Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Konsep pendidikan Islam secara luas menurut Al-Qur’an dan
Al- Hadits terdiri dari beberapa kata yang terkait dengan konsep tersebut,
yaitu pertama tarbiyah berasal dari kata kerja rabba yang memiliki
makna menyampaikan sesuatu sedikit demi sedikit hingga sempurna,
kedua kata ta’lim berasal dari kata kerja ‘alama secara istilah berarti
pengajaran yang bersifat pemberian atau penyampian pengertian,
pengetahuan dan ketrampilan, dan ketiga ta’dib berasal dari kata kerja
addaba yang berarti mengajarkan sopan santun. Sedangkan menurut
istilah ta’dib diartikan sebagai proses mendidik yang di fokuskan
kepada pembinaan dan penyempurnaan akhlak atau budi pekerti
pelajar.1

B. RUMUSAN MASALAH
Bertolak dari pernyataan di atas, dalam makalah ini penulis
mencoba untuk membahas hal – hal yang terkait dengna nya yaitu :

1. Pengertian Pendidikan Menurut AL – Quran


2. Tujuan Pendidikan Islam
3. Sasaran Pendidikan Islam
4. Al-Quran Sumber Pemikiran Pendidikan
5. Esensi Dan Implikasi Pendidikan Islam
6. Pola dasar pendidikan Islam Dan Strategi pendidikan Islam

C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui apa itu pendidikan menurut Al – Quran
2. Apa tujuan pendidikan Islam

1
Muhammad Takdir Ilahi, Revitalisasi Pendidikan Berbasis Moral,(Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media, 2012), hal.25

1
3. Apa sasaran pendidikan Islam
4. Bagaimana Al – Quran menjadi sumber pemikiran Pendidikan
5. Apa esensi dan implikasi pendidikan Islam
6. Apa pola dasar pendidikan Islam dan strategi pendidikan Islam

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN PENDIDIKAN MENURUT AL – QURAN


Ada dua kata yang digunakan al-Qur’an untuk mengungkapkan
makna pendidikan yaitu kata rabb dengan bentuk masdarnya tarbiyah
dan kata ‘allama dengan bentuk masdarnya ta’lim. Kata tarbiyah
sebagaimana dijelaskan oleh al-Raghib al- Ashfahany yaitu
mengembang- kan atau menumbuhkan sesuatu setahap demi setahap
sampai batas yang sempurna. Sedangkan kata ta’lim digunakan secara
khusus untuk menunjukkan sesuatu yang dapat diulang dan diperbanyak
sehingga menghasilkan bekas atau pengaruh pada diri seseorang.2
Kata rabb dengan segala derivasinya disebutkan dalam Al – Quran
sebanyak 981 kali.3 Kata tersebut selanjutnya digunakan oleh al-Qur’an
untuk berbagai makna anta- ra lain digunakan untuk menerangkan salah
satu sifat Allah swt. yaitu rabbul ‘alamin yang diartikan pemelihara,
pendidik, penjaga, dan penguasa alam semesta (lihat QS al- Fatihah/1:
2, al-Baqarah/2: 131, al-Maidah/5: 28, al-An’am/6: 45, 71, 162, dan 164,
al-A’raf/7: 54, digunakan juga untuk menjelaskan objek sifat tuhan
sebagai pemeliha- ra, pendidik, penjaga, dan penguasa alam semesta
seperti: al-‘arsy al-‘azhim yakni ‘arsy yang agung (QS al-Taubah/9:
129), al-Masyariq, yakni ufuk timur tempat terbitnya matahari (al-
Rahman/55: 17), abaukum al-awwalun yakni nenek moyang para penda-
hulu orang-orang kafir Quraisy (QS al-Shaffat/37: 126), al-Baldah, yakni
negeri dalam hal ini Mekah al-Mukarramah (QS al-Naml/27: 91; al-
Baqarah/2: 126), al-Bait yakni rumah, dalam hal ini Ka’bah yang ada di
Mekah al-Mukarramah (QS Quraisy/106: 3) dan al-Falaq yakni waktu
subuh (QS al-Falaq/112: 1).
2
Al-Raghib al-Ashfahany, Mu’jam Mufradat li Alfadz al-Qur’an, Bairut: Daār al-Fikr, t.t.,
hal. 336
3
Muhammad Zaki Muhammad Khadr, Mu’jam Kalimat al-Qur’an al-Karim, Juz 12, 2005,
hal. 3

3
Berdasarkan makna-makna tersebut di atas, terlihat dengan
jelas bahwa kata rabb dalam al-Qur’an digunakan untuk menunjukkan
obyek yang bermacam-macam, baik fisik maupun non fisik. Dengan
demikian, pendidikan oleh Allah swt. meliputi pemeliharaan seluruh
makhluk-Nya.

