Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Al-Qur’an adalah kalam Allah. yang sekaligus merupakan mukjizat, yang


diturunkan kepada nabi Muhammad Saw. yang sampai kepada umat manusia dengan cara al-
tawâtur (langsung dari Rasul kepada umatnya), yang kemudian termaktub dalam mushaf.
Kandungan pesan Ilahi yang disampaikan nabi pada permulaan abad ke-7 itu telah
meletakkan basis untuk kehidupan individual dan sosial bagi umat Islam dalam segala
aspeknya. Al-Qur’an berada tepat di jantung kepercayaan Muslim dan berbagai pengalaman
keagamaannya. Tanpa pemahaman yang semestinya terhadap al-Qur’an, kehidupan
pemikiran dan kebudayaan Muslimin tentunya akan sulit dipahami.

Lahirnya pengetahuan tentang korelasi (munasabah) ini berawal dari kenyataan


bahwa sistimatikan al-Qur’an sebagaimana terdapat dalam mushaf Utsmani sekarang tidak
berdasarkan pada kronologis turunnya, itulah sebabnya terjadi perbedaan pendapat di
kalangan ulama salaf tentang urutan surat dalam al-Qur’an. Pendapat pertama, bahwa hal itu
didasarkan pada tauqifi dari Nabi. Golongan kedua berpendapat bahwa hal itu didasarkan atas
ijtihad. Kehadiran al-Qur’an dan misi risalah Rasulullah Saw selalu mengudang perhatian
berbagai pihak untuk mengadakan studi. Aspek kajiannya terus berkembang baik dari aspek
ilmiah maupun aspek non ilmiah. Hal ini barangkali dikarenakan oleh mu’jizat al-Qur’an.
Keajaiban al-Qur’an seperti air laut tak pernah kering untuk ditimba. Ia lalu memeberikan
inspirasi kepada manusia tanpa habis-habisnya.

B. Rumusan Masalah

Untuk mempermudah memahami munasabah, dalam makalah ini kami membahas


tentang :

1. Apa pengerian munasabah?


2. Bagaimana sejarah perkembangan ilmu munasabah?
3. Bagaimana cara mengetahui munasabah?
4. Ada berapa macam munasabah alquran?
5. Bagaimana kedudukan munasabah dalam Al-Quran?

Ilmu Al-Quran | Munasabah 1


6. Apa urgensi dan kegunaan dari mempelajari munasabah alquran?

C. Tujuan Masalah
Tujuan masalah dalam makalah ini tidak lain adalah memperdalam pengetahuan
mengenai munasabah beserta contoh-contohnya.

Ilmu Al-Quran | Munasabah 2


BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Munasabah

َ ‫ ُمنَا‬-‫ب‬
Munasabah secara bahasa berasal dari kata ‫سبَ َة‬ ِ ‫يُنَا‬-‫ب‬
َُ ‫س‬ َ َ ‫ نا‬yang berarti dekat,
ََ ‫س‬
َ ‫ ا ْل ُمنَا‬sama artinya dengan ‫اربَة‬
serupa, mirip, dan rapat. ‫سبَة‬ َ َ‫ ال ُمق‬yakni mendekatkannya dan
menyesuaikannya. Annasib juga berarti ar-rabith, yakni ikatan, pertalian, hubungan.

Secara istilah, munasabah berarti hubungan atau keterkaitan dan keserasian antara
ayat-ayat Al-Qur’an. Ibnu Arabi, sebagaimana dikutip oleh imam As-Sayuti, mendefiisikan
munasabah itu kepada keterkaitan ayat-ayat Al-Qur’an antara sebagiannya dengan sebagian
yang lain, sehingga ia terlihat sebagai suatu ungkapan yang rapi dan sistematis. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa munasabah adalah suatu ilmu yang membahas tentang
keterkaitan atau keserasian ayat-ayat Al-Qur’an antar satu dengan yang lain.

1. Menurut az-zarkasyi:munasabah adalah suatu hal yang dapat dipahami. Tatkala


dihadapkan pada akal, pasti akal itu akan menerimannya.
2. Menurut Manna’al-Qaththan:”munasabah adalah sisi keterkaitan antara beberapa
ungkapan dalam satu ayat atau antarayat pada beberapa ayat, antar surat (di dalam
al-qur’an).
3. Menurut al-Biqa’i: munasabah adalah suatu ilmu yang mencoba mengetahui alasan-
alasan di balik susunan atau urutan bagian-bagian Al-qur’an, baik ayat dengan ayat
atau surat dengan surat.

B. Sejarah Pertumbuhan Dan Perkembangan Ilmu Munasabah

Secara historis ilmu munasabah termasuk ilmu yang muncul belakangan,


dibandingkan dengan ilmu-ilmu al-Quran lainnya. Di samping itu, orang yang mengguluti
bidang ilmu ini juga sangat sedikit. Hal ini disebabkan antara lain karena pelik dalam
pemahamannya disbanding dengan ilmu lainnya. Sehingga beberapa orang saja yang
mencoba mengguluti ilmu munasabah ini.

