KEWARISAN ISLAM
TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Makna Mirats
1
Muhammad Ali Ash-Shabuni, Hukum Waris Islam, Ali bahasa: Drs. Sarmin
Syukur,Surabaya: Al-Ikhlas , Cet: I,1995, , hlm. 48
1
kewarisan yang digunakan oleh al-qur’an2. Adapun kata ورث
dan derivatnya dalam al-qur’an mengandung makna sebagai
berikut
2
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
Cet. Ke-4,2000, hlm. 355
3
Muhammad Ali Ash-Shabuni, op.Cit
2
yang hidup, baik yang ditinggalkan itu berupa harta, atau hak-hak
syar’i ahli waris4
4
Ibid
5
Ali Parman, Kewarisan dalam al-Qur’an Suatu Kajian Hukum dengan
Pendekatan Tafsir Tematik, h. 27
6
Muslich Maruzi, Pokok-Pokok Ilmu Waris (Asas Mawaris), Semarang, t.th.
hlm. 1
3
2. Makna Faraidh
7
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Vol.14, Alih Bahasa: Drs.Mudzakir
As,Bandung: Al- Ma’arif, 1996, Cet.8, hlm. 235
8
Ali Hasan, Hukum Warisan Dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang, t.th, hlm. 9
9
Fatchur Rahman, Ilmu Waris, Bandung : PT Alma’arif, 1975, hlm.32
4
Dengan demikian, secara operasional dapat ditegaskan
bahwa dalam konteks kewarisan, kata faraidh tetap dimaksudkan
sebagai pengalihan harta pewaris kepada ahli warisnya dengan
saham yang pasti
3. Makna Al-Tirkah
10
Ali Parman, Op.Cit. 30
5
dengan demikian disini penulis mempersamakan pengertian ilmu
faraidh dengan fiqih mawarits.
6
Selanjutnya dengan kematian seseorang ini muncul suatu
masalah yakni bagaimana urusan dan kelanjutan hak-hak serta
kewajiban sebagai akibat dari meninggalnya seseorang? Oleh karena
itu dengan sifat Maha Tahu nya Allah dan dengan kasih sayangnya,
ia meciptakan ketentuan hukum yang berkaitan dengan hal
pembagian harta waris yang oleh ulama disusun dalam suatu disiplin
ilmu yakni Ilmu faraidh
مرم َم ْقبُو ْووض ُ ْفَ وا ِِنى ا. َ ع ِل ُم ْواَاالنَّا َ ض َو ْ ت َ َعلَّ ُمو ْووااْلفَ َرا ِئ
َ ى ْي ْ ت َ ِل و َّ ض َوت ْ َْو ُور اْل ِف وت َ ُن َحت و َ َوا َِّن َا واَا اْل ِع ْلو َوم
ُ َس ويُ ْقب
ص ُل بَ ْينَ ُْ َماِ ان َم ْن يَ ْف ِ َض ِة فَالَيَ ِجدَ َان فِى اْلفَ ِر ْي ِ اْ ِالثْن
11
"Belajarlah Ilmu faraidh dan ajarkanlah kepada orang lain,
sesungguhnya aku ini manusia biasa yang pasti mati, dan ilmu
pengetahuan ini (Faraidh) akan diangkat (hilang), setelah itu
akan timbul fitnah.hampir-hampir saja dua orang yang
berselisih dalam membagi harta waris tidak dapat menemukan
orang yang melerai keduanya. (H.R. Nasa’I ) "
Abdullah bin Amr bin al-Ash ra. berkata bahwa Nabi saw.
bersabda, "Ilmu itu ada tiga, selain yang tiga hanya bersifat
tambahan (sekunder), yaitu ayat-ayat muhakkamah (yang
11
Imam Abi Abdurrahman Ahmad Bin Syu’aib An-Nasa’i, Kitab As-Sunan Al-
Kubra , juz-4, Libanon: Darul Kitab Al Ilmiah, t.th, hlm. 63
7
jelas ketentuannya), sunnah Nabi saw. yang dilaksanakan, dan
ilmu faraid." (HR Ibnu Majah)
Abu Hurairah r.a. berkata bahwa Nabi saw. bersabda,
"Pelajarilah ilmu faraid serta ajarkanlah kepada orang lain,
karena sesungguhnya, ilmu faraid setengahnya ilmu; ia akan
dilupakan, dan ia ilmu pertama yang akan diangkat dari
umatku." (HR Ibnu Majah dan ad-Darquthni)
Dalam riwayat lain disebutkan, "Pelajarilah ilmu faraid,
karena ia termasuk bagian dari agamamu dan setengah dari
ilmu. Ilmu ini adalah yang pertama kali akan dicabut dari
umatku." (HR Ibnu Majah, al-Hakim, dan Baihaqi)
Dengan memperhatikan uraian diatas dapat kita pahami begitu
penting dan begitu tingginya kedudukan ilmu faraidh ini.
