Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH HADITS AKIDAH DAN AKHLAK

HADITS TENTANG IMAN SEBAGAI BENTENG KEMAKSIATAN

Dibuat Sebagai Bahan Presentasi dan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Hadits Akidah Dan Akhlak Semester IV


Disusun Oleh:
Kelompok 5
SY. MUHAMMAD RIYADH AL-SHALIHIN
(30300121007)
NURISMAYANTI
(30300121030)
Dosen Pengampu:
Dr. Tasmin Tangngareng.,M.Ag.
JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN FILSAFAT DAN POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2023
KATA PENGANTAR
َّ ‫الر ْح ٰمن‬ ‫ه‬
‫الر ِح ْي ِم‬ ِ
َّ ‫اّٰلل‬
ِ ‫ِب ْس ِم‬

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan segala Rahmat keilmuan yang telah diberikan kepada manusia
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Hadits Akidah Dan akhlak yang
berjudul “Hadits Tentang Iman Sebagai Benteng Kemaksiatan”. Tak lupa kami
kirimkan shalwat serta salam kepada baginda Rasulullah SAW. nabi yang menjadi
penutan, serta sebagai uswatun khasanah bagi kita semua.

Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hadits Akidah
Dan Akhlak. Selain itu, makalah ini juga dibuat untuk menambah wawasan bagi
pembaca khususnya penulis. Makalah ini juga hadir sebagai solusi bagi jiwa-jiwa
yang haus akan ilmu. Terima kasih tak lupa kami ucapkan kepada Ustadz Dr.
Tasmin Tangngareng.,M.Ag sebagai dosen pada mata kuliah ini, yang telah
memberikan tugas dalam bentuk makalah, agar menuntun kami menjadi
mahasiswa yang mandiri, kreatif lagi produktif.

Alhamdulillah, pada hari ini kami telah merampungkan atau


menyelesaikan makalah kami. Kami sadari, pada tulisan kami ini masih terdapat
banyak kekurangan, oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan juga
saran yang bersifat membangun untuk lebih berkembang kedepannya. Akhir kata
kami ucapkan terima kasih banyak. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita
semua. Aaamiin Yaa Rabbal Alamin.

Samata, 08 Maret 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... iii

A. Latar Belakang ........................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 1

C. Tujuan Dan Kegunaan ................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 3

A. Pengertian Iman dan Maksiat ..................................................................... 3

B. Hadits Iman Sebagai Benteng Kemaksiatan .............................................. 7

C. Kandungan Hadits Iman Sebagai Benteng Kemaksiatan ......................... 13

D. Implementasi Hadits Tentang Iman Sebagai benteng Kemaksiatan Dalam


Kehidupan ................................................................................................. 15

BAB III PENUTUP............................................................................................... 16

A. Kesimpulan............................................................................................... 16

B. Saran dan Implikasi .................................................................................. 16

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 17

ii
1

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Berbicara tentang Hadits mungkin sudah tidak asing lagi bagi umat
Islam karena Hadits merupakan salah satu pedoman hidup umat islam itu
sendiri. Hadits juga merupakan warisan terbesar dari Nabi Muhammad
saw. yang dimiliki oleh umat Islam sesudah Al-Qur‟an. Dengan mengacu
pada keduanya diyakini bahwa umat Islam dijamin keselamatan dan
kebahagiannya di dunia dan di akhirat kelak. Dalam keyakinan umat
Islam, hampir seluruh aspek kehidupan manusia dapat diketahui
petunjuknya di dalam Al-Qur‟an dan Hadits, baik itu tersirat maupun yang
tersurat.

Salah satu aspek kehidupan yang juga banyak dibahas pada hadits
Nabi saw. yaitu tentang keimanan dan kemaksiatan. Dalam hadis-hadis
Nabi, sangat banyak disebutkan tentang masalah-masalah keimanan, akan
tetapi sebagian besar kaum muslim tidak memahami bagaimana keimanan
itu, apabila dalam diri seseorang tertanam iman yang kuat maka orang
tersebut akan terjauh dari perbuatan maksiat. Adapun keimanan seorang
yang melakukan perbuatan maksiat, hal tersebut masuk ke dalam
fenomena lemahnya iman.

Dalam makalah ini kami akan membahas bagaimana definisi iman


dan hadits apa saja yang berkaitan dengan keimanan yang menjadi benteng
dari kemaksiatan dan bagaimana keimanan orang yang melakukan
kemaksiatan, hal ini seringkali menjadi bahan perbincangan umat
dikarenakan ada yang berpendapat bahwa orang yang malakukan
kemaksiatan merupakan orang yang tidak mempunyai iman.

Di dalam kitab-kitab hadits cukup banyak hadits Nabi yang


menjelaskan tentang keimanan seorang yang melakukan perbuatan
maksiat. Kalau semua hadits tersebut dikumpulkan lalu dikaji tentunya hal
ini akan memerlukan waktu yang cukup panjang dan tidak mungkin dibuat
dalam sebuah tulisan berbentuk makalah. Oleh karena itu, maka hadits-
hadits Nabi yang berkaitan dengan kemaksiatan dipilih poin-poin
“pentingnya” saja yang termasuk dalam klasifikasi kemaksiatan atau dosa-
dosa besar. Di antara dosa-dosa besar tersebut adalah zina,minum khamar,
pencuri dan pembunuh. Selain itu dalam makalah ini juga akan dibahas
mengenai implementasi hadits tersebut dalam kehidupan, dan akan
diuraikan juga tentang penyebab bertambah atau berkurannya iman
seseorang.
2

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana definisi iman dan maksiat?


2. Bagaimana Hadits iman sebagai benteng kemaksiatan?
3. Bagaimana kandungan Hadits tentang iman sebagai benteng
kemaksiatan?
4. Bagaimana implementasi Hadits tentang iman sebagai benteng
kemaksiatan?

