Anda di halaman 1dari 18

AL ISLAM KEMUHAMMADIYAHAN

TUGAS KELOMPOK

HAKEKAT IBADAH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Al Islam Kemuhammadiyahan yang


diampu oleh Muh. Aswar, S.Pd., M.Pd

Disusun oleh
Muh. Fasiqhul Riziq ( P419115 )
Mutmainnah ( P419116 )
Sri Yanti L ( P419127 )
D 19

PROGRAM STUDI D-III TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS

POLITEKNIK KESEHATAN MUHAMMADIYAH MAKASSAR

TAHUN AKADEMIK 2019/2020


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan
rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah mengenai “IBADAH”
ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Sholawat serta salam senantiasa
penulis sampaikan kepada Nabi Besar Muhammad SAW. Tak lupa kami ucapkan
terima kasih kepada Dosen Pengampu Mata Kuliah dan teman-teman yang telah
memberikan dukungan dalam menyeselesaikan makalah ini.

            Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
kekurangan, oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun. Semoga dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .......................................................................................................ii

Daftar Isi ..................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................1

A. Latar Belakang ..............................................................................................1


B. Rumusan Masalah .........................................................................................1
C. Tujuan ...........................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN .........................................................................................2

A. Konsep Ibadah ..............................................................................................2


B. Mahdhah dan Ghairu Mahdhah ....................................................................2
C. Fungsi dan Hikmah Dari Ibadah ...................................................................7
D. Makna Spiritual Ibadah Bagi Kehidupan Social ...........................................10

BAB III PENUTUP .................................................................................................13

A. Kesimpulan ...................................................................................................13
B. Saran .............................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................15

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ketika zaman  dulu sampai pada saat  ini  kita  mungkin sudah mengetahui
kewajiban kita sebagai hamba Allah  yang lemah, dan banyak yang tahu
kewajiban kita di muka bumi ini yakni hanya untuk beribadah kepada Allah
SWT. Pendapat  seperti ini  memang  tidak salah  karena sudah tertulis dalam Al-
Qur’an.
Setiap ibadah sebagaimana yang berlaku pada setiap yang diperintahkan
Allah mengandung maksud tersendiri dan di dalam pelaksanaannya terdapat
hikmah. Segala bentuk dan jenis ibadah yang disyari’atkan Allah kepada manusia
dijanjikan pahala dunia akhirat, juga mengandung hikmah yang sangat luar biasa
bagi siapa yang menantinya. Dalam makalah ini akan dipaparkan hikmah-hikmah
ibadah, konsep ibadah dan macamnya, serta ibadah sosial.
B. Rumusan Masalah.
1. Bagaimana konsep ibadah ?
2. Apa yang dimaksud ibadah mahdhah dan ghairu mahdhah ?
3. Apa fungsi dan hikmah dari ibadah ?
4. Bagaimana makna spiritual ibadah bagi kehidupan social?
C. Tujuan.
1. Untuk mengetahui konsep ibadah.
2. Untuk mengetahui ibadah mahdhah dan ghairu mahdhah.
3. Untuk mengetahui fungsi dan hikmah dari ibadah.
4. Untuk mengetahui makna spiritual ibadah bagi kehidupan social.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Ibadah
Pengertian ibadah secara bahasa, kata ibadah adalah bentuk dasar
(mashdar) dari fi’il (kata kerja) ‘abada-ya’budu yang berarti: taat, tunduk, hina,
dan pengabdian. Berangkat dari arti ibadah secara bahasa, Ibnu Taymiyah
mengertikan ibadah sebagai puncak ketaatan dan kedudukan yang didalamya
terdapat unsur cinta (al-hubb). Seseorang belum dikatakan beribadah kepada
Allah kecuali bila ia mnecintai Allah lebih dari cintanya kepada apapun dan
siapapun juga. Adapun definisi ibadah menurut Muhammadiyah adalah
“mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan melaksanakan segala perintah-Nya
dan menjauhi segala larangan-Nya serta mengamalkan apa saja yang
diperkenankan oleh-Nya. (Himpunan Putusan Tarjih, 278)
Ibadah artinya penghambaan diri kita sebagai makhluk dan Allah sebagai
Tuhan kita atau dengan kata lain segala sesuatu yang kita kerjakan dalam rangka
mentaati perintah-perintah-Nya adalah ibadah. Ibadah meliputi apa saja yang
dicintai dan diridhoi oleh Allah, menyangkut seluruh ucapan dan perbuatan yang
tampak dan tidak tampak, seperti solat, zakat, puasa, menunaikan ibadah haji,
berkata yang baik dan benar, belajar, silaturahmi, membaca Al-Qur’an, berdagang
dan lain sebagainya. Adapun pengertian ibadah secara luas terkait dengan
beberapa arti, secara aqidah bisa berarti mentauhidkan Allah SWT, secara fiqih ia
bisa berarti menegakkan hukum Allah SWT dan secara akhlaq berarti berperilaku
sesuai dengan tuntunan Allah SWT. Firman Allah SWT di dalam Al-Qur’an yang
artinya: “Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan
orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertaqwa.” (QS Al-Baqarah [2]: 21).
B. Ibadah mahdhah dan ibadah ghairu mahdhah.
1. Ibadah Mahdhah
Yang dimaksud dengan ibadah mahdhah adalah hubungan manusia
dengan Tuhannya, yaitu hubungan yang akrab dan suci antara seorang muslim

