Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

SYARIAT, THARIQAT, HAKIKAT, MA’RIFAT

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah :

Akhlak Tasawuf

Dosen Pembimbing :

Anwari Nuril Huda, S.Sos.I.,M.A.

Disusun Oleh Kelompok 8 (BKI/ B5) :

1. Muhammad Akmal Y. I (B93219129/ 09)


2. Reza Tri Andani (B93219143/ 23)

PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING ISLAM


JURUSAN DAKWAH
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
TAHUN AJARAN 2019 / 2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Konsep yang berkembang di tengah-tengah masyarakat awam ialah tingkatan-
tingkatan (maqam) yang harus dilalui agar bisa sampai kepada ma’rifatullah.
Misalnya tingkat syariat, kemudian menempuh thariqat, lalu kepada hakikat hingga
sampai pada maqam tertinggi yaitu ma’rifat. Karena pemahaman yang salah, kadang-
kadang orang hanya memilih melakukan riyadah (latihan / amalan) yang sebenarnya
telah menyimpang dari tujuan sufi. Mereka meninggalkan kewajiban shalat, puasa dan
sebagainya karena adanya doktrin, bahwa orang yang telah mencapai maqam hakikat
atau sampai pada ma’rifat tidak perlu melakukan shalat secara lahiriah. Shalatnya
cukup dalam hati. Doktrin ini menilai bahwa shalat, puasa, dan ibadah-ibadah lainnya
itu hanyalah bagi orang yang berada pada maqam paling rendah (syariat).
Sesungguhnya ajaran tasawuf versi demikian itu benar-benar menyimpang
dari Al-Qur’an dan As Sunnah. Sebab orang sufi yang benar, mereka menempuh jalan
ma’rifat dengan tekun beribadah secara lahiriah maupun batiniah. Oleh karena itu,
kami selaku mahasiswa yang peduli akan kebenaran membuat makalah ini yang
ditujukan kepada masyarakat tentang ajaran tasawuf yang benar mengenai syariat,
thariqat, hakikat, dan ma’rifat agar tidak ada lagi ajaran tasawuf yang menyimpang
dari Al-Qur’an dan As Sunnah.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan Syariat?
2. Apakah yang dimaksud dengan Thariqat?
3. Apakah yang dimaksud dengan Hakikat?
4. Apakah yang dimaksud dengan Ma’rifat?
5. Apa korelasi atau hubungan antara syariat, thariqat, hakikat, dan ma’rifat?
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Syariat
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Thariqat
3. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Hakikat
4. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Ma’rifat
5. Untuk mengetahui korelasi atau hubungan antara syariat, thariqat, hakikat, dan
ma’rifat

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Syariat
Kata syariat berasal dari syari’ah. Secara literal berarti jalan ke mata air.1Secara
bahasa, syariah berarti jalan, peraturan, undang-undang tentang suatu perbuatan. Ia
berasal dari bahasa Arab " ‫ شريعة – شرع‬، ‫" شرعة‬yang artinya : menggariskan suatu aturan
atau pedoman. Disamping itu, syariah secara leksikal berarti jalan menuju perhimpunan
air untuk diminum manusia, dan juga untuk binatang-binatang piaraan. Dari makna
kebahasaan ini, orang Arab menggunakannya sebagai ungkapan tentang jalan lurus yang
dipedomani bersama. Makna jalan menuju air adalah bahwa air merupakan sumber
kehidupan, sehingga syariah berarti suatu jalan yang ditempuh guna mendapatkan
kehidupan yang sejati, bahagia, dan abadi. Itulah yang dimaksud dengan penggunaan
kata syariah.
Secara istilah, syariah (‫ )شريعة‬adalah undang-undang yang dibuat oleh Tuhan Allah
swt, yang tegak di atas dasar iman dan Islam, berupa seperangkat hukum tentang
perbuatan zhahir / formal manusia yang diatur berdasarkan wahyu al-Qur’an dan hadits /
as Sunnah. 2
Syariah Islam adalah aturan agama yang diajarkan Allah untuk hamba-Nya, yang di
dalamnya berisi ajaran keimanan / keyakinan, aturan dan cara-cara peribadatan, cara
berkelakuan baik dan menghindar dari keburukan, cara-cara berinteraksi dan cara-cara
membangun system hidup bersama di tengah-tengah masyarakat dan bangsa-bangsa
beragam yang kesemuanya bertujuan untuk menciptakan atau merealisasikan
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.3
B. Pengertian Thariqat

Secara etimologis tariqoh atau tarekat memiliki beberapa arti yaitu (1) jalan, cara (al-
kaifayyah) (2) metode, sistem (al-uslub) (3)madzhab aliran, haluan (al-mazhab) (4)
keadaan (al-halah) (5) pohon kurma yang tinggi (an-nakhlah at-tawilah) (6) tiang empat
berteduh, tongkat payung (‘amud al-tawilah) (7) yang mulia, terkemuka dari kaum
(syarif al-qaum) (8)goresan/ garis pada sesuatu (al-khatt fi asy-syay).