C. Tujuan Dan Kegunaan

1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian pada makalah kami yaitu untuk
mengetahui:

a) Definisi iman dan maksiat


b) Hadits tentang iman sebagai benteng kemaksiatan beserta
kandungannya
c) Implementasi Hadits tentang iman sebagai benteng
kemaksiatan

2. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dari hasil penelitian ini secara teoritis
dan praktis adalah:

a) Secara teoritis adalah untuk menyumbangkan pengetahuan


keilmuan kepada mahasiswa jurusan Ilmu Al-Qur‟an dan
Tafsir, masyarakat umum dan fakultas Ushuluddin tentang
kandungan, penjelasan dari hadits yang membahas tentang
iman sebagai benteng kemaksiatan.

b) Secara praktis dan sosial adalah penelitian ini diharapkan dapat


dijadikan referensi dan pijakan bagi pembimbing, masyarakat,
dalam melaksanakan kegiatan yang berhubungan dengan
kegiatan yang dapat menambahkan kualitas iman sesuai dengan
yang terdapat di dalam Al-Qur‟an dan As-sunnah.
3
4

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Iman Dan Maksiat


1. Iman
Secara harfiah, iman berasal dari bahasa Arab, yang mengandung
arti faith (kepercayaan), dan belief (keyakinan).1 Iman juga berarti
kepercayaan (yang berkenaan dengan agama), yakin percaya kepada
Allah, keteguhan hati, keteguhan batin.2

Dalam Islam, iman atau kepercayaan yang asasi selanjutnya


disebut „aqidah bersumberkan Al-Qur‟an dan merupakan segi teoretis
yang dituntut pertama-tama dan terdahulu dari segala sesuatu untuk
dipercayai dengan suatu keimanan yang tidak boleh dicampuri oleh
keragu-raguan dan dipengaruhi oleh persangkaan.3 Selain itu dilihat
dari segi sasarannya atau objek yang diimaninya, yaitu hanya Allah
SWT semata, maka keimanan tersebut dinamai tauhid yang berarti
mengesakan Allah SWT semata. Selanjutnya, keimanan tersebut
disebut dengan ushul al-din (pokok-pokok agama), karena keimanan
tersebut menduduki tempat yang utama dalam struktur ajaran Islam.

Dalam Islam keimanan merupakan segi teori yang bersifat ashl


artinya pokok atau asas. Iman ini juga disebut aqaid artinya
kepercayaan. Selanjutnya Imam Syahrastani mengatakan, bahwa iman
ini juga disebut sebagai makrifat, yakni pengetahuan dan keyakinan
yang mendalam tentang Tuhan. Kata iman berasal dari kata aamana
yang biasanya diterjemahkan “ia percaya itu,” jika digunakan menurut
wazan transitif, artinya menganugerahkan ketentraman atau
perdamaian, tetapi jika dgunakan menurut wazan intransitif, maka
artinya masuk dalam keadaan tentram dan damai.4

Di dalam Hadits Rasulullah saw. secara harfiah diartikan sebagai


keyakinan atau kepercayaan tentang adanya Allah sebagai Maha
Pencipta, Maha Pemberi Rezeki, Maha pemelihara, Maha pelindung,
Maha Pengasih dan Maha Penyayang dan segala sifat agung lainnya.
Kemudian percaya terhadap adanya malaikat yang senantiasa patuh
dan tunduk terhadap segala perintah-Nya dan tidak pernah durhaka
kepada-Nya, serta setia melaksanakan tugas-tugas dari-Nya, seperti
1
Hans Wehr, A Dictionary Of Modern Written Arabic, Op.cit.,h.20.
2
W.J.S, Peoerwadarminta,”Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka,1991),cet.XII,h.375
3
Nasaruddin Razak, Dienul Islam, (Bandung: Al-Ma‟rif,1977),cet,II,h.119
4
Maulana Muhammad Ali, Dienul Islam, Ilamologi, (Jakarta: Van Hoeve,1980),cet.I,h.83
5

menyampaikan wahyu Allah (malaikat Jibril), mengatur rezeki


(Malaikat Mikail), memberi tanda-tanda datangnya hari kiamat
(Malaikat Israfil), menjemput nyawa manusia pada saat ajal datang
(Malaikat Izrail), menginterogasikan manusia di dalam kubur (Munkar
dan Nakir), menjaga neraka (Malik), dan menjaga surga (Malaikat
Ridwan); percaya dan membenarkan terhadap kitab-kitab yang
diturunkan Allah SWT dan mengamalkan ajaran-Nya; percaya dan
membenarkan terhadap kerasulan para utusan-Nya dengan menerima
dan mematuhi segala ajarannya dan meneladani akhlaknya, percaya
pada kedatangan hari kiamat erta percaya pada ketentuan baik dan
buruk dari Allah SWT (takdir).

Disamping percaya terhadap keenam hal pokok tersebut juga


percaya terhadap hal-hal yang diberitakan dan dinyatakan Al-Qur‟an,
seperti percaya akan adanya hari kebangkitan dari alam kubur, hari
perhitungan amal, balasan surga dan neraka, janji Allah yang pasti
benar, hukum-hukum Allah SWT, dan lainnya yan diberitakan Al-
Qur‟an.

Iman adalah fondasi sekaligus miftahul jannah (kunci pembuka


pintu surga) bagi setiap muslim. Iman menjadi landasan dan akar bagi
unsur-unsur keberagamaannya yang lain. Disamping itu iman juga
sebagai penentu tentang sah atau tidaknya amal ibadah yang dilakukan
oleh seseorang jika tidak disertai niat karena Allah sekalius
menentukan kualitas ibadah dan amaliah yang dilakukan seseorang. M.
Quraish Shihab berpendapat bahwasanya “Iman yang benar akan
melahirkan aktivitas yang benar sekaligus kekuatan menghadapi
tantangan.5

Orang yang memiliki iman adalah orang yang khidupannya terikat


kuat dengan Allah. Yan dimaksud disini dengan “ikatan yang kuat”
adalah bahwa ketika seorang muslim hendak melakukan sesuatu
pekerjaan maka pekerjaan itu harusdimulai dengan niat yan
menghubungkan dirinya dengan Allah dan tujuannya juga harus
kepada Allah, yakni mencari ridha Allah dan konsisten dalam
menjalankan segala perintahnya.
Keimanan kepada keesaan Allah itu merupakaan hubungan yang
semulia-mulianya antara manusia dengan penciptanya. Oleh karena
itu, mendapatkan petunjuk sehingga menjadi orang yang beriman,
adalah kenikmatan terbesar yang dimiliki oleh seseorang.
Keimanan itu bukanlah semata-mata ucapan yang keluar dari bibir
dan lidah saja atau semacam keyakinan dalam hati saja. Tetapi
keimanan yang sebenar-benarnya adalah merupakan suatu akidah atau

5
M.Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur‟an: memfungsikan wahyu dalam kehidupan,
Jilid II, (Tangerang: Lentera Hati, 2010),h.18
6

kepercayaan yang memenuhi seluruh isi hati nurani, dari situ timbul
bekas-bekas atau kesan-kesannya, seperti cahaya yang disorotkan oleh
matahari.
Dalam hadits -hadits nabi sangat banyat disebutkan tentang
masalah keimanan. Tetapi sebagian besar kaum muslim tidak
memahami bahkan salah memahami bagaimana keimanan itu.
Sehingga banyak kaum muslim yang mengaku beriman tetapi mereka
tidak sama sekali mengaplikasikan substansi keimanan tersebut.
Keimanan seseorang itu dapat dilihat dari penerapan ajaran Islam
dalam kehidupan sehari-hari („amaliyat yaumiyyat). Rutinitas dan
kontinuitas amal seseorang, meskipun amalan nya kecil. Amal bukan
saja dalam bentuk hubungan vertikal kepada Allah, akan tetapi dalam
bentuk hubungan horizontal, sesama manusia pun, asalkan diniatkan
karena Allah SWT. Juga dianggap sebagai amal shaleh. Karena itu
iman bisa saja berkurang (yanqus) dan bisa bertambah (yazid).

