Anda di halaman 1dari 6

DOKUMENTASI HADITS

Kegiatan dokumentasi yang terjadi antar periwayat


yang terdekat dalam suatu sanad, dikenal dengan
istilah:
ُ‫( ت َ َح ُّملُ الحديث َوأَدَاءه‬penerimaan & penyampaian
HADITS).
Yang paling penting bagi ulama HADITS dalam
pembicaraan mengenai kegiatan dokumentasi ini
adalah siapa yang layak untuk menyampaikan
HADITS yang diterimanya, bukan siapa yang layak
menerima HADITS. Hal ini karena dalam hal
menerima HADITS, syarat yang diajukan oleh ulama
HADITS tidak begitu ketat. Penerimaan HADITS
oleh anak kecil atau orang kafir, tetap sah.
Tetapi untuk menyampaikan hadits, riwayat yang
disampaikan dianggap sah jika periwayat memenuhi syarat
terpercaya/kuat (tsiqah) yakni ‘âdil & dlâbith.
UNSUR ‘ÂDIL
a. Beragama Islam (Muslim)
b. Mukallaf (sudah terbebani tangung jawab, yaitu: (âqil &
bâligh)
c. Melaksanakan ketentuan agama
d. Menjaga muru’ah yakni dg menjauhkan diri dari
maksiat dan perkara yang syubhat. = taqwa.
Unsur Dlâbith
a. Periwayat hapal dengan baik riwayat yg diterimanya
b. Periwayat mampu menyampaikan riwayat yang
diterimanya dengan baik, kapan pun ia kehendaki,
minimal sampai ia menyampaikannya kepada
periwayat lain.
METODE TAHAMMUL AL-HADÎTS ADA 8 CARA:

1. ‫السماع‬
ِّ : Mendengar/menyimak langsung dari syaikh/
ْ ،‫ حدَّثني\حدثنا‬،ُ‫سم ْعت‬
guru mereka. Contoh: ‫أخُبَ ََراا‬ ِّ
2. ‫ ال ِّقَراءة‬: Murid membaca / mengkonfirmasikan
bacaannya kepada seorang guru. Contoh: ُ‫قَرأْت‬.
Metode qirâ’ah ini lebih akurat daripada metode simâ‘ ,
karena guru bisa langsung mengoreksi bacaan murid jika
ada kesalahan.

َ
3. ‫اإلجازة‬ : Guru memberi rekomendasi kepada
muridnya untuk meriwayatkan hadits.
4. ‫اولة‬
َ ‫المن‬ : Guru memberi kitab hadits kepada muridnya.
َ Dalam hal ini, guru dapat menggunakan 2
Contoh: ‫ناولَني‬.
cara, yaitu: a) dengan ijâzah; & 2) tanpa ijâzah.
5. ‫ المكاتَبة‬: Guru menulis hadits untuk diberikan kepada
muridnya. Caranya sama dengan munawalah. Contoh
ungkapan: َ‫ب إلي‬ََ َ ‫َكت‬
6. ‫ اإلعْالم‬: Guru memberitahukan hadits/kitab hadits kepada
muridnya tanpa pesan untuk meriwayatkannya.
7. ‫الو ِّصيَّة‬
َ : Guru mewasiatkan kitab haditsnya kepada
muridnya. Contoh: َ‫صى إلي‬ َ ‫ْأو‬
8. ‫ال ِّوجادَة‬: Seorang mendapatkan tulisan/kitab hadits, tanpa
pesan sama sekali.
Umumnya ulama HADITS dapat mengetahui metode
penerimaan HADITS mereka dari ungkapan tahammul yang
ْ ،‫ حدثنا‬،َ‫سم ْعت‬
mereka gunakan, seperti: ‫أخبَ َرنا‬ ِ dsb. Dari ungkapan
tersebut, dapat diketahui bagaimana metode penerimaan
mereka, apakah muttashil (bersambung) atau munqathi‘
(terputus).
Namun, ada ungkapan tahammul yang masih samar
ُْ ‫ ع‬dan ‫أن‬
kebersambungannya --seperti ‫َن‬ َُّ -- sehingga tidak bisa
dipastikan apakah bersambung atau tidak. Karena kehati-hatian
para ulama HADITS sehingga mereka menganggap sanadnya
terputus kecuali memenuhi tiga syarat, yakni:
1. Sanad tersebut tidak ada tadlîs (penyembunyian cacat)
2. Telah terjadi pertemuan, atau minimal hidup semasa.
3. Periwayat tersebut harus tsiqah (terpercaya).
FAKTOR PENYEBAB PERBEDAAN MATAN
DALAM PENDOKUMENTASIAN HADITS, SERING DITEMUKAN SUATU
MATAN, BERBEDA BAHKAN “BERTENTANGAN” DENGAN HADITS
SEDERAJAT YANG LAIN.
Di antara faktor penyebab terjadinya perbedaan matan, adalah:
1. Karena telah terjadi periwayatan HADITS secara makna.
Periwayatan bil-ma‘na tetap sah & dibolehkan, yang penting
substansi beritanya sama. Hanya saja --dalam dunia HADITS--
periwayatan bil-lafdzi lebih diutamakan daripada bil-ma‘na.
2. Karena kesalahan periwayatan oleh periwayat sendiri.
Meskipun periwayat dinilai jujur namun kadang juga pernah
salah. (Lafal penilaian: ‫صدوق ي ْخ ِّطئ‬
َ )
3. Karena terjadi kesalahan dalam penelitian HADITS sebab
salah dalam menggunakan pendekatan terhadap matan yang
diteliti.
4. Karena Nabi Muhammad memang menyampaikan HADITS ini
lebih dari 1 kali dalam kesempatan yang berbeda.

Anda mungkin juga menyukai