Anda di halaman 1dari 33

SEJARAH PERADABAN ISLAM

Periode Kemunduran Dinasti Abbasiyah

Di Tulis Oleh :
SITI HOPIPAH | NIM : 1052022098
UNIT 4, SEMESTER I

Dosen Pengampu : YUSTIZAR, M.Pd.I

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)


PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
INSTITUD AGAMA ISLAM NEGERI LANGSA
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, senantiasa kita ucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT
yang hingga saat ini masih memberikan kita nikmat iman dan kesehatan, sehingga
penulis diberi untuk menyelesaikan makalah tentang “Periode Kemunduran
Dinasti Abbasiyah”. Makalah ini ditulis untuk memenuhi syarat nilai mata kuliah
Sejarah Peradaban Islam.

Tak lupa penulis juga mengucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya


kepada ibu Yustizar, M.Pd.I selaku dosen pengampu mata kuliah Sejarah Peradaban
Islam. Serta setiap pihak yang telah mendukung serta membantu penulis selama
proses penyelesaian tugas ini hingga selesainya makalah ini.

Pada makalah ini akan dibahas mengenai disintegrasi Dinasti Bani


Abbasiyah, Perang Salib, Dan Faktor Penyebab Kemunduran Dinsati Bani
Abbasiyah. Makalah ini berisi paparan tentang sejarah kemunduran dinsati
Abbasiyah, dan Perang Salib.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan karya tulis ini masih jauh dari
sempurna serta kesalahan yang penulis yakini diluar batas kemampuan penulis.
Maka dari itu penulis dengan senang hati menerima kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca. Penulis berharap karya tulis ini dapat bermanfaat
bagi semua pihak.

Langsa, 19 Oktober 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................1
B. Rumusan Masalah ..........................................................................................1
C. Tujuan Penulisan ............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................3
A. Masa Disintegrasi Dinasti Abbasiyah ............................................................3
B. Penyebab Terjadinya Disintegrasi .................................................................4
C. Pengertian Perang Salib ..................................................................................6
D. Penyebab Terjadinya Perang Salib .................................................................7
E. Proses Berlangsungya Perang Salib .............................................................11
F. Dampak Perang Salib ...................................................................................20
G. Sejarah Singkat Kehancuran Dinasti Abbasiyah ..........................................25
H. Faktor Penyebab Kehancuran Dinasti Abbasiyah ........................................25

BAB III PENUTUP ..............................................................................................28


A. KESIMPULAN ............................................................................................28
B. SARAN.........................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................30

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Roda kepemimpinan tidak selalu di kendalikan oleh orang atau
sekelompok orang. Oleh karena itu, sering kali terjadi perubahan tatanan
dalam suatu kepemimpinan yang menganggap bahwa perombakan adalah
salah satu jalan untuk meraih kesejatian dalam kepemimpinan tersebut.
Yang pasti adalah untuk meraih suatu kebaikan maka juga harus ditempuh
melalui jalur yang baik pula.
Dinasti Abbasiyah yang memerintah setelah Dinasti Umayyah
adalah dinasti terlama dalam sejarah peradaban Islam sekitar lebih dari
5(lima) abad juga dinasti yang mengantarkan Islam pada masa golden age
nya. Namun demikian, tidaklah dapat dipungkiri bahwa pemerintahan
Abbasiyah merupakan pemerintahan yang kompleks sekompleks
permasalahan politik yang melandanya. Permasalahan politik yang
dimaksud adalah terjadinya kudeta, pemberontakan bahkan pembentukan
dinasti- dinasti baru. Awalnya, Abbasiyah merupakan pemimpin tunggal
didaerah Asia, sedangkan di Eropa dibawah kepemimpinan Umayyah-
Andalus, dan Mesir dibawah kepemimpinan Fatimiyah. Pembahasan ini
mencoba untuk memahami tentang perang salib, disintegrasi pemerintahan
bani Abbasiyah dan perkembangan islam masa dinasti Abbasiyah. Yang
mana penyebab keruntuhan Bani Abbasiyah adalah faktor internal, dan ini
adalah penunjang paling ekstrim dibandingkan dengan faktor eksternal.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, pemakalah merumuskan
beberapa masalah di antaranya:
1. Bagaimana sejarah singkat kehancuran daulah bani Abbasiyah?;
2. Apa saja faktor yang mempengaruhi kemunduran dinasti Abbasiyah?;
3. Kapan periode waktu terjadinya perang salib?;

1
4. Apa itu disintegrasi pemerintahan dinasti Abbasiyah?.

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui sejarah singkat kehancuran daulah bani Abbasiyah;
2. Untuk mengetahui faktor – faktor penyebab mundurnya dinasti
Abbasiyah;
3. Untuk mengetahui periode waktu dan sejarah singkat perang salib;
4. Untuk mengetahui apa itu disintegrasi pada masa pemerintahan dinasti
Abbasiyah.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Masa Disintegrasi Dinasti Abbasiyah


Periode masa keemasan Bani Abbas hanya terjadi pada periode
pertama. setelah itu dinasiti ini mulai menurun terutama di bidan politik.
semua itu disebabkan umat Islam tidak mengamalkan syariat Islam dengan
sepenuhnya tetapi mereka hanya mengikut kepentingan pribadi semata.
Disintegrasi adalah suatu keadaan yang terpecah dari kesatuan yang
utuh menjadi terpisah-pisah. Sedangkan menurut Wikipedia disintegrasi
adalah keadaan tidak bersatu padu yang menghilangnya keutuhan atau
persatuan serta menyebabkan perpecahan.1
Atau menurut Webster’s New Encyclopedic Dictionary tahun 1996
disintegrasi secara harfiah dipahami sebagai perpecahan suatu bangsa
menjadi bagian-bagian yang saling terpisah. Disintegrasi ini pada umumnya
terjadi karena ketidak puasan yang mendasar dari perlakuan pemerintah
terhadap wilayah atau kelompok minoritas seperti masalah otonomi dartah,
keadilan sosial, keseimbangan penbangunan, pemerataan dan hal
sejenisnya.
Semenjak pemerintahan Harun ar-Rasyid (786-809 M./ 170-194H).
Dikatakan pada saat itu terjadinya masa keemasan bani Abbasiyah. Tetapi
pada waktu inilah terjadi benih-benih disintegrasi tepatnya pada saat
penurunan tahta. Harun Ar-rasyid telah mewariskan tahta kekhalifaan pada
putra tertuanya yaitu Al-Amin (809-812 M./ 194-198 H) dan kepada
puteranya yang lebih muda yaitu al-Ma’mun yang pada saat itu menjabat
sebagai gubernur Khurasan. Setelah wafatnya Harun ar-Rasyid, al-Amin
berusaha mengkhianati hak adiknya dan menunjuk anak laki-lakinya
sebagai penggantinya kelak. Akhirnya pecah perang sipil. Al-amin
didukung oleh militer Abbasiyah di Baghdad, sementara al-Ma’mun harus

1
Definisi 'disintegrasi'". Wikipedia Bahasa Indonesia”
(https://id.wikipedia.org/wiki/Disintegrasi). Diakses tanggal 18 Oktober 2022 | Pkl 20:53

3
berusaha memerdekakan Khurasan dalam rangka untuk mendapatkan
dukungan dari pasukan perang Khurasan. Al-Ma’mun akhirnya dapat
mengalahkan saudara tertuanya al-Amin dan mengklaim khalifah pada
tahun 813 H. Namun peperangan sengit tersebut tidak hanya melemahkan
kekuatan militer Abbasiyah melainkan melemahkan warga Irak dan
propinsi lainnya.
Pada masa kekhalifaan al-Ma’mun (198-218 H./813-833 M) juga
terjadi disintegrasi yang menyebabkan munculnya dinasti Thahiriyah, yang
didirakan oleh Thahir, dia adalah mantan guberner Khurasan dan menjadi
jendral militer Abbasiyah, yang diangkat karena membantu merebut
kekuasaan al-Amin. Al-Ma’mun telah memberikan jabatan kepada Thahir
dan berjanji jabatan-jabatan tersebut dapat diwariskan kepada
keturunannya. Upaya untuk menyatukan kalangan elit di bawah arahan
khalifah tidak dapat terwujud dan sebagai gantinya pemerintahan dikuasai
oleh sebuah persekutuan khalifah dengan penguasa gubernur besar.2