2
dengan Allah SWT yang bersifat ritual (peribadatan), Ibadah mahdhah
merupakan manifestasi dari rukun islam yang lima. Atau juga sering disebut
ibadah yang langsung.  Selain itu juga ibadah mahdhah adalah ibadah yang
perintah dan larangannya sudah jelas secara zahir dan tidak memerlukan
penambahan atau pengurangan. Jenis ibadah yang termasuk mahdha, adalah :
a. Wudhu
Syarat-syarat wudhu ada sepuluh:
1) islam
2) berakal
3) mumayyiz ( bias membedakan antara yang suci dan najis).
4) Niat
5) Mempertahankan niat tersebut, artinya tidak bermaksud memotong
niat tersebut sampai dia selesai berwudhu.
6) Hilangnya akal yang mewajibkan berwudhu.
7) Beristinja dengan air atau batu sebelum wudhu
8) Airnya suci dan boleh dipakai.
9) Menghilangkan apa-apa yang mencegah sampainya air kekulit.
10) Masuknya waktu shalat bagi orang yang yang selalu berhadast.

Fardhu-fardhu wudhu ada enam.


1) membasuh muka, termasuk pula berkumur-kumur dan memasukkan
air ke dalam hidung.
2) Membasuh dua tangan sampai siku.
3) Mengusap seluruh kepala, termasuk di dalamnya dua telinga.
4) Membasuh dua kaki sampai/termasuk dua mata kaki.
5) Terbit/berurutan.
6) Bersegera/berurutan tanpa mengakhirkan (dalam melaksanakan terbit
fardhu-fardhu tersebut, pent.).
Yang membatalkan wudhu ada enam:

3
1) Sesuatu yang keluar dari dua jalan yaitu qubur (buang air kecil dan air
besar, pent.).
2) Keluarnya sesuatu yang najis dalam jumlah yang banyak dari tubuh.
3) Hilang akal, baik karena tidur atau lainnya.
4) Memegang kemaluan –yang di depan (qubul) dan di belakang
(dubur)- dengan tangan tanpa ada pelapis.
5) Makan daging onta.
6) Keluar (murtad) dari Islam.
b. Tayammum
Tayamum adalah suatu cara untuk menggantikan mandi dan
wudhu, karena adanya seba-sebab tertentu, seperti karena sakit, karena
bepergian atau karena disuatu tempat yang tidak menemukan air setelah
adanya usaha kesana kemari. Dan tayamum untuk mandi janabat bila
sudah menemukan air, ia wajib mandi meskipun sudah tayamum. Allah
berfirman dalam surah An Nisa ayat 43:
“ dan jika kalian sakit atau sedang dalam musafir atau dating dari
tempat buang air atau kalian telah menyentuh perempuan, kemudian
kalian tidak mendapat air, maka bertayamumlah kalian dengan tanah
yang suci, sapulah muka kalian dan tangan kalian”.
c. Mandi hadats
Yang dimaksudkan mandi disini adalah mandi junub yakni mandi
untuk menghilangkan hadats besar yang disebabkan kerena telah
melakukan senggama, atau habis haid taua habis nifas dan atau bermimpi
sampai keluar air mani. Sedangkan pengertian mandi disini adalah
meratakan air keseluruh tubuh mulai dari ujung rambut sampai ujung
kaki, itulah yang dimaksud dengan mandi junub atau mandi janabat.
Mandi yang seperti ini wajib bagi orang yang berhadats besar, sebab
orang yang berhadats itu dilarang shalatsebelum ia mandi junub.

