Anda di halaman 1dari 35

A.

PENDAHULUAN
Peradaban Islam adalah terjemahan dari kata Arab al-Hadhārah al-Islāmiyah. Kata Arab
ini sering juga diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan Kebudayaan Islam.
Kebudayaan Islam dalam dalam bahasa Arab adalah al-Tsaqāfah. Di Indonesia
sebagaimana juga di Arab dan Barat, masih banyak orang yang mensinonimkan dua
kata “kebudayaan” (Arab, al-Tsaqāfah; Inggris, culture) dan beradaban (Arab, al-
Hadhārah; Inggris, civilization). Dalam perkembangan ilmu antropologi sekarang,
kedua istilah itu dibedakan, kebudayaan adalah bentuk ungkapan tentang semangat
mendalam suatu masyarakat. Sedangkan, manifestasi-manifestasi kemajuan mekanis
dan teknologis lebih berkaitan dengan peradaban. Kalau kebudayaan lebih banyak
direfleksikan dlam seni, sastra, religi (agama), dan moral, maka peradaban terefleksi
dalam politik, ekonomi dan teknologi.
Pembahasan sejarah perkembangan peradaban Islam yang sangat panjang dan luas itu
tidak bias dilepaskan dari pembahasan sejarah perkembangan politiknya. Bukan saja
karena persoalan-persoalan politik sangat menentukan perkembangan aspek-aspek
peradaban tertentu seperti yang terlihat di buku karya Dr. Badri Yatim, M.A., tapi
terutama karena sistem politik dan pemerintahan itu sendiri merupakan salah satu aspek
penting dari peradaban, sebagaimana disebutkan di atas, karena itulah uraian dalam
sejarah politik Islam sangat dominan seperti sistem pemerintahan, ekonomi, ilmu
pengetahuan, pendidikan dan seni bangunan.

B. RIWAYAT HIDUP MUHAMMAD


Ketika Nabi Muhammad Saw. lahir (570 M), Makkah adalah sebuah kota yang sangat
penting dan terkenal diantara kota-kota di negeri Arab, baik karena tradisinya maupun
karena letaknya. Kota ini dilalui jalur perdagangan yang ramai, menghubungkan Yaman
di selatan dan Syiria di utara. Dengan adanya Ka’bah ditengah kota, Makkah menjadi
pusat keagamaan Arab. Ka’bah adalah tempat mereka berziarah. Didalamnya terdapat
360 berhala, mengelilingi berhala utama, Hubal. Makkah kelihatan makmur dan kuat.
Agama dan masyarakat Arab ketika itu mencerminkan realitas kesukuan masyarakat
jazirah Arab dengan luas satu juta mil persegi.
Jazirah Arab memang merupakan kediaman mayoritas bangsa Arab yang terbagi
menjadi dua bagian besar, yaitu bagian tengah dan pesisir. Disana tidak ada sungai yang
mengalir tetap, yang ada hanya lembah-lembah berair dimusim hujan. Sebagian besar
daerah jazirah adalah padang pasir sahara yang terletak ditengah dan memiliki keadaan
dan sifat yang berbeda-beda, karena itu ia bisa dibagi menjadi tiga bagian:
1. Sahara langit memanjang 140 mil dari utara ke selatan dan 180 mil dari barat ke
timur, isebut juga sahara nufud. Oase dan mata air sangat jarang, tiupan angin seringkali
menimbulkan kabut debu yang mengakibatkan daerah sukar ditempuh.
2. Sahara selatan yang membentang penyambung sahara langit kea rah timur sampai
selatan Persia. Hampir seluruhnya merupakan dataran keras, tandus dan pasir
bergelombang. Daearah ini juga disebut dengan al-Rub’ al-Khali (bagian yang sepi).
3. Sahata Harrat, suatu daerah yang terdiri dari tanah liat yang berbatu hitam bagaikan
terbakar. Gugusan-gugusan batu hitam itu menyebar keluasan sahara ini, seluruhnya
mencapai 29 buah.
Penduduk sahara sangat sedikit terdiri dari suku-suku badui yang mempunyai gaya
hidup pedesaan dan nomadic, berpindah-pindah dari daerah satu ke daerah yang lain
guna mencari air dan padang rumput untuk binatang gembalaan mereka, kambing dan
onta.
Muhammad Saw. adalah anggota Bani Hasyim, suatu kabilah yang kurang berkuasa
dalam suku Quraisy. Kabilah ini memegang jabatan siqayah. Nabi Muhammad lahir
dari keluarga terhormat yang relative miskin. Ayahnya bernama Abdullah anak Abdul
Muthallib, seorang kepala suku Quraisy yang besar pengaruhnya. Ibunya adalah
Aminah binti Wahab dari Bani Zuhrah. Tahun kelahiran nabi dikenal dengan nama
Tahun Gajah (570 M). Dinamakan demikian, karena pada tahun itu gubernur kerajaan
Habsyi (Ethiopia), dengan menunggang kuda menyerbu Makkah untuk menghancurkan
Ka’bah.
Muhammad lahir dalam keadaan yatim karena ayahnya Abdullah, meninggal dunia tiga
bulan setelah dia menikahi Aminah. Muhammad kemudian diserahkan kepada ibu
pengasuh, Halimah Sa’diyah. Dalam asuhannyalah Muhammad dibesarkan sampai usia
empat tahun. Setelah itu, kurang lebih dua tahun ia berada dalam asuhan ibu
kandungnya. Ketika berusia enam tahun ia menjadi yatim piatu. Setelah Aminah
meninggal, Abdul Muthallib mengambil alih tanggung jawab merawat Muhammad.
Namun, dua tahun berselang Abdul Muthallib meninggal dan selanjutnya Abu Thalib
menjadi pengasuhnya.
Masa muda, Muhammad hidup dengan mengembala kambing keluarga dan penduduk
Makkah. Melalui tempat pengembalaan ini, ia bisa merenung dan berpikir. Dalam
suasana demikian, ia ingin melihat sesuatu dibalik semuanya. Ia dating ke Dyiria
(Syam), pada usia 12 tahun dalam rombongan kafilah dagang. Pada usia 25 tahun,
Muhammad berangkat lagi ke Syiria membawa barang dagangan saudagar wanita kaya
raya yang telah lama menjanda, Khatijah. Dalam perdagangan ini, Muhammad
memperoleh laba yang besar, Khatijah kemudian melamarnya. Lamaran diterima dan
perkawinan segera dilaksanakan. Ketika itu, Muhammad berusia 25 tahun dan Khatijah
40 tahun.
Menjelang usia 40 tahun, ia sudah terlalu biasa memisahkan diri dari kegalauan
masyarakat, berkontemplasi di Gua Hira, beberapa kilometer di utara Makkah. Di sana
Muhammad mula-mula berjam-jam kemudian berhari-hari bertafakkur. Pada tang 17
Ramadhan tahun 611 M, malaikat Jibril muncul dihadapannya dan menyampaikan
wahyu pertama dari Allah. Setalah wahyu pertama itu dating, Jibril tidak muncul lagi
untuk beberapa lama, sementara Nabi Muhammad menantikannya dan selalu dating ke
Gua Hira’. Dalam keadaan menanti itulah turun wahyu yang membawa perintah
kepadanya.
Dalam poin ini lebih diprioritaskan pada bahasan tentang Nabi Muhammad saw. yang
berhubungan dengan riwayat hidup Muhammad, meliputi Arab sebelum Islam,
Dak’wah dan perjuangan, dan pembentukan Negara Madinah.

