Abstrak : Salah satu kegiatan ibadah yang mengandung unsur kebersamaan dan
sekaligus ketaatan adalah shalat berjamaah. Didalam shalat berjamaah tidak ada perbedaan
ras, status sosial, usia dan suku. Semuanya sama semuanya memiliki hak yang sama untuk
berada di shaf (barisan) terdepan.
A. Latar Belakang
Islam merupakan agama yang memiliki aturan-aturan dan ajaran-ajaran yang
sempurna. Kelengkapan dan kesempurnaan ajaran-ajaran dapat dilihat dalam berbagai aspek
kehidupan. Aspek kehidupan juga meliputi hubungan sesama manusia maupun hubungan
dengan makhluk lainnya, seperti tumbuhan dan hewan. Dalam hubungan secara langsung
dengan allah, islam telah memberikan tata cara khusus yang harus dilakukan oleh umat islam.
Tata cara dengan mengatur hubungan langsung dengan allah secara khusus adalah shalat.
Sebagai ibdah mahdhah, shalat merupakan satu-satunya ibadah langsung yang dapat
menjembatani hubungan batin manusia dengan allah, hubungan makhluk dengan
penciptanya. Salah satu kegiatan ibadah yang mengandung unsur kebersamaan dan sekaligus
ketaatan adalah shalat berjamaah. Didalam shalat berjamaah tidak ada perbedaan ras, status
sosial, usia dan suku. Semuanya sama semuanya memiliki hak yang sama untuk berada di
shaf (barisan) terdepan.
Islam adalah agama allah swt yang banyak memberikan kemudahan kepada para pemeluknya
didalam melakukan berbagai ibadah dan amal sholihnya. Salah satu contoh islam memberi
kemudahan melakukan ibadah bagi hambanya yang sedang melakukan perjalanan jauh.
Perjalanan selalu membutuhkan tenaga dan menyita waktu kita, entah itu banyak atau sedikit.
Demi sebuah perjalanan, banyak hal dan kadang kewajiban yang dengan terpaksa mesti kita
tinggalkan ataupun kita tunda yaitu salah satunya kewajiban melaksanakan shalat 5 waktu.
Dalam islam sudah ditentukan aturan-aturan yang sangat mempermudah bagi para musafir.
Oleh karena itu seorang muslim tidak boleh meninggalkan sholat walau bagaimanapun juga
tak terkecuali dalam bepergian. Seperti halnya seorang yang tidak memiliki air untuk
berwudhu maka ia doperbolehkan tayamum, begitu pula shalat yang dapat dilakukan dengan
cara dijama’ (dirangkap) maupun di qhasar (dipotong).
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian shalat berjamaah?
2. Seperti apa dasar hukum shalat berjamaah?
3. Bagaimana tata cara pelaksanaan shalat berjamaah?
4. Bagaimana tata cara shalat jama’ qhasar dan shalat orang sakit?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk memahami apa itu sholat berjamaah..
2. Memahami hukum dari sholat berjamaah.
3. Mengetahui bagaimana pelaksanaan dari sholat berjamaah.
4. Mengetahui bagaimana pelaksanaan shalat jama’ qhasar dan shalat orang sakit.
BAB 2
PEMBAHASAN
1. Shalat Berjamaah
a. Pengertian shalat berjamaah
Shalat menurut bahasa adalah doa. Dengan kata lain mempunyai arti
mengagungkan. Kata shalat jamaknya adalah shalawat yang berarti
menghadapkan segenap pikiran untuk bersujud, bersyukur, dan
memohon bantuan. Sedangkan pengertian shalat menurut istilah adalah
ibadah yang terdiri dari perbuatan dan ucapan tertentu yang dimulai
dengan takbir dan diakhiri dengan salam.1 Salah satu keutamaan shalat
yaitu bisa dilakukan secara berjamaah, pengertian dari shalat
berjamaah adalah shalat yang dikerjakan secara bersama-sama,
sedikitnya dua orang yaitu yang satu sebagai imam dan yang satu lagi
sebagai makmum. Menurut kamus istilah fiqih shalat berjamaah adalah
shalat yang dikerjakan secara bersama-sama, salah seorang menjadi
imam dan yang lainnya menjadi makmum. keutamaan shalat
berjamaah dimasjid, menurut Ibnu Umar ra bahwasanya rasululloh
bersabda: shalat berjamaah lebih utama daripada shalat sendirian
dengan tujuh puluh derajat.2 Keutamaan shalat berjamaah dan
takbiratul ihram: dari anas bin malik ra berkata: rasululloh bersabda:
barangsiapa yang shalat berjamaah untuk allah selama 40 hari, dimana
ia mendapatkan takbiratul ihram bersama imam, maka ditulis baginya
dua kebebasan yaitu bebas dari api neraka dan terbebas dari sifat
munafik (HR.Tirmidzi). 3
b. Dasar Hukum Shalat Berjamaah
Shalat disyariatkan pelaksaannya secara berjamaah. Dengan berjamaah
shalat makmum terhubung dengan shalat imamnya. legalitas shalat
jamaah ditetapkan dalam al-qur’an dan al-hadits. Allah SWT berfirman
dalam QS. An-Nisa’/4:102 yang artinya “dan apabila engkau
(Muhammad) berada ditengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu engkau
