Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH

PERADABAN ISLAM DINASTI-DINASTI LAIN DI DUNIA ISLAM I

Disusun guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Peradaban Islam

Dosen Pengampu : Muhammad Masrur, M.E.I

Disusun Oleh :

Kelompok 6

1. Aisyah (4320051)
2. Ayada Ulufal Qolbi (4320057)
3. Eka Febrianti (4320060)

KELAS A

PROGRAM STUDI AKUNTANSI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UIN K.H. ABDURRAHMAN WAHID PEKALONGAN

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah yang berjudul
“Peradaban Islam Dinasti-Dinasti Lain Di Dunia Islam I” guna memenuhi tugas mata kuliah
Sejarah Peradaban Islam.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak Muhammad Masrur, M.E.I selaku dosen
pengampu mata kuliah Sejarah Peradaban Islam yang telah membimbing dan memberikan
arahan kepada penulis dalam mengerjakan makalah ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada teman-teman yang sudah membantu dalam pembuatan makalah sehingga dapat selesai
tepat waktu.
Penulis berharap makalah ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca dan utamanya
kepada penulis sendiri. Penulis menyadari bahwa banyak kesalahan dan kekurangan pada
penyusunan makalah ini. Hal ini karena keterbatasan dan kemampuan dari penulis. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak guna
penyempuraan makalah ini.

Pekalongan, Maret 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................i

DAFTAR ISI......................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah..........................................................................................1


B. Rumusan Masalah ...................................................................................................2
C. Tujuan .....................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................................3

A. Peradaan Islam pada Masa Dinasti Idrisiyah...........................................................3


B. Peradaan Islam pada Masa Dinasti Aghlabiyah......................................................6
C. Peradaan Islam pada Masa Dinasti Samaniyah.......................................................10
D. Peradaan Islam pada Masa Dinasti Safariah............................................................13
E. Peradaan Islam pada Masa Dinasti Tulun...............................................................15
F. Peradaan Islam pada Masa Dinasti Hamdaniyah.....................................................18
G. Peradaan Islam pada Masa Dinasti Fatimiah...........................................................20

BAB III PENUTUP ..........................................................................................................30

A. Kesimpulan .............................................................................................................30
B. Saran .......................................................................................................................31

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................32

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setelah masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah pertama berakhir, keadaan politik
dunia Islam dengan cepat mengalami kemunduran.Pemerintahan Dinasti Abbasiyah kuat
secara politik hanya pada periode pertama saja. Pada periode selanjutnya, pemerintahan
Dinasti Abbasiyah mulai menurun. Masa disintegrasi atau perpecahan yang terjadi pada
masa Abbasiyah merupakan perpecahan politik dimana muncul pemerintahan baru selain
pemerintahan Abbasiyah di Baghdad, yaitu masa pemerintahan al-Mutawakkil sampai
dengan al-Muntashim (27 khalifah).1 Pada masa ini hubungan antara Abbasiyah sebagai
pusat pemerintahan dan dinasti-dinasti baru dapat digolongkan sebagai berikut:

1. Dinasti yang menyatakan setia pada khalifah, tetapi tidak mengirimkan hasil
pajaknya pada pemerintahan pusat.
2. Dinasti yang sejak awal pembentukannya sudah menyatakan tidak tunduk pada
Abbasiyah.
Pada periode pertama Dinasti Abbasiyah, muncul fanatisme kebangsaan yang
mengambil bentuk gerakan syu’ubiyah (kebangsaan/anti Arab).Gerakan inilah yang
menginspirasi banyak gerakan politik, di samping persoalan-persoalan keagamaan.
Dinasti-dinasti yang tumbuh dan memerdekakan diri dari kekuasaan Baghdad pada masa
khalifah Abbasiyah, ada yang berlatar belakang bangsa Arab, Turki, Persia, dan Kurdi,
sebagaimana ada juga yang berlatar belakang aliran Syi’ah dan Sunni.2
Selanjutnya mulai periode kedua, wibawa khalifah merosot tajam. Dalam keadaan
seperti itu para panglima tentara mengambil alih kekuasaan dari khalifah.Namun,
kekuasaan para tentara itu tidak bertahan lama karena mereka saling berselisih dan tidak
didukung penduduk akibat kedzaliman mereka.Hal itulah yang menjadi latar belakang
bermulanya masa disintregasidan dunia Islam terpecah-pecah menjadi beberapa kerajaan.

1
Istianah Abu Bakar, Sejarah Peradaban Islam (Malang: UIN-Malang Press, 2008), h. 87
2
Badri Yatim, Sejarah Kebudayaan Sejarah Kebudayaan Islam II (Jakarta: Ditjen Binbaga Islam,1996),h 438

1
Pada masa Bani Abbasiyah terdapat dinasti-dinasti kecil yangjumlahnya cukup
banyak diantaranya adalah dinasti Idrisiyah, dinasti aghlabiyah, dinasti samaniyah,
dinasti Thuluniyah, dinasti Syaffariyah, dll.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Peradaan Islam pada Masa Dinasti Idrisiyah?
2. Bagaimana Peradaan Islam pada Masa Dinasti Aghlabiyah?
3. Bagaimana Peradaan Islam pada Masa Dinasti Samaniyah?
4. Bagaimana Peradaan Islam pada Masa Dinasti Safariah?
5. Bagaimana Peradaan Islam pada Masa Dinasti Tulun?
6. Bagaimana Peradaan Islam pada Masa Dinasti Hamdaniyah?
7. Bagaimana Peradaan Islam pada Masa Dinasti Fatimiah?
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Peradaan Islam pada Masa Dinasti Idrisiyah?
2. Untuk Mengetahui Peradaan Islam pada Masa Dinasti Aghlabiyah?
3. Untuk Mengetahui Peradaan Islam pada Masa Dinasti Samaniyah?
4. Untuk Mengetahui Peradaan Islam pada Masa Dinasti Safariah?
5. Untuk Mengetahui Peradaan Islam pada Masa Dinasti Tulun?
6. Untuk Mengetahui Peradaan Islam pada Masa Dinasti Hamdaniyah?
7. Untuk Mengetahui Peradaan Islam pada Masa Dinasti Fatimiah?

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Peradaan Islam pada Masa Dinasti Idrisiyah


1. Sejarah Dinasti Idrisiyah
Dinasti Idrisiyah merupakan dinasti awal-awal yang berdiri di wilayah Maghrib,
yang didirikan oleh Idris bin Abdullah bin Al-Hasan pada tahun 788 M. Pendiri Dinasti
ini adalah Idris bin Abdullah yang merupakan kelompok dari Alawiyun. Kelompok
Alawiyun merupakan merupakan kelompok pemberontakan yang dipeloporioleh
keturunanan Ali bin Abi Thalib, yaitu Muhammad atau yang dikenal dengan Al-Nafs
AlZakakiyyah dan Ibrahim.3 Kelompok yang memberontak terhadap pemerintahan
Abbasiyah bermula dari rasa dikhianati oleh pemerintahan Dinasti Abbasiyah yang ikut
di dalam situasi dan kondisi politik di wilayah Maghrib yang sedang dilanda konflik
internal antars uku, membuka ruang untuk berdirinya dinasti baru, yaitu Idrisiyah.
Konflik antar suku tersebut, melibatkan suku-suku Berber seperti Shanhaja, Masmudiyah
dan Burghuathah. Masmudiyah merupakan salah satu suku Berber, yang memegang
teguh as-Sunnah. Sedangkan Burghuathah merupakan kabilah yang dianggap sesat
karena menciptakan ideologi agama baru.Kabilah ini menjadi kabilah terkuat di antara
kabilah lainnya.
Dengan membawa misi membebaskan masyarakat dari penindasan dan
kezindiqan atas kelompok tertentu. Dukungan kepada Idris bin Abdullah bin Al-Hasan
semakin massif, apalagi ketika adanya propaganda untuk mengangkat seorang pemimpin
keturunan ahlul bait, dukungan bertambah semakin banyak. Kabilah Arwaba adalah salah
satu kabilah yang mendukung berdirinya Dinasti Idrisiyah, selain itu mayoritas
simpatisan Dinasti Idrisiyah berasal dari wilayah Wallili atau Volubilis. Yang kemudian
menjadi pusat pemeritahan pertama Dinasti Idrisiyah. Setelah berhasil memproklamirkan
sebagai dinasti baru di wilayah Maghrib, Dinasti Idrisiyah juga berhasil memperluas
wilayah kekuasaannya di Afrika Utara dan Samudera Atlantik. Dinasti ini menjadi
semakin kuat ketika mendapat dukungan dari para tokoh dan suku Berber Zenata, yang
ada di Maroko Utara, yang sangat mengagumi keturunan Ali bin Abi Thalib.

3
Ibid., hal. 222

3
Berdirinya Dinasti Idrisiyah di wilayah Maghrib, mengancam eksistensi
kekuasaan Dinasti Abbasiyah yang berpusat di Baghdad. Bahkan khalifah pada waktu itu,
yaitu Harun Al-Rasyid marah dengan berdirinya Dinasti Idrisiyah, karena mengancam
eksistensi wilayah kekuasaan Dinasti Abbasiyah di wlayah Maghrib. Selain itu, dinasti
ini juga memasukkan doktrin Syiah ke dalam ideology kenegaraannya. Berdirinya
Dinasti Idrisiyah mendapat penolakan dari penguasa Dinasti Abbasiyah, hingga akhirnya
pemerintahan Dinasti Abbasiyah pernah mengirimkan pasukannya untuk menyerang
dinasti idrisiyah di wilayah Fez.
2. Masa Kejayaan Dinasti Idrisiyah
Kurang lebih satu setengah abad Dinasti Idrisiyah berkuasa di Maroko, dan telah
dipimpin oleh sembilan orang raja, yaitu Idris I (788-793), Idris II (793-828), Muhammad
al-Muntasir (828-836), Ali I (836-849), Yahya I, Yahya II, Ali II, dan Yahya III (849-
904), Yahya IV (904-922).
Masa kemajuan Dinasti Idrisiyah mulai tercapai pada masa pemerintahan Idris I
dan Idris II. Keberhasilan yang dicapai pada masa itu adalah penyebaran Islam ke seluruh
masyarakat dengan mudah. Di samping itu, pertahanan dan keamanan cukup kuat,
terbukti adanya Idris dan pasukannya dapat menahan pasukan Romawi dan
mempertahankan wilayahnya.
Setelah Idris II meninggal pada tahun 828, ia meninggalkan pemerintahan yang
stabil dan telah menguasai sebagian besar muslim Barbar. Tiga raja berikutnya,
Muhammad, Ali I, dan Yahya I adalah penguasa-penguasa yang kuat, yang lebih
memapankan pemerintahan Idrisiyah. Sepanjang pemerintahan Yahya I, Fez telah
mencapai puncak kemakmurannya dengan menjadi salah satu pusat perdagangan yang
menghubungkan antara Afrika dan Eropa. Selama pemerintahan Yahya yang damai,
banyak imigran dari Andalusia dan daerah Afrika lainnya berdatangan ke Fez. Kota ini
lalu berkembang dengan pesat, baik dari segi penduduk maupun pembangunan gedung-
gedungnya. Di antara gedung yang dibangun pada masa itu ialah dua masjid, Qarawiyyin
dan Andalusia, yang didirikan pada tahun 859 M. Kota Fez kemudian dianggap sebagai
kota suci, tempat tinggal kaum syorfah (kaum syurafa’ atau orang-orang mulia)
keturunan istimewa Nabi.

