Anda di halaman 1dari 17

i

HALANGAN MENERIMA WARISAN

MAKALAH

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqh Mawaris


yang diampu oleh Bapak Dr. Maimun, S. Ag. M. HI

Disusun Oleh Kelompok III:


NUR LAILIS NANIS SAADAH (18201501010137)
HUSLIYAH (18201501010069)
YUSUF BAUZIR (18201501010183)
BERRIL WILDAN IKHSAN (18201501010034)
M. FAHRI HOZAINI (18201501010125)
MOHAMMAD SYUKRON (18201501010091)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN


JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
2017
ii

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Swt., hanya dengan izin-Nya terlaksana segala
macam kebajikan dan diraihnya segala macam kesuksesan.Syukur atas rahmat dan
hidayah-Nya penulis haturkan sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan
judul HALANGAN MENERIMA WARISAN.Makalah ini disusun untuk
memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah Fiqh Mawaris.
Shalawat, rahmat, dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi
Muhammad Saw, kepada beliau diturunkan wahyu Ilahi yaitu Al-Quran sebagai
pedoman bagi seluruh manusia. Semoga tercurah pula kepada keluarga dan
sahabat-sahabat beliau serta seluruh umat-Nya yang setia.
Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari akan kenyataan
bahwasanya masih banyak terdapat kekeliruan, maupun kejanggalan dalam
makalah ini, namun hal ini bukanlah disengaja, melainkan keterbatasan
kemampuan penulis dalam beberapa hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dalam usaha menuju perbaikan.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memenuhi syarat dan bermanfaat
bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.

Pamekasan, 24 Maret 2017

Penulis
iii

DAFTAR ISI

Halaman Judul ................................................................................................ i

Kata Pengantar .............................................................................................. ii

Daftar Isi ........................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................1

A. Latar Belakang ....................................................................................1


B. Rumusan Masalah...............................................................................1
C. Tujuan ..................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................2

A. Pengertian Penghalang Warisan .......................................................2


B. Halangan Mendapat Warisan ............................................................2

BAB III PENUTUP .......................................................................................13

A. Kesimpulan ........................................................................................13
B. Saran ..................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................14


1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hukum Kewarisan Islam di dasarkan kepada beberapa ayat Al-
quran.Sebagian dari ayat-ayat kewarisan ini sudah begitu jelas dan pasti.Di
antara ayat-ayat tersebut ada yang masih memerlukan penjelasan dari
Nabi, baik dalam penjelasan arti, pembatasan maksud dan perluasan
makna.Penjelasan Nabi ini terdapat dalam Sunah Nabi atau Hadis.Hukum
kewarisan Islam yang didasarkan kepada wahyu Allah dan Sunah Nabi
adalah ajaran agama atau fiqh tentang kewarisan harus dijadikan pedoman
bagi umat Islam dalam menyelesaikan masalah harta peninggalan orang
yang telah meninggal.
Hukum kewarisan Islam merupakan bagian dari hukum keluarga
yang memegang peranan sangat penting, bahkan menentukan dan
mencerminkan sistem dan bentuk hukum yang berlaku dalam masyarakat.
Himpunan aturan-aturan hukum yang mengatur tentang siapa ahli waris
atau badan hukum mana yang berhak mewarisi harta
peninggalan.Bagaimana kedudukan masing-masing ahli waris serta berapa
perolehan masing-masing secara adil dan sempurna.Tetapi dalam makalah
ini lebih spesifik membahas tentang penghalang dalam mewarisi.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian penghalang warisan?
2. Apa saja halangan mendapat warisan?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian penghalang warisan.
2. Untuk mengetahui halangan mendapat warisan.
2

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Penghalang Warisan


Penghalang kewarisan adalah keadaan atau pekerjaan yang
menyebabkan seseorang yang seharusnya mendapat bagian warisan
menjadi tidak mendapatkan haknya. Penghalang pewarisan tersebut adalah
pembunuhan, berlainan agama, perbudakan, dan berlainan agama.1

B. Halangan Untuk Mendapatkan Warisan


Halangan untuk menerima warisan atau disebut mawani al-irs
adalah hal-hal yang menyebabkan gugurnya hak ahli waris untuk
menerima warisan dari harta peninggalan al-muwarris. Adapun hal-hal
yang dapat menghalangi tersebut, yang disepakati Ulama ada tiga, yaitu: 1.
Pembunuhan, 2. Perbudakan, 3. Berbeda negara, dan yang tidak
disepakati adalah 4. Berlainan negara.