C. MASA KEJAYAAN ISLAM I (650-1000 M)

1. Khalifah Rasyidah
Nabi Muhammad saw. tidak meninggalkan wasiat tentang siapa yang akan
menggantikan beliau sebagai pemimpin politik umat Islam setelah beliau wafat. Karena
itulah, tidak lama setelah beliau wafat; belum lagi janazahnya dimakamkan, sejumlah
tokoh muhajirin dan anshor berkumpul dib alai kota Bani Sa’idah, Madinah. Mereka
memusyawarahkan siapa yang akan dipilih menjadi pemimpin. Musyawarah itu
berjalan cukup a lot karena masing-masing pihak, baik muhajirin maupun anshor sama-
sama merasa berhak menjadi pemimpin umat Islam. Namun, dengan semangat ukhuwah
Islamiah yang tinggi, akhirnya Abu Bakar terpilih. Rupanya semangat keagamaan Abu
Bakar mendapat penghargaan yang tinggi dari umat Islam,[1] sehingga masing-masing
pihak menerima dan membaiatnya.
Sebagai pemimpin umat Islam setelah Rasul, Abu Bakar disebut Khalifah Rasulillah
(pengganti Rasul) yang dalam perkembangan selanjutnya disebut khalifah saja. Khalifah
adalah pemimpin yang diangkat sesudah nabi wafat untuk menggantikan tugas beliau
sebagai pemimpin agama dan kepala pemerintahan.
Tampaknya, kekuasaan yang dijalankan Abu Bakar, sebagaimana pada masa
Rasulullah, bersifat sentral; kekuasaan legislative, eksekutif dan yudikatif terpusat di
tangan khalifah. Selain menjalankan roda kepemerintahan, khalifah juga melaksanakan
tugas hukum. Meskipun demikian, seperti juga Nabi Muhammad, Abu Bakar selalu
mengajak sahabat-sahabat besarnya bermusyawarah.
Ketika Abu Bakar sakit dan merasa ajalnya sudah dekat, ia bermusyawarah dengan para
pemuka sahabat, kemudian mengangkat Umar sebagai penggantinya dengan maksud
untuk mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan dan perpecahan dikalangan umat
Islam. Kebijaksanaan Abu Bakar ternyata diterima masyarakat yang segera secara
beramai-ramai membaiat Umar. Umar menyebut dirinya Khalifah Khalifati Rasulillah
(pengganti dan pengganti Rasulullah). Ia juga memperkenalkan istilah Amir al-
Mu’minin (komandan orang-orang yang beriman).
Di zaman Umar gelombang ekspansi (perluasan daerah kekuasaan) pertama terjadi, ibu
kota Syiria, Damaskus, jatuh tahun 635 M. dan setahun kemudian, setelah tentara
Bizantium kalah dipertempuran Yarmuk, seluruh daerah Syiria jatuh kebawah
kekuasaan Islam. Dengan memakai Syiria sebagai basis, ekspansi diteruskan ke Mesir
di bawah kepemimpinan ‘Amr ibn ‘Ash dank e Irak dibawah pimpinan Sa’ad ibn Abi
Waqqash. Iskandaria, ibu kota Mesir, ditaklukkan tahun 641 M. dengan demikian,
Mesir jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Al-Qudsiyah, sebuah kota dekat Hirah di Irak,
jatuh pada tahun 637 M. dari saba peperangan dilanjutkan ke ibu kota Persia, al-Madain
yang jatuh pada tahun itu juga. Pada tahun 641 M, Mosul dapat dikuasai. Dengan
demikian, pada masa kepemimpinan Umar, wilayah kekuasaan Islam sudah meliputi
Jazirah Arab. Palestina, Syiria, sebagian besar wilayah Persia dan Mesir.[2]
Karena perluasan daerah terjadi dengan cepat, Umar segera mengatur administrasi
Negara dengan mencontoh administrasi yang sudah berkembang terutama di Persia.
Administrasi pemerintahan diatur menjadi delapan wilayah propinsi: Makkah, Madinah,
Jazirah, Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir. Beberapa departemen yang dipandang
perlu didirikan. Pada masanya mulai diatur dan ditertibkan sistem pembayaran gaji dan
pajak tanah. Pengadilan didirikan dalam rangka memisahkan lembaga yudikatif dengan
lembaga eksekutif. Untuk menjaga keamanan dan ketertiban, jawatan kepolisian
dibentuk. Demikian juga pekerjaan umum.[3] Umar juga mendirikan Bait al-Mal,
menempa mata uang dan menciptakan tahun hijrah.
Di masa pemerintahan Usman ibn Affan (644-655 M), Armenia, Tunisia, Cyprus,
Rhodes, dan bagian yang tersisa dari Persia, Transoxania dan Tabaristan berhasil
direbut. Ekspansi Islam pertama berhenti sampai disini. Pemerintahan Usman
berlangsung selama 12 tahun. Pada masa paroh terakhir masa kekhalifaannya, muncul
perasaan tidak puas dan kecewa dikalangan umat Islam terhadapnya, kepemimpinan
Usman memang berbeda dengan kepemimpinan Umar. Ini mungkin karena umurnya
yang lanjut (diangkat dalam usia 70 tahun) dan sifatnya yang lemah lembut. Akhirnya,
pada tahun 35 H / 655 M, Usman dibunuh oleh kaum pemberontak yang terdiri dari
orang-orang yang kecewa itu.
Salah satu faktor yang menyebabkan banyak rakyat kecewa terhadap kepemimpinan
Usman adalah kebijaksanaannya mengangkat keluarga dalam kedudukan tinggi. Yang
terpenting diantaranya adalah Marwan ibn Hakam. Dialah pada dasarnya yang
menjalankan roda kepemerintahan, sedangkan Usman hanya menyandang gelar
khalifah.[4] Setelah banyak keluarganya yang duduk dalam jabatan-jabatan penting.
Usman laksana boneka dihadapan kerabatnya itu. Dia tidak dapat berbuat banyak dan
terlalu lemah terhadap keluarganya. Dia juga tidak tegas terhadap kesalahan bawahan.
Harta kekayaan Negara, oleh kerabatnya dibagi-bagikan tanpa terkontrol oleh Usman
sendiri. Dengan demikian bukan berarti bahwa pada masa Usman tidak ada kegiatan-
kegiatan penting. Usman berjasa membangun bendungan untuk menjaga arus banjir
yang besar dan mengatur pembagian air ke kota-kota. Dia juga yang membangun jalan-
jalan, jembatan-jembatan, masjid-masjid, dan memperluas masjid nabi di Madinah.
Setelah Usman wafat, masyarakat beramai-ramai membaiat Ali ibn Abi Thalib sebagai
khalifah. Ali memerintah hanya enam tahun. Selama masa pemerintahannya, ia
menghadapi berbagai pergolakan. Tidak ada masa sedikitpun dalam masa
pemerintahannya yang dapat dikatakan stabil. Setelah menduduki jabatan khalifah, Ali
memecat para gubernur yang diangkat oleh Usman. Dia yakin bahwa pemberontakan-
pemberontakan terjadi karena keteledoran mereka. Dia juga menarik kembali tanah
yang dihadiahkan Usman kepada penduduk dengan menyerahkan hasil pendapatannya
kepada Negara, dan memakai kembali sistem distribusi pajak tahunan sebagaimana
pernah diterapkan oleh Umar.[5]
Tak lama setelah itu, Ali menghadapi pemberontakan Thalhah, Zubair dan Aisyah. Alas
an mereka, Ali tidak mau menghukum para pembunuh Usman dan mereka menuntut
bela terhadap darah Usman yang telah ditumpahkan secara zalim. Kedudukan Ali
semakin lemah sebagai khalifah kemudian dijabat oleh anaknya, Hasan selama beberapa
bulan. Namun, karena Hasan ternyata lemah, sementara Mu’awiyah semakin kuat.
Maka Hasan membuat perjanjian damai. Perjanjian ini dapat mempersatukan umat
Islam kembali dalam satu kepemimpinan politik. Dibawah Mu’awiyah ibn Abi Sufyan.
Disisi lain Mu’awiyah juga menjadi penguasa absolute dalam Islam.
2. Khalifah Bani Umayyah
Memasuki masa kekuasaan Mu’awiyah yang menjadi awal kekuasaan Bani Umayyah,
pemerintahan yang bersifat demokrasi berubah menjadi monarchiheridetis (kerajaan
turun temurun). Kekhalifaan Mu’awiyah diperoleh melalui kekerasan, diplomasi dan
tipu daya, tidak dengan pemilihan atau suara terbanyak. Suksesi kepemimpinan secara
turun temurun dimulai ketika Mua’wiyah mewajibkan seluruh rakyatnya untuk
menyatakan setia terhadap anaknya, Yazid. Mu’awiyah bermaksud mencontoh kepada
monarchi di Persia dan Bizantium. Dia memang tetap menggunakan istilah khalifah,
namun dia memberikan interpretasi baru dari kata-kata itu untuk mengagungkan
jawaban tersebut. Dia menyebutnya “khalifah Allah” dalam pengertian “penguasa yang
diangkat oleh Allah”.[6]
Kekuasaan Bani Umayyah berumur kurang lebih 90 tahun. Ibu kota Negara
dipindahkan Mu’awiyah dari Madinah ke Damaskus, tempat ia berkuasa sebagai
gubenur sebelumnya. Khalifah-khalifah besar dinasti Bani Umayyah ini adalah
Mu’awiyah ibn Abi Sufyan (661-680 M), Abd. Al-Malik ibn Marwan (685-705 M), Al-
Walid ibn Abd. Malik (705-715 M), Umar ibn Abd al-Aziz (717-720 M), dan Hasyim
ibn Abd. Malik (724-743 M).
Ekspansi yang terhenti pada masa khalifah Usman dan Ali dilanjutkan kembali oleh
dinasti ini. Di sebelah timur, Muawiyah dapat menguasi daerah Khurasan samapi ke
sungai Oxus dan Afganistan sampai ke Kabul. Angkatan lautnya melakukan serangan
ke ibu kota Bizantium, Konstantinopel. Ekspansi ke timur yang dilakukan Muawiyah
kemudian dilanjutkan oleh Abd. Al-Malik, dia mengirim tentara menyebrangi sungai
Oxus dan berhasil menundukkan Balkh, Bukhara, Khawariz, Ferghana dan Samarkand.
Tentaranya bahkan sampai ke India dan dapat menguasai Balukhistan, Sind, dan daerah
Punjab sampai ke Maltan.
3. Khalifah Bani Abbas
Kekuasaan dinasti Bani Abbas atau khalifah Abbasiyah, sebagaimana disebutkan,
melanjutkan kekuasaan Bani Umayyah, dianamakan khalifah Abbasiyah karena para
pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan al-Abbas paman Nabi Muhammad
saw. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah al-Suffah ibn Muhammad ibn Ali ibn
Abdullah ibn al-Abbas. Kekuasaanya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang,
dari tahun 132 H / 750 M s/d 656 H / 1258 M. selama dinasti ini berkuasa, pola
pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial,
dan budaya. Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik itu, para sejarawan
biasanya membagi masa pemerinthan membagi masa pemerintahan Bani Abbas menjadi
lima periode;
a. Periode Pertama (132 H/750 M – 232 H/847 M), disebut periode pengaruh Persia
pertama.
b. Periode Kedua (232 H/847 M – 334 H/945 M), disebut masa pengaruh Turki
pertama.
c. Periode Ketiga (334 H/945 M – 447 H/1055 M), masa kekuasaan dinasti Buwaih
dalam pemerintahan khalifah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia
kedua.
d. Periode Keempat (447 H/1055 M – 590 H/1194 M), masa kekuasaan dinasni Bani
Saljuk dalam pemerintahan khalifah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh
Turki kedua.
e. Periode Kelima (590 H/1194 M – 656 H/1258 M), masa khalifah bebas dari
pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaanya hanya efektif disekitar kota Baghdad.
D. MASA DISINTEGRASI (1000-1250 M)

1. Dinasti yang Memerdekakan Diri dari Baghdad


Disentegrasi dalam bidang politik sebenarnya sudah mulai terjadi di akhir zaman Bani
Umayyah. Akan tetapi, berbicara tentang politik Islam dalam lintas sejarah, akan terlihat
perbedaan antara pemerintahan Bani Umayyah dengan pemerintahan Bani Abbas.
Wilayah kekuasaan Bani Umayyah, mulai dari awal berdiri sampai masa
keruntuhannya, sejajar dengan batas-batas wilayah kekuasaan Islam. Hal ini tidak
seluruhnya benar untuk diterapkan pada pemerintahan Bani Abbas. Kekuasaan ini tidak
pernah diakui di Spanyol dan Afrika Utara, kecuali Mesir yang bersifat sementara dan
kebanyakan bersifat nominal. Bahkan dalam kenyataannya, banyak daerah tidak
dikuasai khalifah.[7] Secara riil, daerah itu berada dibawah kekuasaan gubernur-
gubernur propinsi bersangkutan. Hubungannya dengan khalifah ditandai dengan
pembayaran upeti.[8]
Akibat dari kebijakan yang lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan
Islam dari persoalan politik itu, propinsi-propinsi tertentu di pinggiran mulai lepas dari
genggaman kekuasaan Bani Abbas. Ini bisa terjadi dalam salah satu cara: pertama,
seorang pemimpin lokal memimpin suatu pemberontakan dan berhasil memperoleh
kemerdekaan penuh. Seperti Daulah Umayyah di Spanyol dan Idrisiyah di Maroko.
Kedua, seorang yang ditunjuk oleh gubernur menjadi khalifah, kedudukannya semakin
bertambah kuat, seperti Daulah Aghlabiyah di Tunisia dan Thahiriyah di Khurasan.

2. Perebutan kekuasaan di Pusat Pemerintahan


Faktor lain yang menyebabkan peran politik Bani Abbas menurun adalah perebutan
kekuasaan di pusat pemerintahan. Hal ini sebenarnya juga terjadi pada pemerintahan-
pemerintahan Islam sebelumnya. Tetapi, apa yang terjadi pada pemerintahan Abbasiyah
berbeda dengan yang terjadi sebelumnya. Pertumpahan darah pertama dalam Islam
karena perebutan kekuasaan terjadi pada masa kekhalifaan Ali ibn Abi Thalib. Pertama-
tama, Ali menghadapi pemberontakan dari Thalhah, Zubair dan Aisyah. Alasan
pemberontakan itu adalah Ali tidak mau menghukum para pembunuh Usman.
Pada masa pemerintahan Bani Abbas, perebutan kekuasaan seperti itu juga terjadi,
terutama di awal berdirinya. Akan tetapi, pada masa-masa berikutnya, seperti yang
terlihat pada periode kedua dan seterusnya, meskipun khalifah tidak berdaya, tidak ada
usaha untuk merebut jabatan khalifah dari tangan Bani Abbas. Hal ini disebabkan
khalifah sudah dianggap sebagai jabatan keagamaan yang sacral dan tidak bisa
diganggu gugat lagi. Sedangkan, kekuasaan dapat didirikan di pusat maupun daerah
yang jauh dari pusat pemerintahan dalam bentuk dinasti-dinasti kecil yang merdeka.
Tentara Turki berhasil merebut kekuasaan tersebut.

