MAKALAH
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Swt., hanya dengan izin-Nya terlaksana segala
macam kebajikan dan diraihnya segala macam kesuksesan.Syukur atas rahmat dan
hidayah-Nya penulis haturkan sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan
judul HALANGAN MENERIMA WARISAN.Makalah ini disusun untuk
memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah Fiqh Mawaris.
Shalawat, rahmat, dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi
Muhammad Saw, kepada beliau diturunkan wahyu Ilahi yaitu Al-Quran sebagai
pedoman bagi seluruh manusia. Semoga tercurah pula kepada keluarga dan
sahabat-sahabat beliau serta seluruh umat-Nya yang setia.
Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari akan kenyataan
bahwasanya masih banyak terdapat kekeliruan, maupun kejanggalan dalam
makalah ini, namun hal ini bukanlah disengaja, melainkan keterbatasan
kemampuan penulis dalam beberapa hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dalam usaha menuju perbaikan.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memenuhi syarat dan bermanfaat
bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan ........................................................................................13
B. Saran ..................................................................................................13
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum Kewarisan Islam di dasarkan kepada beberapa ayat Al-
quran.Sebagian dari ayat-ayat kewarisan ini sudah begitu jelas dan pasti.Di
antara ayat-ayat tersebut ada yang masih memerlukan penjelasan dari
Nabi, baik dalam penjelasan arti, pembatasan maksud dan perluasan
makna.Penjelasan Nabi ini terdapat dalam Sunah Nabi atau Hadis.Hukum
kewarisan Islam yang didasarkan kepada wahyu Allah dan Sunah Nabi
adalah ajaran agama atau fiqh tentang kewarisan harus dijadikan pedoman
bagi umat Islam dalam menyelesaikan masalah harta peninggalan orang
yang telah meninggal.
Hukum kewarisan Islam merupakan bagian dari hukum keluarga
yang memegang peranan sangat penting, bahkan menentukan dan
mencerminkan sistem dan bentuk hukum yang berlaku dalam masyarakat.
Himpunan aturan-aturan hukum yang mengatur tentang siapa ahli waris
atau badan hukum mana yang berhak mewarisi harta
peninggalan.Bagaimana kedudukan masing-masing ahli waris serta berapa
perolehan masing-masing secara adil dan sempurna.Tetapi dalam makalah
ini lebih spesifik membahas tentang penghalang dalam mewarisi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian penghalang warisan?
2. Apa saja halangan mendapat warisan?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian penghalang warisan.
2. Untuk mengetahui halangan mendapat warisan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pembunuhan
Pembunuhan yang dilakukan ahli waris terhadap al-muwarris
menyebabkannya tidak dapat mewarisi harta peninggalan orang yang
diwarisinya. Demikian kesepakatan mayoritas (Jumhur) Ulama. Golongan
Khawarij yang memisahkan diri dari Ali ibn Abi Thalib dan Muawiyah
menentang pendapat ini. Alasan mereka, ayat-ayat al-Quran tidak
mengecualikan si pembunuh. Ayat-ayat mawaris hanya memberi petunjuk
umum. Oleh karena itu keumuman ayat-ayat tersebut harus diamalkan.2
Dasar hukum yang melarang si pembunuh mewarisi harta
peninggalan si mati adalah sabda Rasulullah saw, di antaranya:
a. Riwayat Ahmad dari ibn Abbas:
1
Prof. Dr. Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, Eds. Pertama, Cet ke-4, Hlm.
194.Jakarta:Kencana, 2012.
2
Muhammad Abd al-Rahim, al-Muhadarat fi al-Miras al-Muqaran, Kairo: tt, hlm. 48.
3
b. Riwayat al-Nasai:
Tidak ada hak bagi pembunuh sedikitpun untuk mewarisi.
1. Pembunuhan sengaja.
2. Pembunuhan mirip sengaja.
3
Abd al-Qadir Audah, al-Tasyri al-JinaI al-Islamy, Mesir: Dar al-Fikr al-Araby, tanpa tahun,
hlm. 84.