1. Pembunuhan
Pembunuhan yang dilakukan ahli waris terhadap al-muwarris
menyebabkannya tidak dapat mewarisi harta peninggalan orang yang
diwarisinya. Demikian kesepakatan mayoritas (Jumhur) Ulama. Golongan
Khawarij yang memisahkan diri dari Ali ibn Abi Thalib dan Muawiyah
menentang pendapat ini. Alasan mereka, ayat-ayat al-Quran tidak
mengecualikan si pembunuh. Ayat-ayat mawaris hanya memberi petunjuk
umum. Oleh karena itu keumuman ayat-ayat tersebut harus diamalkan.2
Dasar hukum yang melarang si pembunuh mewarisi harta
peninggalan si mati adalah sabda Rasulullah saw, di antaranya:
a. Riwayat Ahmad dari ibn Abbas:

1
Prof. Dr. Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, Eds. Pertama, Cet ke-4, Hlm.
194.Jakarta:Kencana, 2012.
2
Muhammad Abd al-Rahim, al-Muhadarat fi al-Miras al-Muqaran, Kairo: tt, hlm. 48.
3

Rasulullah saw, bersabda: Barangsiapa membunuh seorang korban,


maka ia tidak dapat mewarisinya, walaupun korban tidak mempunyai ahli
waris selain dirinya sendiri. (Begitu juga) walaupun korban itu adalah
orang tuanya atau anaknya sendiri. Maka bagi pembunuh tidak berhak
menerima warisan. (Riwayat Ahmad).

b. Riwayat al-Nasai:

Tidak ada hak bagi pembunuh sedikitpun untuk mewarisi.

Persoalannya, mengingat banyak jenis dan macam pembunuhan


yang mana yang menghalangi si pembunuh untuk mewarisi korban. Para
ulama berbeda pendapat dalam masalah ini.

Ulama madzhab Hanafiah menjelaskan bahwa pembunuhan yang


menjadi penghalang mewarisi adalah:

1. Pembunuhan yang dapat diqisas, yaitu pembunuhan yang dilakukan


secara sengaja, direncanakan dan menggunakan peralatan yang dapat
menghilangkan nyawa orang lain, seperti pedang, golok, atau bendak
tajam lainnya.
2. Pembunuhan yang hukumannya berupa kafarat, yaitu:
Pembunuhan mirip sengaja (syibh al-amd), seseorang sengaja
memukul atau menganiaya orang lain tanpa disertai niat
membunuhnya. Tetapi tiba-tiba orang yang dipukul meninggal dunia.
Pembunuhannya dikenakan kafarat.

Menurut Imam Abu Yusuf dan Muhammad al-Syaibani,


pembunuhan mirip sengaja dikategorikan sengaja, dengan
menitikberatkan pada kematian korban, jadi bukan teknis memukul
atau menganiaya yang dilihat. Pemahaman ini membawa implikasi
terhadap jenis hukumannya, karena tidak lagi kafarat tetapi berubah
menjadi qisas.
4

3. Pembunuhan khilaf (qatl al-khata). Ini dapat dibedakan pada dua,


pertama, khilaf maksud. Misalnya seseorang menembakkan peluru
pada sasaran yang dikira binatang dan mengenai sasaran, lalu mati.
Ternyata yang terkena sasaran adalah manusia. Kedua, khilaf
tindakan, seperti seseorang menebang pohon, tiba-tiba mengenai yang
melihatnya dari bawah hingga tewas.
Abd al-Qadir Audah dalam buku al-Tasyri al-JinaI al-Islamy
memberi contoh, seseorang melepaskan tembakan pada suatu sasaran
dengan maksud latihan, tetapi mengenai keluarganya. Kekeliruan ini
terletak pada tindakannya yaitu tidak mengenai sasaran yang
dimaksud dan justru mengenai sasaran lain yang berakibat
keluarganya meninggal dunia.3
4. Pembunuhan dianggap khilaf (al-jar majra al-khata)
Contohnya, seseorang membawa beban, tanpa disengaja beban
tersebut menimpa saudaranya hingga tewas. Dalam hal ini si pembawa
beban tadi dikenakan hukuman kafarat.

