Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia diciptakan Allah dengan berbagai potensi yang dimilikinya,
tentu dengan alasan yang sangat tepat potensi itu harus ada pada diri manusia,
sebagaimana sudah diketahui manusia diciptakan untuk menjadi khalifatullah
fil ardh. Potensi yang dimiliki manusia tidak ada artinya kalau bukan karena
bimbingan dan hidayah Allah yang terhidang di alam ini. Namun manusia
tidak pula begitu saja mampu menelan mentah-mentah apa yang dia lihat,
kecuali belajar dengan megerahkan segala tenaga yang dia miliki untuk dapat
memahami tanda-tanda yang ada dalam kehidupannya. Tidak hanya itu,
manusia setelah mengetahui wajib mengajarkan ilmunya agar fungsi
kekhalifahan manusia tidak terhenti pada satu masa saja, Dan semua itu sudah
diatur oleh Allah SWT.
Menuntut ilmu merupakan kewajiban dan kebutuhan manusia. Tanpa
ilmu manusia akan tersesat dari jalan kebenaran. Tanpa ilmu manusia tidak
akan mampu merubah suatu peradaban. Bahkan dirinyapun tidak bisa menjadi
lebih baik.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu yang dimaksud dengan belajar dan mengajar.
2. Mengapa menuntut ilmu (belajar) sebagai kewajiban.
3. Kapan proses belajar berlangsung dan sampaikan kapan
4. Bagaiamana kaitan hadis dengan kewajiban belajar mengajar
C. Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan penulisan ini adalah :
1. ingin mengetahui apa yang dimaksud dengan belajar dan mengajar
2. ingin mengetahui mengapa menuntut ilmu itu suatu kewajiban bagi
muslim laki-laki maupun perempuan.
3. Ingin mengetahui kapan proses belajar maupun mengajar dimulai
4. Ingin menambah wawasan atau pengetahuan mengenai hal ini.

iii
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Belajar dan Mengajar


Hampir semua ahli telah mencoba merumuskan dan membuat
tafsirannya tentang “Belajar”. Seringkali pula perumusan dan tafsiran berbeda
satu sama lain. Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui
pengalaman. (learning is defined as the modification or trengthening of
behavior through experiencing).
Menurut pengertian diatas, belajar adalah merupakan proses suatu
kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengiat, akan
tetapi lebih luas daripada itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu
penguasaan hasil latihan, melainkan perubahan kelakuan. Ada juga yang
mengatakan bahwa belajar adalah memperoleh pengetahuan, belajar adalah
latihan-latihan pembentukan kebiasaan secara otomatis, dan seterusnya.
Sedangkan pengertian mengajar lebih identik kepada proses
mengarahkan seseorang agar lebih baik. Didalam ilmu pendidikan islam
adalah setiap orang dewasa yang karena kewajiban agamanya bertanggung
jawab atas pendidikan dirinya dan orang lain. Atau konsekuensi dari pada
pengetahuan yang didapat.

B. Alasan menuntut ilmu (belajar).


Menuntut ilmu merupakan kewajiban dan kebutuhan manusia. Tanpa
ilmu manusia akan tersesat dari jalan kebenaran. Tanpa ilmu manusia tidak
akan mampu merubah suatu peradaban. Bahkan dirinyapun tidak bisa menjadi
lebih baik. Karena menuntut ilmu merupakan sesuatu yang sangat penting dan
merupakan kewajiban bagi setiap muslim. Dari urian tadi sudah menjadi
keseharusan dalam menuntut ilmu.

C. Awal Perintah Membaca


Mengingat hal diatas sangat tepat jika wahyu pertama turun kepada
nabi SAW mengisyaratkan tentang perintah membaca (menuntut ilmu). Yakni
Surat Al-Alaq ayat 1

