Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

STUDI AGAMA ISLAM


Tentang
SUMBER SUMBER AJARAN ISLAM

DI SUSUN
O
L
E
H
 Abdul Wahid (2215030019)
 Amanda Anggelina (2215030001)

DOSEN PEMBIMBING
Dra.Darmaiza,M.Ag

PRODI STUDI AGAMA AGAMA


FALKUTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NGERI
IMAM BONJOL PADANG
2023/2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur diucapkan kehadirat Allah Swt. atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat
tersusun sampai selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak
yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materi.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktikkan dalam
kehidupan.sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………..
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………….
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………………..
 Latar Belakang……………………………………………………………………………...
 Rumusan Masalah…………………………………………………………………………..
 Tujuan Masalah……………………………………………………………………………..
BAB II PEMBAHASAN …………………………………………………………………………..
 Al quran sebagai sumber ajaran islam……………………………………………………...
 Hadits sebagai sumbner ajaran islam……………………………………………………….
 Al ra’yu sebagai sumber ajaran islam………………………………………………………
BAB III PENUTUP………………………………………………………………………………..
KESIMPULAN……………………………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar belakang

Sumber ajaran Islam yang pokok adalah al-Qur’an dan hadis. Keduanya memiliki peranan
yang sangat penting dalam kehidupan umat Islam. Walaupun terdapat perbedaan dari segi
penafsiran dan aplikasi, namun setidaknya ulama sepakat bahwa keduanya harus dijadikan
rujukan. Dari keduanya ajaran Islam diambil dan dijadikan pedoman utama. Oleh karena itu,
kajian-kajian terhadapnya tidak pernah keruh bahkan terus berjalan dan
berkembang seiring dengan kebutuhan umat Islam. Akan tetapi terdapat perbedaan yang
mendasar antara al-Qur’an dan Hadis. Untuk al-Qur’an, semua periwayatan ayat-ayatnya
berlangsung secara mutawatir, sedangkan untuk Hadis sebagian periwayatannya berlangsung
secara mutawatir dansebagian berlangsung secara ahad.

Selain itu al-Qur’an sudah ditulis sejak zaman Rasulullah saw dan dilakukan oleh sekretaris
resmi yang di tugaskan langsung oleh Rasulullah. Sedangkan, secara keseluruhan hadis belum
ditulis di zaman Nabi Muhammad saw, bahkan beliau dalam suatu kesempatan melarang sahabat
yang menulis hadis. Namun, upaya sahabat dalam menulis hadis sudah ada sejak masa
Rasulullah saw. Hadis, yaitu ucapan-ucapan dan tindakan-tindakan nabi.

Tidak diragukan lagi bahwa nabi adalah manusia yang paling baik dalam memahami maksud-
maksud Kitab suci. Dia dapat secara tepat menafsirkan ayat-ayat tersebut dan bertindak sesuai
dengan apa yang diperintahkannya. Dia juga
seorang petunjuk par excellence bagi umat Islam. Umat Islam akan datang kepada nabi dan
bertanya tentang perbagai persoalan dan mencari petunjuk di hampir semua masalah. Nabi
memberikan petunjuk langsung kepada mereka, atau menunggu
wahyu dari Allah. Ketika dia berkata atau bertindak sesuatu, hal itu secara hati-hati dicatat dan
kata-katanya dihafal untuk disampaikan kepada orang lain.

2. Rumusan Masalah
 Apa yang dimaksud al quran subagai sumber ajaran islam ?
 Apa yang dimaksud hadits sebagai sumber ajaran islam ?
 Apa yang dimaksud al ra’yu sebagai sumber ajaran isalam?

3. Tujuan Masalah
 Umtuk menegtahui al quran sebagai sumber ajaran islam
 Untuk mengetahui al hadis sebagai sumnber ajaranm islam
 Untuk mengetahui al ra’yu sebagai sumber ajaranm islam
BAB II
PEMBAHASAN

A. Al quran sebagai sumber ajaran islam


1) Pengertian al quran
Al-quran merupakan sumber dari ajaran Islam pertama sebelum hadis . Secara etimologi al-
Quran dari kata qara’a, yaqra’u qiraa’atan atau qur’anan yang memiliki pengertian kata bacaan.
Adapun Al-Quran secara terminologi merupakan kalam Allah Swt yang telah diturunkan
(wahyu) kepada Rasul yang terakhir yaitu Muhammad Saw., dan melalui malaikat Jibril a.s.,
membacanya dianggap ibadah, tertulis didalam satu mushaf yang di mulai dari surat al-fatihah
samapai surat yang terakhir adalah surah an-Nas yang disampaikan secara mutawatir.