1
Syekh Ibnu Jabr ar Rummi, Mendaki Tangga Ma’rifat, (Sidoarjo: Mitra Press, 2007), hal. 48.
2
Tim Penyusun MKD UIN Sunan Ampel Surabaya, Akhlak Tasawuf (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2013),
hal. 275.
3
Ibid., hal. 278.

2
Menurut Mulyadhi Kartanegara, Tarekat adalah jalan kecil (path) dan dalam konteks
timur tengah, tarekat berati jalan setapak menuju wadi (oase). Kadang jalan tersebut
tertutup oleh pasir yang bertiup sangat kencang. Oleh karena itu, untuk mengenali jalan
kecil tersebut diperlukan pengetahuan yang akrab terhadap tempat tersebut, sehingga kita
masih mengenal jalan ke oase itu sekalipun sama sekali telah tertimbun oleh pasir. 4

Istilah tariqat berasal dari kata thariqah yang artinya jalan, metode, atau cara. Ada
yang menyebutnya tarikat atau tarekat. Dalam lingkup tasawuf, tariqat artinya jalan yang
harus ditempuh oleh setiap calon sufi untuk mencapai tujuannya, yaitu berada di maqam
terdekat di sisi Allah. 5
Ada juga yang menyebut bahwa syariat itu merupakan amaliyah yang harus ditempuh
untuk menuju kepada kesempurnaan ibadah (hakikat). Sedangkan untuk mencapai
mapam ma’rifat, maka seseorang harus menempuh tariqat. Meskipun demikian, antara
syariat, tariqat, hakikat, dan ma’rifat tidak dapat dipisahkan.
Di dalam tariqat mencakup riyadhah-riyadhah (latihan-latihan) atau ajaran praktis
tasawuf. Tetapi perlu diketahui bahwa riyadhah yang ideal adalah tetap berpegang pada
ajaran Rasulullah saw. Artinya jangan sampai menyimpang dari syariat. Jika
menyimpang, maka berarti bid’ah. Sedang ulama sufi sangat menjaga agar mereka tidak
terjebak kepada bid’ah.
Tariqat (jalan) yang popular di kalangan ulama sufi misalnya taubat, zuhud, sabar,
ikhlas, mahabbah, faqir, dan ma’rifat. Di samping itu masih banyak bagian-bagian ‘jalan’
yang juga perlu ditempuh. Semuanya merupakan riyadhah untuk pensucian jiwa.
Menurut tradisi sufisme, jika seseorang telah menempuh tariqat secara baik maka ia tidak
lagi disebut sebagai calon sufi, namun sudah menjadi sufi yang aktual.6
C. Pengertian Hakikat

Secara harfiah, haqiqah berarti “yang nyata”, “yang benar”, dan “yang sejati”.
Sesuatu itu diketahui hakikatnya ketika telah menunjukkan kepastiannya yang telah
tetap, sehingga tidak dapat diingkari lagi. Dalam bahasa Inggris, kata haqiqah atau haqq
adalah berarti the truth dan the reality yang artinya adalah kebenaran, kenyataan, sesuatu
yang nyata, kehidupan yang benar, atau keadaan yang sebenarnya dan senyatanya. 7 Kata

4
Zaprulkhan, Ilmu Tasawuf: Sebuah Kajian Tematik, (Jakarta: Rajawali Pers), hal. 100.
5
Syekh Ibnu Jabr ar Rummi, Mendaki Tangga Ma’rifat, (Sidoarjo: Mitra Press, 2007), hal. 53.
6
Ibid., hal. 54.
7
Periksa Peter Salim, Kamus Inggris-Indonesia, hal. 220.

