagai al-qawaid al-
fiqhiyah al-kubra.
Lima kaidah fiqh tersebut adalah:
1. Perkara Tergantung Tujuannya
Kaidah fiqh ini berasal dari hadits Nabi yaitu:
“Sesungguhnya amalan itu tergantung pada niatnya.”
Kaidah ini menegaskan bahwa setiap amalan yang dilakukan seseorang akan sangat
tergantung dari niatnya. Apakah amalan itu akan diterima oleh Allah atau tidak tergantung
pada keikhlasan niat orang yang beramal. Kaidah ini juga berarti bahwa setiap amalan mubah
bisa menjadi ibadah jika dilakukan dengan niat ibadah. Misalnya kegiatan duduk diam di
masjid bisa jadi ibadah jika diniatkan untuk itikaf.
Selanjutnya, kaidah ini juga bisa dilakukan untuk membedakan antara perbuatan biasa atau
adat dengan ibadah dilihat dari niatnya. Terakhir, suatu ibadah juga bisa dibedakan dengan
ibadah lain dengan melihat pada niat yang digunakan. Misalnya untuk membedakan shalat
dzuhr, ashar, dan isya. Atau untuk membedakan ibadah puasa daud, senin – kamis, ayaumul
bidh, dan lain – lain.
2. Keyakinan Tidak Bisa Dihilangkan dengan Keraguan
Kaidah kedua ini berasal dari hadits tentang orang yang ragu – ragu apakah dia telah buang
angin atau tidak dalam sholatnya. Kemudian, Rasulullah bersabda:
“Hendaknya ia tidak meninggalkan (membatalkan) sholatnya sampai ia mendengar suara
atau mendapati bau (dari kentutnya).”
Selain itu, ada pula hadits dari salah satu sahabat, yaitu Abu Sa’id al-Khufri, dimana
Rasulullah SAW bersabda:
“Jika salah seorang kalian ragu-ragu dalam sholatnya dan dia tidak tahu apakah dia
sudah sholat tiga atau empat rakaat, maka hendaklah dia buang keraguannya dan
menetapkan hatinya atas apa yang ia yakini.”
3. Kesempitan Mendatangkan Kemudahan
Kaidah ketiga ini berasal dari firman Allah sebagai dalil, yaitu:
“Allah menginginkan kemudahan buat kalian dan tidak menginginkan kesulitan buat
kalian.”
Maksudnya, apabila terdapat kesulitan dalam suatu hal, maka akan ada kemudahan atas
sesuatu yang sebelumnya baku. Dengan kaidah ini, maka hadirlah berbagai macam rukhshah
atau keringanan dalam beribadah apabila seorang muslim mengalami kesulitan.
Misalnya saja keringanan shalat qashar dan tidak berpuasa pada orang yang berada dalam
kondisi safar atau sedang melakukan perjalanan. Atau keringanan kepada orang yang sedang
sakit untuk melakukan shalat dalam posisi duduk atau berbaring. Melakukan tayammum bagi
orang yang sakit meskipun terdapat air. Dan lain sebagainya.
4. Kemudharatan Hendaknya Dihilangkan
Kaidah ketiga ini hadir dari observasi ulama terhadap hadits Rasulullah yang mengatakan:
“Janganlah memberikan madharat kepada orang lain dan juga diri kalian sendiri.”
Dengan adanya dalil ini maka seseorang diperbolehkan melakukan sesuatu yang sebelumnya
dilarang untuk menghindari kemudharatan yang lebih besar. Misalnya, orang yang sedang
berada dalam kelaparan yang sangat lapar diizinkan makan makanan yang haram untuk
menghilangkan rasa laparnya. Dengan syarat, tidak ada makanan lain selain makanan haram
tersebut dan jika tidak dimakan, maka ia akan mati.
Kondisi lainnya adalah ketika seorang muslim dipaksa untuk mengucapkan kalimat kekafiran
dengan ancaman yang nyata. Maka muslim tersebut boleh mengucapkan kalimat tersebut dan
tetap islam selama di dalam hatinya dia tetap yakin pada ajaran Islam dan keimanannya tidak
berubah.
5. Adat atau Kebiasaan Bisa Menjadi Landasan Hukum
Kaidah fiqh ini berasal dari hadits Nabi Muhammad SAW yang menyebutkan:
“Apa yang kaum muslimin menganggapnya baik maka ia di sisi Allah juga baik.”
Islam sangat menghargai budaya atau adat yang dianggap baik. Termasuk di dalam kaidah
fiqh ini adalah penetapan masa haid, besaran nafkah, kualitas bahan makanan untuk kafarat,
dan akad jual beli.
https://smpi.alhasanah.sch.id/pengetahuan/mengenal-5-kaidah-umum-dalam-hukum-fiqh/

18. Masalah al-Ahkam


Ahkam (bahasa Arab: ‫ أحكام‬bentuk jama' dari Hukm/hukum bahasa Arab: ‫ )حُ ْكم‬adalah merujuk
pada peraturan Islam, berasal dan dipahami dari sumber-sumber hukum agama (bahasa
Arab: ‫) َمنَابِ ُع الفِ ْق ِه‬. Sebuah undang-undang, nilai, peraturan atau keputusan dari syariat (hukum
Islam). Untuk sampai pada suatu doktrin hukum baru, atau hukm, seseorang harus menggunakan
metodologi yang sistematis yang digunakan untuk mengambil makna dari sumber-sumber.
Secara tradisional, metodologi ini telah dikategorikan berdasarkan peraturan ijtihad (penalaran
independen, usaha ilmiah otentik).[1]
Lima Bentuk Hukum[
Tindakan seorang Muslim harus dilakukan sesuai dengan Hukum Islam, dikategorikan dalam
lima kelompok, membentuk angka lima atau al-hukm al-khamis (bahasa Arab: ‫)االحكام الخمسة‬.
Mereka menunjukkan bagaimana Pertunjukan atau tidak melakukan tindakan tertentu dapat
dikategorikan sebagai wajib atau dianjurkan di dalam hukum Islam. Menurut terminologi Islam
angka lima yang terdiri dari:
1. Wajib, harus; juga dikenal sebagai:fardhu , rukn
2. Mustahab / Sunnah, dianjurkan, juga dikenal sebagai fadilah, mandub
3. Mubah, boleh
4. Makruh, keji (disarankan di tinggalkan)
5. Haram, dilarang (tidak boleh)
Kondisi Darurat dan Urusan Publik[
Aturan/Hukum Agama bisa berubah dalam kondisi luar biasa tertentu. Sebagai contoh, meskipun
muslim diwajibkan untuk berpuasa selama Ramadhan, mungkin dapat diterima untuk orang sakit
untuk berbuka jika ia yakin bahwa puasa akan memperburuk penyakitnya.
Perintah Islam untuk masyarakat bisa menjadi berbeda dari satu bagi seorang individu, dengan
mempertimbangkan aspek sosial dan publik tindakan tertentu. Misalnya, menurut berbagai
ayat Quran,[2][tak ada di rujukan] yang diperlukan untuk membawa senjata, tetapi pemerintah/negara
dapat melarang atau membatasi untuk menjamin keamanan di masyarakat.

https://id.wikipedia.org/wiki/Ahkam

E. Bidang Keilmuan : Kependidikan


Ruang Lingkup Materi : Ilmu Pendidikan Islam
Materi :
1. Pengertian pendidikan dan batas-batas pendidikan
a. Pengertian Pendidikan
1.    Menurut Bahasa
Pendidikan berasal dari kata "Pedagogi" yaitu kata "paid" artinya "anak"
sedangkan "agogos" yang artinya membimbing, sehingga "pedagogi" dapat di artikan
sebagai "ilmu dan seni mengajar anak". Kamus Bahasa Indonesia, 1991:232,
Pendidikan berasal dari kata "didik", Lalu kata ini mendapat awalan kata "me"
sehingga menjadi "mendidik" artinya memelihara dan memberi latihan. Dalam
memelihara dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tuntutan dan pimpinan
mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat (Sutarman Tarjo, 2011).
2.    Menurut Para Ahli
a. John Dewey
Pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara
intelektual, emosional ke arah alam dan sesama manusia (Sutarman Tarjo, 2011).
b. M.J. Longeveled
Pendidikan adalah usaha , pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan
kepada anak agar tertuju kepada kedewasaannya, atau lebih tepatnya membantu anak
agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri (Sutarman Tarjo, 2011).
c. Thompson
Pendidikan adalah pengaruh lingkungan terhadap individu untuk menghasilkan
perubahan-perubahan yang tetap dalam kebiasaan perilaku, pikiran dan sifatnya
(Sutarman Tarjo, 2011).
d. Frederick J. Mc Donald
Pendidikan adalah suatu proses atau kegiatan yang diarahkan untuk merubah tabiat
(behavior) manusia (Sutarman Tarjo, 2011).
e. H. Horne
Pendidikan adalah proses yang terus-menerus dari penyesuaian yang berkembang
secara fisik dan mental yang sadar dan bebas kepada Tuhan (Sutarman Tarjo, 2011).
f. J.J. Russeau
Pendidikan adalah pembekalan yang tidak ada pada pada saat anak-anak, akan
tetapi dibutuhkan pada saat dewasa (Sutarman Tarjo, 2011).
g. Ki Hajar Dewantara
Pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran, serta
jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan
menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya (Sutarman Tarjo,
2011).
3. Menurut Undang-Undang dan GBHN
Menurut UU No.20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara sedangkan menurut GBHN Pendidikan adalah usaha sadar untuk
mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan
berlangsung seumur hidup (Sutarman Tarjo, 2011).
b. Batas-Batas Pendidikan
1.    Pendidikan sebagai Proses Transformasi Budaya
Sebagai proses transformasi budaya, pendidikan diartikan sebagai kegiatan
pewarisan budaya dari satu generasi ke generasi yang lain. Nilai-nilai budaya
tersebut mengalami proses transformasi dari generasi tua ke generasi muda. Ada tiga
bentuk transformasi yaitu nilai-nilai yang masih cocok diteruskan misalnya nilai-nilai
kejujuran, rasa tanggung jawab, dan lain-lain (Sutarman Tarjo, 2011).
2.    Pendidikan sebagai Proses Pembentukan Pribadi
Sebagai proses pembentukan pribadi, pendidikan diartikan sebagai suatu kegiatan
yang sistematik dan sistemik terarah kepada terbentuknya kepribadian peserta didik.
Proses pembentukan pribadi melalui 2 sasaran yaitu pembentukan pribadi bagi
mereka yang belum dewasa oleh mereka yang sudah dewasa dan bagi mereka yang
sudah dewasa atas usaha sendiri (Sutarman Tarjo, 2011).
3.    Pendidikan sebagai Proses Penyiapan Warga Negara
Pendidikan sebagai penyiapan warga Negara diartikan sebagai suatu kegiatan
yang terencana untuk membekali peserta didik agar menjadi warga Negara yang baik
(Sutarman Tarjo, 2011).
4.    Pendidikan sebagai Penyimpanan Tenaga Kerja
Pendidikan sebagai penyimpanan tenaga kerja diartikan sebagai kegiatan
membimbing peserta didik sehingga memiliki bekal dasar untuk bekerja. Pembekalan
dasar berupa pembentukan sikap, pengetahuan, dan keterampilan kerja pada calon
luaran. Ini menjadi misi penting dari pendidikan karena bekerja menjadi kebutuhan
pokok dalam kehidupan manusia (Sutarman Tarjo, 2011).