Di ambil dari buku Ulumul Quran karya DR. H. Anshori, LAL. MA, didalamnya menurut
M.Quraish Shihab, Al-Quran secara harfiyah berarti bacaan yang sempurna. Ia merupakan suatu
kata yang dipilih Allah Swt. yang sangat tepat, hal ini karena sejak dulu sampai sekarang dari
manusia mengenal baca tulis tiada yang mampu menandingi Al-Qur’an, bacaan yang sempurna
lagi mulia.Karakteristik dalam Al-Quran diantaranya:

 Al-Quran merupakan firman Allah Swt., bukan perkataan malaikat yang menyampaikan
ke Rasul Muhammad Saw yaitu Jibril dan juga bukan sabda Rasuli Muhammad Saw.,
beliau hanya menerima ilham dari Allah Swt., dan berkewajiban menyampaikan
ajarannya ke umatnya, dan bukan pula perkataan manusia biasa.
 Al-Quran merupakan wahyu yang diberikan kepada Rasul Muhammad Saw. Al-Qur’an
tidak disampaikan pada nabi sebelumnya.
 Al-Qur’an adalah mukjizat, maka dalam sepanjang sejarah umat manusia sejak awal
turunnya sampai saat ini tidak ada yang bisa menandingi atau melahirkan satu surah pun
seperti Al-Qur’an baik secara perseorangan atau secara kolektif.
 Diriwayatkan secara mutawatir, artinya Al-Qur’an diterima dan periwayatnya banyak.
 Membaca Al-Qur’an adalah amal ibadah yang dihitung pahala bagi setiap huruf
bacaannya.

Al-Qur’an juga berbicara terkait masalah pendidikan dalam islam. Pendidikan yang dilakukan
baik dalam lembaga ataupun luar lembaga haruslah menggunakan dasar-dasar yang ada dalam
ayat Al-Qur’an. Salah satu contohnya evaluasi dalam pembelajaran yang dikutip dari jurnal oleh
Dedi Wahyudi terkait masalah evaluasi dalam pendidikan. Memang dalam Al-Qur’an tidak ada
istilah evaluasi namun ada kata dalam Al-Qur’an yang mengarah ke pengertian evaluasi, misal
al-bala’ yang mempunyai makna cobaan atau ujian.1

Kata AI-Qur'an secara lughawi, merupakan bentuk kata yang muradi dengan kata Al-Qira'ah,
yaitu bentuk mashdar darifi 'if madhi 'qara 'a·, yang berarti bacaan. Arti qara 'a lainnya ialah
mengumpulkan atau menghimpun, menghimpun huruf dan kata-kata dalam suatu ucapan yang
tersusun rapih. Sedangkan arti qara 'a dalam arti mashdar

1
Anshori, Ulumul Qur’an, Jakarta; PT Raja Grafindo Persada, 2014
2) Turunya al quran
Kitab suci Al-Qur'an diturunkan secara berangsur-angsur kepada Nabi Muhammad Saw, lebih
kurang selama 23 tahun. Terbagi dalam surat-surat yang semuanya berjumlah 114, dengan
panjang yang sangat bcragam. Ayat-ayat dari surat-surat yang terdahulu mengandung momen
psikologis --meminjam istilah Fazlur Rahman yang dalam dan kuat luar biasa, serta memiliki
sifat-sifat seperti ledakan vulkanis yang disingkat tapi kuat. Surat-surat Makiyyah adalah yang
paling awal, dan termasuk surat-surat pendek. Baru pada surat-surat Madaniyyah, makin lama
surat-surat tersebut makin panjang.