4
Fatchur Rahman, op. cit,.,hlm. 89.
5
1. Pembunuhan sengaja.
2. Pembunuhan mirip sengaja.
5
Ibid.,hlm. 91.
6
2. Berlainan Agama
Orang Islam tidak mewarisi harta orang kafir, dan orang kafir tidak
mewarisi harta orang Islam.
Tidak dapat saling mewarisi antara dua orang pemeluk agama yang
berbeda-beda.
Dan Allah sekali-kali tidak akan memberikan suatu jalan bagi orang-
orang kafir (untuk menguasai orang mukmin).
6
Yaitu Imam Abu Dawud, al-Tirmidzi, al-NasaI, dan Ibn Majah
8
7
Fatchur Rahman, op, cit., hlm. 98.
9
Bagi setiap umat di antara kamu, Kami jadikan suatu peraturan dan tata
cara (sendiri-sendiri) (QS. al-MAidah: 48).
Mengenai orang murtad orang yang keluar dari agama Islam para
Ulama memandang mereka mempunyai kedudukan hukum sendiri.Hal ini
karena orang murtad dipandang telah memutuskan tali (silah) syariah dan
melakukan kejahatan agama.8Karena itu, meskipun dalam isyarat al-
Quran mereka dikategorikan sebagai orang kafir, para Ulama menyatakan
bahwa harta warisan orang murtad tidak diwarisi oleh siapapun, termasuk
ahli warisnya yang sama-sama murtad. Harta peninggalannya dimasukkan
ke Baiat al-mal sebagai harta fai (rampasan) dan digunakan untuk
kepentingan umum.
3. Perbudakan
8
Muslich Maruzi, Pokok-pokok Ilmu Waris, Semarang: Mujahidin, 1981, hlm. 16.
10
4. Berlainan Negara
Jadi yang lebih prinsip tampaknya adalah soal beda agama anatar
ahli waris dan muwarrisnya. Meskipun berbeda Negara, jika tidak ada
perbedaan agama, tidak ada halangan.
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Penghalang warisan adalah keadaan atau pekerjaan yang menyebabkan
seseorang yang seharusnya mendapat bagian warisan menjadi tidak
mendapatkan haknya.
2. Penghalang warisan ada empat:
Pembunuhan: Pembunuhan yang dialkukan ahli waris terhadap al-
muwarris menyebabkannya tidak dapat mewarisi harta peninggalan
orang yang diwarisinya.
Berlainan agama: Berlainan agama yang menjadi pengahalang
mewarisi adalah apabila antara ahli waris dan al-muwarris salah
satunya beragama Islam, yang lain bukan Islam.
Perbudakan: Perbudakan menjadi penghalang mewarisi, bukanlah
karena status kemanusiaannya, tetapi semata-mata karena status
formalnya sebagai hamba sahaya (budak). Mayoritas ulama
sepakat bahwa seorang budak terhalang untuk menerima warisan
karena ia dianggap tidak cakap melakukan perbuatan hukum.
Berlainan agama: Pengertian Negara adalah suatu wilayah yang
ditempati suatu bangsa yang memiliki angkatan bersenjata sendiri,
kepala Negara tersendiri, dan memiliki kedaulatan sendiri dan tidak
ada ikatan kekuasaan dengan Negara asing. Maka dalam konteks
ini, Negara bagian, tidak dapat dikatakan sebagai Negara yang
berdiri sendiri, karena kekuasaan penuh berada di Negara federal.
B. Saran
Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, dalam hal ini penulis
akhiri makalah ini dan tak lupa permohonan maaf penulis kepada semua
pihak, kritik dan saran sangat diharapkan demi kebaikan penulis untuk
makalah selanjutnya.
14
DAFTAR PUSTAKA
Salman, Otje. Mustofa Haffas, 2002, Hukum Waris Islam, Bandung: PT Refika
Aditama