4
Ira M. Lapidus mengatakan, bahwa meskipun wilayah pemerintahannya relatif
kecil, Dinasti Idrisiyah merupakan negara Maroko-Islam yang pertama, dan merupakan
pusat perjuangan Islam yang aktif.
Yahya I bin Muhammad meninggal pada tahun 863 M, ia kemudian digantikan
oleh putranya, Yahya II, yang pemerintahannya kurang sukses. Pada masanya mulai
terjadi disintegrasi dengan terjadinya pemberontakan dari bangsa Barbar yang
memaksanya untuk lari bersembunyi. Dari sinilah awal kemunduran Dinasti Idrisiyah.
Kemajuan yang pernah dicapai oleh Dinasti Idrisiyah dapat mengangkat citra
umat Islam pada umumnya, dan Afrika khususnya, dan telah memperlihatkan bahwa
manajemen pemerintahan sangat penting untuk mengatur negara dan wilayah kekuasaan.
Hal itulah yang dilakukan oleh Idris I sampai pada Yahya I, sehingga kemajuan itu dapat
dicapai.
Namun setelah itu, saat kepemimpinan beralih, maka kondisinya berbeda akibat
tipe pemimpin berikutnya tidak belajar dari sejarah pendahulunya, sehingga dalam
sejarah dicatat bahwa setelah Yahya I, Dinasti Idrisiyah mengalami kemunduran.
3. Masa Kemunduran Dinasti Idrisiyah
Salah satu penyebab kemunduran Dinasti Idrisiyah adalah karena kelemahan
pemerintahnya yang tidak dapat dipungkiri. Kelemahan itu kelihatan pada
ketidakmampuan mengontrol daerah-daerah pedalaman dan pesisir. Akibat dari
kelemahan itu, Dinasti Idrisiyah sama sekali tidak mampu, baik secara geografis maupun
ideologis untuk memperlebar wilayah perbatasan yang telah dirintis dan dikoordinasi
oleh Idris I.
Seperti telah dijelaskan, bahwa Yahya II tidak mampu melanjutkan kesuksesan
para pendahulunya. Pemberontak Barbar telah memaksanya untuk melarikan diri ke
Andalusia sampai akhir hayatnya. Setelah kematian Yahya II, keadaan pemerintahan
cenderung anarki dengan terjadinya perebutan kekuasaan antara anak cucu Idris. Kondisi
chaos ini diperparah dengan terjadinya pemberontakan kaum Khawarij melawan
pemerintahan Idrisiyah yang Syi’ah. Perdagangan menjadi berkurang, kemakmuran
mengalami decline, kemelaratan merajalela di mana-mana. Selanjutnya, pada tahun 881
sebuah gempa bumi yang dahsyat melanda negara, menghancurkan bangunan-bangunan
dan mengubur banyak penduduk di bawah puing-puing bangunan, sementara itu

5
ketakutan dan penyakit melanda desa-desa. Saat itu sungguh menjadi era miring bagi
pemerintahan Dinasti Idrisiyah, yang mana kondisi politik sangat membingungkan,
sehingga para sejarahwan pun sulit menentukan tahun yang pasti pada pemerintahan
Idrisiyah antara Yahya I dan Yahya IV.
Pada tahun 904, Yahya IV memproklamirkan diri sebagai raja dan imam yang
secara berangsur-angsur memulihkan kekuasaan (rezim) Idrisiyah. Selama masa
pemerintahannya, keadaan relatif stabil dan keamanan berhasil dipulihkan di Afrika
Utara, perdagangan kembali maju dan kemakmuran mulai tumbuh kembali di Fez.
Namun demikian kemakmuran tersebut hanya berlangsung singkat, dengan kemunculan
Dinasti Fatimiyah, gerakan Syi’ah (keturunan Ali) yang lain, di pusat Afrika Utara, di
bawah pimpinan Ubaydillah al-Mahdi. Pada tahun 919, hanya lima belas tahun setelah
pelantikannya sebagai pemimpin rezim Idrisiyah, Yahya IV harus berperang melawan
tetangganya, Dinasti Fatimiyah. Menyadari posisinya yang lemah, Yahya IV memilih
untuk mengadakan perundingan damai dengan Fatimiyah, yang telah menyetujui dirinya
untuk melanjutkan pemerintahannya di Fez, tapi dengan catatan harus membayar upeti
kepada khalifah Fatimiyah. Pada tahun 922, tiba-tiba Fatimiyah memutuskan untuk
memecat Yahya IV dan memasukkan wilayah Magrib kedalam kekuasaannya, yang
mengakhiri masa kekuasaan Dinasti Idrisiyah yang telah memerintah di Afrika Utara
selama sekitar seratus empat puluh tahun.
Juga di antara faktor yang membawa kepada surutnya kekuasaan Dinasti Idrisiyah
adalah setelah Khalifah Harun al-Rasyid mengangkat Ibrahim bin Aglab (800-811) –
pendiri bani Taglib (Dinasti Aglabiyah) – sebagai gubernur Afrika Utara yang beraliran
Sunni. Ibrahim bin Aglab sengaja diangkat oleh Khalifah Harun al-Rasyid untuk
membendung bahaya Dinasti Idrisiyah dan kaum Khawarij.
B. Peradaan Islam pada Masa Dinasti Aghlabiyah
1. Sejarah Dinasti Aghlabiyah
Dinasti Aghlabiyah merupakan sebuah dinasti yang pusat pemerintahannya
berada di Qairawan, Tunisia. Nama dinasti ini dinisbatkan dari nama Ibrahim ibn
alAghlab, seorang Khurasan yang menjadi perwira dalam barisan tentara Abbasiyah pada
masa pemerintahan khalifah Harun al-Rasyid. 4 Pada masa pemerintahan khalifah Harun

4
Imam Fuadi, Sejarah Peradaban Islam (Yogyakarta: Teras, 2011), h. 158

6
al-Rasyid tersebut di daerah bagian barat Afrika Utara muncul dua kekuatan yang
mengancam stabilitas kekhalifahan Abbasiyah.Kekuatan tersebut adalah Dinasti Idrisiyah
yang beraliran Syiah dan kelompok Khawarij.
Dalam rangka mempertahankan pemerintahan Abbasiyah itulah kemudian Harun
al-Rasyid mengirimkan bala tentaranya ke Ifriqiyah (sekarang Tunisia) di bawah
pimpinan Ibrahim ibn al-Aghlab dan berhasil menumpas kelompok Khawarij.Dengan
keberhasilan yang dicapai itulah, Ibrahim mengusulkan kepada khalifah agar wilayah
Ifriqiyah tersebut dihadiahkan kepadanya dan keturunannya secara permanen. Usulan
Ibrahim itu kemudian disetujui khalifah dan secara resmi ia diangkat sebagai gubernur di
Tunis pada tahun 800 M serta diberi hak otonomi secara luas, dan sebagai imbalannya dia
harus membayar upeti tahunan sebesar 40.000 dinar kepada khalifah di Baghdad.5
Dalam perjalanan selanjutnya, hubungan Ibrahim semakin baik dengan khalifah
Abbasiyah.Setelah satu tahun menjadi amir, khalifah kemudian memberikan hak otonomi
penuh kepada Ibrahim untuk mengatur wilayahnya dan menentukan kebijakan politiknya,
termasuk menentukan penggantinya tanpa campur tangan sedikitpun dari khalifah
walaupun secara formal masih tetap mengakui kekhalifahan Baghdad. 6 Dengan demikian
Ibrahim ibnu al-Aghlab membina wilayah ini dengan keturunannya, yang kemudian
dikenal dengan Dinasti Aghlabiyah. Dinasti Aghlabiyah.di perintah oleh 11 khalifah,
antara lain:

1) IbrahimI (179 H/795 M)


2) Abdullah I (197 H/812 M)
3) Ziyaadatullah (210 H/817 M)
4) Abu Ilqal Al-Aghlab (223 H/838 M)
5) Muhammad I (226 H/841 M)
6) Ahmad (242 H/856 M)
7) Ziyaadatullah II (248 H/863 M)
8) Abu Al-gharaniq Muhammad II (250 H/863 M)
9) Ibrahim II (261 H/875 M)

5
W. Montgomery Watt. Kejayaan Islam Kajian Kritis dari Tokoh Orientalis,terj. Hartono Hadikusumo,
(Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1990), h. 109
6
Imam Fuadi, Sejarah Peradaban Islam (Yogyakarta: Teras, 2011), h. 160

7
10) Abdullah II (289 H/902 M)
11) Ziyaadatullah III (290-296 H/903-909 M)
2. Masa Kejayaan Dinasti Aghlabiyah
Sosok Ibrahim I adalah sosok panglima militer Abbasiyah yang gagah perkasa.
Penguasa Dinasti Aghlabiyah ini mulai dari Ibrahim I dan para penggantinya mampu
menumpas beberapa pemberontakan yang bermunculan, antara lain pemberontakan
Hamdis (805 M), Zaid ibn Sahal (822M), Mansur ibn Nashir Tanbizi (823 M), dan
lainlain.Kesuksesan para penguasa dalam menumpas para pemberontak menunjukkan
bahwa Dinasti Aghlab merupakan dinasti yang dibangun atas kekuatan yang mampu
memelihara stabilitas politik pemerintahan secara baik.
Terdapat beberapa kemajuan yang dicapai Dinasti Aghlabiyah yang mampu
memberikan kontribusi kepada peradaban Islam. Kemajuan tersebut meliputi:
 Kemajuan di Bidang Politik
Salah satu kemajuan Dinasti Aghlabiyah yang terkenal adalah kemajuan dan
ketangguhan militernya.Armada laut dinasti ini mampu menjelajah pulau-pulau di laut
tengah dan pantai-pantai Eropa. Dinasti yang semula hanya memilki wilayah
kegubernuran telah mencuat kekuasaannya hingga ke Eropa, Sisilia, pulau-pulau yang
berdekatan dengan Tunisia, kota-kota Pantai Italia dan kota Roma serta Pantai
Yugoslavia. Kesuksesan yang diraih dinasti ini dalam menaklukkan berbagai wilayah
tersebut, di antaranya adalah semangat egalitarianisme, dengan tidak membeda-bedakan
antara orang Arab dengan orang Barbar.7
Di samping itu juga yang tidak kalah pentingnya adalah semangat jihadnya untuk
mengembangkan Islam.Hal ini terbukti dengan adanya kebijakan Ziadatullah I yang
menunjuk seorang faqih mazhab Maliki yang juga penyusun kitab Asadiyat, sebagai
komandan perang.Ulama besar yang berpengaruh ini kemudian mengumandangkan jihad
melawan orang-orang kafir.Semangat pasukan Islam dalam jihad ini sangatlah tinggi
dikarenakan pimpinan mereka adalah orang yang alim dalam beragama.
 Kemajuan di Bidang Kebudayaan
Kesetabilan bidang ekonomi dan iklim politik yang kondusif menyebabkandinasti
Aghlabiyah mampu membangun beberapa kota menjadi kota yang megah, di antaranya

