Disusun oleh :
Nama : Pratama Wahyu Aminnudin
Prodi : Perhotelan
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpahan rahmat dan karunian-Nya sehingga penyusunan makalah Sumber Hukum
Islam dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada
teman-teman yang telah membantu dan mendukung dalam penyusunan makalah ini.
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini yakni untuk mengenalkan dan
membahas sumber-sumber hukum yang dijadikan pedoman dan landasan oleh umat
Islam. Dengan makalah ini diharapkan baik penulis sendiri maupun pembaca dapat
memilki pengetahuan yang lebih luas mengenai sumber hukum Islam.saya menyadari
bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat saya harapkan. Akhir
kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca umumnya dan saya sendiri
khususnya.
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
Latabelakang
Rumusan masalah
BAB 2
PEMBAHASAN
Pengertian Al-Qur’an
Dalil Al-Qur’an
Dalil al-hadits
Tingkatan Hadits
Pengertian Ijtihad
Macam-macam Ijtihad
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Islam berkembang sangat pesat ke seluruh penjuru dunia dengan kecepatan yang
menakjubkan, yang sangat menarik dan perlu diketahui bahwa Dinul Islam yang
dibawa oleh Nabi Muhammad SAW adalah suatu agama yang sekaligus menjadi
pandangan atau pedoman hidup. Banyak sumber-sumber ajaran Islam yang
digunakan mulai zaman muncul pertama kalinya Islam pada masa rasulullah sampai
pada zaman modern sekarang ini. Sumber-sumber yang berasal dari agama Islam
merupakan sumber ajaran yang sudah dibuktikan kebenarannya yaitu bertujuan untuk
kemaslahatan umat manusia, sumber-sumber ajaran Islam merupakan sumber ajaran
yang sangat luas dalam mengatasi berbagai permasalahan seperti bidang akhidah,
sosial, ekonomi, sains, teknologi dan sebagainya. Islam sangat mendukung umatnya
untuk mempelajari ilmu pengetahuan, terutama yang bersumber dari sumber ajaran
Islam yaitu Al-
Qur’an, Sunah, Ijma’, Qiyas dan juga ijtihad. Begitu sempurna dan lengkapnya
sumber
-sumber ajaran Islam. Namun permasalahan disini adalah banyak umat Islam yang
belum mengetahui betapa luas dan lengkapnya sumber-sumber ajaran Islam guna
mendukung umat Islam untuk maju dalam bidang pengetahuan.
Maksud dan Tujuan
Untuk memenuhi tugas Makalah Sumber Hukum Islam mata kuliah Pendidikan
Agama Islam
Rumusan Masalah
4.Bagaimana Ijtihad sebagai sumber hukum ajaran Islam setelah Al-Qur’an dan
Hadits?
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam pembahasan disini akan diuraikan macam-macam sumber ajaran Islam yang
diantaranya meliputi:
1.Al-Quran
2.Sunah
3.Ijtihad
Pengertian Al-Qur’an
Secara etimologi Al-Qur’an berasal dari kata “qara’a, yaqra’u, qira’atan, qur’anan”
yang berarti mengumpulkan dan menghimpun huruf-huruf serta kata-kata dari satu
bagian ke bagian lain secara teratur. Ada juga sumber lain mengatakan bahwa Al-
Qur’an secara harfiah berarti “bacaan sempurna” merupakan suatu nama pilihan
Allah yng sungguh tepat, karena tiada satu bacaanpun sejak anusia mengenl baca tulis
yang dapat menandingi Al-Qur’an al-Karim, secara terminologi Al-Qur’an adalah
kitab suci yang diwahyukan Tuhan kepada Nabi Muhammad SAW. Yang diampaikan
lewat malaikat jibril, yang dikomunikasikan dengn bahasa arab, harus dipercayai
tanpa syarat dan menjadi pedoman bagi para pengikutnya yaitu umat Islam diseluruh
dunia.
jalan mutawatir dan membacanya dipandang ibadah serta sebagai penentang (bagi
yang tidak percaya) ataupun surat terpendek.
b.Abdul Wahab Khalaf mendefinisikan Al-Qur’an sebagai firman Allah SWT yang
diturunkan melalui Roh al-Amin (Jibril) kepada nabi Muhammad SAW. Dengan
bahasa arab, isinya dijamin kebenarannya, dan sebagai hujah kerasulannya, undang-
undang bagi seluruh manusia dan petunjuk dalam beribadah serta dipandang ibadah
dalam membacanya, yang terhimpun dalam mushaf yang dimulai dari surat al-Fatihah
dan diakhiri surat an-Nas, yang diriwayatkan kepada kita dengan jalan mutawatir.
