Anda di halaman 1dari 15

ALQURAN, HADITS DAN IJTIHAD SEBAGAI SUMBER

AJARAN ISLAM
Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Pengantar Study Islam
Yang Diampu Oleh :
Ustadz. Khoiron Firmansyah, M.Pd

Disusun oleh :
Andhika Pratama (2392102011)
Airin Dania (2392102012)
Rafila Amalia Wildan (2392102002)

PROGAM STUDI TADRIS BAHASA INGGRIS


SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH
MIFTAHUL MIDAD
LUMAJANG
2023
KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT, karena telah
melimpahkan rahmat, nikmat, serta kekuatan kepada kami sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas makalah ini dengan semaksimal mungkin. Kami juga
menyampaikan terimakasih kepada Ustadz. Khoiron Firmansyah, M.Pd karena
telah membimbing dan memberikan arahan dalam penyusunan makalah ini.
Kami berharap semoga makalah yang kami buat ini dapat bermanfaat bagi
kita dan juga bagi masyarakat umum yang hendak mempelajari ilmu filsafat
terutama dalam hal Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam serta Pengaruh-
pengaruhnya bagi Pendidikan Islam
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini mungkin masih
memiliki banyak sekali kesalahan dan kekurangan. Maka untuk itu kami mohon
kritik dan sarannya yang sifatnya dapat membangun semangat kami guna
kesempurnaan makalah ini.
Atas perhatian dan waktunya kami sampaikan banyak terimakasih.

Lumajang, 4 Desember 2023

Penyusun

ii
BAB 1. PENDAHULUAN

Tujuan pendidikan Islam adalah mencakup seluruh unsur pada diri


manusia yaitu akal, fisik dan ruhnya. Ketiga unsur tersebut harus seimbang dalam
memenuhi kebutuhanya, sehingga pendidikan Islam akan melahirkan manusia
yang mengembangkan hidupnya sebagai kholifah Allah di alam fana ini untuk
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, sesuai dengan kehendak Allah SWT,
karena agama Islam adalah agama fitrah maka upaya pendidikan pun harus sesuai
dengan fitrah manusia. Jika tugas manusia dalam kebaikan ini demikian penting,
maka pendidikan harus memiliki tujuan yang sama dengan tujuan penciptaan
manusia. Dengan demikian tujuan pendidikan bisa di simpulkan adalah untuk
membentuk manusia bertaqwa, berbudi pekerti luhur atau berakhlak mulia, serta
mendapatkan ridho Allah untuk selamat dunia dan akhirat.
Setiap ajaran tentunya terdapat hukum-hukum yang mengikat para
pemeluknya. Dalam agama Islam, terdapat beberapa sumber hukum yang
mengatur tindak-tanduk pemeluknya (muslim) dalam kegiatannya menjadi
seorang hamba dan khalifah di Bumi. Sumber hukum Islam merupakan dasar
utama untuk mengambil istinbat hukum. Oleh karenanya segala sesuatu yang
menjadi pokok permasalahan haruslah berdasarkan pada sumber hukum tersebut.
Sumber hukum pertama adalah alQur’an yaitu wahyu atau kalamullah yang
sudah dijamin keontentikannya dan juga terhindar dari intervensi tangan manusia.
Seperti yang kita ketahui, bahwa Alquran merupakan sumber hukum
utama atau primer dalam Islam. Akan tetapi dalam realitasnya, ada beberapa hal
atau perkara yang sedikit sekali Alquran membicarakanya, atau Alquran
membicarakan secara global saja atau bahkan tidak dibicarakan sama sekali dalam
Alquran. Jalan keluar untuk memperjelas dan merinci keuniversalan Alquran
tersebut, maka diperlukan Hadits atau Sunnah. Di sinilah peran dan kedudukan
Hadits sebagai tabyin atau penjelas dari Alquran atau bahkan menjadi sumber
hukum sekunder atau kedua setelah Alquran.
Permasalahan yang ada di sekitar kita sangat mungkin untuk dikritisi,
apalagi hal-hal yang berhubungan dengan hukum syara atau ibadah. Untuk itu,
dalam mencari suatu kunci dalam pemecahan masalah, ulama biasanya

3
menggunakan alat yang bisa memecahkan masalah tersebut antara lain dengan
menggunakan al-Qur’an, sunnah, ijma dan qiyas. Di samping itu, mereka juga
harus melakukan ijtihad untuk memecahkan sebuah problematika tersebut. Maka
dari itu, para ulama membuat terobosanterobosan atau langkah-langkah untuk
melakukan ijtihad sebagai solusi penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi
umat Islam.