Lebih lanjut Ulama Hanafiah mengatakan bahwa pembunuhan


yang tidak mengahalangi hak seseorang untuk mewarisi ada empat, yaitu:

1. Pembunuhan tidak langsung (tasabbub.


2. Pembunuhan karena hak, seperti algojo yang diserahi tugas membunuh
si terhukum.
3. Pembunuhan oleh orang yang tidak cakap melakukan perbuatan
hukum.
4. Pembunuhan karena uzur, seperti pembelaan diri.4

Ulama madzhab Malikiyah menyatakan bahwa pembunuhan yang


menjadi pengahalang mewarisi adalah:

1. Pembunuhan sengaja.
2. Pembunuhan mirip sengaja.
3
Abd al-Qadir Audah, al-Tasyri al-JinaI al-Islamy, Mesir: Dar al-Fikr al-Araby, tanpa tahun,
hlm. 84.
4
Fatchur Rahman, op. cit,.,hlm. 89.
5

3. Pembunuhan tidak langsung yang disengaja.

Sementara pembunuhan yang tidak menjadi penghalang mewarisi


adalah:

1. Pembunuhan karena khilaf.


2. Pembunuhan oleh orang yang tidak cakap melakukan perbuatan
hukum.
3. Pembunuhan yang dilakukan karena hak, seperti algojo melkasanakan
hukuman qisas, dan
4. Pembunuhan karena uzur.

Ulama madzhab Syafiiyah menyatakan secara mutlak bahwa


semua jenis pembunuhan merupakan pengahalang mewarisi.Di sini
mereka tidak membedakan pembunuhan, apakah yang dilakukan secara
langsung maupun tidak langsung, beralasan atau tidak beralasan. Jadi
seorang algojo misalnya, yang melakukan tembakan terhadap terhukum
yang masih ada hubungan keluarga, maka ia tidak berhak mewarisi harta
peninggalan si terhukum, kendatipun tidak ahli waris lainnya.

Dasar hukum yang digunakan adalah keumuman sabda rasulullah


saw, riwayat al-Nasai seperti dikutip terdahulu. Selain itu diperkuat lagi,
bahwa tindakan maker pembunuhan dengan segala macam tipenya itu
memutuskan tali perwalian.Di mana justru perwalian itu sendiri menjadi
dasar saling mewarisi. Dengan demikian, tindakan pembunuhan itulah
yang mewujudkan adanya pengahalang (mawani) untuk dapat mewarisi.5

Ulama Hanabilah mengemukakan pendapat yang lebih


realistis.Yaitu pembunuhan yang diancam hukuman qisas, kafarat dan
diyatlah yang dapat menjadi penghalang mewarisi bagi ahli waris.
Rinciannya adalah:

1. Pembunuhan sengaja.
2. Pembunuhan mirip sengaja.

5
Ibid.,hlm. 91.
6

3. Pembunuhan yang dianggap khilaf.


4. Pembunuhan khilaf.
5. Pembunuhan tidak langsung, dan
6. Pembunuhan oleh orang yang tidak cakap melakukan perbuatan
hukum.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa mayoritas ulama


berpendapat bahwa jenis pembunuhan adalah menjadi penghalang
mewarisi, kecuali pembunuhan yang hak yang dibenarkan oleh syariat
Islam.Seperti algojo yang melaksanakan hukuman qisas, atau hukuman
bunuh lainnya.

Persoalan lain yang muncul sehubungan dengan masalah ini perlu


kiranya dipertimbangkan. Banyak cara ditempuh si pembunuh untuk
merealisasikan niat jahatnya. Seseorang bias saja melakuakan pembunuhan
dengan meminjam tangan orang lain, atau menggunakan racun misalnya.
Dalam kasus seperti ini, tentu tidak mudah menentukan siapa pelaku
pembunhan itu.Oleh karena itu, peran hakim dalam menemukan kebenaran
materril menjadi tumpuan terakhir untuk menentukan jenis
pembunuhan.Apakah berakibat menjadi penghalang mewarisi atau tidak.

2. Berlainan Agama

Berlainan agama yang menjadi pengahalang mewarisi adalah


apabila antara ahli waris dan al-muwarris salah satunya beragama Islam,
yang lain bukan Islam.Misalnya ahli waris beragama Islam, muwarrisnya
beragama Kristen atau sebalinya.Demikian kesepakatan mayoritas
ulama.Jadi, apabila ada orang meninggal yang beragama Budha, ahli
warisnya beragama Hindu di antara mereka tidak ada halangan untuk
mewarisi.Begitu juga tidak termasuk dalam pengertian berbeda agama,
orang-orang Islam yang berbeda madzhab, satu bermadzhab Sunny dan
lainnya Syiah.