B. Penyebab Terjadinya Disintegrasi


Disintegrasi dalam bidang politik sebenarnya sudah mulai terjadi di
akhir zaman bani Umayyah. Akan terlihat perbedaan antara pemerintahan
bani Umayyah dengan pemerinatahan bani Abbas. Menurut Watt,
sebenarnya keruntuhan kekuasaan bani Abbas mulai terlihat sejak awal abad
kesembilan. Fenomena ini mungkin bersamaan dengan datangnya
pemimpin-pimimpin yang memiliki kekuasaan militer di provinsi-provinsi
tertentu yang membuat mereka benar-benar independen.
Kekuatan militer Abbasiyah waktu itu mulai mengalami
kemunduran. Sebagai gantinya, para penguasa Abbasiyah mengerjakan
orang-orang profesional di bidang kemiliteran, khususnya tentara Turki
dengan sistem perbudakan baru. Pengangkatan anggota militer Turki ini,
dalam perkembangan selanjutnya ternyata menjadi ancaman besar terhadap

2
Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam, (Semarang : Pustaka Rizki Putra 2011), hal. 112.

4
kekuasaan khalifah. Apalagi pada periode pertama pemerintahan dinasti
Abbasiyah sudah muncul fanatisme kebangsaan berupa gerakan
syu’ubiyyah (kebangsaan /anti Arab). Gerakan inilah yang banyak
memberikan inspirasi terhadap gerakan politik, di samping persoalan-
persoalan keagamaan. Nampaknya para khalifah tidak sadar akan bahaya
politik dari fanatisme kebangsaan dan aliran keagamaan itu, sehingga
meskipun dirasakan dalam hampir semua segi kehidupan, seperti dalam
kesusasteraan dan karya-karya ilmiah, mereka tidak bersungguh-sungguh
menghapuskan fanatisme tersebut, bahkan ada diantara mereka yang justru
melibatkan diri dalam konflik kebangsaan dan keagamaan itu.
Faktor lain yang menyebabkan peran politik bani Abbas menurun
adalah perebutan kekuasaan di pusat pemerintahan. Hal ini sebenarnya juga
terjadi pada pemerintahan-pemerintahan Islam sebelumnya. Nabi
Muhammad memang tidak menentukan bagaiman cara penggantian
pemimpin setelah ditinggalkanya. Beliau menyerahkan masalah ini kepada
kaum muslimin sejalan dengan jiwa kerakyatan yangberkembang
dikalangan masyarakat Arab dan ajaran demokrasi dalam Islam. Setelah
nabi wafat, terjadi pertentangan pendapat diantara kaum muhajirin dan
anshar dibalai kota bani Sa’idah di madinah. Akan tetapi, karena
pemahaman keagaamaan mereka yang baik, semangat musyawarah,
ukhuwah yang tinggi, perbedaan itu dapat diselesaikan. dan Abu Bakar
terpilih menjadi khalifah.
Pertumpahan darah pertama dalam Islam karena perebutan
kekuasaan terjadi pada masa kekhalifahan Ali bin abi thalib. Ali terbunuh
oleh bekas pengikutnya sendiri. Pemberontakan-pemberontakan yang
muncul pada masa Ali ini bertujuan untuk menjatuhkanya dari kursi
khalifah dan diganti oleh pemimpin pemberontak itu. Hal ini sama juga
terjadi pada masa kekhalifahan bani Umayyah di Damaskus. Seperti
pemberontakan Husein bin Ali, syi’ah yang dipimpin oleh al- Muchtar,
Abdullah bin Zubair, dan terakhir pemberontakan Bani Abbas yang untuk
pertama kalinya dengan menggunakan nama gerakan Bani Hasyim.

5
Pemberontakan terakhir ini berhasil dan kemudian mendirikan
pemerintahan baru yang diberi nama khilafah Abbasiyah atau Bani abbas.
Pada pemerintahan bani Abbas, perebutan kekuasaan seperti itu juga
terjadi, terutama di awal berdirinya. Akan tetapi pada masa-masa
berikutnya, seperti terlihat pada periode kedua dan seterusnya, meskipun
khalifah tidak berdaya, tidak ada usaha untuk merebut jabatan khilafah dari
tangan Bani Abbas. Yang ada hanyalah usaha merebut kekuasaanya dengan
membiarkan jabatan khalifah tetap dipegang Bani Abbas.3
Hal ini terjadi karena Khalifah dianggap sebagai jabatan keagamaan
yang sakral dan tidak bisa di ganggu gugat lagi. Sedangkan kekuasaan dapat
didirikan di pusat maupun di daerah yang jauh dari pusat pemerintahan
dalam bentuk dinasti-dinasti kecil yang merdeka. Tentara Turki berhasil
merebut kekuasaan tersebut. Ditangan mereka khalifah bagaikan boneka
yang tak bisa berbuat apa-apa. Bahkan merekalah yang memilih dan
menjatuhkan khalifah sesuai dengan keinginan politik mereka.

C. Pengertian Perang Salib


Perang Salib (The Crusades) adalah gerakan umat Kristen di Eropa
yang memerangi umat Muslim di Palestina secara berulang-ulang mulai
abad ke-11 sampai abad ke-13, dengan tujuan untuk merebut Tanah Suci
dari kekuasaan kaum Muslim dan mendirikan gereja dan kerajaan Latin di
Timur. Dinamakan Perang Salib, karena setiap orang Eropa yang ikut
bertempur dalam peperangan memakai tanda salib pada bahu, lencana dan
panji-panji mereka.
Istilah ini juga digunakan untuk ekspedisi-ekspedisi kecil yang
terjadi selama abad ke-16 di wilayah di luar Benua Eropa, biasanya terhadap
kaum pagan dan kaum non-Kristiani untuk alasan campuran; antara agama,
ekonomi, dan politik. Skema penomoran tradisional atas Perang Salib
memasukkan 9 ekspedisi besar ke Tanah Suci selama Abad ke-11 sampai

3
Badri Yatim, Sejarah Peradaban islam Dirasah Ilslamiyah II (Jakarta: LSIK, 2003), hal. 70-
73

6
dengan Abad ke-13. “Perang Salib” lainnya yang tidak bernomor berlanjut
hingga Abad ke-16 dan berakhir ketika iklim politik dan agama di Eropa
berubah secara signifikan selama masa Renaissance.
Perang Salib pada hakikatnya bukan perang agama, melainkan
perang merebut kekuasaan daerah. Hal ini dibuktikan bahwa tentara Salib
dan tentara Muslim saling bertukar ilmu pengetahuan.4

D. Penyebab Terjadinya Perang Salib


Penyebab langsung terjadinya perang salib adalah permintaan kaisar
Alexius Connenus pada taun 1095 kepada Paus Urbanus II kaisar dari
Bizantiun meminta bantuan dari Romawi Karena daerah-daerah yang yang
tersebar ke pesisir laut Marmora dibinasakan oleh bani saljuk. Bahkan, kota
Konstantinopel diancam pula.Adanya permintaan ini, paus melihat
kemungkinan untuk mempersatukan kembali (gereja yunani dengan
Romawi yang telah terpecah tahun 1009-1054).5 Selain itu terjadinya Perang
Salib antara Timur-Islam dengan Barat-Kristen disebabkan oleh faktor-
faktor utama yaitu agama, politik, dan sosial ekonomi.6

1. Faktor Agama
Berbagai literatur umumnya menuliskan bahwa faktor utama dari
sisi agama ialah sejak Dinasti Seljuk merebut Baitul Maqdis dari
Dinasti Fathimiyah. Pada paruh kedua abad kesebelas,Suriah dan
Palestina menjadi pertarungan yang sengit antara bangsa Turki Saljuk
yang menguasai dunia Islam Timur dan Dinasti Fatimiyah yang
berpusat di Mesir. Dinasti Fatimiyah yang menganut Syiah
Ismailiyah,yang dicap haram oleh kaum muslim sunni,terutama karena
ideologi Fatimiyah yang bertujuan dinamis dan ekspansionis pada satu

4
Ratu Suntiah, dan Maslani. Sejarah Peradaban Islam. Interes MediaBandung.2014. hal
5
5
Dedi Supriyadi, 2008, Sejarah Peradaban Islam, Bandung: CV. Pustaka Setia, h. 171
6
Ratu Suntiah, Maslani, 2011, Op. Cit., h. 134.