3
haqiqah berasal dari bahasa Arab, ‫ حقيقة‬, yang artinya --- secara leksikal --- adalah apa
yang menjadi jati diri sesuatu. Secara tradisi kebahasaan adalah :

‫ما به الشي هو هو باعتبار تحققه حقيقة وباعتبار تشخصه هوية مع قطع النظر عن ذلك ماهي‬

Artinya: “ (Haqiqah) adalah apa yang menjadi inti sesuatu, dari segi esensinya disebut
haqiqah (inti), dan dari penampakannya atau replikanya dinamakan identitas kedirian,
dan jika dipikirkan secara mendalam diketahui esensi dan substansinya.”

Menurut para pakar sastra, kata haqiqah --- yang selanjutnya ditulis dengan hakikat --
- adalah suatu keputusan atau penilaian yang sesuai dengan realitasnya. Secara kualitatif,
hakekat merupakan sifat sesuatu yang dilekatkan pada pernyataan, keyakinan, pendapat,
pemahaman, dan aliran. Dengan pemaknaan seperti ini, hakekat dapat dilawankan
dengan kata bathil, yang berarti sesuatu yang salah dan tidak senyatanya.8

Menurut istilah sufistik, bagaimana dinyatakan oleh Zainuddin bin ‘Ali al-Ma’bary al-
Malaybari, dijelaskan sebagai berikut :

‫ وعند القشيري هي مشاهدة‬,‫الحقيقة هي وصول السالك للمقصود وهو معرفة هللا سبحانه وتعالى ومشاهدة نورالتجلي‬
.‫الربوبية اي رؤيته اياها بقلبه‬

Artinya : “Haqiqah adalah sampainya seorang sufi yang menempuh (jalan spiritual)
tarekat pada tujuannya, yaitu mengenal Allah SWT. Dan menyaksikan cahaya
penampakan Allah, yang mana menurut al-Qusyairy adalah menyelami hadirat suci
ketuhanan, yakni bahwa seseorang melihat dan menyaksikan kebesaran Tuhan dengan
hatinya.” 9

Sedangkan menurut Asy-Syadzili adalah sebagai berikut :

‫الحقيقة هي مايستقر في قلبك انه ال ضار وال نافع وال معطي وال مانع اال هللا ثم ال تضطرب وال تسكن وال تنسب الى‬
.‫الخلق شيئا ولو قرضت بالمقارض ونشرت بالمناشر‬

Artinya : “ Hakikat adalah pemahaman yang menetap di hatimu bahwa tiada yang dapat
membahayakan, tiada yang berguna, tiada yang memberi anugerah, dan tiada yang
mencegah anugerah melainkan Allah Swt. Setelah itu, kamu tidak ragu-ragu lagi dan

8
Tim Penyusun MKD UIN Sunan Ampel Surabaya, Akhlak Tasawuf (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2013),
hal. 288.
9
Zainuddin bin ‘Ali al-Ma’bari al-Malaybary, Kifayat al-Atqiya’ wa Minhaj al-Ashfiya’ (Surabaya: Maktabah
Ahmad bin Sa’ad bin Nabhan, 1986), hal.11.

4
tidak merasa tenang dan tergantung kepada selain-Nya (yakni kepada makhluk)
sekalipun kamu digergaji dengan gergaji dan digunting.”

Secara operasional dapat diilustrasikan, bahwa hakikat adalah sebuah capaian


kesadaran batin bahwa Allah-lah satu-satunya Dzat yang menggerakkan segala sesuatu,
menunjukkan dan menyesatkan jalan, memuliakan dan menghinakan, memberi bantuan
dan menelantarkan, memberi kuasa dan mencabutnya. Segala yang baik dan buruk,
berguna dan berbahaya, iman dan kufur, kebodohan dan kejelasan, semuanya terjadi dan
ada karena ditentukan oleh Allah Swt.10

Dari semua penjelasan tentang hakikat di atas dapatlah dipahami bahwa hakikat
merupakan pengetahuan tentang tujuan sesuatu, inti sesuatu, realitas yang sebenarnya,
serta menyatakan bahwa hakikat dalam pembahasan ini terarah pada makna pengetahuan
batin, kesadaran hati dan juga pengetahuan mendalam tentang sesuatu. 11