Adapun kata ‘allama dengan segala bentuk derivasinya

disebutkan dalam al- Qur’an sebanyak 854 kali,4 dan digunakan dalam
berbagai konteks. Terkadang digu- nakan untuk menjelaskan bahwa
Allah sebagai subyek yang mengajarkan kepada manusia beberapa hal
antara lain: mengajarkan nama-nama (benda) semuanya (surat al-
Baqarah/2: 31-32), mengajarkan al-Qur’an (SQ. Ar-Rahman/55: 1-4),
mengajarkan al-hikmah, taurat, dan injil (QS Ali-Imran/3: 48)
mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahui (QS al-Alaq/96: 5
dan QS al-Baqarah/2: 239) dan terkadang digunakan bahwa manusia
sebagai subyek, seperti Nabi Musa mengajarkan sihir kepada
pengikut Fir’aun (al-Syu’ara/26: 49 dan QS Thaha/20: 71) dan terkadang
pula digunakan bahwa Jibril sebagai subyek yang mengajarkan wahyu
kepada Nabi Muhammad saw. (QS An-Najm/53: 5). Dari beberapa
ungkapan tersebut, terkesan bahwa kata ta’lim dalam al-Qur’an
menunjukkan adanya sesuatu berupa pengetahu- an yang diberikan
kepada seseorang. Jadi, sifatnya intelektual.

Dalam pembahasan selanjutnya ditemukan perbedaan pendapat di


kalangan para ahli mengenai pemakaian kata tersebut dalam
hubungannya dengan pendidik- an. Menurut Abdurrahman al-Nahlawi
dalam Ahmad Tafsir, bahwa kata tarbiyah lebih tepat digunakan untuk
makna pendidikan. Menurutnya, kata Tarbiyah’ berasal dari tiga kata,
yaitu: pertama, dari kata raba-yarbu yang berarti bertambah atau tum-
buh; karena pendidikan mengandung misi untuk menambah bekal
pengetahuan kepada anak dan menumbuhkan potensi yang dimilikinya.

4
Ibid., Juz 20, hal. 12.

4
Kedua, dari kata rabiya- yarba’ yang berarti menjadi besar, karena
pendidikan juga mengandung misi untuk membesarkan jiwa dan
memperluas wawasan seseorang. Ketiga, dari kata rabba- yarubbu’ yang
berarti memperbaiki, menguasai urusan, menuntun, menjaga, memeli-
hara sebagaimana telah dijelaskan di atas.5

Berbeda dengan pendapat di atas, Abdul Fattah Jalal mengatakan


bahwa kata ta’lim lebih komprehensif untuk mewakili istilah pendidikan
karena kata tersebut berhubungan dengan tiga aspek. Pertama,
menyangkut aspek pemberian bekal pengetahuan, pemahaman,
pengertian, tanggung jawab, dan penanaman amanah, hingga penyucian
atau pembersihan manusia dari segala kotoran dan menjadikan diri
manusia berada dalam kondisi yang memungkinkan untuk menerima al-
hikmah serta mempelajari apa yang bermanfaat baginya dan yang tidak
diketahuinya. Kedua, menyangkut aspek pengetahuan dan keterampilan
yang dibutuhkan seseorang dalam hidup serta pedoman perilaku yang
baik. Ketiga, merupakan proses yang terus menerus diusahakan
semenjak dilahirkan, sebab menusia dilahirkan tidak mengetahui apa-
apa, tetapi dia dibekali dengan berbagai potensi yang mempersiapkannya
untuk meraih dan memahami ilmu pengetahuan serta memanfaatkanya
dalam kehidupan.6