7
Imam Fuadi, Sejarah Peradaban Islam (Yogyakarta: Teras, 2011), h. 161

8
adalah kota Tunisia dan Sisilia, selain itu guna mengimbangi masjid-masjid di timur
dibangunlah masjid Qairawan yang megah. Pada masa pemerintahan Ziadatullah
dibangun 10.000 benteng pertahanan di Afrika Utara dengan konstruksi dan arsitektur
yang megah pula.Kota Sisilia yang dikuasai Dinasti Aghlabiyah ini merupakan wilayah
transformasi ilmu dan kebudayaan Arab dan Islam ke wilayah Eropa lewat jalur tengah.
 Kemajuan di Bidang Ilmu Pengatahuan
Dinasti Aghlabiyah juga mengalami kemajuan di bidang ilmu pengetahuan. Hal
ini dibuktikan dengan keberadaan kota Qairawan, sebagai pusat penting bagi
perkembangan mazhab Maliki yang menggantikan kota Madinah. 8 Di kota ini pula lahir
sejumlah intelektual Islam terkemuka mazhab Maliki, di antaranya adalah Sahnun
pengarang kitab Mudawwanat, Yusuf ibnu Yahya, Abu Zakaria al-Kinani dan Isa ibnu
Muslim. Karya-karya mereka tentang mazhab Maliki tersimpan dengan baik di masjid
Qairawan. Meskipun dinasti ini bukan termasuk dinasti yang besar, akan tetapi kemajuan
di bidang ilmu pengetahuan dan agama serta kontribusinya terhadap peradaban Islam
tampak nyata.
 Kemajuan di Bidang Perekonomian
Di bidang ekonomi, pemerintahan Dinasti Aghlabiyah mendapatkan pemasukan
dari beberapa sektor, yaitu sektor pertanian, perdagangan, dan industri.Dinasti ini
membangun bendungan untuk irigasi, dan juga mengembangkan perkebunan anggur dan
kurma.Sementara itu untuk memajukan bidang perdagangan, dibangunlah jalan-jalan dan
angkutan serta lalu lintas perdagangan. Untuk mengembangkan sektor industri, Bani
Aghlabiyah mendirikan manufaktur alat-alat pertanian, pengolahan emas, perak, dan lain-
lain.Kemajuan ekonomi ini menjadikan pemerintahan Dinasti Aghlabiyah dengan
segenap penduduknya hidup dengan relatif makmur.
3. Masa Kemunduran Dinasti Aghlabiyah
Setelah Bani Aghlabiyah berkuasa selama satu setengah abad, badai kehancuran
mulai mengancam, lambat laun dinasti ini mengalami tangga penurunan tepatnya pada
abad ke-IX.Kemunduran ini terjadi di bidang politik, yang disebabkan oleh gencarnya
propaganda orang-orang Syi’ah yang dimotori Abu Abdullah al-Syi’i atas perintah
Ubaidillah al-Mahdi, pendiri dinasti Fathimiyah. Kuatnya pasukan yang dibentuk

8
Imam Fuadi, Sejarah Peradaban Islam (Yogyakarta: Teras, 2011), h. 162

9
kelompok Syi’ah dari sekte Ismailiah ini kemudian mampu menggulingkan Dinasti
Aghlabiyah pada tahun 909 M, yang pada saat itu diperintah oleh Ziadatullah II, dan
sekaligus menandai berdirinya dinasti baru dan terkenal bernama Dinasti Fathimiah.
Artinya, Dinasti Aghlabiyah juga berakhir di tangan Dinasti Fathimiyah.9
C. Peradaan Islam pada Masa Dinasti Samaniyah
1. Sejarah Dinasti Sumaniyah
Bani Saman dari Transoxiana dan Persia (974-999 M) adalah keturunan
bangsawan penganut Zoroaster bernama Saman dari daerah Balkh. Keluarga bangsawan
ini sudah terkenal keberaniannya pada era Khalifah Harun ar-Rasyid melalui keempat
cucu dari Saman; Nuh, Ahmad, Yahya dan Ilyas putra Asad bin Saman. Keempat putra
tersebut membantu Khalifah menumpas pemberontakan Rafi’ bin al-Laits di Samarkand.
Pada era al-Ma-mun, kesetiaan keempat putra Asad bin Saman terhadap
pemerintahan Abbasiyah dibayar dengan mengangakat mereka sebagai penguasa di
Samarkand, Ferghana, Al-Syas dan Herat. Ahmad bin Asad menggantikan saudaranya
yang paling tua setelah wafatnya sebagai pemimpin Samarkand dan diteruskan oleh
Nashr bin Ahmad yang dinyatakan secara resmi oleh Khalifah al- Mu’tamid (870-892 M)
pada tahun 874 M sebagai amir di Samarkand.10
Pendiri Dinasti Saman adalah Nashr Bin Ahmad (874-892 M), yang juga cicit dari
Saman. Sedangkan sosok yang menegakkan dinasti ini adalah saudaranya, Ismail bin
Ahmad al-Samani (892-907 M). Pada tahun 900 M Ismail bin Ahmad berhasil merebut
Khurasan dari Shaffariyah. Nashr al-Samani membuat kebijakan politik dengan
menertibkan dan membersihkan daerahnya dari para pencuri dan preman dengan
menangkap pembesar dari mereka dan membunuhnya. Tidak hanya itu, orang-orang
serakah juga diusir dari Samarkand dan Bukhara sehingga masyarakat pada saat itu
mendapatkan jaminan keamanan jiwa dan harta mereka. Maraknya kejahatan pada saat
itu disebabkan lemahnya hukum di wilayah tersebut pada era Shaffariyah.
Nashr sebagai pemimpin di Samarkand pernah terlibat konflik dengan saudaranya
Ismail sebagai penguasa Bukhara terkait upeti sebesar 15.000 dinar hingga terjadi
9
Badri Yatim, Sejarah Kebudayaan Sejarah Kebudayaan Islam II (Jakarta: Ditjen Binbaga Islam,1996),h. 434.,
lihat pula Imam Fuadi, Sejarah Peradaban Islam (Yogyakarta: Teras, 2011), h. 164
10
Ishom Abdu Al-Rauf Al-Faqi, Ad-Dual Al- Mustaqil Fi Al-Masyriq Al-Islamiy Mundzu Mustahalli Al-Ashr Al-
Abbasi Hatta Al-Ghazwi Al-Maghuli (Cairo: Dar Al-Kutub Al-Arabi, 1999)., hlm. 41 17 Ibid., hlm. 42

10
pertempuran yang berakhir pada perjanjian damai pada tahun 895 M yang tetap
mengharuskan Ismail membayar upeti dari Bukhara. Hingga terjadi pertempuran kembali
pada tahun 899 dengan kemenangan Ismail atas Nashr. Setelah wafatnya Nashr bin
Ahmad (892 M), Ismail meninggalkan Bukhara menuju Samarkand dan mengirim surat
kepada Khalifah al-Mu’tadhid untuk menggantikan saudaranya di Samarkand .
Di bawah Ismail (892-907 M), dinasti ini semakin kuat. Abbasiyah di bawah al-
Mu’tadhid memainkan politik dua wajah, yaitu dengan memberikan kepercayaan penuh
kepada Samaniyah dan di lain sisi secara rahasia menghasut Amru bin al-Laits al-Shaffari
untuk membebaskan diri dari Samaniyah.
Penerus Ismail adalah Ahmad (907-912 M) yang adil seperti ayahnya, akan tetapi
dia wafat dibunuh anak-anaknya yang terabaikan karena kecintaanya yang lebih terhadap
para ulama. Penggantinya adalah anaknya, Nashr bin Ismail yang berumur delapan tahun
dan setelah dibaiat, dia membunuh seluruh saudaranya yang ikut serta bersamanya
membunuh ayahnya (Ishom Abdu, 1999).
Pada masa Nashr II (913-943 M) Samaniyah yang merupakan kelompok sub-
gubernur di bawah kekuasaan Thahiriyah berhasil memperluas wilayahnya hingga ke
batas-batas terjauh, di antaranya kawasan Sijistan, Kerman, Jurjan, Rayyi dan Tabristan.
Secara umum, di bawah kekuasan Samaniyah, kaum muslim berhasil menaklukan seluruh
kawasan Transoxiana dengan ibukotanya Bukhara. Selain itu terdapat kota terkemuka
yang menyaingi Baghdad, yaitu Samarkand.
2. Masa Kejayaan Dinasti Samaniyah
Dinasti Samaniyah telah memberikan sumbangan yang sangat berharga bagi
kemajuan Islam, baik dalam bidang ilmu pengetahuan, filasafat, budaya, politik, dan lain-
lain. Tokoh atau pelopor yang sangat berpengaruh dibidang filsafat dan ilmu pengetahuan
pada dinasti ini adalah Ibn Sina, selain Ibn Sina juga muncul para pujangga dan ilmuwan
dibidang kedokteran, astronomi dan filsafat yang sangat terkenal, seperti Al-Firdausi,
Ummar Kayam, Al-Bairuni dan Zakariya Al- Razi11.
Dinasti ini telah berhasil menciptakan kota Bukhara dan Samarkan sebagai kota
budaya dan kota ilmu pengetahuan yang sangat terkenal di seluruh dunia, sehingga kota
ini dapat menyaingi kota-kota lain, seperti Baghdad dan Cordova. Dinasti ini juga telah

11
Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, h.151.