4
BAB 2. PEMBAHASAN

A. Al-Qur’an

1. Secara Etimologi

“Qara’a yaqra’u, qira’atan, atau qur’anan”yang berarti mengumpulkan


(al-jam’)dan menghimpun (al-dhamm) huruf serta kata-kata dari satu bagian ke
bagian yang lain secara teratur.

2. Secara Terminologis

Al-Qur’an adalah kitab suci yang isinya mengandung firman Allah SWT.,
turunnya secara bertahap melalui Malaikat Jibril, pembawaannya Nabi
Muhammad Saw., susunannya di mulai dari surat Al-fatihah dan di akhiri dengan
surat An-Nas, bagi yang membaca bernilai ibadah, fungsinya antara lain menjadi
hujjah atau bakti yang kuat atas kerasulan Nabi Muhammad SAW, Keberadaannya
hingga kini masih tetap terpelihara dengan baik, dan permasyarakatannya di
lakukan secara berantai dari satu generasi ke generasi yang lain dengan tulisan
ataupun lisan.

3. Nama-nama Al-Quran

Menurut Abu Al-Ma’ali Syaizalah, Al-Quran memiliki sekitar 55 nama


dan menurut Abu Hasan Al-Haraly ada 90 nama Al-Quran. Di antara nama-nama
lain Al-Quran adalah al-furqan (pembeda), Al-Kitab (kitab suci), adz-dzikir
(peringatan), dan at-tanzil (di turunkan dari Allah). Sifat-sifatnya adalah An-Nur
(cahaya), Hudan ( petunjuk), syifa’ (obat), Rahmah (kasih sayang), mau’izhah
(nasihat), Mubarak (yang mulia), Majid ( yang agung), basyiran wa nadziran
(pemberi kabar gembira dan ancaman).

4. Isi dan Pesan Al-Quran

a. Prinsip keimanan kepada Allah, malaikat, kitab, rasul, hari akhir, qada,
qadar, dan sebagainya.

b. Prinsip syariah tentang ibadah khas (shalat, zakat, puasa, haji) dan ibadah
yang umum (perekonomian, pernikahan, hukum, dan sebagainya)

5
c. Masalah janji dan ancaman, yaitu janji dengan balasan baik bagi mereka
yang berbuat baik dan ancaman atau siksa bagi mereka yang berbuat jahat, janji
akan mem- peroleh kebahagiaan dunia dan akhirat dan ancaman akan
mendapatkan kesengsaraan dunia akhirat, janji dan ancaman di akhirat berupa
surga dan neraka.

d. Jalan menuju kebahagiaan dunia akhirat, berupa ke- tentuan dan aturan
yang hendaknya dipenuhi agar dapat mencapai keridaan Allah.

e. Riwayat dan cerita, yaitu sejarah orang-orang terdahulu, baik sejarah


bangsa, tokoh, maupun nabi dan rasul Allah.

f. Ilmu pengetahuan mengenai ilmu ketuhanan dan agama, hal-hal yang


menyangkut manusia, masyarakat, dan yang berhubungan dengan alam.

5. Fungsi Al-Quran

a. Bukti kerasulan Muhammad SAW dan kebenaran ajar- annya.

b. Petunjuk (al-huda).

c. Pemisah ( al-furqan)

d. Obat (asy-syifa)

e. Nasihat (al-mau’izhah).

6. Bukti- bukti Autentisitas Al-Quran

a. Autentisitas Al-Quran dilihat dari aspek kesejarahan

b. Dilihat dari ciri-ciri dan sifat dari Al-Quran. Auten tisitasnya dapat dilihat
dari aspek-aspek keunikan redaksi Al-Quran, kemukjizatan Al-Quran, dan pem
beritaan-pemberitaan gaibnya, termasuk di dalamnya ramalan-ramalan yang
diungkapkan sebagian telah terbukti kebenarannya.