Ilmu Al-Quran | Munasabah 3


Ulama yang pertama sekali mencoba menggagas ilmu adalah Abu Ja’far bin Zubair,
ia merupakan salah seorang ahli dalam ilmu-ilmu al-Quran yang hidup pada abad III atau IV
H.

Pada tahap berikutnya jejak Abu Ja’far juga diikuti oleh fakhruddin l- razi dalam
tafsirnya Mafatih al-Ghaib. Sedangkan menurut Jalaluddin al-Suyuthi, ilmu ini pertama kali
dikembangkan oleh imam Abu Bakar al-Naisaburi di Baghdad.

Pada tahap berikutnya tampil seorang ahli ilmu al-Quran bernama Ibrahim bin Umar
al Biqa’ dengan kitabnya Nazm al-Durar fi Tanasub al-Ayat wa al-Suwar, ia membahas ilmu
ini secara lebih lengkap. Kitab ini khusus membicarakan tentang keterkaitan antara satu ayat
dengan ayat lain serta antara satu surat dengan surat yang lain dalam al-Quran. Di samping
itu terdapat juga ‘Allamah Abi Ja’far Amad bin Ibrahim bin al-Zubir al- Tsaqafi Al-‘Ashimy
al-Andalusi dengan judul Mu’alim bi al-Burhan fa Tartibi Suwar al-Quran. Kitab ini
membahas tentang munasabah antara ayat-ayat.

Tindakan An naisaburi merupakan kejutan dan langkah baru dalam dunia tafsir
waktu itu. Beliau mempunyai kemampuan untuk menyingkap persesuaian, baik antar ayat
ataupun antar surat, terlepas dari segi tepat atau tidaknya, segi pro atau kontra terhadap apa
yang dicetiskan beliau. Satu hal yang jelas, beliau dipandang sebagai Bapak Ilmu Munasabah.
Dalam perkembangannya, munasabah meningkat menjadi salah satu cabang dari ilimu-ilmu
al-Quran. Ulama-ulama yang dating kemudian menyusun pembahasan munasabah secara
khusus. Di antara kitab yang khusus membicarakan munasabah adalah Al-Burhan fi
munasabati tartibil Quran susunan Ahmad Ibnu Ibrahim Al Andalusi (wafat 807 h). menurut
pengarang Tafsir An-nur, penulis yang membahas dengan baik masalah munasabah ialah
Burhanuddin Al Biqa’i dalam kitabnya Nazhmud Durar fi Tanasubil Ayati was Suwar. [2]

Latar belakang sejarah timbulnya ilmu ini erat hubungannya dengan sikap para
mufassir pada masa itu yang selalu bertanya-bertanya tentang hubungan antara satu ayat
dengan ayat yang lain. Mereka selalu terbentur ketika melihat kandungan al-Quran yang
seakan-akan tidak punya hubungan sama sekali antara ayat yang satu dengan ayat berikutnya .
Abu Bakar Al Naisaburi yang disebut sebagai pelopor ilmu ini permulaannya mencoba
mencari hubungan ayat-ayat yang ia tafsirkan tersebut. Cara yang ia lakukan adalah dengan
mengeluarkan beberapa pertanyaan sekitar ayat yang ia tafsirkan. Pertama kali ia
menyempurnakan ayat sebelumnya ataukah ayat itu berdiri sendiri? Jika berdiri sendiri,

Ilmu Al-Quran | Munasabah 4


apakah segi persesuaiannya dengan ayat sebelumnya? Kenapa ayat-ayat itu tersusun
demikian rupa. Sedangkan tentang urutan turunnya ayat tidak sedikitpun diragukannya.

Fakhr al- Din Al-Razi, slah seorang ahli tafsir menyadari betul pentingnya ilmu ini.
Penafsiran ayat dalam al-Quran berdasarkan susunan ayat dalam mushaf, menurutnya dapat
memberikan kesan terpilah-pilahnya masalahmasalh yang dijelaskan al-Quran. Namun bila
diselidiki dengan mencari keterkaitan tentu hal tersebut tidak akan terlihat bahkan terasa
benar-benar bahwa antara ayat yang satu dengan ayat yang lain saling berkaitan. Dengan
demikian ilmu munasabah merupakan sesuatu yang mesti dimiliki oleh para mufassir agar
pesan-pesan al-Quran dapta dipahami seutuhnya.

Masalah ini mencapai puncaknya dibawah usaha Ibrahim bi Umar al Biqa’I (809-885).
Hingga sekarang para ahli belum banyak yang melibatkan diri dalam bidang
ilmu munasabah ini. Karia yang dianggap terlengkap adalah hasil karia al-Bia’i dengan
pembahasan seluruh al-Quran yang kusus membahas keseluruhan keterkaitan baik antara ayat
per ayat maupun antar surat-surat serta terbagi segi lainnya. Sedangkan pembahasan lain
sebagaimana yang terdapat dalam kitab-kitab ‘Ulumul al-Quran hanya sekedar
memperkenalkan tentang munusabah serta sejauhmana dipentingkan dalam khazanah ilmu-
ilmu keislaman.