2. Maksiat

Maksiat merupakan tindakan manusia yang melanggar hukum


moral yang bertentangan dengan perintah Allah SWT. Pada awal mula
penciptaan manusia yaitu zaman Nabi Adam dan Siti Hawa, satu hal
yang membuat keduanya dikeluarkan dari surga-Nya dikarenakan
kedurhakaan terhadap perintah Allah SWT untuk tidak mendekati
pohon Khuldi. Akan tetapi akan takdir-Nya Nabi adam beserta istrinya
tidak hanya mendekati bahkan memakan buah tersebut sehingga Allah
SWT menurunkan mereka berduadari alam penuh kelezatan,
kenikmatan, keindahan dan kegembiraan ke alam dunia yang penuh
dengan penderitaan, kesedihan, dan musibah hal itu dikarenakan
kemaksiatan. Begitupula kisah iblis yang bermaksiat karena sombong
dan enggan untuk sujud kepada Nabi Adam sehingga membuatnya
terusir dari Rahmat Allah SWT. Kedekatan Iblis dengan Allah SWT
berubah menjadi jauh; Rahmat menjadi Laknat; Keindahan menjadi
Kejelekan; Surga menjadi Neraka yang berkobar; iman menjadi
kekufuran; pertolongan menjadi permusuhan; penentangan, gema
tasbih, tahlil dan penyucian menjadi gema kekufuran, kesyirikan,
kedustaan, dan kebejatan; serta pakaian keimanan menjadi pakaian
kekufuran, kefasikan, dan kedurhakaan. Maka terhinalah Iblis
dihadapan Allah SWT, serendah-rendahnya, dan jatuhlah
kedudukannya dalam pandangan-Nya (Adni, 2016: 100)

Begitulah perbuatan Maksiat yang merupakan perbuatan jahat


atau dosa yang tidak mentaati norma-norma agama. Dalam perspektif
lain maksiat merupakan perbuatan yang menyimpang dan melanggar
dari norma-norma agama dan hukum yang berlaku. Maksiat mencakup
segala perbuatan yang merusak moral dan sendi-sendi kehidupan
bermasyarakat yang islami, seperti prostitusi, pornografi,
7

pemerkosaan, zina, minum-minuman keras, berjudi, pembunuhan dan


lain-lain. Padahal hal-hal seperti ini pada zaman sekarang merupakan
perbuatan keluar dari norma yang bisa kita temui sehari-hari dan
terkadang terjadi secara terang-terangan.

Maksiat membuat seorang individu untuk berbuat suatu hal


yang condong kepada kemungkaran. Perbuatan maksiat mempunyai
ciri-ciri intrinsik yaitu dapat menghasilkan kepuasan diri, mengasikkan
serta nikmat sehingga dapat membuat seorang individu senang dan
bahkan kecanduan untuk melakukan kembali hal tersebut Contohnya
zina yang dapat menimbulkan kecanduan psikologi. Manusia adalah
makhluk yang paling mulia di sisi Allah namun di sisi lain manusia
akan menjadi hina di sisi Allah jika ia sendiri menenggelamkan dirinya
dalam perbuatan maksiat. Menurut ajaran Islam orang yang semacam
ini lebih hina dari binatang, karena ia diberikan mata oleh Allah namun
tidak digunakan untuk melihat ayat-ayat Allah selain itu diberi telinga
oleh Allah namun tidak digunakan untuk mendengarkan firman Allah.

Menurut ajaran Islam kerugian bagi manusia yang melakukan


maksiat yaitu menjadi penghalang untuk memperoleh ilmu
pengetahuan,terhalangnya ketaatan kepada Allah, menyebabkan
seseorang menjadi hina, hilangnya rasa malu, mendapat akhir hidup
yang buruk, hati menjadi keras, menghilangkan berkah, membuat hati
menjadi sempit, mendapatkan laknat dan siksa Allah di akhirat .
Maksiat terdiri dari beberapa golongan yaitu: berzina, minum
minuman keras, membunuh, syirik, murtad, fitnah dan mencuri.

B. Hadits Iman Sebagai Benteng Kemaksiatan

1. Teks Hadits
،‫ضْي ُل بْ ُن َغ ْزَوا َن‬ َِّ ‫ حدَّثَنَا عب ُد‬،‫ ح َّدثَِِن عمرو بن علِ ٍّي‬- 6782
َ ُ‫ َحدَّثَنَا ف‬،‫اَّلل بْ ُن َد ُاوَد‬ َْ َ ّ َ ُ ْ ُ ْ َ َ
:‫ قَ َال‬،‫صلَّى هللاُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم‬ ِ
ِّ ِ‫ َعن الن‬،‫اَّللُ َعْن ُه َما‬
َ ‫َّب‬ ٍّ َّ‫ َع ِن ابْ ِن َعب‬،‫َع ْن ِع ْك ِرَم َة‬
َّ ‫اس َر ِض َي‬

‫ني يَ ْس ِر ُق َو ُى َو ُم ْؤِم ٌن‬ ِ َّ ‫ والَ يس ِر ُق‬،‫الزِان ِحني ي زِن وىو م ْؤِمن‬


َ ‫السا ِر ُق ح‬ ْ َ َ ٌ ُ َ ُ َ َْ َ َّ ‫«الَ يَ ْزِن‬

) ‫ني يَ ْشَربُ َها َو ُى َو ُم ْؤِم ٌن ( رواه البخاري‬ ِ ْ ‫والَ ي ْشرب‬


َْ ‫اْلَ ْم ُر ح‬ َُ َ َ
Artinya:
Telah menceritakan kepadaku Amru bin Ali telah menceritakan kepada
kami Abdullah bin Dawud telah menceritakan kepada kami Fudhail bin
Ghazwan dari Ikrimah dari Ibnu Abbas radliallahu 'anhuma, dari Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Tidaklah berzina orang yang
berzina ketika ia berzina dalam keadaan beriman, dan tidaklah mencuri
8

orang yang mencuri ketika ia mencuri dalam keadaan beriman. Dan


seorang peminum khamr tidak meneguk minumannya tersebut ketika dia
dalam keadaan beriman. (H.R Bukhari)6