3. Perang Salib
Gerakan penting dalam gerakan ekspansi yang dilakukan oleh Alp Arselan adalah
peristiwa Manzikart (464 H/1071 M). tentara Alp Arselan yang hanya berkekuatan
15.000 prajurit, dalam peristiwa ini berhasil mengalahkan tentara Romawi yang
berjumlah 200.000 orang terdiri dari tentara Romawi, Ghuz, Al-Akraj, Al-Hajr, Prancis
dan Armenia. Peristiwa ini menanamkan benih permusuhan dan kebencian orang
Kristen terhadap umat Islam, yang kemudian mencetuskan Perang Salib. Kebencian itu
bertambah setelah Dinasti Saljuk dapat merebut Bait al-Maqdis pada tahun 471 H dari
kekuasaan Dinasti Fathimiyah, Mesir. Penguasa Saljuk menetapkan beberapa peraturan
bagi umat Kristen yang ingin berziarah ke Bait al-Maqdis. Peraturan itu dirasakan
sangat menyulitkan mereka.[9] Untuk memperoleh kembali keleluasan berziarah ke
tanah suci Kristen itu, pada tahun 1095 M, Paus Urbanus II berseru kepada umat
Kristen di Eropa supaya melakukan perang suci.[10] Perang ini kemudian dikenal
dengan nama Perang Salib, yang terjadi dalam tiga periode;
a. Periode Pertama; tahun 1095 M., 150.000 orang Eropa, sebagian besar bangsa
Prancis dan Norman, berangkat menuju konstantinopel, kemudian ke Palestina. Tentara
Salib yang dipimpin oleh Godfrey, Bohemond, dan Raymond ini memperoleh
kemenangan besar. Setelah menaklukkan Bait al-Maqdis, tentara Salib melanjutkan
ekspansinya. Mereka menguasai kota Akka (1104 M), Tripoli (1109 M), dan Tyre (1124
M). di Tripoli mereka mendirikan kerajaan Latin IV. Rajanya adalah Raymond.[11]

b. Periode Kedua; imaduddin Zanki, penguasa Moshul dan Irak, berhasil


menaklukkan kembali Aleppo, Hamimah dan Edessa pada tahun 1144 M. namun, ia
wafat tahun 1146 M. tugasnya dilanjutkan oleh puteranya, Nuruddin Zanki. Yang
berhasil mereput Antiochia dan Edessa dapat direbut kembali. Jatuhnya Yarussalem ke
tangan kaum muslimin sangat memukul perasaan tentara salib. Merekapun menyusun
rencana balasan. Kali ini tentara Salib dipimpin oleh Frederick Barbarossa, raja Jerman,
Richard The Lion Hart, raja Inggris, dan Philip Augustus, raja Prancis.

c. Periode Ketiga; tentara Salib pada periode ini dipimpin oleh raja Jerman, Frederick
II. Kali ini mereka berusaha merebut Mesir lebih dahulu sebelum ke Palestina, dengan
harapan dapat bantuan dari orang-orang Kristen Qibthi. Perang Salib yang berkobar di
timur. Perang ini tidak berhenti di Barat, di Spanyol, sampai umat Islam terusir dari
sana. Walaupun umat Islam berhasil mempertahankan daerah-daerah dari tentara Salib,
namun kerugian yang mereka derita bayak sekali, karena peperangan terjadi di kawasan
Islam.

4. Sebab-Sebab Kemunduran Pemerintahan Bani Abbas


Berakhirnya kekuasaan dinasti Saljuk atas Baghdad atau khalifah Abbasiyah merupakan
awal dari periode kelima. Pada periode ini, khalifah Abbasiyah tidak lagi berada di
bawah kekuasaan atau dinasti tertentu, walaupun banyak sekali dinasti Islam berdiri.
Ada diantaranya yang cukup besar, namun yang banyak adalah dinasti kecil. Di
samping kelemahan khalifah, banyak faktor yang menyebabkan khalifah Abbasiyah
menjadi mundur, masing-masing faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain.
Beberapa di antaranya adalah; a) Persaingan antar Bangsa, b) Kemerosotan ekonomi, c)
Konflik keagamaan, dan d) Ancaman dari luar.

E. ISLAM SPANYOL DAN PENGARUHNYA TERHADAP RENAISANS DI


EROPA

1. Masuknya Islam ke Spanyol


Spanyol diduduki umat Islam pada zaman Khalifah al-Walid (705-715 M), salah
seorang khalifah dari Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Sebelum penaklukan
Spanyol, umat Islam telah menguasai Afrika Utara dan menjadikannya sebagai salah
satu propinsi dari Dinasti Bani Umayyah, dan penguasaan Afrika Utara terjadi pada
zaman Khalifah Abdul Malik (685-705 M).
Dalam proses penaklukan Spanyol terdapat tiga pahlawan Islam yang dapat dikatakan
paling berjasa memimpin pasukan. Mereka adalah Tharif ibn Malik, Thariq ibn Ziyad
dan Musa ibn Nushair. Tharif disebut sebagai perintis dan penyidik. Ia menyeberangi
selat yang berada diantara Maroko dan Benua Eropa. Thariq lebih banyak dikenal
sebagai penakluk Spanyol. Karena pasukannya lebih besar dan hasilnya lebih nyata.
Pasukan kemudian menyeberangi selat dibawah pimpinan Thariq ibn Ziyad.
Dalam pertempuran di Bakkah, Raja Roderick dapat dikalahkan. Dari situ Thariq dan
pasukannya terus menaklukkan kota-kota penting, seperti Cordova, Granada dan Toledo
(ibu kota kerajaan Goth saat itu).[12]
2. Perkembangan Islam di Spanyol

a. Periode Pertama (711-755 M); Spanyol berada dibawah pemerintahan para wali
yang diangkat oleh khalifah Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Pada periode
ini stabilitas negeri Spanyol belum tercapai secara sempurna, gangguan-gangguan masih
terjadi, baik dari dalam (perselisihan para elit penguasa dalam perbedaan etnis dan
golongan) maupun dari luar (sisa-sisa musuh Islam yang berada di daerah-daerah di
Spanyol).

b. Periode Pertama (755-912 M); Spanyol berada dibawah pemerintahan seorang yang
bergelar amir (panglima atau gubernur) tapi tidak tunduk pada pusat pemerintahan
Islam yang dipegang oleh khalifah Abbasiyah di Baghdad. Amir pertama adalah
Abdurrahman I, yang memasuki Spanyol (138 H/755 M) dan diberi gelar Al-Dakhil.
Dia adalah keturunan Bani Umayyah yang berhasil lolos dari kejaran Bani Abbas ketika
yang terakhir ini berhasil menaklukkan Bani Umayyah di Damaskus. Selanjutnya, ia
berhasil mendirikan dinasti Bani Umayyah di Spanyol. Penguasa-penguasa Spanyol
pada periode ini adalah Abd. Al-Rahman Al-Dakhil, Hisyam I, Hakam I, Abd. Al-
Rahman Al-Ausath, Muhammad ibn Abd. Al-Rahman, Munzif ibn Muhammad dan
Abdullah ibn Muhammad.

c. Periode Ketiga (912-1013 M); pada periode ini, umat Islam Spanyol mencapai
puncak kemajuan dan kejayaan, menyaingi kejayaan daulah Abbasiyah di Baghdad.
Abd. Al-Rahman Al-Nashir mendirikan Universitas Cordoba. Perpustakaannya
memiliki koleksi ratusan ribu buku. Hakam II juga seorang kolektor buku dan pendiri
perpustakaan pada masa itu, masyarakat dapat menikmati kesejahteraan dan
kemakmuran. Pembangunan kota berlangsung cepat.

d. Periode Keempat (1013-1086 M); Spanyol terpecah menjadi lebih dari tiga puluh
Negara kecil di bawah pemerintahan raja-raja golongan atau al-Mulukuth Thawaif, yang
berpusat di suatu kota seperti Seville, Cordoba, Toledo dan sebagainya.

e. Periode Kelima (1086-1248 M); Spanyol Islam meskipun masih terpecah dalam
beberapa Negara, tapi terdapat satu kekuatan yang dominan, yaitu kekuasaan Dinasti
Murabithun (1086-1143) dan Dinasti Muwahhidun (1146-1235 M).

f. Periode Keenam (1248-1492); pada periode ini, Islam hanya berkuasa di daerah
Granada, di bawah dinasti Bani Ahmar (1232-1492 M). peradaban kembali mengalami
kemajuan seperti zaman Abdurrahman An-Nashir, akan tetapi secara politik, dinasti ini
hanya berkuasa di wilayah yang kecil. Kekuasaan Islam yang merupakan pertahanan
terakhir di Spanyol ini berakhir.

3. Kemajuan Peradaban
Dalam masa lebih dari tujuh abad, kekuasaan Islam di Spanyol, umat Islam telah
mencapai kejayaan, banyak prestasi yang mereka peroleh, bahkan pengaruhnya
membawa Eropa dan kemudian dunia pada kemajuan kompleks. Antara lain:
a. Kemajuan Intelektual b. Kemegahan Pembangunan Fisik
1) Filsafat 1) Cordova
2) Sains 2) Granda
3) Fiqih
4) Musik dan Kesenian
5) Bahasa dan Sastra

4. Penyebab Kemunduran dan Kehancuran


a. Konflik Islam dengan Kristen
b. Tidak adanya ideology pemersatu
c. Kesulitan Ekonomi
d. Tidak jelasnya Sistem Peralihan Kekuasaan, dan
e. Keterpencilan

5. Pengaruh Peradaban Spanyol Islam di Eropa


Kemajuan Eropa yang terus berkembang hingga saat ini banyak berhutang budi pada
hazanah ilmu pengetahuan Islam yang berkembang di preode klasik. Memang banyak
saluran bagaimana peradaban Islam mempengaruhi Eropa, seperti Sicilia dan Perang
Salib, tetapi saluran yang terpenting adalah Spanyol Islam.
Spanyol merupakan tempat yang paling utama bagi Eropa menyerap peradaban Islam,
baik dalam bentuk hubungan politik, sosial, maupun perekonomian dan peradaban antar
Negara. Orang-orang Eropa menyatakan bahwa Spanyol berada dibawah kekuasaan
Islam jauh meninggalkan Negara-negara tetangga Eropa, terutama dalam bidang
pemikiran dan sains disamping bangunan fisik. Yang terpenting diantaranya adalah
pemikiran Ibn Rusyd (1120-1198 M). ia melepaskan belenggu taklid dan menganjurkan
kebebasan berpikir. Ia mengulas pemikiran Aristoteles dengan cara yang memikat minat
semua orang yang berpikiran bebas. Ia mengedepankan sunnatullah menurut pengertian
Islam terhadap pantheisme dan anthropomorphisme Kristen. Demikian besar
pengaruhnya di Eropa, hingga di Eropa timbul gerakan Averroesme yang menuntut
kebebasan berpikir. Pihak gereja menolak pemikiran rasional yang dibawah gerakan
Averroesme.

