Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

SEJARAH ISLAM DI KAWASAN SYAM DAN BERDIRINYA NEGARA SYIRIA

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Islam Kawasan Timur Tengah

Disusun Oleh:

Chamdi Wahdana (A92219082)

Fikril Ilmi Fathonah (A92219088)

Masyfii Ridho Almaulidi (A02219028)

Dosen Pengampu:

Dr. Imam Ibnu Hajar, S. Ag. M.Ag.

PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, karena kehadirat beliau yang telah
memberikan Rahmat, Taufiq, Hidayah, serta Inayahnya kepada saya sehingga bisa menyelesaikan
makalah untuk memenuhi mata kuliah Sejarah Islam Kawasan Timur Tengah dengan judul
“Sejarah Islam Kawasan Syam dan Berdirinya Negara Syiria”

Kedua kalinya Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita
baginda Nabi Muhammad SAW, yang telah menuntun kita dari zaman Kegelapan menuju zaman
yang Terang Benerang yakni Addinul Islam.

Ketiga, kami berharap makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua, serta
memberikan pemahaman mengenai materi yang saya bawa. kami menyadari bahwa tulisan serta
makalah ini masih jauh dari kata sempurna, maka dari itu tulisan ini membutuhkan Kririk dan
Saran sangat di butuhkan, gunanya untuk memperbaiki. Demikian yang dapat kami sampaikan,
kurang serta lebihnya saya mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Surabaya, 11 Oktober 2021


BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Syam atau Negeri Syam merupakan sebuah daerah yang terletak di timur Laut
Mediterania, barat Sungai Efrat, utara Gurun Arab, dan sebelah selatan Pegunungan
Taurus. Kawasan ini meliputi empat negara, yaitu Suriah yang merupakan pusat negeri
Syam, Palestina sebagai kiblat pertama kaum muslimin, Lebanon, dan terakhir Yordania.
Negara Syam merupakan tempat dari agama samawi, yaitu Islam, Nasrani, dan Yudaisme.
Salah satu wilayah di Syam adalah Suriah yang merupakan salah satu pusat peradaban
paling tua di muka bumi. Penggalian oleh para arkeolog pada 1975 di Kota Ebla bagian
utara Suriah menunjukkan, sebuah kerajaan Semit sempat berdiri dan menyebar dari Laut
Merah ke Turki dan Mesopotamia pada 2500-2400 SM. Etnis Suriah diketahui merupakan
etnis Semit dengan 90 persen terdiri atas warga Muslim, 74 persen Sunni dan 16 persen
terdiri atas kelompok Muslim lainnya termasuk Alawi, Syiah dan Druze. Sementara 10
persen adalah warga Kristen.

B. Rumusan masalah
1. Bagaimana sejarah Negara Syam hingga berdirinya Negara Syiria?
2. Bagaimana sejarah masuknya Islam di Syiria?
3. Bagaimana tatanan politik yang mempengaruhi perkembangan Islam di Syiria?
4. Bagaimana kecenderungan aliran-aliran yang berkembang di Syiria?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui sejarah Negara Syam hingga berdirinya Negara Syiria.
2. Untuk mengetahui sejarah masuknya Islam di Syiria.
3. Untuk mengetahui tatanan politik yang mempengaruhi perkembangan Islam di Syiria.
4. Untuk mengetahui kecenderungan aliran-aliran yang berkembang di Syiria.
BAB II
PEMBAHASAN