C. Cara Mengetahui Munasabah

Sebagaimana kita ketahui, bahwa sejarah munculnya kajian tentang munasabah tidak
terjadi pada masa Rasulullah, melainkan setelah berlalu sekitar tiga atau empat abad setelah
masa beliau. Hal ini berarti, bahwa kajian ini bersifat taufiqi(pendapat para ulama). Karena
itu, keberadaannya tetap sebagai hasil pemikiran manusia (para ahli Ulumul-Qur’an) yang
bersifat relatif, mengandung kemungkinan benar dan kemungkinan salah. Sama halnya
dengan hasil pemikiran manusia pada umumnya, yang bersifat relatif (Zhanniy).
Sungguhpun keberadaannya mengandung nilai kebenaran yang relatif, namun dasar
pemikiran tentang adanya munasabah dalam al-Qur’an ini berpijak pada prinsip yang bersifat
absolut. Yaitu suatu prinsip, bahwa tartib (susunan) ayat-ayat al-Qur’an, sebagaimana kita
lihat sekarang adalah bersifat Tauqifi yakni suatu susunan yang disampaikan oleh Rasulullah
berdasarkan petunjuk dari Allah (wahyu), bukan susunan manusia, atas dasar pemikiran
inilah, maka sesuatu yang disusun oleh Dzat Yang Maha Agung tentunya berupa susunan
yang sangat teliti dan mengandung nilai-nilai filosofis (hikmah) yang sangat tinggi pula. Oleh

Ilmu Al-Quran | Munasabah 5


sebab itu, secara sistematis tentulah dalam susunan ayat-ayat al-Qur’an terdapat korelasi,
keterkaitan makna (munasabah) antara suatu ayat dengan ayat dengan ayat sebelumnya atau
ayat sesudahnya. Karena itu pula, sebagaimana ulama menamakan ilmu munasabah ini
dengan ilmu tentang rahasia/hikmah susunan ayat-ayat dan surat-surat dalam al-Qur’an.
Asy-Syatibi menjelaskan bahwa satu surat, walaupun dapat mengandung banyak
masalah namun masalah-masalah tersebut berkaitan antara satu dengan yang lainnya.
Sehingga seseorang hendaknya jangan hanya mengarahkan pandangan pada awal surat, tetapi
hendaknya memperhatikan pula akhir surah atau sebaliknya. Karena bila tidak demikian,
akan terabaikan maksud ayat-ayat yang diturunkan itu.
Mengetahui hubungan antara suatu ayat atau surah lain (sebelum atau sesudahnya)
tidaklah kalah pentingnya dengan mengetahui sebab nuzulul ayat. Sebab mengetahui adanya
hubungan antara ayat-ayat dan surah-surah itu dapat pula membantu kita memahami dengan
tepat ayat-ayat dan surah-surah yang bersangkutan.
Ilmu ini dapat berperan mengganti ilmu asbabul nuzul, apabila kita tidak dapat
mengetahui sebab turunnya suatu ayat tetapi kita bisa mengetahui adanya relevansi ayat itu
dengan yang lainnya. Sehingga di kalangan ulama timbul masalah mana yang didahulukan
antara mengetahui sebab turunnya ayat dengan mengetahui hubungan antara ayat itu dengan
yang lainnya.
Tentang masalah ilmu munasabah di kalangan ulama’ terjadi perbedaan pendapat,
bahwa setiap ayat atau surat selalu ada relevansinya dengan ayat atau surat lain. Ada pula
yang menyatakan bahwa hubungan itu tidak selalu ada. Tetapi sebagian besar ayat-ayat dan
surah-surah ada hubungannya satu sama lain. Ada pula yang berpendapat bahwa mudah
mencari hubungan antara suatu ayat dengan ayat lain, tetapi sukar sekali mencari hubungan
antara suatu surat dengan surat lainnya.
Muhammad Izah Daruzah mengatakan bahwa semula orang menyangka antara satu
ayat atau surat dengan ayat atau surat yang lain tidak memiliki hubungan antara keduanya.
Tetapi kenyataannya, bahwa sebagian besar ayat-ayat dan surat-surat itu ada hubungan antara
satu dengan yang lain.
Untuk meneliti keserasian susunan ayat dan surat (munasabah) dalam Alquran
diperlukan ketelitian dan pemikiran yang mendalam. As-Suyuthi menjelaskan ada beberapa
langkah yang perlu diperhatikan untuk menemukan munasabah ini, yaitu:
1. Harus diperhatikan tujuan pembahasan suatu surat yang menjadi objek pencarian.
2. Memerhatikan uraian ayat-ayat yang sesuai dengan tujuan yang dibahas dalam surat.
3. Menentukan tingkatan-tingkatan itu, apakah ada hubungannya atau tidak.
Ilmu Al-Quran | Munasabah 6
4. Dalam mengambil kesimpulannya, hendaknya memerhatikan ungkapan-ungkapan
bahasanya dengan benar dan tidak berlebihan.

