Anda di halaman 1dari 10

KONSEP TA’LIM DALAM AL-QUR’AN

Siti Khodijah, Nenden Hayati, Siti Maskupah, Fauzi Rahmat, M.Rivaldi


Prodi Pendidikan Agama Islam, Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Azhary Cianjur

ABSTRAK
Para ahli ilmu sama-sama menyepakati perihal Ilmu Tafsir yang dijadikan sebagai
salah satu disiplin ilmu yang paling penting, karena keberadaan nya sudah lama di
gunakan semenjak zaman Rasulullah saw. Umat Islam memiliki kitab suci
tersendiri yang di jadikan sebagai pedoman utama dalam menjalankan
kehidupannya, yaitu Al-Qur’an. Al-Qur’an adalah firman Allah yang di turunkan
kepada Nabi Muhammad saw melalui malaikat Jibril dengan salah satu fungsi
untuk dijadikan sebagai sumber petunjuk bagi umatnya, sehingga setiap redaksi di
dalam Al-Qur’an merupakan Kalamullah yang suci dan murni tanpa campur
tangan dari makhluk lain, sekalipun itu nabi Muhammad sebagai penerimanya.
Maka dari itu gaya bahasa yang terdapat dalam Al-Qur’an tidak bisa dengan
mudah kita pahami secara kontekstual saja, pemahaman terhadap ilmu-ilmu lain
juga menjadi faktor utama dalam memahami makna Al-Qur’an, salah satunya
yaitu dengan ilmu tafsir. Konsep Ta’lim dalam Al-Qur’an menjadi topik
pembahasan utama dalam jurnal yang kami susun, pendekatan kualitatif menjadi
cara utama yang kami gunakan agar mendapatkan pemahaman yang jelas dan
mendalam terkait konsep Ta’lim dalam Al-Qur’an , selain itu untuk menggali
berbagai makna yang tersirat dalam Al-Qur’an, terkhusus mengenai konsep
Ta’lim dibutuhkanmya metode analisis teks dan internet searching. Maka dari itu
kita mendapat kewenangan sebagai muslim agar selalu konsisten dalam mengkaji,
merenung dan mengamalkan setiap makna yang tersirat dalam Al-Qur’an ,
terutama dalam hal ta’lim, Al-Qur’an dan hadits harus senantiasa dijadikan dua
pedoman utama Dalam menetapkan konseptual Ta’lim.
Kata Kunci : Ilmu Tafsir, Al-Qur’an , Konsep Ta’lim

Pendahuluan
Gaya bahasa yang digunakan dalam Al-Qur’an memiliki kualitas tinggi , yang
jelas-jelas kemurnian serta keindahannya tidak bisa di tiru oleh makhluk
manapun. Sehingga kita sebagai umat muslim yang meyakini Al-Qur’an sebagai
pedoman hidup, dalam memahami maknanya harus di iringi dengan pemahaman
ilmu tafsir yang merupakan salah satu disiplin ilmu yang sudah ada sejak zaman
Nabi Muhammad saw , sehingga lahirlah pemahaman yang kompleks dan
mewujudkan tujuan diciptakannya manusia sebagai Khalifah di muka bumi yang
terhindar dari kesesatan dalam menjalankan alur kehidupannya.
Perbedaan pendapat dan pemahaman dalam memaknai redaksi Al-Qur’an banyak
terjadi, seiring berkembangnya zaman antara individu ataupun kelompok. Hal
tersebut yang menjadi bukti nyata akan kekuasaan Allah Pemiliki ilmu yang maha
tinggi dan maha mengetahui segala hal yang nampak maupun tidak nampak di
bumi. Selain dari itu perkembangan ilmu tafsir menjadi salah satu faktor muncul
cabang keilmuan yang lain, terkhusus dalam keilmuan yang membahas tentang
ta’lim. Tafsir Tarbawi inilah yang menjadi salah satu cabang keilmuan baru yang
berfokus terhadap pemahaman ayat-ayat Al-Qur’an yang membahas tentang
pendidikan .
Terdapat beberapa konsep di dalam Tafsir Tarbawi yaitu; Tarbiyah, Ta’lim, Ta’dib
dan Tazkiyah dalam terminologi pendidikan dan pengajaran Al-Qur’an. Ta’lim itu
sendiri memiliki pengertian sederhana sebagai suatu proses mentransfer
pengetahuan yang mencakup domain kognisi yang dimiliki oleh peserta didik.
Dalam Lisan Al – A’rab Ibnu madzur menjelaskan ta’lim berasal dari kata allama’
yang berasal dari kata ‘alima berarti pencapaian pengetahuan yang sebenarnya,
dan kata allama’ berarti menjadikan orang yang awalnya tidak tahu menjadi
mengetahui, lalu kata ‘alima bertransformasi menjadi a’lama atau ‘allama yang
artinya proses transformasi dan transmisi ilmu pengetahuan, sebagaimana firman
Allah Swt dalam Q.s Al-Baqarah: 31 :