11
berhasil mengembangkan perekonomian dengan baik, sehingga kehidupan
masyarakatnya sangat tentram, hal terjadi karena dinasti ini tidak pernah lepas hubungan
dengan pemerintah pusat di Baghdad.
Berakhirnya Dinasti Samaniayah di Transoxiana dan kota Bukhara serta
Samarkand sebagai kota utama sangat berpengaruh pada penerapan ajaran-ajaran Islam.
Kedua kota ini sebagai pusat ilmu pengetahuan dan kebudayaan, hampir-hampir
menyamai kebesaran kota Baghdad. Tidak hanya para ilmuwan Arab, ilmuwan Persia
pun mendapat perlindunagn dan dukungan dari pemerintah untuk pengembangan ilmu
pengetahuan12.
Tidak hanya berhenti sampai di situ, ilmu kedokteran, ilmu falak serta filsafat
juga mengalami kemajuan dengan disusun dan direkonstruksi serta diterjemahkan bahasa
Persia ke bahasa Asab. Diantara beberapa literatur di bidang kedokteran yang terkenal
masa itu adalah buku al-Manshury yang dikarang oleh Abu Bakr al-Razzi. Pada masa ini
muncul pula filosof muda belia yakni Ibnu Shina yang berhasil mengobati Amir Nuh bin
Mansur pada saat Ibnu Sina berusia delapan belas tahun. Di bidang kesusasteraan muncul
al-Firdawsi (934-1020) yang menulis sajak-sajaknya. Tercatat juga dalam sejarah seorang
wazir pada pemerintahan al-Manshur I bin Nuh (961-976) yang bernama Bal’ami. Ia
menerjemahkan Mukhtasar al-Thabari. Bahkan perpustakaan milik dinasti Samaniyah
yang berada di Bukhara memiliki berbagai koleksi buku yang tidak dijumpai di tempat
lain13. Begitu tingginya peradaban umat manusia di masa Dinasti Samaniyah ini terlebih
lagi bila dibandingkan dengan keadaan peradaban yang terjadi pada kedua dinasti
sebelumnya. Tidak hanya dalam bidang sains dan filsafat yang berkembang dimasa ini
tetapi juga dalam bidang ilmu-ilmu keislaman.
3. Masa Kemunduran Dinasti Samaniyah
Pada akhir sejarah, dinasti ini dipimpin oleh Manshur bin Abdul Malik (961-976
M). Pada masa ini wilayah kekuasaannya mulai terpecah dan memisahkan diri, di
antaranya kelompok Buwaihi yang menguasai setengah wilayah Iran, dan juga Tabristan,
Jurjan dan Dailam yang juga memisahkan diri. Penyebab melemahnya dinasti ini antara
lain: pertama, perpecahan yang hebat di internal dinasti yang mana kepemimpinan
diambil oleh pemimpin yang masih muda dan kurang pengalaman dalam pemerintahan.
12
Ahmad Al-Usayri., at-Tarikhul Islami. h. 462-463.
13
K. Hitti., History of The Arabs. h. 462-463

12
Kedua, adanya pemberontakan dari wilayah-wilayah yang ingin memisahkan diri. Ketiga,
permintaan bantuan tentara kepada bangsa Turki dan yang paling utama adalah adanya
pengaruh besar bangsa Turki dari dinasti Ghazanawi yang mengalahkan kekuasaan
Samaniyah.14
D. Peradaan Islam pada Masa Dinasti Safariah (254 H-289 H / 867 M-903 M)
1. Sejarah Dinasti Safariah
Dinasti Shaffariyah bermula di Sijistan dan berkuasa di Persia selama 41 tahun
(867-908 M). Pendirinya adalah Ya’qub bin al-Laits al-Shaffar (867-878 M). al-Shaffar
berarti tukang tembaga. Ya’qub al-Shaffar memiliki pekerjaan sebagai pandai-tembaga
dan disamping itu memiliki kegemaran berupa merampok. Meskipun sebagai kepala
perampok, al-Shaffar lebih dikenal memiliki perilaku yang sopan dan juga diakui
keberaniannya dalam memerangi pemberontakan kaum khawarij sehingga menarik
perhatian gubernur Sijistan pada saat itu, dan dia diberikan kepercayaan untuk memimpin
balatentaranya15.
Ya’qub Ibn Laits al-Shafar adalah perwira militer yang kemudian diangkat
menjadi amir wilayah Sajistan pada zaman khalifah al-Muhtadi 869-870 M. Ya’qub Ibn
Laits al-Shafar mendapat dikungan dari khalifah al-Mu’tamid (870-893 M.) untuk
memperluas wilayah kekuasaannya hingga berhasil menaklukan Blakh, Tabaristan, Sind
dan Kabul. Penaklukan yang dilakukannya membuat Ya’qub Ibn Laits al-Shafar semakin
kuat dan mengirimkan hadiah kepada khalifah di Baghdad, dan bahkan ia pun didukung
untuk menaklukan dinasti Tahriri di Khurasan. Akan tetapi, penaklukan wilayah-wilayah
yang dilakukan oleh Ya’qub Ibn Laits al-Shafar membuat khalifah di Baghdad khawatir.
Oleh karena itu, khalifah al Mu’tamid menaklukan Shafari yang dipimpin oleh Ya’qub
Ibn Laits al-Shafar ; Ya’qub menantang khalifah dan menuntut kemerdekaan wilayahnya.
Setelah meninggal, Ya’qub digantikan oleh saudaranya, Amr iIbn al-Laits (878-903 M.).
Dinasti Saffariyah pada saat itu kekuasaannya di pimpin oleh lima Amir16
 Amir Yaqub ibn Allaits. Memerintah selama 12 tahun (253 H / 867 M - 265 H / 880
M)

14
Al-Faqi, Ad-Dual Al- Mustaqil Fi Al-Masyriq Al-Islamiy Mundzu Mustahalli Al-Ashr Al-Abbasi Hatta Al-Ghazwi
Al-Maghuli., hlm. 46
15
Andi Syahraeni, “Dinasti-Dinasti Kecil Bani Abbasiyah” IV (2016): 91–109.
16
Prof. Dr. Dudung Abdurahman, Komunitas-Multikultural Dalam Sejarah Islam Periode Klasik.

13
 Amir Amru ibn Allaits. Memerintah selama 20 tahun (265 H / 880 M - 287 H / 900
M)
 Amir Thahir ibn Muhammad. Memerintah selama 9 tahun (287 H / 900 M - 296 H /
909M)
 Amir Allaits ibn Ali. Memerintah 1 tahun (296 H / 909 M - 297 H / 910 M)
 Amir Al-Mu’addil ibn Ali. Memerintah 1 tahun (297 H / 910 M - 298 H / 911 M)
Dinasti Saffariyah yang didirikan oleh Ya’kub ibn Layts al-Saffar ini justeru
mengalami kehancuran ketika jabatan tertinggi di pemerintahan dipegang oleh ‘Amr ibn
al-Layts, karena ambisinya yang ingin memperluas wilayah kekuasannya hingga
Transoxania (ma wara al-nahr). Di wilayah ini gerakannya dihambat oleh Bani Saman,
dan beberapa daerah kekuasaannya diambil alih (aneksasi) oleh Bani Saman, kecuali
Sijistan. Tetapi kekuasannya di Sijistan tidak sepenuhnya merdeka, karena ia harus
tunduk di bawah kekuasaan Bani Saman, dan posisi jabatan gubernur tetap berada di
bawah Bani Shaffariyah hingga abad ke-15 M, meskipun seringkali terjadi pergantian
penguasa. Atas bantuan Ismail Ibn Ahmad al-Samani, khalifah Baghdad berhasil
menangkap Amr Ibn al-Laits, kemudian ia dipenjara di Baghdad hingga meninggal pada
zaman khalifah al-Mu’tadhdid (870-892 M.)17
2. Masa Kejayaan Dinasti Safariah
Kemajuan Dinasti Saffariyah dan perkembangan Dinasti Saffariyah mengalami
perkembangan pada masa pemerintahan Amr ibn Lays, ia berhasil melebarkan wilayah
kekuasaannya sampai ke Afghanistan Timur. Semasa pemerintahannya, terdapat
perkembangan yang menarik, terutama perkembangan civil society berkaitan dengan
keadilan18. Dinasti Saffariyah meletakkan dasar-dasar keadilan dan kesamaan hak di
antara orang-orang miskin di Sijistan. Karana itu, faktor inilah yang kemungkinan
menjadi salah satu sebab lamanya dinasti ini berkuasa di Sijistan, karena ia begitu peduli
dengan keadaan masyarakat yang menjadi pendukung pemerintahan, terutama komuniti
masyarakat miskin. Seorang ketua pada abad kesepuluh, Khalaf ibn Ahmad, menjadi
termasyhur sebagai pelindung ilmu pengetahuan.
3. Masa Kemunduran Dinasti Safariah
17
Maryanto, Abdurrahman, and Dkk, “Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam.”
18
Syahir Manaf, “Sejarah Dan Tamadun Islam Di Saffariyyah,” Jebat 18, no. September (2020): 297–315,
https://doi.org/10.13140/RG.2.2.13329.45928.

14
Persitiwa konflik antara Amru al-Shaffari dan Ismail al-Samani menjadi hasil
penentu dalam fase-fase perkembangan politik di Timur negara Islam Abbasiyah dan
menjadi awal berakhirnya dinasti al-Shaffariyah. Kabar ini menmbuat gembira Khalifah
al-Mu’tadhid (892-902 M/279-289 H) setelah mengetahuinya , dia menyanjung Ismail al-
Samani atas prestasinya menghentikan ancaman dan bahaya besar dari pengaruh al-
Shaffar terhadap keutuhan Abbasiyah. Amru dibawa ke Baghdad dan menetap di sana
hingga akhirnya wafat pada tahun 901 M/288 H19.
Pengganti Amru adalah cucunya sendiri, Thahir bin Muhammad bin Amru as-
Shaffar yang merupakan pemimpin lemah dan kurang pengalaman dan kemudian
dikalahkan oleh pamannya sendiri, as-Sabakary pada 908 M/296 H. AsSabakary terusir
dari al-Shaffariyah dan meminta pasukan dari Khalifah alMuktadir (908-932 M/295 320
H). Pasukan al-Muktadir berhasil menawan alLaits al-Shaffariy pada tahun 909 M.
Meskipun demikian, As-Sabakary menolak untuk mengirimkan harta ke Abbasiyah
hingga pada akhirnya Abbasiyah menyerang mereka pada tahun 910 M/298 H dan dia
melarikan diri ke Sijistan. Ahmad bin Ismail berhasil menagkap sisa dari pengaruh al-
Shaffariyah dan mengirimnya ke Baghdad sebagaimana yang dilakukan ayahnya. Maka
dengan itu berakhirnya Dinasti Shaffariyah.
E. Peradaan Islam pada Masa Dinasti Tulun (254 H-292 H / 868 M-967 M)
1. Sejarah Dinasti Tulun
Dinasti Thuluniyah mewakili dinasti lokal pertama di Mesir dan Suriah yang
memperoleh otonomi dari Baghdad. Dinasti ini didirikan oleh Ahmad Ibn Thulun.
Ahmad Ibn Thulun seorang prajurit Turki. Seperti orang- orang Turki lainnya, ia
memperoleh peluang besar untuk menjabat di lingkungan istana. Ayah Ibn Thulun
menjabat sebagai komandan pegawai istana. Ibn Thulun sudah barang tentu dibesarkan di
lingkungan militer yang keras dan ketat. Inilah yang melatarbelakangi garis politik Ibn
Thulun selanjutnya. Ahmad Ibn Thulun ini dikenal sebagai sosok yang gagah dan berani,
dia juga seorang yang dermawan, hafidz, ahli dibidang sastra, syariat dan militer20.
Pada mulanya, Ahmad Ibn Thulun datang ke Mesir sebagai wakil gubernur
Abbasiyah disana, lalu menjadi gubernur yang wilayah kekuasaannya sampai ke

19
M T Nugraha, Sejarah Pendidikan Islam: Memahami Kemajuan Peradaban Islam Klasik Hingga Modern,
Yogyakarta: Diandra, 2019.
20
Edi Maryanto, Abdurrahman, and Dkk, “Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam,” K-Media, 2018.