Ungkapan asbabun nuzul merupakan bentuk idhafah dari kata asbab dan nuzul.
Secara etimologi, asbabun nuzul adalah sebab-sebab yang melatarbelakangi
terjadinya sesuatu. Namun kata asbabun nuzul hanya dipergunakan khusus untuk Al-
Qur’an. Para ulama berpendapat bahwa ketika memaknai kata nuzul, inzal, dan tanzil
yang terdapat pada ayat Al-Qur’an, ada yang memaknai idhar yaitu melahirkan Al-
Qur’an. Ada juga yang memanai bahwa Allah SWT mengajarkannya kepada malaikat
jibril baik megenai bacaannya maupun pemahamannya lalu jibril menyampaikannya
kepada nabi Muhammad SAW yang ada di bumi.
Menurut az-zarqani asbabun nuzul adalah khusus atau sesuatu yang terjadi serta ada
hubungannya dengan turunnya Al-Qur’an sebagai penjelas hukum pada saat peristiwa
itu terjadi.
Dalam uraian yang lebih rinci, Az-Zarqani mengemukakan urgensi asbabun nuzul
dalam memahami Al-Qur’an sebagai berikut:
c.Mengkhususkan hukum yang terkandung dalam ayat Al-Qur’an, bagi ulama yang
berpendapat bahwa yang menjadi pegangan adalah sebab yang bersifat khusus dan
bukan lafazh yang bersifat umum.
Taufiq Adnan Amal dan Syamsul Rizal panggabean menyatakan bahwa pemahaman
terhadap konteks kesejarahn pra-qur’an dan pada masa Al-Qur’an menjanjikan
beberapa manfaat praktis, yaitu
b.Kesemuanya ini dapat dijadikan pedoman bagi umat Islam dalam mengidentifikasi
dan menangani problem-problem yang mereka hadapi.
Yaitu langit yang pertama yang tampak ketika dilihat di dunia ini namun tidak
diketahui letak persisnya. Adapun jumlahnya adalah semuanya pada waktu Lailatul
Qadr. Namun tanggalnya tidak diketahui, dan pada bulan Ramadhan.
Al-Qurtubi telah menukil dari Muqtil bin Hayyan riwayat tentang kesepakatan bahwa
turunnya Al-Qur’an sekaligus dari Lauhul Mahfudz ke Baitul ‘Izza di langit di dunia.
Sebetulnya tidak hanya Al-Qur’an saja yang diturunkan pada bulan Ramadhan, tetapi
ada juga
a.Taurat : 6 Ramadhan
c.Injil : 13 Ramadhan
d.Zabur : 12 Ramadhan
Tahapan ketiga atau yang terakhir adalah Al-Qur’an diturunkan dari Baitul ‘Izza
kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantara malaikat jibril. Penurunannya tidak
secara langsung sekaligus, namun diangsur-angsur selama dua puluh tiga tahun
berdasarkan kebutuhan, peristiwa atau bahkan melalui permintaan malaikat jibril.
Adapun kitab-kitab lain seperti tauraut, zabur dan injil diturunkan oleh Allah SWT
dengan cara sekaligus tidak secara berangsur-angsur.
Alqur’an diturunkan kepada nabi Muhammad kurang lebih selama 23 tahun, dalam
dua fase yaitu 13 tahun pada fase sebelum beliau hijrah ke Madinah (Makiyah) dan
10 tahun pada fase sesudah hijrah ke Madinah (Madaniyah). Isi Al-Qur’an terdiri dari
114 surat, 6236 ayat, 74437 kalimat, dan 325345 huruf. Proporsi masing-masing fase
tersebuut adalah 86 surat untuk ayat-ayat Makiyah dan 28 surat untuk ayat-ayat
Madaniyah.