D. Macam Macam Munasabah


1. Munasabah antara surah dengan surah

Keserasian hubungan atau munasabah antar surah ini pada hakikatnya


memperlihatkan kaitan yang erat dari suatu surah dengan surah lainnya. Bentuk
munasabah yang tercermin pada masing-masing surah, kelihatannya memperlihatkan
kesatuan tema. Salah satunya memuat tema sentral, sedangkan surah-surah yang lainnya
menguraikan sub-sub tema berikut perinciannya baik secara umum maupun secara
parsial. salah satu contoh yang dapat diajukan di sini adalah munasabah yang dapat
ditarik pada tiga surah beruntun, masing-masing Q. S al-Fatihah. (1), Q. S al-baqarah dan
Q. S Al-Imran.
Satu surah berfungsi menjelaskan surah sebelumnya, misalnya di dalam surah
al-Fatihah:

Artinya: “Tunjukan kami ke jalan yang lurus”

Lalu dijelaskan di dalam surah al-Baqarah, bahwa jalan yang lurus itu ialah
mengikuti petunjuk al-Qur’an, sebagaimana disebutkan:

Artnya: “Kitab ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang
bertakwa”
.
2. Munasabah antara satu surah dengan surah sebelumnya

Untuk mencari munasabah antara satu surah dengan surah sebelumnya, as-
Suyuthi menyimpulkan bahwa satu surat berfungsi menerangkan atau menyempurkan
ungkapan pada surah sebelumnya. Sebagai contoh dalam surah al-Baqarah [2] ayat 152
dan 182:

‫فاذكرونيَأذكركمَواشكرواَليَوالَتكفرون‬

Ilmu Al-Quran | Munasabah 7


Ayat-ayat dari surah ini menerangkan dan menyemprnakan dari surah sebelumnya al-
fatihah [1] ayat 2:

ََ‫بََا ْلعَالَ ِمين‬


ِ ‫ََر‬ ّ ِ ‫ا ْل َح ْم ُد‬
َ ِ‫ََلِل‬

Begitu juga ayat 21-22 surah al-Baqarah [2]:

َ ‫}َالّذِيَ َجعَ َلََلَ ُك ُمََاأل َ ْر‬21{َََ‫ِينَََمنَقَ ْب ِل ُك ْمََلَعَلّ ُك ْمََتَتّقُون‬


ََ‫ض‬ ِ ‫ََوالّذ‬ َ ‫ُواَربّ ُك ُمََالّذِيَ َخلَقَ ُك ْم‬
َ ‫اسََا ْعبُد‬ ُ ّ‫يَاأَيُّ َهاَالن‬
َ‫واَلِلََِأَندَادا‬
ّ ِ ُ‫ََر ْزقاَلَ ُك ْمََفَلَََتَجْ عَل‬
ِ ‫ت‬ ِ ‫آءََ َمآءََفَأ َ ْخ َر َجََ ِب ِه‬
ِ ‫ََمنَََالَث ّ َم َرا‬ ِ ‫س َم‬ ّ ‫ََمنَََال‬ َ َ ‫س َمآ َءََبِنَآء َوأ‬
ِ ‫نز َل‬ ّ ‫اَوال‬
َ ‫فِ َراش‬
ََ‫َوأَنت ُ ْمََت َ ْعلَ ُمون‬

Merupakan penyempurnaan dari ungkapan (ََ‫بََا ْلعَالَ ِمين‬


ِ ‫) َر‬dalam surat al-fatihah.

3. Munasabah Antara Nama Surah Dengan Kandungan Isinya

Nama suatu surah pada dasarnya bersifat tauqifi. Namun beberapa bukti menunjukkan
bahwa suatu surah terkadang memiliki satu nama dan terkadang dua nama atau lebih.
Tampaknya ada rahasia dibalik nama tersebut. Para ahli tafsir sebagaimana yang
dikemukakan oleh al-Sayuthi melihat adanya keterkaitan antara nama-nama surah dengan isi
atau uraian yang dimuat dalam suatu surah. Kaitan antara nama surah dengan isi ini dapat di
indentifikasikan sebagai berikut :
a. Nama diambil dari urgensi isi serta kedudukan surah. Nama surah al-Fatihah
disebut dengan umm al-Kitab karena urgensinya dan disebut dengan al-
Fatihah karena kedudukannya.
b. Nama diambil dari perumpamaan, peristiwa, kisah atau peran yang menonjol,
yang dipaparkan pada rangkaian ayat-ayatnya; sementara di dalam
perumpamaan, peristiwa, kisah atau peran itu sarat dengan ide. Di sini dapat
disebut nama-nama surah : al-‘Ankabut, al-Fath, al-Fil, al-Lahab dan
sebagainya.
c. Nama sebagai cerminan isi pokoknya, misalnya al-ikhlas karena mengandung
ide pokok keimanan yang paling mendalam serta kepasrahan ; al-Mulk
mengandung ide pokok hakikat kekuasaan dan sebagainya.
d. Nama diambil dari tema spesifik untuk dijadikan acuan bagi ayat-ayat lain
yang tersebar diberbagai surah. Contoh al-Hajj ( dengan spesifik tema