‫ٰۤل‬
‫َو َع َّلَم ٰا َد َم اَاْلْس َم ۤا َء ُك َّلَها ُثَّم َع َر َض ُهْم َع َلى اْلَم ِٕىَك ِة َفَقاَل َاْۢن ِبُٔـْو ِنْي ِبَاْس َم ۤا ِء ٰٓهُؤ ۤاَل ِء ِاْن ُكْنُتْم ٰص ِدِقْيَن‬
“Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda) seluruhnya, kemudian Dia
memperlihatkannya kepada para malaikat, seraya berfirman, “Sebutkan kepada-
Ku nama-nama (benda) ini jika kamu benar!”
Dalam Jami Al Bayan Fi Tafsir Al-Qur’an At-thabari menafsirkan dari qaul Abu
Ja’far bahwa diantara ahli ta’wil terdapat ikhtilaf Dikatakan Ibn Abbas,
sebagaimana diceritakan Abu Kuraib, Utsman bin Sa’id, Basyar bin ‘Imarah, dari
Abi Rauq, dari al-Dhahhak, dari Ibn Abbas bahwa Allah telah mengajarkan
Kepada Adam berupa asma’-Nya (nama-nama-Nya), nama-nama itu adalah
sesuatu yang akan Diketahui oleh manusia yaitu al-insan (manusia), binatang
melata (dabbah), ardhun (bumi), sahlun (daratan), bahr (lautan), jabal (gunung),
himarah (keledai) dan yang serupa Dengan itu semua. Mujahid mengakatan ismun
kulli syai’ (nama-nama segala sesuatu).
Selain dari itu Al-Qur’an masih banyak menyajikan ayat-ayat yang mendorong
manusia untuk senantiasa mengembangkan kemampuan berpikir dan
menggunakan kemampuan rasio yang dimilikinya, pada jurnal ini akan dibahas
lebih mendalam terkait konsep Ta’lim itu sendiri sesuai kajian tafsir Al-Qur’an .
Metodologi
Dalam penyusunan jurnal ini kami menggunakan pendekatan kualitatif, dengan
metode analisis teks dan library research dalam mengumpulkan informasi
mengenai konsep ta’lim dalam Al-Qur’an berdasarkan cabang keilmuan Tafsir
Tarbawi. Buku Tafsir Tarbawi karya Dr. Ahmad Munir, MA. Menjadi salah satu
sumber rujukan utama yang kami gunakan.
1. Analis teks Al-Qur’an mengidentifikasi dan menganalisis ayat-ayat Al-
Qur’an yang berkaitan dengan konsep Ta’lim
2. Internet searching, mengumpulkan informasi mengenai pemahaman
konsep Ta’lim dalam Al-Qur’an dari buku tafsir tarbawi dan beberapa
jurnal ilmiah.
Pembahasan
A. Pengertian Ta’lim
Secara etimologi ta’lim berasal dari kata allama-yu’allimu-ta’liman yang
memiliki makna dasar dari kata alama-ya’malu yang berarti mengeja atau
memberi tanda, dan kata dasar alima-ya’malu yang berarti mengerti, mengetahui
sesuatu atau memberi tanda (Mahmud yunus, 2010:277). Sedangkan menurut
istilah bahasa Indonesia ta’lim memiliki arti pengajaran.
Dari beberapa pengertian tersebut dapat dipahami bahwa ta’lim adalah suatu
usaha untuk menjadikan seseorang mengetahui ciri-ciri yang membedakan antara
satu hal dengan hal yang lainnya, serta memiliki pemahaman dan pengetahuan
yang tetap tentang sesuatu. Contohnya seperti peristiwa ketika Allah Swt