Dasar hukumnya adalah hadits Rasulullah saw, riwayat Imam


Bukhari dan Muslim:
7

Orang Islam tidak mewarisi harta orang kafir, dan orang kafir tidak
mewarisi harta orang Islam.

Hadits riwayat Ashab al-Sunan (penulis kitab-kitab al-sunan)6


berikut:

Tidak dapat saling mewarisi antara dua orang pemeluk agama yang
berbeda-beda.

Ini diperkuat dengan keumuman ayat 141 surah al-Nisa sebagai


berikut:


Dan Allah sekali-kali tidak akan memberikan suatu jalan bagi orang-
orang kafir (untuk menguasai orang mukmin).

Nabi saw, sendiri mempraktekkan pembagian warisan, di mana


perbedaan agama menjadi penghalang mewarisi, ketika paman beliau, Abu
Thalib orang yang cukup berjasa dalam perjuangan Nabi swa, meninggal
sebelum masuk Islam, oleh Nabi harta warisannya hanya dibagikan kepada
anak-anaknya yang masih kafir, yaitu, Ugail dan Thalib. Sementara
anaknya-anaknya yang telah masuk Islam, Ali dan Jafar, tidak diberi
bagian.

Penjelasan di atas dapat dipahami bahwa yang menjadi


pertimbangan apakah antara ahli waris dan muwarris berbeda agama
adalah pada saat muwarris meninggal.Karena pada saat itu hak warisan itu
mulai berlaku. Jadi misalnya ada seorang muslim meninggal dunia,
terdapat ahli waris anak laki-laki kafir, kemudian seminggu setelah masuk
Islam, meski warisan belum dibagi, anak tersebut tidak berhak mewarisi

6
Yaitu Imam Abu Dawud, al-Tirmidzi, al-NasaI, dan Ibn Majah
8

peninggalan si mati. Dan bukan saat pembagian warisan dijadikan


pedoman.Demikian kesepakatan mayoritas Ulama.

Imam Ahmad ibn Hanbal dalam salah satu pendapatnya


mengatakan bahwa apabila seorang ahli waris masuk Islam sebelum
pembagian warisan, maka ia tidak terhalang untuk mewarisi. Alasannya,
karena status berlainan agama sudah hilang sebelum harta warisan dibagi.

Pendapat Imam Ahmad di atas sejalan dengan pendapat golongan


madzhab Syiah Imamiyah.Pertimbangannya sebelum harta dibagi, harta-
harta tersebut belum menjadi hak ahli waris yang saat-saat kematian
muwarris telah memeluk Islam. Namun pendapat terakhir ini, agaknya
sulit diikuti, karena besar kemungkinan, kecenderungan seseorang untuk
menguasai harta warisan akan dengan mudah mengalahkan agama yang
dipeluknya, dan menyalahgunakan agama Islam sebagai upaya
memperoleh harta warisan. Walaupun pada saat kematian muwarris, ia
masih berstatus kafir, sebelum harta dibagi, ia memeluk Islam untuk
tujuan mendapatkan warisan.

Mayoritas Ulama mengajukan alasan apabila yang menjadi


ketentuan hak mewarisi adalah saat pembagian warisan, tentu akan muncul
perbedaan pendapat tentang mengawalkan atau mengakhirkan pembagian
warisan.7

Pemahaman yang dapat diambil dari kasus pembagian warisan Abu


Thalib, adalah bahwa perbedaan agama yang sama-sama bukan Islam
tidak menjadi penghalang.Hakikatnya antara agama-agama selain Islam
adalah satu, yaitu agama yang sesat.Demikian pendapat Ulama-ulama
Hanafiyah, Syafiiyah dan Abu Dawus al-Zahiry. Dasar hukumnya firman
Allah Swt:

7
Fatchur Rahman, op, cit., hlm. 98.
9

maka tidak ada sesudah kebenaran itu, melainkan kesesatan (QS.


Yunus:32)

Imam Malik dan Ahmad mengemukakan pendapat bahwa


perbedaan agama yang sama-sama bukan Islam tetap menjadi penghalang
mewarisi. Dasarnya adalah, masing-masing agama mereka mempunyai
syariat sendiri-sendiri, seperti diisyaratkan firman Allah Swt:

Bagi setiap umat di antara kamu, Kami jadikan suatu peraturan dan tata
cara (sendiri-sendiri) (QS. al-MAidah: 48).