F. MASA KEMUNDURAN (1250-1500 M)

1. Bangsa Mongol dan Dinasti Ilkhan


Jatuhnya kota Baghdad pada tahun 1258 M ke tangan bangsa Mongol bukan saja
mengakhiri Khalifah Abbasiyah, tapi juga merupakan awal dari masa kemunduran
politik peradaban Islam, karena Baghdad sebagai pusat peradaban dan kebudayaan
Islam sangat kaya dengan khazanah ilmu pengetahuan juga ikut lenyap
dibumihanguskan oleh pasukan Mongol dipimpin Hulagu Khan.
Dalam rentang waktu yang sangat panjang, kehidupan bangsa Mongol tetap sederhana.
Mereka mendirikan kemah-kemah dan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat
yang lain, mengembala kambing dan hidup dari hasil buruan. Mereka juga hidup dari
hasil perdagangan tradisional, yaitu mempertukarkan kulit binatang dengan binatang
yang lain. Pada masa pemerintahan Abu Sa’id (1317-1335 M), terjadi bencana
kelaparan yang sangat menyedihkan dan angin topan dengan es yang mendatangkan
malapetaka. Kerajaan ilkhan yang didirikan oleh Hulaghu Khan ini terpecah belah
sepeninggal Abu Sa’id. Masing-masing pecahan saling memerangi. Akhirnya, mereka
semua ditaklukkan oleh Timur Lenk.[13]

2. Serangan-Serangan Timur Lenk


Setelah lebih dari satu abad umat Islam menderita dan berusaha bangkit akibat serangan
bangsa Mongol, malapetaka yang tidak kurang dahsyatnya dating kembali, yaitu
serangan yang juga keturunan dari bangsa Mongol. Berbeda dari Hulaghu Khan dan
keturunannya pada dinasti Ilkhan, penyerang kali ini sudah masuk Islam, tetapi sisa-sisa
kebiadaban dan kekejamannya masih melekat kuat. Serangan itu dipimpin oleh Timur
Lenk (Timur Si Pincang).
Setelah Timur Lenk meninggal, dua orang anaknya, Muhammad Jehanekir dan Khalil,
berperang memperebutkan kekuasaan, Khalil (1404-1405 M) keluar sebagai pemenang.
Akan tetapi, ia hidup berfoya-foya menghabiskan kekayaan yang ditinggalkan ayahnya.
Karena itu, saudaranya yang lain, Syah Rukh (1405-1447 M), merebut kekuasaan dari
tangannya. Syah Rukh berusaha mengembalikan wibawa kerajaan. Ia seorang raja yang
adil dan lemah lembut. Setelah wafat, ia diganti oleh anaknya Ulugh Bey (1447-1449
M), seorang raja yang alim dan sarjana ilmu pasti. Namun, masa kekuasaanya tidak
lama. Dua tahun setelah berkuasa ia dibunuh oleh anaknya yang haus kekuasaan, Abd.
Latief (1449-1450 M). pada masa inilah kerajaan terpecah belah. Wilayah kerajaan yang
luas dan diperebutkan oleh dua suku Turki yang baru muncul ke permukaan, Kara
Koyunlu (domba hitam) dan Ak Koyunlu). Abu Sa’id sendiri terbunuh ketika bertempur
melawan Uzun Hasan, penguasa Ak Koyunlu.[14]

3. Dinasti Mamalik di Mesir


Kalau ada negeri Islam yang selamat dari kehancuran akibat serangan-serangan bangsa
Mongol, baik serangan Hulagu Khan maupun Timur Lenk, maka negeri itu adalah
Mesir yang ketika itu berada dibawah kekuasaan dinasti Mamalik. Karena, negeri ini
terhindar dari kehancuran, maka persambungan perkembangan peradaban dengan masa
klasik relative terlihat dan diantara prestasi yang pernah dicapai pada masa klasik
bertahan di Mesir. Walaupun demikian, kemajuan yang dicapai oleh dinasti ini, masih
dibawah prestasi yang pernah dicapai oleh umat Islam pada masa klasik. Hal ini
mungkin karena metode berpikir tradisional sudah tertanam sangat kuat sejak
berkembangnya aliran teologi ‘Asy’ariyah, filsafat mendapat kecaman sejak pemikiran
al-Ghazali mewarnai pemikiran mayoritas umat Islam dan yang lebih penting lagi
adalah karena Baghdad dengan fasilitas-fasilitas ilmiahnya yang banyak member
inspirasi ke pusat-pusat peradaban Islam, hancur.
G. MASA TIGA KERAJAAN BESAR (1500-1800 M)

1. Kerajaan Usmani
Pendiri kerajaan ini adalah bangsa Turki dari kabilah Oghuz yang mendiami daerah
Mongol dan daerah utara negeri Cina. Dalam jangka waktu kira-kira tiga abad, mereka
pindah ke Turkistan kemudian Persia dan Irak. Mereka masuk Islam sekitar abad
kesembilan atau kesepuluh, ketika mereka menetap di Asia Tengah. Di bawah tekanan
serangan-serangan Mongol pada abad ke-13 M, mereka melarikan diri ke daerah barat
dan mencari tempat pengungsian ditengah-tengah saudara mereka, orang-orang Turki
Seljuk, di dataran tinggi Asia Kecil.[15]
Kemajuan dan perkembangan ekspansi kerajaan Usmani yang demikian luas dan
berlangsung dengan cepat itu diikuti pula oleh kemajuan di bidang-bidang kehidupan
yang lain, diantaranya: a) Bidang kemeliteran dan kepemerintahan, b) Bidang ilmu
pengetahuan dan budaya, dan c) Bidang keagamaan.
2. Kerajaan Safawi di Persia
Ketika kerajaan Usmani sudah mencapai puncak kemajuannya. Kerajaan Safawi di
Persia baru berdiri. Kerajaan ini berkembang dengan cepat. Dalam perkembangannya,
kerajaan Safawi sering bentrok dengan Turki Usmani. Berbeda dari dua kerajaan Islam
lainnya (Usmani dan Mughal), kerajaan Safawi menyatakan; Syi’ah sebagai madzhab
Negara. Karena itu, kerajaan ini dapat dianggap sebagai peletak pertama dasar
terbentuknya Negara Iran dewasa ini.
Kemajuan yang dicapai kerajaan Safawi tidak hanya terbatas di bidang politik. Di
bidang lain, kerajaan ini juga mengalami banyak kemajuan. Kemajuan-kemajuan itu
antara lain: a) Bidang ekonomi, b) Bidang ilmu pengetahuan, dan c) Bidang
pembangunan fisik dan seni.
3. Kerajaan Mughal di India
Kerajaan Mughal berdiri seperempat abad sesudah berdirinya kerajaan Safawi. Jadi,
diantara tiga kerajaan Islam tersebut, kerajaan inilah yang termuda. Kerajaan Mughal
bukanlah kerajaan Islam pertama di anak buah India. Awal kekuasaan Islam di wilayah
India terjadi pada masa khalifah Al-Walid, dari Dinasti Bani Umayyah. Penaklukan
wilayah ini dilakukan oleh tentara Bani Umayyah di bawah pimpinan Muhammad ibn
Qasim.[16]
Kemajuan yang dicapai oleh tiga sultan pasca Akbar antara lain:
a. Kemantapan stabilitas politik
b. Bidang ekonomi
c. Bidang seni dan budaya.
Karya seni yang masih bias dinikmati sekarang dan merupakan karya seni terbesar yang
dicapai kerajaan Mughal adalah karya-karya arsitektur yang indah dan mengagumkan.
Pada masa Akbar dibangun istana Fatpur Sikri di Sikri, vila, dan masjid-masjid yang
indah. Pada masa Syah Jehan, dibangun masjid berlapiskan mutiara dan Taj Mahal di
Agra, Masjid Raya Delhi dan istana indah di Lahore.[17]
H. KEMUNDURAN TIGA KERAJAAN BESAR (1700-1800 M)

1. Kemunduran Kerajaan Usmani


Setelah Sultan Sulaiman Al-Qanuni wafat (1566 M), kerajaan Turki Usmani memasuki
fase kemundurannya. Akan tetapi, sebagai sebuah kerajaan yang sangat besar dan kuat,
kemunduran itu tidak langsung terlihat. Sultan Sulaiman Al-Qanuni diganti oleh
Salim II (1566-1573 M). di masa pemerintahannya, terjadi pertempuran antara armada
laut kerajaan Usmani dengan armada laut Kristen yang terdiri dari angkatan laut
Spanyol, angkatan laut Bundukia, angkatan laut Sri Paus, dan sebagian kapal para
pendeta Malta yang dipimpin oleh Don Juan dari Spanyol. Pertempuran itu terjadi di
selat Liponto (Yunani). Dalam pertempuran ini, Turki Usmani mengalami kekalahan
yang mengakibatkan Tunisia dapat direbut oleh musuh. Baru pada masa sultan
berikutnya, Sultan Murad III (1575 M) Tunisia dapat direbut kembali.
Banyak faktor yang menyebabkan kerajaan Usmani itu mengalami kemunduran,
diantaranya adalah:
a. Wilayah kekuasaan yang sangat luas
b. Heterogenitas penduduk
c. Kelemahan para penguasa
d. Budaya pungli
e. Pemberontakan tentara Jenissari
f. Merosotnya ekonomi
g. Terjadinya stagnasi dalam lapangan ilmu dan teknologi.

2. Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Safawi


Sepeninggal Abbas I kerajaan Safawi berturut-turut diperintah oleh enam raja, yaitu Safi
Mirza (1628-1694 M), Abbas II (1642-1667 M), Sulaiman (1667-1694 M), Husain
(1694-1722 M), Tahmasp II (1722-1732 M), dan Abbas III (1733-1736 M). pada masa
raja-raja tersebut, kondisi kerajaan Safawi tidak menunjukkan grafik naik dan
berkembang, tapi justru memperlihatkan kemunduran yang akhirnya membawa pada
kehancuran.
Di antara sebab-sebab kemunduran dan kehancuran kerajaan Safawi ialah konflik
berkepanjangan dengan kerajaan Usmani. Bagi kerajaan Usmani, berdirinya kerajaan
Safawi yang beraliran Syi’ah merupakan ancaman langsung terhadap wilayah
kekuasaannya. Konflik antara kerajaan tersebut berlangsung lama, meskipun pernah
berhenti sejenak ketika tercapai perdamaian pada masa Shah Abbas I. namun, tak lama
kemudian, Abbas meneruskan konflik tersebut, dan setelah itu dapat dikatakan tidak ada
lagi perdamaian antara dua kerajaan Islam tersebut.[18] Tidak kalah penting dari sebab-
sebat tersebut adalah terjadinya konflik intern dalam bentuk perebutan kekuasaan di
kalangan keluarga istana.

3. Kemunduran dan Runtuhnya Kerajaan Mughal


Setelah satu setengah abad dinasti Mughal berada di puncak kejayaannya, para pelaut
Aurangzeb tidak sanggup mempertahankan kebesaran yang dibina oleh sultan-sultan
sebelumnya. Pada abad ke-18 M kerajaan ini memasuki masa-masa kemunduran.
Kekuasaan politiknya mulai merosot, suksesi kepemimpinan ditingkat pusat menjadi
ajang perebutan, gerakan separatis Hindu di India Tengah, Sikh di belahan utara dan
Islam di bagian Timur semakin lama semakin mengancam. Sementara itu, para
pedagang Inggris untuk pertama kalinya diizinkan oleh Jehangir menanamkan modal di
India, dengan didukung oleh kekuatan bersenjata semakin kuat menguasai wilayah
pantai.
Pada masa Aurangzeb, pemberontakan terhadap pemerintah pusat memang sudah
muncul, tetapi dapat diatasi. Pemberontakan itu bermula dari tindakan-tindakan
Aurangzeb yang dengan keras menerapkan pemikiran puritanismennya. Setelah ia
wafat, penerusnya rata-rata lemah dan tidak mampu menghadapi problema yang
ditinggalkannya.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan kekuasaan dinasti Mughal itu mundur pada
satu setengah abad terakhir dan membawa pada kehancurannya pada tahun 1858 M,
yaitu:
a. Terjadi stagnasi dalam pembinaan kekuatan meliter
b. Kemerosotan moral dan hidup mewah di kalangan elit politik.
c. Pendekatan Aurangzeb yang terlampau “kasar” dalam melaksanakan ide-ide puritan
dan cenderung asketis.
d. Semua pewaris tahta kerajaan pada paru terakhir adalah orang-orang lemah dalam
bidang kepemimpinan.