http://lagiemboh.blogspot.com/2015/11/arti-pendidikan-dan-batas-batas.html

2. Faktor-faktor pendidikan
Dalam pendidkan terdapat beberapa faktor antara lain: 
1. Faktor tujuan 
Dalam kegiatan pastinya kita akan membahas apa yang akan kita tuju, dalam
pembahasan tersebut pastinya yang akan membawakan dampak positif salah satunya
bagaimana cara mencerdaskan peserta didik. 
2. Faktor pendidik 
Dalam faktor Pendidikan di bagi menjadi dua kategori 
a. Pendidikan menurut kodrat,Pendidikan kodrat ini yang di berikan kepada orang tua
kepada anaknya melalui kasih sayang. 
b. Pendidikan menurut jabatan,guru di beri tanggung jawab oleh orang tua murid untuk
mengajarkan sikap-sikap baik sebagai kelanjutan orang tua di rumah.
c. faktor lingkungan merupakan faktor ke dua untuk peserta didik setelah keluarga, di
mana lingkungan juga berpengaruh untuk pertumbuhan peserta didik.
3. Faktor materi 
Merupakan sebuah faktor berupa materi yang akan di sampaikan oleh pendidik kepada
peserta didik,materi yang akan di sampaikan merupakan materi yang baru atau yang lagi
banyak di bicarakan. 

http://koranbogor.com/berita/hukum/faktor-faktor-pendidikan/

3. Tujuan pendidikan
Salah satu tujuan utama dari pendidikan adalah mengembangkan potensi dan
mencerdaskan individu dengan lebih baik. Dengan tujuan ini, diharapkan mereka yang
memiliki pendidikan dengan baik dapat memiliki kreativitas, pengetahuan, kepribadian,
mandiri dan menjadi pribadi yang lebih bertanggung jawab.
Sesuai yang sudah diatur oleh Undang-Undang Republik Indonesia, seperti:
 UU No. 2 Tahun 1985
Tujuan pendidikan menurut UU No. 2 Tahun 1985 adalah untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia yang seutuhnya, yaitu bertakwa
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, memiliki pengetahuan, sehat jasmani dan rohani,
memiliki budi pekerti luhur, mandiri, kepribadian yang mantap, dan bertanggung jawab
terhadap bangsa.
 UU No. 20 Tahun 2003
Menurut UU No. 20 Tahun 2003 pasal 3 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, tujuan
pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.
 MPRS No. 2 Tahun 1960
Sesuai dengan MPRS No. 2 Tahun 1960, tujuan pendidikan adalah untuk membentuk
manusia yang memiliki jiwa Pancasilais sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan yang
dikehendaki oleh pembukaan UUD 1945 dan isi UUD 1945.

https://www.akseleran.co.id/blog/pendidikan-adalah/

4. Pendidik
Secara harfiah pengertian pendidik adalah orang yang mendidik. Yakni orang yang
memberikan ilmu, pengetahuan baru bagi orang lain secara kontinyu dan
berkesinambungan.
Pendidik adalah orang dewasa yang membimbing anak agar si anak tersebut bisa
menuju ke arah kedewasaan. Pendidik juga bertanggung jawab terhadap pelaksanaan
pendidikan dengan sasarannya adalah anak didik.
Sedangkan mendidik adalah memelihara dan memberi latihan (ajaran, tuntunan,
pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.
Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok
orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Pendidikan juga berarti proses, cara, perbuatan mendidik.
Berdasarkan penjelasan singkat di atas maka pendidik itu tentu bukan hanya guru.
Guru adalah salahsatu pendidik yang diakui maupun yang tidak diakui undang-undang.
Menurut UU No. 20 tahun 2003 tenaga pendidik adalah orang yang berpartisipasi
dalam menyelenggarakan pendidikan. Contoh tenaga pendidik menurut UU tersebut
adalah:
1. Guru
2. Dosen
3. Konselor
4. Pamong belajar
5. Widyaswara
6. Tutor instruktur
7. Fasilitator dan istilah lainnya.

https://pelayananpublik.id/2020/04/08/pengertian-pendidik-tugas-hak-dan-kewajibannya-
menurut-undang-undang/

5. Anak didik
Dilihat dari segi kedudukannya, anak didik adalah makhluk yang sedang berada dalam
proses perkembangan pertumbuhan menurut fitrahnya masing-masing. Mereka
memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju kearah titik optimal
kemampuan fitrahnya.
Dalam bahasa Arab di kenal tiga istilah yang sering digunakan untuk menunjukan
pada anak didik kita. Tiga istilah tersebut adalah murid yang secara harfiyah berarti orang
yang menginginkan atau membutuhkan sesuatu, tilmidz (jamaknya) talamidz yang berarti
murid, dan thalib al-ilm yang menuntut ilmu pelajaran atau mahasiswa. Ketiga istilah
tersebut seluruhnya mengacu kepada seseorang yang tengah menempuh pendidikan.
Perbedaannya hanya terletak pada penggunaannya.
Berdasarkan pengertian diatas, maka anak didik dapat dicirikan sebagai orang yang
tengah memerlukan pengetahuan dan ilmu, bimbingan dan pengarahan. Dalam
pandangan Islam, hakikat ilmu berasal dari Allah, sedangkan proses memperolehnya
dilakukan melalui belajar kepada guru. Karena ilmu itu dari Allah, maka membawa
konsekuensi perlunya seseorang anak didik mendekatkan diri kepada Allah atau
menghiasi diri dengan akhlak mulia yang disukai Allah, dan sedapat mungkin menjauhi
perbuatan yang tidak disukai Allah.

http://www.definisi-pengertian.com/2015/05/definisi-pengertian-anak-didik-islam.html

6. Alat pendidikan
Alat pendidikan adalah perangkat peralatan atau media yang berfungsi sebagai alat
bantu untuk memperlancar penyelenggaraan pendidikan agar lebih efektif dan efisien
dalam mencapai tujuan pembelajaran. Alat-alat atau media pendidikan tersebut bisa
terdiri atas orang-orang, makhluk-makhluk hidup, tumbuh-tumbuhan, benda-benda,
perbuatan dan perkataan serta segala sesuatu yang bisa digunakan oleh pendidik sebagai
alat bantu atau perantara untuk menyajikan bahan pelajaran. 
Alat-alat pendidikan tersebut secara umum ada yang terkelompok sebagai perangkat
lunak (software); dan ada pula perangkat keras (hardware) yang dapat dijadikan
bermanfaat untuk meningkatkan efektivitas komunikasi dan interaksi proses
pembelajaran di dalam dan di luar sekolah.
Terkelompok sebagai perangkat lunak adalah perbuatan pendidik yang dengan sengaja
merencanakan suatu strategi yang mungkinkan dapat dilaksanakan oleh pendidik untuk
meningkatkan efektivitas pembelajaran peserta didik, seperti : nasihat, tauladan, perintah,
larangan, pujian, teguran, ganjaran, dan hukuman.
Sedangkan perangkat keras adalah alat-alat praga atau alat bantu audio visual seperti :
radio, tape-recorder, foto, transparansi, maket, laboratorium, komputer dan lain-lain.
Oleh karena pendidikan Islam, seperti, dikatakan oleh Zakiah Daradjat, lebih
mengutamakan pendidikan keilmuan dan pembentukan akhlak, maka alat untuk mencapai
ilmu adalah alat-alat pendidikan ilmu, sedangkan alat untuk pembentukan akhlak adalah
pergaulan.
Dengan demikian, semua perangkat keras dan perangkat lunak yang dikenal sebagai
alat atau media pendidikan itu pada umumnya dapat digunakan pada proses pembelajaran
dalam pendidikan Islam, asalkan diterapkan secara tepat dan proporsional serta tidak
bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran Islam.

https://www.kompasiana.com/nurkhofifahadawiyah/5f33f305097f36572b004d92/fungsi-
dan-peranan-alat-pendidikan?page=all