1. Sejarah Syam hingga berdirinya Negara Syiria

Sebelum menjadi sebuah Negara, Kawasan Syiria dulunya di kenal dengan sebutan Syam.
Kata Syam itu berasal dari kata Saryaniyah yang kembali kepada Syam Bin Nuh yang tinggal
di negeri tersebut sesudah terjadi banjir. Daerah Syam pada saat ini mencakup daerah Suriah
(Aslinya Suriya maksudnya Negeri Siroyan) dan Lebanon, Palestina serta Yordania. Orang
syam membuat aturan di Syam semenjak masa Nuh sampai hari ini, dan dikenal dari mereka
itu sangat perkasa dalam peperangan dan suka dalam bepergian serta selalu bersegera dalam
belajar. Damaskus (Syria) tergolong propinsi Timur Tengah yang pertama tercakup ke dalam
wilayah Kekhalifahan Muslim-Arab, bersama Mesir. Damaskus atau Damascus memiliki
beragam nama, seperti Syam, Dimasyq, dan Damsyik. Kota ini dijuluki “Permata dari Timur.
Kata Syam atau Sham tidak hanya dinisbatkan kepada kawasan yang kini disebut Damaskus,
melainkan menjadi nama yang meliputi Suriah (Syria), Palestina Yordania, dan Lebanon.
Keseluruhan wilayah tersebut, menurut beberapa pakar geografi, dinamakan Suriah Raya.
Orang-orang arab Syamiyah telah mendiami Suriah sejak 5000 tahun SM. Disana telah
berdiri peradaban- peradaban kuno. Peradaban yang paling terkenal adalah peradaban
akadiyah, amuriyah, asyuriah, babilonia, dan aramiyah (aramic). Setelah itu Suriah tunduk
kepada kekaisaran akhmidiyah Persia, lalu kepada Iskandar Macedoni pada tahun 333 SM.
Kemudian Romawi menyerbu Suriah dalam perang Palestina utara pada tahun 64 SM. Sekitar
tahun 300 M, Suriah menjadi bagian dari kekaisaran Bizantium.
Wilayah Suriah-Palestina membentang dari sungai Efrat di sebelah utara ke arah selatan
melalui kawasan pantai laut Tengah sampai padang gurun Sinai. Keadaan geografis daerah
Suriah-Palestina sangat berbeda dengan Mesopotamia dan Mesir. Di Mesopotamia dan Mesir
terdapat sungai-sungai besar, yaitu Efrat dan Tigris di Mesopotamia dan Nil di Mesir, yang
memungkinkan munculnya peradaban besar di Mesopotamia dan Mesir. Namun wilayah
Suriah-Palestina tidak mempunyai sungai-sungai besar. Suriah-Palestina hanya memiliki dua
sungai kecil saja, yaitu Yordan dan Orontes, yang tidak dapat memungkinkan munculnya
peradaban besar seperti Mesopotamia dan Mesir.tetapi tanah yg cukup subur memungkinkan
untuk bercocok-tanam.
Damaskus sebelum datangnya Islam, merupakan daerah yang dikuasai Bangsa Semit sejak
3500 SM sampai 538 SM. Selain itu, juga pernah dijajah oleh Bangsa Yahudi. Bangsa Yahudi
berhasil mendirikan kekuasaan yang mandiri pada masa kepemimpinan Daud, anak dari Suku
Juddah dan mencapai kejayaannya pemerintahan Sulaiman (961-922 SM). Sepeninggal
Sulaiman, Bangsa Yahudi terpecah menjadi dua: kekuasaan Israel dibagian utara dan
kekuasaan Yudah di bagian selatan. Pada tahun 722 SM kekuasaan Israel diganti oleh bangsa
al-Syria. Kekuasaan al-Syria yang sempat diruntuhkan oleh bangsa Babylonia, bangkit
kembali dibawah kekuasaan Dinasti Chaldean atau Dinasti Babylonia Baru (625- 538/539
SM). Setelah itu dikuasai oleh Non-Semit ketika Persia di bawah pimpinan Cyrus. Pada tahun
333 SM, Alexander atau Iskandar Agung menaklukkan Persia dan mengembangkan
kebudayaan Yunani. Disanalah tumbuh peradaban baru yang mengungguli peradaban
sebelumnya dan peradaban ini dinamakan Peradaban Yunani.
Pada tahun 64 SM Syria jatuh ke tangan Bangsa Romawi. Kemudian Bangsa Romawi
Timur mengembangkan Agama Kristen di sana hingga kedatangan Islam. Penaklukan Islam
di Syria terjadi pada paruh pertama abad ketujuh Masehi, wilayah ini sudah dikenal
sebelumnya dengan nama lain seperti Bilad al-Sham, Levant, atau Syria Raya. Sebenarnya
