Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

“HADITS TENTANG SHOLAWAT KEPADA NABI”

Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Hadits Tarbawi 1


Dosen Pengampu : H.Ahmad Zarnuji, M.Pd.I
Fakultas / Prodi : Tarbiyah / PAI 3 E

Disusun Oleh
Kelompok 3 (tiga)

Nama / NPM : 1. Nikky Saputry / 202210106


2. Ranti Oktaviana / 202210116
3. Yuska / 202210147

INSTITUT AGAMA ISLAM MA’ARIF NU METRO LAMPUNG


FAKULTAS TARBIYAH
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TA. 2021 / 2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan pada kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat, hidayah serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan tugas
makalah Hadits Tarbawi 1 yang berjudul “Hadits Tentang Sholawat Kepada Nabi” tepat pada
waktunya.
Kami menyadari bahwa makalah yang kami selesaikan ini masih jauh dari
kesempurnaan. Seperti halnya pepatah “ tak ada gading yang tak retak “, oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran dari semua kalangan yang bersifat membangun guna
kesempurnaan makalah kami selanjutnya.
Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Serta kami berharap agar makalah ini
dapat bermanfaat bagi semua kalangan. Amin!

Penyusun Makalah

Kelompok 3

ii
DAFTAR ISI

JUDUL ..................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................ 1
C. Tujuan Pembahasaan ....................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Sumber Riwayat .............................................................................................. 2
B. Takhrijut Hadits ............................................................................................... 4
C. Mukharrijul Hadits .......................................................................................... 5
D. Asbab Al – Wurud ........................................................................................... 6
E. Fiqhul Hadits ................................................................................................... 7
F. Keutamaan Sholawat Kepada Nabi SAW ....................................................... 10
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................................... 12
B. Saran ................................................................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 13

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Selawat atau shalawat adalah bentuk jamak dari kata shalat yang berarti doa atau
seruan kepada Allah. Membaca shalawat untuk Nabi, memiliki maksud mendoakan atau
memohonkan berkah kepada Allah untuk Nabi Muhammad SAW dengan ucapan, pernyertaan
serta pengharapan, semoga beliau (Nabi SAW) sejahtera, tak kurang satu apapun dan selalu
dalam rahmatNya. Sesungguhnya shalawat terhadap Nabi memilliki kedudukan yang tinggi di
dalam hati setiap muslim.
Pembahasan pada bab ini akan membahas secara ringkas tentang hadis dan hukum
tentang shalawat kepada Nabi Muhammad Shallallahu „alaihi wasallam.

B. Rumusan Masalah
1. Hadits tentang Sholawat kepada Nabi ritual dan aktual ?
2. Bagaimana sumber riwayat, takhrijul hadits, mukharrijul hadits, asbab al-wurud,
dan fiqhul hadits dari hadits tentang sholawat kepada nabi ?

C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui hadits tentang Sholawat kepada Nabi.
2. Untuk mengetahui sumber riwayat, takhrijul hadits, mukharrijul hadits, asbab al-
wurud, dan fiqhul hadits dari hadits tentang sholawat kepada nabi.

1
BAB II
PEMBAHASAN

)‫عه ٲبً هش ٌش ۃ ٲن سسو ل هللا صلى اهللا علٍھ و سلم قل مه صلى علً واحذۃ صلى هلل علٍھ عششا (سواي ا بود ود‬
“Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. bersabda: “Barangsiapa
bershalawat kepadaku satu kali, niscaya Allah akan bershalawat juga kepadanya sepuluh kali”
(HR. Abu Dawud)