15
Palestina dan Suriah. Pada abad ke 9 Masehi menjadi kebiasaan para wali ( gubernur )
untuk tetap tinggal di istana Baghdad, sementara tugasnya dilaksanakan oleh para
wakilnya. Tahun 868 M, Ibn Thulun dikirim ke Mesir sebagai wakil wali. Karena ia
bekerja secara efisien, populer dan bersedia tinggal di Mesir maka para gubernur Mesir
berikutnya tidak menggantikannya. Pada tahun ini dia resmi diangkat oleh khalifah al-
Mu’taz sebagai wali Mesir. Di saat Baghdad mengalami krisis yang menyebabkan
khalifah al- Mu’taz meninggal, Ibn Thulun memanfaatkan situasi ini untuk melepaskan
diri dari kekuasaan Baghdad21.
Dalam membangun negerinya mula- mula ia menciptakan stabilitas keamanan
dalam negeri. Setelah situasi relatif stabil, beralihlah perhatiannya kepada pembangunan
bidang ekonomi, irigasi diperbaiki, pertanian ditingkatkan, perdagangan digiatkan
sehingga pemasukan meningkat. Kemudian dalam bidang keamanan dia membangun
angkatan perang dari oarng- orang Turki Negro dan lainnya. Dengan kuatnya militer, Ibn
Thulun melakukan ekspansi ke Syam.
Setelah Ibn Thulun, kepemimpinan Mesir dilanjutkan oleh keturunannya,
Khumarawaih, Jaisy, Harun dan terakhir Syaiban. Di bawah kepemimpinan
Khumarawaih, dinasti Thuluniyah mencapai kejayaannya. Khalifah al Mu’tamid terpaksa
harus menyerahkan wilayah kekuasaan pada Thuluniyah meliputi Mesir, Suriah, sampai
gunung Taurus dan Mesopotamia, kecuali Mosul. Untuk menjalin hubungan baik dengan
pemerintah Abbasiyah, khalifah al Mu’tadid dinikahkan dengan putri Khumarawaih22
Pada akhir pemerintahan Khumarawaih dinasti ini tampak mulai melemah karena
kemewahan hidup Khumarawaih sendiri dan ketidakmampuannya mengendalikan
administrasi dan tentara. Setelah dia meninggal, kepemimpinan diteruskan oleh putranya,
Jaisy yang hanya memerintah satu tahun. Jaisy digulingkan oleh saudaranya, Harun yang
kemudian memerintah selama sembilan tahun. Kemudian Harun tewas ketika meletus
pemberontakan di Mesir. Pemerintahn berikutnya dipegang oleh pamannya, Syaiban
yang hanya memerintah beberapa bulan. Pada tahun ini juga dinasti Thuluniyah kembali
direbut oleh pemerintahn Abbasiyah. Ketidakmampuan wali terakhir Thuluniyah
mengendalikan sekte- sekte Qaramithi di gurun Syiria membuat khalifah mengirimkan
21
M.Hum Prof. Dr. Dudung Abdurahman, Komunitas-Multikultural Dalam Sejarah Islam Periode Klasik
(Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2014).
22
Syamruddin Nasution, “Sejarah Perkembangan Peradaban Islam,” in Angewandte Chemie International Edition,
6(11), 951–952., 2017.

16
tentara untuk menaklukkan Syiria dan kemudian merebut Thuluniyah serta membawa
keluarga dinasti yang masih hidup ke Baghdad. Setelah ditaklukkan , dinasti Thuluniyah
jatuh dan hancur23.
2. Masa Kejayaan Dinasti Tulun
Dinasti ini walaupun hanya sebentar berkuasa (37 tahun), tapi memiliki prestasi
yang patut dicatat dalam sejarah, yaitu24:
 Berhasil membawa Mesir kepada kemajuan, sehingga Mesir menjadi pusat
kebudayaan Islam yang dikunjungi para ilmuan dari pelosok dunia Islam.
 Dalam bidang arsitektur, telah meninggalkan bangunan Masjid Ahmad Ibnu Thulun
yang bercorak Iraq, menaranya merupakan menara tertua di Mesir. Bangunan lain
adalah Istana Khumarwaihi dengan memakai balairung dan dinding emas. Istana ini
berada di tengah-tengah kebun yang penuh dengan tumbuh-tumbuhan yang harum
dan dilengkapi dengan kebun binatang.
 Dalam bidang kesehatan, pada masa dinasti ini telah dibangun rumah sakit yang
menelan biaya 80.000 dinar.
 Dalam bidang pertanian, perbaikan air di pulau Raudah (dekat Kairo) yang pertama
kali dibangun pada tahun 716 M. dengan berfungsinya kembali alat ini, irigasi Mesir
menjadi lancar dan pada gilirannya sangat membantu dalam meningkatkan hasil
pertanian.
 Kemajuan di bidang militer terutama pasukan perang dan angkatan laut. Dengan
pasukan yang berkekuatan 100.000 orang dan 100 kapal perang.
3. Masa Kemunduran Dinasti Tulun
Dinasti Thulun adalah sebuah dinasti Islam yang masa pemerintahannya paling
cepat berakhir. Sepeninggal Khumarawaih, situasi memanas yaitu setelah Abu Asakir al-
Jaisy menggantikan ayahnya yang disebabkan oleh peristiwa pembunuhannya terhadap
pamannya yaitu Mudhar ibnu Ahmad ibnu Thulun.Hal inilah yang memicu gencarnya
perlawanan antara pihaknya dengan para fuqaha dan qadhi yang pada akhirnya ke-amir-
an Jaisy dibatalkan. Lalu diangkatlah Abu Musa Harun sebagai amir yang baru dalam
usia 14 tahun.
23
Andi Syahraeni, “Jurnal Rihlah Vol. IV Nomor 1/2016,” Jurnal Rihlah IV, no. 1 (2016).
24
A R Miftah and Al Farouqy, “Peradaban Islam Pada Masa Dinasti-Dinasti Kecil Di Timur Baghdad” 9, no. 1
(2021): 41–57.

17
Tampaknya dengan usia yang relatif belia ini menyebabkan Harun kurang cakap
dalam mengendalikan suasana yang semakin kacau itu. Sementara itu di Syam sendiri,
pemberontakan yang dilakukan oleh Qaramithah juga tidak berhasil dipadamkan. Segera
setelah Harun kalah, kepemimpinannya diambil alih ke tangan khalifah Syaiban bin
Thulun. Namun semakin rapuhnya pertahanan Dinasti Thuluniyahakhirnya dinasti ini
mengakhiri masa pemerintahannya diusia 38 tahun sejak kemunculannya dan berakhir
ketika dikalahkan oleh pasukan Dinasti Abbasiyah di era khalifah al-Muktafi25
F. Peradaan Islam pada Masa Dinasti Hamdaniyah
1. Sejarah Dinasti Hamdaniyah
Dinasti Hamdabiyah didirikan oleh Hamdan bin Hamdun yang bergelar Abul
Haija, seorang Amir dari suku Taghlib. Putranya, al-Husain, adalah panglima
pemerintahan Abbasiyah dan Abu al-Haija Abdullah diangkat menjadi gubernur Mosul,
Irak, oleh khalifah alMuktafi pada tahun 905. Dinasti ini didirikan pertama kali di
Mesopotamia utara dengan Mosul sebagai ibu kotanya (929-991).
Abu Hamdan bin Hamdun pernah ditangkap oleh khalifah Abbasiyah karena
beraliansi dengan kaum Khawarij untuk menentang kekuasaan bani Abbas. Akan tetapi,
putranya menyelamatkannya dan Abu Hamdan di ampuni oleh khalifah Abbasiyah.
Wilayah kekuasaan dinasti Hamdaniyah terbagi menjadi dua, yaitu wilayah kekuasaan di
Mosul, Irak; dan wilayah kekuasaan di Halb, Aleppo.
Setelah meninggal Haija, tahta kerajaan di Mosul beralih kepada putranya, yaitu
Hassan bin Abu Haija yang diberi gelar oleh khalifah sebagai Nashir ad-Daulah dan Ali
bin Abu Haija yang bergelar Syaif ad-Daulah. Syaif ad-Daulah inilah yang berhasil
menguasai daerah Halb dan Hims dari kekuasaan dinasti Ikhsidiyah yang kemudian
menjadi pendiri dinasti Hamdaniyah di Halb.
Tiga orang bersaudara memperoleh jabatan penting dan diangkat menjadi
gubernur pada saat diangkatnya al-Muqtadir diangkat sebagai khalifah dinasti Abbas,
diantaranya: Abdullah bin Hamdan diangkat menjadi gubernur Mosul; Said bin Hamdan
diangkat menjadi gubernur Nahawad; dan Ibrahim bin Hamdan diangkat menjadi
gubernur untuk daerah-daerah suku Rabi’ah. Diantara keturunan Abdullah bin Hamdan,
Abu Muhammad bin Abdullah yang bergelar Nashir ad-Daulah adalah anaknya yang
25
Philip Khuri Hitti, “History of the Arabs : Rujukan Induk Dan Paling Otoritatif Tentang Sejarah Peradaban Islam,”
History of the Arabs, 2008.

18
paling menonjol sehingga gubernur Mosul selanjutnya digantikan oleh Abu Muhammad.
Sedangkan anaknya yang lain, Husein bin Abdullah yang bergelar Sayf ad-Daulah
ditempatkan di Halb, Aleppo.
Keduanya melakukan beberapa kebijakan yang menyebabkan dinasti ini
berkembang pesat. Abu Muhammad melakukan perluasan dan berusaha mempertahankan
wilayah kekuasaannya dari serangan bangsa Romawi. Ia pun mengaju kepada penguasa
dinasti Ikhsidiyah untuk menyerahkan wilayah utara Syria kepadanya untuk
mempermudah pengawasan apabila terjadi penyerangan yang dilakukan oleh bangsa
Romawi. Bahkan Ikhsidiyah membayak upeti kepada dinasti Hamdaniyah dengan syarat
tidak mengganggu Damaskus yang menjadi wilayah kekuasaan dinasti Ikhsidiyah.
Kehebatan Abu Muhammad pernah membuat tunduk Baghdad selama kurang lebih satu
tahun dari genggaman dinasti Buwaihi. Abu Muhammad berhasil mendesak dan
mengusir dinasti Buwaihi. Akan tetapi, ketika kekuatan dinasti Buwaihi kembali, mereka
menyerang dinasti Hamdaniyah di Baghdad dan berhasil mengusirnya.
Setelah kematian dua penguasa terkuat dinasti ini, kekuasaannya mulai redup.
Abu Muhammad meninggal pada tahun 356 H, sedangkan Husein meninggal dua tahun
sesudahnya, yaitu pada tahun 358 H.
2. Masa Kejayaan Dinasti Hamdaniyah
Prestasi gemilang yang telah diukir oleh Dinasti Hamdaniyah lebih tampak pada
wilayah politiknya.Dinasti ini mampu memainkan peran penting sebagai pagar betis
untuk mempertahankan kekuasaan Dinasti Abbasiyah yang ketika itu berada pada tahap
kemunduran.Bahkan, Dinasti Hamdani ini sebagai suatu kekuatan, yang mampu menahan
pasukan Romawi untuk merebut seluruh wilayah Suriah.Pasukan Hamdani cukup kuat
dalam mempertahankan wilayah Islam.
Disamping bidang tersebut Dinasti Hamdaniyah juga menaruh perhatiannya yang
cukup besar terhadap dunia intelektual. Hal ini terbukti di masa dinasti ini muncul
sejumlah nama-nama intelektual Muslim, yakni al-Farabi, al-Isfahani, dan
alFiras.Meskipun dinasti ini bukanlah dinasti yang besar, tetapi pencapaiannya jelas
nampak.
3. Masa Kemunduran Dinasti Hamdaniyah