مرم َم ْقب ُْووض َوا َِّن ُ ْفَاِنِى ا. َ ع ِل ُم ْواَاالنَّا َ ض َو ْ ِت َ َعلَّ ُم ْوااْلفَ َرائ
َوان فِوى َّ ض َوت ْ َْ ُر اْل ِفت َ ُن َحت
ِ ى ْي ْ ت َ ِل َ اْ ِالثْن ُ َسيُ ْقبَ َااَا اْل ِع ْل َم
ِ ان َم ْن َي ْف
ص ُل َب ْينَ ُْ َما َ اْلفَ ِر ْي
ِ َض ِة فَالَ َي ِجد
"Belajarlah Ilmu faraidh dan ajarkanlah kepada orang lain,
sesungguhnya aku ini manusia biasa yang pasti mati, dan ilmu
8
pengetahuan ini (Faraidh) akan diangkat (hilang), setelah itu
akan timbul fitnah.hampir-hampir saja dua orang yang
berselisih dalam membagi harta waris tidak dapat menemukan
orang yang melerai keduanya. (H.R. Al-Hakim ) "
9
Dibidang mu’amalah dan pembagian harta pusaka mereka
berpegang kepada adat istiadat yang telah diwariskan turun-temurun
dari nenek moyang. Ada beberapa hal yang patut kita soroti dalam
masalah kewarisan yang berlaku pada masa itu, pertama; orang
yang berhak menerima pusaka, kedua; sebab-sebab kewarisan,
ketiga; adalah obyek yang diwariskan.
12
Ali Ash-shabuni. Op.Cit. hal.25
10
Para ahli waris di zaman jahiliah dari golongan kerabat
semuanya terdiri dari kaum laki-laki, yaitu anak laki-laki, saudara
laki-laki, paman dan anak laki-laki. Janji prasetya baru terjadi dan
mempunyai kekuatan hukum, apabila salah satu pihak telah
mengikrarkan janji prasetya kepada pihak lain dengan sumpah.
13
Persaudaraan antara kaum muhajirin dan anshar ashabuni menyebut
dengan istilah Mua’akhah yaitu persaudaraan yang dipertalikan oleh
Rasulullah,antara muhajirin dan anshar. Orang muhajirin membagi harta
pusakanya kepada kaum anshar dan kaum anshar membagi pusakanya
kepada kaum muhajirin tidak kepada kerabatnya. Lihat Ashabuni.op.Cit.
hal. 22
11
”Sesungguhnya orang-orang yang beriman, berhijrah dan
berjihat pada jalan Allah dengan harta dan jiwanya dan orang-orang
yang melindungi serta menolong, mereka itu sebagiannya menjadi
wali bagi yang lain. Sedangkan orang-orang yang beriman tetapi
enggan berhijrah tak ada kewajiban sedikitpun bagimu mewakilkan
mereka, sebelum mereka berhijah.”
12
Yang dimaksud dengan azas kewarisan disini adalah dasar-
dasar yang membangun teori kewarisan dalam Islam adapun azas-
azas tersebut adalah sebagai berikut :
1. Asas Ijbari
Ijbari secara bahasa artinya memaksa, hal ini mengandung
arti bahwa peralihan harta dari seseorang yang meninggal kepada
ahli warisnya berlaku dengan sendirinya atau secara otomatis
berdasarkan ketetapan Allah SWT. bukan bergantung kepada
kehendak si pewaris atau ahli warisnya, unsur memaksa dalam
hukum waris ini dikarenakan kaum muslim terikat untuk taat kepada
Allah sebagai konsekuensi logis atas pengakuan kemahaesaan Allah
dan kerasulan Muhammad SAW yang dinyatakan dalam dua
kalimah syahadat14.