6
7. Al-Quran sebagai sumber ajaran islam
Kedudukan Al-Quran sebagai sumber hukum Islam telah disebutkan
secara detail, yakni hal-hal yang berhubungan dengan ibadah dan al ahwal asy
syakhshiyah. Sedangkan untuk masalah lainnya, hanya disebutkan dalam Al-
Quran secara umum atau secara global yang dalam fikih disebut dengan kully atau
tidak mendetail.
Al-Qur’an merupakan sumber dari ajaran Islam pertama sebelum hadis.
Secara etimologi Al-Qur’an, “qara’a, yaqra’u qiraa’atan atau qur’anan” yang
memiliki pengertian kata bacaan. Adapun Al-Qur’an secara terminologi
merupakan kalam Allah Swt yang telah diturunkan (wahyu) kepada Rasul yang
terakhir yaitu Nabi Muhammad saw, melalui malaikat Jibril, dan membacanya
dianggap wajib (Ma’rifat F, 2023).

B. As-sunah

1. Pengertian Hadits

a. Secara etimologis: al-hadis adalah al-jadid (baru), al-khabar (berita), dan


al-qarib (dekat).

b. Terminologis: segala sesuatu yang dinukilkan dari Nabi Muhammad


SAW., baik berupa ucapan, perbuat-an, maupun ketetapan (taqrir).

2. Fungsi Hadis

a. Perincian petunjuk dan isyarat Al-Quran yang bersifat global

b. Pengecuali terhadap isyarat Al-Quran yang bersifat umum

c. Pembatasan terhadap ayat Al-Quran yang bersifat mutlak

d. Pemberi informasi terhadap suatu kasus yang tidak di- jumpai di dalam Al-
Quran.

7
3. Kedudukan Hadis dalam Syariat Islam

Hadis Nabi Muhammad SAW. Digunakan sebagai pe- doman hidup yang
utama setelah Al-Quran. Alquran akan sulit dipahami tanpa intervensi hadits.
Memakai Alquran tanpa mengambil hadits sebagai landasan hukum dan pedoman
hidup adalah hal yang tidak mungkin, karena Alquran akan sulit dipahami tanpa
menggunakan hadits. Kaitannya dengan kedudukan hadits di samping Al-quran
sebagai sumber ajaran Islam, maka Al-quran muka sumber pertama dan,
sedangkan hadits merupakan sumber kedua. Bahkan sulit dipisahkan antara Al-
quran dan hadits karena keduanya adalah wahyu, hanya saja Al-quran merupakan
wahyu matlu (wahyu yang dibacakan oleh Allah SWT, baik redaksi maupun
maknanya, kepada Nabi Muhammad SAW dengan menggunakan bahasa arab) dan
hadits wahyu ghoiru matlu ( wahyu yang tidak dibacakan Allah SWT kepada Nabi
Muhammad SAW secara langsung, melainkan maknanya dari Allah dan lafalnya
dari Nabi Muhammad SAW (Ali M dan Himmawan D, 2019).

4. Kehujjahan As-Sunnah/Hadis

Nabi Muhammad SAW. Adalah seorang rasul yang ma’shum (terjaga dari
segala perbuatan hina, dosa, dan maksiat) sehingga sunnah-sunnah beliau selalu
dipelihara oleh Allah dari segala yang menurunkan citranya sebagai seorang rasul.
kehujjahan Hadits (hujjiyah hadits) adalah keadaan Hadits yang wajib dijadikan
hujah atau dasar hukum (al-dalil al•›ƒ”-syari) sama dengan Al-quran dikarenakan
adanya dalil†ƒŽ‹-dalil
Ž syariah yang menunjukkannya. Hadits adalah sumber
hukum Islam (pedoman hidup kaum Muslimin) yang kedua setelah Al-Quran.
Bagi mereka yang telah beriman terhadap Al-quran sebagai sumber hokum islam,
maka secara otomatis harus percaya bahwa Hadits juga merupakan sumber hukum
Islam. Bagi mereka yang menolak kebenaran Hadits sebagai sumber hukum
Islam, bukan saja memperoleh dosa, tetapai juga murtad hukumnya.