A. Sumber Riwayat
Sumber riwayat hadits di atas adalah Abu Hurairah. Ia termasuk salah seorang sahabat
Nabi Muhammad SAW. yang selalu menarik perhatian karena kontroversial dan selalu
menjadi bahan diskusi. Nama dan kelahirannya serta masuk Islam saja masih diperselisihkan.
Beberapa tesis dan disertasi doktor lahir hanya membaha persoalan Abu Hurairah ini. Ada
kalangan tertentu yang tidak hanya mengeritik, tetapi meragukan bahkan lebih dari itu ia
menolak keberadaan dan eksistensi periwayatannya dengan menulis sebuah buku khusus
“menggugat” Abu Hurairah. Sebaliknya, ada juga yang mendukung dan membela serta
mempertahankan eksistensi Abu Hurairah dengan menulis juga sebuah buku berjudul “Abu
Hurairah Rawiyah al-Islam”. Paling tidak, ada tiga kalangan yang biasa mengeritik Abu
Hurairah, yaitu kalangan orientalis, syi‟ah, dan dari kalangan Islam (Sunni) sendiri. Termasuk
dalam hal ini adalah Ignaz Goldizher, Joseph Schact, G.H.A. Juynboll, Mahmud Abu Rayyah
pengarang buku al-Adhwa‟ „Ala as-Sunnah al-Muhammadiyah yang berasal dari Mesir,
Ahmad Amin pengarang buku Fajr al-Islam, dan lain-lainnya.
Abu Hurairah menjadi objek kritikan karena ia terbanyak meriwayatkan hadis Nabi
Saw, yaitu sebanyak 5.374 hadis dibandingkan dengan sahabat-sahabat lainnya, seperti Abu
Bakar Ash-shiddiq yang hanya meriwayatkan 142 hadis, Umar Ibn Khattab hanya 537 hadis,
Usman Ibn Affan hanya 146 hadis, Ali Ibn Thalib hanya 586 hadis, dan Aisyah isteri Nabi
Saw sendiri hanya 2210 hadis. Mereka ini sangat dekat dengan Nabi Saw. dan lebih awal
masuk Islam serta banyak ikut menyaksikan dan termasuk pelaku peristiwa-peristiwa asbab
an-Nuzul dan asbab al-Wurud al-Hadits, sedangkan Abu Hurairah belakangan baru masuk
Islam. Ada yang mengatakan, ia masuk Islam setelah terjadinya Perang Khaibar pada tahun 7
H/629M sehingga keislaman dan pergaulannya dengan Nabi Saw. hanya dalam kurun waktu
sangat singkat, yaitu hanya 3 tahun lebih baru Nabi Saw. wafat.

2
Nama Abu Hurairah saja diperdebatkan, bahkan ada ulama yang menyebutkan
mengenai namanya dan nama ayahnya sampai ada 30 pendapat. Namun, pendapat yang lebih
sahih adalah yang mengatakan bahwa nama lengkapnya ialah Abd. Ar-Rahman Ibn Shakhr
ad-Dausiy al-Yamaniy. Ia berasal dari keturunan Tsa‟labah Ibn Salim ibn Fahm ibn Ghanam
Ibn Daus al-Yamaniy. Pada zaman jahiliyah, namanya Abd Syams, lalu Rasulullah Saw
memberinya nama yaitu Abd. Rahman. Beliau lebih popular dengan nama Abu Hurairah,
padahal sebetulnya, Nabi Saw. sendiri hanya menjulukinya dengan “Abu Hirrun” artinya
bapak kucing, karena ia sering membawa anak kucing dalam sakunya.
Abu Hurairah lahir tahun 19 atau 20 sebelum hijrah (SH) di daerah Yaman Arabia
Selatan dari etnis Daus, sehingga ia dikenal di belakang namanya disebut ad-Dausiy al-
Yamaniy. Ia masuk Islam sejak masih di Yaman atas ajakan dan dakwah al-Thufail ibn „Amr
ad-Dausiy. Dan ini terjadi pada tahun sebelum hijrahnya Nabi Saw. ke Madinah. Kemudian ia
hijrah meninggalkan negeri Yaman menuju ke Madinah dan ia tiba disana tepat pada malam
kemenangan perang Khaibar (7H/629M). dari sinilah banyak kalangan mengira bahwa nanti
setelah perang Khaibar baru Abu Hurairah masuk Islam, karena ia tiba di sana pada malam
perayaan kemenangan perang Khaibar. Padahal, sesungguhnya jauh sebelum hijrah Nabi
SAW ke Madinah ia sudah memeluk Islam di negeri Yaman.
Abu Hurairah terbanyak meriwayatkan hadis dibandingkan sahabat lain dan Khulafa‟
ar-Rasyidin sendiri. Hal ini disebabkan karena mereka lebih banyak menyibukkan diri pada
aktivitas politik, pemerintahan, dan peperangan serta lebih duluan wafat. Sedangkan Abu
Hurairah sendiri lebih banyak mencurahkan perhatiannya bahkan sepenunya pada aktivitas
keilmuan, khususnya bidang hadis. Ia tekun mendampingi Nabi Saw. sehingga banyak
mendengar dan menyaksikan apa yang diperbuat oleh Nabi Saw. dan ia tinggal di masjid Nabi
sebagai Ahl ash-Shuffah. Demikian pula, Abu Hurairah lama hidup setelah Nabi Saw. wafat,
yaitu kurang lebih 46 tahun. Bahkan ia menjadikan tempat tinggalnya sebagai pusat sanggar
tempat berlangsungnya aktivitas keilmuan sehingga hadis-hadis yang bersmber darinya
banyak teriwayatkan melalui murid-muridnya.
Menurut Bukhari, mereka yang menerima riwayat dari Abu Hurairah, baik dari
kalangan sahabat maupun tabiin mencapai lebih dari 800 orang. Abu Hurairah pada masa
belakangan diketahui bisa menulis dan didapati bahwa ia punya catatan-catatan hadis
tersendiri.
Banyak orang keliru memahami jumlah hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah, sebab
mereka mengira bahwa hadis yang dimaksud adalah teks atau matan hadis saja, padahal