pasukan Islam sudah berada di perbatasan selatan beberapa tahun sebelum Nabi Muhammad
saw. meninggal dunia pada tahun 632 M, seperti kejadian pertempuran Mu'tah pada tahun 629
M. Akan tetapi, penaklukan sesungguhnya baru dimulai pada tahun 634 M di bawah
Pemerintahan Khalifah Abu Bakar dan ‘Umar bin Khattab, dengan Khalid bin Walid sebagai
panglima utamanya.
Penaklukan Syria bermula dari insiden Mu'tah yang orang Islam melawan pasukan
Romawi. Perang ini bertujuan menuntut balas atas kematian seorang utusan nabi yang dikirim
kepada Kerajaan Gassan di Bushra. Pasukan Islam berkekuatan 3000 orang yang dipimpin
oleh Zaid bin Harisah. Pertempuran mu'tah adalah satu satunya pertempuran dengan Syria
pada masa kehidupan nabi. Setelah perang Mu'tah penaklukan tersebut dilanjutkan oleh Abu
Bakar. Abu Bakar mengirim tiga pasukan yang terdiri dari sekitar 3000 orang yang masing-
masing dipimpin oleh 'Amr bin al-'Ash, Yazid bin Abi Sufyan, dan Surahbil ibn Hasanah.
‘Abu ‘Ubaydah ibn al-Jarrah juga tidak lama kemudian menjadi komandan pasukan
gabungan, bahkan memimpin salah satu pasukan dan mengambil rute jamaah haji. Saat
kaum Muslimin disibukkan dengan penaklukan wilayah kedaulatan Bizantium di Syam dan
Palestina, kekuatan kaum Muslimin yang berskala kecil diarahkan untuk menaklukkan Iraq.
Khalid bin Walid yang ketika itu sedang beroperasi di Irak atas perintah AbuBakar untuk
segera berangkat dan membantu pasukan yang sedang bertempur di Syria. Dalam perjalanan
menuju Syria, Khalid berhadapan dengan pasukan Bizantium di dekat Damaskus dan berhasil
mengalahkan dan menguasainya. Khalid ibn al-Walid pun bergabung di Lembah Yarmuk dan
segera diangkat oleh khalifah menjadi panglima. Pertempuran Yarmuk merupakan perang
yang terjadi antara umat muslim melawan Pasukan Bizantium dalam penaklukan Syria. Umat
Islam dapat mengalahkan pasukan musuh walaupun ada sebagian yang melarikan diri ke tepi
sungai di Lembah Rukkad.
Setelah masa Khulafaur Rasyidin, Syiria menjadi basic kekhalifakan Umayyah dan Syiria
menjadi pusat perkembangan segala bidang keilmuan dan budaya. Setelah runtuhnya
Umayyah, Syiria berada di wilayah Kekaisaran Seljuk kemudian kepangeranan Antokhia yang
berdiri pasca peristiwa Perang Salib pertama dengan wilayah kekuasaannya meliputi Turki
modern dan Suriah. Terakhir sebelum Syiria berada dibawah kekuasaan Ottoman, Syiria
ditakukan oleh Dinasti Mamluk Kairo. Pada masa-masa tersebut, peradaban Kawasan Syiria
telah memasuki periode abad pertengahan. Setelah itu masuklah peradaban Suriah pada masa
Modern Awal yang ditandai denganpenaklukan Dinasti mamluk oleh Turki Usmani pada abad
ke-16 tepatnya pada tahun 1516 M dimana Sultan Selim I mengalahkan Mamluk dalam
pertempuran Marj Dabiq di wilayah Aleppo, Syiria Utara. Dan satu tahun setelahnya, pada
tahun 1517 Utsmani mengakhiri kesulthanan Mamluk dalam pertempuran Ridanieh.
Setelah menurunya Turki Usmani, wilayah Syam menjadi Negri jajahan Perancis dan
Inggris. Awal pembagian wilayah di Negeri Syam tercermin dari pembagiannya menjadi dua
wilayah pemerintahan, satu wilayah berada dibawah kekuasaan Perancis, yaitu dibagian utara,
satu wilayah lainnya dikuasai Inggris, yaitu dibagian selatan. Perancis menggunakan strategi
pencerai beraian terhadap wilayah yang didudukinya. Maka, Perancis mengumumkan
keinginannya untuk membuat Negara Lebanon raya dengan kaum Kristen maronit sebagai
pemegang kekuasaannya karena mereka memiliki hubungan agama dan budaya dengan
Perancis sejak era Utsmani. Lalu Perancis menambahkan daerah-daerah lain di Suriah
kedalam wilayah tersebut, sehingga terbentuk Negara Lebanon.
Tidak cukup sampai disitu, Perancis memecah sisa-sisa wilayah Suriah menjadi Negara-