4. Kemajuan Eropa (Barat)


Bersamaan waktunya dengan kemunduran tiga kerajaan Islam di periode pertengahan
sejarah Islam, Eropa Barat (biasa disebut dengan “Barat” saja), sedang mengalami
kemajuan dengan pesat. Hal ini berbanding terbalik dengan masa klasik sejarah Islam.
Ketika itu, peradaban Islam dapat dikatakan paling maju, memancarkan sinarnya ke
seluruh dunia, sementara Eropa sedang berada dalam kebodohan dan keterbelakangan.
Kemajuan Eropa (Barat) memang bersumber dari khazanah ilmu pengetahuan dan
metode berpikir Islam yang rasional. Di antara saluran masuknya peradaban Islam ke
Eropa itu adalah Perang Salib. Sicilia, dan yang terpenting adalah Spanyol Islam.[19]
Gerakan-gerakan renaisans melahirkan perubahan-perubahan besar dalam sejarah dunia.
Abad ke 16 dan 17 M merupakan abad yang paling penting bagi Eropa, sementara pada
akhir abad ke-17 pula, dunia Islam mengalami kemunduran. Dengan lahirnya renaisans,
Eropa bangkit kembali untuk mengejar ketertinggalan mereka pada masa kebodohan
dan kegelapan.[20]
I. PENJAJAHAN BARAT TERHADAP DUNIA ISLAM

1. Renaisans di Eropa
Pada awal bangkitnya, Eropa menghadapi tantangan yang sangat berat. Di hadapannya
masih terdapat kekuatan-kekuatan perang Islam yang sulit dikalahkan, terutama
kerajaan Usmani yang berpusat di Turki. Tidak ada jalan lain, mereka harus menembus
lautan yang sebelumnya hanya dipandang sebagai dinding yang membatasi gerak
mereka.[21] Mereka melakukan berbagai penelitian tentang rahasia alam, berusaha
menaklukkan lautan dan menjelajahi benua yang sebelumnya masih diliputi kegelapan.
Setelah Christoper Colombus menemukan Benua Amerika (1492 M) dan Vasco da
Gama menemukan jalan ke timur melalui Tanjung Harapan (1498 M), Benua Amerika
dan kepulauan Hindia segera jatuh ke bawah kekuasaan Eropa. Dua penemuan itu
sungguh tak terkira nilainya, Eropa menjadi maju dalam dunia perdagangan, karena
tidak tergantung lagi pada jalur lama yang dikuasai umat Islam.
Negeri-negeri Islam yang pertama kali jatuh ke bawah kekuasaan Eropa adalah negeri-
negeri yang jauh dari pusat kekuasaan kerajaan Usmani, karena kerajaan ini meskipun
terus mengalami kemunduran, ia masih disegani dan dipandang masih cukup kuat untuk
berhadapan dengan kekuatan meliter Eropa waktu itu. Negeri Islam yang pertama kali
dapat dikuasi Barat adalah negeri-negeri Islam di Asia Tenggara dan di Anak Benua
India. Sementara, negeri-negeri Islam di Timur Tengah yang berada di bawah
kekuasaan Kerajaan Usmani, baru diduduki Eropa pada masa berikutnya.
2. Penjajahan Barat terhadap Dunia Islam
India ketika berada pada masa kemajuan pemerintahan kerajaan Mughal adalah negeri
yang kaya dengan hasil pertanian. Hal itu mengundang Eropa yang sedang mengalami
kemajuan untuk berdagang kesana. Di awal abad ke-17 M, Inggris dan Belanda mulai
menginjakkan kaki di India. Pada tahun 1611 M, Inggris mendapat izin menanamkan
modal, dan pada tahun 1617 M Belanda mendapatkan izin yang sama.
Asia Tenggara, negeri tempat Islam baru mulai berkembang yang merupakan daerah
rempah-rempah terkenal pada masa itu, justru menjadi ajang perebutan Negara-negara
Eropa. Kekuatan Eropa malah lebih awal menancapkan kekuasaannya. Hal ini mungkin
dikarenakan, disbanding dengan Mughal, kerajaan-kerajaan Islam di Asia Tenggara
lebih lemah sehingga dengan mudah dapat ditaklukkan. Sebagaimana di India, di Asia
Tenggara kekuasaan politik Negara-negara Eropa itu berlanjut terus sampai pertengahan
abad ke-20 M, ketika negeri-negeri jajahan tersebut memerdekakan diri dari kekuasaan
asing.
3. Kemunduran Kerajaan Usmani dan Ekspansi Barat ke Timur Tengah
Kemajuan Eropa dalam teknologi meliter dan industry perang membuat kerajaan
Usmani menjadi kecil dihadapan Eropa. Akan tetapi, nama besar Turki Usmani masih
membuat Eropa segan untuk menyerang atau mengalahkan wilayah yang berada di
bawah kekuasaan kerajaan Islam, termasuk daerah-daerah yang berada di Eropa Timur.
Namun, kekalahan besar kerajaan Usmani dalam menghadapi serangan Eropa di Wina
(1683 M) membuka mata Barat, bahwa kerajaan Usmani telah mundur jauh sekali.
Sejak itulah kerajaan Usmani berulangkali mendapat serangan-serangan besar dari
Barat.[22]
Faktor utama yang menarik kehadiran kekuatan-kekuatan Eropa ke negeri-negeri
muslim adalah ekonomi dan politik. Kemajuan Eropa dalam bidang industri
menyebabkan membutuhkan barang-barang baku, disamping rempah-rempah. Mereka
juga membutuhkan negeri-negeri tempat mereka dapat memasarkan hasil industri
mereka. Untuk menunjang perekonomian tersebut, kekuatan politik diperlukan sekali.
Akan tetapi, persoalan agama seringkali terlibat dalam persoalan politik penjajahan
Barat atas negeri-negeri Islam. Terutama perang Salib agaknya membekas pada
sebagian orang Barat, terutama Portugis dan Spanyol, karena dua Negara ini untuk
jangka waktu berabad-abad berada di bawah kekuasaan Islam.
4. Bangkitnya Nasionalisme di Dunia Islam
Benturan-benturan antara Islam dan kekuatan Eropa telah menyadarkan umat Islam,
bahwa mereka memang jauh tertinggal dari Eropa. Yang pertama merasakan hal itu
diantaranya; Turki Usmani, karena kerajaan ini yang pertama dan utama menghadapi
kekuatan Eropa. Kesadaran itu memaksa penguasa dan pejuang-pejuang Turki untuk
banyak belajar dari Eropa.
Usaha untuk memulihkan kembali kekuatan Islam pada umumnya dikenal dengan
istilah “Gerakan Pembaharuan” didorong oleh dua faktor yang saling mendukung,
pemurnian ajaran Islam dari unsur-unsur asing yang dipandang sebagai penyebab
kemunduran Islam dan membina gagasan-gagasan pembaharuan dan ilmu pengetahuan
dari Barat. Yang pertama Gerakan Wahabiyah yang dipelopori oleh Muhammad ibn
Abd. Al-Wahhab (1703-1787 M) di Arabia, Syah Waliyullah (1703-1762 M) di India,
dan Gerakan Sanusiyah di Afrika Utara yang dipimpin oleh Said Muhammad Sanusi
dari Aljazair. Yang kedua, tercermin dalam pengiriman para pelajar muslim oleh
penguasa Turki Usmani dan Mesir ke Negara-negara Eropa untuk menimbah ilmu
pengetahuan dan dilanjutkan dengan gerakan penerjemahan karya-karya Barat kedalam
bahasa Islam. Pelajar-pelajar muslim asal India juga banyak yang menuntut ilmu ke
Inggris.
Gagasan nasionalisme yang berasal dari Barat itu masuk ke negeri-negeri melalui
persentuhan umat Islam dengan Barat yang menjajah mereka dan dipercepat oleh
banyaknya pelajar muslim yang menuntut ilmu ke Eropa atau lembaga-lembaga
pendidikan “Barat” yang didirikan di negeri mereka. Gagasan ini pada mulanya banyak
mendapatkan tantangan dari pemuka-pemuka Islam karena dipandang tidak sejalan
dengan semangat ukhuwah Islamiyah. Akan tetapi, ia berkembang cepat setelah gagasan
Pan-Islamisme redup. Gagasan-gagasan nasionalisme dan gerakan-gerakan untuk
membebaskan dari dari kekuasaan penjajah Barat yang kafir juga bangkit di negeri-
negeri Islam lainnya.
5. Kemerdekaan Negara-negara Islam dari Penjajahan
Munculnya gagasan nasionalisme yang diikuti dengan berdirinya partai-partai politik
merupakan modal utama umat Islam dalam perjuangannya untuk mewujudkan Negara
merdeka yang bebas dari pengaruh politik Barat. Dalam kenyataan, memang partai-
partai itulah yang berjuang melepaskan diri dari dari kekuasaan penjajah. Perjuangan
mereka biasanya terwujud dalam beberapa bentuk kegiatan, seperti; a) gerakan politik,
baik dalam bentuk diplomasi maupun perjuangan bersenjata, dan b) pendidikan serta
propaganda dalam rangka mempersiapkan masyarakat menyambut dan mengisi
kemerdekaan itu.
Namun, sampai saat ini masih ada umat Islam yang berharap mendapatkan otonomi
sendiri, atau paling tidak menjadi penguasa atas masyarakat mereka sendiri. Mereka itu
adalah penduduk mayoritas muslim dalam Negara-negara nasional, Kasymir di India,
Moro di Filipina, dan sebagainya. Meski mereka hidup dalam Negara mereka, namun
status sebagai minoritas seringkali menyulitkan mereka dalam meningkatkan
kesejahteraan hidup.
J. KEDATANGAN ISLAM DI INDONESIA
Sejak zaman prasejarah, penduduk kepulauan Indonesia dikenal sebagai pelayar-pelayar
yang sanggup mengarungi lautan lepas. Sejak awal abad Masehi sudah ada rute-rute
pelayaran dan perdagangan antar kepulauan Indonesia dengan berbagai daerah di
daratan Asia Tenggara.[23] Wilayah Barat Nusantara dan sekitar Malaka sejak masa
kuno merupakan wilayah yang menjadi titik perhatian, terutama karena hasil bumi yang
dijual disana menarik bagi para pedagang dan menjadi daerah lintasan penting antara
Cina dan India.
Pedagang-pedagang Muslim asal Arab, Persia, dan India juga ada yang sampai ke
kepulauan Indonesia untuk berdagang sejak abad ke-7 M (abad 1 H), ketika Islam
pertama kali berkembang di Timur Tengah. Malaka, jauh sebelum ditaklukkan Portugis
(1511 M), merupakan pusat utama lalu lintas perdagangan dan pelayaran. Melaui
Malaka, hasil hutan dan rempah-rempah dari seluruh pelosok Nusantara dibawah ke
Cina dan India, terutama Gujarat yang melakukan hubungan dagang langsung dengan
Malaka pada waktu itu. Dengan demikian, Malaka menjadi mata rantai pelayaran yang
penting.
Pada zaman-zaman berikutnya, penduduk kepulauan ini masuk Islam, bermula dari
penduduk pribumi di koloni-koloni pedagang muslim. Menjelang abad ke-13 M,
masyarakat muslim sudah ada di Samudera Pasai, Perlak, dan Palembang di Sumatera.
Di Jawa, makam Fatimah binti Maimun di Leran (Gresik) yang berangka tahun 475 H
(1082 M), dan makam-makam Islam di Tralaya yang berasal dari abad ke-13 M
merupakan berkembangnya komunitas Islam.
Sampai berdirinya kerajaan-kerajaan Islam. Perkembangan agama Islam di Indonesia
dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu:
1) Singgahnya pedagang-pedagang Islam di pelabuhan-pelabuhan Nusantara.
2) Adanya komunitas-komunitas Islam di berbagai daerah kepulauan Indonesia.
3) Berdirinya kerajaan-kerajaan Islam.[24]