7
titik mengancam untuk menggulingkan Khalifah Abbasiyah yang
bermazhab Sunni di Baghdad. Turki Saljuk yang belakangan memeluk
agama Islam menempatkan diri mereka sebagai pendukung Khalifah
Abbasiyah dan Islam Sunni,dan melancarkan perang berkepanjangan
melawan dinasti Fatimiyah dengan mengandalkan dukungan kerabat
mereka Turki nomaden yang mempunyai keahlian militer dan semangat
keagamaan mereka yang tak tertandingi (Al-Ghazali).7 Dengan
jatuhnya Asia kecil ke tangan Dinasti Saljuk,jalan naik haji ke Palestina
bagi umat Kristen di Eropa menjadi terhalang.8 Ketika itu umat Kristen
merasa tidak lagi bebas untuk menunaikan ibadah ke sana. Mereka yang
pulang dari ziarah sering mendapat perlakuan jelek dari orang-orang
Saljuk . Selain itu khalifah Abdul Hakim menaikkan pajak ziarah bagi
orang-orang Kristen Eropa. Hal ini memicu kemarahan Paus Urbanus
II yang mengatakan bahwa hal tersebut merupakan perampokan dan
sebuah kewajiban untuk merebut kembali Baitul Maqdis . Selain itu,
Paus juga menjanjikan kejayaan, kesejahteraan, emas, dan tanah di
Palestina, serta surga bagi para ksatria yang mau berperang.
Namun, perang salib tidak terlepas dari penyebaran agama Islam ke
berbagai daerah yang menjadi kota-kota penting dan tempat suci umat
Kristen. Seperti halnya beberapa kawasan Iran dan Syria (632),
penaklukan Syria, Mesopotamia dan Palestina (636), Mesir (637),
penaklukan Cyprus dan Afrika Utara (645), peperangan melawan
Byzantium (646) kemudian terjadi peperangan di laut melawan
Byzantium (647) hingga musnahnya kerajaan Parsi pada tahun yang
sama. Tidak hanya sampai disitu, penyebaran Islam juga mengharuskan
serangan atas Konstatinopel (677) kemudian terjadi kembali pada 716,
penaklukan Spanyol, Sind dan Transoksian (711) hingga serangan atas

7
Hillenbrand,Carole. 2000.The Crusades, Islamic Perspectives. New York Hal 24
8
Nasution, Harun. 1985. Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, Jilid 1. Jakarta: UI Press.
Hal 78

8
bagian selatan Perancis (792). Serta berbagai peristiwa penaklukan
lainnya dalam melakukan ekspansi serta dakwah Islam.

2. Faktor Politik
Situasi politik sekitar Anatolia (kini Turki) juga mengalami
destabilisasi Byzantium kehilangan wilayah penyangganya ke Timur
yang dulunya dikuasai Armenia.Pamor kekaisaran Byzantium
mengalami pukulan hebat. Mereka dikalahkan oleh bangsa Turki Saljuk
yang dipimpin oleh Sultan Alp Arselan yaitu peristiwa Manzikart tahun
1071 M (464 H) . Tentara Alp Arselan yang berkekuatan 15.000 prajurit
berhasil mengalahkan tentara berjumlah 200.000 orang; yang terdiri
dari tentara Romawi, Ghuz, Al-Akraj, Al-Hajr, Perancis dan Armenia.
Peristiwa inilah yang menanamkan benih permusuhan dan kebencian
orang-orang kristen terhadap umat Islam.9
Pada sinode di Clermont Prancis, Paus Urbanus II (1088-1099)
memulai inisiatif mempersatukan dunia Kristen (yang saat itu terbelah
antara Romawi Barat di Roma dan Romawi Timur atau Byzantium di
Konstantinopel). Ketika terasa cukup sulit untuk mempersatukan para
pemimpin dunia Kristen dengan ego dan ambisinya masing-masing,
maka dicarilah suatu musuh bersama. Dan musuh itu ditemukan yaitu
ummat Islam. Sasaran jangka pendeknya pun didefinisikan:
pembebasan tempat-tempat suci Kristen di bumi Islam, termasuk Baitul
Maqdis. Adapun sasaran jangka panjangnya adalah melumat ummat
Islam.10
Sementara itu, umat Islam justru terpecah tidak hanya secara
“pandangan” terhadap agama, namun juga hingga politik. Mereka yang
bersebarangan tidak dapat bersatu padu dalam melawan Kristen.
Hingga akhirnya Sholahudin al-Ayubi datang dan menyatukan kembali.

9
Abdurrahman, Dudung dkk, Sejarah Peradaban Islam Dari Masa Klasik hingga Modern,
Yogyakarta : Penerbit LESFI, 2003. Hal 76
10
Hikmat Darmawan, Perang suci: Dari Perang Salib Hingga Perang Teluk, Jakarta :
Serambi Ilmu Semesta, 2003. Hal 428

9
Kekalahan Byzantium sejak tahun 330 yang disebut Konstantinopel
di Manzikar (Malazizkir) atau Malasyird, Armenia pada 1071 dan
jatuhnya Asia kecil ke bawah kekuasaaan Seljuk telah mendorong
Kaisar Alexius I Comnesus (Kaisar konstantinopel) untuk meminta
bantuan pada Paus Urbanus II (1035-1099); menjadi paus dari (1088-
1099) dalam usahanya untuk mengembalikan kekuasaannya di daerah-
daerah pendudukan dinasti Seljuk. Paus Urbanus II bersedia membantu
Byzantium karena adanya janji kaisar Alexius untuk dapat
mempersatukan gereja Yunani dan Roma. Pada waktu itu Paus
memiliki kekuasaan dan pengaruh yang sangat besar tehadap raja-raja
yang berada di bawah kekuasaannya. Ia dapat menjatuhkan sanksi
kepada raja yang membangkang perintah Paus dengan mencopot
pengakuannya sebagai raja. Di lain pihak, kondisi kekuasaan Islam
pada waktu itu sedang lemah, sehingga orang-orang Kristen di Eropa
berani untuk ikut mengambil bagian dalam perang salib. Ketika itu,
dinasti Saljuk di Asia kecil sedang mengalami perpecahan, dinasti
fathimiyah di Mesir dalam keadaan lumpuh, sementara kekuasaan
Islam di Spanyol semakin goyah. Situasi semakin bertambah parah
karena adanya pertentangan segi tiga antara Khalifah Fathimiah di
Mesir, khalifah Abasiyah di Baghdad dan Amir Umayah di Cordova
yang memproklamasikan dirinya sebagai khalifah.