iii
Artinya
“Bacalah dengan (menyebut) nama tuhanmu yang menciptakan.”
Kata Iqra’ terambil dari kata kerja kara’a yang pada mulanya berarti
menghimpun. Apabila kita merangkai huruf kemudian mengucapkan
rangkaian tersebut maka kita sudah menghimpunnya yakni membacanya.[1]
Dengan demikinan, realisasi perintah tersebut tidak mengharuskan adanya
suatu teks tertulis sebagai objek bacaan, tidak pula harus diucapkan sehingga
terdengar oleh orang lain. Karena dalam kamus-kamus ditemukan aneka
ragam arti dari kata tersebut adalah bisa menyampaikan, menela’ah, membaca,
meneliti, mendalami.[2]
Syekh “Abdul Halim Mahmud (mantan pemimpin tinggi Al-Azhar
Mesir) sebagaimana dikutip Quraish Shihab dia menulis dalam bukunya al-
Qur’an Fi Syahr al-Qur’an: “ dengan kalimat iqra’ bismi Rabbika, al-Qur’an
tidak hanya sekedar menyuruh membaca, tetapi membaca adalah lambang dari
segala apa yang dilakukan oleh manusia, baik yang sifatnya aktif maupun
pasif. Kalimat tersebut dalam pengertian dan semangatnya ingin menyatakan
“bacalah demi Tuhanmu, bergeraklah demi Tuhanmu, bekerjalah demi
Tuhanmu” . demikian juga ketika kita berhenti melakukan aktifitas hendaklah
didasari pada Bismi rabbika sehingga akhirnya ayat itu berarti “jadilah
seluruh kehidupanmu, Wujudmu, dalam cara dan tujuanmu, kesemuanya demi
karena Allah semata”.[3]
Adapun Asbabun Nuzul ayat ini adalah Dalam hadis sahih riwayat
Bukhari dinyatakan bahkan Nabi SAW. datang ke gua Hira' suatu gua yang
terletak di atas sebuah bukit di pinggir kota Mekah untuk berkhalwat beberapa
malam. Kemudian sekembali beliau pulang mengambil bekal dari rumah istri
beliau, Khadijah, datanglah jibril kepada beliau dan menyuruhnya membaca.
Nabi menjawab: "Aku tidak bisa membaca" Jibril merangkulnya sehingga

1 Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, Dan Keserasian Al-Qur’an, (: lentera
Hati, 2002. Volume 15) hal 392

[2] Ibid hal 393

[3] Ibid hal 394

iii
Nabi merasa sesak nafas. Jibril melepaskannya; sambil berkata: "Bacalah".
Nabi menjawab: "Aku tidak bisa membaca". Lalu. dirangkulnya lagi dan
dilepaskannya sambil berkata: "Bacalah". Nabi menjawab: "Aku tidak bisa
membaca" sehingga Nabi merasa payah, maka Jibril membacakan ayat 1
sampai ayat 5.

D. Peranan Akal dalam proses belajar


Segala potensi yang dimiliki manusia sebagai jalan untuk mengetahui
sesuatu baik berupa isyarat yang jelas (tampak) maupun yang tersembunyi
yang hanya mampu ditangkap dengan indra yang abstrak merupakan cara
Allah mendidik manusia.
Jelaslah alasan manusia menuntut ilmu (Belajar) tidak luput dari unsur
wahyu ilahiyah, maka tidak pantas manusia sebagai penuntut ilmu melepaskan
diri dari wahyu Ilahi Sebagai ayat-ayat Qauliyah. Karena petunjuk yang tidak
akan ditemui di alam (ayat-ayat kauniyah Allah) hanya dapat ditemukan
dalam al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW. Disini peranan akal sangat
mempunyai otoritas yang sangat tinggi dalam proses belajar yakni menuntut
ilmu. Karena akal adalah sebagai alat untuk menuntut ilmu, dan ilmu adalah
alat untuk menghilangkan kesulitan manusia, maka didalam islampun
memerintahkan manusia untuk menuntut ilmu, bukan saja ilmu agama, tetapi
juga ilmu-ilmu lainnya.

E. Waktu dan derajat atau kedudukan menuntut ilmu (belajar)


Sebagai makhluk yang berakal, umat islam mempertahankan
kemuliaannya diperintahkan untuk menuntut ilmu dalam waktu yang tidak
terbatas selama hayat dikandung badan. Prinsip belajar selama hidup ini
merupakan ajaran islam yang penting. Sabda Rasulullah SAW :

Artinya :
Tuntutan ilmu itu sejak dari ayunan sampai keliang lahat (mulai dari kecil
sampai mati). (H.R Ibn.Abd.Bar).