2. Syarah Mufradat Hadis


a) ‫الزِان‬
َّ
Artinya adalah menggauli perempuan diluar akad pernikahan
yang dibenarkan oleh syariat. Terkadang bacaannya dipendekkan,
namun ada juga yang dipanjangkan, dan ini berarti bahwa kata
َّ berasal dari mashdar dengan bentuk kata ٌ‫( ُمفَا َعلَة‬sungguh
‫الزانَي‬
Fulan telah berzina).7

b) ‫السا ِر ُق‬
َّ
Akar kata tersebut ialah َ‫ َس َرق‬, ‫َّار ُق‬
ِ ‫( الس‬mencuri) artinya adalah
mengambil sesuatu yang bukan miliknya dengan cara sembunyi-
sembunyi. Dan dalam istilah syar‟i adalah mengambil sesuatu
ditempat yang khusus dengan jumlah yang khusus.8

c) ‫َخَُْر‬
Disebut arak, karena ia dapat menyebabkan tertutupnya akal.
Menurut sebagian masyarakat kata ‫ َخ ْم ُر‬merupakan nama untuk
setiap hal yang dapat memabukkan. Sedangkan menurut sebagian
yang lain ia merupakan nama untuk perasan anggur atau kurma,
sesuai dengan hadis Nabi SAW “ Khamar itu terbuat dari dua
macam pohon ini; kurma dan anggur‟.
Dan diantara masyarakat juga ada yang menjadikannya sebagai
sebuah nama untuk sesuatu yang tidak dimasak. Kemudian
kuantitas masakan yang dapat menggugurkan nama ‫ َخ ْم ُر‬ini
berbeda-beda.9

d) ‫ُم ْؤِم ٌن‬

6
Muhammad bin ismail Abu Abdullah Al-bukhari Al-ju‟fi, Al-jami‟ musnad shahih al-
mukhtashar min umuri Rasulullah saw wa sunanuhu wa ayamuhu, Juz 8(Cet.I; t.t:Dar Tuq al-
Najah, 1443 H), h.951
7
Al-Raghib al-Asfahani, al-Mufradat fil Gharib al-Qur’an, Juz II, (Beirut: Dar al-fikri, tth)
h.151
8
Al-Raghib al-Asfahani, al-Mufradat fil Gharib al-Qur’an, Juz II, (Beirut: Dar al-fikri, tth)
h.226
9
Al-Raghib al-Asfahani, al-Mufradat fil Gharib al-Qur’an, Juz II, (Beirut: Dar al-fikri, tth)
h.695
9

Kata tersebut merupakan partikel aktif yang berasal dari akar


kata ‫ امن‬yang mempunyai arti yang percaya, setia, dan beriman.
Kata tersebut biasa diartikan sebagai keadaan beriman.10
3. Syarah Hadits

Orang yang beriman akan merasa sadar bahwa segala tingkah


lakunya itu pastidiawasi oleh Allah swt. Tidak ada satupun perbuatan yang
ia lakukan tanpa pengawasan dari Allah swt. Di samping itu, ia selalu
sadar bahwa segala perbuatan yang dilakukannya harus dipertanggung
jawabkan dihadapan-Nya, dan ia sendiri yang akan menerima akibat dari
perbuatannya, baik maupun buruk, mau sekecil apapun perbuatan itu.

Atas dasar kesadaran tersebut, maka orang yang benar-benar


beriman senantiasa terus berusaha mengerjakan perbuatan yang baik dan
menghindari perbuatan yang dilarang oleh Allah swt. Seorang yang
beriman tidak mungkin dengan sengaja melakukan maksiat kepada Allah,
karena ia merasa malu dan takut menghadapi azab-Nya serta takut tidak
mendapatkan ridha-Nya. Sebaliknya, orang yang tidak beriman kepada
Allah swt. akan merasa bahwa hidupnya di dunia tidak memiliki beban
apa-apa. Ia hidup semaunya, dan yang penting baginya adalah ia merasa
senang dan bahagia. Ia tidak memikirkan kehidupan setelah mati kelak
karena ia tidak mempercayainya. Dengan demikian, perbuatannya pun
tidak terlalu dipusingkan oleh masalah baik ataupun buruk. Kalaupun ia
melakukan suatu perbuatan baik, maka perbuatannya tersebut bukan
karena mengharapkan ridha Allah swt. karena ia tidak percaya kepada-
Nya.
Kalau dilihat dari teks Hadits di atas jelas bahwa berzina, minum
khamar dan mencuri itu bisa menyebabkan seseorang tidak beriman. inilah
salah satu penyebab ulama teolog berbeda pemahaman terhadap masalah
keimanan. Tetapi para ulama Hadits, seperti al-„Asqalani11 menjelaskan,
bahwa penafian iman dibatasi dengan melakukan perbuatan zina.
Konsekuensinya bahwa penafian iman tersebut tidak terus berlanjut
setelah berlalunya perbuatan itu. Kemungkinan juga, maknanya adalah
hilangnya keimanan itu apabila dia melepaskan keseluruhannya. Jadi, jika
dia telah selesai namun terus menerus melakukan kemaksiatan tersebut,
maka dia sama dengan orang yang sedang melakukannya, karena itu
penafian iman dari diri si pelaku juga terus berlanjut.

Ibnu Battal berkata :”Inilah ancaman paling keras yang


diriwayatkan tentang minum khamar, dan inilah yang dijadikan pegangan
oleh kaum-kaum khawarij sehingga mereka mengkafirkan pelaku dosa
besar secara sengaja dan dia mengetahui keharamannya. Adapun ahlu as-
Sunnah memahami „Iman‟ di sini dengan makna „iman yang sempurna‟,
10
Al-Raghib al-Asfahani, al-Mufradat fil Gharib al-Qur’an, Juz II, (Beirut: Dar al-fikri, tth)h.
11
Al-„Asqalani, Fath al-Bari bi Syarah Shahih al-Bukhari, Juz XII, (Beirut : Dar al-
ma‟rifah, 1379 H), h. 59.
10

karena orang bermaksiat imannya lebih rendah dibanding yang tidak


bermaksiat12

Abu Bakr bin Abi Syaibah meriwatkan; Ibn „Abbas pernah


memanggil budaknya seorang demi seorang, lalu dia berkata, “Maukah
engkau aku nikahkan? Tidak ada seorang hamba pun yang berzina kecuali
Allah mencabut cahaya iman darinya. Hal yang sama juga diriwayatkan
oleh at-Tabari dari Ibn „Abbas dengan tambahan; “Barang siapa berzina,
Allah mencabut cahaya iman dari hatinya. Bila Allah berkehendak
mengembalikan imamnya kepadanya, maka Dia akan mengembalikanya
Hadits ini mempunyai riwayat penguat dari Hadits Abu Hurairah yang
diriwayatkan Abu Dawud .13