4
d. Shalat
Secara bahasa shalat berasal dari bahasa Arab yang memiliki arti,
Ibadah. Sedangkan, menurut istilah, shalat bermakna serangkaian
kegiatan ibadah khusus atau tertentu yang dimulai dengan takbiratul
ihram dan diakhiri dengan salam.
e. Shiyam ( Puasa )
Puasa yang diperintahkan, yang dituangkan nashnya dalam Al-qur’an
dan sunah, berarti meningkalkan dan menahan diri. Dengan kata lain
menahan dan mecegah diri dari hal hal yang boleh, meliputi keinginan
perut dan keinginan kelamin, dengan niat mendekatkan diri kepada Allah
SWT.
Inilah makna puasa secara syar’i itu menahan dan mencegah diri
secara sadar dari makan, minum, bersetubuh dengan perempuan dan hal-
hal semisalnya, selama satu hari penuh. Yakni dari munculnya fajar
hingga terbenamnya matahari, dengan niat memenuhi perintah dan
taqarub kepada Allah SWT.
f. Haji
Adapu yang di maksud ibadah haji disini adalah berkunjung ke
Baitullah di Mekkah, dengan menunaikan amalan-amalan yang
berhubungan dengan haji dan umrah, yang dimulai dengan ihram,
thowaf, sya’i, wukuf, melontar jumrah, menyembelih kurban, mencukur
rambut dan diakhiri dengan thowaf ifadho lalu tahallul. Dan dilakukan
pada bulan Dzulhijjah.
g. Umrah
Umroh adalah mengunjungi ka’bah dengan serangkaian khusus
disekitarnya. Perbedaannya dengan haji ialah bahwa padanya tidak ada
wuquf di Arafah, berhenti di Muzdalifah, melempar jumrah dan
menginap di Mina.  Dengan begitu ia merupakan haji dalam bentuknya

5
yang lebih sederhana, sehingga sering umroh itu disebut dengan haji
kecil.
2. Ibadah Ghairu Mahdhah
Yang dimaksud ibadah ghairu mahdhah berarti mencakup semua
perilaku manusia yang hubungannya dengan sesama manusia, yaitu dalam
semua aspek kehidupan yang sesuai dengan ketentuan Allah swt, yang
dilakukan dengan ikhlas untuk mendapat ridho Allah swt. Atau sering disebut
sebagai ibadah umum atau muamalah, yaitu segala sesuatu yang dicintai dan
diridhoi oleh Allah baik berupa perkataan atau perbuatan, lahir maupun batin
yang mencakup seluruh aspek kehidupan seperti aspek ekonomi, sosial,
politik, budaya, seni dan pendidikan. Seperti qurban, pernikahan, jual beli,
aqiqah, sadaqah, wakaf, warisan dan lain sebagainya.  Selain itu ibadah ghairu
mahdhah adalah ibadah yang cara pelaksanaannya dapat direkayasa oleh
manusia, artinya bentuknya dapat beragam dan mengikuti situasi dan kondisi,
tetapi substansi ibadahnya tetap terjaga. Seperti perintah melaksanakan
perdagangan dengan cara yang halal dan bersih.
Ibadah yang termasuk Ibadah Ghairu Mahdhah, adalah:
a. I’tikaf
Berdiam di masjid untuk berdzikir kepada Allah.
b. Wakaf
Wakaf menurut bahasa berarti menahan sedang menurut istilah wakaf
ialah memberikan suatu benda atau harta yang kekal zatnya kepada suatu
badan yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat.
c. Qurban
Qurban secara bahasa berarti dekat, sedang secara istilah adalah
menyembelih hewan yang telah memenuhi syarat tertentu di dalam waktu
tertentu yaitu bulan Dzulhijjah dengan niat ibadah guna mendekatkan diri
kepada Allah.

6
d. Shadaqah
Shadaqah adalah memberikan sesuatu tanpa ada tukarannya karena
mengharapkan pahala di akhirat.
e. Aqiqah
Aqiqah dalam bahasa arab berarti rambut yang tumbuh di kepala
anak/bayi. Istilah aqiqah kemudian dipergunakan untuk pengertian
penyembelihan hewan sehubungan kelahiran bayi.
f. Dzikir dan Do’a
Rumusan Ibadah Ghairu Mahdhah “BB + KA”
(Berbuat baik + Karena Allah ).