iii
Lebih tegas lagi, islam mewajibkan orang menuntut ilmu melalui
sabda Sabda Nabi SAW :
Menuntut ilmu itu adalah kewajiban atas setiap orang islam, laki-laki
ataupun perempuan. (H.R. Bukhari dan Muslim).
Karena sungguh dalam Islam mereka yang tekun mencari ilmu lebih
dihargai daripada mereka yang beribadah sepanjang masa. Kelebihan ahli
ilmu, al-‘alim daripada ahli ibadah, al- ‘abid, adalah seperti kelebihan
Muhammad atas orang Islam seluruhnya. Di kalangan kaum muslimin hadits
ini sangat popular sehingga mereka memandang bahwa mencari ilmu
merupakan bagian integral dari ibadah.
Dalam Islam, nilai keutamaan dari pengetahuan keagamaan berikut
penyebarannya tidak pernah diragukan lagi. Nabi menjamin bahwa orang
yang berjuang dalam rangka menuntut ilmu akan diberikan banyak
kemudahan oleh Tuhan menuju surga. Para pengikut atau murid Nabi telah
berhasil meneruskan dan menerapkan ajaran tentang semangat menuntut dan
mencari ilmu. Motivasi religius ini juga bisa ditemukan dalam tradisi Rihla.
Suatu tradisi ulama yang disebut al-rihla fi talab al-‘ilm ‘ Suatu perjalanan
dalam rangka mencari ilmu’adalah bukti sedemikian besarnya rasa
keingintahuan dikalangan para ulama.
Rihla, tidak hanya merupakan tradisi ulama, tapi juga merupakan
kebutuhan untuk menuntut ilmu dan mencari ilmu yang didorong oleh nilai-
nilai religius. Hadits-hadits Nabi membuktikan suatu hubungan tertentu :”
Seseorang yang pergi mencari ilmu dijalan Allah hingga ia kembali, ia
memeperoleh pahala seperti orang yang berperang menegakkan agama. Para
malaikat membentangkan sayap kepadanya dan semua makhluk berdoa
untuknya termasuk ikan dan air”.
Islam secara mutlaq mendorong para pengikutnya untuk menuntut
ilmu sejauh mungkin, bahkan sampai ke negeri Cina. Nabi menyatakan bahwa
jauhnya letak suatu Negara tidaklah menjadi masalah, sebagai ilustrasi unik
terhadap kemuliaan nilai ilmu pengetahuan.[4] Siapaun sepakat hadits Nabi

[4] [4] Abdurrahman Mas’ud. M.A.Ph.D, Menggagas Format Pendidikan Nondikotomik,


Yogyakarta, Gema Media, 2002,hlm 24-27.

iii
yang berbunyi Utlub al ‘ilm walau kana bi al-shin, menekankan betapa
pentingnya mencari ilmu lebih-lebih ilmu agama yang dikategorikan Imam
Ghozali sebagai fardlu ‘ain.[5]
Disamping Hadits Nabi yang berkenaan dengan al- shin nabi juga
menyinggung tentang al-yahud yang mana dikisahkan bahwa Nabi menyuruh
sekretarisnya untuk mempelajari kitab al-Yahud sebagai proteksi diri dari
penipuan kaum yahudi. Dari kedua hadits tersebut diungkapkan untuk
memberi penekananan bahwa terdapat hubungan simbiosis antara ilmu
pengetahuan dan dengan kemajuan serta ketahanan peradapan Islam.
Menurut Nabi , tinta para pelajar nilainya setara dengan darah para syuhada’
pada hari pembalasan.

F. Orang-orang yang terpilih dalam proses belajar mengajar


Dalam hal ini, para pelaku dalam proses belajar mengajar, yaitu guru
dan murid dipandang sebagai ‘‘ orang-orang terpilih’’ dalam masyarakat yang
telah termotivasi secara kuat oleh agama untuk mengembangkan dan
mengamalkan ilmu pengetahuan mereka. hal ini sejalan dengan ayat al-Qur’an
surat al-Taubah ayat 122 yang artinya berbunyi :
Artinya :
Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan
perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka
beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan
untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali
kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.
Penjelasan :
Ada dua versi yang kami temukan yaitu pada tafsir Al-Misbah karya M.
Quraish Shihab dan tafsir Al-Maraghi Karya Ahmad Musthafa Al-Maraghi.
Yang pertama mari kita lihat penjelasan yang kami dapatkan dari tafsir
Al-Misbah.