Ilmu Al-Quran | Munasabah 8


haji ), al-Nisa ( dengan spesifik tema tentang tatanan kehidupan rumah tangga).
Kata Nisa yang berarti kaum wanita adalah lambang keharmonisan rumah
tangga.
e. Nama diambil dari huruf-huruf tertentu yang terletak dipermulaan surah,
sekaligus untuk menuntut perhatian khusus terhadap ayat-ayat di dalamnya
yang memakai huruf itu. Contohnya : Thaha, Yasin, Shad dan Qaf.

4. Munasabah Antara Satu Kalimat Lainnya Dalam Satu Ayat

Munasabah antara satu kalimat dengan kalimat yang lainnya dalam satu ayat dapat
dilihat dari dua segi. Pertama adanya hubungan langsung antar kalimat secara konkrit yang
jika hilang atau terputus salah satu kalimat akan merusak isi ayat. Identifikasi munasabah
dalam tipe ini memperlihatkan ciri-ciri ta’kid / tasydid ( penguat / penegasan ) dan tafsir /
I’tiradh ( interfretasi / penjelasan dan ciri-cirinya). Contoh sederhana ta’kid :
“‫ “ فإنَلمَتفعلوا‬, dikuti “ ‫ ( ”ولنَتفعلوا‬Q.S al-Baqarah / 2 : 24 ).
Contoh tafsir :
‫سبحانَالذىَاسرىَبعبدهَليلَمنَالمسجدَالحرامَالىَالمسجدَاألقصى‬
Kemudian diikuti dengan
17َ/َ‫الذىَباركناَحولهَلنريهَمنَاياتناَ(َاإلسراء‬
Kedua masing-masing kalimat berdiri sendiri, ada hubungan tetapi tidak langsung secara
konkrit, terkadang ada penghubung huruf ‘ athaf ‘ dan terkadang tidak ada. Dalam konteks
ini, munasabahnya terletak pada :
a. Susunan kalimat-kalimatnya berbentuk rangkaian pertanyaan, perintah dan atau
larangan yang tak dapat diputus dengan fashilah.
Salah satu contoh :
25َ:َ‫) ولئنَسألتهمَمنَخلقَالسماواتَواألرضَ__َليقولونَهللاَ__َقلَالحمدَهللَ(َلقمان‬
b. Munasabah berbentuk istishrad ( penjelasan lebih lanjut ). Contoh :
189َ:َ2َ/َ‫يسألونكَعنَاألهلةَ___َقلَهىَ___َ(َالبقرة‬
c. Munasabah berbentuk nazhir / matsil ( hubungan sebanding ) atau mudhaddah / ta’kis
( hubungan kontradiksi ). Contoh :
177َ:َ2َ/َ‫ليسَالبرَأنَتولواَوجوهكمَقبلَالمشرقَوالمغربَ___َولكنَالبرَ…َ(َالبقرة‬

5. Munasabah Antara Nama Surat Dengan Tujuan Turunnya

Ilmu Al-Quran | Munasabah 9


Al-Biqai menjelaskan bahwa nama-nama surat al-Qur’an merupakan “inti
pembahasan surat tersebut serta penjelasan menyangkut tujuan”. Setiap surat mempunyai
tema pembicaraan yang sangat menonjol, dan itu tercermin dalam nama-nama masing-
masing surat, seperti surat al-Baqarah, surat yusuf, surat an-Naml, dan surat al-Jinn. Cerita
tentang sapi betina dalam surat al-Baqarah umpamanya merupakan inti pembicaraan surat
tersebut, yaitu kekuasaan Allah membangkitkan orang mati. Surat Yusuf mengisahkan Nabi
Yusuf a.s. yang dibuang ke sumur oleh saudara-saudaranya, kemudian setelah menjadi orang
istana ia difitnah memperkosa Zulaekha, permasuri penguasa Mesir, padahal justru wanita itu
yang berusaha memaksa Yusuf melakukan pembuatan tidak terpuji. Surat al-Jinn yang
mengisahkan bahwa Jin adalah mahluk yang juga sering mendengarkan bacaan al-Qur’an,
dsb. Singkat cerita semua nama surat mencerminkan isi dari surat itu.