Tujuan Al-Qur'an diturunkan adalah untuk menegakkan tata masyarakat yang adil berdasarkan
etika. Tujuan ini sejalan dengan semangat dasar Al-Qur'an itu sendiri, sebagaimana dikemukakan
Fazlur Rahman (1994:34), yaitu semangat moral, yang menekankan monotheisme serta keadilan
social.

Quraish Shihab mengemukakan tujuan dari Al-Qur'an diturunkan yakni sebagai berikut:

 Untuk membersihkan aka] dan menyucikan jiwa dari bentuk syirik serta memantapkan
keyakinan tentang keesaan yang sempuma bagi Tuhan seru sekalian alam, keyakinan
yang tidak semata-mata sebagai suatu konsep teologis, tetapi falsafah hidup dan
kehidupan umat manusia.
 Untuk mengajarkan kemanusiaan yang adil dan beradab, yakni bahwa umat manusia
merupakan umat yang seharusnya dapat bekerja sama dalam pengabdian kepada Allah
SWT dan pelaksanaan tugas kekhalifahan.
 Untuk menciptakan persatuan dan kesatuan bukan saja antar suku atau bangsa, tetapi
kesatuan alam semesta, kesatuan kehidupan dan akhirat, natural dan supranatural,
kesatuan ilmu,,iman, dan rasio, kesatuan kebenaran, kesatuan kepribadian, manusia,
kesatuan kernerdekaan dan determinasi, kesatuan sosial, politik dan ekonomi, dan
kesemuanya berada di bawah satu keesaan, yaitu keesaan Allah SWT.
 Untuk mengajak manusia berfikir dan bekerjasama dalam bidang kehidupan
bermasyarakat dan bemegara melalui musyawarah dan mufakat yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan

Adapun mengenai ayat-ayat yang mula-mula diturunkan ialah surat AI-Alaq ayat 1-5. Ayat ini
diikuti oleh ayat-ayat selanjutnya yang menekankan kepada pentingnya tauhid, dan suruhan
dakwah kepada Nabi agar menyampaikan Allah kepada ummatnya. Sedangkan mengenai ayat
yang terakhir turun menurut pendapat yang masyhur ialah Surat AI-Maidah ayat 3. Tetapi,
menurut pendapat lainnya dengan disertai alasan yang kuat, ayat yang terakhir turun lebih
kurang 9 hari sebelum Rasulullah Saw wafat. Sedang Surat Al-Mamah ayat 3, turun saat Nabi
melaksanakan Haji Wada', lebih kurang setahun sebelum beliau wafat. Surat AI-Maidah ayat 3,
mengandung arti bahwa Allah telah menyempumakan agamanya, tetapi tidak berarti merupakan
ayat yang terakhir diturunkan kepada Nabi.2

B. Hadits sebagai sumber ajaran islam


2
A 'la Maududi, Sayyid Abul, Pokok-pokok Pandangan Hidup Muslim, Bulan Bintang, Jakarta, 1967
Kedudukan hadits sebagai sumber ajaran Islam didasarkan pada keterangan ayat-ayat al-
Qur’an dan hadits juga didasarkan kepada kesepakatan para sahabat.Seluruh sahabat sepakat
untuk menetapkan tentang wajibnya mengikuti hadits baik pada Rasulullah masih hidup maupun
setelah wafat. Keberadaan hadits sebagai sumber hukum kedua setelah al-Qur’an, selain
ketetapan Allah yang dipahami dari ayatNya secara tersirat juga merupakan ijma’(konsensus)
seperti terlihat dalam perilaku para sahabat. Ijma’ umat Islam untuk menerima dan mengamalkan
sunnah sudah ada sejak zaman Nabi, para Khulafa al-Rasyidun dan para pengikut mereka.
Banyak contoh yang bisa menjelaskan betapa para sahabat sangat mengagumi Rasulullah dan
melakukan apa yang dilakukannya.