negara kecil, yaitu Damaskus, Aleppo, Jabal al-Alawiyyin, dan Jabal el Druse yang berbatasan
dengan Yordania. Hal itu dilakukan Perancis setelah bendera Iskenderun (Alexandritta)
diserahkan kepada Attaturk. Sedangkan Inggris membagi wilayah yang didudukinya, yang
kala itu disebut Palestina, menjadi dua bagian, salah satunya tetap menggunakan nama yang
sama (Palestina), lalu mereka mengadakan proyek hunian bagi kaum Yahudi disana, sebagai
pelaksanaan isi perjanjian Balfour, satu wilayah lainnya adalah keamiran Transyordania
dengan menunjuk pangeran Abdullah bin Syarif Husain sebagai amirnya.
Republik Arab Suriah adalah Negara yang terletak di timur tengah, berbatasan dengan
Negara Turki di sebelah utara, Iraq timur, laut tengah di barat, dan Yordania diselatan. Suriah
beribukota Damaskus. Suriah terletak di pesisir timur laut tengah di asia barat. Luas
wilayahnya mencapai185.180 km. Suriah mendapat kemerdekaannya dari Prancis pada April
tahun 1946 dan kemudian membentuk Republik Arab Suriah setelah sebelumnya berbentuk
monarki. Penduduk Suriah terdiri dari berbagai etnis dan agama. Agama di Suriah terpecah
menjadi dua yaitu Muslim Sunni dan Muslim Syiah dimana Muslim Sunni di Suriah
merupakan mayoritas dengan Jumlah mereka sekitar (lebih dari 70%)3 . Suriah yang terdiri
dari ethnoreligious yang berarti kelompok masyarakat yang disatukan berdasarkan kesamaan
latar belakang agama yang menegaskan identitas etnis mereka dengan berdasarkan hubungan
kekeluargaan atau kesamaan agama.
Bentuk negara Suriah adalah Republik yang terdiri dari 14 propinsi dimana
pemerintahannya dikepalai oleh seorang presiden yang memegang posisi eksekutif tertinggi.
Kepala pemerintahan dikuasai oleh menteri dimana menteri ini juga yang mengatur dewan
perwakilan rakyat (majlis al-Sha’ab) yang memiliki 250 kursi rakyat. Dewan perwakilan
rakyat ini dipilih 4 tahun sekali dengan pemilihan umum dimana rakyat dapat memilih
wakilnya jika sudah berusia 18. Melihat bentuk negara yang Republik, orang Awam dapat
mengatakan bahwa Suriah menganut sistem pemerintahan demokrasi. Tetapi kebenarannya
Suriah jauh dari kata demokrasi dan kata republik tidak langsung menjamin demokratis atau
tidaknya suatu negara. Suriah merupakan negara yang jatuh bangun dalam perpolitikannya,
dimulai dari pengalaman dikuasai oleh kerajaan Ottoman, berada di bawah kekuasaan Prancis,
berada di bawah kekuasaan Sunni dan sekarang berada dibawah kekuasaan Syiah.
Pada sejarahnya Suriah merupakan negara yang telah lama memulai peradabannya. Hal ini
memungkinkan karena letak posisi Suriah yang strategis berada diantara Asia, Afrika, serta
Eropa. Menurut para peneliti Arkeologi, Suriah telah memainkan peran penting dalam
pengembangan budaya di Asia Barat. Dimana wilayah Suriah ini merupakan wilayah yang
digunakan untuk menuju Afrika, Eropa, Suriah merupakan negara yang pernah berada dalam
pengaruh kerajaan Ottoman, Turki. Setelah kerajaan Ottoman hancur, Suriah segera berada
dibawah pengaruh Prancis pada tahun 1920-1946.
Dari dulu sampai Sekarang Suriah terbagi menjadi 2 kubu yaitu kubu Sunni dan Syiah dan
kedua kubu inilah yang memainkan peranan politik di Suriah, pada tahun 1946-1963
perpolitikan di Suriah dikuasai oleh Sunni dan kemudian pada tahun 1963-1970 Syiah mulai
menyatukan diri untuk merebut kekuasaan dari Sunni hingga kemudian memimpin
perpolitikan Syiah dari 1970 hingga 2016. Perpolitikan di Sunni atau Syiah selalu menjadi
ajang perebutan kedua belah kubu karena menyangkut hal perbedaan etnis sehingga belum
pernah Sunni dan Syiah menjalankan politik Suriah secara bersamaan, yang terjadi adalah
Sunni yang menguasai politik atau Syiah yang menguasai politik.