7. Pembawaan dan lingkungan


A. Pembawaan
1. Pembawaan atau bakat terkandung dalam sel-benih (kiem-cel), yaitu keseluruhan
kemungkinan-kemungkinan yang ditentukan oleh keturunan, inilah yang dalam arti
terbatas kita namakan pembawaan (aanleg).
2. Struktur Pembawaan
Disamping kita memahami bahwa pembawaan yang bermacam-macam yang ada pada
anak itu tidak dapat kita amati, jadi belum dapat dilihat sebelum pembawaan itu
menyatakan diri dalam perwujudannya (dari potential ability menjadi actual ability), kita
hendaklah selalu ingat bahwa sifat-sifat dalam pembawaan (potensi-potensi) itu seperti :
potensi untuk belajar ilmu pasti, berkata-kata, intelijensi yang baik dan lain-lain
merupakan struktur pembawaan anak-anak.
3. Di muka telah dikatakan bahwa pembawaan ialah seluruh kemungkinan yang
terkandung dalam sel-benih yang akan berkembang mencapai perwujudannya.
Pembawaan (yang dibawa anak sejak lahir) adalah potensi-potensi yang aktif dan pasif,
yang akan terus berkembang hingga mencapai perwujudannya.
4. Pembawaan dan Bakat
Sebenarnya kedua istilah itu – pembawaan dan bakat adalah dua istilah yang sama
maksudnya. Umumnya dalam psikologi kita dapti kedua istilah itu sejajar, sama-sama
dipakai untuk satu pengertian, yaitu pembawaan (aanleg). Untuk menggantikan kata
aanleg kedua istilah tersebut di atas dapat digunakan sama-sama dengan maksud sama
pula.
B. Lingkungan
Lingkungan (environment) ialah meliputi semua kondisi-kondisi dalam dunia ini
yang dalam cara-cara tertentu mempengaruhi tingkah laku kita, pertumbuhan,
perkembangan atau life process kita kecuali gen-gen.
Menurut Sertain lingkungan itu dapat dibagi menjadi 3 bagian sebagai berikut :
1) Lingkungan alam/luar (eksternal or physical environment)
2) Lingkungan dalam (internal environment), dan
3) Lingkungan sosial/masyarakat (social environment)

https://udhiexz.wordpress.com/2008/04/12/pembawaan-keturunan-dan-lingkungan/

8. Gezag (kewibawaan) dalam pendidikan


Konsep kewibawaan di adopsi dari bahasa Belanda yaitu “gezag” yang bersal dari kata
“zeggen” yang berarti berkata. Siapa perkataannya yang mempunyai kekuatan mengikat
terhadap orang lain, berarti mempnyai kewibawaan atau gezat terhadap orang itu.
Dalam pengertian umum yang berkembang dalam situasi dan kondisi dimasyarakat,
kewibawaan sering pula diartikan sebagai sesuatu kelebihan yang dimiliki seseorang.
Dengan kelebihan yang dimilikinya dia dihargai, dihormati, disegani, bahkan ditakuti
orang lain atau kelompok masyarakat tertentu. Kelebihan itu bisa saja dalam berbagai
dimensi yang dipunyai seseorang, mungkin kerena ilmu atau keahlian atau kepintarannya,
kekayaannya, kekuatannya, kecakapanya, sifatnya, prilekunya atau kepribadiannya.
Kewibawaan yang dipunyai orang tua dengan kewibawaan yang dimilki oleh guru
dalam pendidikan tentu saja ada persamaan dan perbedaanya. Orang tua adalah pendidik
yang utama dan pertama dan sudah semestinya. Mereka adalah pendidik alami dan asli
menerima tugas secara kodrati dari Tuhan untuk mendidik anak-anaknya. Karena itu
sudah semestinya mereka mempunyai kewibawaan terhadap ana-anaknya.
Kewibawaan orang tua dapat dilihat dari dua sisi yaitu.
a.  Kewibawaan pendidikan
Dalam hal ini orang tua bertujuan memelihara keselamatan anak-anaknya, agar
mereka dapat hidup terus dan berkembang secara jasmani dan rohaninya menjadi
manusia dewasa. Pembawa pendidikan itu berakhir jika anak itu sudah menjadi
dewasa.
b.  Kewibawaan keluarga
Orang tua merupakan kepala dari suatu keluarga tiap anggota keluarga harus patuh
terhadap peraturan yang berlaku dalam keluarga dengan demikian orang tua sebgai
kepala keluarga dan dalam hubungan kekeluargaanya mempunyai kewibawaan
terhadap anggota keluarganya. Kewibawaan keluarga bertujuan untuk pemeliharaan
dan keselamatan keluarga.
Kewibawaan guru dan tenaga kependidikan lainya sebagai pendidik bukan dari kodrat,
melainkan karena jabatan yang diterimanya. Ia ditunjuk, diangkat dan diberi kekuasaan
sebagai pendidik oleh negara dan masyarakat oleh karena itu kewibawaan yang ada
padanya pun berlainan dengan kewibawaan orang tua.
a.    Kewibawan guru dalam pendidikan
Seperti halnya kewibawaan pendidikan yang ada pada orang tua, guru atau pendidik
karena jabatan berkenaan dengan jabatanya sebagai pendidik, telah diserahi sebagian
dari orang tua untuk mendidik anak-anak. Kewibawaan ppendidikan ini di batasi oleh
banyyaknya anak-anak yang diserahakn kepadanya dan setiap tahun berganti murid.
b.   Kewibawaan pemerintah
Disamping memiliki kewibawaan pendidikan guru atau pendidik karena jabatannya
juga mempunyai kewibawaan pemerintah. Mereka di beri kekuasaan oleh pemerintah
yang mengankatnya. Kekuasaan (kewibawaan) tersebut meliputi pimpinan kelas,
disitulah anak-anak telah diserahkan padanya.
Fungsi Kewibawaan dalam Pendidikan 
Berdasarkan penjelasan diatas, tampak fungsi wibawa pendidikan adalah membawa si
anak kearah pertumbuhannya yang kemudian dengan sendirinya mengakui wibawa orang
lain dan mau menjalaninya.
Kewibawaan pendidikan yang dimaksudkan disini adalah yang menolong dan
memimpin anak kearah kedewasaan atau kemandirian. Oleh karena itu, penggunaan
kewibawaan oleh guru dan tenaga kependidikan perlu didasari oleh faktor-faktor berikut:
a. Dalam menggunakan kewibawaan hendaklah didasarkan atas perkembangan anak
sebagai pribadi.
b. Pendidik hendaklah memberi kesempatan kepada anak untuk bertindak atas inisiatif
sendiri
c. Pendidik hendaknya menjalankan kewibawaan atas dasar cinta kepada anak.
Kewibawaan dalam pendidikan
a. Kewibawaan dan pelaksanaan kewibawaan dalam keluarga, terutama dimaksudkan
untuk melaksanakan berputernya roda masyarakat kecil. Dalam pendidikan pelaksanaan
kewibawaan tujuannya untuk norma-norma itu, dengan wibawa itu pendidik hendak
membawa anak agar mengetahui, memiliki, dan hidup sesuias dengan norma-norma.
b. Pelaksanaan kewibawaan dalam kependidikan harus berdasarkan perwujudan norma
dalam diri si pendidik. Oleh karena itu wibawa dan pelaksanaannya mempunyai tujuan
membawa anak ketingkat kedewasaan.

http://vhasande.blogspot.com/2012/05/kewibawaan-dalam-pendidikan.html

9. Konsep pendidikan seumur hidup


Pendidikan Seumur Hidup adalah sebuah system konsep-konsep pendidikan yang
menerangkan keseluruhan peristiwa-peristiwa kegiatan belajar-mengejar yang
berlangsung berlangsung dalam keseluruhan kehidupan manusia. Konsep pendidikan
seumur hidup sangat erat kaitannya dengan pemahaman dengan waktu berlangsungnya
pedidikan. Dan dapat dibuktikan dalam pengertian, dalam sikap, perilaku dan dalam
penerapan terutama bagi para pendidik di negeri kita ini. Lahirnya konsep pendidikan
seumur hidup adalah bagian dari keprihatinan pada dunia pendidikan yang ada,karena
masih banyak masyarakat yang tidak bisa menikmati pendidikan dunia formal. Diluar
sana masih banyak anak-anak jalanan yang ingin meikmati pendidikan formal.
Pokok pendidikan seumur hidup adalah seluruh individu harus memiliki kesempatan
sistematik, terorganisir untuk "instruction" studi dan "learning" disetiap kesempatan
sepanjang hidup mereka. Semua itu dengan tujuan menyembuhkan kemunduran
pendidikan sebelumnya, untuk memperoleh ketrampilan baru untuk meningkatkan
pengertian tentang dunia yang mereka tempati, untuk meningkatkan kepribadian mereka,
atau untuk beberapa tujuan lanjutan lainnya. Dalam rangka ini pedidikan dipandang
sebagai pelayanan untuk membantu pengembangan personal sepanjang hidup, dalam
istilah yang lebih luas "development". Pendidikan seumur hidup berekaan dengan prinsip
pengorganiasian yang akhirnya memungkinkan pendidikan untuk melakukannya
fungsinya. Fungsinya adalah "proses perubahan yang menuntun perkembangan individu".
 Dalam pendidikan seumur hidup dikenal 4 macam konsep kunci, yaitu :
1.  Konsep Pendidikan Seumur Hidup Itu Sendiri
Sebagaimana suatu konsep, maka pendidikan seumur hidup diartikan sebagai tujuan
atau ide formal untuk pengorganisasian dan penstrukturan pengalaman-pengalaman.
Hal ini berarti pendidikan meliputi berbagai usia-usia mulai dari anak usia dini sampai
lansia.
2. Konsep Belajar Seumur Hidup
Konsep belajar seumur hidup adalah respon terhadap keinginan yang didasar untuk
belajar dan angan-angan meyediakan kondisi-kondisi yang membantu belajar.
Istilah belajar merupakan kegiatan yang dikelola dari proses belajar dan berkewajiban
mengajar agar ia mendapat ilmu baru dari mangajarkan ilmunya kepada orang lain.
3.  Konsep Pelajar Seumur Hidup
Belajar seumur hidup diartikan bahwa seseorang enyadari bahwa dirinya adalah pelaja
seumur hidup, melihat dari sisi belajar adalah cara untuk mememcahkan atau
mengatasi suatu problema. Pendidikan seumur hidup kaitannya pada penyediaan
sistem formal yang bertujuan untuk membantu perkembangan orang-orang, secara
sadar dan sistematik merespon untuk
beradaptasi dengan lingkungan mereka seumur hidup. Mereka yang sadar akan
menjadi pelajar seumur hidup adalah orang-orang yang mau menerima tantangan dan
terdorong tinggi untuk belajar sesuatu hal yang baru.
4.  Kurikulum yang membantu pendidikan seumur hidup
Kurikulumdisini benar-benar dirancang untuk menghasilkan pendidikan seumur hidup.
Cara mengajarnya juga berdasarkan prinsip konsep pendidikan seumur hidup. Menjadi
pelajar seumur hidup dan belajar seumur hidup adalah hasil dari yang diharapkan, dan
kurikulum adalah jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan. Dasar pendidikan seumur
hidup merupakan proses pendidikan yang berlangsung selama manusia itu masih
hidup dan berkembang.

https://www.kompasiana.com/friskafa9780/5de53cced541df6326594002/pendidikan-
seumur-hidup