3
sesungguhnya yang dimaksudkan adalah termasuk sanadnya. Menurut para pakar ilmu hadis,
bahwa setiap sanad disebut juga sebagai suatu hadis. Jadi, kalau suatu hadis diriwayatkan
melalui 20 jalur sanad, maka itu berarti menjadi 20 hadis. Hadis yang diriwayatkan Abu
Hurairah mencapai 5.347 itu termasuk jumlah sanadnya. Menurut penelitian terakhir
menunjukkan bahwa jumlah matan hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah hanya mencapai
1.236 hadis. Mereka yang meragukan dan menentang bahkan menolak keberadaan Abu
Hurairah sebagai periwayat hadis sebagaimana disebutkan di atas, karena kekeliruan dalam
memahami perhitungan hadis-hadisnya dan masa kelahirannya yang sesungguhnya. Di antara
jumlah hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah di atas, ada 325 hadis terdapat dalam Shahih
Bukhari, dan 189 hadis oleh Muslim sendiri.

B. Takhrijul Hadits
Hadits tersebut di atas diriwayatkan oleh beberapa periwayat dalam berbagai kitab
hadits, yaitu dalam Sunan Abu Daud pada hadits no. 1530, Shahih Muslim no. 408, Sunan at-
Tirmidzi no. 485, Sunan an-Nasa‟I no. 1296 dan 1297, dan Musnad Ahmad tiga kali, yaitu
pada hadits no. 8637, 8665, dan 9915.
Selain susunan redaksi hadis di atas, juga terdapat redaksi lain yang agak lebih
panjang, sebab di dalamnya disebutkan bahwa Allah bershalawat dan mencatat baginya 10
kebaikan bagi orang yang bershalawat kepada Nabi SAW. Bunyi teks hadis tersebut adalah :
‫مه صل علً صال ۃ صلى هللا علٍھ بھا عششا وکحب لھ بھا عششا حسىا ت‬
Hadits tersebut diriwayatkan oleh Tirmidzi dalam Sunannya pada no. 484 dan Ahmad
dalam Musnadnya pada no. 7507 dan 7508. Semua hadits di atas periwayatannya bersumber
dari Abu Hurairah. Selian itu ada juga yang diriwayatkan oleh Thabrani dalam
kitabnya Mu‟jam al-Ausath dan ad-Dhiya‟ dalam bukunya al-Mukhtarah yang bersumber dari
Umar bin Khattab. Dalam hadits ini disebutkan bahwa Allah bershalawat dan meninggikan 10
derajat bagi orang yang bershalawat kepada Nabi SAW. bunyi teks haditsnya adalah :
‫مه صل علٍك مه امحك واحذۃ صل صلى هللا علٍھ عششا و س فعھ بھا عشش دسجات‬
Selain itu ada juga yang bersumber dari Abdullah ibn Amr bin Ash yang susunan
redaksinya lebih panjang lagi sebab merupakan bagian dari bacaan dan doa yang diucapkan
ketika mendengar panggilan adzan, yaitu:

4
‫ ثم‬,‫ ثم صلو علً فإ وھ مه صل علً صال ۃ صلى هللا علٍھ بھا عششا‬,‫ فقو لوا مثل ما ٌقو لو‬, ‫إر سمعحم المٶ ر ن‬
‫ فإ وھا مىز لة فً الجىة ال جىبغً ٳال لعبذ مه عبا د هللا وٲسجوٲن ٲ کو ن ٲوا هو فمه سٲ ل لً الوسٍلة‬,‫سلوا هللا لً الو سٍلة‬
‫حلث لھ اشفا عة‬
“Jika kalian mendengar muadzin beradzan, maka jawablah dengan membaca seperti
yang dibaca oleh muadzin, kemudian bershalawatlah kepadaku, sesungguhnya orang yang
bershalawat kepadaku satu kali, niscaya Allah akan bershalawat kepadanya 10 kali. Kemudain
mintalah kepada Allah wasilah untukku, sebab ia merupakan tempat dalam surge yang tidak
layak ditempati kecuali antara hamba Allah dan aku berharap agar akulah yang
mendapatkannya. Barangsiapa yang meminta wasilah itu untukku, makan ia berhak
memperoleh syafaatku”
Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahihnya pada no. 577, Tirmidzi dalam
Sunannya pada no. 671, Abu Daud dalam Sunannya pada no. 439, dan Ahmad dalam
Musnadnya pada no. 6280.

C. Mukharrijul Hadis
Adapun mukharrij yang meriwayatkan dan mengoleksi hadits tersebut di atas ke dalam
Sunannya sehingga sampai ke tangan kita sekarang ini adalah Abu Daud. Nama lengkapnya
adalah Sulaiman bin Al-Asy‟ats bin Ishaq bin Basyir bin Shihab bin Amar bin Amran Al-
Azdi As-Sijistani. As-Sijistani ini sebagai nisbah kepada Sijistan suatu daerah yang popular di
kawasan India, terletak diantara Sind dan Hirat, atau di antara Khurasan dan Kirman. Abu
Daud dilahirkan pada tahun 202 H/817 M di kota Sijistaan, dan beliau wafat dikota Bashrah
tanggal 16 Syawal 275 H (20 Februari 889M).[1]
Abu Daud sejak kecil sudah mempersiapkan dirnya untuk mengadakan perlawatan ke
berbagai negeri dalam rangka belajar dan mengumpulan hadits, misalnya ke negeri Hijaz,
Syiria, Mesir, Irak, Shagar, Khurasan dan negeri-negeri lainnya. Dalam hasil perlawatannya
ini, hadits-hadits yang dipelajari dan telah dikumpulkannya, lalu diseleksi dan dituangkan
dalam sebuah kitabnya yang popular disebut Sunan Abu Daud. Kitab Sunannya ini
diperlihatkan kepada tokoh ulama hadis Ahmad Ibn Hambal (241 H/855M). Dengan bangga
Imam Ahmad memujinya sebagai kitab yang sangat baik. Abu Daud menjadikannya sebagai
kitab acuan dan pegangan utama dalam mengajarkan hadis dan fikih. Abu Daud menetap di
Basrah atas permintaan gubernur setempat yang menghendaki supaya Basrah menjadi
“Ka‟bah” bagi para ilmuan dan peminat studi hadis.

5
Menurut satu pendapat, bahwa Abu Daud adalah berhaluan madzhab Syafi‟i. tetapi
menurut Abu Syuhbah, Abu Daud adalah seorang mujtahid. Hal ini terlihat pada gaya susunan
dan sistematika kitab Sunannya, dan juga kemampuan berijtihad merupakan salah satu sifat
khas para imam hadits pada masa-masa awal. Selain Sunannya, kitab-kitab lainnya
ialah: Masail Imam Ahmad, Az-Zuhud, A‟lam An-Nubuwah, An-Nasikh wal Mansukh, dll.
Kitab Sunan Abi Daud memuat 4.800 hadits yang telah diseleksi dari 500.000 hadits
yang ia riwayatkan. Namun, yang jelas bahwa Sunan Abi Daud yang ada di tangan kita
sekarang ini telah ditahqiq dan diberi nomor oleh ulama hadis, seperti Shidqi Muhammad
Jamil dan Muhyiddin sampai pada nomor 5.274 pada hadis terakhir. Perbedaan jumlah
hitungan ini disebabkan arena ada yang memandang sebuah hadits yang diulang-ulang
sebagai satu hadits, sementara ulama lainnya, justru menganggapnya sebagai dua hadis atau
lebih. Abu Daud menyusun kitab Sunannya khusus memuat hadits-hadits hukum. Ketika
selesai disusun, Abu Daud memperlihatkannya kepada imam Ahmad Ibn Hambal, dan beliau
memujinya sebagai kitab yang indah dan baik. Kualitas hadisnya selain yang sahih, ada juga
yang hasan, dhaif yang tidak terlalu dhaif, dan hadits-hadits yang tidak disepakati para ulama
hadits untuk ditinggalkannya. Hadits-hadits yang sangat dhaif ia jelaskan kedhaifannya.