6. Munasabah Antara Ayat Dengan Ayat Dalam Satu Surah

Untuk melihat munasabah semacam ini perlu diketahui bahwa ini didaftarkan pada
pandangan datar yaitu meskipun dalam satu surah tersebar sejumlah ayat, namun pada
hakikatnya semua ayat itu tersusun dengan tertib dengan ikatan yang padu sehingga
membentuk fikiran serta jalinan informasi yang sistematis. Untuk menyebut sebuah contoh,
ayat-ayat diawal Q.S al-Baqarah 1 – 20 memberikan sistematika informasi tentang keimanan,
kekufuran, serta kemunafikan. Untuk mengidentifikasikan ketiga tipologi iman, kafir dan
nifaq, dapat ditarik hubungan ayat-ayat tersebut.
Misalnya surah al-Mu’minun dimulai dengan :
‫“ قدَأفلحَالمؤمنون‬Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman”.
Kemudian dibagian akhir surah ini ditemukan kalimat :
‫انهَالَيفلحَالكافرون‬
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tidak beruntung”.

7. Munasabah Antara Penutup Ayat Dengan Isi Ayat Itu Sendiri

Munasabah pada bagian ini, Imam al-Sayuthi menyebut empat bentuk yaitu al-
Tamkin ( mengukuhkan isi ayat ), al-Tashdir ( memberikan sandaran isi ayat pada
sumbernya ), al-Tausyih ( mempertajam relevansi makna ) dan al-Ighal ( tambahan
penjelasan ).
Sebagai contoh :

Ilmu Al-Quran | Munasabah 10


‫ فتبارك َهللا َاحسن َالخالقين‬mengukuhkan ‫ ثم َخلقنا َالنطفة َعلقة‬bahkan mengukuhkan hubungan
dengan dua ayat sebelumnya ( al-Mukminun : 12 – 14 ). Kalimat-kalimat : ‫َلقومَ لقوم‬,َ‫يتفكرون‬

‫َلقومَيفقهون‬,َ‫ يعقلون‬selalu menjadi sandaran isi ayat. Kata“halim” sangat erat hubungannya
dengan ‘ibadat, sementara “rasyid” kuat hubungannya dengan al-amwal seperti bunyi ayat
Q.S Hud : 87 berikut :
َ‫قالواَياَشعيبَأصلتكَتأمركَأنَنتركَمايعبدَاباؤناَأوَأنَنفعلَفىَأموالناَمانشاؤاَإنكَألنتَالحليم‬
‫الرشيد‬
Sedangkan bentuk al-Ighal dapat dijumpai pada Q.S al-Naml ( 27 ) : 80 :
‫انكَالتسمعَالموتىَوالتسمعَالصمَالدعاءَإذاَولواَمدَبرين‬
Kata “Wallaw” yang artinya ‘bila mereka berpaling’ berfungsi sebagai penjelasan terhadap
arti ( orang tuli ).

8. Munasabah Antara Awal Uraian Surah Dengan Akhir Uraian Surah

Salah satu rahasia keajaiban al-Qur’an adalah adanya keserasian serta hubungan yang
erat antara awal uraian suatu surat dengan akhir uraiannya. Sebagai contoh, dikemukakan
oleh al-Zamakhsyari demikian juga al-Kirmani bahwa Q.S al-Mu’minun diawali dengan “َ‫قد‬

‫ ( “ افلحَالمؤمنون‬respek Tuhan kepada orang-orang Mukmin ) dan diakhiri dengan “َ‫انهَاليفلح‬


‫ ( “ الكافرين‬sama sekali Allah tidak menaruh respek terhadap orang-orang Kafir ). Dalam Q.S
al-Qashas, al-Sayuthi melihat adanya munasabah antara pembicaraan tentang perjuangan
Nabi Musa menghadapi Fir’aun seperti tergambar pada awal surah dengan Nabi Muhammad
Saw yang menghadapi tekanan kaumnya seperti tergambar pada situasi yang dihadapi oleh
Musa As dan Muhammad Saw, serta jaminan Allah bahwa mereka akan memperoleh
kemenangan.

9. Munasabah Antara Penutup Suatu Surah Dengan Awal Surah Berikutnya

Misalnya akhir surah al-Waqi’ah / 96 :


‫فسبحَباسمَربكَالعظيم‬
“Maka bertasbihlah dengan ( menyebut ) nama Tuhanmu Yang Maha Besar”.
Lalu surah berikutnya, yakni surah al-Hadid / 57 ayat 1 :
‫سبحَهللاَمافىَالسمواتَواألرضَوهوَالعزيزَالحكيم‬

Ilmu Al-Quran | Munasabah 11


“Semua yang berada di langit dan di bumi bertasbih kepada Allah ( menyatakan kebesaran
Allah ). Dan Dia-lah Maha Kuasa atas segala sesuatu”.