K. KERAJAAN ISLAM SEBELUM PENJAJAHAN BELANDA

1) Kerajaan-Kerajaan Islam Pertama di Sumatera


a. Samudera Pasai
Kerajaan Islam pertama di Indonesia adalah kerajaan Samudera Pasai yang merupakan
kerajaan kembar. Kerajaan ini terletak di pesisir Timur laut Aceh. Kemunculannya
sebagai kerajaan Islam diperkirakan mulai awal atau pertengahan abad ke-13 M, sebagai
hasil dari proses islamisasi daerah-daerah pantai yang pernah disinggahi pedagang-
pedagang Muslim sejak abad ke-7, ke-8 M, dan seterusnya.[25] Bukti berdirinya
kerajaan Samudera Pasai pada abad ke-13 M didukung oleh adanya nisan kubur terbuat
dari granit asala Samudera Pasai. Dari nisan itu, dapat diketahui bahwa raja pertama
kerajaan itu meninggal pada bulan Ramadhan 696 H, yang diperkirakan bertepatan
dengan tahun 1294 M.
Kerajaan Samudera Pasai berlangsung sampai tahun 1524 M. pada tahun 1521 M,
kerajaan ini ditaklukkan oleh portugis yang mendudukinya selama tiga tahun, kemudian
tahun 1524 M, dianeksasi oleh Raja Aceh, Ali Mughayatsyah. Selanjutnya, kerajaan
Samudera Pasai di bawah pengaruh kesultanan Aceh yang berpusat di Bandar Aceh
Darussalam.[26]

b. Aceh Darussalam
Kerajaan Aceh terletak di daerah yang sekarang dikenal dengan nama Kabupaten Aceh
Besar. Disini pula terletak ibu kotanya. Kurang begitu diketahui kapan kerajaan ini
sebenarnya berdiri. Anas Machmud berpendapat, kerajaan Aceh berdiri pada abad ke-15
M, di atas puing-puing kerajaan Lamuri, oleh Muzaffar Syah (1465-1497 M). dialah
yang membangun kota Aceh Darussalam.[27] Pada masa pemerintahannya Aceh
Darussalam mengalami kemajuan dalam bidang perdagangan, karena saudagar-saudagar
muslim sebelumnya berdagang dengan Malaka memindahkan kegiatan mereka ke Aceh.
Setelah Malaka dikuasai Portugis (1511 M). sebagai akibat penaklukan Malaka oleh
Portugis itu, jalan dagang yang sebelumnya jauh dari laut Jawa ke utara melalui Selat
Karimata terus ke Malaka, pindah melalui selat Sunda dan menyusur pantai Barat
Sumatera, terus ke Aceh. Dengan demikian, Aceh menjadi ramai oleh saudagar dari
berbagai negeri.
Puncak kekuasaan kerajaan Aceh terletak pada masa pemerintahan Sultan Iskandar
Muda (1608-1637 M). pada masanya Aceh menguasai seluruh pelabuhan pesisir Timur
dan Barat Sumatera. Dari Aceh, Tanah Gayo yang berbatasan diislamkan, juga
Minangkabau. Hanya orang-orang kafir Batak yang menangkis kekuatan-kekuatan
Islam yang datang.

2) Tumbuh dan Berkembangnya Kerajaan-Kerajaan Islam di Jawa


a. Demak
Perkembangan Islam di Jawa bersamaan waktunya dengan melemahnya Raja
Majapahit. Hal itu member peluang bagi penguasa Islam di pesisir untuk membangun
pusat-pusat kekuasaan yang independen. Di bawah pimpinan Sunan Ampel, Wali Songo
sepakat mengangkat Raden Fatah menjadi raja kerajaan Demak, kerajaan Islam pertama
di Jawa, dengan gelar Senopati Jimbun Ngabdurrahman Panembahan Palembang
Sayidin Panatagama.[28] Raden Fatah dalam menjalankan perintahnya, terutama dalam
persoalan-persoalan agama, dibantu oleh para ulama, Wali Songo. Sebelumnya Demak
yang masih bernama Bintoro merupakan daerah vassal Majapahit yang diberikan raja
Majapahit kepada Raden Fatah. Daerah ini lambat laun menjadi pusat perkembangan
agama Islam yang diselenggarakan oleh para wali.
Pemerintahan Raden Fatah berlangsung kira-kira di akhir abad ke-15 hingga awal abad
ke-16 M. dikatakan, ia adalah seorang anak Raja Majapahit dari ibu seorang muslim
keturunan Campa. Ia digantikan oleh anaknya, Sambrang Lor, dikenal juga dengan
nama Pati Unus. Menurut Tome Pires, Pati Unus baru berumur 17 tahun ketika
menggantikan ayahnya (1507 M). menurutnya, tak lama setelah naik tahta, ia
merencanakan serangan terhadap Malaka. Semangat perangnya semakin memuncak
ketika Malaka ditaklukkan oleh Portugis (1511 M). Akan tetapi, sekitar pergantian
tahun 1512-1513 M, tentaranya mengalami kekalahan besar.[29]
Pati Unus digantikan oleh Trenggono yang dilantik sebagai sultan oleh Sunan Gunung
Jati dengan gelar Sultan Ahmad Abdul ‘Arifin. Ia memerintah pada tahun 1524-1546
M. pada masa sultan Demak yang ketiga inilah Islam dikembangkan ke seluruh tanah
Jawa, bahkan sampai ke Kalimantan Selatan. Penaklukan Sunda Kelapa (1527 M) yang
dilakukan oleh pasukan gabungan Demak dan Cirebon di bawah pimpinan Fadhilah
Khan. Majapahit dan Tuban jatuh ke bawah kekuasaan raja Demak (1527 M).[30]
selanjutnya, pada tahun 1529 M, Demak berhasil menaklukkan Madiun, Blora (1530),
Surabaya (1531), Pasuruan (1535). Dan antara tahun 1541-1542, Lamongan, Blitar,
Wirasaba, dan Kediri (1544). Palembang dan Banjarmasin mengakui kekuasaan Demak.
Sementara daerah Jawa Tengah bagian selatan sekitar Gunung Merapi, Pengging, dan
Pajang berhasil dikuasi berkat pemuka Islam, Syeh Siti Jenar dan Sunan Tembayat.[31]
Pada tahun 1546, dalam penyerbuan ke Blambangan, Sultan Trenggono terbunuh. Ia
digantikan adiknya, Prawoto. Masa pemerintahannya tidak berlangsung lama karena
terjadi pemberontakan oleh adipati-adipati sekitar kerajaan Demak. Sunan Prawoto
sendiri kemudian dibunuh oleh Aria Penangsang dari Jipang (1549). Dengan demikian,
kerajaan Demak berakhir dan dilanjutkan oleh kerajaan Pajang di bawah Jaka Tingkir
yang berhasil membunuh Aria Penangsang.

b. Pajang
Kesultanan Pajang adalah pelanjut dan dipandang sebagai pewaris kerajaan Demak.
Kesultanan yang terletak di daerah kartasura sekarang itu merupakan kerajaan Islam
pertama yang terletak di daerah pedalaman pulau Jawa. Usia kesultanan ini tidak
panjang. Kekuasaan dan kebesarannya kemudian diambil alih oleh kerajaan Mataram.
Sultan pertama kesultanan ini adalah Jaka Tingkir yang berasal dari Pengging, di lereng
Gunung Merapi. Oleh raja Demak ketiga, Sultan Trenggono. Jaka Tingkir diangkat
menjadi penguasa di Pajang, setelah sebelumnya dikawinkan dengan anak
perempuannya. Kemudian penguasa Pajang itu, menurut Babad, dibangun dengan
mencontoh Keraton Demak.
Riwayat panjang berakhir tahun 1618. Kerajaan Pajang waktu itu memberontak
terhadap Mataram yang ketika itu di bawah Sultan Agung. Pajang dihancurkan, rajanya
melarikan diri ke Giri dan Surabaya.
c. Mataram
Awal dari kerajaan Mataram adalah ketika Sultan Adiwijaya dari Pajang meminta
bantuan kepada Ki Pamanahan yang berasal dari daerah pedalaman untuk menghadapi
dan menumpas pemberontakan Aria Penangsang. Sebagai hadiah atasnya, Sultan
kemudian menghadiahkan daerah Mataram kepada Ki Pamanahan yang menurunkan
raja-raja Mataram Islam kemudian.
Ki Gede Pamanahan menempati istana barunya di Mataram (1577 M). dia digantikan
oleh puteranya, Senopati (1584) dan dikukuhkan oleh Sultan Pahang. Senopatilah yang
dipandang sebagai Sultan Mataram pertama, setelah Pengeran Benawa, anak Sultan
Adiwijaya, menawarkan kekuasaan atas Pajang kepada Senopati. Meskipun senopati
menolak dan hanya meminta pusaka kerajaan, diantaranya Gong Kiai Skar Delima,
Kendali Kiai Macan Guguh dan Pelana Kiai Jatayu.[32] Namun, dalam tradisi Jawa,
penyerahan benda-benda pusaka itu sama artinya dengan penyerahan kekuasaan.

d. Cirebon
e. Kesultanan Cirebon adalah kerajaan Islam pertama di Jawa Barat. Kerajaan ini
didirikan oleh Sunan Gunung Jati. Di awal abad le-16, Cirebon masih merupakan
sebuah daerah kecil di bawah kekuasaan Pakuan Pajajaran. Raja Pajajaran hanya
menempatkan seorang juru labuhan disana, bernama Pangeran Walangsungsang.
Seorang tokoh yang mempunyai hubungan darah dengan raja Pajajaran. Ketika berhasil
memajukan Cirebon, ia sudah menganut agama Islam.
Dari Cirebon, Sunan Gunung Jati mengembangkan Islam ke daerah-daerah lain di Jawa
Barat seperti Majalengka, Kuningan, Kawali (Galuh), Sunda Kelapa dan Banten. Dasar
pengembangan Islam dan perdagangan kaum muslimin di Banten diletakkan oleh Sunan
Gunung Jati. Ketika ia kembali ke Cirebon, Banten diserahkan kepada anaknya, Sultan
Hasanuddin. Sultan inilah yang menurunkan raja-raja Banten.

f. Banten
Sejak sebelum zaman Islam, ketika masih berada dibawah kekuasaan raja-raja Sunda
(dari Pajajaran, atau mungkin sebelumnya), Banten sudah menjadi kota yang berarti.
Dalam tulisan Sunda Kuno, cerita Parahyangan, disebut-sebut nama Wahenten Girang.
Nama ini dapat dihubungkan dengan Banten, sebuah kota pelabuhan di ujung pantai
utara Jawa. Pada tahun 1524 atau 1525, Sunan Gunung Jati, meletakkan dasar bagi
pengembangan agama dan kerajaan Islam serta bagi perdagangan orang-orang Islam
disana.[33]
Menurut sumber tradisional, penguasa Pajajaran di Banten menerima Sunan Gunung
Jati dengan ramah tamah dan tertarik masuk Islam. Ia meratakan jalan bagi kegiatan
pengislaman disana. Dengan segera ia menjadi orang yang berkuasa atas kota itu
dengan bantuan tentara Jawa yang memang dimintanya. Namun, menurut cerita Barros.
Penyebaran Islam di Jawa Barat tidak melalui jalan damai. Sebagaimana disebut oleh
sumber-sumber tradisional. Beberapa pengislaman mungkin terjadi secara sukarela,
tetapi kekuasaan tidak diperoleh kecuali dengan menggunakan kekerasan. Banten,
dikatakan justru diserang tiba-tiba.