memberitahu nabi Adam tentang nama-nama benda yang ada di depannya.
Selain itu Al – Quran juga menggambarkan ta’lim melalui istilah ‘allama yang
diambil dari dua penggalan huruf tengah (tad’if’ain/allama) yang ditemukan
dalam lebih dari empat puluh tempat, dimana Al-Asfihany berpendapat ‘allama
memiliki dua karakteristik yang dapat dimaknai sebagai kualitas dan kuantitas.
Kualitas ta’lim merujuk pada pengajaran yang menyertakan pengulanga materi
dengan tujuan agar memperkuat pemahaman, sedangkan kuantitas menyertakan
penambahan materi untuk meningkatkan pengetahuan.1
Adapun beberapa pendapat para ahli mengenai ta’lim diantaranya, yaitu ;
1
Muhammad Rindu Fajar Islamy dkk, Conceptual Reformulation of Ta’lim as a Paradigm of
Islamic Education Learning in Building Educational Interactions throught Rahmaniyyah
Principles. (J al-Fath: 2021), p. 1.
1. Ibn Manzur, berpendapat bahwa ta’lim adalah menunjukan jalan
kebenaran dan kebaikan
2. Al – Maghari, berpendapat bahwa ta’lim adalah konkritisasi ilmu
pengetahuan yang didasarkan pada jiwa seorang individu tanpa adanya
batasan, menjadi julukan benda-benda sensantif yang dapat dipahami,
yang mengacu pada pengajaran yang diterima oleh manusia yang diajarkan
oleh Allah Swt dengan qalam.
Pengajaran dengan qalam menurut tafsir Ar-Razi mengandung arti bahwa Allah
memberikan berbagai ilmu melalui perantara lisan, dan qalam menjadi alternatif
ketika lisan tidak dapat digunakan sebagai mestinya karena alasan tertentu, namun
tidak sebaliknya. Pendapat ini diperkuat dengan ayat yang menjelaskan bahwa
Allah mengajar manusia apa yang belum diketahui. Manusia lahir tanpa
pengetahuan, dan Allah mengajarkan pengetahuan melalui tiga indra yang dimiliki
manusia yaitu pendengaran, lisan, dan penglihatan.
Dari dasar penjelasan tersebut dapat dipahami beberapa hal sebagai berikut:
a) Ta’lim dipandang sebagai aktiviras yang sangat mulia karena merupakan
salah satu upaya manusia untuk merawat akal yang dititipkan oleh Allah
Swt
b) Dapat diketahui bahwa orientasi pendidikan pada dasarnya mencakup dua
hal yaitu; al – hifz (memelihara), dan al-ra’y (menjaga)
c) Dari kedua orientasi tersebut terdapat beberapa tugas yang menjadi
tanggung jawab seorang pendidik yaitu memimpin, mengatur, mengurus,
mewakili, memberi, menyempurnakan, dan melaksanakan. Dari tanggung
jawab yang dilakukan pendidik memiliki hak yang harus didapatkan salah
satunya yaitu dihormati, memberikan perintah, dan dipatuhi. Selain dari itu
tanggung jawab seorang pendidik bukan hanya sekedar mengajarkan
pengetahuan saja tetapi mereka juga harus terus belajar dan menggunakan
pengetahuan mereka sebagai salah satu teladan bagi muridnya