Mengenai orang murtad orang yang keluar dari agama Islam para
Ulama memandang mereka mempunyai kedudukan hukum sendiri.Hal ini
karena orang murtad dipandang telah memutuskan tali (silah) syariah dan
melakukan kejahatan agama.8Karena itu, meskipun dalam isyarat al-
Quran mereka dikategorikan sebagai orang kafir, para Ulama menyatakan
bahwa harta warisan orang murtad tidak diwarisi oleh siapapun, termasuk
ahli warisnya yang sama-sama murtad. Harta peninggalannya dimasukkan
ke Baiat al-mal sebagai harta fai (rampasan) dan digunakan untuk
kepentingan umum.

Imam Hanafi member ketentuan, apabila si murtad memiliki harta


yang diperoleh ketika masih memeluk Islam, dapat diwarisi oleh ahli-ahli
warisnya yang muslim. Selebihnya, dimasukkan ke baiat al-mal.Sudah
barang tentu hal ini dapat dilakukan jika dapat dipisah-pisahkan harta
mana yang diperoleh ketika Muslim dan mana yang diperoleh setelah
murtad.Apabila tidak bias dipisah-pisahkan, maka sebaiknya semua
kekayaannya dimasukkan ke baiat al-mal.

3. Perbudakan

Perbudakan menjadi penghalang mewarisi, bukanlah karena status


kemanusiaannya, tetapi semata-mata karena status formalnya sebagai

8
Muslich Maruzi, Pokok-pokok Ilmu Waris, Semarang: Mujahidin, 1981, hlm. 16.
10

hamba sahaya (budak). Mayoritas ulama sepakat bahwa seorang budak


terhalang untuk menerima warisan karena ia dianggap tidak cakap
melakukan perbuatan hukum. Firman Allah menunjukkan:

Allah telah membuat perumpamaan (yakni) seorang budak (hamba


sahaya) yang dimiliki yang tidak dapat bertindak terhadap sesuatu
apapun (QS. al-Nahl: 75).

Islam sangat tegas tidak menyetujui adanya perbudakan,


sebaliknya sangat menganjurkan agar setiap budak hendaknya
dimerdekakan.Pada hakikatnya perbudakan tidak sejalan dengan nilai-nilai
kemanusiaan (humanisme) dan rahmat yang menjadi ide dasar ajaran
Islam.Melalui sanksi-sanksi hukum pelaku pelanggaran atau kejahatan,
memerdekakan budak merupakan salah satu alternative hukum.Ini
dimaksud agar secepatnya perbudakan dihapuskan dari muka bumi.

Seorang hamba sahaya secara yuridis dipandang tidak cakap


melakukan perbuatan hukum.Hak-hak keberadaannya berada pada
tuannya. Oleh karena itu ia tidak bias menerima warisan dari tuannya.
Lebih dari itu, hubungan kekerabatan dengan saudara atau keluarganya
sendiri terputus.Ahmad Muhammad al-Jurjawy mengemukakan bahwa
budak itu tidak dapat mewarisi harta peninggalan tuannya apabila tuannya
meninggal.Karena budak itu sendiri statusnya sebagai harta milik
tuannya.Sebagai harta tentu tidak bias memiliki, tetapi dimiliki, dan
yang memiliki hanyalah yang berstatus sebagai tuannya.

Begitu pula apabila ia sebagai muwarris, tidak bias mewariskan


hartanya sebelum ia merdeka. Misalnya ada seorang budak mukatab yaitu
budak yang berusaha membebaskan dirinya sendiri dengan kesanggupan
membayar angsuran sejumlah uang, atau melalui pekerjaan, menurut
pejanjian yang telah disepakati antara ia dengan tuannya, meskipun
statusnya sebagai budak tidak penuh, tidak bias mewariskan kekayaan
yang ditinggalkannya.
11

4. Berlainan Negara

Pengertian Negara adalah suatu wilayah yang ditempati suatu


bangsa yang memiliki angkatan bersenjata sendiri, kepala Negara
tersendiri, dan memiliki kedaulatan sendiri dan tidak ada ikatan kekuasaan
dengan Negara asing. Maka dalam konteks ini, Negara bagian, tidak dapat
dikatakan sebagai Negara yang berdiri sendiri, karena kekuasaan penuh
berada di Negara federal.