Sedangkan menurut Sayed Muhammad al-Naquid al-Atas, kata


at-ta’lim disino- nimkan dengan pengajaran tanpa adanya pengenalan
secara mendasar, namun bila al-ta’lim disinonimkan dengan al-
tarbiyah, al-ta’lim mempunyai arti pengenalan tem- pat segala sesuatu
dalam sebuah sistem. Menurutnya, ada hal yang membedakan antara
tarbiyah dan ta’lim, yaitu ruang lingkup ta’lim lebih umum daripada
tarbiyah, karena tarbiyah tidak mencakup segi pengetahuan dan hanya

5
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: Rosdakarya, 2010, hal.
29.
6
Abdul Fattah Jalal, Min al-Usuli al-Tarbawiyah fi al-Islam, Mesir: Darul Kutub
Misriyah.1977, hal.32.

5
mengacu pada kondisi eksistensial dan juga tarbiyah merupakan
terjemahan dari bahasa latin education, yang keduanya mengacu kepada
segala sesuatu yang bersifat fisik-mental, tetapi sumber- nya bukan dari
wahyu.7

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat di simpulkan


bahwa pendidikan menurut al-Qur’an adalah usaha yang dilakukan
secara terencana dan bertahap untuk memberikan pengetahuan,
keterampilan, dan sikap kepada peserta didik sebagai bekal dalam
melaksanakan tugasnya sebagai hamba dan khalifah Allah di muka
bumi.

B. TUJUAN DAN SASARAN PENDIDIKAN ISLAM


Pendidikan sebagai upaya untuk membantu manusia dalam
melaksankan tugasnya sebagai hamba dan khalifah Allah di muka bumi,
maka ada 3 ayat yang dapat dijadikan rujukan untuk merumuskan tujuan
pendidikan menurut al-Qur’an yaitu:
1. QS Al-Dzariyaat/51: 56
Surat ini memiliki arti yaitu “Aku tidak menciptakan Jin dan
Manusia melainkan untuk mereka beribadah kepada-Ku.”
Menurut Sayyid Quthub, meskipun ayat di atas sangat
singkat namun mengandung hakekat yang besar dan agung.
Manusia tidak akan berhasil dalam hidupnya tanpa menyadari
maknanya dan menyadarinya, baik kehidupan pribadi maupun
kolektif.
Ayat ini menurutnya membuka sekian banyak sisi dan
aneka sudut dan tujuan. Sisi pertama bahwa pada hakekatnya
ada tujuan tertentu dari wujud manusia dan jin. Ia merupakan
satu tugas.
Siapa yang melaksanakannya, maka dia telah mewujudkan
tujuan wujudnya, dan siapa yang mengabaikannya maka dia
telah membatalkan hakekat wujudnya dan menjadilah dia
7
Naquib al-Attas, Konsep Pendidikan dalam Islam, Bandung: Mizan, 1988, hal. 17.

6
sesorang yang tidak memiliki tugas (pekerjaan), hidupnya
kosong tidak bertujuan dan berakhir dengan kehampaan. Tugas
tersebut adalah ibadah kepada Allah yakni penghambaan diri
kepada-Nya. Menurutnya, pengertian ibadah bukan hanya
terbatas pada pelaksanaan tuntunan ritual, karena jin dan
manusia tidak menghabiskan waktu mereka dalam pelaksanaan
ibadah ritual. Allah tidak hanya mewajibkan mereka
melakukan hal tersebut, tetapi Allah mewajib- kan aneka
kegiatan yang lain yang menyita sebagian besar hidupnya.
Aneka kegiatan yang dimaksud tidak lain adalah tugas
kekhalifahan yakni memakmurkan bumi, mengenal potensinya,
perbendaharaan yang terpendam di dalamnya, sambil
mewujudkan apa yang dikehendaki Allah dalam penggunaan,
pengembangan, dan peningkatannya. Kekhalifahan juga
menuntut upaya penegakan syariat Allah di bumi dan
mewujudkan sistem ilahi yang ditetapkannya bagi alam raya
ini. Dengan demikian, ibadah yang dimaksud di sini lebih luas
jangkauan maknanya dari pada ibadah dalam bentuk ritual.
Tugas khalifahan termasuk dalam makna ibadah.
Oleh karena itu, salah satu tujuan pendidikan yang dapat
dipahami dari al-Qur’an adalah membimbing dan mengantar
menusia untuk melaksanakan tugasnya sebagai hamba Allah
SWT.