d) Al-quran menyatakan bahwa materi pendidikan mencakup seluruh aspek
kehidupan manusia, baik imanen ataupun transenden2
e) Menurut Al-quran manajemen pengajaran harus dilakukan dengan cara
yang mudah dipahami oleh siswa, yang pada dasarnya al-quran
memberikan pemahaman bahwa capaian pendidikan itu ditekankan pada
dua aspek yaitu kualitas dan kuantitas, selain itu komunikasi aktif harus
lebih diprioritaskan dibandingkan dengan komunikasi pasif (tulisan)
3. Muhammad Rasyid Ridha mengartikan Ta’lim sebagai tranfser ilmu
pengetahuan pada jiwa seorang individu yang tidak terbatas pada
ketentuan tertentu. Definisi tersebut sesuai dengan firman Allah SWT
2
Isnawati dkk, Makna Pendidikan Melalui Konsep Ta’lim dalam Al-Quran. (Serdang, 2023), p. 63.
dalam QS. al-Baqarah: 31 mengenai‘allama (pengajaran) Tuhan kepada
Nabi Adam a.s. Proses transfer ilmu pengetahuan langsung dilakukan
secara bertahap, sebagaimana yang dilakukan Nabi Adam ketika
mengetahui dan dapat menyebutkan asma-asma yang diajarkan oleh Allah
Swt kepadanya. 3
4. Abdul Fattah Jalal juga memberikan pemahaman al-Ta’lim diartikan
sebagai proses transfer pengetahuan yang berupa pemahaman, tanggung
jawab dan amanah sehingga didapat tazkiah (penyucian) atau manusia
yang bersih dari segala kotoran, sehingga kondisi tersebut memungkinkan
manusia dapat menjadi al-Hikmah agar dapat mempelajari pengetahuan
yang dapat bermanfaat bagi dirinya. Perbedaannya terletak pada ruang
lingkup Ta’lim yang lebih umum dibandingkan Tarbiyah yang ditujukan
bagi anak-anak dalam memperoleh pendidikan dan pengajaran.4
5. Menurut Syekh Muhammad an-Naquib Al-Attas, al-Ta’lim memiliki
makna pengajaran yang diberikan dengan tidak memberikan pengenalan
yang mendasar. Namun, jika disamakan dengan al-Tarbiyah, al-Ta’lim
mengandung arti pengenalan segala sesuatu yang berkaitan dengan sistem
pada suatu tempat.5
6. Al-Attas mengaitkan konotasi tertentu antara al-Tarbiyah dan al-Ta’lim,
dengan al-Ta’lim yang memiliki dimensi lebih universal daripada al-
Tarbiyah, yang bermakna konotasi eksistensial.
7. Muhammad ‘Athiyah Al-Abrasy memberikan pandangan yang berbeda,
menyatakan bahwa al-Ta’lim maknanya memiliki kekhususan
dibandingkan al-Tarbiyah. At-Ta’lim merupakan persiapan yang dilakukan
oleh individu tertentu dengan fokus pada aspek-aspek tertentu, sementara
al-Tarbiyah mencakup seluruh aspek yang terdapat dalam pendidikan. Al-
Ta’lim disebut sebagai aspek yang diambil dari at-Tarbiyah al-Aqliyah
yang bertujuan untuk mendapatkan kemampuan berfikir dan pengetahuan
dalam domain kognitif, sementara al-Tarbiyah mencakup domain kognitif,
efektif, dan psikomotorik.