2. Sejarah Masuknya Islam di Syiria.


Syam atau Suriah atau Syria menjadi sangat penting dalam catatan sejarah Islam. Antara
lain dikarenakan keberadaannya terkait dengan sejarah yang menyertai perjalanan hidup Nabi
Muhammad saw. ketika cahaya Islam mulai menyinari kawasan Abar dan penduduknya
beramai-ramai memeluk Islam, Nabi memperioritaskan Syam sebagai negeri pertama di luar
kawasan Semenanjung Arab yang diusahakan untuk menjalin kontak. Dia banyak mengirim
utusan ke Syam untuk mendakwahkan Islam. Posisi penting Suriah dalam catatan sejarah
Islam yang lain adalah pada masa lampau pernah menjadi pusat Khilafah sekaligus menjadi
pusat peradaban Islam. Damaskus pun pernah disebut sebagai kota pendidikan Islam dan kota
kelahiran Ilmuan Muslim. Kekuasan Islam di Suriah, dengan merebut Damaskus dari
cengkeraman Romawi, juga menunjukkan bahwa Damaskus di Suriah adalah saksi atas
keberanian dan ketangguhan pasukan Islam pada masa itu.
Periode modern dalam sejarah Islam bermula dari tahun 1800 M. dan berlangsung sampai
sekarang. Penaklukan Suriah oleh Salim I (1516 M) tidak menghasilkan perubahan dalam
kondisi administrasi dan populasi internal negara itu. Pembagian wilayah wilayah
administratif memunculkan nama baru yaitu “Wilayah”. Wilayah Damaskus, wilayah
Yerussalem, Safawi, dan Gazza, dikuasakan kepada Birdi al-Ghazzali, seorang gubernur
Damaskus yang licik yang seperti halnya Khair Bey, mengkhianati tuannya (mamluk al-
Gawri) pada pertempuran hebat di Dabik.
Penobatan ini menjadikan al-Ghazzali sebagai penguasa bayangan di Suriah. Tidak puas
dengan jabata itu, saat kematian Salim I (1520 M), ia menyatakan diri sebagai raja mandiri
dengan gelar al-Malik al-Asyraf (Raja paling Mulia), membuat mata uang dengan namanya,
dan mengajak sekutunya di Aleppo, Khair Bey, untuk melakukan hal yang sama. Tetapi
Sulaiman cepat bertindak. Pasukan Janissariyyah menghancurkan sebagian ibukota Suriah
dan sekitarnya, dan memberikan hukuman keras kepada sisa-sisa populasi dari masa
Timurlenk. Kemudian Pasya-pasya Turki berkuasa silih berganti antara yang satu dan yang
lainnya dengan pergantian yang cepat; selama 180 tahun (1517-1697 M) tidak kurang dari
133 orang di antara mereka berkuasa di Damaskus – lebih buruk dari rekor orang Mesir.
Ketika saudagar-saudagar Suriah mengembangkan perdagangan melalui darat pada abad
pertama kekuasaan Dinasti Usmani, Aleppo menjadi rute terakhir yang bersinggungan
dengan Irak, kemudian berakhir di Persia dan India.
Diantara jejak sejarah islam di Kota Tua Damaskus tersebar ke berbagai tempat baik berupa
benteng, makam, masjid, penginapan, dan pasar yang hingga kini masih menunukkan
perannya sebagai tempat kegiatan ekonomi. Benteng damaskus menjadi saksi utama
perebutan kekuasaan atas kota Damaskus sekaligus saksi terhadap patriotism para pejuang
muslim dalam mempertahankan kota. Kini benteng Damaskus menjadi museum perang dan
pusat berbagai kegiatan budaya yang telah di sahkan oleh UNESCO sebagai situs warisan
budaya pada tahun 1979 M.
3. Tatanan Politik Yang Mempengaruhi Perkembangan Islam Di Syiria