3. Faktor Sosial Ekonomi


Pedagang-pedagang besar di pantai Timur Laut Tengah, terutama
yang berada di kota Venezia, Genoa, dan Pisa berambisi untuk
menguasai kota-kota dagang di sepanjang pantai timur dan selatan Laut
Tengah sehingga rela menanggung sebagian dana Perang Salib.
Apabila pihak Kristen Eropa menang, mereka menjadikan kawasan itu
sebagai pusat perdagangan mereka.
Stratifikasi sosial masyarakat Eropa terdiri dari tiga kelompok yaitu
kaum gereja, kaum bangsawan dan ksatria, dan rakyat jelata. Mayoritas

10
dari mereka adalah rakyat jelata yang harus tunduk pada tuan tanah,
terbebani pajak dan kewajiban lainnya. Ketika rakyat jelata
dimobilisasi oleh pihak gereja untuk ikut perang Salib dijanjikan
kebebasan dan kesejahteraan yang baik bila menang perang, mereka
menyambut secara spontan dan berduyun-duyun terlibat dalam perang
itu. Sementara, meluasnya daerah kekuasaan Islam berdampak pada
beragam pola pemahaman, budaya dan cara beragama. Sehingga nilai-
nilai Islam sebagai rahmatan lil alamin belum dapat meresapi seluruh
daerah kekuasaan Islam. Tidak sedikit perlakuan buruk yang dilakukan
oleh kaum muslim terhadap orang-orang kristen; utamanya mereka
yang hendak berziarah ke Baitul Maqdis. Namun, dengan meluasnya
daerah kekuasaan, perekonomian muslim di timur tengah mengalami
kemajuan yang pesat.
Saat itu, di Eropa berlaku hukum waris bahwa hanya anak tertua
yang berhak menerima harta warisan, apabila anak tertua meninggal
maka harta warisan harus diserahkan pada gereja. Oleh karena itu,
populasi orang miskin menigkat sehingga anak-anak yang miskin
beramai-ramai mengikuti seruan mobilisasi umum Perang Salib.,
dengan harapan mendapatkan perbaikan ekonomi.11
Perang salib bagi orang-orang Kristen juga merupakan jaminan
untuk masuk surga sebab perang salib , menurut mereka, adalah mati
sebagai pahlawan agar dan langsung masuk surga walaupun
mempuinyai dosa-dosa pada masa lalunya.12

E. Proses Berlangsungnya Perang Salib


Dari beberapa faktor yang menjadi penyebab bibit awal peperangan
itulah Sri Paus berani mengumumkan atas kebenciannya terhadap umat
islam. Maka idenya untuk mengadakan perang salib itu bergulir dengan
diawali kongres tahunan yang di hadiri oleh para uskup dan menyetujui

11
Ratu Suntiah, Maslani, 2011, Op. Cit., h. 134-135.
12
Dedi Supriyadi, 2008, Op. Cit., h. 172

11
gagasannya. Ia menghasut dengan dalih pembebasan Baitul Maqdis, yang
pula mendapat dukungan para peserta kongres tersebut. Hal ini menjadi
semakin besar pengaruhnya dengan seorang pendeta prancis, Boutros yang
berkeliling ke seluruh Eropa dalam membangkitkan sentiment agama
orang-orang Kristen dan mengajak mereka untuk berperang. Dan ajakan ini
betul-betul berpengaruh dalam hati umat Kristen. Maka berangkatlah dan
semakin menyebarlah gagasan Sri Paus atas perang salib ini. Salah satu
pidato Sri Paus untuk membangkitkan tentara-tentara dan kesatria kristiani
antara lain :
“Aku tidak ingin berbicara persoalan agama. Disana hanya kutemukan
orang-orang fanatik dan buta yang mengatasnamakan agama untuk
melegalisasikan penindasan dan ketidakadilan. Menganggap dirinya
memahami kalimat Tuhan dan menjadi satu-satunya representatif Tuhan di
dunia. Karena Agama yang sebenarnya adalah apa yang ada dihatimu, Ia
akan menuntunmu untuk menegakkan kesejahteraan, keadilan dan
kebenaran.Karena itu merupakan alasan mengapa engkau dilahirkan.”13
Perang Salib yang berlangsung hampir 200 tahun itu tidak
berlangsung secara terus menerus, tetapi secara bertahap. Permusuhan pun
tidak berlangsung terus menerus karena ada masa damai, kerena itulah
perang salib dibagi beberapa periode. Philip K. Hitti menyederhanakan
pembagian Perang Salib dalam tiga periode.14
1. Periode Pertama (Periode penaklukan: 1096-1144 M)
Jalinan kerja sama antara Kaisar Alexius I dan Paus Urbanus
II berhasil membangkitkan semangat umat Kristen, terutama
akibat pidato Paus Urbanus II pada kondisi Clermont tanggal 26
November 1095 M.15 Orang-orang yang hadir disana
meneriakan slogan Deus Vult (tuhan menghendaki) sambil
mengacungkan tangan. Pada musim semi 1907, 150.000

13
Film Kingdom Of Heaven Tentang kisah kehidupan Balian of Ibelin
14
Badri Yatim, 2008. Sejarah Peradapan Islam (Dirasah Islamiah II). Jakarta: PT Raja
Grafinda Persada. hlm. 76.
15
Ratu Suntiah, Maslani, 2011, Op. Cit., h. 135.

12
manusia, sebagian besar orang franka, norman, dan sebagian
rakyat biasa menyambut seruan untuk berkumpul di
Konstantinopel. Pada saat itulah gendering perang salib disebut
begitu karena salib dijadikan lencana pertama ditabuh.16 Pidato
itu bergema ke seluruh penjuru negara kristen mempersiapkan
berbagai bantuan utuk mengadakan penyerbuan. Gerakan yang
dipimpin oleh Pierre I’Ermite, spontanitas diikuti oleh berbagai
kalangan masyarakat (rakyat jelata) yang tidak mempunyai
pengalaman berperang, tidak disiplin, dan tanpa persiapan.
Sepanjang jalan menuju Konstantinopel, mereka melakukan
keonaran, perampokan, dan terjadi bentrokan dengan penduduk
Hongaria dan Bizantium. Pasukan Salib akhirnya dapat
dikalahkan oleh pasukan Dinasti Seljuk dengan mudah.
Angkatan berikutnya, pasukan Salib dipimpin oleh Godfrey
dari Bouillon, Bohemond dari Sisilia, dan Raymond dari
Toulouse sebagai ekspedisi militer yang terorganisir. Mereka
menduduki kota suci Palestina (Yerusalem) pada tanggal 7 Juni
1099 M. Pasukan Salib yang memasuki Jerusalem (1099)
kemudian melakukan pembantaian besar-besaran terhadap
penduduk Kota Suci itu. Di Masjid al-Aqsha terdapat genangan
darah setinggi mata kaki, karena banyaknya kaum Muslimin
yang dibantai. Fulcher of Chartress menyatakan, bahwa darah
begitu banyak tertumpah, sehingga membanjir setinggi mata
kaki: “If you had been there your feet would have been stained
to the ankles in the blood of the slain.”
Seorang tentara Salib menulis dalam Gesta Francorum,
bagaimana perlakuan tentara Salib terhadap kaum Muslim dan
penduduk Jerusalem lainnya, dengan menyatakan, bahwa belum
pernah seorang menyaksikan atau mendengar pembantaian

16
Dedi Supriyadi, 2008, Op. Cit., h. 172

13
terhadap ‘kaum pagan’ yang dibakar dalam tumpukan manusia
seperti piramid dan hanya Tuhan yang tahu berapa jumlah
mereka yang dibantai: “No one has ever seen or heard of such a
slaughter of pagans, for they were burned on pyres like pyramid,
and no one save God alone knows how many there were.”
(David R. Blanks and Michael Frassetto (ed), Western Views of
Islam in Medieval and Early Modern Europe, (New York, St.
Martin’s Press, 1999)).Sebelumnya dengan terlebih dahulu
merebut Anatolia Selatan, daerah Tarsus, Antiokia, Aleppo, dan
ar-Ruha’ (Edessa). Mereka juga berhasil merebut Tripoli, Syam
(Suriah), dan Acre. Sebagai akibat kemenangan itu, berdiri
beberapa kerajaan Latin-Kristen. Di Timur yaitu Kerajaan Latin
I di Edessa (1098 M) diperintah oleh Raja Baldwin, kerajaan
latin II di Antiokia (1098 M) diperintah raja Bohemond,
Kerajaan Latin III di Baitulmakdis (1099 M) diperintah oleh
Raja Godfrey, dan Kerajaan Latin IV di tripoli (1109 M)
diperintah oleh Raja Raymond.17