B. Konsep Ta’lim dalam Alquran

Di dalam Al-qur’an kata at-ta’lim terbentuk dari dua kata berupa fi’l dan
ism. Makna kata yang diambil dari kata fi’l dibagi kedalam 2 bagian yaitu;
1) Fi’l madhiy terdapat dalam 15 surat yang disebut sebanyak 25 kali dari
25 ayat

3
Rasyid R. Tafsir Al-Manar (Kairo), 262 p.
4
Jalal AF. Min Al-Ushul Al Tarbawiyah (Kiro: 1977), 26 p.
5
Al-Attas MN. The Concept of education in Islam. (Malaysia : 1980)
2) Fi’l mudhari terdapat dalam 8 surat yang disebut sebanyak 16 kali darai
16 ayat. Kata-kata dalam bentuk fi’l madhiy (kata kerja lampau) adalah
pendidikan yang merujuk pada konsep yang diterangkan oleh Al-Qur’an
dengan menggunakan tiga bentuk akata yaitu Tarbiyah, Ta’lim dan Ta’dib.
Konsep ta’lim sendiri adalah proses pencerahan dalam mentrasnfer ilmu
pengetahuan untuk meningkatkan kemampuan intelek para peserta didik.
Hal ini sebagaimana tercermin ketika Adam as, menerima pengajaran dari
Allah Swt sebagai berikut: Allah Swt memberikan ilmu pengetahuan
kepada Adam secara langsung terkait tentang nama-nama segala sesuatu.
Adam dalam hal ini dapat mengetahui nama-nama tersebut langsung tanpa
proses sehingga mampu mengenal kata-kata dan fungsi dari benda yang
disebutkan. Ayat ini mengajarkan bahwa manusia mempunyai kemampuan
untuk mengetahui nama berserta fungsi dari benda yang diajarkan secara
langsung. Kemampuan ini juga menegaskan bahwa manusia diberikan
keistimewaan melalui kemampuan untuk berbicara. Dalam mengenalkan
kemampuan berbahasa kepada seseorang, tahapan awal yang diajarkan
kepada mereka adalah melalui pengajaran dengan memperkenalkan
namanama lingkungan yang ada disekitarnya. Setelah ilmu pengenalan itu
dikuasai maka tahapan berikutnya adalah dengan memperkenalkan
pengajaran menggunakan kata kerja. Itulah sebagian makna yang dipahami
oleh para ulama dari firman- Nya:
“Dia mengajar Adam nama-nama (benda) seluruhnya”.
Pengajaran tentang nama-nama yang dikuasai oleh nabi Adam para ulama
menyepakati bahwa ada dua pendapat yang berbeda dalam memberi nama
kepada benda-benda.
Pendapat yang pertama menyatakan bahwa benda-benda itu dipaparkan
kepada Adam a.s, diwaktu yang sama, beliau mendengar suara yang
menyebutkan nama benda tersebut.
Pendapat yang kedua menyatakan bahwa Allah menganugerahkan kepada
Nabi Adam nama-nama benda tersebut pada saat dipaparkannya, sehingga
beliau memiliki kemampuan untuk memberi nama yang membedakan
setiap benda. Pendapat terakhir dianggap lebih baik karena pengajaran
tidak hanya merujuk pada penyampaian kata atau ide, tetapi juga pada
pengasahan potensi peserta didik sehingga potensi tersebut dapat terasah
dan menghasilkan berbagai pengetahuan.
Apapun tafsiran ayat tersebut, keistimewaan manusia terletak pada
kemampuannya untuk mengekspresikan pemikirannya dan
kemampuannya untuk memahami bahasa, membawanya menuju
pemahaman yang lebih mendalam. Kemampuan yang diberikan kepada
manusia terkait memberikan nama pada segala sesuatu menjadi langkah
awal dari terbentuknya ilmu pengetahuan.
Konsep Al-'Alim, diambil dari akar kata 'Ilm yang berarti menjangkau
sesuatu sesuai dengan keadaannya yang sebenarnya. Dalam bahasa Arab,
huruf-huruf sepeeti ‘Ain, Lam dan Mim digunakan dalam menggambarkan
suatu bentuk dengan jelas tanpa adanya bentuk keraguan dalam
memahaminya. Allah Swt menyebut diri-Nya sebagai Al-'Alim karena
pengetahuan-Nya yang sangat jelas, sehingga segala hal yang terkait
dengan pengetahuan apapun pasti akan terungkap walau sekecil apapun.