Alasan lain mengapa umat Islam berpegang pada hadits karena selain
memang di perintahkan oleh Al-quran juga untuk memudahkan dalam
menentukan (menghukumi) suatu perkara yang tidak dibicarakan secara rinci atau
sama sekali tidak dibicarakan di dalam Al-quran sebagai sumber hukim utama.
Apabila hadits tidak berfungsi sebagai sumber hukum, maka kaum Muslimin akan

8
mendapatkan kesulitan-kesulitan dalam berbagai hal, seperti tata cara shalat, kadar
dan ketentuan zakat, cara haji dan lain sebagainya. Sebab ayat-ayat Al-quran
dalam hal ini tersebut hanya berbicara secara global dan umum. Dan yang
menjelaskan secara terperinci justru Sunnah Rasulullah. Selain itu juga akan
mendapatkan kesukaran-kesukaran dalam hal menafsirkan ayat-ayat yang
musytarak (multi makna), muhtamal (mengandung makna alternatif) dan
sebagainya yang mau tidak mau memerlukan Sunnah untuk menjelaskannya. Dan
apabila penafsiran-penafsiran tersebut hanya didasarkan kepada pertimbangan
rasio (logika) sudah barang tentu akan melahirkan tafsiran-tafsiran yang sangat
subyektif dan tidak dapat dipertanggung jawabkan (Ali M dan Himmawan D,
2019).

C. Ijtihad

1. Pengertian Ijtihad

a. Etimologis: berasal dari kata jahada. Kata ini beserta variasinya menunjukkan
pekerjaan yang dilakukan lebih dari biasa, sulit dilaksanakan, atau yang tidak di-
senangi. Kata ini pun berarti kesanggupan (al-wus’), ke- kuatan (ath-thagali), dan
berat (al-masyaqqah).

b. Terminologis: pengerahan segenap kesanggupan oleh seorang ahli fiqh atau


mujtahid untuk memperoleh pengertian tingkat zhan mengenai hukum syara’.

c. Leksikal : Ijtihad berasal dari kata al-Juhd dengan makna alThaqah (kekuatan,
kemampuan, daya) atau merupakan sebuah kata yang berakar pada kata aljahd
yang berarti al-masyaqqah (kesukaran, kesulitan).

d. istilah : sebuah usaha atau ikhtiar dengan mencurahkan segenap kemampuan


dalam mendapatkan pengetahuan akan hukum-hukum syara’ yang diperoleh lewat
dalil–dalil secara rinci yang berdasarkan pada metode khusus/tertentu dalam
upanya pemerolehannya

9
2. Urgensi dan Kedudukan Hukum Ijtihadi

a. Mengembalikan ajaran-ajaran Islam pada sumber pokok, Yaitu Al-Quran


dan Sunnah sahihah dari segala interpretasi yang dimungkinkan kurang relevan.

b. Menghidupkan kembali bagian-bagian dari nilai dan semangat ajaran


Islam agar menjawab dan menghadapi tantangan zaman sehingga Islam mampu
sebagai furqan, hudan, dan rahmatan lil ‘alamin.

c. Membenahi ajaran-ajaran Islam yang telah diijtihadi oleh ulama terdahulu


dan dimungkinkan adanya kesalahan menurut konteks zaman, keadaan, dan
tempat yang kini kita hadapi.

Pada dasarnya kalangan ulama menyatakan bahwa fatwa tidak memiliki


perbedaan yang substansial dengan ijtihad, karena fatwa itu sendiri adalah salah
satu hasil dari ijtihad yang dilakukan oleh ulama. Seorang pemberi fatwa
berkedudukan sebagai khalifah dan merupakan pewaris para Nabi, sehingga
kedudukan fatwa menjadi sangatlah penting. Dalam menyampaikan hukum-
hukum syariat, seprang mufti mengajarkan dan memberikan peringatan kepada
manusia agar tersadar serta berupaya dalam kehati-hatian, selain menyampaikan
apa yang diriwayatkan dari Nabi SAW, seorang mufti sebagai. penentu hukum-
hukum Islam dengan cara menganalisis dan berijtihad dari dalil-dalil hukum yang
sudah ada (Akhmadillah A R dkk, 2023).