10. Jalur dan Lembaga-lembaga pendidikan


Jalur Pendidikan
Pengertian jalur pendidikan menurut Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah wahana yang dilalui oleh peserta
didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai
dengan tujuan pendidikan. Jalur pendidikan terdiri dari:
1. Pendidikan formal; adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang
terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.
2. Pendidikan non formal; adalah jalur pendidikan di luar jalur pendidikan formal yang
dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
3. Pendidikan informal; adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.
Jenjang Pendidikan
Jenjang pendidikan menurut Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan
berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan
kemampuan yang di kembangkan. Jenjang pendidikan formal yang terdiri atas:
1. Pendidikan dasar; yang merupakan jenjang pendidikan yang menjadi dasar untuk
melanjutkan ke pendidikan tingkat menengah dapat berbentuk: Sekolah Dasar (SD),
Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat, Sekolah Menengah Pertama
(SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.
2. Pendidikan menengah; merupakan kelanjutan dari pendidikan dasar yang terdiri dari
pendidikan menengah umum dan pedidikan menengah kejuruan. Pendidikan
menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA),
Sekolah Menegah Kejuruan (SMK), Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), dan bentuk
lainnya yang sederajat.
3. Pendidikan tinggi; merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang
mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang
diselenggarakan oleh perguruan tinggi.
https://rendratopan.com/2019/04/10/jalur-jenjang-dan-jenis-pendidikan-di-indonesia/

Pengertian lembaga pendidikan


Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran. Agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan
negara. Pendidikan dari kata didik. Menurut KBBI, mendidik artinya memelihara dan
memberi latihan. Dalam memberi latihan perlu ada ajaran, tuntutan dan bimbingan
tentang akhlak dan kecerdasan pikiran. Dalam bahasa Inggris pendidikan adalah
education dari bahasa Latin educare yang berarti untuk melatih atau membentuk.
Pendidikan adalah proses membimbing manusia dari kegelapan menuju kecerdasan
pengetahuan atau dari tidak tahu menjadi tahu.
Lembaga pendidikan adalah lembaga atau tempat berlangsungnya proses pendidikan
dengan tujuan mengubah tingkah laku individu ke arah yang lebih baik melalui interaksi
dengan lingkungan sekitar. Lembaga pendidikan adalah lembaga yang menawarkan
pendidikan formal dari jenjang prasekolah sampai perguruan tinggi, bersifat umum atau
khusus. Lembaga pendidikan juga merupakan institusi sosial yang menjadi agen
sosialisasi lanjutan setelah lembaga keluarga. Dalam lembaga pendidikan, seorang anak
akan dikenalkan tentang kehidupan bermasyarakat lebih luas.
Jenis lembaga pendidikan ada tiga yaitu lembaga pendidikan formal (sekolah),
lembaga pendidikan nonformal (misal kursus keterampilan, kursus bahasa, dan kursus
komputer), serta pendidikan informal (pendidikan yang terjadi di keluarga).
Pendidikan memberikan arah terhadap pertumbuhan dan perkembangan manusia dan
lingkungannya. Pertumbuhan dan perkembangan akan berubah seiring waktu. Sehingga
harus terorganisasi dan diarahkan menuju tujuan akhir pendidikan yang telah ditetapkan.
Lembaga-lembaga pendidikan sebagai penyalur pendidikan terus berkembang sesuai
kebutuhan dari tuntutan perubahan di masyarakat.
Fungsi lembaga pendidikan ada dua, yaitu fungsi manifes dan fungsi laten.
Fungsi manifes lembaga pendidikan Fungsi manifes adalah fungsi yang tercantum
dalam kurikulum sekolah.
Menurut Horton dan Hunt, fungsi manifes lembaga pendidikan adalah:
Mempersiapkan anggota masyarakat untuk mencari nafkah, dengan bekal keterampilan
yang diperoleh dari lembaga pendidikan seperti sekolah maka seseorang siap untuk
bekerja; Mengembangkan bakat perseorangan demi kepuasan pribadi dan bagi
kepentingan masyarakat; Melestarikan kebudayaan masyarakat, lembaga pendidikan
mengajarkan beragam kebudayaan dalam masyarakat; Menanamkan keterampilan yang
perlu bagi partisipasi dalam demokrasi.
Fungsi laten lembaga pendidikan Fungsi laten lembaga pendidikan adalah:
Mengurangi pengendalian orang tua; Keikutsertaan anak dalam lembaga pendidikan
seperti sekolah akan mengurangi pengendalian orang tua. Karena yang berperan saat
pengajaran dan pendidikan di sekolah adalah guru.
Mempertahankan sistem kelas sosial; Lembaga sekolah diharap mensosialisasikan kepada
para anak didik untuk menerima perbedaan status di masyarakat. Sekolah diharapkan
menghilangkan perbedaan kelas sosial berdasarkan status sosial peserta didik di
masyarakat.
Memperpanjang masa remaja; Sekolah memungkinkan diperpanjang masa remaja dan
penundaan masa dewasa.

https://www.kompas.com/skola/read/2020/06/30/200000169/lembaga-pendidikan-
pengertian-peran-dan-fungsi?page=all#:~:text=Lembaga%20pendidikan%20adalah
%20lembaga%20atau%20tempat%20berlangsungnya%20proses%20pendidikan
%20dengan,melalui%20interaksi%20dengan%20lingkungan%20sekitar.

F. Bidang Keilmuan : Kependidikan


Ruang Lingkup Materi : PsikologiPendidikan
Sumber :
https://www.kompasiana.com/ansarzainuddin0414/5e002628d541df215f333922/pentingnya-
psikologi-pendidikan-bagi-guru
Materi :
1. Manfaat Psikologi Pendidikan bagi guru
a. Untuk Memahami Keadaan Siwanya
Seperti diketahui bersama bahwa seorang guru berinteraksi dengan siswanya setiap
hari dengan latar belakang yang berbeda. Latar belakang siswa tersebut
merupakan faktor yang membentuk kepribadian mereka masing-masing. Dengan
memahami psikologi pendidikan, seorang guru akan memahami keadaan dan kebutuhan
siswanya masing-masing. Dengan demikian, guru dapat menentukan pendekatan
psikologi yang sesuai dengan setiap siswanya.
b. Untuk Menciptakan Kondisi Belajar yang Kondusif
Salah satu alasan pentingnya psikologi pendidikan bagi seorang guru adalah
terciptanya kondisi belajar yang menyenangkan selama proses pembelajran berlangsung
baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Psikologi pendidikan akan memberikan
gambaran terkait karakter masing-masing siswa sehingga guru dalam melakukan proses
pembelajaran akan mampu menjalin hubungan emosional yang erat baik antara guru
dengan siswa maupun antara siswa dengan siswa. Dengan kondidi emosional yang
terjalin erat dan harmonis tersebut akan menciptakan kondisi belajar yang
menyenangkan.
c. Untuk Menentukan Strategi Pembelajaran
Menentukan stategi pembelajaran salah satu faktornya adalah kondisi peserta didik.
Psikolgi pendidikan sebagai ilmu tentantang kejiwaan manusia akan membantu guru
dalam menentukan strategi pembelajaran yang sesuai dengan karakter dan kondisi
siswanya pada saat itu. Hal tersebut penting karena strategi pembelajaran yang
diterapakan dalam pembelajaran berpengaruh terhadap kemampuan siswa dalam meyerap
materi pembelajaran yang diajarkan.
d. Memudahkan Membimbing Siswa
Selain sebagai seorang pendidik dan pengajar, seorang guru juga adalah model dan
pembimbing bagi siswanya. Seorang guru harus mampu memberikan pandangan yang
akan memotivasi siswanya menyelesaikan perseolan yang dihadapi. Psikologi pendidikan
sangat berperan penting untuk memainkan ritme gerakan mental siswa agar arahan dan
bimbingan guru bisa ia terima.
e. Untuk Menentukan Pendekatan yang Cocok Dengan Siswa
Sebagai seorang guru, ia harus bisa mengukur dan menganalisa tingkat
perkembangan siswany baik secara kognitif maupun secara afektif atau sikap. Psikologi
pendidikan akan memberikan gambaran kepada guru terkait perkembangan siswa
tersebut. Dengan memahami perkembangan siswa, guru akan mudah menentukan
treatmen atau pendekan yang cocok dengan masing-masing siswa.
Demikian penjelasan tentang pentingnya psikologi pendidikan bagi guru. Dengan
memahami psikologi pendidikan, seorang guru dapat dikatakan profesional dalam
profesinya sebagai seorang pendidik. Pentingnya profesionalisme guru dalam
pendidikan adalah kunci utama keberhasilan pendidikan indonesia.

2. Pertumbuhan dan perkembangan individu anak


Pertumbuhan Pertumbuhan artinya bertambahnya ukuran berat badan dan tinggi
badan. Pertumbuhan manusia terjadi sejak dalam masa kandungan hingga dewasa.
Pertumbuhan manusia akan berhenti saat dewasa. Pertumbuhan manusia dipengaruhi oleh
faktor makanan, kebiasaan berolahraga serta gen dari orangtua. Makanan yang baik untuk
pertumbuhan adalah makanan yang bersih, sehar, dan bergizi. Macam-macam makanan
sehat: Makanan pokok, biasnaya mengandung karbohidrat seperti nasi, kentang, jagung,
dan lainnya. Lauk pauk, biasnaya banyak mengandung protein yangterbagi menjadi dua.
Protein hewani seperti ikan daging telur. Protein nabati berasal dari tumbuhan. Sayur,
biasnaya banyak mengandung vitamin contohnya bayam, wortel, dan lainnya. Buah,
biasanya banyak mengandung vitamin, seperti apel, anggur, jeruk, pisang, dan lainnya.
Susu, bahan pangan yang paling lengkap gizinya. Dalam susu terkandung mineral,
protein, lemak, dan lain-lain. Makanan yang bergizi juga harus mengandung lemak
contohnya ikan, daging, keju, dan lainnya. Perkembangan Perkembangan adalah
perubahan kecakapan, kematangan fisik, emosi dan pikiran menuju dewasa. Pertumbuhan
manusia akan berhenti saat dewasa, namun perkembangan emosi dan pikiran manusia
akan terus berkembang. Contoh perkembangan manusia, yaitu: Pada saat masih bayi,
bayi hanya bisa di gendong oleh orangtua. Tetapi seiring perkembangan fisik, bayi
tersebut akan mampu merangkak, berjalan, dan lainnya. Saat masih bayi, kita tidak
mampu memegang botol susu sendiri. Tetapi saat sudah dewasa, kita mampu makan
sendiri tanpa bantuan orang lain. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan tangan kita
sudah berkembang seiring bertambahnya usia. Pertumbuhan dan perkembangan setiap
manusia berbeda-beda tergantung makanan, kebiasaan olahraga dan faktor genetik atau
keturunan dari orang tua.