Ibn Battal berkata : Mazhab Jama‟ah Ahli Sunnah dari golongan


salaf al-ummah dan setelahnya mengatakan bahwa iman itu adalah
perkataan dan perbuatan yang dapat bertambah dan berkurang. 14

Segolongan yang lain berpendapat bahwa yang dimaksud dengan “


la yazni az-zani “ adalah golongan orang yang menghalalkan zina tidaklah
beriman disebabkan Allah telah mengharamkannya. Adapun jika ia
berzina dan meyakini keharamannya maka dia masih beriman. Hal ini
diriwayatkan dari Ikrimah yang bersumber dari Ibn „Abbas. 15

Huruf “Wau” pada kata „wa huwa mu‟min‟ dalam penjelasan


Abadi,16 ada beberapa posisi. Sehingga menyebabkan beberapa makna. Di
antaranya menempati posisi “hal”, maksudnya adalah keadaan. dengan
demikian maknanya yaitu dalam keadaan mukmin yang sempurna atau ia
dalam keadaan mengetahui tentang haramnya perbuatan tersebut. Bisa
juga “khabar” dengan makna larangan, atau menyerupai perbuatan orang
kafir. Tetapi yang shahih menurut Imam An-Nawawi,17 adalah
sebagaimana yang dikatakan oleh para muhaqqiqun yaitu kemkasiatan ini
tidak akan dilakukan oleh seorang yang imannya sempurna. Ini termasuk
kalimat yang digunakan untuk menafikan sesuatu dengan maksud
menafikan kesempurnaanya, seperti ungkapan : tidak ada ilmu kecuali
yang bermanfaat, tidak ada kehidupan kecuali kehidupan akhirat.

12
Ahmad bin „Ali bin Hajar al-„Asqalani, Fath al-Bari bi Syarah Shahih al-Bukhari, Juz
10, h. 59.
13
Al-„Asqalani, Fath al-Bari, Juz 21, h. 59.
14
Mahyu ad-Diin Abu Zakariya Yahya bin Muri An-Nawawi, al-Minhaj bi Syarh Muslim
bin al-Hajjaj, Juz 1 (Cet. II; Beirut : Dar Ihya at-Turas 1392 H), h. 146.
15
Abdul Hamid Ritonga, 16 Tema Pokok Hadits Seputar Islam dan Tata Pergaulan, cet.
2 (Bandung : Citapustaka Media, 2015), h.33.
16
Muhammad Syams al-Haq al-„Azim Abadi, „Aun al-Ma‟bud Syarh Sunan Abu Dawud,
cet. 2 (Beirut :Dar al-Kutub al- Ilmiyah, 1415 H), Juz 12, h. 290-291, Muhammad bin „Abd ar-
rahman bin „Abd ar-rahim almubarakfuri, Tuhfah al-ahwazi bi Syarh Jami at-Tirmizi, Juz 7,
(Beirut : Dar al-kurtub al- „Ilmiyyah, tt.), h. 313
17
An-Nawawi, al-Minhaj, Juz 2, h. 41.
11

Pernyataan Imam An-Nawawi di atas adalah merupakan


penakwilannya berdasarkan Hadits “Siapa yang mengucapkan “La ilaha
illa allah” maka dia akan masuk surga, walaupun dia berzina dan mencuri
kemudian berdasarkan firman Allah “Sesungguhnya Allah tidak akan
mengampuni dosa syirik, dan dia mengampuni segala dosa yang selain
dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki nya 18 dan juga ijma‟ para ahli
sunnah, bahwa pelaku dosa besar tidak menjadi kafir kecuali karena
perbuatan syirik.19

Mengomentari keterangan Imam An-Nawawi di atas, al- „Asqalani


mengatakan bahwa di antara pendapat-pendapat yang disebutkan oleh
Imam An-Nawawi adalah yang diriwayatkan oleh At-Tabari juga ada
meriwayatkan dari jalur Muhammad bin Zaid Waqid bin Abdullah bin
„Umar, bahwa ini adalah Hadits yang bermakna larangan. Artinya,
janganlah seorang mukmin berzina, janganlah seorang mukmin mencuri.20

Sesungguhnya, di antara penyebabnya manusia terjebak ke dalam


maksiat menurut Ramli Abdul Wahid sebagai Ritonga, 21 adalah karena
beberapa faktor. Pertama, imam tersebut tidak di dukung oleh ilmu agama
yang kukuh dan mengakar, atau memiliki ilmu agama namun tidak mau
mengamalkannya.

Sehingga, terjadi dikotomisasi antara ilmu dan amal. Kedua, orang


yang memiliki ilmu agama tetapi ilmu agama yang diketahuinya
menyimpang dari ajaran sebenarnya, sehingga mengakibatkan perilaku
menyimpang dari kebenaran. Ketiga, factor lingkungan yang buruk dan
tidak dikondisikan untuk takwa kepada Allah. Bagi orang-orang yang
tidak memiliki keberanian untuk berbeda dan tidak memiliki pribadi yang
kuat melawan arus di dalam lingkungannya maka ia akan terjerumus
dalam perilaku maksiat lingkungan tersebut . Penyebab keempat adalah
karena tidak cakap mengatasi berbagai problema yang menimpa dirinya,
baik social, ekonomi, politik, biologis, kesehatan, dan lainnya sehingga
menyebabkannya salah langkah dalam bersikap dan akhirnya ia terjebak
ke dalam maksiat. Kelima, tidak mampu mengatasi hawa nafsu dan
bisikan setan.

Ibn Qutaibah22 menjelaskan bahwa Hadits ini tidaklah


bertentangan dengan Hadits “Siapa yang mengatakan tidak tuhan selain
Allah maka ia akan masuk surga walaupun ia melakukan zina dan

18
Q.S an-Nisa‟ : 48 dan 16
19
An-Nawawi, al-minhaj, Juz 2, h.41.
20
Al- „Asqalani, Fath al-Bari, Juz 12, h.61
21
Ritonga, 16 Tema Pokok, h. 36
22
Abu Muhammad „Abdullah bin Muslim bin Qutaibah. Ta‟wil Mukhtalif al-Hadits
(Beirut : Dar al-Jayyid 1411 H/1991 M), h. 170-171.
12

mencuri”. Karena iman itu secara bahasa adalah membenarkan atau


percaya dalam hati. Adapun yang disifati dengan iman ada 3 macam :
Pertama Seorang yang percaya dengan ucapannya sementara hatinya tidak
percaya, sebagaimana orang munafik. Kedua Seorang yang percaya
dengan ucapan dan hatinya, tetapi dikotori dengan perbuatan dosa dan
sedikit melakukan ketaatan yang tidak tetap. Ketiga, Seorang yang percaya
dengan ucapannya, hatinya, melaksanakan kewajiban-kewajiban dan
menjauhi dosa-dosa besar, maka inilah mukmin yang haq yang sempurna
syarat-syarat keimananannya.