Segala ilmu dan pengetahuan yang didapat oleh makhluk di bumi berasal
dari pengetahuan-Nya. Ayat di atas menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan
yang di ilhamkan langsung oleh Allah Swt kepada Nabi Adam as untuk
dapat mengetahui segala sesuatu baik fenomena maupun bentuk benda
adalah bukti bahwa kekuasaan Allah untuk menjadikan nabi Adam sebagai
khalifah di bumi. Kekhalifahan ini bersumber dari Allah SWT dan
melibatkan pelaksanaan kehendak-Nya terkait dengan bumi ini.
Pengetahuan atau potensi ini menjadi syarat dan kemampuan yang harus
dimiliki untuk mengelola bumi sebaik-baiknya. Tanpa pengetahuan atau
pemanfaatan kemampuan dalam menjaga bumi maka amanah yang
diberikan sebagai khalifah akan gagal, sebagaimana sujud dan ketaatan
malaikat. Allah Swt menegaskan bahwa pengelolaan bumi tidak hanya
dilakukan dengan tasbih dan tahmid, akan tetapi meliputi kemampuan
untuk melakukan sebuah tindakan dari praktik teori dan ilmu.
Menurut Abdul Fattah Jalal, proses ta'lîm lebih bersifat universal,
pendapatnya didasarkan kepada bagaimana penjelasan mengenai
kedudukan ilmu pengetahuan dalam konteks keislaman. Ia mengutip ayat
Alquran surat al-Baqarah ayat 31. Menurut Jalal, dalam ayat-ayat itu
didapat bahwa makna kata ta’lim memiliki jangkauan pendidikan yang
lebih luas dibandingkan dengan kata tarbiyah. Kemudian Jalal mengutip
surat al-Baqarah; 151.
Berdasarkan ayat ini Jalal berpendapat bahwa dalam mengajarkan ilmu
pengetahuan yang difokuskan dalam proses mendapatkan ilmu kata ta’lim
juga memiliki makna yang lebih luas dibandingkan makna tarbiyah. Sebab
ketika Nabi Saw mengajarkan umat Islam membaca Al-Qur'an, beliau
tidak membatasi diri hanya sekedar memberi mereka kemampuan
membaca, namun beliau juga mengajarkan kepada mereka refleksi yang
meliputi pemahaman, tanggung jawab, dan amanah. membacanya dengan
sepenuh hati. Melalui bacaan ini, Rasulullah menuntun mereka menuju
Tazkiyah (bersuci) dan menempatkan mereka pada keadaan di mana
mereka dapat menerima al-Hikmah dan mempelajari segala sesuatu yang
bermanfaat. Selanjutnya, Jalal menjelaskan bahwa ta’lim makna
pengetahuan yang didapat tidak terbatas pada pengetahuan yang bersifat
lahiriah, tidak juga berdasarkan pengetahuan yang taklid. Ta’lim
didalamnya mencakup pengetahuan secara teoritis yang dilakukan dengan
cara mengulang kaji baik secara lisan maupun tulisan secara menyeluruh
dan konsisten. Ta’lim mencakup pula aspek-aspek pengetahuan yang
didapat dari keterampilan-
keterampilan tertentu yang dapat digunakan dalam menciptakan prilaku
yang baik. Pengertian itu diambil Jalal dari surat Yunus: 5. Tafsir dari ayat
ini menjelaskan bahwa aspek-aspek pengetahuan seperti ilmu falak,
teknik, dan logika (pembuktian adanya Allah). Jalal menganalisis bahwa
makna kata ta’lim lebih luas serta lebih dalam daripada tarbiyah.
Selanjutnya di dalam Alquran diungkapkan bahwa Nabi Ibrahim as,
berdoa supaya Allah Swt, Beliau mengirimkan utusan kepada
keturunannya, menyampaikan prinsip-prinsip pendidikan dan bimbingan
agar mereka mendapatkan kembali kesucian. Nabi Muhammad SAW
adalah nabi yang diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia dengan
cara membimbing manusia kepada kebenaran. Dia membawa instruksi
pendidikan dan pengajaran untuk membimbing hidup mereka. Misi
Rasulullah adalah untuk terus membacakan syair-syair Allah kepada
manusia, baik berupa wahyu yang diturunkan maupun yang diciptakan
alam semesta, serta terus menulis, membaca, dan mengajarkan isi Kitab
Suci, Al-Qur'an.