3. Macam-macam Ijtihad

Macam-macam Ijtihad apabila di lihat dari segi metodenya, dapat di bedakan


menjadi tiga macam/ bentuk berikut:

a. Qiyas ( reasoning by analogy );

Menurut Hasbi Ash-Shiddieqy yang mengikuti pendapat para ahli usul


yang mempergunakan qiyas sebagai dalil menetapkan hukum, bahwa
qiyas itu barulah dipandang sah apabila lengkap dengan rukunnya.
Contohnya: Pokok (asl), ialah tempat meng-qiyas-kan hukum, seperti
"arak". Cabang (furu'), yang diqiyas-kan, seperti segala minuman yang

10
memabukkan. Hukum asal (hukm al-asl), seperti haram segala minuman
yang memabukkan. Sebab ('illat), seperti mabuk merusak akal.

'Illat merupakan penyebab adanya hukum, dalam arti adanya suatu 'Illat
menyebabkan munculnya hukum, misalnya wajibnya hukum potong
tangan bagi pencuri, disebabkan karena perbuatan mencuri yang
dilakukan. Akan tetapi, hukuman potong tangan sendiri pada hakikatnya
merupakan kehendak Allah, bukan semata-mata karena perbuatan mencuri
itu sendiri. Contoh lain, seorang pembunuh terhalang mendapatkan
warisan dari harta orang yang ia bunuh, disebabkan pembunuhan yang ia
lakukan. Dalam kasus, bukan karena membunuh semata-mata ---yang
menjadi 'illat---yang menyebabkan ia tidak mendapatkan warisan, tetapi
atas perbuatan dan kehendak Allah. Dengan demikian 'illat merupakan
penyebab atau motiv dalam suatu hukum yang dapat dijadikan ukuran
untuk mengetahui suatu hukum.

b. Istishan ( preference);

Menurut Hasbi Ash-Shiddieqy bahwa istihsan adalah suatu dalil yang


terkuat, menunjukkah bahwa hukum Islam adalah suatu hukum yang
berkembang dalam masyarakat yang diistilahkan dengan fiqh waq'iy
bukan suatu fiqh khayaliy merupakan fikih bayangan sebagai suatu yang
digambarkan oleh sebagaian orang yang tidak mengetahui hakekat hukum
Islam atau ingin menjauhkan manusia dari padanya.

Islam di Indonesia. Dengan mempegunakan dasar istihsan inimungkin


dapat kita menghadapi masalahperbankan yang telah menjadi masalahyang
sangat dipentingkan di dalam membangun masalah ekonomi. Contoh:
Salah satu bentuk kerja samayang dikelolah oleh perbankan syari'ahatau
Bank Mu'amalah adalah mu«arabah(kerja sama dengan pemilik
pemilikmodal dengan pengelolah modal dalamperdagangan dengan
perjanjian bagi hasil) sesuai dengan ketentuan kaidah umum, akad ini
tidak dibolehkan, karena objek akan ini, sesuatu yang belum ada dan
imbalan bagi pengelolah modal pun masih bersifat spekulatif. Akan tetapi,
demi menghindari dan untuk kepentingan orang banyak akad ini

11
dibolehkan oleh syara'. Oleh kerena itu, istihsan dalam kebanyakan
bentuknya merupakan pengecualian dari pada umum, maka bolehlah kita
qiyaskan kepadanya sesuatu yang lain apabila cukup syarat- syarat qiyas.

c. Maslahat Al mursalah (utility)

Salah satu metode yang dikembangkan ulama usl fiqh dalam


mengistimbatkan hukum dari nass adalah maslahah al-mursalah, yaitu
suatu kemaslahatan yang tidak ada nass juz'i (rinci) yang mendukungnya,
dan tidak ada pula yang menolaknya dan tidak ada pula ijma' yang
mendukunnya, tetapi kemaslahatan ini didukung oleh sejumlah nass.