Suriah merupakan negara yang pernah berada dalam pengaruh kerajaan Ottoman,
Turki. Setelah kerajaan Ottoman hancur, Suriah segera berada dibawah pengaruh Prancis
pada tahun 1920-1946. Dari dulu sampai Sekarang Suriah terbagi menjadi 2 kubu yaitu
kubu Sunni dan Syiah dan kedua kubu inilah yang memainkan peranan politik di Suriah,
pada tahun 1946-1963 perpolitikan di Suriah dikuasai oleh Sunni dan kemudian pada
tahun 1963-1970 Syiah mulai menyatukan diri untuk merebut kekuasaan dari Sunni
hingga kemudian memimpin perpolitikan Syiah dari 1970 hingga 2016. Perpolitikan di
Sunni atau Syiah selalu menjadi ajang perebutan kedua belah kubu karena menyangkut
hal perbedaan etnis sehingga belum pernah Sunni dan Syiah menjalankan politik Suriah
secara bersamaan
Partai Ba’ath merupakan partai yang telah mengontrol perpolitikan Suriah sejak
tahun 1963. Partai Ba’ath merupakan partai yang dikuasai oleh kelompok Alawi yang
merupakan penganut Syiah, presiden Suriah sejak 2001-2016 ialah Bashar Al-Assad
dimana Bashar ini juga merupakan golongan sekte Alawi yang menganut Syiah, alawi
merupakan minoritas yang hanya sekitar 12% dari populasi Suriah. Sejak dikuasainya
Suriah oleh partai Ba’ath sedikit sekali kesempatan bagi kelompok politik lainnnya untuk
memiliki pengaruh di Suriah. Hal ini memicu konflik dalam perpolitikan Suriah dimana
partai Ba’ath yang dikuasi oleh AlawiSuriah merupakan negara di wilayah Syam yang
berbatasan langsung dengan Turki di sebelah utara, Palestina dan Jordania di sebelah
selatan, Lebanon dan Laut Tengah di Barat dan Irak di Timur. Karenanya secara geografis
dapat dikatakan bahwa Suriah adalah penghubung antara dua benua, Asia dan Afrika.
Letak yang strategis tersebut menjadikan Suriah sebagai wilayah yang diperebutkan
berbagai unsur kekuatan global.
Pada mulanya Suriah merupakan bagian dari wilayah kekuasaan Dinasti
Utsmaniyyah yang berpusat di Turki. Namun, pada tahun 1918 dengan dukungan dari
Inggris, akhirnya Suriah memisahkan diri dari Daulah Utsmaniyah dan pada tahun 1920
membentuk negara Republik Arab Suriah (Al-Jumhuriyyah Al-Arabiyyah As-Suriyah).
Pada tahun 1958-1961 Suriah bergabung dalam pan-Arabisme setelah akhirnya
memisahkan diri akibat kudeta militer yang dipimpin oleh Abdul Karim Nahlawy yang
tidak lain adalah pengikut Syiah Alawiyah. Pasca kudeta militer, peta politik di Suriah
dikuasai oleh Partai Sosialis Ba’ats (Hizb Al-Ba’ats Al-Isytiraki) yang mayoritas
anggotanya berasal dari kalangan Syiah Alawiyah. Melalui partai Ba’ats inilah kelompok
Syiah Alawiyah berhasil menguasai peta politik Suriah. Hal tersebut tidak terlepas dari
dukungan militer yang sejak semula didominasi Syiah. Kelompok ini berhasil memperluas
kekuatan militer serta membentuk undang-undang guna membatasi pergerakan kelompok
oposisi yang sebagian besar bermazhab Sunni dibawah kendali Ikhwanul Muslimin.
Sementara itu dibidang ekonomi, kelompok Syiah Alawiyah yang merupakan
minoritas dengan jumlah sekitar 15 persen dari 26 juta penduduk, mampu menguasai
berbagai sektor perekonomian di Suriah. Struktur ekonomi Suriah yang berbasis pada
sektor perminyakan pun sebagian besar dikuasai oleh keluarga, pejabat partai Ba’ats dan
pihak militer. Sikap diskrimanisi yang dilakukan rezim Asad tersebut menimbulkan
kecemburuan sosial dari kalangan Sunni hingga berujung pada berbagai macam bentuk
perlawanan di beberapa wilayah.
Sejak Syiah Alawiyah berhasil menguasai Partai Ba’ats pada 1955 sentimen anti
Sunni pun mengemuka di Suriah. Operasi militer kerap dilakukan pemerintah di beberapa
wilayah seperti di Hama pada Februari 1982 yang mayoritas penduduknya Sunni.
Perkembangan terakhir pada Februari 2012, pemerintah Asad telah melakukan hal yang
sama dengan memborbardir kota Hama hingga mengakibatkan tewasnya ribuan orang di
kota tersebut. Dunia internasional seolah menutup mata terhadap kekejaman rezim Asad
yang menurut catatan Gerakan Perubahan Nasional Suriah, tentara Assad telah membunuh
lebih dari 15.000 orang di beberapa provinsi Suriah. Nampaknya, sulit memprediksi kapan
konflik di Suriah akan berakhir dan menyusul keberhasilan “Arab Spring” di Tunisia,
Mesir dan Libya yang telah mampu melakukan reformasi sistem pemerintahan.
Maraknya pelanggaran HAM yang terjadi di Suriah menimbulkan tanda tanya besar
bagi masa depan revolusi di Suriah. Apakah revolusi yang dimulai dengan “Hari
Kemarahan Suriah” akan berakhir dengan konflik atau akan menghasilkan demokratisasi
layaknya di Tunisia dan Mesir. Nampaknya, sulit diprediksi kapan konflik yang terjadi di
Suriah akan berakhir. Kendati demikian, pihak-pihak yang bersengketa di Suriah dituntut
untuk melakukan dialog guna mencari sosuli konflik yang kian hari semakin akut tersebut.
Baik rezim Asad maupun kubu oposisi harus mengakhiri konflik yang telah
mengakibatkan tewasnya puluhan ribuan orang. Bila rakyat Suriah bersatu untuk
mensukseskan demokratisasi, maka konflik sektarian yang melanda Suriah yang terjadi
sejak lama tersebut akan surut. Disamping itu presiden Assad –sebagai pemegang otoritas-
diharapkan mampu mengadakan perundingan damai dengan pihak yang bersengketa
sehingga bisa terhindar dari perang saudara yang selama ini dikhawatirkan berbagai pihak.
Disisi lain, intervensi yang melibatkan kekuatan militer seyogyanya harus dapat dihindari.
Sebab dengan adanya campur tangan militer justru menambah kerugian bagi rakyat sipil
yang selama revolusi kerap menjadi sasaran pihak militer