14
Juhaya S.Praja. Filsafat Hukum Islam. 1995. Bandung : LPPM UNISBA
hal 107
15
Ibid hal 108
13
b. Harta hanya berhak dimanfaatkan dan digunakan oleh
manusia yang masih hidup, karena harta pada dasarnya
adalah alat dalam menjalani kehidupan
َيَ ْو َم َال َي ْنفَ ُع َمال َو َال َبنُون
Pada hari (setelah kematian) dimana harta dan anak-anak tak
bermanfaat lagi, (Qs.Asyu'ara : 88)
14
e. Dalam kewarisan islam Harta warisan didistribusikan
kembali (dibagikan) kepada orang-orang yang memiliki
hubungan batin terdekat dengan yang meninggal seperti
istri, anak-anak, orang tua, saudara-saudara, dan kerabat-
kerabat yang ada hubungan darah dengannya, atau orang
yang memerdekakan dirinya. Oleh karena itu, hubungan
antara yang hidup dengan yang telah meninggal secara batin
terus ada. Kalau selagi hidup hubungan itu terikat dengan
keberadaannya dan kalau sudah meninggal hubungan terikat
dengan harta yang ditinggalkannya.
f. Laki-laki dan perempuan sama-sama medapatkan bagian
dari harta yang diwariskan. Kepemilikan harta yang
diperoleh oleh masing-masing dari harta warisan adalah sah
sebagai milik pribadinya baik laki-laki ataupun perempuan
sesuai dengan bagian yang telah ditetapkan baginya.
g. Harta yang diwariskan bukan saja berupa harta berwujud
tetapi juga termasuk hak-hak yang masih menjadi milik
orang yang meninggal.
شيْأ َو َرثَهُ ِب ُحقُ ْو ِق ِه َ ُك ُّل َم ْن َو َر
َ ث
Setiap orang yang mewarisi sesuatu, maka dia mewarisi pula
hak-haknya(yang bersifat harta)16
Contohnya, hak khiyar terhadap barang, karena hak khiyar
tetap ada dalam jual beli. Demikian pula hak terhadap
hutang atau gadai atau hak cipta yang diwariskan.
Kedudukan ahli waris dalam hal ini menduduki kedudukan
orang yang meninggal.
h. Harta yang diwariskan dibagikan kepada ahli warisnya
setelah dikurangi hal-hal sebagai berikut :
1. Biaya pemeliharaan mayat,
2. Pembayaran utang orang yang meninggal.
16
Muhammad Al-Ruki. Qawaid al-Fiqh Al-Islami.tt.Beirut : Dar Al-Qolam
hal 271
15
3. Pemenuhan wasiyat sampai batas yang diperbolehkan
syara’, yaitu tidak lebih dari sepertiga harta yang
ditinggalkannya (setelah point a, dan b.)17
i. Harta harus diserahkan kepada baitul mal jika orang yang
meninggal dunia tidak meninggalkan ahli waris satu pun
2. Asas Warasta
َ لَي
َ ْس ِلقَاتِ ٍل ِم
يراث
19
17
Tim Dosen PAI UPI. Pendidikan Agama Islam. 2005: Bandung : Value
Press.
18
Ali Ahmad al-Nadwi, Al-Qawaid al-Fiqhiyyah. 1998. Cet V. Beirut: Dar
Al-Qalam. Hal 95
16
Pembunuh itu tidak mendapatkan harta warisan (Hr. Ibn Majah)
3. Asas Tsulutsailmal
Asas ini menyatakan bahwa wasiat tidak boleh melebihi
sepertiga dari jumlah harta peninggalan, jumlah sepertiga ini
didasarkan pada hadits Rasulullah
19
Sunan Ibn Majah Bab Al-Qatilu la Yurastu, Juz 8 Hal 204 Hadits No
2748
20
Jalaludin Abdurrahman As-Suyuti. Al-Asyba’ Wan Nadhoir. Tt
Indonesia.Syirkah Nur Asia. Hal 103
21
Muchlis Usman. Kaidah-kaidah Ushuliyah dan Fiqhiyyah. Pedoman
Dasar Dalam Isntinbath Hukum Islam.2002. Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada. Hal 170
17
اِنَّ َك ا َ ْن تَاَ َر َو َرثَت َ َك أ َ ْغ ِنيَا َء َخيْر ِم ْن ا َ ْن.ث َكثِيْر ُ ُث َوالثُّل ُ ُالثُّل
َ عالَة َيت َ َكفَّفُ ْونَ النَّا َ تَاَ َر ُا ْم
(Kamu berwasiat sepertiga) dan sepertiga itu banyak, sesungguhnya
lebih baik kamu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan
berkecukupan daripada meninggalkan mereka dalam keadaan
miskin, mengemis kepada orang lain (Hr. Muslim)
22
As-Suyuhti. Al-Asybah Wan Nazhair fi Qawaid wa Furu’ Fiqh al-Syafi’i
1979. Beirut : Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah. Cet 1 hal 502
18
( tidak ada hak menerima washiat kecuali para ahli waris
membolehkannya ) 23
عن أبى امامة الباالى قال سمعت رسول هللا صلى هللا عليه...