D. Pengertian Ma’rifat

Ma’rifat berasal dari kata ` arafa ,yu’rifu, irfan , berarti: mengetahui, mengenal, 12atau
pengetahuan Ilahi. 13 Orang yang mempunyai ma’rifat disebut arif. 14 Menurut
terminologi, ma’rifat berarti mengenal dan mengetahui berbagai ilmu secara rinci, 15atau
diartikan juga sebagai pengetahuan atau pengalaman secara langsung atas Realitas
16
Mutlak Tuhan. Dimana sering digunakan untuk menunjukan salah satu maqam
(tingkatan) atau hal (kondisi psikologis) dalam tasawuf. Oleh karena itu, dalam wacana
sufistik, ma’rifat diartikan sebagai pengetahuan mengenai Tuhan melalui hati sanubari.
Dalam tasawuf, upaya penghayatan ma’rifat kepada Allah SWT ( ma’rifatullah ) menjadi
tujuan utama dan sekaligus menjadi inti ajaran tasawuf.17

Secara harfiah, kata ma’rifat yang berasal dari kata bahasa Arab ‫ معرفة‬yang searti
dengan kata ‫ علم‬yang artinya adalah pengetahuan yang mantap dan meyakinkan. Pada

10
Dhiya’uddin Ahmad Mushtafa al-Kamsykhanawi al-Naqsyabandy, Jami’ al-Ushul fi al-Awliya’ (Surabaya:
Percetakan al-Haramayn Jaya Indonesia, 2003), hal.67.
11
Tim Penyusun MKD UIN Sunan Ampel Surabaya, Akhlak Tasawuf (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2013),
hal. 288.
12
Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir, (Surabaya: Pustaka Progresif, 2002), hal.919.
13
Totok Jumantoro dan Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Tasawuf, (Jakarta:Penerbit Amzah, 2005), hal. 139.
14
Hamka (Haji Abdul Malik Karim Amrulah), Tasawuf Perkembangan dan Pemurniannya, (Jakarta: Pustaka Panji
Mas, 1993), hal. 103.
15
Syihabuddin Umar ibn Muhammad Suhrawardi, Awarif al-Ma’arif, Sebuah Buku Daras Klasik Tasawuf, Terj.
Ilma Nugrahani Ismail,(Bandung: Pustaka Hidayah, 1998), hal. 105.
16
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Rajawali Pers, 1996), hal. 219.
17
Ibid., hal. 219.

5
lazimnya, ma’rifat dapat dicapai melalui ilmu, dan antara keduanya tentu terjalin secara
otomatis, sehingga tanpa ilmu, maka tidak dapat diperoleh ma’rifat.

Secara istilah, sebagaimana pakar ilmu haqiqah, dinyatakan sebagai berikut :

‫المعرفة هي العلم باسماء هللا تعالى وصفاته مع الصدق هللا تعالى في معاملته وجميع احواله ودوام مناجاته في السرو‬
.‫الرجوع اليه في كل شيئ والتطهر من االخالق واالوصاف الرد يئة‬

Artinya : “Ma’rifat adalah mengerti dan memahami nama-nama Allah Swt. Dan sifat-
sifat-Nya secara jujur dan tulus untuk berinteraksi dengan-Nya dan serius dalam segala
kondisinya, dan senantiasa berkoneksi dengan-Nya dalam kondisi suasana sirri, serta
berupaya kembali kepada-Nya dalam segala sesuatunya dengan membersihkan dirinya
dari sifat-sifat rendah rendah-tercela.”

Kema’rifatan seorang hamba itu terukur dari, atau dengan, tingkat keasingan dirinya
dari badan-fisiknya. Semakin dia menyadari wujud dirinya secara riil, maka dia terhijab
dengan Allah. Sebaliknya, semakin dia menyadari ketidaknyataan eksistensinya maka
ma’rifatnya semakin kuat.

‫الم عرفة هي جزم القلب بوجود الواجب الوجود متصفا بسائر الكماالت‬

Artinya : “Ma’rifat adalah kemantapan (ketetapan) hati untuk mempercayai Dzat yang
wajib wujudnya yang bersifat dengan segala kesempurnaan.”

,ُ‫ظ ْر ِإ َلي َْۚكَ َقالَ لَن ت ََرىنِى َولَك ِِن ا ٌ ْنظُ ْر ِإلَى ا ٌ ْل َجبَ ِل َفإ ِ ِن ا ٌ ْستَقَ َّر َمكَانَه‬
ُ ‫ب أ َ ِرنِى أَن‬
ِ ‫ قَالَ َر‬,ُ ‫ َربُّه‬,ُ‫سى ِلمِيقَىتِنَا َو َك َّل َمه‬ َ ‫َو َل َّما َجآ َء ُمو‬
ُ َ‫ص ِعقً َۚا فَلَ َّمآ أَفَاقَ َقال‬
َ‫س ْب َحنَكَ تُبْتُ ِإلَيْكَ َوأَنَا ْ أ َ َّو ُل ا ٌ ْل ُمْْ مِ نِين‬ َ ‫سى‬ َ ‫ دَ ًّكا َوخ ََّر ُمو‬,ُ‫ ل ِْل َج َب ِل َج َعلَه‬,ُ‫ف ت ََرىن َِۚى فَلَ َّما ت َ َجلَّى َربُّه‬ َ َ‫ف‬
َ ‫س ْو‬
١٤٣