Hikmah adalah kemampuan melakukan hal-hal yang memberi manfaat dan
menghindari keburukan, menyucikan jiwa manusia dari segala macam
kekotoran, kemunafikan, dan penyakit jiwa. Nabi Ibrahim memohon
kepada Allah SWT agar hadirnya seorang utusan yang dapat mengarahkan
manusia ke jalan yang benar. Permohonan nabi Ibrahim diawali dari doa
yang mengiginkan akan utusan untuk mengajarkan kepada manusia ajaran
yang sesuai dengan syariat dan tutuntunan serta dalam membacakan
firman-firman Allah SWT di dalam Al-Qur’an, kemudian permohonan doa
agar dapat memberikan seorang utusan yang mampu mengajarkan kepada
manusia makna dan pesan-pesan dalam Al-Qur’an agar menghasilkan
manusia yang memiliki jiwa yang suci, melalui pengamalan agama sesuai
dengan tuntunan Allah SWT.
Terdapat banyak hubungan antara kandungan ayat Al Baqarah:129 dan
ayat 151 dibawah ini:
Dalam ayat ini, bersuci menempati urutan kedua di antara lima karunia
Allah yang terkait dengan terkabulnya doa Nabi Ibrahim a.s. Yaitu rasul
dari kelompok tersebut membacakan ayat-ayat Allah, mensucikan mereka
dan memberi mereka kitab. Dan ajarilah mereka hikmah dan ajari mereka
hal-hal yang belum mereka ketahui. Ungkapan "ajarkan apa yang tidak
kamu ketahui" merupakan suatu berkah tersendiri dan mencakup banyak
hal yang berbeda dan banyak metode yang berbeda.
Sejak awal diturunkannya Al-Qur'an, wahyu pertama (Iqra) menunjukkan
bahwa ilmu yang diperoleh manusia diperoleh dengan dua cara. Salah
satunya melalui upaya kita dalam pendidikan dan pembelajaran, dan yang
lainnya melalui pemberian langsung dari Allah. Suatu bentuk inspirasi dan
intuisi.6
Allah berfirman dalam ayat tersebut cara menetapkan aqidah kepada anak,
yaitu dengan mengajarkan tauhid, mengesakan Allah, dan menghindari
persekutuan-Nya dengan yang lain. Hubungan antara orang tua dan anak
sangat ditekankan dalam masalah tauhid, dimana orang tua berkewajiban
untuk mengajarkan kepada anak nilai-nilai tauhid yang diajarkan dalam
agama.
Makna pendidikan yang didapat dalam tafsir ayat tersebut menegaskan
bahwa konsep pendidikan tarbiyah lebih menekankan pada implementasi
nilai-nilai Ilahiyat yang berasal dari Allah sebagai Rabb al-'Alamin. Dalam
hubungan antar manusia, orang tua bertanggung jawab menyampaikan
nilai-nilai ajaran kepada anak, dan pendidik hanya berperan sebagai tenaga
profesional yang melaksanakan tugas dengan kepercayaan dari orang tua.
Nasehat dalam ayat tersebut mencakup larangan terhadap menyekutukan
Allah, kewajiban anak berbakti kepada orang tua dengan sikap santun,
tanggung jawab terhadap misi utama kemanusiaan, dan pembangunan
hubungan antar manusia melalui perbuatan baik, sikap dan perilaku, serta
kesederhanaan dalam berkomunikasi.
Ayat selanjutnya menekankan penghormatan kepada ibu terlebih dahulu,
mengingat susah payah ibu dalam melahirkan dan memelihara anak. Peran
orang tua, baik ibu maupun bapak, dianggap sebagai tugas utama dalam
mendidik anak hingga mencapai kedewasaan. Para pakar dalam ilmu
pendidikan memgartikan pendidikan sebagai usaha sadar yang dilakukan
oleh seseorang untuk memperoleh ilmu pengetahuan melalui konsep
pendidikan. Konsep pendidikan menurut Alquran menunjukkan bahwa
pendidikan bertujuan membantu anak didik untuk melaksanakan fungsinya
dalam beribadah kepada Allah .
Pengetahuan dan potensi anak didik, baik intelektual, jiwa, maupun
jasmani, harus dibina secara terpadu dan seimbang sesuai dengan konsep
manusia yang utuh. Ayat tersebut juga menyoroti konsekuensi kefasikan