Hal ini terlihat misalnya, penjelasan Usman bin Affan mengenai etika makan dan cara duduk
dalam shalat, seperti yang dilakukan Nabi Muhammad SAW. Begitu juga, Umar bin Khattab
mencium Hajar Aswad karena mengikuti jejak Rasul. Ketika berhadapan dengan Hajar Aswad,
ia berkata: “Saya tau engkau adalah batu. Jika tidak melihat Rasul menciummu, aku tidak akan
menciummu.” Janji Abu Bakar untuk tidak meninggalkan atau melanggar perintah Rasul yang ia
ikrarkan ketika disumpah (bai’ah) menjadi khalifah. Abu Bakar juga pernah berkata: “Aku tidak
akan meninggalkan sesuatupun yang dilakukan Rasulullah, maka pasti aku akan melakukannya.”

Umat Islam menyepakati bahwa hadits Nabi Muhammad merupakan sumber ajaran Islam
kedua setelah al-Qur’an bahkan hadits dapat berdiri sendiri sebagai sumber ajaran. Menurut
Muhammad Abu Zahrah, ada beberapa alasan yang kuat yang mendukung pemakaian hadits
sebagai hujjah, yang dapat diringkas sebagai berikut:

Pertama, adanya nash-nash al-Qur’an yang memerintahkan agar patuh dan tunduk kepada Nabi.
Firman Allah SWT.

“Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah SWT”
QS. An-Nisa’: 80
“Taatilah Allah dan taatilah Rasulnya dan Ulil Amri di antara kamu”
QS. An-Nisa’: 59

Sedangkan menurut pendapat Mahmud Abu Rayyah sebagaimana dikutip oleh Muhaimin,
posisi hadits itu berada di bawah al-Qur’an karena al-Qur’an sampai kepada umat Islam dengan
jalan mutawatir dan tidak ada keraguan sedikitpun. Al-Qur’an datangnya dengan qath’i al-
wurud yaitu kepastian jalannya sampai kepada kita dan qath’i al-tsubut yaitu eksistensi atau
ketetapannya meyakinkan atau pasti. Sedangkan hadits sampai kepada umat Islam tidak
semuanya mutawatir tetapi kebanyakan adalah diterima dengan periwayatan tunggal (ahad),
kebenarannya ada yang qath’i (pasti) dan zhanni (diduga benar) karena masih banyak hadits
yang tidak sampai kepada umat Islam. Di samping itu banyak pula hadits-hadits dhaif.3

Sebagai sumber ajaran Islam kedua setelah al-Qur’an, hadits memiliki fungsi yang pada intinya
sejalan dengan al-Qur’an. Keberadaan hadits tidak dapat dijelaskan dari adanya sebagian ayat al-
3
Anwar, Rosihon dkk. Pengantar Studi Islam. Bandung: Pustaka Setia, 2011.
Qur’an 1) yang bersifat global (garis besar) yang memerlukan perincian, 2) yang bersifat umum
(menyeluruh) yang menghendaki pengecualian, 3) yang bersifat mutlak (tanpa batas) yang
menghendaki pembatasan; dan ada pula 4) isyarat al-Qur’an yang mengandung makna lebih dari
satu (musytarak) yang menghedaki penetapan makna yang akan dipakai dari dua makna tersebut;
bahkan terdapat sesuatu yang secara khusus tidak dijumpai keterangannya di dalam al-Qur’an
yang selanjutnya diserahkan kepada hadits Nabi. Selain itu ada pula yang sudah dijelaskan dalam
al-Qur’an tetapi hadits datang pula memberikan keterangan sehingga masalah tersebut menjadi
kuat.

Memang banyak hukum dalam al-Qur’an yang tidak dapat dijalankan bila tidak diperoleh
syarh atau penjelas yang berpautan dengan syarat-syarat, rukun-rukun, batal-batalnya, dan lain-
lain dari hadits Rasulullah. Dalam hal itu banyak pula kejadian yang tidak ada nash yang
menasakh hukumnya dalam al- Qur’an secara tegas dan jelas. Dalam hal ini diperlukan ketetapan
Nabi yang telah diakui utusan Allah untuk menyampaikan syariat dan undang-undang kepada
umat.