3) Tumbuh dan Berkembangnya Kerajaan-Kerajaan Islam di Kalimantan,


Maluku dan Sulawesi
a. Kalimantan
Kalimantan terlalu luas untuk berada dibawah satu kekuasaan pada waktu datangnya
Islam. Daerah barat laut menerima Islam dari Malaya, daerah timur dari Makasar dan
wilayah selatan dari Jawa. Masuknya Islam di Kalimantan Selatan selalu
mengidentikkan dengan berdirinya kerajaan Banjarmasin, yang merupakan kelanjutan
dari kerajaan Daha yang beragama Hindu. Peristiwanya dimulai ketika terjadi
pertentangan dalam keluarga istana, antara Pangeran Samudera sebagai pewaris sah
kerajaan Daha dengan pamannya Pangeran Tumenggung.
Menurut risalah Kutai (Kalimantan Timur), dua orang penyebar Islam tiba di Kutai pada
masa pemerintahan Raja Mahkota. Salah seorang di antaranya adalah Tuan di Bandang,
yang dikenal dengan Dato’ Ri Bandang dari Makasar, yang lain adalahnya adalah Tuan
Tunggang Paparangan. Setelah pengislaman itu, Dato’ Ri Bandang kembali ke Makasar,
sementara Tuan Tunggang Parangan tetap di Kutai. Melalui yang terakhir inilah Raja
Mahkota tunduk kepada keimanan Islam. Setelah itu, segera dibangun sebuah masjid
dan pengajaran agama dapat dimulai. Yang pertama sekali mengikuti pengajaran itu
adalah Raja Mahkota sendiri, kemudian Pangeran, para menteri, panglima dan
hulubalang dan akhirnya rakyat biasa.

b. Maluku
Islam mencapai kepulauan rempah-rempah yang sekarang dikenal dengan Maluku ini
pada pertengahan terakhir abad ke-15, sekitar tahun 1460. Raja Ternate Vongi Tidore,
memeluk agama Islam. Ia mengambil istri keturunan ningrat dari Jawa. Di masa itu,
gelombang perdagangan muslim terus meningkat, sehingga raja menyerah pada tekanan
para pedagang muslim dan memutuskan belajar tentang Islam pada Madrasah Giri. Di
Giri, ia dikenal dengan nama Raja Bulawa atas raja Cengkeh, mungkin karena ia
membawa cengkeh dan yang terakhir kemudian dikenal sebagai penyebar utama Islam
di kepulauan Maluku.

c. Sulawesi
Kerajaan Gowa-Tallo, kerajaan kembar yang saling berbatasan, biasanya disebut
kerajaan Makassar. Kerajaan ini terletak di semenanjung Barat Daya pulau Sulawesi,
yang merupakan daerah transito sangat strategis. Sejak Gowa-Tallo tampil sebagai pusat
perdagangan laut, kerajaan ini menjalin hubungan baik dengan Ternate yang telah
menerima Islam dari Gresik/Giri. Di bawah pemerintahan Sultan Babullah, Ternate
mengadakan perjanjian persahabatan dengan Gowa-Tallo. Ketika itulah, raja Ternate
berusaha mengajak penguasa Gowa-Tallo untuk menganut Islam. Tetapi gagal. Baru
pada waktu Datu’ Ri Bandang datang ke kerajaan Gowa-Tallo, agama Islam mulai
masuk ke kerajaan ini.

L. KERAJAAN ISLAM ZAMAN PENJAJAHAN BELANDA


Keadaan kerajaan-kerajaan Islam menjelang datangnya Belanda di akhir abad ke-16 dan
awal abad ke-17 ke Indonesia berbeda-beda, bukan hanya berkenaan dengan kemajuan
politik, tapi juga proses islamisasinya. Di Sumatera, penduduk sudah Islam sekitar tiga
abad, sementara di Maluku dan Sulawesi proses islamisasi masih berlangsung.
Di Sumatera, setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis, percaturan politik di selat
Malaka merupakan perjuangan segi tiga: Aceh, Portugis dan Johor yang merupakan
kelanjutan kerajaan Malaka Islam.[34] Pada abad ke-16, tampaknya Aceh menjadi lebih
dominan, terutama karena pedagang muslim menghindar dari Malaka dan memilih
Aceh sebagai pelabuhan transit dan Aceh berusaha menarik perdagangan internasional
dan antar kepulauan Nusantara.
Di Jawa, pusat kerajaan Islam sudah pindah dari pesisir ke pedalaman, yaitu dari Demak
ke Pajang kemudian ke Mataram. Berpindahnya pusat pemerintahan itu membawa
pengaruh besar yang sangat menentukan perkembangan sejarah Islam di Jawa,
diantaranya adalah:
1) Kekuasaan dan sistem politik didasarkan atas basis agraris.
2) Peranan daerah pesisir dalam pelayaran dan perdagangan mundur, demikian juga
peranan pedagang dan pelayar jawa, dan
3) Terjadinya pergeseran pusat-pusat perdagangan dalam abad ke-17 dengan segala
akibatnya.[35]

Pada tahun 1619, seluruh Jawa Timur praktis sudah berada di bawah kekuasaan
Mataram, yang ketika itu di bawah sultan Agung. Pada masa pemerintahan Sultan
Agung inilah, kontak-kontak bersenjata antara kerajaan Mataram dengan VOC mulai
terjadi. Sementara itu, Banten di pantai Jawa Barat muncul sebagai simpul penting
antara lain karena perdagangan ladanya dan tempat penampungan pelarian dari pesisir
Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di samping itu, Banten juga menarik perdagangan lada
dari Indrapura, Lampung dan Palembang.
Sementara itu, Maluku, Banda, Seram dan Ambon sebagai pangkal atau ujung
perdagangan rempah-rempah menjadi sasaran pedagang Barat yang ingin menguasainya
dengan politik monopolinya. Ternate dan Tidore dapat terus dan berhasil menggalakkan
dominasi total dari Portugis dan Spanyol.[36] Namun, ia mendapatkan ancaman dari
Belanda yang datang ke Indonesia.
Tujuan Belanda datang ke Indonesia, untuk mengembangkan usaha perdagangan, yaitu
mendapatkan rempah-rempah yang mahal harganya di Eropa. Perseroan Amesterdam
mengirim armada kapal dagangnya yang pertama ke Indonesia pada tahun 1595, terdiri
dari empat kapal. Melihat hasil yang diperoleh Perseroan Amesterdam itu, banyak
perseroan lain yang berdiri yang juga ingin berdagang dan berlayar ke Indonesia.
Dalam usaha mengembangkan perdagangannya, VOC Nampak ingin melakukan
monopoli. Karena itu, aktivitasnya yang ingin mneguasai perdagangan Indonesia
menimbulkan perlawanan pedagang-pedagang pribumi yang merasa kepentingannya
terancam. Sistem monopoli ini bertentangan dengan sistem tradisional yang dianut oleh
masyarakat. Sikap Belanda yang memaksakan kehendak dengan kekerasan makin
memperkuat sikap permusuhan pribumi. Namun, secara politis VOC dapat menguasai
sebagian besar wilayah Indonesia dalam waktu yang cepat.
Dari sebab itulah muncul perlawanan-perlawanan dari orang pribumi untuk mengusir
Belanda dari Nusantara. Dan beberapa peristiwa perlawanan besar terjadi tanpa
mengucilkan peristiwa yang lain, yaitu: Perang Paderi di Minangkabau, Perang
diponegoro, Perang Banjarmasin, dan Perang Aceh.

M. ISLAM INDONESIA: ZAMAN MODERN DAN KONTEMPORER


1. Gerakan Modern Islam
Pembaharuan dalam Islam atau gerakan modern Islam merupakan jawaban yang
ditujukan terhadap krisis yang dihadapi umat Islam pada masanya. Kemunduran
progresif kerajaan Usmani yang merupakan pemangku khalifah Islam. Setelah abad ke-
17, telah melahirkan kebangkitan Islam dikalangan warga Arab. Yang terpenting
diantaranya gerakan wahabi, sebuah gerakan reformis puritanis (salafiyah). Gerakan
merupakan sarana yang menyiapkan jembatan kea rah pembaharuan Islam abad 20 yang
lebih bersifat intelektual.[37] Katalisator terkenal gerakan pembaharuan ini adalah Al-
Afghani (1897). Ia mengajarkan solidaritas Pan-Islam dan pertahanan terhadap
imperialism Eropa, dengan kembali kepada Islam dalam suasana yang secara ilmiah
dimodernisasi.[38]
Sementara itu, hampir pada waktu bersamaan, pemerintahan penjajah menjalankan
politik etis, politik balas budi. Belanda mendirikan sekolah-sekolah formal bagi bumi
putra, terutama dari kalangan priyayi dan kaum bangsawan. Pendidikan Belanda
tersebut membuta mata kaum terpelajar akan kondisi masyarakat Indonesia.
Pengetahuan mereka akan kemiskinan, kebodohan dan ketertindasan mendorong
lahirnya organisasi-organisasi sosial, seperti Budi Utomo, Taman Siswa, Jong Java,
jong Sumatrenen Bond, Jong Ambon, Jong Selebes dan lain sebagainya.

2. Perjuangan Kemerdekaan Umat Islam


Nasionalisme dalam pengertian politik, baru muncul setalah Samanhudi menyerahkan
tumpuk pimpinan SDI kepada HOS Tjokroaminoto yang mengubah nama dan sifat
organisasi serta memperluas ruang geraknya.[39] Sebagai organisasi pelopor
nasionalisme Indonesia, SI pada decade pertama adalah organisasi politik besar yang
merekrut anggotanya dari berbagai kelas dan aliran yang ada di Indonesia. Waktu itu,
ideology bangsa memang masih beragam dan semua bertekad untuk mencapai
kemerdekaan.
Demikianlah SI memperjuangkan pemerintahan sendiri bagi pendudukan Indonesia,
bebas dari pemerintahan Belanda. Namun demikian, dalam perjalan sejarahnya,
dikalangan tokoh-tokoh dan organisasi-organisasi pergerakan, mulai terjadi perbedaan
taktik dan program; golongan revolusioner berhadapan dengan golongan moderat; dan
politik koperasi tidak berjalan dengan politik non-koperasi yang dilakukan oleh
golongan tertentu. Puncak perbedaan ini terjadi dalam tubuh SI sendiri, yang
memunculkan kekuatan baru dengan ideologinya sendiri, komunisme. Pemisahan apa
yang kemudian dikenal dengan PKI dari SI.
Di awal 1940-an, Soekarno yang pernah mendalami ajaran Islam, mencoba
mendamaikan konflik-konflik itu dengan berusaha mengutip pendapat pemikir-pemikir
pembaharu di Negara Islam Timur Tengah, termasuk Turki. Namun, konsep politik
Islamnya lebih banyak merupakan penerapan sekulerisme, sebagaimana yang dilakukan
oleh Kemal Attaturk di Turki.