D. Asbab Al-Wurud
Adapun latar belakang yang menyebabkan hadits tersebut disabdakan Nabi SAW.
adalah ketika beliau keluar untuk keperluan tertentu dan tak seorang pun yang mengikutinya.
Umar cemas dakan keselamatan beliau, sehingga ia mengikuti dan mengawasi dari jarak jauh.
Ternyata Rasulullah SAW. pergi untuk melepaskan hajat dan berwudhu di sana. Umar
melihat Rasulullah SAW. bersujud di tempat berwudhu itu yang ada air minumnya. Umar
mengambul tempat agak menjauh ari beliau. Setelah mengangkat kepalanya, Rasulullah Saw.
melihat Umar dan bersabda: “Bagus sekali tindakanmu Umar, ketika engkau mendapati aku
sedang bersujud dan engkau agak menjauh dari padaku. Aku bersujud, karena Jibril datang
menyampaikan kabar gembira mengenai orang-orang yang bershalawat kepadaku. Jibril
menyampaikan: “Barangsiapa bershalawat kepadamu (maksudnya Nabi Muhammad Saw.)
dari kalangan umatmu hanya sekali saja, Allah akan bershalawat kepadanya sepuluh kali dan
meninggikannya sampai sepuluh derajat.”

6
E. Fiqhul Hadis
Memahami maksud dan pesan utama dari hadits tersebut di atas harus dikaitkan
dengan konteks historis yang melatar belakangi lahirnya hadis tersebut, yaitu terkait oleh
adanya sikap kecintaan Umar kepada Nabi SAW. sehingga ia sangat mengkhawatirkan dan
menjaga dengan ketat akan adanya gangguan terhadap diri Nabi SAW. orang bershalawat
kepada pada hakikatnya merupakan perwujudan atau aplikasi dari rasa cintanya kepada
beliau. Dan ini merupakan suatu tuntunan dan rangkaian dari keimanan, karena kepatuhan
kepada Allah dan Rasul-Nya itu harus didasari oleh rasa cinta dan bukan oleh rasa tekanan,
beban, atau paksaan. Mengenai bershalawat ini dalam Al-Qur‟an Allah SWT berfirman.
‫ان اهللا َو َمال ﺌﻜَجھ ٌصلوْ نَ َعلَى الىﱠ ِبً ٌا اٌھا الز ن ﺁ مىوا صلو علٍھ و سلموا جسٍما‬
‫ﱠ‬
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikatNya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-
orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkan salam penghormatan
kepadanya” (QS. Al-Ahzab: 56)
Bahkan Nabi SAW. sendiri menegaskan bahwa orang yang tidak mau bershalawat
terutama ketika mendengar nama beliau disebut adalah orang kikir dan termasuk golongan
yang celaka. Hal ini dinyatakan dalam sabdanya :
ً‫البخٍل الز ي مه رڪش ت عىذ ي فلم ٌصل عل‬
“Orang kikir adalah orang yang namaku disebut di sisinya lalu ia tidak bershalawat
kepadaku” (HR. Tirmidzi bersumber dari Ali bin Abi Thalib)
ً‫سغم أوف سجل رڪش ت عىذ ي فلم ٌصل عل‬
“Celakalah seseorang yang di sisinya namaku disebut, lalu dia tidak membacakan
shalawat kepadaku” (HR. Tirmidzi bersumber dari Abu Hurairah)

Shalawat itu mengandung arti doa, rahmat, berkat, ampunan atau ibadah. Adapun
makna shalawat secara terminologi dipahami dengan disesuaikan kepada pelaku yang
bershalawat itu. Kalau yang bershalawat itu adalah Allah kepada Nabi SAW. itu mengandung
arti mencurahkan rahmat. Curahan rahmat Allah itu dengan cara memuji dan menampakkan
keutamaan dan kemuliaannya serta mendekatan diri Nabi SAW. kepada diri-Nya. Kalau
pelakunya adalah malaikat, maka ia mengandung arti istighfar atau permohonan ampunan.
Misalnya, malaikat bershalawat itu berarti malaikat memohonkan ampunan kepada siapa yang
dishalawati. Dan kalau pelakunya manusia pada umumnya, maka itu mengandung arti sebagai
doa. Adapun pengertian kita bershalawat kepada Nabi SAW. adalah kita mengakui