Hadits merupakan sesuatu yang sangat penting untuk dipelajari dan diteliti kebenarannya
karena hadits adalah sumber kedua yang berfungsi sebagai bayan yaitu menjelaskan ayat-ayat al-
Qur’an yang masih global sebagaimana pendapat Imam Malik yang dikutip oleh Rohmansyah
bahwa hadits mempunyai empat fungsi utama yang menghubungkan dengan al-Qur’an, yaitu
berfungsi sebagai bayan al-taqrir yang menetapkan dan mengokohkan hukum-hukum al-
Qur’an, bayan al-taudhih yang menjelaskan dan menerangkan maksud-maksudm dari ayat al-
Qur’an, bayan al tafshil yang menjelaskan ayat-ayat yang masih mujmal dan bayan al basthi
(tabsith dan takwil) yakni memanjangkan keterangan yang masih ringkas dalam al-Qur’an.4

C. Al ra’yu sebagai sumber ajaran islam


 Pengertian al ra’yu
Kata al-ra’yu berasal dari kata ra’a, yarā’ ra’yan yang berarti memperlihatkan, kemudian dari
kata tersebut terbentuk kata ra’yun yang jamaknya arā’u artinya pendapat pikiran. Dalam
Maqāyis dikatakan bahwa ahl al-ra’yu adalah orang yang berpegang kepada akal.5[1] Istilah al-
ra’yu dalam Ilmu Ushul adalah mencurahkan segala kemampuan dalam mencari hukum syara’
yang bersifat zanni, dengan menggunakan rasio yang kuat dan yang bersangkutan merasa tidak
mampu lagi mengupayakan lebih dari itu.

Berkenaan dengan batasan definisi al-ra’yu di atas, maka dipahami bahwa hanyalah hukum-
hukum syara’ yang praktis dan zhanni yang dapat dimasuki al-ra’yu. Selain itu, dalam definisi
tersebut juga diketahui al-ra’yu adalah mencurahkan segala kemampuan berdasarkan rasio yang
hanya dapat dilakukan oleh seorang muslim yang kuat akal dan aqidahnya, mulia akhlaknya,
menguasai bahasa Alquran dan hadis, mengetahui usul fikih, ilmu fikih dan maqāshid al-

4
M. Zaidi Abdad, “Ijtihad Umar Ibn al-Khattab; Telaah Sosio-historis atas Pemikiran Hukum Islam”, Istinbath, 13 (Juni, 2014),
48

5
syari’ah. Jadi penggunaan ra’yu menurut ajaran Islam tidak sama dengan berpikir lieberal yang
hanya mengutamakan rasio saja, dan mengesampingkan aqidah, akhlak, pengetahuan yang
mendalam tentang Alquran dan hadis, serta kaidah-kaidah fikih.6

 Al ra’yu sebagai sumber hokum

Keabsahan al-ra’yu sebagai sumber hukum Islam bersumber dari riwayat hadis tentang
diutusnya Muaz bin Jabal ke Yaman oleh Nabi saw. Ketika sahabat Mu’az bin Jabal diutus oleh
Nabi saw ke Yaman untuk bertindak sebagai hakim, beliau diizinkan oleh Nabi saw untuk
menggunakan ra’yu. Hal ini dijelaskan dalam riwayat sebagai berikut :
terjemahnya :
“Ketika Rasulullah saw hendak mengutus Mu’az ke Yaman, maka Rasulullah saw
bertanya: Apa yang kau lakukan jika kepadamu diajukan suatu perkara yang harus
diputuskan ? Jawabnya: Aku memutuskannya berdasarkan Alquran. Ditanya lagi,
bagaimana jika tidak ada (kau) temukan dalam Alquran ?. Jawabnya: Dengan Sunnah
Rasulullah saw. Ditanya lagi, bagaimana jika tidak terdapat dalam al-Sunnah ?
Jawabnya : aku akan berijtihad dengan pikiranku, aku tidak akan membiarkan suatu
perkara pun tanpa putusan. (dengan jawab-jawaban itu), maka Rasulullah saw menepuk
dadanya (Mu’az)”. 7

Dalam perkembangan ilmu Islam, dikenal tiga kelompok yang meng-gunakan ra’yu, yaitu para
ahli fikir teologi (mutakallimun), para ahli fikir bidang hukum (fuqaha), dan para ahli fikir
filsafat murni (filosof). Ketika kelompok tersebut sama-sama memfungsikan akal untuk
melakukan kegiatan berfikir dan menalar. Namun karena bidang garapannya berbeda, maka
masing-masing kelompok memounyai dan mengembangkan metode yang berbeda.