Kehujjaan maslahah al-mursalah pada prinsipnya Jumhur Ulama


menerimanya sebagai salah satu alasan dalam menetapkan hukum syara'
sekalipun dalam penempatan syaratsyaratnya berbeda pendapat.. Menurut
Hasbi Ash-Shiddieqy mengatakan bahwa berhujjah dengan maslahah al-
mursalah dan membina hukum atasnya adalah suatu keharusan. Inilah
yang sesuai dengan keumuman syari'at.

Salah satu contoh yang popular dalam pergaulan kita, ialah mengangkat
sesorang menjadi ketua, sudah beberapa bulan dia diangkat, ketahuanlah
bahwa ada orang lain yang lebih cakap untuk jabatan ketaua itu. Dan
menurut kepentingan lembaga, dialah yang harus memegang jabatan itu.
Akan tetapi, jika diberhentikan niscaya ketua yang telah ada itu merasa
tidak enak dan mungkin menimbulkan keonaran dalam lembaga. Sebab
itu, menurut hukum maslahah almursalah biarlah jabatan itu sementara
tetap sebagai yang telah ada untuk menghindari keonaran dan kekacauan
(Hasbi M, 2017).

Macam Ijtihad apabila di lihat dari teknis pelaksanaan nya, dapat terbagi pada dua
macam berikut:
a. Ijtihad fardi
Ijtihad yang dilaksanakan secara independen (mustaqil) oleh seorang yang
disebut mujtahid. Metode, prosedur penetapan hukum serta proses dalam
pengambilan keputusannya dilakukan secara independen. Seperti fatwa-fatwa di

12
kalangan madzhab fikih, fatwa syaikh Yusuf al-Qardhawi, fatwa Syaikh Ibn
Taimiyah, Syaikh Mahmud Syaltut dan lain sebagainya
b. Ijtihad jama’I

Ijtihad yang dilakukan tidak secara perorangan melainkan secara kolektif


oleh kelompok mujtahid dengan keahlian yang berbeda-beda dalam berbagai
bidang ilmu. Seperti MUI, Majelis Tarjih Muhammadiyah, Dewan Hisbah
PERSIS dan Lajnah Bahsu al-Masail NU.

13
BAB 3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Alquran merupakan sumber pendidikan yang utama mengandung materi,
metode dan lain-lain yang tidak akan ada habis-habisnya untuk digali terus hingga
akhir zaman. Di sisi lain, nikmat yang telah Allah anugerahkan tidak dapat
dihitung jumlahnya, maka harus selau ingat agar tetap mampu bersyukur kepada
Allah SWT. Contoh-contoh pendidikan yang berdasarkan Alquran dan Hadis nabi
harus menjadi referensi yang utama untuk pengembangan pendidikan saat ini.
Alquran dan sunnah terus mendorong umat Islam untuk bekerja keras
mengembangkan pendidikan yang sesuai dengan perkembangan zaman.
Pendidikan Islam mencakup akidah, ibadah, muamalah, sejarah, akhlak, iptek, dan
sebagainya.

14
DAFTAR PUSTAKA

Has A W. 2013. IJTIHAD SEBAGAI ALAT PEMECAHAN MASALAH UMAT


ISLAM. Episteme. 8 (1) : 89-112.

Rozak A. 2018. ALQURAN, HADIS, DAN IJTIHAD SEBAGAI SUMBER


PENDIDIKAN ISLAM. Journal of Islamic Education. 2 (2) : 85-101.

Ali M, dan Himmawan D. PERAN HADITS SEBAGAI SUMBER AJARAN


AGAMA,DALIL-DALIL KEHUJJAHAN HADITS DAN FUNGSI
HADITS TERHADAP ALQURAN. Jurnal Pendidikan dan Studi Islam. 5
(1) : 125-132.

Ma’rifat F, dkk. 2023. SUMBER AJARAN DAN HUKUM ISLAM, AL-


QUR’AN. Jurnal Religion: Jurnal Agama, Sosial, dan Budaya. 1 (3) : 20-
28.

Hasbi M. 2017. METODE IJTIHAD T. M. HASBI ASH-SHIDDIEQY


SEBAGAI PRODUK PEMIKIRAN HUKUM ISLAM. Jurnal Syari’ah dan
Hukum Diktum. 15 (1) : 109-126.

15

Anda mungkin juga menyukai