Kemudian „Abd al-Barr menjelaskan bahwa maksud dari


“Wahuwa mu‟min” adalah kesempurnaan iman, karena iman itu
bertambah dengan melakukan ketaatan dan lainnuya. 23 Dalam kesempatan
lain ia menjelaskan bahwa orang yang berbuat zina, minum khamar dan
mencuri tidaklah berarti imannya tidak ada (kafir) imannya berkurang
(tidak sempurna).24

Hadits ini jelas menyatakan bahwa pezina dihukum tidak


mempunyai iman lagi di kala dia sedang melakukan perzinahanya, karena
jika dia masih beriman, tentulah dia tidak akan mau mengerjakan
perbuatan perbuatan itu. Demikian juga si peminum khamar, begitu pun si
pencuri dan yang menyerobot barang-barang berharga dari milik orang
lain. Dengan demikian, seorang pezina, peminum khamar dan orang-orang
yang merampas barang-barang ataupun hak-hak orang lain bukan
dikatakan sebagai seorang beriman karena jika mereka memiliki iman
tentunya mereka tidak akan melakukan berbagai pelanggaran tersebut.25

4. Sebab-sebab turunnya Hadits

Sebagai manusia biasa, kita tidak pernah lupuh dari kesalahan da


kehilapan, Khususnya pada masalah tentang iman. Maka dari itulah
sebagai awal dari pembahasan kami ini bahwasannya : Seorang Imam
Ahlus Sunnah Ahmad bin Hanbal Rahimahullah pernah ditanya
tentang keimanan apakah bisa bertambah dan berkurang beliau
menjawab: “Iman bertambah sampai puncak langit yang tujuh dan
berkurang sampai kerak bumi yang tujuh.” Beliau juga berkata: “Iman
itu ucapan dan amalan, bertambah dan berkurang. Apabila engkau
mengamalkan kebajikan maka ia bertambah dan apabila engkau
menyia-nyiakannya maka ia pun akan berkurang.”

Umair bin Hubaib Al Khithami RA berkata: “Iman itu bertambah


dan berkurang.” Dia ditanya: “Apa yang menyebabkan bertambah dan

23
„Abdullah bin „Abd al-Barr, at-Tahmid Lima fi al-Muwatta‟ min al-Ma‟ani wa al-
Asanid (Magrib: Wizarah „Umum al-Auqaf wa asy-Syu‟un al-Islamiyah, 1387 H), Juz 4, h. 237.
24
Ibn „Abd al-Barr, at-Tahmid, Juz 9, h. 234.
25
Baso Midong, “Buku Daras Hadits” ,(Makassar: Alauddin Pres,2010), h.35
13

berkurangnya?” Dia menjawab: “Apabila kita berdzikir kepada Allah


Azza wa Jalla, memuji-Nya dan bertasbih kepada-Nya maka itulah
bertambahnya iman. Dan apabila kita lalai, menyia-nyiakan dan
melupakan-Nya maka itulah berkurangnya iman.” Oleh karena itu
sangat penting bagi setiap Muslim untuk mengetahui sebab-sebab yang
menjadikan keimanan bertambah dan berkurang atau yang menguatkan
dan melemahkan (membatalkannya).

Kalau kita hendak kembali melihat keadaan di saat sekarang ini,


kalau kita cuma mengandalkan iman saja tanpa disertai dengan
pengamalan lantas kita mendekati dan masuk ke tempat maksiat
ditambah dengan godaan syaitan yang membara maka yakin dan
percaya iman kita akan minim sekali bahkan dapat menyebabkan
hilangnya iman tersebut dalam waktu sekejab. Maka oleh karenaitulah
mari kita bersama-sama menjauhi segala tempat-tempat maksiat
karena dapat menimbulkan mara bahaya yang tak diinginkan.

Salah satu bukti nyata yang dapat kami ambil sebagai contoh yaitu
: Dikisahkan “Bahwasannya ada seorang imam mesjid dipanggil oleh
seorang keluarga penjudi dan pemabuk untuk membantu dalam
mengurus mayat suaminya yang telah meninggal dunia. Pada saat itu
tak ada seorang pun yang pergi membantunya kecuali imam mesjid
tersebut. Setelah dikafaninya, ibu itu mengeluarkan air minum dan
beberapa macam kue yang hendak diberikannya pada imam tersebut,
akan tetapi di dalam rumah tersebut yang ada cuma minuman yang
beralkohol dan ibu itu juga tidak mau kalau imam tersebut tidak
mencicipinya, tapi sebenarnya imam itu tidak mau karena beralkohol.
Semakin ibu itu membujuk dan pada akhirnya imam tersebut
tergoyahkan imannya dan langsung mencoba setengah gelas, setelah
mencoba setengah gelas akhirnya bertambah juga menjadi 1 gelas. 1
gelas tersebutlah yang membuat pikirannya menjadi tak terkontrol dan
imam tersebut jadi mabuk. Ketika seseorang mabuk, banyak
kemungkinan hal-hal yang tidak diinginkan terjadi. Singkat cerita,
Pada saat melihat ke perempuan itu imam itu tergoda dan akhirnya
memerkosa ibu tersebut. Setelah memperkosa ibu itu, teriakan sang
anak dari dalam kamar didengarnya dan imam tersebut masuk dan
membunuh anak tersebut. Na‟udsubillahi min dsalik. Beberapa dosa
telah terjadi ; meminum alkohol menjadi mabuk sehingga memerkosa
perempuan lantas membunuh jiwa seorang anak kesemuanya dilarang
oleh Allah Swt

C. Kandungan Hadits Iman Sebagai Benteng Kemaksiatan


Adapun kandungan dari hadits iman sebagai benteng kemaksiatan
diantaranya sebagai berikut:
14

1. Orang yang berzina masuk dalam ancaman ini, baik dia belum
menikah maupun sudah menikah, dan baik yang dizinai itu bukan
mahram maupun mahram. Tidak diragukan lagi, bahwa berzina
dengan mahram lebih keji, apalagi dilakukan oleh orang yang
sudah menikah. Namun ini tidak termasuk semua yang disebut
zina, yaitu menyentuh yang haram, mencium dan memandang,
karena walaupun secara syar‟i itu disebut zina, akan tetapi
perbuatan ini tidak termasuk kategori tersebut, karena perbuatan-
perbuatan ini termasuk dosa-dosa kecil sebagaimana yang telah
dipaparkan dalam penafsiran al-laman (perbuatan-perbuatan dosa
kecil).