19
Kemunduran dinasti Hamdaniyah disebabkan karena beberapa faktor. Pertama,
walaupun dinasti ini berkuasa di daerah yang cukup subur dan makmur serta memiliki
pusat perdagangan yang strategis, sikap kebaduiannya yang tidak bertanggungjawab dan
destruktif tetap Ia jalankan. Karena sikapnya yang demikian, Suriah dan Aljazair merasa
menderita karena kerusakan perang yang ditimbulkan karena peperangan. Hal inilah
menjadikan simpati terhadap dinasti Hamdaniyah berkurang dan wibawanya jatuh.
Setelah wafatnya dua orang bersaudara, yaitu Abu Muhammad dan Husein; para
penggantinya selalu berebut kekuasaan sehingga mereka hanya terfokus pada perebutan
kekuasaan saja. Inilah yang menyebabkan melemahnya struktur pemerintahan dan
sendisendi kekuatan militer.
Kedua, bangkitnya kembali dinasti Bizantium di bawah kekuasaan Macedonia
yang bersamaan dengan berdirinya dinasti Hamdaniyah di Suriah menyebabkan dinasti
Hamdaniyah tak bisa menghindar dari invasi wilayah yang dilancarkan oleh Bizantium
Invasi yang dilakukan oleh Bizantium terhadap Suriah mengakibatkan Aleppo dan Hims
jatuh ke tangan Bizantium.
Ketiga, kebijakan ekspansionis Fathimiyah ke Suriah bagian selatan, juga
melumpuhkan dinasti ini. Bahkan sampai terbunuhnya Said ad-Daulah yang sedang
memegang kekuasaan dinasti Hamdaniah. Akhirnya dinasti ini takluk kepada dinasti
Fatimiahpada tahun 394 H/1004 M.
G. Peradaan Islam pada Masa Dinasti Fatimiah
1. Sejarah Dinasti Fatimiah
Dinasti Fathimiyah berdiri pada tahun 297 H/910 M, dan berakhir pada tahun 567
H/1171 M yang pada awalnya hanya merupakan sebuah gerakan keagamaan yang
berkedudukan di Afrika Utara dan kemudian pindah ke Mesir. Dinasti ini dinisbatkan
kepada Fatimah Zahra putrid Nabi Muhammad saw., dan sekaligus istri Ali ibn Abi
Thalib. ra. Dan juga dinasti ini mengklaim dirinya sebagai keturunan garis lurus dari
pasangan Ali dengan Fatimah. Namun, masalah nasab keturunan Fathimiyah ini masih
dan terus menjadi perdebatan antara para sejarawan.
Dari dulu hingga sekarang, belum ada kata sepakat di antara para sejarawan
mengenai nasab keturunan ini. Di antara faktor penyebabnya antara lain: pertama,
pergolakan politik dan mazhab yang sangat kuat sejak wafatnya Rasulullah saw; dan

20
kedua, ketidakberanian dan keengganan keturunan Fathimiyah ini untuk mengiklankan
nasab mereka, karena takut kepada penguasa, ditambah lagi penyembunyian nama-nama
para pemimpin mereka sejak Muhammad ibn Ismail hingga Ubaidillah Al-Mahdi26
Dinasti Fathimiyah beraliran Syi'ah Ismailiyah dan didirikan oleh Sa'id ibn
HusainAlSalamiyah yang bergelar Ubaidillah Al-Mahdi. Ubaidillah Al-Mahdi berpindah
dari Suria ke Afrika Utara karena propaganda Syi'ah di daerah ini mendapat sambutan
baik, terutama darisuku Barber Ketama. Dengan dukungan suku ini, UbaidillahAl-Mahdi
menumbangkan gubernur Aghlabiyah di Afrika, Rustamiyah Kharaij di Tahart dan
Idrisiyah Fez dijadikan bawahan27.
Pada awalnya, Syi'ah Ismailiyah tidak menampakkan gerakannya secara jelas,
baru pada masa Abdullah ibn Maimun yang mentransformasikan ini sebagai sebuah
gerakan politik keagamaan, dengan tujuan menegakkan kekuasaan Fathimiyah. Secara
rahasia ia mengirimkan misionaris ke segala penjuru wilayah muslim untuk menyebarkan
ajaran Syi'ah Ismailiyah. Kegiatan inilah yang pada akhirnya menjadi latar belakang
berdirinya dinasti Fathimiyah28.
Silsilah Kekhalifahan Dinasti Fathimiyah :

1 Al-Mahdi (909-934 M) 8 Al-Muntashir (1035-1094 M)


2 Al-Qa'im (934-946 M) 9 Al-Musta'li (1094-1101 M)
3 Al-Manshur (946-952 M) 10 Al-Amir (1101-1130 M)
4 Al-Mu'izz (952-975 M) 11 Al-Hafizh (1130-1149 M)
5 Al-Aziz (975-996 M) 12 Al-Zafir (1149-1154 M)
6 Al-Hakim (996-1021 M) 13 Al-Fa'iz (1154-1160 M)
7 Al-Zhahir (1021-1035 M) 14 Al-Adhid (1160-1171 M)

Pasca kematian Abdullah ibn Maimun, tampuk pimpinan dijabat oleh Abu
Abdullah Al-Husain, melalui propagandanya ia mampu menarik simpatisuku Khitamah
dari kalangan Barber yang bermukim di daerah Kagbyle untuk menjadi pengikut setia.

26
Muhammad Sahil Thaqusi, Tarikhul Fathimiyyin fi Syimali Afriqiyyah, Mishra wa Biladi Syam, (Beirut: Dar An-
Nufus, 2001), h. 53.
27
Jaih Mubarok, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004), h. 104.
28
K. Ali, Sejarah Islam (Tarikh Modern), (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), h. 325.

21
Dengan kekuatan ini, mereka menyeberang ke Afrika Utara dan berhasil mengalahkan
pasukan Ziyadat Allah selaku penguasa Afrika Utara saat itu.
Syi'ah Ismailiyah mulai menampakkan kekuatannya setelah tampuk pemerintahan
dijabat oleh Sa'id ibn Husain Al-Ismailiyah yang menggantikan Abu Abdullah Al-
Husain. Di bawah kepemimpinannya, Syi'ah Ismailiyah berhasil menaklukkan Tunisia
sebagai pusat kekuasaan daulah Aghlabiyah pada tahun 909 M. Sa'id memproklamasikan
dirinya sebagai imam dengan gelar Ubaidillah Al-Mahdi.
Ubaidillah Al-Mahdi merupakan khalifah pertama daulah Fathimiyah. Ia
memerintah selama lebih kurang 25 tahun (904-934 M). Dalam masa pemerintahannya,
Al-Mahdi melakukan perluasan wilayah kekuasaan ke seluruhAfrika, meliputi Maroko,
Mesir, Multa, Alexandria, Sardania, Corsica, dan Balerick. Pada 904 M, Khalifah Al-
Mahdi mendirikan kota baru di pantai Tunisia yang diberi nama kota Mahdiyah yang
didirikan sebagai ibukota pemerintahan.
Di Afrika Utara kekuasaan mereka segera menjadi besar. Pada tahun 909 M
mereka dapat menguasai dinasti Rustamiyah dan Tahert serta menyerang bani Idris di
Maroko. Pekerjaan daulah Fathimiyah yang pertama adalah mengambil kepercayaan
umat Islam bahwa mereka adalah keturunan Fathimah binti Rasulullah dan istri dari Ali
ibn Abi Thalib.
2. Masa Kejayaan Dinasti Fatimiah
Daulah Fathimiyah memasuki era kejayaan pada masa pemerintahan Abu Tamin
Ma'abu Daud yang bergelar Al-Mu'iz (953-997) yang berhasil menaklukkan Mesir dan
memindahkan pemerintahan ke Mesir. Pada masa ini rakyat merasakan kehidupan yang
makmur dan sejahtera dengan kebijakan-kebijakan untuk mensejahterakan rakyatnya.
Indikatornya adalah banyaknya bangunan fisik seperti Masjid, Rumah Sakit, Penginapan,
jalan utama yang dilengkapi lampu-lampu dan pusat perbelanjaan. Pada masa ini pula
berkembang berbagai jenis perusahaan dan kerajinan seperti tenunan, keramik, perhiasan
emas, dan perak, peralatan kaca, ramuan, obat-obatan29.
Kesuksesan lainnya adalah dalam bidang pengembangan ilmu pengetahuan.
Besarnya minat masyarakat kepada ilmu pengetahuan mendapat dukungan penguasa
dengan membangun Dar Al-Hikmah pada tahun 1005 M dan perguruan tinggi Al-Azhar

29
Jousep Souib, Sejarah Daulat Abbasiyah, (Jakarta: Bulan Bintang, 1977), h. 234

22
(yang sebelumnya adalah bangunan masjid), yang mengajarkan Ilmu Kedokteran, Fikih,
Tauhid, Al-Bayan, Bahasa Arab, Mantiq, dan sebagainya30.
Pada masa pemerintahan Fathimiyah, persoalan agama dan negara tidak dapat
dipisahkan.Agama dipandang sebagai pilar utama dalam menegakkan daulah/negara.
Untuk itu, pemerintah Fathimiyah sangat memperhatikan masalah keberagamaan
masyarakat meskipun mereka berstatus sebagai warganegara kelas dua seperti orang
Yahudi, Nasrani, Turki dan Sudan31.
Menurut K. Ali, mayoritas khalifah Fathimiyah bersikap moderat, bahkan penuh
perhatian terhadap urusan agama non muslim sehingga orang-orang Kristen
KoptiArmenia tidak pernah merasakan kemurahan dan keramahan melainkan dari
pemerintah muslim. Banyak orang Kristen sepertiAl-Barmaki yang diangkat jadi pejabat
pemerintah dan rumah ibadah mereka dipugar oleh pemerintah.
Akan tetapi, kemurahan hati yang ditampilkan oleh khalifah Fathimiyah terhadap
orangKristen tidak urungmenimbulkan isu negatif. Al-Mu'iz yang dikenal dengan
kewara'an dan ketakwaannya diisukan telah murtad, mati sebagai orang Kristen dan
dikubur di Gereja Abu Shiffin di Mesir Kuno. Namun, menurut Hasan isu tersebut tidak
benar sebab tidak ada sejarawan yang menyebutkan seperti itu, dan hanya cerita karangan
(khurafat) yang sengaja dienduskan oleh orang-orang yang tidak senang kepadanya
termasuk dari sisa-sisa penguasa Abbasiyah yang sengaja ingin melemahkan kekuatan
Fathimiyah32.
Ada tiga hal yang dapat disoroti mengenai perkembangan dan kemajuan yang
dicapai pada masa Dinasti Fathimiyah berkuasa, antara lain:
1. Penyebaran Paham Syi’ah
Agama yang didakwahkan oleh Fathimiyah adalah ajaran Islam, menurut paham
Syi'ah Ismailiyah yang ditetapkan sebagai mazhab negara. Untuk itu, para misionaris
daulah Fathimiyah sangat gencar mengembangkan ajaran tersebut dan berhasil meraih

30
Muhammad Jamaluddin Surur, Ad-Daulah Al-Fathimiyah fi Al-Mashr, (Kairo: Dar Al-Fikr Araby, 1979), h. 68-
71.
31
Hasan Ibrahim Hasan, Tarikh Ad-Daulah Al-Fathimiyah fi Al-Maghrib, Mishr, Suriah, wa Bilad AlArab, (Kairo:
Lajnah At-Ta'lif Tarjamah wa An-Nasyr, 1958), h. 264-265.
32
Ali Ibrahim Hasan, Mishr fi Al-Ushur Al-Wustha; Min Al-Fath Al-Arabiy ila Fath Al-Utsmaniy, (Kairo:
Maktabah Al-Nahdah Al-Mishriyah, 1976), h. 128-129.