2. Periode Kedua (Periode reaksi umat Islam: 1144-1192 M)


Kaum Muslimin menghimpun kekuatan untuk menghadapi
kekuatan kaum Salib yang telah menguasai beberapa wilayah
kekuasaan Islam. Imaduddin Zanki, gubernur Mosul,
membendung serangan pasukan Salib dan berhasil merebut
kembali Aleppo, Hamimah, dan Edessa (ar-Ruha’) pada tahun
1144 M. Beliau wafat tahun 1146 M dan putranya, Nuruddin
Zanki meneruskan cita-citanya membebaskan negara Islam di
Timur dari cengkraman kaum Salib, berhasil merebut kembali
kota-kota; Damaskus (1147 M), Antiokia (1149 M), dan Mesir
(1169 M). Nuruddin Zanki wafat tahun 1174 M, komando

17
Ratu Suntiah, Maslani, 2011, Op. Cit., h. 135.

14
pasukan Islam selanjutnya di bawah pimpinan Salahuddin al-
Ayyubi (Saladin) di Mesir,yang berhasil menyatukan Syiria dan
Mesir pada tanggal 2 Oktober 1187 M berhasil membebaskan
Baitul Maqdis (Jerusalem) yang telah dikuasai kerajaan latin
selama 88 tahun.18 Ketika Salahuddin merebut kembali
Jerusalem pada tahun 1187, boleh dikatakan tidak ada
pembunuhan terhadap warga nasrani yg tertinggal di kota itu,
tidak ada pengrusakan dan perampokan terhadap gereja, dan
para pemuka agama nasrani sedikitpun tidak disentuh. Mengapa
Salahuddin bertindak seperti itu? Jawabannya adalah, karena
beliau memegang teguh etika perang Islam sebagaimana
diajarkan oleh AL Quran dan Rasulullah Muhammad SAW,
yang di antaranya adalah:
a. Muslim hanya boleh berperang ketika diserang atau bila
ada warga muslim di wilayah non muslim yg ditindas
atau dibantai (Al Baqarah:190)
b. Dalam berperang muslim tidak boleh melampaui batas
(Al Baqarah 190), di antaranya tidak boleh membunuh
musuh yg sudah tidak berdaya, merusak mayat,
mengganggu apalagi merampok dan membunuh
penduduk sipil, merusak atau merampok tempat ibadah
atau fasilitas umum, membakar rumah penduduk kecuali
yg dianggap bisa menjadi tempat persembunyian musuh,
membunuh ternak kecuali yg untuk dimakan, serta
merusak tanaman kecuali utk diambil buahnya (Al
Hadist).
c. Bila telah terjadi kesepakatan untuk menghentikan
peperangan dan musuh telah mengembalikan wilayah
muslim yg dikuasainya dan membebaskan tentara atau
penduduk muslim yg ditawannya, maka muslim
diperintahkan utk berhenti berperang (al Baqarah 193).

18
ibid

15
Keberhasilan Salahuddin al-Ayyubbi itu membangkitkan
semangat kaum Salib dengan mengirimkan ekspedisi militer
yang lebih kuat pada tahun 1189 M, dipimpin oleh raja-raja
Eropa yang besar yaitu: Frederick I (Barbarossa, kaisar Jerman),
Richard I (The Lion-Hearted, raja Inggris), dan Philip II
19
(Augustus, raja Perancis). Pasukan ini bergerak pada tahun
1189 M dengan dua jalur berbeda. Pasukan Richard dan Philip
melalui jalur laut dan pasukan Barbarossa saat itu merupakan
yang terbanyak di Eropa melalui jalur darat, melewati
Konstantinopel. Namun, Barbarossa meninggal di daerah
Cilicia karena tenggelam di sungai, sehingga menyisakan
Richard dan Philip. Sebelum menuju Tanah Suci, Richard dan
Philip sempat menguasai Siprus dan mendirikan Kerajaan
Siprus.
Meskipun mendapat tantangan berat dari Salahuddin al-
Ayyubi, mereka berhasil merebut Akka dan dijadikan ibukota
kerajaan Latin, namun tidak berhasil memasuki Palestina.
Pertempuran sengit terjadi antara pasukan Salahuddin al-Ayyubi
dengan pasukan Philip dan Richard yang diakhiri dengan
gencatan senjata dan membuat suatu perjanjian (disebut Shulh
al-Ramlah) pada tanggal 2 November 1192 M. Inti perjanjian
damai itu adalah daerah pedalaman menjadi milik kaum
Muslimin dan umat Kristen yang akan ziarah ke Baitulmakdis
terjamin keamanannya, sedangkan daerah pesisir utara, Acre dan
Jaffa berada di bawah kekuasaan tentara Salib. Tak lama setelah
perjanjian disepakati, Salahuddin al-Ayyubi wafat pada bulan
Safsr 589 H/Februari 1193 M. Dan penerusnya adalah dinasti
Ayyubiyah (keluarga Saladin).20

19
Frederiek Djara. sejarah perang salib . Gunung Mulia (2004). Hal 355
20
Akhmad. Perang Perang Paling Berpengaruh Didunia. Jogja : Bangkit Publisher, 2001.
Hal 72

16
3. Periode Ketiga (Periode perang saudara kecil-kecilan atau
kehancuran di dalam pasukan Salib: (1193-1291 M)
Saat itu Mesir berada di bawah Pemerintahan Al-Malik al-
'Adil, yang meninggal dunia (1218) setelah tentara Salib
menguasai menara Al-Silsilah. Al-Malik kemudian digantikan
oleh putranya Al-Malik al-Kamil (1218-1238). Al-Malik al-
kamil menghadapi gangguan dari dalam, yaitu konspirasi yang
dipimpin oleh seorang panglima yang berasal dari Kurdi, Ibn
Masytub, yang hendak menyisihkannya. Ia lalu melarikan diri ke
Yaman. Namun Karena bantuan adiknya, Al-Malik Mu'azzam
dari syam, ia bisa kembali menduduki tahta kesultanan Mesir.
Tantangan dari luar selain dari tentara Salib adalah tentara
Mongol yang mulai menguasai dunia Islam bagian Timur,
Khawarizami, negeri negeri Transoxiana, dan sebagian negeri
Persia pada tahun 1220. Serangan Mongol ke Baghdad pun
dimulai.21
Kedudukan tentara Salib sebenarnya baik karena banyaknya
rombongan besar menggabungkan diri atas seruan Paus Innocent
III yang dilanjutkan oleh Paus Honorius III. Raja Juhanna de
Brienne dan Wakil Paus, Plagius, memimpin pasukan ini.
Dimyat bisa segera mereka kuasai pada tahun 1218. Namun,
serangan belum dilanjutkan menuju Kairo karena menunggu
bantuan Frederik II dalam perajalanan untuk menopang
serangan selanjutnya. Karena situasi yang mencekam,
sebagaimana digambarkan di atas, ditambah situasi ekonomi
yang sulit, terutama karena surutnya sungai Nil, Mesir diancam
bahaya kelaparan. Al- Kamil pun mengajukan permintaan
perdamaian. Ia mengajukan tawaran menyerahkan Jerusalem