Metode penalaran para ahli fikir di bidang hukum disebut ijtihad. sementara itu, para ahli fikir
di bidang teologi disebut nazar yang sasarannya memantapkan akidah tentang Allah, alam ghaib,
rasul dan wahyu yang merupakan sendiri dasar keimanan, untuk menjauhkan keraguan yang
sewaktu-waktu menggoda pikiran manusia. 8

6
Ibid., h. 8
7
Abū Dawud Sulaimān Muhammad bin Asy’aś al-Sijistāni, Sunan Abū Dawud, juz II (Indonesia: Maktabah Dahlān,
t.th), h. 308.
8
Minhajuddin, op. cit., h. 20
BAB III
PENUTUP

 Kesimpulan

Al-quran merupakan sumber dari ajaran Islam yang pertama sebelum hadis . Secara etimologi
al-Quran yang memiliki suatu artian kata bacaan. Adapun Al-Quran secara terminologi
merupakan kalam Allah Swt yang telah diturunkan (wahyu) kepada Rasul yang terakhir yaitu
Nabi Muhammad Saw., dan disampaikan melalui malaikat Jibril a.s., dimana apabila kita
membacanya maka dianggap suatu ibadah, tertulis didalam satu mushaf yang di mulai dari surat
al-fatihah samapai surat yang terakhir adalah surah an-Nas yang disampaikan secara mutawatir.

Hadist berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata hadatsa, yahdutsu, hadtsan, haditsan dengan
pengertian yang bermacam-macam. Kata tersebut misalnya dapat berarti al-jadid min al-asy ya’
sesuatu yang baru, sebagai lawan dari kata al-qadim yang artinya sesuatu yang sudah kuno atau
klasik.

Kata al-hadits kemudian dapat pula berarti al-khabar yang berarti ma yutahaddats bih wa
yunqal, yaitu sesuatu yang diperbincangkan, dibicarakan atau diberitakan dan dialihkan dari
seseorang kepada orang lain. Para ahli hadits berpendapat bahwa hadits adalah segala perkataan
Nabi, perbuatan, dan ihwalnya. Adapun yang dimaksud dengan hal ihwal adalah segala yang
diriwayatkan dari Nabi saw. yang berkaitan dengan hikmah, sejarah kelahiran, dan kebiasaan-
kebiasaannya.

Dalam Maqāyis dikatakan bahwa ahl al-ra’yu adalah orang yang berpegang kepada akal..
Istilah al-ra’yu dalam Ilmu Ushul adalah mencurahkan segala kemampuan dalam mencari hukum
syara’ yang bersifat zanni, dengan menggunakan rasio yang kuat dan yang bersangkutan merasa
tidak mampu lagi mengupayakan lebih dari itu.Jadi penggunaan ra’yu menurut ajaran Islam tidak
sama dengan berpikir lieberal yang hanya mengutamakan rasio saja, dan mengesampingkan
aqidah, akhlak, pengetahuan yang mendalam tentang Alquran dan hadis, serta kaidah-kaidah
fikih.
DAFTAR PUSTAKA

Anshori, Ulumul Qur’an, Jakarta; PT Raja Grafindo Persada, 2014


A 'la Maududi, Sayyid Abul, Pokok-pokok Pandangan Hidup Muslim, Bulan Bintang,
Jakarta, 1967
Anwar, Rosihon dkk. Pengantar Studi Islam. Bandung: Pustaka Setia, 2011
M. Zaidi Abdad, “Ijtihad Umar Ibn al-Khattab; Telaah Sosio-historis atas Pemikiran
Hukum Islam”, Istinbath, 13 (Juni, 2014), 48
Ibid., h. 8
Abū Dawud Sulaimān Muhammad bin Asy’aś al-Sijistāni, Sunan Abū Dawud, juz II
(Indonesia: Maktabah Dahlān, t.th), h. 308.
Minhajuddin, op. cit., h. 20

Anda mungkin juga menyukai