4. Aliran-Aliran Yang Berkembang Di Syiria


Di negara Syiria yang mayoritas Islam berkembang 2 aliran keislaman yang
mencilok yakni Sunni dan Syiah. Penduduk Syiria mayoritas Sunni dan empat sekte Syi‘ah
minoritas. Sekte Syi‘ah terbesar, Alawiyah terpusat di Barat Laut Latakia dan menduduki
sekitar 12 % dari penduduk. Orang-orang Druze hanya menepati angka tiga persen dari
jumlah penduduk, tetapi menduduki posisi dominan di provinsi Barat Daya Suwaida.
Kaum Ismailiyah di Syria Tengah dan sejumlah kecil penganut Syiah Dua Belas Imam di
sekeliling Aleppo secara gabungan berjumlah satu persen dari jumlah penduduk. Pada
awal abad kesembilan belas, kaum elit poliik dan sosial di Kesultanan Utsmaniyah
mempersatukan institusi-instusi, simbol-simbol, dan kaum ulama Islam. Pada paruh kedua
abad ke- 20, cenderung sekular mendominasi Syiria, dan gerakan-geraka Namun tidak
dapat dipungkiri bahwa posisi umat islam sunni sebagai mayoritas justru tidak berarti apa-
apa jika dibandingkan dengan aparatur pemerintahan dan tentara di Suriah. Dua sektor
yang paling penting ini dikuasai oleh Syiah Nushairiyah setelah keberhasilannya
memainkan peran politik alih-alih membalikkan sejarah dengan menjadikan sekte tersebut
menjadi kelompok mayoritas yang berkuasa sehingga kaum sunni mengalami diskriminasi
dan intimidasi. Demi kepentingan menjaga kekuasaan, maka rezim Bashar al-Asad selaku
penganut Syiah Nushairiyah berusaha menjaga hegemoni kekuasaannya.
Syiah Alawiyah-Nushairiyah mampu membawahi hampir seluruh pemerintahan
dan militer di Suriah, bahkan sekitar 80 persen perwira dan divisi elit dibidang militer pun
tunduk dan menjadi oengikut sekte ini. Keterangan lain menurut wartawan asal Timur
Tengah, Hassan Shabra mengatakan bahwa jumlah keseluruhan pengikut sekte Syiah
AlawiyahNushairiyah ini dalam kemiliteran Suriah mencapai 90 persen dimana sisanya
ialah umat islam sunni, dan penganut agama lainnya. Dalam hal ini sosok alHaurani yaitu
Hafidz al-Asad berperan penting dalam menempatkan posisi Syiah Alawiyah-Nushairiyah
di elemen kemiliteran. Upaya-upaya untuk menguasai Suriah sudah berlangsung sebelum
Hafidz al-Asad menjadi penguasa, sejak saat itu banyak sekali orang-orang Alawiyyin
yang berbondong-bondong masuk menjadi pengikut sekte dan melebihi jumlah pengikut
sekte Syiah Ismailiyah Karena keberpihakan tentara kepada pemerintah yang berkuasa
yaitu Syiah Alawiyah-Nushairiyah ini, maka tak heran jika terjadi aksi-aksi dan oposisi
yang dilancarkan oleh rakyat Suriah sendiri. Apalagi keberpihakan tersebut bukan sekedar
untuk mengamankan kekuasaan dan negara, tetapi demi mengamankan ideologi dan
kepentingan sekte itu. Ideologi dendam mereka yang sudah mendarah daging selama
berabad-abad sebab mempermasalahkan hak kekhalifahan yang membuat mereka terus
dihantui keresahan tentang nasib dan keberadaan mereka jika tak lagi berkuasa, hal ini
menjadi faktor utama mereka untuk menguasai Suriah dengan segala cara
Saat ini keberadaan kelompok tersebut bisa didapati di Barat dan Utara Suriah,
Barat Turki, Utara Libanon, Persia, Turkistan, Rusia, dan Kurdistan. Sebagian ulama tidak
menggunakan istilah “Syiah Alawiyah”, karena istilah tersebut menguntungkan mereka
yang selama ini mengaku sebagai pengikut setia Ali bin Abi Thalib. Padahal, akidah dan
segala bentuk ritual ibadah mereka bertentangan sama sekali dengan prinsip-prinsip Islam
dan akidah yang dianut oleh Ali bin Abi Thalib. Karenanya, mereka tidak suka disebut
Syiah Nushairiyah, melainkan senang dengan sebutan ” Syiah Alawiyah”, meskipun
akidah sangat berseberangan jauh dengan Ali bin Abi Thalib
Keberadaan mereka terbanyak berada di wilayah Lattakia (Ladzakiah), Homsh, dan