21
Kumoro, Bawono, Hamas Ikon Perlawanan Islam Terhadap Zionisme Israel. Mizan
Pustaka. Hal 40

17
dan hampir semua kota yang ditaklukan Shalahudin kepada
pihak Salib asalkan mereka (pihak Salib) menarik diri dari
Dimyat. Tawaran yang begitu menguntungkan pihak Salib itu
ditolak, bahkan mereka akan menguasai seluruh Mesir dan
Syam. Penolakan ini terutama dikemukakan oleh utusan Paus,
Pelagius, yang ditopang oleh Italia, karena kepentingan
perdagangannya terancam di Mesir. Tidak ada pilihan bagi Al-
Kamil: hancur atau menang. Timbullah ide yang kemudian
dilaksanakannya, yaitu menghancurkan dam-dam irigasi yang
menuju Dimyat. Akhirnya banjir pun melanda seluruh Dimyat.
Banyak tentara Salib yang tenggelam. Mereka terancam bahaya
kelaparan. Karena bantuan Frederik II yang diharapkan tak
kunjung datang, tentara Salib pun meninggalkan Dimyat tanpa
syarat.22
Periode ini lebih disemangati oleh ambisi politik untuk
memperoleh kekuasaan dan sesuatu yang bersifat material
daripada motivasi agama. Tujuan mereka untuk membebaskan
Baitul Maqdis terlupakan, terbukti dari pasukan Salib yang
dipersiapkan menyerang Mesir (1202-1204 M) ternyata
membelokan haluan menuju Konstatinopel. Kota itu direbut,
diduduki, dan dikuasai oleh Baldwin sebagai raja pertamanaya.
Tentara Salib yang dipimpin oleh raja Frederick II, berusaha
merebut Mesir terlebih dahulu sbelum ke Palestina dengan
harapan mendapat bantuan dari orang-orang Kristen Qibthy dan
tahun 1219 M berhasil menduduki Dimyat. Raja al_malik al-
Kamil dari Dinasti Ayyubiyah membuat perjanjian dengan
Frederick II, yang isinya antara lain Frederick bersedia
melepaskan Dimyat dan al-Malik al-Kamil melepaskan
Palestina. Frederick menjamin keamanan kaum Muslimin di

22
Kuntowijoyo , Metodologi Sejarah, Yogyakarta : PT. Tiara Wacana,2003. Hal 52

18
sana dan tidak mengirim bantuan kristen di Syria. Pada masa
Mesir diperintah al-malik al-Shalih, Palestina dapat direbut
kembali oleh kaum Muslimin tahun 1247 M.23
Dengan tergulingnya Dinasti Ayyubiyah akibat ekspansi
wiilayah terbesar tentara salib (1240-an) yang sangat
padu,naiklah Dinasti Mamluk yang militan dari Mesir. Mereka
bahkan bersedia melancarkan serangan kepada bangsa Mongol
yang dipimpin Hulagu Khan yang bertujuan menghabisi
khalifah Abbasiyah. Sebelumnya mereka meraih kemenangan
besar atas bangsa Mongol yang sebelumnya tak terkalahkan
dalam pertempuran sungai Daud (ayn Jalut) pada 1260 dan
menghancurkan Hasyasyin. Namun mereka lebih
mengutamakan mengusir tentara salib yang terus berdatangan
untuk selamanya.
Pada periode ini telah terukir dalam sejarah munculnya
pahlawan wanita yang terkenal gagah berani yaitu Syajar ad-
Durr. Ia berhasil menghancurkan pasukan raja Louis IX dari
Perancis dan sekaligus menangkap raja tersebut. Pahlawan
wanita ini pun telah mampu menunjukan sikap kebesaran Islam
dengan membebaskan dan mengizinkan raja Louis kembali ke
negerinya.
Sultan Mamluk Baybar merupakan raja yang sangat tegas
dan keras,merupakan tokoh utama yang memulai proses
pengusiran tentara salib. Baybar melancarkan 3 operasi militer
besar-besaran (1265-1271) berhasil menaklukan banyak wilayah
termasuk Antiokhia pada 1268 dan Krak des Chevaliers pada
1271. Dilanjutkan Sultan Qalawun merebut Marqab dan
Maraclea 1285 dan Tripoli 1289. Sultan Al-Asyraf
menghancurkan wilayah tentara salib yang tersisa dan mencapai

23
ibid

19
puncak pada jatuhnya Acre pada 18 Mei 1291,suatu peristiwa
yang dianggap menandakan berakhirnya kekuasaan kaum Salib
di kawasan mediterania Timur.24

F. Dampak Perang Salib


Perang Salib pada hakikatnya bukan perang agama, melainkan
perang merebut kekuasaan daerah. Hal ini dibuktikan bahwa tentara Salib
dan tentara Muslim saling bertukar ilmu pengetahuan. meski benua Eropa
bersinggungan dengan budaya Islam selama berabad-abad melalui
hubungan antara semenanjung Liberia dengan Sicilia , banyak ilmu
pengetahuan di bidang-bidang sains, pengobatan dan arsitektur diserap dari
dunia Islam ke dunia Barat selama masa perang salib.
Bangsa Eropa belajar berbagai disiplin ilmu yang saat itu
berkembang di dunia Islam lalu mengarangnya dalam buku-buku yang bagi
dunia Barat terasa mencerahkan. Mereka juga mentransfer industri dan
teknologi konstruksi dari kaum muslimin, sehingga pasca perang salib
terjadi pembangunan yang besar-besaran di Eropa. Gustav Lebon berkata:
“Jika dikaji hasil perang salib dengan lebih mendalam, maka didapati
banyak hal yang sangat positif dan urgen. Interaksi bangsa Eropa selama
dua abad masa keberadaan pasukan salib di dunia Islam boleh dikatakan
faktor dominan terhadap kemajuan peradaban di Eropa. Perang salib
membuahkan hasil gemilang yang tak pernah mereka bayangkan
sebelumnya.”
Perang salib menghabiskan aset umat Islam baik harta benda
maupun putra-putra terbaik. Kemiskinan terjadi karena seluruh kekayaan
negara dialokasikan untuk perang. Dekadensi moral terjadi karena perang
memakan habis orang laki-laki dan pemuda. Kemunduran ilmu pengetahuan
terjadi karena umat Islam menghabiskan seluruh waktunya untuk
memikirkan perang sehingga para ulama tidak punya waktu untuk

24
Hillenbrand,Carole. 2000.The Crusades, Islamic Perspectives. New York hal 37,38,39

20
mengadakan penemuan-penemuan dan karya-karya baru kecuali yang
berhubungan dengan dunia perang.
Pihak Islam pada akhirnya dapat memenangkan Perang Salib yang
sangat melelahkan, berlangsung tahun 1096-1291 M. Walaupun menang
umat Islam sebenarnya mengalami kerugian yang luar biasa karena
peperangan itu terjadi di kawasan dunia Islam (Turki, Palestina, dan Mesir).
Sebaliknya bagi pihak Kristen, mereka menderita kekalahan dalam Perang
Salib, namun mendapatkan hikmah yang tidak ternilai harganya karena
mereka dapat berkenalan dengan kebudayaan dan peradaban Islam yang
sudah maju. Kebudayaan dan peradaban yang mereka peroleh dari Timur-
Islam menyebabkan lahirnya Rennaisans di Barat. Kebudayaan yang
mereka bawa ke Barat terutama dalam bidang militer, seni, perindustrian,
perdagangan, pertanian, astronomi, kesehatan, dan kepribadian.25
Melihat apa yang terjadi terhadap Byzantium, Perang Salib lebih
dapat digambarkan sebagai perlawanan Katolik Roma terhadap ekspansi
Islam, ketimbang perlawanan Kristen secara utuh terhadap ekspansi Islam.
Di lain pihak, Perang Salib Ketiga dapat disebut sebuah anomali. Kita juga
dapat mengambil suatu kompromi atas kedua pendapat di atas, khususnya
bahwa Perang Salib adalah cara Katolik Roma utama dalam menyelamatkan
Katolikisme, yaitu tujuan yang utama adalah memerangi Islam dan tujuan
yang kedua adalah mencoba menyelamatkan ke-Kristen-an, dalam konteks
inilah, Perang Salib Ketiga dapat dikatakan mengabaikan tujuan yang
utama. Meski begitu, Perang Salib Ketiga ditentang oleh Paus pada saat itu
dan secara umum dikenang sebagai suatu kesalahan besar.
Akibat adanya perang Salib ini, walaupun umat Islam berhasil
mempertahankan daerah-daerahnya daritentara Salib, namun kerugian yang
mereka derita banyak sekali, karena peperangan ini terjadi diwilayah Islam.
Di antaranya adalah kekuatan politik umat Islam menjadi lemah. Dalam
kondisi demikianmereka bukan menjadi bersatu, tetapi malah terpecah