23
pengikut yang banyak sehingga masa kekuasaan daulah Fathimiyah dipandang sebagai
era kebangkitan dan kemajuan mazhab Ismailiyah.
Meskipun para khalifah berjiwa moderat, akan tetapi terhadap orang yang
tidakmau mengakui ajaran Syi'ah Ismailiyah langsung dihukum bunuh. Pada tahun 391 H
khalifah Al-Hakim membunuh seorang laki-laki yang tidak mau mengakui
keutamaan/fadhilah Ali ibn Abi Thalib, dan di tahun 395 H khalifah Al-Hakim juga
memerintahkan agar di mesjid, pasar dan jalan-jalan ditempelkan tulisan yang mencela
para sahabat.
Jelasnya, peranan agama sangat diperhatikan sekali oleh penguasa untuk tujuan
mempertahankan kekuasaan. Buktinya, sikap tegas khalifah Fathimiyah terhadap
orangorang yang tidak mau mengikuti mazhab Ismailiyah dapat berupa sikap seperti di
atas apabila dapat berakibat munculnya instabilitas negara. Al-Hakim misalnya, agar
terjalin hubungan yang baik dengan rakyatnya yang berpaham Sunni, Al-Hakim mulai
bersikap lunak dengan menetapkan larangan mencela sahabat khususnya Abu Bakar dan
Umar. AlHakim juga membangun sebuah madrasah yang khusus mengajarkan paham
Sunni, memberikan bantuan buku-buku bermutu sehingga warga Syi'ah ketika itu merasa
senang sebab merasakan tengah hidup di kawasan Sunni.
Sikap yang diambil para khalifah Fathimiyah tidak sekejam yang
dilakukanAbdullah As-Shaffah yang berusaha mengikis habis siapa-siapa pengikut Bani
Umayyah di awal kekuasaannya. Dalam hal ini, para khalifah Fathimiyah
memberlakukan masyarakat secara sama selama mereka bersedia mengikuti ajaran Syi'ah
Ismailiyah yang merupakan mazhab negara.
Sikap tidak senang khalifah Fathimiyah kepada Abbasiyah tidak ditunjukkan
dalam bentuk kekerasan. Hanya saja, khalifah Fathimiyah melarang menyebut-nyebut
Bani Abbasiyah dalam setiap khutbah Jum'at dan mengharamkan pemakaian jubah hitam
serta atribut Bani Abbasiyah lainnya. Pakaian yang dipakai untuk berkhutbah adalah
berwarna putih.
Meskipun Mu'iz menuntaskan pemberontakan, akan tetapi ia akan
selalumenempuh jalan damai terhadap para pemimpin dengan gubernur, yakni dengan
menjanjikan penghargaan kepada yang bersedia menunjukkan loyalitasnya. Banyak di
antara para gubernur yang bersedia mengikuti mazhab Ismailiyah, padahal mereka

24
sebelumnya adalah gubernur yang diangkat khalifahAbbasiyah. Sikap mereka ini juga
dilakukan oleh penganut Yahudi dan Nasrani. Mereka bersedia masuk Islam dan
menganut mazhab Ismailiyah ketika mereka ditawarkan memegang jabatan tertentu di
kalangan pemerintahan.
2. Manajemen Administrasi Pemerintahan
Dalam bidang administrasi pemerintahan tidak banyak berubah. Sistem
administrasi yang dikembangkan oleh khalifah Abbasiyah masih terus saja dipraktekkan.
Khalifah menjabat sebagai kepala negara baik dalam urusan keduniaan maupun urusan
spiritual. Ia berwenang mengangkat sekaligus memberhentikan jabatan-jabatan di
bawahnya. Selain itu, sakralisasi khalifah yang muncul di masa pemerintahan Abbasiyah
masih tetap dipertahankan yang mana indikatornya dapat dilihat dari gelar yang
disandang para khalifah Fathimiyah seperti Mu'iz dinillah, Al-Aziz billah, Al-Hakim
anrullah, dan sebagainya.
3. Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Dinasti Fathimiyah memiliki perhatian besar terhadap ilmu pengetahuan.
Fathimiyah membangun Masjid Al-Azhar yang akhirnya di dalamnya terdapat kegiatan-
kegiatan pengembangan ilmu pengetahuan, sehingga berdirilah Universitas Al-Azhar
yang nantinya menjadi salah satu perguruan Islam tertua yang dibanggakan oleh ulama
Sunni.
Al-Hakim berhasil mendirikan Daar Al-Hikmah, perguruan Islam yang sejajar
dengan lembaga pendidikan Kordova dan Baghdad. Perpustakaan Daar Al-'Ulum
digabungkan dengan Daar Al-Hikmah yang berisi berbagai buku ilmu pengetahuan.
Beberapa ulama yang muncul pada saat itu adalah: 1). Muhammad Al-Tamimi (ahli
fisika dan kedokteran); 2). AlKindi (ahli sejarah dan filsafat); 3). Al-Nu'man (ahli hukum
dan menjabat sebagai hakim); 4). Ali ibn Yunus(ahli astronomi); dan 5).AliAl-Hasan
ibnAl-Khaitami (ahli fisika dan optik).
Di samping itu, kemajuan bangunan fisik sungguh luar biasa. Indikasi-indikasi
kemajuan tersebut dapat diketahui dari banyaknya bangunan-bangunan yang dibangun
berupa masjid-masjid, universitas, rumah sakit dan penginapan megah. Jalan-jalan utama
dibangun dan dilengkapi dengan lampu warna-warni.
3. Masa Kemunduran Dinasti Fatimiah

25
Kemunduran Khilafah Fatimiyah dengan cepat terjadi setelah berakhirnya masa
pemerintahan al-Aziz. Keruntuhan itu diawali dengan munculnya kebijakan untuk
mengimpor tentara-tentara dari Turki dan Negro sebagaimana yang dilakukan Dinasti
Abbasiyah. Ketidakpatuhan dan perselisihan yang terjadi di antara mereka, serta
pertikaian dengan pasukan dari suku Barbar menjadi salah satu sebab utama keruntuhan
dinasti ini.
Khalifah al-Azis meninggal pada tahun 386 H/ 996 M, lalu digantikan oleh
putranya Abu Ali Manshur al-Hakim yang baru berusia 11 tahun. Pemerintahannya
ditandai dengan tindakan-tindakan kejam yang menakutkan. Ia membunuh beberapa
orang wazirnya, menghancurkan beberapa gereja Kristen, termasuk di dalamnya kuburan
suci umat Kristen (1009 M). Dia memaksa umat Kristen dan Yahudi untuk memakai
jubah hitam, menunggangi kedelai dan menunjukkan tanda salib bagi orang kristen serta
menaiki lembu dengan memakai bel bagi orang Yahudi.
Al-Hakim adalah khalifah ketiga dalam Islam, setelah al-Mutawakkil dan Umar II
yang menetapkan aturan-aturan ketat kepada kalangan non-muslim. Jika tidak, tentu saja
kekuasaan Fatimiyah akan sangat nyaman bagi kalangan Dzimmi. Maklumat untuk
menghancurkan kuburan suci ditandatangani oleh sekretarisnya yang beragama Kristen,
Ibnu Abdun dan tindakan itu merupakan sebab utama terjadinya Perang Salib.
Kesalahan yang paling fatal ialah pernyataannya yang menyatakan diri sebagai
inkarnasi Tuhan, yang kemudian diterima dengan baik oleh sekte Syiah baru yang
bernama Druz sesuai dengan nama pemimpinnya al-Daradzi yang berasal dari Turki.
Pada tahun 1021 M, al-Hakim dibunuh di Muqattam oleh suatu konspirasi yang dipimpin
oleh saudaranya sendiri yang bernama Sita al-Muluk.
Kebijakan politik al-Hakim telah menimbulkan rasa benci kaum Dzimmi dan
muslim non-Syi’ah. Anaknya Abu al-Hasan Ali al-Zhahir (1021-1035 M) naik tahta
ketika masih berumur enam belas tahun. Sebagai orang yang cukup piawai ia berhasil
kembali menarik simpati kaum Dzimmi. Namun tidak lama kemudian ia jatuh sakit
karena paceklik dan meninggal dunia pada tahun 1035 M. Sepeninggalnya, tahta
digantikan oleh Abu Tamim Ma’ad al-Mustanshir (1035-1049 M).