Artinya : “Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan kami) pada waktu yang telah
kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: ‘Ya
Tuhanku, tampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar Aku dapat melihat kepada
Engkau.’ Tuhan berfirman: ‘Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi Lihatlah ke
bukit itu, Maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat
melihat-Ku.’ Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya
gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali,
dia berkata: ‘Maha Suci Engkau, Aku bertaubat kepada Engkau dan Aku orang yang
pertama-tama beriman.”

6
Dilihat dari ayat di atas, dapat dipahami bahwa ma’rifat merupakan suatu kondisi
spiritual dimana seorang hamba mencapai pengetahuan yang mendalam dan kesadaran
hakiki akan kehambaannya yang bersifat sirna dan tidak memiliki wujud / eksistensinya
yang sesungguhnya jika dihubungkan dengan wujud Tuhan. Oleh sebab itu, ketika
memperoleh ma’rifat ini, seorang hamba mengalami fana’, ketidaksadaran diri di
hadapan (hadirat) Allah swt., berada dalam keadaan fana’ (sirna diri) lantaran (Tuhan,
Allah) Dzat al-Wajib al-Wujud ber-tajalli, menampakkan wujud nyata-Nya pada dimensi
al-mawjud.

E. Korelasi atau Hubungan antara Syariat, Thariqat, Hakikat, dan Ma’rifat


Dalam karya syair Hidayat al-Adzkiya’ ila Thariq al-Awliya’, Syeikh Abu Bakry al-
Makkiy ibn as-Sayyid Ahmad Syatha menjelaskan:
‫فشريعة كسفينة وطريقة * كالبحر ثم حقيقة در غال‬
‫فشريعة اخذ بدين الخالق * وقيامه باالمر والنهي انجال‬
‫وطريقةواخذ باحوط كالورع * وعزيمة كرياضة متبتال‬
‫وحقيقة لوصوله للمقصد * ومشاهد نور التجلي بانجلى‬

Artinya : “Syariah itu laksana sebuah perahu dan thariqah bagaikan lautan. Selanjutnya,
haqiqat itu bagaikan mutiara yang mahal. Pengamalan syariah adalah dengan
menjalankan agama Allah, yang konkretnya, dengan menegakkan perintah dan menjauhi
larangan-Nya. Sedangkan ber-thariqah adalah melakukan kehati-hatian, misalnya
bersikap wara’ (menjauhi haram dan meninggalkan mubah yang berlebihan), tegap hati,
melatih meningkatkan batin (menempuh maqamat) seraya istiqamah beribadah. Adapun
haqiqat adalah mencapai puncak tujuan, yakni terdapatnya mutiara indah-mahal yang
membahagiakan hati (merasakan kesadaran diri berada dalam keagungan Nur Ihali).” 18

Penjelasan dari syair di atas adalah seseorang tidak akan mencapai tujuan
(mendapatkan kebahagiaan hakiki, memperoleh cahaya agung ilahi bagaikan intan
mulia) kecuali setelah ia melewati hamparan lautan luas (tempat intan berada). Dia pun
tidak dapat memperolehnya kecuali dengan sarana / alat / media perahu. Siapa yang
menginginkan mutiara, maka caranya adalah: pertama, dia pasti akan menaiki perahu
(syariah); kedua, dia harus menyelami lautan (thariqah) lepas-luas dengan berbagai cara

18
Tim Penyusun MKD UIN Sunan Ampel Surabaya, Akhlak Tasawuf (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2013),
hal. 298.