[5] Ibid. hlm 74

iii
Ayat itu menuntun kaum muslimin untuk membagi tugas dengan
menegaskan bahwa “Tidak sepatutnya bagi orang-orang mu’min yang selama
ini dianjurkan agar bergegas menuju medan perang pergi semua ke medan
perang sehingga tidak tersisa lagi yang melaksanakan tugas yang lain”. Jika
memang ada panggilan yang bersifat mobilisasi umum maka mengapa tidak
pergi dari setiap golongan, yakni kelompok besar diantara mereka beberapa
orang dari golongan itu untuk bersungguh-sungguh memperdalam
pengetahuan tentang agama sehingga mereka dapat memperoleh manfaat
untuk diri mereka dan orang lain dan juga untuk memberi peringatan kepada
kaum merka yang menjadi anggota yang di tugaskan oleh Rasulullah SAW.
Terbaca di atas bahwa yang dimaksud dengan orang yang
memperdalam pengetahuan demikian juga yang memberi peringatan adalah
mereka yang tinggal bersama Rasulullah SAW. Ini adalah pendapat mayoritas
ulama. Ayat ini mengggaris bawahi terlebih dahulu motivasi bertafaqquh/
memperdalam pengetahuan bagi mereka yang dianjurkan keluar sedang
motivasi utama mereka yang berperang bukanlah tafaqquh.
Yang kedua kita lihat menurut tafsir Al-Maraghi.
Ayat ini menerangkan kelengkapan dari hukum-hukum yang menyangkut
perjuangan yakni hukum mencari ilmu dan mendalami agama. Artinya bahwa
pendalaman ilmu agama itu merupakan cara berjuang dengan menggunakan
hujjah dan penyampaian bukti-bukti dan juga merupakan rukun terpenting
dalam menyeru kepada iman dan menegakan sendi-sendi Islam. Karena
perjuangan yang menggunakan pedang itu sendiri tidak di syaratkan kecuali
untuk jadi benteng dan pagar dari da’wah tersebut agar jangan dipermainkan
oleh tangan-tangan ceroboh dari orang-orang kair dan munafik.
Berdasarkan dua penafsiran bahwa kami dari penulis makalah
cenderung kepada tafsir Al-Maraghi bahwa pendalaman ilmu agama itu
merupakan cara berjuang dengan menggunakan hujjah dan penyampaian
bukti-bukti dan juga merupakan rukun terpenting dalam menyeru kepada iman
dan menegakan sendi-sendi Islam. Karena perjuangan yang menggunakan
pedang itu sendiri tidak di syaratkan kecuali untuk jadi benteng dan pagar dari
da’wah tersebut agar jangan dipermainkan oleh tangan-tangan ceroboh dari

iii
orang-orang kafir dan munafik. Karena kebaikan menuntut ilmu dan
mengajarkannya sama pahalanya disisi Allah dengan jihad. Barang siapa yang
memberi contoh kebaikan , kemudian kebaikan itu dicontoh oleh orang lain,
maka dia akan mendapat kebaikan yang sama dengan orang yang melakukan
tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang melakukannya, begitu juga
sebaliknya. Demikian ungkapan yang sementara dianggap dari Rasulullah
SAW.

iii
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui
pengalaman agar lebih baik. Oleh karena itu proses belajar atau menuntut
ilmu merupakan sesuatu yang sangat penting dan merupakan kewajiban bagi
setiap muslim yang harus benar-benar dilaksanakan, tentunya dalam hal ini
ada kaitannya dengan membaca maupun mengamati baik itu yang berbaur
Agama maupun ilmu-ilmu umum. Sebagai makhluk yang berakal, umat islam
mempertahankan kemuliaannya diperintahkan untuk menuntut ilmu dalam
waktu yang tidak terbatas selama hayat masih dikandung badan

B. Saran
Dari uraian diatas penulis dapat memberikan saran kepada pembaca
khususnya untuk penulis sendiri.
1. Mengingat belajar mengajar adalah suatu keharusann dilakukan oleh
seorang muslim dalam rangka memanfaatkan potensi akal yang diberikan
Allah SWT maka isilah akal itu dengan pengetahuan Al-Qur’an (Agama)
agar bisa tertujunya tujuan insane kamil.
2. Dengan semakin banyak belajar atau mengkaji dan mendalami ayat-ayat
Allah Baik Qauliyah maupun Qaauniayah, akan semakin membuka peluan
terciptanya ilmu-ilmu baru dan peradaban baru yang lebih baik.
3. Mengingat orang yang menuntut ilmu lalu mengajarkannya memiliki
kedudukan yang sama dengan kebaikan orang yang jihad di perang
melawan orang-orang kafir. Maka hal ini bisa digunakan sebagai motivasi
dalam meraih kehidupan yang lebih baik diakherat kelak.

iii
DAFTAR PUSTAKA

Http://alakaycisero.Multiply.com/journal/Item/37
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, Dan Keserasian Al-
Qur’an, lentera Hati, 2002.
Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, Bandung ; Mizan , 2000
Al-Imam Abul Fida Isma’il Ibnu Kasir, Tafsir Ibnu Kasir, Bandung, Sinar
Baru Algensindo,2009
Abdurrahman Mas’ud. M.A.Ph.D, Menggagas Format Pendidikan
Nondikotomik, Yogyakarta, Gema Media, 2002,
Hamalik Oemar. Kurikulum dan pembelajaran,Jakarta : Bumi Aksara,
2008
Ramayulis, Ilmu Pendidikan islam, Jakarta : Kalam Mulia, 2002.
Darajat, Zakiah, Ilmu pendidikan islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2006.

iii

Anda mungkin juga menyukai