Talkalkh yang terletak di Suriah Barat, berdekatan dengan Lebanon. Sisanya, mereka
terserak menjadi komunitas-komunitas kecil di beberapa desa. Mereka terdiri dari
berbagai macam suku dan kelompok, seperti Al-Khayyatiyah, Al-Haddadiyah, Al-
Mutawarah (Al-Milaniyah), AlKalbiyah, Al-Jaranah, Al-Kalaziah, Al-Qamariah, Al-
Makhusiyah, dan AnNayashifah. Nama-nama kelompok tersebut berasal dari nama
sebuah desa atau tokoh pimpinan lokal mereka. Hafizh Al-Asad berasal dari suku
AlKalbiyah.
Syaikh Abu Mus’ab As-Suri dalam bukunya “Ahlu Sunnah fis Syam fi Muwajahat
An-Nushairiyah Ash-Shalibiyah Al-Yahudiyah” (Ahlu Sunnah di Syam dalam
Menghadapi Kelompok Nushairiyah, Salibis, dan Yahudi) menyimpulkan poin-poin
penting dari pendapat Syaikh Taqiyuddin Ibnu Taimiyah, seorang ulama Syam yang
mengetahui persis sepak terjang kelompok Syiah Nushairiyah ini, tentang mengapa
kelompok ini berbahaya dan perlu diperangi tokoh-tokoh Nushairiyah lain yang cukup
dikenal dan menjadi propagandis kelompok ini adalah; Muhammad bin Jundab, Abu
Muhammad Abdullah bin Muhammad Al-Hanan Al-Janbalani, Husain bin Ali bin Husain
bin Hamdan Al-Khusaibi, Syaikh Isa Sa’ud, dan Muhammad bin Ali Al-Jaili.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Negri Syam merupakan negri yang diberkahi sebgaaimana tercatat dalamhadis
Nabi Muhammad SAW. Nama Syam diambil dari anam keturunan Nabi Nuh yakni
Sam. Negri Syam telah melalui sejarah panjang kepemimpinan dimulai dari pra
sejarah-pra Islam ditaklukan oleh Islam menjadi negri jajahan Eropa sampai pada
pembentukan Negara Syiria yang republic
Kendati demikian, warga Syam yang terdiri dari berbagai agama memiliki sikap
sangat terbuka. Sehingga mereka sangat terbuka dengan Islam. Islam masuk pertama
kali ke Syiria saat masa Nabi Muhammad SAW dengan mengutus utusan kesana. Lalu
Syam berada di bawah kekuasaan Islam sejak zaman Khalifah Abu-Bakar Ash-
Shiddiq dan di perluas lagi oleh Umar bin Khattab. Islam di Syiria semakin kuat dan
semakin jaya dengan adanya Dinasti Umayyah yang menjadikan Damaskus Syiria
sebagai basic kekhalifahannya. Hingga kini, Syam terkenal dengan kekentalan
Islamnya, banyaknya Ulama intelektual disana berbagai ilmu-ilmu agama pun uga
tersebar luas diSyiria.
Memasuki masa pemerintahan Republik yang Demokratis, Syiria dihadapkan oleh
tatanan politik yang semrawut dan banyak tindak kudeta. Pendudukan kursi
pemerintahan selalu menjadi rebutan dan konflik antara Sunni dan Syiah. Sehingga
tidak mengherankan jika Syiria selalu menjadi Negara dengan kasus konflik dan
menewaskan banyak korban. Kendati demikian , Syam atau Syiria perkembangan
Islam di Syam atau Syiria terus berlanjut.
Aliran-aliran yang paling menonjol di Syiria adalah aloran Islam Sunni dan Syiah.
Kedua aliran ini, sampai saat ini masih belum bisa hidup berdampingan dan yang
berkuasa akan mendiskriminasi lawannya. Syiah di bawah kepemimpinan Bashar,
demi kepentingan menjaga kekuasaan, maka rezim Bashar al-Asad selaku penganut
Syiah Nushairiyah berusaha menjaga hegemoni kekuasaannya. Syiah Alawiyah-
Nushairiyah mampu membawahi hampir seluruh pemerintahan dan militer di Suriah,
DAFTAR PUSTAKA

Mufrodi, Ali. 1997. “Islam di Kawasan Kebudayaan Arab”. Cet. 1; Jakarta: Logos

Mulyana, yan. Dkk. Power Negara Islam Irak dan Suriah (Islamic State of Irak and Suriah). Jurnal
Ilmu Poltik dan Komunikasi. Vol. Vi No.1. 2016.

Shabra, Hassan. 2013. “Suriah: Suquth Al-'Ailah wa Audatul Wathan”, Beirut: Ad-Dar Al-
'Arabiyah li Al-'Ulum Nasyirun.

Supriyadi, Dedi. Sejarah Peradaban Islam. Bandung:Pustaka Setia. Cet.1 2008.

Syahraeni, Andi. Islam di Syiria. Jurnal Rihlah, Vol.V, No.2. 2016.

Syalabi. A. Sejarah dan Kebudayaan Islam 2. Jakarta:Pustaka Al-Husna Baru. Cet. 10, 2003.

Anda mungkin juga menyukai