3. Interaksi edukatif (https://fatkhan.web.id/pengertian-interaksi-edukatif/)


Pengertian Interaksi Edukatif – Interaksi akan selalu berkaitan dengan istilah
komunikasi atau hubungan, kalau dihubungkan dengan istilah interaksi edukatif
sebenarnya komunikasi timbal-balik antara pihak yang satu dengan pihak yang lain,
sudah mengandung maksud-maksud tertentu, yakni untuk mencapai pengertian bersama
yang kemudian untuk mencapai tujuan (dalam kegiatan belajar berarti untuk mencapai
tujuan belajar. Menurut Edi Suardi (dalam Sadirman A.M 2010:15-17), merinci ciri-ciri
interaksi belajar-mengajar sebagai berikut:

1. Interaksi belajar mengajar memiliki tujuan, yakni untuk membantu anak dalam suatu
perkembangan tertentu. Inilah yang dimaksud interaksi belajar-mengajar itu sadar
tujuan , dengan menempatkan siswa sebagai pusat perhatian. Siswa mempunyai tujuan,
unsur lainnya sebagai pengantar dan pendukung.
2. Ada suatu prosedur ( jalannya interaksi) yang direncana, didesain untuk mencapai tujuan
yang telah ditatapkan. Agar dapat mencapai tujuan secara optimal, maka dalam
melakukan interaksi perlu adanya prosedur, atau langkah-langkahsistematis dan relevan.
Untuk mencapai suatu tujuan pembelejaran yang satu dengan yang lain, mungkin akan
dibutuhkan prosedur dan desain yang berbeda pula. Sebagai contoh misalnya tujuan
pembelajaran: agar siswa dapat menunjukan letak kota new york, tentu kegiatannya tidak
cocok kalau disuruh membaca dalam hati, dan begitu seterusnya.
3. Interaksi belajar mengajar ditandai dengan satu penggapan materi yang khusus. Dalam
hal ini materi harus didesain sedemikian rupa sehingga cocok untuk mencapai tujuan.
Sudah barang tentu  dalam hal ini perlu diperhatikan komponen-komponen yang lain,
apalagi komponen anak didik yang merupakan sentral. Meteri harus sudah didesain dan
disiapkan sebelum berlangsungnya interaksi belajar-mengajar.
4. Ditandai dengan adanya aktivitas  siswa. Sebagai konsekuensi, bahwa siswa merupakan
sentral maka aktivitas siswa merupakan syarat mutlak bagi berlangsungnya interaksi
belajar-mengajar. Aktivitas siswa dalam hal ini, baik secara fisik maupun secara mental
aktif. Inilah yang sesuai dengan konsep CBSA. Jadi tidak ada gunanya guru melakukan
kegiatan interaksi belajar-mengajar, kalau siswa hanya pasif saja. Sebab para siswalah
yang belajar, maka merekalah yang harus melakukan.
5. Dalam interaksi belajar-mengajar, guru berperan sebagai pembimbing. Dalam
peranannya sebagai pembimbing ini, guru harus berusaha menghidupkan dan
memberikan motivasi agar terjadi proses interaksi yang kondusif. Guru harus siap 
sebagai mediator dalam segala situasi proses belajar-mengajar, sehingga guru akan
merupakan tokoh yang akan dilihat dan ditiru tingkah lakunya oleh anak didik. Guru
(“akan lebih baik bersama siswa”) sebagai designer akan memimpin  terjadinya interaksi
belajar-mengajar.
6. Di dalam interaksi belajar-mengajar dibutuhkan disiplin. Disiplin dalam interaksi belajar-
mengajar ini diartikan sebagai suatu pola tingkah laku yang diaturbsedemikian rupa
menurut ketentuan yang sudah ditandai oleh semua pihak dengan secara sadar, baik pihak
guru maupun puhak siswa. Mekanisme konkret dari ketaatan pada ketentuan atau tata
tertib itu akan terlihat dari pelaksanaan prosedur. Jadi langkah-langkah yang dilaksankan
sesuai dengan prosedur yang sudah digariskan. Penyimpangan dari prosedur, berarti suatu
indikator pelanggaran disiplin.
7. Ada batas waktu. Untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu dalam sistem berkelas
( kelompok siswa), batas waktu menjadi salah satu ciri yang tidak bisa ditinggalkan.
Setiap tujuan akan diberi waktu tertentu, kapan tujuan itu harus sudah tercapai.

4. Kematangan dalam belajar (https://iliskhoeriyah.wordpress.com/artikel-umum/ciri-ciri-


kematangan-dalam-belajar-mengajar/)
A. Pengertian kematangan dalam belajar
Kematangan (maturity) adalah suatu keadaan atau kondisi bentuk struktur dan fungsi
yang lengkap atau dewasa pada suatu organisasi, baik terhadap satu sifat. Kematangan
membentuk sifat dan kekuatan dalam diri untuk bereaksi dengan cara tertentu yang
disebut “Readiness” yang berupa tingkah laku, baik tingkah laku yang instingtif maupun
tingkah laku yang dipelajari (1;182).
Tingkah laku instingtif adalah suatu pola tingkah laku yang diwariskan melalui
proses hereditas. Sedangkan maksud dari tingkah laku yang dipelajari yaitu orang tak
akan berbuat secara intelijen apabila kapasitas intelektualnya belum memungkinkan.
Untuk itu kematangan dalam struktur otak atau system syaraf sangat diperlukan.