25
Ratu Suntiah, Maslani, 2011, Op. Cit., h. 137.

21
belah. Banyak dinasti kecil yang memerdekakandiri dari pemerintahan
pusat Abbasiyah di Baghdad.26
1. Politik Dan Budaya
Perang Salib amat memengaruhi Eropa pada Abad
Pertengahan. Pada masa itu, sebagian besar benua dipersatukan
oleh kekuasaan Kepausan, akan tetapi pada abad ke-14,
perkembangan birokrasi yang terpusat (dasar dari negara-bangsa
modern) sedang pesat di Prancis, Inggris, Burgundi, Portugal,
Castilia dan Aragon. Hal ini sebagian didorong oleh dominasi
gereja pada masa awal perang salib. Pengalaman militer perang
salib juga memiliki pengaruh di Eropa, seperti misalnya, kastil-
kastil di Eropa mulai menggunakan bahan dari batu-batuan yang
tebal dan besar seperti yang dibuat di Timur, tidak lagi
menggunakan bahan kayu seperti sebelumnya. Sebagai
tambahan, tentara Salib dianggap sebagai pembawa budaya
Eropa ke dunia, terutama Asia.
Bersama perdagangan, penemuan-penemuan dan
penciptaan-penciptaan sains baru mencapai timur atau barat.
Kemajuan bangsa Arab termasuk perkembangan aljabar, lensa
dan lain lain mencapai barat dan menambah laju perkembangan
di universitas-universitas Eropa yang kemudian mengarahkan
kepada masa Renaissance pada abad-abad berikutnya.

2. Dalam Bidang Militer


Dunia Barat menemukan persenjataan dan teknik berperang
yang belum pernah mereka temui sebelumnya di negerinya,
seperti penggunaan bahan-bahan peledak untuk melontarkan
peluru, pertarungan senjata dengan menunggang kuda, teknik
melatih burung merpati untuk kepentingan informasi militer, dan

26
Badri Yatim, 2003),Op.Cit., hal. 79

22
penggunaan alat-alat rebana dan gendang untuk memberi
semangat kepada pasukan militer di medan perang.

3. Dalam Bidang Perindustrian


Mereka banyak menemukan kain tenun sekaligus peralatan
tenun di dunia Timur. Utnuk itu mereka mengimpor berbagai
jenis kain seperti mosselin, satin, dan damast dari Timur ke
Barat. Mereka juga menemukan berbagai jenis parfum,
kemenyan dan getah Arab yang dapat mengharumkan ruangan.

4. Dalam Bidang Pertanian


Mereka menemukan sitem pertanian yang sama sekali baru
di dunia Barat dari dunia Timur-Islam seperti model irigasi yang
praktis dan jenis tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan yang
beraneka macam. Disamping itu mereka menemukan gula yang
dianggap cukup penting.

5. Dalam Bidang Perdagangan


Kebutuhan untuk memuat, mengirimkan dan menyediakan
bala tentara yang besar menumbuhkan perdagangan di seluruh
Eropa. Jalan-jalan yang sebagian besar tidak pernah digunakan
sejak masa pendudukan Romawi, terlihat mengalami
peningkatan disebabkan oleh para pedagang yang berniat
mengembangkan usahanya. Ini bukan saja karena Perang Salib
mempersiapkan Eropa untuk bepergian akan tetapi lebih karena
banyak orang ingin bepergian setelah diperkenalkan dengan
produk-produk dari timur. Hal ini juga membantu pada masa-
masa awal Renaissance di Itali, karena banyak Negara kota di
Itali yang sejak awal memiliki hubungan perdagangan yang
penting dan menguntungkan dengan negara-negara Salib, baik

23
di Tanah Suci maupun kemudian di daerah-daerah bekas
Byzantium.
Pertumbuhan perdagangan membawa banyak barang ke
Eropa yang sebelumnya tidak mereka kenal atau amat jarang
ditemukan dan sangat mahal. Barang-barang ini termasuk
berbagai macam rempah-rempah, gading, batu-batu mulia,
teknik pembuatan barang kaca yang maju, bentuk awal dari
mesiu, jeruk, apel, hasil-hasil tanaman Asia lainnya dan banyak
lagi.
Sebagai akibat hubungan perniagaan dengan Timur
menyebabkan mereka menggunakan mata uang sebagai alat
tukar barang, sebelumnya mereka menggunakan sitem barter.
Kontak perdagangan antara Timur dan Barat semakin pesat,
dimana Mesir dan Syria sangat besar artinya sebagai lintas
perdagangan. Kekayaan kerajaan dari rakyat kian melimpah
hingga membuka jalan perdagangan sampai ke Tanjung Harapan
dan lama kelamaan perdagangan dan kemajuan timur berpindah
ke Barat (Eropa).

6. Dalam Bidang Astronomi dan Kedokteran


Ilmu astronomi yang dikembangkan Islam sejak abad ke-9
telah mempengaruhi lahirnya berbagai observatorium di dunia
Barat. Mereka juga meniru rumah sakit dan tempat pemandian.
Berita perjalanan Marcopolo dalam mencari benua Amerika di
abad ke-13 sebagai langkah awal bagi perjalanan Colombus ke
Amerika tahun 1492 M. Sikap dan kepribadian umat Islam di
Timur telah memberikan pengaruh positif terhadap nilai-nilai
kemanusiaan di Eropa yang sebelumnya tidak mendapatkan
perhatian.

24
G. Sejarah Singkat Kehancuran Dinasti Abbasiyah
Telah tercatat dalam sejarah bahwa Islam telah berjaya dan
mengalami kemajuan dalam segala bidang selama beratus-ratus tahun,
namun disisi lain umat islam juga pernah mengalami kemunduran dan
keterbelakangan.
Dinasti Bani Abbasiyah, sebagai dinasti kedua dalam sejarah
pemerintahan umat Islam setelah dinasti Bani Umayyah, dalam sejarah
perjalanannya mengalami fase-fase yang sama dengan dinasti Umayyah,
yakni fase kelahiran, perkembangan, kejayaan, kemudian memasuki masa-
masa sulit dan akhirnya mundur dan jatuh.
Kemunduran dan kehancuran Dinasti Abbasiyah yang menjadi awal
kemunduran dunia Islam terjadi dengan proses kausalitas sebagaimana yang
dialami oleh dinasti sebelumnya. Konflik internal, ketidak mampuan
khalifah dalam mengkonsolidasi wilayah kekuasaannya, budaya hedonis
yang melanda keluarga istana dan sebagainya, disamping itu juga terdapat
ancaman dari luar seperti serbuan tentara salib ke wilayah-wilayah Islam
dan serangan tentara Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan.
Kekuasaan dinasti bani abbas, atau khilafah abbasiyah, sebagaimana
disebutkan melanjutkan kekuasaan dinasti bani umayyah. Dinamakan
khilafah abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah
keturunan al- abbas paman nabi Muhammad saw.
Tak ada gading yang tak retak. Mungkin pepatah inilah yang sangat
pas untuk dijadikan cermin atas kejayaan yang digapai bani Abbasiah.
Meskipun Daulah Abbasiyah begitu bercahaya dalam menjulang
kesuksesan dalam hampir segala bidang, namun akhirnya iapun mulai
menurun dan akhirnya runtuh.