C. Fungsi dan Hikmah Ibadah.


1. Fungsi Ibadah
            Ada tiga aspek fungsi ibadah dalam Islam :
a. Mewujudkan hubungan antara hamba dengan Tuhannya. Mewujudkan
hubungan antara manusia dengan Tuhannya dapat dilakukan melalui
“muqorobah” dan “khudlu”. Orang yang beriman dirinya akan selalu
merasa diawasi oleh Allah. Ia akan selalu berupaya menyesuaikan segala
perilakunya dengan ketentuan Allah SWT. Dengan sikap itu seseorang
muslim tidak akan melupakan kewajibannya untuk beribadah, bertaubat,
serta menyandarkan segala kebutuhannya pada pertolongan Allah SWT.
Demikianlah ikrar seorang muslim seperti tertera dalam Al-Qur’an surat
Al-Fatihah ayat 5
“Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada
Engkaulah Kami meminta pertolongan.” Atas landasan itulah manusia
akan terbebas dari penghambaan terhadap manusia, harta benda dan
hawa nafsu”.

7
b. Mendidik mental dan menjadikan manusia ingat akan kewajibannya.
Dengan sikap ini, setiap manusia tidak akan lupa bahwa dia adalah
anggota masyarakat yang mempunyai hak dan kewajiban untuk
menerima dan memberi nasihat. Oleh karena itu, banyak ayat Al-Qur’an
ketika berbicara tentang fungsi ibadah menyebutkan juga dampaknya
terhadap kehidupan pribadi dan masyarakat. Contohnya: ketika Al-
Qur’an berbicara tentang shalat, ia menjelaskan fungsinya: “Bacalah apa
yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Qur’an dan dirikanlah shalat.
Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan
mungkar. Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar
keutamannya dari ibadah-ibadah yang lain, dan Allah mengetahui apa
yang kamu kerjakan.”
Ketika Al-Qur’an berbicara tentang zakat, Al-Qur’an juga
menjelaskan fungsinya:
 “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka serta mendoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu menjadi ketentraman jiwa bagi mereka, dan
Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” Dan masih banyak
ibadah-ibadah lain yang tujuannya tidak hanya baik bagi diri pelakunya
tetapi juga membawa dampak sosial yang baik bagi masyarakat. Karena
itu Allah tidak akan menerima semua bentuk ibadah, kecuali ibadah
tersebut membawa kebaikan bagi dirinya dan orang lain. Dalam hal ini
Nabi SAW bersabda:
“Barang siapa yang sholatnya tidak mencegah dirinya dari perbuatan
keji dan munkar, maka dia hanya akan bertambah jauh dari Allah” (HR.
Thabrani)
c. Melatih diri untuk berdisiplin adalah suatu kenyataan bahwa segala
bentuk ibadah menuntut kita untuk berdisiplin. Kenyataan itu dapat
dilihat dengan jelas dalam pelaksanaan shalat, mulai dari wudhu,

8
ketentuan waktunya, berdiri, ruku, sujud dan aturan-aturan lainnya,
mengajarkan kita untuk berdisiplin. Apabila kita menganiaya sesama
muslim, menyakiti manusia baik dengan perkataan maupun perbuatan,
tidak mau membantu kesulitan sesama manusia, menumpuk harta dan
tidak menyalurkannya kepada yang berhak. Tidak mau melakukan “amar
ma’ruf nahi munkar”, maka ibadahnya tidak bermanfaat dan tidak bisa
menyelamatkannya dari siksa Allah SWT.
2. Hikmah Ibadah
a. Tidak syirik
        Seorang hamba yang sudah berketetapan hati untuk senantiasa
beribadah menyembah kepada Nya, maka ia harus meninggalkan segala
bentuk syirik. Ia telah mengetahui segala sifat-sifat yang dimiliki Nya
adalah lebih besar dari segala yang ada, sehingga tidak ada wujud lain
yang dapat mengungguli-Nya.
b. Memiliki ketakwaan.
Ketakwaan yang di landasi cinta timbul karena ibadah yang di lakukan
manusia setelah merasakan kemurahan dan keindahan Nya muncullah
dorongan untuk beribadah kepada-Nya. Sedangkan ketakwaan yang di
landasi rasa takut timbl karena manusia menjalankan ibadah dianggap
sebagai suatu kewajiban bukan sebagai kebutuhan. Ketika manusia
menjalankan ibadah sebagai suatu kewajiban ada kalanya muncul ketidak
ikhlasan, terpaksa dan ketakutan akan balasan dari pelanggaran karena
tidak menjalankan kewajiban.
c. Terhindar dari kemaksiatan.
Ibadah memiliki daya pensucian yang kuat sehingga dapat menjadi
tameng dari pengaruh kemaksiatan, tetapi keadaan ini hanya bisa dikuasai
jika ibadah yang dilakukan berkualitas. Ibadah ibarat sebuah baju yang
harus selalu dipakai dimanapun manusia berada.
d. Berjiwa sosial,