2. QS Al-Baqarah/2: 31
Berbeda dari ayat sebelumnya, ayat ini memiliki arti yang
cukup panjang yaitu : “Dan (ingatlah) ketika Tuhan-mu
Berfirman kepada para malaikat, Aku hendak menjadikan
khalifah di bumi.” Mereka berkata, Apakah Engkau hendak
menja- dikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di
sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan

7
nama-Mu? Dia berfirman, Sungguh, Aku mengetahui apa yang
tidak kamu ketahui.”
Dari ayat di atas dipahami bahwa Allah swt. menciptakan
manusia sebagai khalifah di muka bumi. Kata khalifah pada
mulanya berarti yang menggantikan atau yang datang sesudah
siapa yang datang sebelumnya. Selanjutnya khalifah dipahami
sebagai yang menggantikan Allah dalam menegakkan
kehendak-Nya dan menerap- kan ketetapan-ketetapan-Nya.8
Ada empat sisi yang terkandung dalam tugas kekhalifahan
yang saling berkaitan yaitu:
(1) pemberi tugas, dalam hal ini Allah swt.
(2) penerima tugas, dalam hal ini manusia
(3) tempat atau lingkungan di mana manusia berada, dalam
hal ini bumi
(4) materi-materi penugasan yang harus dilaksanakan,
dalam
hal ini memakmurkan bumi.
Tugas khalifah tidak akan dinilai berhasil apabila materi
penugasan tidak dilaksanakan atau apabila kaitan antara
penerima tugas dan lingkungannya tidak diperhatikan. Untuk
dapat melaksanakan tugasnya sebagai khalifah, manusia
membutuhkan pembinaan dan pendidikan. Atau dengan kata
lain pendidikan harus mampu membantu manusia dalam
melaksanakan sebagai khalifah.
3. QS Al-Hujurat/49: 13:
Surat ini memiliki arti yaitu : “Wahai manusia! Sungguh,
Kami telah Menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan, kemudian Kami Jadikan kamu berbangsa-
bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal.
Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah

8
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Jilid I, hal. 140.

8
orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha
Mengetahui, Maha teliti.”
Salah satu makna yang dapat dipahami dari ayat di atas
adalah bahwa manusia yang paling mulia di sisi Allah swt.
adalah manusia yang paling bertakwa, yaitu manusia yang
senantiasa melaksanakan segala perintah Allah, baik perintah
yang berkaitan dengan tugas kehambaan maupun yang
berkaitan dengan tugas khalifahan dan menjauhi segala
larangan-Nya. Dengan demikian, tujuan pendidikan menurut
al- Qur’an adalah membina manusia sehingga mampu
menjalankan fungsinya sebagai hamba Allah dan khalifah-Nya
guna membangun dunia ini sesuai dengan konsep yang di
tetapkan oleh Allah atau dengan kata lain menjadikan manusia
bertakwa kepada Allah swt.
Uraian di atas, sejalan dengan rumusan tujuan pendidikan
yang dikemukakan oleh beberapa tokoh pendidikan Islam
sebagaimana yang ditulis oleh Ahmad Tafsir antara lain: Al-
Attas merumuskan tujuan pendidikan Islam adalah
terbentuknya manusia yang baik. Sedang Abdul Fattah Jalal
merumuskan bahwa tujuan pendi- dikan Islam adalah
terwujudnya manusia sebagai hamba Allah. Demikian pula
Sayyed Qutub mengemukakan tujuan pendidikan Islam adalah
manusia yang takwa. Sedang menurut Komprensi Dunia Islam
pertama 1977 berkesimpulan bahwa tujuan akhir pendidikan
Islam adalah manusia yang menyerahkan diri secara
mutlak kepada Allah.9
Rumusan tujuan pendidikan tersebut, dari segi redaksinya
berbeda, namun mempunyai esensi dan kandungan yang sama.
Yaitu sama-sama menyatakan bahwa tujuan pendidikan ialah
membentuk kepribadian seorang muslim yang dilandasi

9
Ahmad Tafsir, op. cit., hal. 46-49

9
keimanan dan ketakwaan sehingga dapat menjadi insan
muslim yang sempurna.

