Artinya : Dan apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa
yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya. (QS. Al-Hasyr 7).
وما من دآبة فى األ رض وال طير يطير بجناحيه إال أمم أمثالكم ما فرطنا فى الكتاب من شيئ ثم إلى ربهم يخشرون
Artinya : "Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang
terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu. Tiadalah
kami alpakan sesuatu dalam al-Kitab (al-Qur'an), dan kepada tuhanlah mereka
dihimpun". (QS. al-An'am : 38)
Hal ini mereka dasarkan kepada firman Allah dalam surah Al-Hijr : 9
Jadi tidak terdapat garansi tentang kebenaran dan kemurnian hadits (sunnah).
Pendapat mereka ini dibantah oleh para Ulama lainnya bahwa pemeliharaan
Allah terhadap al-Qur'an mencakup pemeliharaan sunnah. Hal ini didasarkan pada
keberadaan sunnah sebagai perincian dari ayat al-Qur'an maka secara otomatis
pemeliharaan mencakup pemeliharaan keduanya.
Bahkan kemaslahatan yang lebih sesuai di saat itu adalah untuk menulis al-
Quran dan mendewankannya, untuk menjaga agar jangan sampai hilang dan
bercampur dengan sesuatu. Kehujjahan itu tidak terletak hanya pada tertulisnya
Hadits saja, tetapi juga terdapat pada ke-mutawatir-annya, pengambilannya dari
orang adil lagi terpercaya dan diberitakan oleh orang-orang yang kuat hafalannya.
Pemindahan dengan cara demikian bukan berarti kurang sah daripada pemindahan
dari tulisan.[7]
bahkan terdapat hadits yang dhoif dan tidak dapat dijadikan landasan penetapan
hukum dan argumentasi, serta sulit membedakan antara hadits
yang shohih dan dhoif.
5. Kritik matan.
Meski ulama hadits telah menyeleksi sunnah dari hadits-hadits maudhui tetapi
belum menyeluruh pada sanad hadits dan matannya. Seleksi baru dilakukan pada
bagian luarnya saja sehingga banyak hadits yang bertentangan dengan akal pikiran.
"Sesungguhnya cara menafsiri al-Qur'an yang paling tepat ialah menafsirkan al-
Qur'an dengan al-Qur'an. Sesuatu yang disebutkan secara umum pada satu tempat
dirinci pada tempat yang lain, dan sesuatu yang disebutkan secara singkat pada
satu tempat disebutkan secara panjang lebar pada tempat yang lain.
إنا أنزلنا إليك الكتاب بالحق لتحكم بين الناس بما أرك هللا وال تكن للخآئنين خصيما
وما أنزلنا عليك الكتاب إال لتبين لهم الذى اختلفوا فيه وهدى ورحمة لقوم يؤمنون
Artinya : "Dan kami tidak menurunkan al-Kitab (al-Qur'an) ini, melainkan agar kamu
dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu dan menjadi
petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman". (QS. an-Nahl : 64).
2. Mengkhususkan (takhsis) dari makna umum ('am) yang disebutkan dalam al-
Qur'an. Seperti firman Allah an-Nisa' : 11. Ayat tentang waris tersebut bersifat umum
untuk semua bapak dan anak, tetapi terdapat pengecualian yakni bagi orang (ahli
waris) yang membunuh dan berbeda agama sesuai dengan hadits Nabi SAW.
"Seorang muslim tidak boleh mewarisi orang kafir dan orang kafir pun tidak boleh
mewarisi harta orang muslim" (HR. Jama'ah). Dan hadits "Pembunuh tidak mewarisi
harta orang yang dibunuh sedikit pun" (HR. Nasa'i).
والسارق والسارقة فاقطعوا أيديهما جزاء بما كسبا نكال من هللا وهللا عزيز حكيم
Artinya : "Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri potonglah tangan
keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai
siksaan dari Allah SWT. Dan Allah Maha Perkasa Lagi Maha Bijaksana". (QS. Al-
Maidah : 38).
Ayat di atas dibatasi dengan sabda Nabi SAW : "Potong tangan itu untukseperempat
dinar atau lebih". Dengan demikian hukuman potong tangan bagi yang mencuri
seperempat dinar atau lebih saja.