5. Pengertian belajar dan ciri-ciri pokoknya


Sedangkan pengertian belajar secara individu adalah suatu kegiatan yang dilakukan
kerena memenuhi salah satu dari ketiga insting yang dimiliki oleh setiap makhluk hidup,
yakni insting mempertahankan diri, mengembangkan diri dan mempertahankan diri.
Kerena insting yang kedua yakni mengembangkan diri itulah maka manusia belajar.
Secara umum definisi daripada beljar itu sendiri adalah suatu proses yang terjadi karena
adanya usaha untuk mengadakan perubahan terhadap diri manusia yang melakukan atau
dengan maksud memperoleh perubahan dalam dirinya, baik berupa pengetahuan,
ketrampilan atau sikap ( 2 ; 19 ).
Sedangkan pengertian belajar menurut Winkel adalah adanya perubahan dalam tingkah
laku (3 ; 35 )
Belajar merupakan mental yang tidak dapat disaksikan dari luar, apa yang sedang
terjadi dalam diri seseorang yang sedang belajar, tidak dapat diketahui secara langsung
hanya dengan mengamati orang lain. Bahkan hasil belajar orang itu tidak langsung
kelihatan, tanpa orang itu melakukan sesuatu yang menampakkan kemampuan yang telah
diperoleh melalui belajar. Maka, berdasarkan perilaku yang disaksikan dapat ditarik
kesimpulan seseorang telah belajar adalah jika suatu aktifitasmental atau psikis yang
berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-
perubahan dalam pengetahuan pemahaman, keterampilan dan nilai sikap.
Ciri-ciri dalam belajar
1. Belajar harus memiliki tujuan
Kegiatan daripada belajar mengajar yakni untuk membentuk anak didik dalam suatu
perkembangan tertentu dengan menempatkan anak didik sebagai pusat perhatian. Adanya
suatu prosedur (jalannya interaksi) yang direncanakan, didesain untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan.
2. Kegiatan belajar mengajar ditandai dengan suatu penggarapan materi yang khusus.
Yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah materi harus di desain sedemikian rupa,
cocok untuk mencapai tujuan dan juga harus memperhatikan komponen-komponen
lainnya.
3. Ditandai aktifitas anak
Aktifitas anak didik, baik secara fisik ataupun secara mental harus aktif dalam kelas.
4. Dalam kegiatan belajar mengajar guru berperan sebagai pembimbing.
Guru harus berusaha menghidupkan dan memberikan motivasi kepada anak didik agar
terjadi proses interaksi yang kondusif dalam proses belajar mengajar di kelas, sekaligus
guru harus siap menjadi mediator dalam situasi kegiatan belajar mengajar sehingga
segala sesuatu yang dilakukan oleh seorang guru akan menjadi panutan bagi muridnya.
5. Kegiatan belajar mengajar membutuhkan kedisiplinan
Disiplin dalam hal ini adalah suatu pola tingkah laku yang diatur sedemikian rupa
menurut ketentuan yang sudah ditaaati oleh guru dan murid.
6. Ada batas waktu
Hal ini merupakan salah satu ciri yang tidak bias ditinggalkan, karena setiap bahan
pelajaran harus diberi waktu tertentu kapan bahan tersebut harus selesai.
7. Evaluasi
Evaluasi sangat penting setelah guru melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Evaluasi
harus dilakukan oleh seorang guru agar dapat mengetahui berhasil tidaknya suatu
pengajaran yang telah ia berikan pada muridnya.
C. Cara-cara belajar yang baik
Menurut Dr. Rudolf pintner ada beberapa cara belajar yang baik, diantaranya yaitu :
1. Metode keseluruhan kepada bbagian (whole to part method)
Di dalam mempelajari sesuatu, kita harus memulai dahulu dari keseluruhan, kemudian
baru mendetail kepada bagian-bagiannya. Metode ini berasaldari pendapat psikologi
Gestalt.
2. Metode keseluruhan lawan bagian (whole versus part method)
Untuk bahan-bahan pelajaran yang skopnya tidak terlalu luas tepat dipergunakan metode
keseluruhan. Seperti membaca buku cerita pendek. Namun untuk bahan-bahan yang
bersifat non verbal misalnya mengetik lebih tepat digunakan metode bagian.
3. metode campuran antara keseluruhan dan bagian (mediating method)
metode ini hanya digunakan untuk bahan-bahan pelajaran yang skopnya sangat luas atau
yang sukar-sukar. Misalnya tata buku dsb.
4. Metode resitasi (recitation method)
Yakni mengulangi atau mengucapkan kembali sesuatu yang telah dipelajari. Metode ini
dapat dilakukan pada semua mata pelajaran.
5. Jangaka waktu belajar (length of practice period)
Dari hasil-hasil eksperimen ternyata bahwa jangka waktu (priode) belajar yang produktif
seperti metode menghafal adalah antara 0 – 30 menit.
6. Pembagian waktu belajar (distribution of practice period)
belajar yang terus menerusdalam jangka waktu yang lama tanpa istirahat tidak efisien dan
efektif. Menurut hokum Jost tentang belajar yakni 30 menit sehari selama 6 hari lebih
baik daripada sekali belajar selama 6 jam.
7. Membatasi kelupaan
Agar tidak terjadi hal demikian, maka dalam belajar perlu adanya ulangan atau review
pada waktu-waktu tertentu atau setelah akhir suatu tahap pelajaran yang diselesaikan
guna untuk mengingatkan kembali bahan yang pernah dipelajari.
8. Menghafal (cramming)
Untuk dapat menguasai serta mereproduksi kembali dengan cepat bahan-bahan pelajaran
yang luas atau banyak dalam waktu yang relatif singkat.
9. Kecepatan belajar dalam hubungannya dengan ingatan
Di sini terdapat adanya korelasi antara kecepatan memperoleh suatu pengetahuan dengan
daya ingatan terhadap pengetahuan itu. Mengingat adalah suatu aktifitas kognitif dimana
orang menyadari bahwa pengetahuannya berasal dari masa lampau / ata berdasarkan
kesan-kesan yang diperoleh dimasa lampau. Terdapat dua bentuk mengingat yaitu
mengenal kembali (rekognisi) dan mrngingat kembali (reproduksi).
10. Retroactive inhibition
Pada waktu terjadi proses berfikir, maka akan terjadi adanya penokan atau penahanan
dari suatu unit pengetahuan tertentu terhadap unit yang lain sehingga terjadi kesalahan
dalm berfikir. Untuk menghindari agar tidak terjadi hal semacam itu, hendaknya dalam
belajar mengajar tidak terjadi pencampur adukan beberapa mata pelajaran dalam waktu
sekaligus, maka diperlukan adanya jadwal (time schedule) dalam belajar yang harus
ditaati bersama.
6. Teori-teori belajar
a. Teori Kognitif
Teori kognitif mulai berkembang pada abad 20-an. Secara sederhana teori ini
menggambarkan bahwa belajar adalah aktivitas internal yang terdiri dari beberapa
proses, seperti pemahaman, mengingat, mengolah informasi, problem solving,
analisis, prediksi, dan perasaan. 
Ada juga yang menggambarkan bahwa teori belajar kognitif itu ibarat komputer.
Proses awalnya dimulai dengan input data, kemudian mengolahnya hingga
mendapatkan hasil akhir. Beberapa tokoh yang berperan mengembangkan teori ini
adalah Jean Piaget, Bruner, dan Ausubel. 
Dalam proses belajar mengajar di sekolah, contoh penerapan teori kognitif adalah
guru menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh peserta didik serta memberi
ruang bagi mereka untuk saling bicara serta diskusi dengan teman-temannya.
b. Teori Behavioristik
Teori yang dianut sejumlah ilmuwan, seperti Gage dan Berliner ini menyatakan
bahwa sebuah pengalaman mampu mengubah tingkah laku (kebiasaan atau proses
berpikir) seseorang sebagai hasil proses belajar dari pengalaman itu sendiri. 
Untuk mengaplikasikan teori ini, seorang guru perlu melakukan beberapa proses,
seperti memberikan dorongan supaya muridnya dapat merasakan rasa ingin tahu,
melakukan stimulus guna memperoleh respons siswa, dan melakukan penguatan
(reinforcement)—pengulangan stimulus dalam bentuk berbeda. 
Teori behavioristik dinilai terlalu fokus pada pendidik. Jadi, tantangannya adalah
guru harus lebih kreatif dalam menyampaikan suatu materi agar siswa tidak bosan. 
c. Teori Humanis
Teori belajar selanjutnya adalah humanistik yang berkembang dari teori
behavioristik. Tokoh dari teori humanis adalah Carl Rogers dan Abraham Maslow.
Dilihat dari definisinya, teori humanis adalah metode pembelajaran yang fokus pada
peserta didik guna mengembangkan potensinya. 
Ada beberapa faktor yang mendukung teori humanis, yaitu peran kognitif—
pemahaman seseorang tentang ilmu pengetahuan, dan peran afektif—faktor mental
yang membentuk individu. 
Dengan mengaplikasikan teori humanis, siswa akan merasa senang selama proses
belajar dan bisa menguasai materi dengan gampang. 
d. Teori Konstruktif
Teori konstruktif sejatinya sudah ada dari dulu, namun masih digunakan sampai
sekarang  karena bersifat efektif dan mampu beradaptasi dengan baik terhadap
perubahan zaman. Lewat teori konstruktif, peserta didik diajak untuk mendalami
pengetahuan secara bebas atau juga bisa memaknainya sesuai pengalaman. 
Dalam praktiknya, siswa akan diberi ruang untuk membuat ide atau gagasan
menggunakan bahasanya sendiri. Dampaknya, lewat penjelasan yang familier, orang
lain diharapkan mampu menerima ide yang disampaikan dan merangsang
imajinasinya. 
e. Teori Gestalt
Teori Gestalt merupakan percabangan dari teori kognitif. Teori ini muncul dari
buah pikiran seorang psikolog Jerman, yaitu Max Wertheimer. Dalam teori gestalt,
proses belajar seseorang dimulai dari mendapatkan informasi, kemudian melihat
strukturnya secara menyeluruh. 
Setelah itu, proses dilanjutkan dengan menyusun kembali informasi yang didapat
dalam struktur yang lebih sederhana hingga individu tersebut mampu memahami
informasi yang coba disampaikan.  
Menariknya, konsep ini tak hanya diaplikasikan dalam proses belajar mengajar
antar guru dan murid, tapi juga biasa dimanfaatkan dalam proses desain. 

https://www.akseleran.co.id/blog/teori-belajar/#:~:text=Teori%20belajar%20sendiri
%20didefinisikan%20sebagai,menimbulkan%20perubahan%20atas%20keadaan
%20sebelumnya.

7. Faktor yang mempengaruhi belajar


1.Faktor Internal
a.Aspek Fisiologis
Antaranya adalah jasmaniah(kesehatan). Sehat adalah kondisi dimana seseorang terhindar
atau bebas dari segala macam penyakit. Kesehatan akan sangat mempengaruhi proses
belajar seseorang, bila dalam kondisi sehaht tentunya orang tersebut akan mampu dan
sanggup dalam mengikuti proses belajar dengan baik.
b.Aspek Psikologis
1)Hereditas
Hereditas merupakan faktor pertama yang dibawa anak sejak lahir sebagai warisan dari
orang tua melalui gen dan kromosom, factor ini mempengaruhi belajar karena genetika
sangat mempengaruhi segala aspek yang ada pada anak serta factor genetika menurunkan
sifat-sifat biologis(pembawaan dari orang tua,dari dirinya sendiri, dan kondisi fisik dan
mental individu).
2)Kecerdasan
Inteligensi menurut William Strem adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri dalam
mencapai tujuan dengan menggunakan alat-alat yang sesuai.
3)Minat dan bakat
Minat belajar siswa adalah rasa antusias siswa yang tinggi atau keinginan yang besar
terhadap suatu pengetahuan. Sedangkan bakat siswa adalah kemampuan potensial siswa
untuk mencapai keberhasilan di masa depan.
4)Motivasi
Upaya secara keseluruhan psikis, psikologis, dan sosiologis untuk menjamin
kelangsungan belajar serta memberikan pedoman pelaksanaan untuk mencapai tujuan
belajar.
2.Faktor eksternal
a.Keluarga
Keluarga mempunyai peranan dan pengaruh yang sangat penting dalam membentuk
belajar dari seorang anak,karena keluarga merupakan tempat pertama dimana seorang
anak mulai belajar. Beberapa pengaruh keluarga yang dapat mempengaruhi belajar
diantaranya adalah,cara orang tua mendidik,relasi antar anggota keluarga,suasana
ruamah,keadaan ekonomi keluarga,pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan
atau kebiasaan dari keluarga.
b.Sekolah
Sekolah merupakan lembaga formal yang berfungsi untuk membantu peserta didik
mendapatkan pendidikan sesuai dengan perkembangannya. Beberapa hal yang
mempengaruhi belajar,diantaranya yatu: metode mengajar,kurikulum,hubungan guru
dengan siswa,disiplin kuliah,alat pengajaran,waktu sekolah,keadaan
bangnan/gedung,metode belajar, dan tugas rumah.
https://www.kompasiana.com/nurelsaayuaprilia/5e82d9e4f1110c441c0419a2/faktor-
faktor-yang-mempengaruhi-belajar?page=all