Adapun berlainan Negara yang menjadi penghalang mewarisi


adalah apabila di antara ahli waris dan muwarrisnya berdomisili di duan
Negara yang berbeda kriterianya seperti tersebut di atas. Apabila dua
Negara sama-sama muslim, menurut para Ulama, tidak menjadi
pengahalang mewarisi. Malahan, mayoritas Ulama mengatakan, meskipun
Negara berbeda, apabila antara ahli waris dan muwarrisnya non muslim,
tidak berhalangan bagi mereka untuk saling mewarisi. Dalam pada itu
Imam Abu Hanifah dan sebagian madzhab Hanbilah menyatakan bahwa
antara mereka yang berlainan Negara dan sama non muslim terhalang
untuk saling mewarisi.

Dasar hukum yang dijadikan landasan mayoritas Ulama, antara


muwarris dan ahli waris yang berbeda Negara yang sama-sama muslim
tidak terhalang haknya mewarisi adalah sabda Nabi saw:

Apabila dua orang muslim seorang (mengajak perang saudaranya)


dengan membawa pedang, maka keduanya telah beradu di tepi
Jahanam.Apabila salah seorang membunuh kawannya, kedua-duanya
sama-sama masuk neraka. Kami bertanya, Ya RAsulullah saw ini adalah
untuk si pembunuh, lalu bagaimana si terbunuh? Beliau menjawab:
Sesungguhnya ia juga menginginkan membunuh kawannya.(Riwayat
Imam Bukhari).
12

Antara Negara yang sama-sama muslim pada hakikatnya adalah


satu, meskipun kedaulatan, angkatan bersenjata dan kepala negaranya
sendiri-sendiri. Negara hanya semata-mata sebagai wadah perjuangan,
yang masing-masing di antara mereka terikat oleh satu persaudaraan, yaitu
ukhuwah Islamiyah.

Jadi yang lebih prinsip tampaknya adalah soal beda agama anatar
ahli waris dan muwarrisnya. Meskipun berbeda Negara, jika tidak ada
perbedaan agama, tidak ada halangan.
13

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Penghalang warisan adalah keadaan atau pekerjaan yang menyebabkan
seseorang yang seharusnya mendapat bagian warisan menjadi tidak
mendapatkan haknya.
2. Penghalang warisan ada empat:
Pembunuhan: Pembunuhan yang dialkukan ahli waris terhadap al-
muwarris menyebabkannya tidak dapat mewarisi harta peninggalan
orang yang diwarisinya.
Berlainan agama: Berlainan agama yang menjadi pengahalang
mewarisi adalah apabila antara ahli waris dan al-muwarris salah
satunya beragama Islam, yang lain bukan Islam.
Perbudakan: Perbudakan menjadi penghalang mewarisi, bukanlah
karena status kemanusiaannya, tetapi semata-mata karena status
formalnya sebagai hamba sahaya (budak). Mayoritas ulama
sepakat bahwa seorang budak terhalang untuk menerima warisan
karena ia dianggap tidak cakap melakukan perbuatan hukum.
Berlainan agama: Pengertian Negara adalah suatu wilayah yang
ditempati suatu bangsa yang memiliki angkatan bersenjata sendiri,
kepala Negara tersendiri, dan memiliki kedaulatan sendiri dan tidak
ada ikatan kekuasaan dengan Negara asing. Maka dalam konteks
ini, Negara bagian, tidak dapat dikatakan sebagai Negara yang
berdiri sendiri, karena kekuasaan penuh berada di Negara federal.

B. Saran
Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, dalam hal ini penulis
akhiri makalah ini dan tak lupa permohonan maaf penulis kepada semua
pihak, kritik dan saran sangat diharapkan demi kebaikan penulis untuk
makalah selanjutnya.
14

DAFTAR PUSTAKA

Maruzi, Muslich, 1981, Pokok-Pokok Ilmu Waris, Semarang: Mujahidin

Prodjodikoro, Wiryono, 1991, Hukum Warisan di Indonesia, Bandung: Sumur


Bandung

Rofiq, Ahmad. 1998. Fiqh Mawaris, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada

Salman, Otje. Mustofa Haffas, 2002, Hukum Waris Islam, Bandung: PT Refika
Aditama

Usman, Suparman. Yusuf Somawinata, 1997, Fiqh Mawaris, Jakarta: Gaya


Media.

Anda mungkin juga menyukai