9
Artinya ibadah menjadikan seorang hamba menjadi lebih peka dengan
keadaan lingkungan sekitarnya, karena dia mendapat pengalaman
langsung dari ibadah yang dikerjakannya. Sebagaimana ketika melakukan
ibadah puasa, ia merasakan rasanya lapar yang biasa dirasakan oleh orang-
orang yang kekurangan. Sehingga mendorong hamba tersebut lebih
memperhatikan orang lain.
e. Tidak kikir.
Harta yang dimiliki manusia pada dasarnya bukan muliknya tetapi
milik Allah SWT yang seharusnya diperuntukan untuk kemaslahatan
umat. Tetapi karena kecintaan manusia yang begitu besar terhadap
keduniawian menjadikan dia lupa dan kikir akan hartanya. Berbeda
dengan hamba yang mencintai Allah SWT, senantiasa menafkahi hartanya
di jalan Allah SWT. Ia menyadari bahwa miliknya adalah bukan haknya
tetapi ia hanya memanfaatkan untuk keperluannya semata-mata sebagai
bekal di akhirat yang di wujudkan dalam bentuk pengorbanan harta untuk
keperluan umat.
D. Makna Spiritual Ibadah Bagi Kehidupan Sosial.
Ibadah memiliki dimensi keakhiratan sekaligus keduniawian. Ibadah dalam
ajaran Islam tidak hanya dimaksudkan dalam kerangka hubungan dengan Allah
semata, tetapi juga mengandung dimensi sosial yang tinggi bagi para pemeluknya.
Semua bentuk ibadah memiliki makna sosialnya masing-masing sebagaimana
dijelaskan sebagai berikut:
Pertama, ibadah shalat. Kandungan sosial dari ibadah shalat adalah bahwa
shalat mengajarkan makna persaudaraan dan persatuan manusia yang begitu
tinggi. Ketika melaksanakan shalat di masjid lima kali dalam sehari, maka
sesungguhnya ibadah tersebut tengah menghimpun penduduknya lima kali sehari.
Dalam aktivitas tersebut, mereka saling mengenal, saling berkomunikasi, dan
saling menyatukan hati. Mereka shalat dibelakang seorang imam, mengadu
kepada Tuhan yang satu, membaca kitab yang sama, serta menghadap kiblat yang

10
sama. Mereka juga melakukan amalan yang sama yakni sujud, ruku, dan
sebagainya. Allah berfirman dalam surat Al-Hujurat ayat 10:
Artinya:
“Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara, karena itu
damaikanlah antara kedua saudaramu ( yang berselisih ) dan bertakwalah
kepada Allah agar kamu mendapat rahmat.”  ( Q.S Al-Hujurat:10).
Kedua, ibadah puasa. Puasa mampu menumbuhkan kepekaan sosial bagi
pelakunya. Dengan berpuasa, si kaya merasakan betapa tidak enaknya merasakan
lapar. Puasa mengajarkan kepadanya untuk bisa mengenali serta merasakan
penderitaan orang yang sehari-hari senantiasa berada dalam kekurangan dan
berbalut kemiskinan. Kemudian puasa diakhiri dengan membayar zakat fitrah
yang memaksa seseorang untuk berderma, sekalipun mungkin hatinya belum
sadar ini akan menjadi latihan dan pembinaan tersendiri bagi orang yang
besangkutan untuk menjadi orang yang dermawan dan peduli terhadap orang-
orang yang lemah.
Ketiga, ibadah zakat. Ibadah zakat memiliki fungsi dan hikmah ganda. Secara
individu zakat mengandung hikmah untuk membersihkan dan menyucikan diri
beserta harta bendanya. Dengan begitu, zakat melatih manusia menghilangkan
sifat kikir, rakus, tamak yang melekat pada dirinya. Zakat menjadi tanda
kedermawanan, solidaritas, dan kasih sayang seorang muslim terhadap saudara-
saudaranya agar bisa ikut merasakan rezeki sebagai karunia Allah SWT.
Keempat, ibadah haji. Dalam ibadah haji terkandung pengalaman nilai-nilai
kemanusiaan yang universal. Ibadah haji dimulai dengan niat sambil
menanggalkan pakaian biasa dan kemudian mengenakan pakaian ihram. Dengan
mengenakan pakaian ihram pada saat haji, manusia diajarkan untuk
menanggalkan perbedaan status sosial yang mereka sandang dan bersatu dalam
persamaan dan persaudaraan. Pada saat melaksanakan ihram, seseorang dilarang
menyakiti binatang, dilarang membunuh, menumpahkan darah, serta dilarang
mencabut pepohonan.