3. Organisasi Politik dan Organisasi Sosial Islam


Pada masa proklamasi 17 Agustus 1945, Piagam Jakarta sama sekali tidak digunakan.
Soekarno-Hatta justru membuat teks proklamasi yang lebih singkat, karena ditulis
secara tergesa-gesa. Perlu diketahui, menjelang kemerdekaan, setelah Jepang tidak bisa
menghindari kekalahan dari Negara sekutu, BPUPKI ditingkatkan menjadi Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Berbeda dengan BPUPKI yang khusus
untuk pulau jawa, PPKI merupakan perwakilan daerah seluruh kepulauan di Indonesia.
Pada masa ini disebut juga masa Revolusi dan Demokrasi liberal, yang mana organisasi
politik pada saat ini antara lain; Masyumi, PSII, Perti, dan NU.
Pada masa demokrasi terpimpin, hanya partai Masyumi yang keluar dari barisan dan
yang lainnya masih tetap. Sedangkan pada masa Orde Baru; Golkar, PDI dan PPP.

N. PUSAT-PUSAT PERADABAN ISLAM


1. Baghdad
Kota Baghdad didirikan oleh khalifah Abbasiyah II, Al-Manshur (754-755 M). setelah
mencari daerah-daerah yang strategis untuk ibu kotanya, pilihan jatuh pada daerah yang
sekarang dinamakan Baghdad, terletak dipinggir sungai Tigris. Al-Manshur sangat
cermat dan teliti dalam memilih lokasi yang akan dijadikan ibu kota. Ia menugaskan
beberapa orang ahli untuk meneliti dan mempelajari lokasi. Bahkan ada beberapa orang
yang diperintahkan untuk tinggal beberapa hari ditempat itu pada musim yang berbeda,
kemudian para ahli melaporkan tentang keadaan udara, tanah, dan lingkungan. Setelah
dengan seksama daerah itu ditetapkan sebagai ibu kota dan pembangunanpun dimulai.
Dalam membangun kota, khalifah mempekerjakan ahli bangunan yang terdiri dari
arsitektur, tukang batu, tukang kayu, ahli pahat, dan lain-lain. Mereka didatangkan dari
Syiria, Mosul, Basrah, dan Kufah yang berjumlah sekitar 100.000 orang. Kota ini
berbentuk bundar. Di sekelilingnya dibangun tembok yang tinggi dan besar.
Dari kota inilah memancar sianr kebudayaan dan peradaban Islam ke seluruh dunia.
Prestise politik, supremasi ekonomi, dan aktivitas intelektual merupakan tiga
keistimewaan kota ini.[40] Kebesarannya tidak terbatas pada negeri Arab, tetapi
meliputi seluruh negeri Islam. Baghdad ketika itu menjadi pusat peradaban dan
kebudayaan yang tertinggi di dunia. Ilmu pengetahuan dan sastra berkembang sangat
pesat. Banyak buku filsafat yang sebelumnya dipandang sudah “mati” dihidupkan
kembali dengan diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Khalifah Al-Ma’mun memiliki
perpustakaan yang dipenuhi ribuan buku ilmu pengetahuan. Perpustakaan itu bernama
Bait al-Hikmah.
Di samping itu, banyak berdiri akademi, sekolah tinggi, dan sekolah biasa yang
memenuhi seluruh kota. Dua di antaranya yang terpenting adalah perguruan
Nizhamiyyah, didirikan oleh Nizam al-Mulk, wazir sultan Saljuk dan perguruan
Mustanshiriyah, didirikan dua abad kemudian oleh Khalifah al-Mustanshir Billah.

2. Kairo (Mesir)
Kota Kairo dibangun pada 17 Sya’ban 358 H/969 M oleh Panglima perang Dinasti
Fathimiah yang beraliran Syi’ah. Jawhar Al-Siqili, atas perintah Fathimiah, Al-Mu’izz
Lidinillah (953-975 M), sebagai ibu kota kerajaan dinasti tersebut. Bentuk kota ini
merupakan segi empat. Disekelilingnya dibangun pagar tembok besar dan tinggi, yang
sampai sekarang masih ditemui peninggalannya. Pagar tembok ini memanjang dari
Masjid ibn Thulun sampai ke Qal’at Al-Jabal. Daerah yang dilalui oleh dinding ini
sekarang disebut al-Husniyah, Bab al-Luk, Syibra, dan Ahya Bulaq.[41]
Kota yang terletak di tepi Sungai Nil ini mengalami tiga kali masa kejayaan, yaitu pada
masa dinasti Fathimiah, Shalah al-Din al-Ayyubi dan di bawah Baybars dan an-Nashir
pada masa dinasti Mamalik. Dinasti Fahtimiah ditumbangkan oleh dinasti ayyubiyah
yang didirikan oleh Shalah al-Din al-Ayyubi, seorang pahlawan Islam yang terkenal
dalam perang Salib. Ia tetap mempertahankan lembaga-lembaga yang didirikan oleh
dinasti Fathimiah tetapi mengubah orientasi keagamaannya dari Syi’ah kepada Sunni. Ia
juga mendirikan lembaga-lembaga baru, terutama masjid yang dilengkapi dengan
tempat belajar teologi dan hukum. Karya-karya ilmiah yang muncul pada masanya dan
sesudahnya adalah kamus-kamus biografi, compendium sejarah, manual hukum, dan
komentar-komentar teologi. Ilmu kedokteran diajarkan di rumah-rumah sakit.
Prestasinya yang lain adalah didirikannya sebuah rumah sakit bagi orang yang cacat
pikiran.[42]

3. Isfahan (Persia)
Isfihan adalah kota terkenal di Persia, pernah menjadi ibu kota kerajaan Safawi. Kota ini
merupakan gabungan dari dua kota sebelumnya, yaitu Jayy, tempat berdirinya
Syahrastan dan Yahudiyah yang didirikan oleh Buchtanashshar atas anjuran istrinya
yang beragama Yahudi.[43]
Ketika raja Safawi, Abbas I, menjadikan isfihan sebagai ibu kota kerajaannya, kota ini
terletak di atas sungai Zandah. Di atas sungai ini terbentang tiga buah jembatan yang
megah dan indah, satu diantaranya terletak ditengah kota. Sementara dua lainnya
dipinggiran kota. Kota ini ketika berada di kekuasaan Safawi, dikelilingi oleh tembok
yang terbuat dari tanah dengan delapan buah pintu. Di dalam kotak berdiri banyak
bangunan, seperti istana-istana, sekolah-sekolah, masjid, menara, pasar dan ruamh-
rumah yang indah, terukir rapi dengan warna yang menarik. Masjid Syah yang didirikan
oleh Abbas , merupakan salah satu masjid terindah di dunia. Pintunya dilapisi dengan
perak. Disamping itu, juga ada lapangan dan tanaman yang terawatt baik dan menawan.

4. Istanbul (Turki)
Istanbul adalah ibu kota kerajaan Turki Usmani. Kota ini sebelumnya merukan ibu kota
kerajaan Romawi Timur, yang bernama Konstantinopel. Sebagai ibu kota, di sinilah
tempat berkembangnya kebudayaan Turki yang merupakan perpaduan bermacam-
macam kebudayaan. Bangsa Turki Usmani banyak mengambil pelajaran etika dan
politik dari bangsa Persia. Sebagai bangsa yang berasal dari Asia Tengah, Turki
memang suka berasimilasi dan senang bergaul dengan bangsa lain. Dalam bidang
kemeliteran dan kepemerintahan, kebudayaan Bizantium banyak mempengaruhi
kerajaan Turki Usmani. Namun, jauh sebelum mereka berasimilasi dengan bangsa lain,
sejak pertama mereka masuk Islam, bangsa Arab sudah menjadi guru mereka dalam
bidang agama, ilmu, prinsip-prinsip kemasyarakatan, hokum, huruf Arab dijadikan
huruf resmi kerajaan.

O. PERADABAN ISLAM DI INDONESIA


1. Sebelum Kemerdekaan
Oleh karena penyebaran Islam di Indonesia pertama-tama dilakukan oleh para
pedagang. Pertumbuhan komunitas Islam bermula di berbagai pelabuhan-pelabuhan
penting Sumatera, Jawa dan pulau lainnya. Kerajaan-kerajaan Islam yang bertama
berdiri juga berasal dari pesisir. Demikian halnya dengan kerajaan Samudera Pasai,
Aceh, Demak, Banten dan Cirebon, Ternate dan Tidore. Dari sana kemudian Islam
menyebar dan hampir merata di berbagai wilayah Nusantara.
Di samping merupakan pusat-pusat politik dan perdagangan, ibu kota kerajaan juga
merupakan tempat berkumpul para ulama. Ibn Bathuthah menceritakan, sultan kerajaan
Samudera Pasai, Sultan al-Malik al-Zahir, dikelilingi oleh ulama dan mubalig Islam,
dan raja-raja sendiri sangat menggemari diskusi mengenai masalah-masalah keagamaan.
Raja Aceh mengngkat para ulama untuk dijadikan sebagai penasihat dan pejabat di
bidang keagamaan. Sultan Iskandar Muda mengangkat Syaikh Syamsuddin al-
Sumatrani mejadi mufti kerajaan Aceh, Sultan Iskandar Tsani mengangkat Syikh
Nuruddin al-Raniri menjadi mufti kerajaan.
Kedudukan ulama sebagai penasihat raja, terutama dalam bidang keagamaan juga
terdapat di kerajaan-kerajaan Islam lainnya. Di Demak, penasihat Raden Fatah adalah
para Wali, terutama Sunan Ampel dan Sunan Kalijaga. Sunan Gunung Jati bahkan
disamping berperan sebagai guru agama dan mubalig, juga langsung berperan sebagai
kepala pemerintahan. Di Ternate, sultan dibantu oleh sebuah badan penasihat atau
lembaga adat. Pada umumnya badan ini beranggotakan para ulama.

2. Setelah Kemerdekaan
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, sejak awal kebangkitan nasional, posisi
agama sudah mulai dibicarakan dalam kaitannya dengan poltik atau Negara. Ada dua
pendapat yang didukung oleh dua golongan yang bertentangan tentang hal itu. Satu
golongan berpendapat; Negara Indonesia merdeka hendaknya merupakan Negara
“sekuler”, Negara yang dengan jelas memisahkan persoalan agama dan politik,
sebagaimana diterapkan di Negara Turki oleh Mustafa Kemal. Golongan lainnya
berpendapat; Negara Indonesia merdeka adalah “Negara Islam”. Kedua pendapat ini
terlihat sebelum kemerdekaan dalam polemik antara Soekarno dengan Agus Salim.
Meskipun persoalan itu belum selesai dipecahkan, tampaknya para pemimpin bangsa
Indonesia sudah bergerak memikirkan alternative “jalan tengah” dari dua pendapat
tersebut. Mereka menganjurkan suatu Negara yang mempunyai dasar keagamaan secara
umum dan pemerintah mengakui nilai keagamaan yang positif, karena itu akan
memajukan kegiatan keagamaan. Dalam kerangka itulah, Departemen Agama didirikan,
yang menangani berbagai macam persoalan tentang keagamaan, antara lain: pendidikan,
haji, hokum Islam,dan MUI.

Anda mungkin juga menyukai