10. Munasabah Antar Ayat Tentang Satu Tema

Munasabah antar ayat tentang satu tema ini, sebagaimana dijelaskan oleh al-Sayuthi,
pertama-tama dirintis oleh al-Kisa’I dan al-Sakhawi. Sementara al-Kirmani menggunakan
metodologi munasabah dalam membahas mutasyabih al-Qur’an dengan karyanya yang
berjudul al-Burhan fi Mutasyabih al-Qur’an. Karya yang dinilainya paling bagus
adalah Durrah al-Tanzil wa Gharrat al-Ta’wil oleh Abu ‘Abd Allah al-Razi dan Malak al-
Ta’wil oleh Abu Ja’far Ibn al-Zubair.
Munasabah ini sebagai contoh dapat dikemukakan tentang tema qiwamah (tegaknya
suatu kepemimpinan). Paling tidak terdapat dua ayat yang saling bermunasabah, yakni Q.S
al-Nisa ( 4 ) : 34 :
‫الرجالَقوامونَعلىَالنساءَبماَفضلَهللاَبعضهمَعلىَبعضَوَبماَأنفقواَمنَأموالهم‬
Dan Q.S al-Mujadalah ( 58 ) : 11 :
‫يرفعَهللاَالذينَامنواَمنكمَوالذينَأوتواَالعلمَدرجاتَوهللاَبماَتعملونَخبير‬
Tegaknya qiwamah ( konteks parsialnya qiwamat al-rijal ‘ala al-nisa ) erat sekali
kaitannya dengan faktor Ilmu pengetahuan / teknologi dan faktor ekonomi. Q.S al-Nisa
menunjuk kata kunci “Bima Fadhdhala” dan “al-Ilm” . Antara “Bima
fadhdhala” dengan “yarfa’” terdapat kaitan dan keserasian arti dalam kata kunci nilai lebih
yang muncul karena faktor ‘Ilmu.
Munasabah al-Qur’an diketahui berdasarkan ijtihad, bukan melalui petunjuk Nabi
( tauqifi ). Setiap orang bisa saja menghubung-hubungkan antara berbagai hal dalam Kitab al-
Qur’an.

E. Kedudukan Munasabah dalam Menafsirkan Al-Quran.

Pendapat para mufassir dalam menghadapi masalah munasabah dalam garis besarnya
terbagi dua. Sebagian mereka menampung dan mengembangkan munasabahdalam
penafsiaran ayat. Sebagian yang lain tidak memperhatikan munasabah dalam penafsiran ayat.
Ar Razi adalah orang yang sangat menaruh perhatian kepadamunasabah, baik antar ayat atau
antar surat. Sedangkan Nizhammuddin An Naisaburi dan Abu Hayyan Al Andalusi hanya
menaruh perhatian besar kepada munasabah antar ayat saja.

Ilmu Al-Quran | Munasabah 12


Az Zarqani, seorang ulama dalam ilmu Al Quran yang hidup pada abad XIV, menilai bahwa
kitab yang pernah beliau temui semua menyangkut munasabah.[6]

Ada musafir yang kurang setuju dengan analisis munasabah, yaitu Mahmud Syaltut,
mantan rector Al Azhar yang memiliki karya tulis dalam berbagai cabang ilmu, termasuk
ilmu Al Quran.

Tokoh yang paling kritis menentang dalam pengguna munasabah adalah Ma’ruf
Dualibi. Ia mengatakan bahwa: “maka termasuk usaha yang percumas untuk mencari
hubungan apa di antara ayat-ayat dalam surat. Sebagaimana andaikata urusan itu dalam satu
hal saja dalam topic tentang aqaid, atau kewajiban-kewajiban atau urusan budi pekerti
ataupun mengenai hak-hak. Sebenarnya kita mencari hubungannya atas dasar satu atau
beberapa prinsip”.[7]

Menurut beliau, Al Quran dalam berbagai ayat hanya mengungkapkan hal-hal yang
bersifat prinsip (mabda’) dan norma umumnya (qaidah) saja. Dengan demikian tidaklah pada
tempatnya bila orang bersikeras harus ada kaitan antar ayat-ayat yang bersifat tafsil.

Datangnya As Sunnah justru untuk mengemban fungsi itu, meluruskan apa yang di
ringkas, merinci apa yang masih global, serta menjelaskan hal-hal yang sulit dipahami.

F. Urgensi dan Kegunaan Mempelajari Munasabah al-Qur’an

Sebagaimana asbabunnuzul, munasabah sangat berperan dalam memahami Alquran.


Muhammad Abdullah Darraz berkata: “Sekalipun permasalahan-permasalahan yang
diungkapkan oleh surat itu banyak, semuanya merupakan satu kesatuan pembicaraan yang
awal dan akhirnya saling berkaitan. Maka bagi orang yang hendak memahami sistematika
surat semestinyalah ia memerhatikan keseluruhannya, sebagaimana juga memerhatikan
segala permasalahannya.”
Kegunaan mempelajari ilmu munasabah sebagai berikut:
1. Dapat mengembangkan sementara anggapan orang yang menganggap bahwa tema-tema
Alquran kehilangan relevansi antara satu bagian dengan bagian lainnya.
2. Mengetahui persambungan atau hubungan antara bagian Alquran, baik antara kalimat-kalimat
atau ayat-ayat maupun surat-suratnya yang satu dengan yang lain, sehingga lebih

Ilmu Al-Quran | Munasabah 13


memperdalam pengetahuan dan pengenalan terhadap Alquran dan memperkuat keyakinan
terhadap kewahyuan dan kemukjizatannya.
3. Dapat diketahui mutu dan tingkat kebalghahan bahasa Alquran dan konteks kalimat-
kalimatnya yang satu dengan yang lainnya, serta persesuaian ayat/surat yang satu dengan
yang lainnya.
4. Dapat membantu dalam menafsirkan Alquran setelah diketahui hubungan suatu kalimat atau
ayat dengan kalimat atau ayat dengan yang lain.