2. Orang yang mencuri, baik sedikit maupun banyak, dan juga orang
yang merampas harta orang lain, masuk dalam ancaman ini.
Menganai hal ini, perlu ditinjau lebih lanjut, karena sebagaian
ulama, yang juga merupkan pendapat sebagaian ulama Syafi‟i,
menyatakan bahwa ghasb (mengambil sesuatu tanpa
sepengatahuan yang mempunyai barang atau harta) termasuk
perbuatan dosa besar dengan syarat bahwa barang itu mencapai
nishab, demikian juga dalam kasus pencurian. Walaupun sebagaian
mereka memutlakkan (tidak mensyaratkan hal tertentu), namun ini
dimaknai dengan keterangan yang masyhur, bahwa pemberlakuan
hukuman potong tangan berpatokan pada nishab, walaupun
pencurian yang tidak mencapai nishab juga haram
3. Mengambil hak orang lain tanpa haq merupakan masalah yang
sangat besar, karena Nabi Muhammad Saw telah bersumpah
mengenai itu, dan tentunya beliau tidak akan bersumpah kecuali
untuk menekankan apa yang disumpahkannya itu.
4. Orang yang minum khamar termasuk dalam cakupan ancarnan
tersebut, baik yang diminum itu banyak maupun sedikit. Karena
meminum sedikit khamer juga termasuk perbuatan dosa besar,
walaupun dampak minum yang dapat menghilangkan akal lebih
keji daripada yang tidak menghilangkan akal.26

Pandangan Ulama fikih dan tafsir Tentang Hadits Iman Sebagai


Benteng Kemaksiatan

Menurut ulama fikih Al-Qadhi Iyadh berkata, sebagaian ulama


mengisyaratkan, bahwa hadits ini mengandung peringatan tentang semua
jenis kemaksiatan. Memperingatkan zina berarti juga memperingatkan
semua jenis syahwat, memperingatkan pencurian berarti memperingatkan
berarti memperingatkan semua bentuk kecenderungan terhadap keduniaan
dan ambisi terhadap yang haram, memperingatkan khamer berarti

26
Al-„Asqalani, Fath al-Bari bi Syarah Shahih al-Bukhari, Juz XII, (Beirut : Dar al-
ma‟rifah, 1379 H), h.19
15

memperingatkan semua hal yang dapat menghalangi dari mengingat Allah,


yaitu yang dapat melengahkan hak-hak nya, dan memperingatkan
perampasan yang demikian berarti memperingatkan tentang merendahkan
pila hamba Allah, tidak menghargai mereka, tidak malu terhadap mereka
dan mernperingatkan terhadap semua pengambilan keduniaan secara tidak
wajar."

Menurut ulama tafsir Al-Qurthubi bahwa semua ini berjalan begitu


saja kecuali dengan toleransi. Lebih tepatnya, Hadits ini merupakan
benteng diri dari tiga hal yang merupakan kebalikan dari poros kebaikan,
yaitu menghalalkan kemaluan yang diharamkan dan yang menyebabkan
kefakuman akal. Khamer disebutkan secara khusus di sini karena
merupakan faktor utama dalam hal ini, sedangkan alasan disebutkannya
pencurian karena merupakan faktor utama pengambilan harta orang lain
tanpa hak."27

D. Implementasi Hadits Tentang Iman Sebagai benteng Kemaksiatan


Dalam Kehidupan

Tuhan menciptakan manusia dengan segala kelebihan dan


kelemahan yang dimilikinya. Kebaikan yang dimiliki sebaiknya disalurkan
melalui kegiatan yang positif.

Pemahaman iman begitu penting untuk diterapkan dalam


kehidupan sehari-hari. Seseorang yang memahami hakikat keimanan
tentunya akan berusaha untuk menerapkan yang diyakini selama tidak
terdapat faktor-faktor tertentu yang turut mempengaruhi. Makna iman
tidak hanya dipahami dalam arti yakin atau sekedar percaya saja, namun
lebih dari itu iman adalah suatu bentuk pengaplikasian sistem yang
membawa seorang muslim naik ke derajat takwa. Jadi apabila orang yang
telah mengaplikasikan keimanannya dalam kehidupan maka keimanan
tersebut yang akan menjadi benteng kemaksiatan.

Dewasa ini, banyak orang yang kurang memahami tentang


keimanan terlebih pada kelompok remaja, sehingga belum terwujud dalam
akhlak yang baik. Banyak orang yang mengaku dirinya telah beriman,
akan tetapi perilaku mereka justru jauh dari perilaku orang yang beriman.
Hal ini bisa dilihat dari aplikatif ibadah misalnya seperti ibadah shalat,
menutup aurat, bertutur kata yang sopan, dan lain-lain yang belum
menunjukkan kesesuain pengakuan keimanannya.

27
Al-„Asqalani, Fath al-Bari bi Syarah Shahih al-Bukhari, Juz XII, (Beirut : Dar al-
ma‟rifah, 1379 H), h..17
16

Sekarang ini marak terjadi tindakan-tindakan kriminal dan


pelanggaran terhadap norma-norma yang dilakukan oleh anggota
masyarakat baik dikalangan remaja sampai dewasa. Lebih memprihatinkan
lagi adalah penyalahgunaan narkoba, pelaku pemerkosaan (perzinahan),
pencurian yang dilakukan oleh anak-anak, mahasiswa, serta masyarakat.

Persoalan di atas muncul karena wawasan keilmuan yang


seringkali salah, sedang ilmu merupakan roh yang menggerakkan dan
mewarnai budaya. Sebagian besar permasalahan sekarang adalah bahwa
umat islam berada dalam kehidupan modern yyang serrba mudah, serba
bisa bahkan cenderung serba boleh. Setiap detik dalam kehidupan umat
islam selalu berhadapan dengan hal-hal yang dilarang agamanya akan
tetapi sangat menarik naluri kemanusiaannya, ditambah lagi kondisi
religius yang kurang mendukung.

Keadaan seperti ini sangat berbeda dengan kondisi umat islam


terdahulu yang kental dalam kehidupan beragama dan situasi zaman pada
waktu itu yang cukup mendukung kualitas iman seseorang. Olah
karenanya dirasa perlu mewujudkan satu konsep khusus mengenai
pelatihan individu muslim menuju sikap taqwa sebagai tongkat penuntun
yang dapat digunakan (dipahami) muslim siapapun. Karena realitas
membuktikan bahwa sosialisasi taqwa sekarang, baik yang berbentuk
syariat seperti puasa dan lain-lain atau bentuk normatif seperti himbauan
khatib dan lain-lain terlihat kurang mengena, ini dikarenakan beberapa
faktor, diantaranya :
a) Muslim yang bersangkutan belum paham betul makna dari
taqwa itu sendiri, sehingga membuatnya enggan untuk
memulai,
b) Ketidaktahuannya tentang bagaimana, darimana dan kapan dia
harus mulai merilis sikap taqwa,
c) Kondisi sosial dimana dia hidup tidak mendukung dirinya
dalam membangun sikap taqwa.