7
kerasulannya serta memohon kepada Allah agar keutamaan dan kemuliaannya tampak,
bangkit, berkembang, besar, tersebar, tersiar ke mana-mana di muka bumi ini.
Kalau kita membaca bacaan shalawat, misalnya ‫( اللھم صل على محمذ‬Allahumma
Shalli „ala Muhammad) artinya ya Allah, besarkan, dan muliakanlah Nabi Muhammad Saw
dengan menambah kebesaran dan perkembangan agama Islam yang dibawanya, dengan
meninggikan sebutannya, dengan mengekalkan syariatnya di dunia dan dengan menerima
syafa‟atnya(pembelaandan jaminan) terhadap umatnya, serta memberikan wasilah dan maqam
mahmudah (kedudukan dan derajat terpuji) kepadanya di akhirat.
Selama ini umumnya oleh umat Islam hanyalah sebatas membaca bacaan shalawat,
belum bershalawat sesuai pengertian di atas. Hal ini disebabkan karena mereka memahami
hadis secara tekstual sehingga belum bisa melaksanakan tuntunan dan ajaran yang terkandung
dalam hadis itu secara maksimal.
Praktek pembacaan shalawat yang disertai wirid dan doa serta hizib banyak dilakukan
oleh umat Islam. Selain shalawat Badar yang sangat popular, juga ada shalawat nariyah,
shalawat munjiyah, shalawat thibbiyah, shalawat kamaliyah, shalawat fatih, shalawat
tafrijiyah, dan lain-lain. Bahkan ada satu buku yang memuat khusus tentang shalawat hingga
mencapai 70 macam shalawat, yaitu Afdhal ash-Shalawat „Ala Sayyid as-Sadat karya an-
Nabhani. Dan ada lagi buku shalawat berjudul Dalail al-Khairat yang popular dengan nama
shalawat lengkap, karena isinya berupa tuntunan khusus praktek pembacaan shalawat secara
lengkap dimulai dari shalawat khusus hari Ahad, sampai shalawat hari Sabtu. Pembacaan
shalawat seperti di atas umumnya didorong oleh adanya keutamaan-keutamaan dalam
bershalawat kepada Nabi SAW. bahkan lebih dari itu karena ingin mengambil manfaat dan
faedah-faedah tertentu dari bacaan shalawat itu. Terlepas dari sahih atau tidaknya praktek-
praktek pembacaan shalawat seperti ini sesuai dengan tuntunan sunnah Rasul atau hanya
tuntunan dari para ulama, yang jelas bahwa cara-cara bershalawat seperti ini belum maksimal
sebelum diiringi dengan usaha dan upaya untuk membesarkan dan mengembangkan ajaran
agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. sebagai wujud dan aplikasi kecintaan kita
kepada beliau.

Dengan demikian, bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW. sebagai wujud dari
rasa kecintaan beliau ada dua macam :
1. Shalawat ritual, yaitu membaca bacaan shalawat sebagaimana yang dituntunkan
dalam bunyi teks hadis-hadis Nabi Saw. baik dibaca ketika dalam shalat maupun di