C. AL QURAN SUMBER PEMIKIRAN PENDIDIKAN


Dalam Al-Quran, terdapat banyak sekali metode metode
pendidikan yang dapat kita ketahui dan kita pelajari serta telah di
aplikasikan dalam sistem pendidikan di Indonesia ini sendiri. Beberapa di
antaranya yaitu:
a. Metode suasana gembira (Q.S. Al-Baqarah: 25 dan 185)
b. Metode lemah lembut (Q.S. Al-Imran: 159)
c. Metode bermakna (Q.S. Muhammad : 16)
d. Metode prasyarat atau muqadimah (Q.S. Al-Baqarah :1-2)
e. Metode komunikasi terbuka (Q.S. Al-A’raf : 179)
f. Metode memberikan pengetahuan baru (Q.S. Al-Baqarah; 164
dan Al-Fushilat: 153)
g. Metode uswatun hasanah (Q.S. Al-Ahzab: 21)
h. Metode praktek atau pengamatan aktif (Q.S. As-Shof: 2-3 dan
Al-Baqarah: 25)
i. Metode bimbingan, penyuluhan dan kasih sayang (Q.S. Al-
Anbiya’: 107 dan An-Nahl: 25)
j. Metode cerita (Q.S. Al-A’raf: 176)
k. Metode hukuman dan hadiah (Q.S. Al-Ahzab: 72-73)
l. Dll

D. ESENSI DAN IMPLIKASI PENDIDIKAN ISLAM


Pendidikan Islam memiliki esensi atau inti atau bersumber pada
enam hal, yaitu al-Qur’an (yang merupakan sumber utama dalam ajaran
Islam), as-Sunnah (perkataan, perbuatan dan persetujuan Nabi atas
perkataan dan perbuatan para sahabatnya), kata-kata sahabat (madzhab
shahabat), kemaslahatan umat (mashalih al-mursalah), tradisi atau
kebiasaan masyarakat (‘urf) dan ijtihad (hasil para ahli dalam Islam).
Keenam sumber tersebut disusun dan digunakan secara hierarkis, artinya
rujukan pendidikan Islam berurutan diawali dari sumber utama yakni al-
Qur’an dan dilanjutkan hingga sumber-sumber yang lain dengan tidak
menyalahi atau bertentangan dengan sumber utama.

10
Sedangkan dasar dari pendidikan Islam adalah tauhid. Dalam
struktur ajaran Islam, tauhid merupakan ajaran yang sangat fundamental
dan mendasari segala aspek kehidupan penganutnya, tak terkecuali aspek
pendidikan. Dalam kaitan ini para pakar berpendapat bahwa dasar
pendidikan Islam adalah tauhid. Melalui dasar ini dapat dirumuskan hal-
hal sebagai berikut:
1. Kesatuan kehidupan. Bagi manusia ini berarti bahwa kehidupan
duniawi menyatu dengan kehidupan ukhrawinya. Sukses atau
kegagalan ukhrawi ditentukan diduniawinya.
2. Kesatuan ilmu. Tidak ada pemisahan antara ilmu-ilmu agama
dengan ilmu-ilmu umum karena semuanya bersumber dari satu
sumber, yaitu Allah Subhanahu wa Ta’ala.
3. Kesatuan iman dan rasio. Karena masing-masing dibutuhkan
dan masing-masing mempunyai wilayahnya, sehingga harus
saling melengkapi.

E. POLA DASAR PENDIDIKAN ISLAM DAN STRATEGI


PENDIDIKAN ISLAM

Pendidikan sebagai salah satu wadah pengembangan diri generasi


muda merupakan aspek yang perlu diperhatikan. Melalui pendidikan,
potensi, minat dan bakat generasi muda dipupuk dan dikembangkan
sebagai bekal mereka sekarang dan masa yang akan datang, termasuk
dalam memahami, menghadapi, dan mengalami segala perbedaan. Karena
itu, pendidikan yang berwawasan multikultural dapat menjadi sebuah
paradigma yang dapat meminimalisir ketegangan yang timbul karena tidak
adanya saling pengertian, toleransi, dan kesediaan menerima perbedaan.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bahwa dalam pendidikan
multikultural, seorang guru tidak hanya dituntut untuk menguasai dan
mampu secara profesional mengajarkan mata pelajaran, ia juga harus
mampu menanamkan nilai-nilai inti pendidikan multikultural, seperti
demokrasi, toleransi, humanisme, dan pluralisme. Menggunakan sekaligus
mengimplementasikan strategi pendidikan yang mempunyai visi-misi
untuk selalu menegakkan dan menghargai pluralisme, demokrasi,
toleransi, dan humanisme, diharapkan siswa dapat menjunjung tinggi
moralitas, kedisiplinan, kepedulian, humanistik, dan kejujuran dalam
berperilaku sehari-hari, baik di sekolah maupun di masyarakat.
Adapun untuk strategi dalam pendidikan islam telah kita ketahui
pada pembahasan sebelumnya yang mana ada beberapa metode