8. Motivasi belajar
Pengertian Motivasi Belajar Siswa
Kata motivasi diambil dari bahasa latin, movere yang artinya dorongan dari diri sendiri untuk
mencapai sesuatu yang dikehendaki. Motivasi belajar artinya dorongan dari diri siswa untuk
mencapai tujuan belajar, misalnya pemahaman materi atau pengembangan belajar. 
Dengan adanya motivasi, siswa akan senantiasa semangat untuk terus belajar tanpa ada
paksaan dari pihak manapun. Cara menumbuhkannya tentu bukan perkara mudah karena
setiap siswa memiliki karakter dan keinginan berbeda-beda. 
Hal ini tentu tidak sepenuhnya menjadi tanggung jawab guru, namun Bapak/Ibu tetap
memegang peranan penting di dalamnya.
Jenis-Jenis Motivasi Belajar
Motivasi belajar siswa bisa dibagi menjadi dua jenis, yaitu sebagai berikut.
1. Motivasi Belajar Intrinsik
Motivasi intrinsik adalah motivasi yang berasal dari diri siswa sendiri untuk belajar. Motivasi ini
bisa dipengaruhi oleh keinginan siswa untuk mencapai suatu tujuan tertentu, misalnya
berprestasi, masuk sekolah favorit, masuk perguruan tinggi favorit, membanggakan orang tua,
dan sebagainya.
2. Motivasi Belajar Ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang berasal dari luar, misalnya lingkungan. Contoh
motivasi ekstrinsik adalah iming-iming hadiah dari orang tua jika berprestasi, mengikuti saran
atau nasihat dari guru, dan sebagainya.
Cara Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa
Untuk meningkatkan motivasi belajar siswa tentu bukan pekerjaan mudah. Namun, Bapak/Ibu
tetap harus mencoba dengan semangat dan selalu optimis. Adapun cara meningkatkannya adalah
sebagai berikut.
1. Menggunakan metode pembelajaran yang tepat dan beragam
Cara meningkatkan motivasi belajar siswa bisa dengan meragamkan metode pembelajaran. Hal
ini bertujuan untuk menghilangkan kebosanan siswa saat berlangsungnya kegiatan belajar
mengajar. 
Jika siswa sudah mulai bosan dengan materi yang disampaikan, Bapak/Ibu bisa mengubah
metode yang lain, misalnya diskusi kelompok, sesi tanya jawab, demonstrasi, dan sebagainya.
2. Menjadikan siswa sebagai peserta didik yang aktif
Cara selanjutnya adalah dengan membuat siswa menjadi aktif di kelas. Keaktifan siswa bisa
mendorong dirinya untuk terus belajar dan semangat dalam memecahkan suatu permasalahan.  
Salah satu contohnya adalah dengan memberikan sejumlah pertanyaan berorientasi HOTS. Bagi
siswa yang berani menjawab, baik benar atau salah, akan mendapatkan reward yang
menguntungkan.
3. Memanfaatkan media seoptimal mungkin
Bapak/Ibu bisa memanfaatkan media sebagai salah satu cara meningkatkan motivasi belajar
siswa. Melalui media, siswa bisa mendapatkan hal baru yang belum pernah mereka dapatkan
sebelumnya. 
Adapun contohnya adalah dengan menampilkan visualisasi pembelajaran yang sedang
berlangsung. Melalui visualisasi, siswa bisa lebih mudah memahami suatu materi. Jika mereka
paham, pasti mereka akan semangat dan termotivasi untuk terus belajar.
4. Menciptakan kompetisi
Kompetisi atau persaingan yang terjadi selama pembelajaran, ternyata bisa menumbuhkan
motivasi tersendiri bagi siswa. Melalui kompetisi, mereka akan saling membuktikan bahwa
merekalah yang terbaik. Agar menjadi yang terbaik, siswa dituntut untuk terus belajar. Kondisi
inilah yang nantinya bisa meningkatkan motivasi belajar siswa. 
Contoh motivasi belajar siswa melalui kompetisi adalah dengan membuat cerdas cermat di dalam
kelas. Bagi kelompok yang menang, tentu akan mendapatkan hadiah dan tambahan nilai.
Sementara itu, kelompok yang kalah hanya akan mendapatkan tambahan nilai saja.
5. Mengadakan evaluasi secara berkala
Evaluasi merupakan salah satu cara guru untuk mengukur kompetensi siswanya. Melalui
evaluasi, Bapak/Ibu bisa mengukur keefektifan pembelajaran yang telah dilakukan. 
Jika hasil evaluasi selalu menunjukkah hasil yang baik, maka bisa disimpulkan bahwa sebagian
besar siswa memiliki motivasi belajar yang cukup besar. Contohnya adalah dengan membuat
penilaian terkait aktivitas siswa, misalnya tugas dan kuis.
6. Sampaikan motivasi secara langsung
Salah satu cara meningkatkan motivasi siswa adalah dengan memberinya motivasi. Pada poin-
poin sebelumnya, motivasi yang Bapak/Ibu berikan adalah motivasi tidak langsung. Nah,
ternyata Bapak/Ibu juga bisa memberi siswa motivasi secara langsung, yaitu dengan
menceritakan kisah sukses Bapak/Ibu atau tokoh-tokoh lain. 
Saat mendengar kesuksesan orang lain, tak jarang mereka akan termotivasi untuk mengikuti
jejaknya. Alhasil, mereka bisa lebih giat lagi dalam belajar.
7. Dermawan akan pujian
Pujian merupakan ucapan yang bisa memberikan sentuhan positif secara verbal. Melalui pujian,
seseorang akan merasa dihargai, begitu juga dengan para peserta didik. Contohnya Bapak/Ibu
bisa memberikan apresiasi berupa pujian pada siswa yang berhasil menyelesaikan tugas dengan
baik. 
https://www.quipper.com/id/blog/info-guru/motivasi-belajar-siswa/

9. Perbedaan individual anak kaitannya dengan pembelajaran

 Perkembangan intelektual, kemampuan belajar terutama memahami dan menggali


materi dan informasi masing-masing peserta didik tentu tidak sama, ada siswa yang cepat
belajar dan mampu memahami materi ada juga siswa yang lambat dan perlu dibimbing
secara bertahap dalam belajar.
 Kemampuan berbahasa, lebih tepatnya lagi komunikasi. Komunikasi atau berbahasa
disini bukan hanya hubungan interaksi antara guru dengan murid saja namun juga
komunikasi peserta didik dengan materi dan informasi pelajaran, bahan ajar, media
pembelajaran serta komponen-komponen pembelajaran yang terlibat lainnya.
 Latar belakang pengalaman, siswa atau peserta didik yang pernah mendapatkan
informasi yang relevan terhadap suatu materi akan lebih cepat memahaminya, bukan hanya
dalam hal materi namun juga gaya belajar, metode pengajaran serta hal-hal lain yang
diperlukan dalam pembelajaran.
 Gaya belajar, peserta didik satu tentu memiliki gaya dan kebiasaan belajar favorit dan
mampu mempercepat pemahaman terhadap materi yang dipelajari. Bukan hanya dalam
kebiasaan namun juga dalam kondisi tertentu misalnya seorang siswa lebih mampu belajar
dalam keadaan yang tenang dan hening sehingga mampu mempercepat pemahaman materi.
 Bakat dan minat, bakat dan minat ini berasal dalam diri masing-masing siswa dan
sangat penting untuk digali dan ditemukan sehingga mampu dioptimalkan sebagai
kemampuan yang dapat dikembangkan. Misal seorang siswa lebih mampu untuk
mempelajari pelajaran matematika ina adalah bakat, atau siswa sangat menyukai pelajaran
praktik fisika ini adalah minat.
 Kepribadian, merupakan reaksi atau tanggapan terhadap sikap dan cara-cara mengajar
yang dilakukan guru. Kepribadian ini juga sangat terkait dengan sifat dasar masing-masing
peserta didik, siswa yang pemalu misalnya biasanya akan lebih pasif untuk terlibat dalam
interaksi dengan komponen-komponen pembelajaran terutama dengan guru.

https://ilmu-pendidikan.net/siswa/perbedaan-antar-individual-pada-siswa

G. Bidang Keilmuan : Kependidikan


Ruang Lingkup Materi : Dasar-Dasar Administrasi & Manajemen Pendidikan
Sumber : http://fadlyknight.blogspot.com/2012/01/pengertian-organisasi-
administrasi.html
Materi :
1. Pengertian: organisasi, administrasi, manajemen, kepemimpinan dan human relation

Organisasi pada dasarnya digunakan sebagai tempat atau wadah dimana orang-orang


berkumpul, bekerjasama secara rasional dan sistematis, terencana, terorganisasi,
terpimpin dan terkendali, dalam memanfaatkan sumber daya
(uang, material, mesin, metode, lingkungan), sarana-parasarana, data, dan lain sebagainya
yang digunakan secara efisien dan efektif untuk mencapai tujuan organisasi.

Pengertian Administrasi dalam bahasa Indonesia ada 2 (dua):


 Administrasi berasal dari bahasa Belanda, "Administratie" yang merupakan pengertian
Administrasi dalam arti sempit, yaitu sebagai kegiatan tata usaha kantor (catat-
mencatat, mengetik, menggandakan, dan sebagainya). Kegiatan ini dalam bahasa
Inggris disebut : Clerical works (FX.Soedjadi, 1989).
 Administrasi dalam arti luas, berasal dari bahasa Inggris "Administration" , yaitu
proses kerjasama antara dua orang atau lebih berdasarkan rasionalitas tertentu untuk
mencapai tujuan bersama yang telah ditentukan (S.P. Siagian, 1973)

Ricky W. Griffin mendefinisikan manajemen sebagai sebuah proses perencanaan,


pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai
sasaran (goals) secara efektif dan efesien.

Kepemimpinan adalah suatu proses yang mempengaruhi aktifitas kelompok yang


diatur untuk mencapai tujuan bersama

Human relations dalam arti luas adalah interaksi antar manusia dalam semua situasi
atau semua bidang kehidupan, untuk mencapai kepuasan. Dengan demikian human
relations dalam arti luas dapat terjadi dimana saja, seperti dirumah, di jalanan, dalam
kendaraan, dan lain-lain dimana setiap dapat melakukkannya dengan komunikasi yang
baik, sehingga saling memuaskan indiidu yang terlibat di dalammnya.

Human relations dalam arti sempit adalah interaksi dalam situasi kerja di suatu
organisasi, yang bertujuan untuk membangkitkan seseorang agar dapat bekerjasama,
produktif, dan memiliki keputusan.

2. Fungsi-fungsi administrasi dan manajemen pendidikan


1. Fungsi Perencanaa
2. Fungsi Pengorganisasian
3. Fungsi Penggerakan (Actuating)
4. Fungsi Pengkoordinasian
5. Fungsi Pengarahan
6. Fungsi Pengawasan

3. Kepemimpinan pendidikan

Kepemimpinan Pendidikan adalah suatu kemampuan dan kegiatan mencoba untuk


mpengaruhi orang lain disekitarnya untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya
sebagai anggota organisasi dengan berhasil mencapai tujuan usaha pendidikan. Ciri-ciri
kepemimpinan yang baik:
1. Manusiawi
2. memandang jauh ke depan
3. inspiraif (kaya akan gagasan)
4. percaya diri

Beberapa negara telah berupaya untuk melakukan revitalisasi pendidikan. Revitalisasi


ini termasuk pula dalam hal perubahan paradigma kepemimpinan pendidikan, terutama
dalam hal pola hubungan atasan-bawahan, yang semula bersifat hierarkis-komando
menuju ke arah kemitraan bersama. Pada hubungan atasan-bawahan yang bersifat
hierarkis-komando, seringkali menempatkan bawahan sebagai objek tanpa daya.
Pemaksaan kehendak dan pragmatis merupakan sikap dan perilaku yang kerap kali
mewarnai kepemimpinan komando-birokratik-hierarkis, yang pada akhirnya hal ini
berakibat fatal terhadap terbelenggunya sikap inovatif dan kreatif dari setiap bawahan.