8
luar shalat. Dalam bershalawat harus didorong dan didasari oleh rasa kecintaan kepada
Nabi Saw. bukan karena ingin cepat sembuh, cepat dapat rezeki, dapat jodoh, dapat
jabatan dan pangkat, dan lain-lain. Adapun bacaan shalawat yang dibaca sebagai
ibadah itu adalah yang ada tuntunannya dalam hadis Nabi Saw. minimal ‫اللھم صل على‬
‫ محمذ‬dan yang paling utama adalah shalawat yang dibaca ketika tasyahud dalam
shalat. Dalam buku yang ditulis oleh Syekh Nashiruddin al-Albani berjudul Shifatu
Shalati an-Nabiy Saw. ada tujuh macam lafal atau bacaan shalawat khususnya dalam
shalat menurut tuntunan hadis-hadis Nabi Saw. begitu juga dalam buku Pedoman
Dzikir dan Doa karya Prof. DR. TM. Hasbi ash-Shiddieqi ada Sembilan bacaan
shalawat yang dicontohkan berdasarkan dari hadis-hadis yang berkualitas shahih yang
dapat dipertanggungjawabkan.
2. Shalawat Aktual, adalah membaca bacaan shalawat lalu diiringi dengan usaha dan
upaya untuk membesarkan dan mengembangkan ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi
SAW sehingga tegak dan jaya di seluruh permukaan bumi ini. Upaya dan usaha
membesarkan dan mengambangkan ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi SAW.
merupakan tugas dan wujud dari kecintaan kita kepada beliau dengan menyesuaikan
kemampuan dan profesi, apakah dalam bentuk perbuatan, pemikiran, ide dan gagasan,
pengetahuan, material, percetakan, internet, sosial politik, seni, dan lain-lain. Shalawat
seperti inilah yang sesungguhnya diharapkan, sehingga dengan demikian, maka Allah
juga akan bershalawat sepuluh kali lipat kepada yang bersangkutan. Allah bershalawat
maksudnya, ialah Allah mencurahkan rahmat dan karunia kepadanya berupa
kemuliaan, keutamaan, keunggulan, dan berbagai kelebihan lainnya, baik bersifat
immaterial maupun material.

Dengan demikian kecintaan kepada Nabi SAW. tidak cukup hanya sebatas shalawat
secara ritual, akan tetapi harus diiringi dengan shalawat aktual berupa aktualisasi di lapangan
dengan membesarkan, mengembangkan dan menegakkan ajaran agama yang dibawa beliau
serta mensyiarkan hingga jaya di permukaan bumi ini. Namun jauh lebih sempurna lagi
kecintaan kepada Nabi Saw. jika cinta kepada beliau melebihi dari segala cinta kita akan
kepentingan pribadi, keluarga dan segala fasilitas kenikmatan dunia lainnya. Dan itulah
sesungguhnya bukti kesempurnaan keimananan.

9
F. Keutamaan Sholawat Kepada Nabi SAW
1. Membuat do‟a terkabul
2. Pahala diberlipat gandakan
3. Mengangkat derajat
4. Mendapatkan syafaat Nabi SAW
5. Dikumpulkan di surga bersama Nabi SAW

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Abu Hurairah adalah sahabat Nabi Muhammad SAW yang paling banyak meriwatkan
hadis Nabi diantara sahabat lainnya, hal ini dikarenakan para sahabat lainnya lebih banyak
menyibukkan diri pada aktivitas politik, pemerintahan, dan peperangan serta lebih duluan
wafat. Sedangkan Abu Hurairah sendiri lebih banyak mencurahkan perhatiannya bahkan
sepenuhnya pada aktivitas keilmuan, khususnya bidang hadis. Ia tekun mendampingi Nabi
SAW. sehingga banyak mendengar dan menyaksikan apa yang diperbuat oleh Nabi SAW.
Bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW. sebagai wujud dari rasa kecintaan beliau
ada dua macam, yaitu shalawat ritual dan shalawat aktual. Shalawat ritual adalah membaca
bacaan shalawat sebagaimana yang dituntunkan dalam bunyi teks hadis-hadis Nabi SAW.
baik dibaca ketika dalam shalat maupun di luar shalat. Shalawat Aktual adalah membaca
bacaan shalawat lalu diiringi dengan usaha dan upaya untuk membesarkan dan
mengembangkan ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi SAW. sehingga tegak dan jaya di
seluruh permukaan bumi ini.

B. Saran
Dari uraian singkat di atas dapat kita pahami bahwa shalawat kepada Nabi SAW
memiliki keutamaan tersendiri, alangkah baiknya bila kita sebagai umat muslim membaca
shalawat kepada beliau karena didorong dan didasari oleh rasa kecintaan kepada beliau, bukan
karena kepentingan yang lain. Dan lebih baik lagi jika kita dapat mengaktualisasikan makna
yang sebenarnya dari shalawat kepada Nabi SAW dalam kehidupan sehari-hari.

11
DAFTAR PUSTAKA

Solahudin, M. Agus dan Agus Suyadi. 2008. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia.
Sayadi, Wajidi. 2009. Hadis Tarbawi: Pesan-Pesan Nabi SAW. Tentang Pendidikan. Jakarta:
Pustaka Firdaus.

12

Anda mungkin juga menyukai