11
Maknanya manusia harus menerapkan apa yang telah disebutkan dalam Al-
Qur’an dan Hadist ke dalam kehidupan sosial.

12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ibadah merupakan salah satu dimensi yang begitu asasi didalam ajaran islam. Ibadah
tidak cuma terkait dengan ritual-ritual antara manusia dengan Sang Khalik, namun juga
mengandung sejumlah keutamaan bagi diri manusia dalam hubungannya dengan lingkungan
sosialnya. Dalam konsep ajaran islam, manusia diciptakan tak lain dan tak bukan untuk
beribadah kepada Allah. Dengan kata lain untuk menyembah Allah dalam berbagai bentuk
dan manifestasinya baik secara langsung maupun tidak langsung.
Bentuk ibadah ada 2, yaitu ibadah mahdhah (ibadah yang hubungannya langsung kepada
Allah) dan ibadah ghairu mahdhah (ibadah yang hubungannya dengan sesama manusia).
Ibadah mahdhah diantaranya adalah shalat, zakat, puasa, haji, umroh, dan besuci dari hadas
kecil dan besar. Contoh ibadah ghairu mahdhah adalah i’tikaf, wakaf, aqiqah, sadaqah,
qurban, dzikir dan do’a.
Fungsi ibadah yaitu Mewujudkan hubungan antara hamba dengan Tuhannya.
Mewujudkan hubungan antara manusia dengan Tuhannya dapat dilakukan melalui
“muqorobah” dan “khudlu”, Mendidik mental dan menjadikan manusia ingat akan
kewajibannya.  Melatih diri untuk berdisiplin adalah suatu kenyataan bahwa segala bentuk
ibadah menuntut kita untuk berdisiplin. Dengan hikmah berupa kita tidak menjadi syirik,
tidak kikir, memiliki ketakwaan, terhindar dari kemaksiatan, dan berjiwa sosial.

Kandungan sosial dari ibadah shalat adalah bahwa shalat mengajarkan makna
persaudaraan dan persatuan manusia yang begitu tinggi, Puasa mampu menumbuhkan
kepekaan sosial bagi pelakunya. Dengan berpuasa, si kaya merasakan betapa tidak enaknya
merasakan lapar, Ibadah zakat memiliki fungsi dan hikmah ganda. Secara individu zakat
mengandung hikmah untuk membersihkan dan menyucikan diri beserta harta bendanya,
Dalam ibadah haji terkandung pengalaman nilai-nilai kemanusiaan yang universal. Ibadah
haji dimulai dengan niat sambil menanggalkan pakaian biasa dan kemudian mengenakan
pakaian ihram.

13
B. Saran
Demikianlah makalah yang telah kami susun, semoga bermanfaat bagi pembaca dan
pemakalah sendiri. Semoga apa yang telah di diskusikan menambah pengetehuan kita tentang
materi ibadah, khususnya ibadah mahdhah dan ghairu mahdhah yang dikerjakan  manusia
guna mencapai kebahagian dunia dan akhirat. Kami menyadari masih banyak kekurangan
dan kekeliruan dalam penyusunan makalah ini, untuk itu kritik dan saran yang membangun
dari para pembaca sangat kami butuhkan untuk memperbaiki makalah kami agar lebih baik.

14
DAFTAR PUSTAKA
Baz,syaikh Abdul Azis bin Abdullah bin.2016.Inti Ajaran Islam.jakarta:Darul
Haq.Mz,Ust Labib.2005.Hadist Pilihan Shahih Bukhari.Surabaya:Bintang Usaha
Jaya.
Qardhawi, Dr yusuf.2007. Fiqih Puasa.Surakarta:Era Intermedia.
https://hudhanewblog.blogspot.com/2015/09/makalah-hakekat-ibadah.html
http://mmeri3328.blogspot.com/2015/03/ibadah-mahdhah.html
http://mohfalihulisbah.blogspot.com/2013/05/ibadah-mahdhah-dan-ghairu-
mahdhah.html
http://nurdianaisma.blogspot.com/2017/10/makalah-ibadah.html

15

Anda mungkin juga menyukai