6
Shihab MQ. Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an, (Jakarta Lentera Hati.
2007)
yang dapat melahirkan kekufuran. Seorang hamba yang terus berbuat fasiq
terhadap perintah Allah dan Rasul-Nya dapat terjerumus ke dalam
pengingkaran terhadap yang diharamkan dan yang diwajibkan Allah,
menjadikannya kafir. Ilmu dianggap utama, dan orang yang diberi ilmu
diwajibkan untuk memperbanyak dzikir kepada Allah. Kesyukuran dalam
dzikir dianggap sebagai faktor penyebab diberikannya ilmu-ilmu yang
lebih lanjut

Simpulan

Dibeberapa ayat dalam Al-Qur;an banyak ayat yang membahas mengenai


konsep kata ta’lim dalam memberikan hak dan tanggung jawab kepada
setiap Muslim dalam mengkaji dan memperdalam makna-makna yang
diperoleh dari konsep kata ta’lim untur mengamalkannya dalam kehidupan
sehari-hari. Pemahaman khusus mengenai pendidikan, diungkapkan dalam
terminologi ta’lim, menunjukkan perlunya lembaga-lembaga pendidikan
Islam mengembangkan sistem atau metode pendidikan yang sesuai dengan
prinsip-prinsip Islam, berlandaskan Alquran dan As-Sunnah.
Dengan memegang teguh dua pusaka tersebut, yaitu Alquran dan As-
Sunnah, sehingga dapat menciptakan generasi umat manusia yang unggul
dan kompeten, diharapkan pertolongan dan janji Allah yang mengaitkan
kita sebagai ummat terbaik di antara manusia,akan benar-benar terwujud
di masa depan.

Referensi
Muhammad Rindu Fajar Islamy dkk, Conceptual Reformulation of Ta’lim as a
Paradigm of Islamic Education Learning in Building Educational Interactions
throught Rahmaniyyah Principles. (J al-Fath: 2021), p. 1.
Isnawati dkk, Makna Pendidikan Melalui Konsep Ta’lim dalam Al-Quran. (Serdang,
2023), p. 63.
Rasyid R. Tafsir Al-Manar (Kairo), 262 p.
Jalal AF. Min Al-Ushul Al Tarbawiyah (Kiro: 1977), 26 p.
Al-Attas MN. The Concept of education in Islam. (Malaysia : 1980)
Shihab MQ. Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an, (Jakarta
Lentera Hati. 2007)

Anda mungkin juga menyukai