26
Pada tahun 1083 M kekuasaan Fatimiyah di Syria mulai goyah. Palestina selalu
berontak dan kekuasaan Seljuk dari timur pun menguasai Asia Barat. Pada tahun 446-454
H, Mesir dilanda wabah penyakit, kemarau panjang dan sungai Nil mengering.
Setelah al-Mustanshir meninggal, kekhalifaan diganti oleh puteranya yang kedua
bernama Abu al-Qasim Ahmad al-Musta’li. Anak pertamanya yang bernama Nizar yang
melarikan diri ke Iskandariyah tetapi berhasil ditangkap dan dipenjarakan sampai
meninggal.
Pada masa pemerintahan al-Musta’li ini Tentara Salib mulai bergerak menuju
pantai negeri Syam dan menguasai Antokia sampai Bait al-Maqdish. Setelah alMusta’li
wafat, ia digantikan oleh anaknya Abu Ali al-Mansur al-Amir yang masih berusia lima
tahun (1101 M/495H-1130 M/524 H). Kemudian al- Amir dibunuh oleh kelompok
Batinia. Al-Amir digantikan oleh Abu Al-Maemun Abdul al-Majid alHafiz (524-544 M).
Al-Hafiz meninggal dunia dan digantikan oleh Abu Mansur Ismail, yang merupakan
anaknya yang berusia tujuh belas tahun dengan gelar azZhafir. Ia seorang pemuda yang
tampan dan lebih senang memikirkan para gadis dan nyanyian daripada urusan militer
dan politik. Pada tahun 1054 M, az-Zhafir dibunuh oleh anaknya Abbas, kemudian
digantikan oleh anak laki-lakinya yang masih bayi bernama Abul Qasim Isa yang
bergelar al-Faiz. Al-Faiz meninggal dunia sebelum dewasa dan digantikan oleh
sepupunya yang berusia sembilan tahun yang bernama Abu Muhammad al-Adhib. Belum
lagi al-Adhid memantapkan dirinya ke tahta kerajaan, Raja Yerusalem menyerbu Mesir
sampai ke pintu gerbang Kairo. Perebutan kekuasaan terus terjadi sampai munculnya
Salah al-Din yang menggantikan pamannya sebagai wazir. Salah al-Din adalah orang
yang sangat ramah sehingga dengan cepat mendapatkan simpati rakyat dan bahkan
mengalahkan pengaruh khalifah.
Al-Adhid adalah khalifah Fatimiyah yang paling akhir meninggal dunia pada 10
Muharram 576 H/1171 M. Pada saat itulah Dinasti Fatimiyah hancur setelah berkuasa
sekitar dua setengah abad (909H/1171 M).
Beberapa pengarang juga menjelaskan tentang kemunduran dinasti fatimiyah
antara lain :
1. Perilaku al-Hakim (pengganti al-Aziz) yang kejam menjadi awal kemunduran dinasti
Fatimiyah. Al-Hakim membunuh beberapa wazir, menghancurkan beberapa gereja,

27
menghancurkan kuburan suci umat Kristen (1009 M.), menetapkan aturan ketat
terhadap non-Islam dengan menjadikan Islam eksklusif dari agama lain seperti
pakaian dan identitas agama.
2. Konflik internal antar para elitnya yang cukup dahsyat dan berkepanjangan. Koflik
internal dalam pemerintahan Fatimiyah muncul dikarenakan hampir semua
khalifahnya, setelah wafatnya Al-Aziz, naik tahta ketika masih dalam usia sangat
mudah bahkan kanak-kanak, misalnya, Al-Hakim naik tahta pada usia 11 tahun, al-
Zhahir berusia 16 tahun, Al-Mustansir naik tahta usia 11 tahun, Al-Amir usia 5 tahun,
Al-Faiz usia 4 tahun, dan Al-Adid usia 9 tahun. Akhirnya, jabatan wazir yang mulai
dibentuk pada masa khalifah Al-Aziz bertindak sebagai pelaksana pemerintahan.
Kedudukan al-wazir menjadi begitu penting, berpengaruh dan menjadi ajang
perebutan serta ladang konflik.
3. Keberadaan tiga bangsa besar yang sama-sama mempunyai pengaruh dan menjadi
pendukung utama kekuasaan Fatimiyah, yaitu bangsa Arab, bangsa Barbar dari
Afrika Utara dan bangsa Turki. Di saat khalifah mempunyai pengaruh kuat, ketiga
bangsa itu dapat diintegrasikan menjadi kekuatan yang dahsyat. Akan tetapi, ketika
khalifahnya lemah, maka konflik ketiga bangsa itupun menjadi dahsyat untuk saling
berebut pengaruh dan kekuasaan. Kondisi terakhir itulah yang terjadi pasca
berakhirnya masa pemerintahan AlAziz.
4. Faktor eksternal juga ikut mempercepat kehancuran dinasti Fatimiyah seperti
ronrongan bangsa Normandia, Banu Saljuk dari Turki dan Banu Hilal dan Banu
Sulaim dari Nejed yang menguasai sedikit demi sedikit terhadap wilayah kekuasan
Fatimiyah.

28
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dinastu idrisiyah, aghlabiyah, samaniyah, safariah, tulun, hamdaniyah, fatimiyah
merupakan dinasti- dinasti kecil yang muncul karena berbagai hal yang terjadi di pusat
pemerintahan Abbasiyah sehingga memberikan pengaruh besar terhadap daerah-daerah
kekuasaan daulah ini. Kerena pemerintahan khalifah yang lemah banyak muncul
pemberontakan-pemberontakan di berbadi daerah yang ingin membentuk dinasti-dinasti
kecil yang melepaskan diri dri bani Abbasiyah.
Secara keseluruhan, dinasti-dinasti tersebut berhasil mengembangkan peradaban
Islam dan memberikan kontribusi penting pada sejarah dunia Islam. Mereka berhasil

29
membangun infrastruktur, mempromosikan seni dan budaya Islam, serta memperluas
wilayah Islam di berbagai wilayah dunia. Karya mereka menjadi warisan penting bagi
peradaban manusia.
Karya-karya dari dinasti-dinasti tersebut mencerminkan keberhasilan mereka
dalam mengembangkan peradaban Islam yang maju dan beragam. Mereka membangun
jaringan perdagangan, memperluas wilayah Islam, dan mempromosikan kebudayaan
Islam melalui seni, sastra, dan ilmu pengetahuan. Selain itu, mereka juga
mengembangkan sistem pemerintahan yang efektif dan memperhatikan kesejahteraan
masyarakat.
Namun, seperti halnya dinasti-dinasti lainnya, dinasti-dinasti tersebut juga
mengalami masa-masa kejayaan dan kemunduran. Beberapa dinasti mengalami
peperangan dan perebutan kekuasaan internal, yang berdampak pada stabilitas wilayah
dan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, beberapa dinasti juga terkena dampak dari
serangan musuh dari luar, seperti serangan bangsa Mongol pada dinasti Samaniyah.
Meskipun demikian, karya-karya yang dihasilkan oleh dinasti-dinasti tersebut
menjadi sumber inspirasi bagi generasi-generasi yang akan datang, dan memperkaya
sejarah dan budaya dunia. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mempelajari dan
menghargai peran yang dimainkan oleh dinasti-dinasti tersebut dalam mengembangkan
peradaban Islam
B. Saran
Terdapat beberapa saran yang dapat diambil dari sejarah dinasti-dinasti Islam
seperti Idrisiyah, Aghlabiyah, Samaniyah, Safariah, Tulun, Hamdaniyah, dan Fatimiyah:
1. Melestarikan warisan budaya: Para dinasti ini memiliki kontribusi penting dalam
perkembangan seni, sastra, dan ilmu pengetahuan dalam peradaban Islam. Oleh
karena itu, penting bagi kita untuk mempertahankan dan memperkaya warisan budaya
mereka, serta mempromosikan penghargaan terhadap kebudayaan Islam.
2. Meningkatkan pendidikan dan penelitian: Para dinasti ini membangun pusat-pusat
ilmu pengetahuan dan agama yang penting bagi perkembangan peradaban Islam.
Oleh karena itu, kita harus terus mengembangkan pendidikan dan penelitian di
bidang-bidang tersebut agar bisa menciptakan kemajuan yang lebih baik.

30
3. Mengembangkan sistem pemerintahan yang efektif: Dinasti-dinasti ini memiliki
sistem pemerintahan yang efektif dan adil. Oleh karena itu, penting bagi negara-
negara Islam modern untuk mengembangkan sistem pemerintahan yang efektif dan
adil, serta memperhatikan kesejahteraan masyarakat

DAFTAR PUSTAKA

Al-Faqi, Ad-Dual Al- Mustaqil Fi Al-Masyriq Al-Islamiy Mundzu Mustahalli Al-Ashr Al-
Abbasi Hatta Al- Ghazwi Al-Maghuli.
Ali Ibrahim Hasan, Mishr fi Al-Ushur Al-Wustha; Min Al-Fath Al-Arabiy ila Fath Al-Utsmaniy,
(Kairo: Maktabah Al-Nahdah Al-Mishriyah, 1976).
Badri Yatim, Sejarah Kebudayaan Sejarah Kebudayaan Islam II (Jakarta: Ditjen Binbaga
Islam,1996),h 438
Hasan Ibrahim Hasan, Tarikh Ad-Daulah Al-Fathimiyah fi Al-Maghrib, Mishr, Suriah, wa Bilad
AlArab, (Kairo: Lajnah At-Ta'lif Tarjamah wa An-Nasyr, 1958).
Hitti, Philip Khuri. “History Of The Arabs : Rujukan Induk Dan Paling Otoritatif Tentang

31
Sejarah Peradaban Islam.” History Of The Arabs, 2008.
Imam Fuadi, Sejarah Peradaban Islam (Yogyakarta: Teras, 2011)
Ishom Abdu Al-Rauf Al-Faqi, Ad-Dual Al- Mustaqil Fi Al-Masyriq Al-Islamiy Mundzu
Mustahalli Al- Ashr Al-Abbasi Hatta Al-Ghazwi Al-Maghuli (Cairo: Dar Al-Kutub Al-
Arabi, 1999)
Istianah Abu Bakar, Sejarah Peradaban Islam (Malang: UIN-Malang Press, 2008)
Jaih Mubarok, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004)
Jousep Souib, Sejarah Daulat Abbasiyah, (Jakarta: Bulan Bintang, 1977)
K. Ali, Sejarah Islam (Tarikh Modern), (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997)
Manaf, Syahir. “Sejarah Dan Tamadun Islam Di Saffariyyah.” Jebat 18, No. September (2020):
297–315. Https://Doi.Org/10.13140/Rg.2.2.13329.45928.
Maryanto, Edi, Abdurrahman, And Dkk. “Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam.” K-Media,
2018.
Miftah, A R, And Al Farouqy. “Peradaban Islam Pada Masa Dinasti-Dinasti Kecil Di Timur
Baghdad” 9, No. 1 (2021)
Muhammad Jamaluddin Surur, Ad-Daulah Al-Fathimiyah fi Al-Mashr, (Kairo: Dar Al-Fikr
Araby, 1979)
Muhammad Sahil Thaqusi, Tarikhul Fathimiyyin fi Syimali Afriqiyyah, Mishra wa Biladi Syam,
(Beirut: Dar An-Nufus, 2001).
Nasution, Syamruddin. “Sejarah Perkembangan Peradaban Islam.” In Angewandte Chemie
International Edition, 6(11), 951–952., 2017.
Nugraha, M T. Sejarah Pendidikan Islam: Memahami Kemajuan Peradaban Islam Klasik
Hingga Modern. Yogyakarta: Diandra, 2019.
Prof. Dr. Dudung Abdurahman, M.Hum. Komunitas-Multikultural Dalam Sejarah Islam Periode
Klasik. Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2014.
Syahraeni, Andi. “Dinasti-Dinasti Kecil Bani Abbasiyah” Iv (2016): 91–109.. “Jurnal Rihlah
Vol. Iv Nomor 1/2016.” Jurnal Rihlah Iv, No. 1 (2016).
W. Montgomery Watt. Kejayaan Islam Kajian Kritis dari Tokoh Orientalis,terj. Hartono
Hadikusumo, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1990)

32

Anda mungkin juga menyukai