4. Fungsi dan tanggung jawab Kepala Sekolah sebagai administrator pendidikan


a. Kepala sekolah sebagai administrator
Kepala sekolah sebagai administrator memiliki hubungan yang sangat erat dengan
berbagai aktivitas pengelolaan administrasi yang bersifat pencatatan, penyusunan, dan
pendokumenan seluruh program sekolah. Sebagai seorang administrator, kepala
sekolah harus memiliki kemampuan untuk memperbaiki dan mengembangkan semua
fasilitas sekolah baik sarana maupun prasarana pendidikan.

Kepala sekolah sebagai administrator pendidikan harus mampu menerapkan


kemampuannya dalam tugas-tugas operasionalnya yakni kemampuan pengelolaan
kurikulum, pengelolaan administrasi peserta didik, pengelolaan personalia,
pengelolaan sarana dan prasarana, pengelolaan administrasi kearsipan, dan
pengelolaan administrasi keuangan.

Dari uraian tersebut dapat dipahami bahwa peran kepala sekolah sebagai
administrator dapat dilihat pada kemampuan pengelolaan kurikulum, pengelolaan
administrasi peserta didik, pengelolaan personalia, pengelolaan sarana dan prasarana,
pengelolaan administrasi kearsipan, dan pengelolaan administrasi keuangan.

b. Kepala Sekolah sebagai supervisor


Kepala sekolah mempunyai tugas sebagai supervisor. Kepala sekolah sebagai
supervisor dimaksudkan untuk meningkatkan pengawasan dan pengendalian terhadap
guru-guru dan personel lain untuk meningkatkan kinerja mereka. Kepala sekolah
sebagai supervisor bertugas mengatur seluruh aspek kurikulum yang berlaku di
sekolah agar dapat memberikan hasil yang sesuai dengan target yang telah ditentukan.
Aspek-aspek kurikulum yang harus dikuasai oleh kepala sekolah sebagai supervisor
adalah materi pelajaran, proses belajar mengajar, evaluasi kurikulum, pengelolaan
kurikulum, dan pengembangan kurikulum.
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa peran utama kepala sekolah sebagai
supervisor adalah menyusun dan melaksanakan program supervisi pendidikan serta
memanfaatkan hasilnya yang diwujudkan dalam, program supervisi kelas, kegiatan
ekstra kurikuler, serta peningkatan kinerja tenaga kependidikan dalam upaya
pengembangan sekolah.

5. Organisasi sekolah

Pada dasarnya setiap OSIS di satu sekolah memiliki struktur organisasi yang berbeda
antara satu dengan yang lainnya. Namun, biasanya struktur keorganisasian dalam OSIS
terdiri atas:
 Ketua Pembina (biasanya Kepala Sekolah)
 Wakil Ketua Pembina (biasanya Wakil Kepala Sekolah)
 Pembina (biasanya guru yang ditunjuk oleh Sekolah)
 Ketua Umum
 Wakil Ketua I
 Wakil Ketua II
 Sekretaris Umum
 Sektetaris I
 Sekretaris II
 Bendahara
 Wakil Bendahara
 Ketua Sekretaris Bidang (sekbid) yang mengurusi setiap kegiatan siswa yang
berhubungan dengan tanggung jawab bidangnya.

Dan biasanya dalam struktur kepengurusan OSIS memiliki beberapa pengurus yang
bertugas khusus mengkoordinasikan masing-masing kegiatan ekstrakurikuler yang ada di
sekolah.

6. Manajemen kelas

Hampir seluruh hasil survei mengenai keefektifan guru ( teacher effectiveness )


melaporkan bahwa keterampilan manajemen kelas menentukan keberhasilan proses
belajar siswa atau peringkat yang dicapainya. Dengan demikian keterampilan manajemen
kelas sangat krusial dan fudemental dalam mendukung proses pembelajaran. Guru – guru
yang rendah keterampilannya dalam bidang manajemen kelas, barangkali tidak dapat
menyelesaikan banyak hal yang menjadi tugas pokoknya. Pendapat ini dikemukakan oleh
Brophy dan Evertson dalam Learning from Teaching, tahun 1976. Menurut beberapa
pendapat yang dapat saya simpulkan konsep manajemen kelas lebih luas dari pada
sebatas menciptakan iklim untuk menegakkan disiplin siswa. Konsep manajemen kelas
mencakup segala hal, yaitu guru harus merangsang keterlibatan dan kerjasama siswa di
dalam keseluruhan aktivitas kelas dan menata lingkungan kerja menjadi lebih produktif
lagi bagi proses pendidikan dan pembelajaran.

Guru yang melaksanakan manajemen kelas sebagai proses pemapanan dan


pemeliharaan ( establishing and maintaining ) lingkungan belajar yang efektif cendrung
lebih sukses dari pada guru – guru yang memposisikan atau memerankan diri sebagai
figure otoritas atau penegak disiplin ( authority figures or disciplinarians ) belaka. Kinerja
manajemen kelas yang efektif memungkinkan lahirnya roda penggerak bagi penciptaan
pemahaman diri, evaluasi diri dan internalisasi control diri pada kalangan siswa.

Dalam keseharian tugas dinasnya bahwa siswa paling banyak berhubungan dengan
guru dan demikian juga sebaliknya merupakan perwajahan sekolah yang dapat dilihat
dengan mata telanjang. Dalam tugas kesehariannya, guru berhadapan dengan siswa yang
berbadan tinggi, sedang atau rendah prestasi akademiknya. Ida pun juga berhadapan
dengan siswa yang baik – baik, santun arogan, cuek, pengganggu bahkan kuat, sedang
atau lemah fisiknya. Belum lagi keragaman tersebut dilihat dari perspektif social,
ekonomi, kultur, kebiasaan, agama, kepedulian dan derajat kohensifitasnya dan lain
sebagainya.

Siswa yang bermasalah biasanya menjadi beban si guru dalam mengajar di kelas dan
merupakan kepedulian tindakan yang menjadi beban dari tugas si guru. Bentuk kenakalan
dan prilaku menyimpang para siswa beragam, dari permasalah sampah,berisik dikelas,
mencuri, berkelahi, bolos, pecandu narkoba, dan tidak disiplin dalam belajar.
Mengapa siswa cendrung berprilaku buruk? Ada banyak faktor penyebab hal tersebut,
antaranya adalah faktor sosial, ekonomi, kultural, agama, jenis kelamin, ras, tempat
tinggal, perbedaan potensial kognitif, kesehatan, kebiasaan hidup dan lain – lain. Faktor
yang lain adalah penyebabnya yaitu sekolah sendiri. Tidak semua sekolah dapat
melaksanakan kegiatan pembelajaran secara kondusif, misalnya adalah sekolah lebih
dekat dengan tempat keramaian, bangunan yang sudah terlalu tua, ruang kelas
yangmengundang gerah, disiplin guru yang tidak memadai, manajemen sekolah yang
buruk, terlalu banyak pungutan dan lain sebagainya.Ini berarti ada tantangan serius bagi
sekolah untuk men

Kedua, menetapkan tata aturan dan prosedur disiplin yang jelas dan standar, serta
mengikat semua anak didik.Ketiga, melembagakan dan memberi keteladanan mengenai
norma – norma etik yang menjadi pemandu hubungan antar subjek di lingkungan
sekolah.

7. Pokok-pokoksupervisipendidikan

Menururt konsep kuno supervise dilaksanakan dalam bentuk inspeksi atau mencari
kesalahan. Sedangkan dalam pandangan modern supervise adalah usaha untuk
memperbaiki situasi belajar mengajar, yaitu sebagai bantuan bagi guru dalam mengajar
untuk membantu siswa agar lebih baik dalam belajar.
Tujuan supervise adalah memperkembangkan situasi belajara dan mengajar yang
lebih baik. Usaha kearah perbaikan belajar dan mengajar ditujukan kepada pencapaian
tujuan akhir dari pendidikan yaitu pembentukan pribadi anak secara maksimal.
Secara operasional dapat dikemukakan beberpa tujuan konkrit dari supervise pendidikan
antara lain:
a. Membantu guru melihat dengan jelas tujuan-tujuan pendidikan
b. Membantu guru dalam membimbing pengalaman belajar siswa
c. Membantu guru dalam memenuhi kebutuhan belajar siswa
d. Membantu guru dalam hal menilai kemajuan siswa dan hasil pekerjaan guru itu
sendiri.
e. Membantu guru dalam membina reaksi mental atau moral kerja guru dalam rangka
pertumbuhan pribadi dan jabatan mereka.
Adapun fungsi supervisi dapat dibedakan menjadi dua bagian ynag besar yaitu :
1. Fungsi utama ialah membantu sekolah yang sekaligus mewakili pemerintah dalam
usaha mencapai tujuan pendidikan yaitu membantu perkembangan individu para siswa.
2. Fungsi tambahan ialah membantu sekolah dalam membina guru–guru agar dapat
bekerja dengan baik dan dalam mengadakan kontak dengan masyarakat dalam rangka
menyesuaikan diri dengan tuntutan masyaarakat serta mempelopori kemajuan
masyarakat.

8. ManajemenBerbasisSekolah (MBS)

Manajemen berbasis sekolah pada intinya adalah memberikan kewenangan terhadap


sekolah untuk melakukan pengelolaan dan perbaikan kualitassecara terus menerus. Dapat
juga dikatakan bahwa manajemen berbasis sekolah pada hakikatnya adalah penyerasian
sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua
kelompok kepentingan (stakeholder) yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam
proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan mutu sekolah
atau untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.

Tujuan MBS adalah untuk mewujudkan kemerdekaan pemerintah daerah dalam


mengelola pendidikan. Dengan demikian peran pemerintah pusat akan berkurang.
Sekolah diberi hak otonom untuk menentukan nasibnya sendiri. Paling tidak ada tiga
tujuan dilaksanakannya MBS peningkatan efesiensi, peningkatan mutu, peningkatan
pemerataan pendidikan. Dengan adanya MBS diharapkan akan memberi peluang dan
kesempatan kepada kepala sekolah, guru dan siswa untuk melakukan inovasi pendidikan.
Dengan adanya MBS maka ada beberapa keuntugan dalam pendidikan yaitu, kebijakan
dan kewenangan sekolah mengarah langsung kepada siswa, orang tua dan guru, sumber
daya yang ada dapat dimanfaatkan secara optimal, pembinaan peserta didik dapat
dilakukan secara efektif, dapat mengajak semua pihak untuk memajukan dan
meningkatkan pelaksanaan pendidikan.

Anda mungkin juga menyukai