Oleh karenanya setiap individu muslim harus paham pos – pos


alternatif yang harus dilaluinya, diantaranya yang paling awal dan utama
adalah gadhul bashar (memalingkan pandangan), karena pandangan
(dalam arti mata dan telinga) adalah awal dari segala tindakan, penglihatan
atau pendengaran yang ditangkap oleh panca indera kemudian diteruskan
ke otak lalu direfleksikan oleh anggota tubuh dan akhirnya berimbas ke
hati sebagai tempat bersemayam taqwa.

Untuk membebaskan umat dari persoalan tersebut, perlu diadakan


revolusi pandangan. Dalam kaitan ini, iman dan takwa berperan
menyelesaikan problema dan tantangan kehidupan modern tersebut
17

Jadi apabila kita menginginkan keimanan yang betul-betul kuat


yang mampu menjauhkan kita dari segala bentuk kemaksiatan yaitu
dengan cara pembentukan iman terlebih dahulu. Pada dasarnya, proses
pembentukan iman. Diawali dengan proses perkenalan, yaitu mengenal
ajaran Allah yang mana ini merupakan langkah awal dari pembentukan
iman. Jika seorang tidak mengenal ajaran Allah maka orang tersebut tidak
mungkin beriman kepada Allah. Disamping proses perkenalan proses
pembiasaan juga perlu diperhatikan, apabila kita telah mengetahui segala
syariat yang telah diwajibkan kepada kita maka syariat tersebut harus kita
kerjakan dengan istiqomah.
18

BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Imam ialah percaya kepada Allah swt, para malaikat-Nya, pertemuan
dengan Allah, para Rasul-Nya, percaya kepada hari berbangkit dalam kubur.
Dan percaya kepada qadha dan qadhar Allah, mempercayai terjadinya hari
kiamat, yang tidak seorangpun mengetahuinya kecuali Allah swt. merupakan
satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam membentuk jiwa untuk
mengabdi kepada Allah sehingga mendapat keridhaan-Nya.

Keimanan seseorang akan terpantul dalam bentuk amal shaleh. Oleh


sebaab itu, meningkat atau menurunnya amal shaleh yang diperbuat
merupakan indikator menurung dan berkurangnya iman. Orang yang betul-
betul beriman tidak mungkin secara sengaja mengerjakan maksiat. Dengan
demikian, seorang mukmin yang melakukan perbuatan dosa seperti zina,
mencuri, membunuh dan kemaksiatan-kemaksiatan lainnya, berarti dia sedang
tidak beriman atau imannya berada dalam titik terendah. Oleh karena itu,
seyogianya setiap orang yang beriman selalu memperbarui keimanannya
dengan selalu mengingat Allah dan melakukan berbagai perintah-Nya dengan
inilah maka keimanan tersebut akan menjadi benteng dari kemaksiatan.

B. Implikasi dan Saran

Setelah mengetahui bagaimana iman itu dan pentingnya dimiliki dan


diamalkan, diharapkan kepada orang beriman atau yang mengaku dirinya
beriman agar senantiasa menambah keimanan mereka di samping harus
menjaganya. Karena banyaknya pengaruh-pengaruh yang membuat iman itu
kadang berkurang, maka sebagai seorang mukmin yang cerdas akan
mempergunakan akal dan hatinya agar tidak terjerumus dalam hal-hal yang
buruk. Dan menjadikan keimanannya sebagai benteng dari kemaksiatan.
Pembahasan dalam makalah ini masih banyak terdapat kekurangan
sehingga kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan guna perbaikan
kedepan.
DAFTAR PUSTAKA

Al-ju‟fi, Muhammad bin ismail Abu Abdullah Al-bukhari. Al-jami‟ musnad


shahih al-mukhtashar min umuri Rasulullah saw wa sunanuhu wa
ayamuhu, Juz 8Cet.I; t.t:Dar Tuq al-Najah, 1443 H
al-„Azim Abadi, Muhammad Syams al-Haq.„Aun al-Ma‟bud Syarh Sunan Abu
Dawud, cet. 2 Beirut :Dar al-Kutub al- Ilmiyah, 1415 H, Juz 12, h. 290-
291, Muhammad bin „Abd ar-rahman bin „Abd ar-rahim almubarakfuri,
Tuhfah al-ahwazi bi Syarh Jami at-Tirmizi, Juz 7, Beirut : Dar al-kurtub
al- „Ilmiyyah, tt.,

al-Barr, Abdullah bin „Abd. at-Tahmid Lima fi al-Muwatta‟ min al-Ma‟ani wa al-
Asanid (Magrib: Wizarah „Umum al-Auqaf wa asy-Syu‟un al-Islamiyah,
1387 H

Ali, Maulana Muhammad. Dienul Islam, Ilamologi, (Jakarta: Van


Hoeve,cet.I,1980

al-Asfahani, Al-Raghib. al-Mufradat fil Gharib al-Qur‟an, Juz II, Beirut: Dar al-
fikri, tth

Al-„Asqalani, Fath al-Bari bi Syarah Shahih al-Bukhari, Juz XII, Beirut : Dar al-
ma‟rifah, 1379 H

al-„Asqalani, Ahmad bin „Ali bin Hajar. Fath al-Bari bi Syarah Shahih al-
Bukhari, Juz 10

An-Nawawi, Mahyu ad-Diin Abu Zakariya Yahya bin Muri., al-Minhaj bi Syarh
Muslim bin al-Hajjaj, Juz 1 Cet. II; Beirut : Dar Ihya at-Turas 1392 H

Baso Midong, “Buku Daras Hadits” ,Makassar: Alauddin Pres,2010

Qutaibah, Abu Muhammad „Abdullah bin Muslim bin. Ta‟wil Mukhtalif al-Hadits
Beirut : Dar al-Jayyid 1411 H/1991 M

19
20

Razak, Nazaruddin. Dienul Islam, Bandung: Al-Ma‟rif,cet,II,1977


Ritonga,Abdul Hamid. 16 Tema Pokok Hadits Seputar Islam dan Tata Pergaulan,
cet. 2 Bandung : Citapustaka Media, 2015

Shihab, M.Quraish Membumikan Al-Qur‟an: memfungsikan wahyu dalam


kehidupan, Jilid II, Tangerang: Lentera Hati, 2010

Wehr, Hans. A Dictionary Of Modern Written Arabic.

W.J.S, Peoerwadarminta,”Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai


Pustaka, ,cet.XII. 1977

Anda mungkin juga menyukai