11
pendidikan islam yang telah tercantum dalam Al- Quran dan dapat kita
gunakan atau kita aplikasikan dalam proses belajar mengajar beberapa di
antara nya ialah:
1. Metode Lemah Lembut
2. Metode Suasana Gembira
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari berbagai rumusan dan pembahasan diatas dapat disimpulkan hal-hal
sebagai berikut:
1. Pendidikan Islam adalah usaha-usaha untuk menyampaikan ilmu
pengetahuan dan nilai-nilai Islam baik dalam bentuk bimbingan
rohani maupun jasmani, mewujudkan terbentuknya manusia yang
memiliki kepribadian utama serta kesuksesan di dunia dan akhirat.
2. Pendidikan Islam bersumber pada enam hal, yaitu al-Qur’an, as-
Sunnah, kata-kata sahabat (madzhab shahabat), kemaslahatan umat
(mashalih al-mursalah), tradisi atau kebiasaan masyarakat (‘urf)
dan ijtihad (hasil para ahli dalam Islam). Keenam sumber tersebut
disusun dan digunakan secara hierarkis, dengan tidak menyalahi
atau bertentangan dengan sumber utama, yaitu al- Qur’an.
Sedangkan dasar dari pendidikan Islam adalah tauhid, yakni
kesatuan kehidupan, ilmu, iman dan rasio, agama dan kepribadian
manusia, serta kesatuan individu dan masyarakat.
3. Tujuan pendidikan Islam adalah terbentuknya insane kamil yang
mempunyaiwawasan kaffah agar mampu melaksanakan tugas-
tugas kehambaan, kekhalifahan dan pewaris Nabi.
4. Pendidikan Islam memiliki dua kurikulum inti sebagai kerangka
dasar operasional pengembangan kurikulum, yaitu : 1) tauhid
sebagai unsur pokok yang tidak dapat dirubah. 2) perintah
membaca ayat-ayat Allah yang meliputi tiga macam ayat, yaitu: a)
ayat Allah yang berdasarkan wahyu, b) ayat Allah yang ada pada
diri manusia, c) ayat Allah yang terdapat di alam semesta atau di
luar manusia. Bila berdasarkan Qs. Fushshilat [43] ayat 53,
mengandung tiga hal pokok sebagai berikut: Isi kurikulum yang
berorientasikan pada ketuhanan, kemanusiaan dan kealaman.

B. SARAN
Setelah menyusun makalah terkait pendidikan menurut perspektif
Islam, peranannya sangat penting untuk dipahami banyak siswa. Maka

12
dari itu, sebaiknya para guru menyiapkan metode pembelajaran yang tepat
agar seluruh siswa bisa memahami materi tersebut dengan mudah.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Ashfahany, Al-Raghib. Mu‘jam Mufradat li Alfadz al-Qur’an. Bairut:


Dar al-Fikr, t.t.
Khadr, Muhammad Zaki Muhammad. Mu‘jam Kalimat al-Qur’an al-
Karim. Juz 12, 2005.
Ahmad. Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam. Bandung:
Rosdakarya, 2010.

Abdul Fattah Jalal, Min al-Usuli al-Tarbawiyah fi al-


Islam, Mesir: Darul Kutub Misriyah.1977

Muhammad Takdir Ilahi, Revitalisasi Pendidikan Berbasis


Moral. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012

Al-Attas, Naquib. Konsep Pendidikan dalam Islam. Bandung: Mizan.


1988.
Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Mishbah. Jilid I, Jakarta: Lentera Hati,
2000.

13

Anda mungkin juga menyukai