7
dan keahlian yang ia andalkan; ketiga, setelah itu ia akan bersenang senang mendapatkan
mutiaranya.19

Dari penjelasan ilustrasi di atas dapat dipahami, bahwa syariah, tahriqah, haqiqah, dan
ma’rifat adalah sebuah konseptualisasi terhadap Islam oleh para sufi dalam rangka
menjelaskan prosedur pengalaman Islam dengan benar yang harus dilalui seorang hamba
agar mencapai tujuan ber-Islam. Jika syariah mewakili dimensi ekstorik Islam, maka
haqiqah dan ma’rifat adalah menempati dimensi batinnya. Ada pula yang mengatakan
bahwa syariah, thariqah, haqiqah, ma’rifat itu adalah rentangan intensifikasi pelaksanaan
Islam. 20

19
Ibid., hal.299.
20
Ibid., hal.302.

8
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Syariah adalah undang-undang atau hukum yang dari Allah SWT yang berdasarkan
pada Al-Qur’an dan As-Sunnah yang berisi tentang ajaran keyakinan atau keimanan,
tata cara melakukan peribadatan, cara berkelakuan baik dan mencegah keburukan,
serta tata cara bagaimana berinteraksi dengan masyarakat yang semua itu dilakukan
untuk memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat.
2. Thariqat adalah suatu jalan yang harus ditempuh untuk melakukan pelatihan atau
mengerjakan sesuatu yang sesuai dengan hukum dari Allah (syariah) untuk mencapai
suatu tujuan.
3. Hakikat adalah sebuah capaian kesadaran batin bahwa Allah-lah satu-satunya Dzat
yang menggerakkan segala sesuatu, menunjukkan dan menyesatkan jalan,
memuliakan dan menghinakan, memberi bantuan dan menelantarkan, memberi kuasa
dan mencabutnya.
4. Ma’rifat adalah ma’rifat merupakan suatu kondisi spiritual dimana seorang hamba
mencapai pengetahuan yang mendalam dan kesadaran hakiki akan kehambaannya.
5. Korelasi atau hubungan antara syariah, thariqat, hakikat, ma’rifat adalah sebuah
konseptualisasi terhadap Islam oleh para sufi dalam rangka menjelaskan prosedur
pengalaman Islam dengan benar yang harus dilalui seorang hamba agar mencapai
tujuan ber-Islam. Syariah, thariqat, hakikat, ma’rifat merupakan satu kesatuan yang
tidak dapat dipisahkan dalam mencapai tujuan seorang hamba untuk kebahagiaan
dunia dan akhirat.
B. Saran
Dalam kehidupan masyarakat awam banyak pemahaman yang salah tentang
tingkatan-tingkatan (maqam) yang harus dilalui oleh seoarang hamba. Oleh karena itu,
kita sebagai manusia yang berakal dan berbudi pekerti luhur hendaknya lebih
meningkatkan lagi pemahamannya mengenai ajaran tasawuf, sebagai seorang hamba
yang ingin mencapai suatu tujuan kita harus mau belajar dan lebih banyak membaca
buku, selain itu harus juga disertai dengan tuntunan dari seorang guru agar tidak
mengalami kebingungan atau kesalahpahaman lagi.

9
DAFTAR PUSTAKA

Ar Rummi, Syekh Ibnu Jabar. 2007. Mendaki Tangga Ma’rifat. Sidoarjo: MitraPress.
Tim Penyusun MKD UIN Sunan Ampel Surabaya. 2013. Akhlak Tasawuf. Surabaya:
UIN Sunan Ampel Press.
Zaprulkhan. Ilmu Tasawuf: Sebuah Kajian Tematik. Jakarta: Rajawali Pers
Al-Malaybary, Zainuddin bin ‘Ali al-Ma’bari. 1986. Kifayat al-Atqiya’ wa Minhaj al-
Ashfiya’. Surabaya: Maktabah Ahmad bin Sa’ad bin Nabhan.
Mushtafa, Dhiya’uddin Ahmad. 2003. Jami’ al-Ushul fi al-Awliya’. Surabaya:
Percetakan al-Haramayn Jaya Indonesia.
Munawwir, Ahmad Warson. 2002. Kamus al-Munawwir. Surabaya: Pustaka Progresif.
Jumantoro, Totok dan Samsul Munir Amin. 2005. Kamus Ilmu Tasawuf. Jakarta:
Penerbit Amzah.
Hamka. 1993. Tasawuf Perkembangan dan Pemurniannya. Jakarta: Pustaka Panji Mas.
Umar, Syihabuddin. 1998. Sebuah Buku Daras Klasik Tasawuf, Terj. Ilma Nugrahani
Ismail. Bandung: Pustaka Hidayah.
Nata, Abuddin. 1996. Akhlak Tasawuf. Jakarta: Rajawali Pers.

10

Anda mungkin juga menyukai