H. Faktor Penyebab Kehancuran Dinasti Abbasiyah


Hancurnya dinasti Abbasiyah terjadi karena faktor internal dan juga
faktor external.

25
1. Faktor Internal
Berakhirnya kekuasaan dinasti Seljuk atas Baghdad atau
khilafah abbasiyah merupakan awal dari periode kelima. Pada
periode ini, khalifah abbasiyah tidak lagi berada dibawah
kekuasaan dinasti tertentu, walaupun banyak sekali dinasti islam
berdiri. Ada diantaranya yang cukup besar, namun yang
terbanyak adalah dinasti kecil. Para khalifah abbasiyah, sudah
merdeka dan berkuasa kembali, tetapi hanya di Baghdad dan
sekitarnya. Wilayah yang sempit ini menunjukkan kelemahan
politknya.
Sebagaimana terlihat dalam periodisasi khilafah Abbasiyah,
faktor-faktor penyebab kemunduran itu tidak datang secara tiba-
tiba. Benih-benihnya sudah terlihat pada periode pertama, hanya
karena khalifah pada periode ini sangat kuat, sehingga benih-
benih itu tidak sempat berkembang. Dalam sejarah kekuasaan
Bani Abbas terlihat bahwa apabila khalifah kuat, para menteri
cenderung berperan sebagai kepala pegawai sipil, tetapi jika
khalifah lemah, mereka akan berkuasa mengatur roda
pemerintahan.

2. Faktor External
Ada beberapa faktor external yang menyebabkan
hancurnya pemerintahan dinasti bani Abbasiyah. Salah satu di
antara penyebab nya ialah Perang Salib yang telah di jelaskan
pada pembahasan sebelumnya di atas, faktor external lain yang
menyebabkan runtuhnya pemerintahan Dinasti Bani Abbasiyah
Serangan Mongolia.
Orang-orang Mongolia adalah bangsa yang berasal dari
Asia Tengah. Sebuah kawasan terjauh di China. Terdiri dari
kabilah-kabilah yang kemudian disatukan oleh Jenghis Khan
(603-624 H). Sebagai awal penghancuran Bagdad dan Khilafah

26
Islam, orang-orang Mongolia menguasai negeri-negeri Asia
Tengah Khurasan dan Persia dan juga menguasai Asia Kecil.
Pada bulan September 1257 M, Hulagu mengirimkan ultimatum
kepada Khalifah agar menyerah dan mendesak agar tembok kota
sebelah luar diruntuhkan. Tetapi Khalifah tetap enggan
memberikan jawaban. Maka pada Januari 1258, Hulagu khan
menghancurkan tembok ibukota. Sementara itu Khalifah al-
Mu’tashim langsung menyerah dan berangkat ke base pasukan
mongolia. Setelah itu para pemimpin dan fuqaha juga keluar,
sepuluh hari kemudian mereka semua dieksekusi. Dan Hulagu
beserta pasukannya menghancurkan kota Baghdad dan
membakarnya. Pembunuhan berlangsung selama 40 hari dengan
jumlah korban sekitar dua juta orang. Dan dengan terbunuhnya
Khalifah al-Mu’tashim telah menandai babak akhir dari Dinasti
Abbasiyah.

27
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Perang Salib (The Crusades) merupakan perang keagamaan selama
dua abad yang terjadi sebagai reaksi kristen di Eropa terhadap umat Islam
di Asia yang dianggap sebagai pihak penyerang. Terjadinya Perang Salib
antara Timur-Islam dengan Barat-Kristen disebabkan oleh faktor-faktor
utama yaitu agama, politik, dan sosial ekonomi. Perang Salib yang
berlangsung hampir 200 tahun itu tidak berlangsung secara terus menerus,
tetapi secara bertahap karena itulah perang salib dibagi beberapa periode
yaitu, Perang Salib I, Perang salib II dan Perang Salib III. Secara garis besar
dampak perang salib adalah Saling tukar menukar ilmu pengetahuan antara
Kristen dengan islam. meski benua Eropa bersinggungan dengan budaya
Islam selama berabad-abad melalui hubungan antara semenanjung Liberia
dengan Sicilia.
Yang menarik untuk dikaji adalah Yerusalem bagi banyak ahli
sejarah dilihat sebagai faktor yang cukup dominan dalam penggagasan
perang salib, namun kelihatanya cukup sepele dan sederhana kalau upaya
pengamanan peziarah yang dikedepankan dalam menggagas perang salib
tersebut terutama jika dibandingkan dengan pengorbanan daya dan dana
yang dibutuhkan untuk ekspedisi militer pada waktu itu. Saya lebih melihat
bahwa isu Yerusalem dijadikan pemicu semangat para tentara salib
sementara faktor penentu dalam hal ini adalah murni politik yakni upaya
pembentengan diri dari ancaman yang sudah semakin mendekati jantung
kekuasaan Eropa disatu sisi dan disisi lain adalah interes internal politik
gereja (katolik) untuk menyatukan negara-negara kristen katolik yang pada
saat itu tengah berperang. Sehingga perang salib digunakan sebagai alat
untuk menyatukan gereja kristen barat (Roma) dan timur (konstantinopel).
Runtuhnya pemerintahan Dinasti Abbasiyah juga di pengaruhi oleh
terjadinya perang salib serta beberapa faktor internal.

28
B. SARAN
Dari makalah kami yang singkat ini mudah-mudahan dapat
bermanfaat bagi kita semua umumnya kami pribadi. Yang baik datangnya
dari Allah, dan yang buruk datangnya dari kami. Dan kami sedar bahwa
makalah kami ini jauh dari kata sempurna, masih banyak kesalahan dari
berbagai sisi, jadi kami harafkan saran dan kritik nya yang bersifat
membangun, untuk perbaikan makalah-makalah selanjutnya

29
DAFTAR PUSTAKA
Hillenbrand,Carole. 2000.The Crusades, Islamic Perspectives. New York
Nasution, Harun. 1985. Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, Jilid 1. Jakarta: UI
Press.
Suntiah, Ratu dan Maslani. 2011. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: CV. Insan
Mandiri.
Supriyadi, Dedi. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: CV. Pustaka Setia.
Yatim, Badri. 2008. Sejarah Peradapan Islam (Dirasah Islamiah II). Jakarta: PT
Raja Grafinda Persada.
Husaini, Adian . Tinjauan historis konflik Yahudi Kristen Islam. Gema Insani
2004.
Hikmat Darmawan, Perang suci: Dari Perang Salib Hingga Perang Teluk, Jakarta :
Serambi Ilmu Semesta, 2003
Montgomery Watt, Islam dan Peradaban Dunia., Gramedia :1995
Dedi Supriyadi, 2008, Sejarah Peradaban Islam, Bandung: CV. Pustaka Setia
Kuntowijoyo , Metodologi Sejarah, Yogyakarta : PT. Tiara Wacana,2003.
Sanusi, ahmad. Relasi Damai Islam Kristen. Pustaka Alvabet , 2001.
Iqbal, Akhmad. Perang Perang Paling Berpengaruh Didunia. Jogja : Bangkit
Publisher, 2001.
Kumoro, Bawono, Hamas Ikon Perlawanan Islam Terhadap Zionisme Israel.
Mizan Pustaka.
Frederiek Djara. sejarah perang salib .Gunung Mulia (2004).
Abdurrahman, Dudung dkk, Sejarah Peradaban Islam Dari Masa Klasik Hingga
Modern, Yogyakarta : Penerbit LESFI, 2003.
Muhammad Sholikhin, Menyatu Diri Dengan Ilahi. Penerbit Narasi.2001
M. Harun yahya, Perang Salib dan Pengaruh Islam di Eropa. Yogyakarta : Bina
Usaha, 1987.

30

Anda mungkin juga menyukai