وسلم يقول في خطبته فى حجة الوداع ان هللا عزوجل قد
...اعطى كل ذى حق حقه الوصية لوارث
Dari abi Umamah beliau berkata; Rasulullah bersabda dalam
khutbah pada haji wada " Sungguh Allah telah memberikan hak
(waris) kepada setiap yang berhak. Oleh karena itu, tidak ada wasiat
(tambahan harta) bagi orang yang (telah) mendapatkan warisan’) 24
23
Juhaya S.Praja. op.cit. hal 109
24
Sunan Baihaqi, Juz 6 Hal 244. Soft ware Maktabah Syamilah
25
Sunan Ibn Majah, Bab La washiyata lil warisi Juz 2 hal 905 CD
Maktabah Syamilah
19
Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan
(tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak,
Berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf (ini
adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa. (Qs.Al-Baqarah
: 180)
Menurut para ulama ayat ini turun sebelum ayat waris dan
ayat ini telah dinasakh oleh ayat waris, oleh karena itu seseorang
tidak boleh lagi berwasiat untuk membagikan sejumlah harta tertentu
untuk para ahli warisnya karena ahli waris telah mendapatkan bagian
yang telah ditetapkan oleh Allah. Adapun wasiat untuk selain ahli
waris maka hukumnya diperbolehkan.
20
pembayaran hutang lebih didahulukan sebelum washiyat" (Hr.
Ahmad ) 26
Berdasarkan hadits tersebut jelaslah bahwa hutang harus
didahulukan daripada washiyat dengan alasan-dalam pandangan
hemat penulis, membayar hutang merupakan satu kewajiban mayit
yang mutlak harus ditunaikan sementara menunaikan washiyat
adalah bentuk ihsan mayit yang berarti hal itu sunah hanya
pelaksanaan oleh ahli waris atas washiyat pewaris adalah wajib
karena merupakan amanah, oleh karena itu mendahulukan hal yang
wajib atas hal yang sunnah merupakan sesuatu hal dikehendaki oleh
ajaran Islam sebagaimana kaidah :
ُ الواجب الَيُتْ َركُ ِل
سنَّ ٍة
Sesuatu yang wajib tidak boleh ditinggalkan dengan melakukan
yang sunnah.
Adapun redaksi ayat yang mendahulukan washiyat dari pada
hutang mengandung hikmah tersendiri yaitu penyebutan yang
didahulukan menunjukan pentingnya yang disebut. Yakni agar
mendorong para ahli waris untuk menunaikan washiyat, tanpa
melalalikannya. Karena washiyat itu dipandang sebagai tabarru
mahdha (perbuatan baik semata-mata) yang tidak memerlukan
iwadh (pengganti), yang kadang-kadang para ahli waris enggal
melaksanakan washiyat itu. Lain halnya dengan hutang yang
dituntut iwadlnya (pengganti) oleh pemberinya karena sampai
matipun hutang tetap tanggungan sipeminjam.27
Dengan demikian pendahuluan kata wahshiyat daripada
hutang mengandung hikmah agar orang tidak melalaikan washiyat
dan menjadi kikir untuk memenuhi washiyat oleh para ahli
warisnya. Karena wahsiyat adalah salah satu bentuk ihsan pewaris
kepada yang lain agar ditunaikan oleh ahli warisnya
26
Musnad Imam Ahmad , Bab Musnad Ali Bin Abi Thalib. Juz I hal 144
27
Muhammad Ali Ash-Shabuni . Al-Mawarits Fi Al-Syari'ati Al-Islamiyati
'Ala Dhaui al-Kitabi Wa Al-Sunnati Alih bahasa M.Samhuji Yahya hal
44
21
4. Asas Bilateral
Hukum waris Islam menganut Asas bilateral, hal ini berarti
bahwa seseorang menerima hak waris atau bagian waris dari kedua
belah pihak yaitu dari kerabat keturunan laki-laki dan dari kerabat
perempuan.