Selain yang tersebut diatas, fungsi hadis/sunah terhadap al-Qur’an adalah sebagai
berikut:
a. Membuat hukum baru yang tidak terdapat dalam Al-Qur'an. Dalam hal ini
hukum-hukum atau aturan itu hanya berasaskan sunnah/hadits semata-mata.
Contohnya larangan mengawini seorang wanita yang sepersusuan, karena ia
dianggap muhrim senasab, dalam sabdanya:
b. Mengubah ketetapan hukum dalam Al-Qur'an. Contohnya adalah ayat 180 Surat
Al Baqoroh yang menjelaskan tentang kewajiban berwasiat. Kemudian diubah
dengan hadits yang berbunyi: ال وص……………ية ل……………وارث. Hadits (as-Sunnah) sebagai
penghapus (nasikh) hukum yang ditetapkan al Quran, (Hal ini menurut pendapat
yang membolehkanpenasakhan al Quran dengan as-Sunah)[11].
Contoh :
)الوصية لوارث (رواه الترميذي
Hadits di atas menasikh hukum wasiat bagi orang tua, kerabat (ahli waris)
yang ditetapkan oleh al Quran surat al Baqoroh 180 yaitu:
كتب عليكم إذا حضر أحدكم الموت ان ترك خيراً الوصية للوالدين واالقربين بالمعروف حقا على المتقين
Menurut sebagian ulama ayat ini sudah dinasakh. Ada yang mengatakan bahwa
ayat ini dinasakh dengan hadits yang tersebut di atas. Akan tetapi ada pula sebagian
ulama yang berpendapat bahwa ayat ini masih tetap “muhkamah”, artinya masih
tetap berlaku. Antara lain pendapat seorang mufassir yang terkenal bernama Abu
Muslim Al-Asfahany.
Menurut ulama mutaqaddimin bahwa terjadinya naskh ini karena pembuat syariat
menurunkan ayat tersebut tidak diberlakukan untuk selama-lamanya. Ketentuan
yang terakhir menghapus ketentuan yang terdahulu karena yang terakhir dipandang
lebih luas dan lebih cocok dengan nuansanya. Ini menurut ulama yang menganggap
adanya fungsi bayan naskh. Kelompok ini adalah golongan Muktazilah, Hanafiyah,
dan madzhab Ibn Hazm Al Dhahiri. Hanya saja muktazilah membatasi fungsi naskh
ini hanya berlaku untuk hadits–hadits yang mutawatir. Sementara golongan
hanafiyah tidak mensyaratkan hadits mutawatir bahkan hadits masyhur yang
merupakan hadits ahad pun bias menasakh hukum sebagian ayat Al Qur’an. Bahkan
Ibnu Hazm sejalan dengan adanya naskh kitab dengan sunnah meskipun dengan
hadits ahad.
Sedangkan yang menolak naskh jenis ini adalah Imam Syafi’i dan sebagian besar
pengikutnya, meskipun naskh tersebut dengan hadits yang mutawatir. Kelompok lain
yang menolak adalah sebagian besar pengikut madzhab Dzahiriyah dan kelompok
Khawarij. Menurut As-Syafi’i sunnah/hadis tidak dapat menaskh Al Qur’an. Hanya
saja sunnah/hadis itu menjelaskan adanya naskh dalam Al-Qur’an, sebab naskh itu
membutuhkan keterangan tentang dalil mana yang dahulu dan dalil mana yang
datang kemudian. Sedangkan penjelasan dalam hal ini adalah dari Nabi sendiri.
=========================================================
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad, bin Alwy al maliky. 1982. Al Manhal Al Latif fi Ushul Al Hadits As Syarif.
Rahman, Fatchur. 1974. Ikhtisar Mushthalahu’l Hadits. Bandung: PT.
Alma’arif Bandung.
Al-Khatib, Muhammad Hajjaj. 1989. Ushul Hadits. Beirut: Dar el-Fikr.
Syafe’i, Rahmat. 1999. Ilmu Ushul Fiqih. Bandung: Pustaka Setia.
Shalih, Subhi. 1997. Ushul Hadits. Beirut: Darul ‘Ilmi.