Ilmu Al-Quran | Munasabah 14


BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Munasabah secara etimologi menurut as-Syuti, berarti al-Musyakalah (keserupaan)


dan al-Muqabarah (kedekatan). Sedangkan secara terminology, ada tiga pengertian yang
dirumuskan oleh para ulama, diantaranya menurut az-Zarkazi, menurut al-Biqai. Sedangkan
Imam as-Syuyuti membagi tujuh macam ilmu munasabah, yaitu: munasabah antar surat
dengan surat sebelumnya; munasabah antara nama surat dan tujuan turunnya; munasabah
antar bagian suatu ayat; munasabah antar ayat yang letaknya berdampingan; munasabah antar
fasilah (pemisah) dan isi ayat; munasabah anatar awal surat dengan akhir surat yang sama.

Macam-Macam Munasabah al-Qur’an: (1) Munasabah antara surah dengan surah,


(2)Munasabah antara satu surat dengan surat sebelumnya, (3) Munasabah Antara Nama
Surah Dengan Kandungan Isinya, (4) Munasabah Antara Satu Kalimat Lainnya Dalam Satu
Ayat, (5)Munasabah Antara Nama Surat Dengan Tujuan Turunnya, (6) Munasabah Antara
Ayat Dengan Ayat Dalam Satu Surah, (7) Munasabah Antara Penutup Ayat Dengan Isi Ayat
Itu Sendiri, (8)Munasabah Antara Awal Uraian Surah Dengan Akhir Uraian Surah,
(9) Munasabah Antara Penutup Suatu Surah Dengan Awal Surah Berikutnya,
(10) Munasabah Antar Ayat Tentang Satu Tema.

Untuk meneliti keserasian susunan ayat dan surat (munasabah) dalam Alquran
diperlukan ketelitian dan pemikiran yang mendalam. As-Suyuthi menjelaskan ada beberapa
langkah yang perlu diperhatikan untuk menemukan munasabah ini, yaitu: (1) Harus
diperhatikan tujuan pembahasan suatu surat yang menjadi objek pencarian. (2) Memerhatikan
uraian ayat-ayat yang sesuai dengan tujuan yang dibahas dalam surat. (3) Menentukan
tingkatan-tingkatan itu, apakah ada hubungannya atau tidak. (4) Dalam mengambil
kesimpulannya, hendaknya memerhatikan ungkapan-ungkapan bahasanya dengan benar dan
tidak berlebihan.

Kegunaan mempelajari ilmu munasabah sebagai berikut: (1) Dapat mengembangkan


sementara anggapan orang yang menganggap bahwa tema-tema Alquran kehilangan relevansi
antara satu bagian dengan bagian lainnya. (2) Mengetahui persambungan atau hubungan
antara bagian Alquran, baik antara kalimat-kalimat atau ayat-ayat maupun surat-suratnya

Ilmu Al-Quran | Munasabah 15


yang satu dengan yang lain, sehingga lebih memperdalam pengetahuan dan pengenalan
terhadap Alquran dan memperkuat keyakinan terhadap kewahyuan dan kemukjizatannya. (3)
Dapat diketahui mutu dan tingkat kebalghahan bahasa Alquran dan konteks kalimat-
kalimatnya yang satu dengan yang lainnya, serta persesuaian ayat/surat yang satu dengan
yang lainnya. (4) Dapat membantu dalam menafsirkan Alquran setelah diketahui hubungan
suatu kalimat atau ayat dengan kalimat atau ayat dengan yang lain

B. Saran

Dengan adanya makalah ini saya berharap dengan mengetahui ilmu tentang munasabah,
umat Islam lebih bersifat inskusif terhadap beberapa hasanan pemikiran tentang segala hal.
Sehingga ajaran Islam dapat menjadi dinamis dan dapat menjawab berbagai tuntunan
perubahan zaman.

Ilmu Al-Quran | Munasabah 16


DAFTAR PUSTAKA
https://al-badar.net/pengertian-macam-dan-cara-mengetahui-munasabah-al-quran/
http://berbagimakalah07.blogspot.com/2015/12/makalah-ulumul-quran-munasabah-
al-quran.html
https://www.bacaanmadani.com/2018/03/pengertian-munasabah-bentuk-bentuk.html
https://bagasdiwantaraword.wordpress.com/2016/10/21/pengertian-dan-macam-
macam-munasabah/
http://makalahilmumunasabah.blogspot.com/
https://www.kompasiana.com/salam15/5823291eb37e618d2a467fb1/perkembangan-
tradisi-ilmu-munasabah-dari-masa-ke-masa?page=all

Ilmu Al-Quran | Munasabah 17

Anda mungkin juga menyukai