Ayat 7 An-Nisa
Ayat ini menegaskan bahwa seorang laki-laki
berhak mendapat warisan dari ayahnya dan juga dari
ibunya, demikian juga perempuan ia berhak
mendapat warisan dari kedua orang tuanya.
Ayat 11 An-Nisa
Ayat ini menegaskan hal-hal berikut :
22
1. Seorang laki-laki yang mati punah, maka
saudaranya yang laki-lakilah yang berhak atas
atas harta peninggalannya, juga saudaranya
yang perempuan berhak mendapat warisannya
itu.
2. Bila pewaris yang mati punah itu seorang
perempuan, maka saudaranya, baik laki-laki
maupun perempuan, berhak menerima harta
warisnya.
Ayat 176 An-Nisa
Ayat ini menyatakan bahwa :
28
Abu Zahrah, Ahkam al-tirkah wa al-Mawarits. 1963. Dar-Al-Fikr Al-
Farabi. hal 214
23
laki seibu-sebapa dan saudara laki-laki sebapak. Maka yang
mendapat warisan hanya saudara laki-laki seibu sebapak,
karena kekerabatnnya lebih kuat dari yaitu melalui garis ibu
dan bapak sedangkan saudara laki-laki sebapak saja
kekerabatannya lebih lemah karena melalui garis bapak saja.
Begitu juga dalam masalah ashabah dikenal dalam ilmu
faraidh tarjih ashabah yaitu tarjih jihat. Bahwa jihat
bunuwah lebih didahulukan dari jihat ubuwah, jihat ubuwah
lebih didahulukan dari jihat ukhuwah dan jihat ukhuwah
lebih didahulukan dari jihat umumah,
Kaidah tersebut hanya berlaku jika derajat
kekerabatannya sama, yakni sama-sama derajat saudara
seperti contoh diatas atau dalam cara-cara memperoleh harta
dengan jalan ashabah.
Selanjutnya ada pula kaidah yang dirumuskan oleh
para ulama yakni
َ ُك ُّل َم ْن ا َ ْدلَى اِلَى ال َْالك ِب َوا ِس
ُ ط ٍة فَالَ َي ِر
ث ِب ُو ُج ْو ِد َاا
Setiap orang yang dihubungkan dengan kepada yang
meninggal melalui perantaraan, maka dia tidak mewarisi
selama perantara itu ada29
Contohnya, antara kakek dan bapak, kakek tidak
dapat waris selama bapak orang yang meninggal itu ada,
karena kakek dihubungkan dengan orang yang meninggal
melalui bapak. Demikian pula anak laki-laki dengan cucu
laki-laki. Cucu laki-laki tidak menjadi ahli waris selama ada
anak laki-laki karena cucu laki-laki dihubungkan dengan
orang yang meninggal melalui anak laki-laki.
29
Muhammad Ar-Ruki, Qawaid Al-Fiqh Al-Islmi. Beirut : Dar Al-Qolam
hal 271
24
keseimbangan antara hak dan kewajiban, yakni antara hak
yang diperoleh seseorang dengan kewajiban yang harus
ditunaikannya.
6. Asas Individual
30
Juhaya S.Praja. Op Cit. hal 111
25
dewasa dan memiliki kecakapan maka walinya
berkewajiban mengembalikan harta tersebut, dan satu hal
yang perlu dicatat, berdasarkan asas individual ini maka
harta seseorang yang berada dibawa perwaliannya tidak
boleh bercampur dengan harta walinya. (Juhaya S.Praja :
107-112)
EVALUASI
26
3. Apa arti faraidl, dan apa yang dimaksud dengan ilmu
faraidl? Jelaskan oleh saudara apa saja yang menjadi
ruanglingkup kajian dalam kewarisan dalam hukum Islam !
4. Jelaskan apa pentingnya kita mempelajari hukum kewarisan
Islam!
5. Jelaskan oleh saudara sejarah perkembangan hukum
kewarisan Islam secara singkat dan jelas !
6. Jelaskan oleh saudara sebab-sebab mewarisi pada zaman
jahiliyah dan pada masa awal Islam.!
7. Sebutkan Asas-asas Hukum Waris Islam !
8. Salah satu azas kewarisan Islam adalah Ijbari coba jelaskan
oleh saudara apa yang dimaksud dengan asas tersebut dan
apa implikasi hukum dari asas tersebut !
9. Apa yang dimaksud dengan asas bilateral dalam kewarisan ?
10. Apa yang dimaksud dengan asas kematian dalam kewarisan?
27