1
2
3
hendak melaksanakan shalat bersama-sma mereka, maka hendaklah
segolongan dari mereka berdiri (shalat) bertamu dan menyandang
senjata mereka.”4 Dari pengertian dari surah tersebut menjelaskan
bahwa apabila berada dalam jamaah yang sama-sama beriman dan
ingin mendirikan shalat bersama mereka, maka bagilah mereka
menjadi dua golongan, kemudian hendaklah segolongan dari mereka
shalat bersamamu dengan segolongan yang lain berdiri menghadapi
musuh sambil menjaga orang-orang yang sedang shalat. Hal ini
menunjukkan betapa shalat fardhu adalah ibadah yang sangat besar dan
sangat penting,, sehingga dalam keadaan apapun pelaksanaannya
dianjurkan secara berjamaah.5 Hukum shalat berjamaah menurut
sebagian ulama yaitu fardhu ‘ain, sebagian berpendapat bahwa shalat
berjamaah itu fardhu kifayah, dan sebagian lagi berpendapat sunnat
muakkad. Jadi kesimpulannya shalat berjamaah hukummya adalah
sunnat muakkad karena sesuai dengan pendapat yag seadil-adilnya dan
lebih dekat kepada yang benar.6
c. Tata Cara Shalat Berjamaah
5
6
shalat mereka tidak dihitung berjamaah;artinya shalatnya sah, tetapi
pahala berjamaahnya hilang. Praktek shalat berjamaah seperti ini juga
masih kurang dipahami oleh umat Islam secara umum, masih
menyamakan praktek shalat berjamaah dengan dua orang dan shalat
berjamaah dengan tiga orang atau lebih.
Kondisi yang hampir sama dengan shalat berjamaah dua orang, juga
akan dialami shalat berjamaah dengan tiga orang atau lebih. Kondisi
dimaksud adalah bahwa pada shalat berjamaah yang dilaksanakan lebih
dari tiga orang akan menyebabkan fadhilah berjamaah hilang
sebagaimana shalat berjamaah dua orang, apabila ada orang yang
keempat atau selanjutnya berjamaah tetapi tidak berada pada garis
(shaf) yang sama, padahal pada saat itu garis (shaf) yang ada masih
kosong. Artinya, orang yang datang kemudian dan dia menjadi
makmum masbuq (makmum yang tertinggal) tidak berada satu garis
dengan makmum lainnya, padahal masih ada tempat yang kosong.
Maka shalat bagi makmum yang masbuq itu fadhilah berjamaahnya
juga hilang, karena dia mendirikan shafnya sendiri.
2. Jika makmum terdiri atas beberapa saf dan jemaah terdiri dari
laki-laki dewasa, anak-anak, dan perempuan, maka saf diatur
dengan benar. Di belakang imamadalah saf laki-laki dewasa, saf
anak-anak, kemudian saf perempuan.
3. Saf disusun secara lurus dan rapat sehingga tidak ada celah di
antara makmum.
6. Jika makmum terdiri dari dua orang laki laki atau lebih dalam
jamaah khusus laki laki, atau dua orang perempuan atau lebih
dalam jamaah khusus perempuan, maka makmum berdiri di
belakang imam.
7
8
Shalat bagi orang yang sakit
Orang sakit yang wajib juga shalat semampunya selama akal atau
ingatannya masih tetap. Tetapi terkadang ada kaum muslimin yang
kadang meninggalkan shalat dengan dalih sakit atau memaksakan diri
sholat dengan tata cara yang biasa dilakukan orang sehat. Berikut
adalah tata cara shalat bagi orang sakit:
Diwajibkan atas orang sakit untuk shalat berdiri apabila mampu
dan tidak khawatir sakitnya bertambah parah, karena berdiri
dalam shalat wajib adalah salah satu rukunnya.
Orang sakit yang mampu berdiri namun tidak mampu ruku’ tetap
tidak gugur kewajibannya untuk berdiri. Ia harus shalat dengan
berdiri dan apabila tidak bisa ruku’ bila tidak mampu
membongkokkan punggungnya sama sekali maka cukup
dengan menundukkan lehernya, kemudian duduk lalu
menunduk untuk sujud dalam keadaan duduk dengan
mendekatkan wajahnya ke tanah sedapat mungkin.
Orang sakit yang tidak mampu berdiri maka melakukan shalat
wajib dengan duduk.
Orang sakit yang tidak mampu melakukan shalat dengan berdiri
dan duduk maka boleh melakukannya dengan berbaring miring,
boleh dengan miring ke kanan atau ke kiri dengan
menghadapkan wajahnya ke arah kiblat.
Orang sakit yang tidak mampu berbaring miring, maka boleh
melakukan shalat dengan terlentang dan menghadapkan
kakinya ke arah kiblat karena hal ini lebih dekat kepada cara
berdiri.
Apabila tidak mampu menghadap kiblat dan tidak ada yang
mengarahkannya atau membantu mengarahkannya ke kiblat,
maka shalat sesuai keadaannya tersebut.
Orang yang sakit dan tidak mampu melakukan seluruh keadaan
diatas, ia tidak mampu menggerakkan anggota tubuhnya dan
tidak mampu juga dengan matanya, maka ia shalat dengan
hatinya. Shalat tetap diwajibkan selama akal seorang masih
sehat.9
BAB III
9
PENUTUP
KESIMPULAN