Dari keseluruhan isi Al-Qur’an itu, pada dasarnya mengandung pesan-pesa sebagai
berikut; masalah tauhid, termasuk didalamnya masalah kepercayaaan pada yang gaib;
masalah ibadah, yaitu egiatan-kegiatan dan perbuatan-perbuatan yang mewujudkan
dan menghidupkan didalam hati dan jiwa; masalah janji dan ancaman yaitu janji
dengan balasan baik bagi mereka yang berbuat baik dan sebaliknya ancaman siksa
bagi mereka yang berbuat jahat; jalan menuju kebahagiaan dunia akhirat, berupa
ketentuan-ketentuan yang hendaknya dipenuhi untuk mencapai keridhaan Allah
SWT; riwayat dan cerita, yaitu sejarah orang-orang terdahulu baik sejarah bangsa-
bangsa, tokoh-tokoh maupun Nabi dan Rosul.
b.Masalah etika (khuluqiyah) berkaitan dengan hal-hal yang dijadikan perhisan bagi
seseorang untuk berbuat keutamaan dan meninggalkan kehinaan.
c.Masalah perbuatan dan ucapan (‘amaliyah) yang terbagi dalam dua macam yaitu
ibadah dan muamalah. Ibadah berkaitan dengan rukun Islam, nazar, sumpah dan
ibadah-ibadah yang lain yang mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT.
Mu’amalah berkaitan dengan akad, pembelanjaan, hukuman, jual-beli dan lainnnya
yang mengtur hubungan manusia dengan sesama.
Ada dua segi pembahasan isi/kandungan Al-Qur’an, yaitu dimensi keagamaan dan
dimensi keilmuan.
a.Dimensi keagamaan
Menurut Prof. Dr. Mahmud Syaltut dalam “al-Islam wa al-syariah” bahwa Al-Qur’an
mengandung berbagai persoalan-persoalan :
1.Tauhid
Sekalipun Nabi Adam AS sebagai manusia pertama dan Nabi pertama adalah seorang
monotheisme/muwahhid dan mengajarkan tauhid kepada turunannya, namun
kenyataannya tidak sedikit manusia keturunannya itu yang menyimpang dari ajaran
tauhid. Untuk meluruskan kepercayaan mereka yang menyimpang dari Tuhan dan
untuk membimbing mereka ke arah yang lurus dan diridlai Tuhan, maka diutuslah
para Nabi/Rasul secara silih berganti mulai Nabi Adam sampai Nabi Muhammad
sebagai nabi penutup.
Sebelum kelahiran Nabi Muhammad (pra Islam), keadaan manusia pada umumnya
telah menyimpang dari ajaran tauhid dan ajaran-ajaranlainnya dari para nabi dan rasul
sebelumnya, sekalipun sebagian mereka ada pula yang masih mengaku percaya pada
keesaan Tuhan, tetapi sebenarnya tauhidnya sudah tidak murni lagi. Sebab Tuhan
dianggap tidak tunggal sepenuhnya, melainkan ia terdiri dari beberapa oknum,
misalanya doktrin tri murti atau trinitas dari agama Hindu dan Kristen.
Tuhan menjanjikan kepada setiap orang yang beriman dan selalu mengikuti semua
petunjuk-Nya akan mendapatkan kebahagiaan hidupnya di dunia dan di akhirat.
Sebaliknya Tuhan akan mengancam kepada siapa saja yang ingkar kepada tuhan dan
memusuhi nabi/rasul-Nya serta melanggar perintah-perintah dan larangan-laranga-
Nya, akan mendapat kesengsaraan hidup di dunia maupun akhirat.
3.Ibadah
Tujuan hidup manusia didunia ini adalah untuk meribaddah kepada Tuhan.pengertian
ibadah menurut Islam adalah cukup luas,sebab tidak hanya berbatas padaslat,puasa,
haji dan semacamnya. Tetapi semua aktifitas yang dilakukan manusia denga motivasi
niat yang baik seprti untuk mencari ridlo Allah, semuanya dipandang ibadah.
Ibadah bagi manusia adalah berfungsi sebagai manifestasi manusia bersyukur kepada
tuhan pencipta atas segala nikmat dan karunia. Dan juga berfungsi sebagai relisasi
dan konsekwensi manusia atas kepercayaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Setiap orang yang breagama pasti bercita-cita ingin mendapatkan kebahagiaan hidup
di dunia maupun akhirat. Untuk bisa mencapai cita-citanya, Tuhan dalam Al-Qur’an
memberikan petunjuk-petunjuk-Nya bahwa manusia harus menempuh jalan yang
lurus dengan cara menghayati dan mematuhi segala aturan agam yang ditetapkan
Allah dan rasul-Nya.
Didalam Al-Qur’an terdapat cerita-cerita tentang para nabi dan umatnya masing-
masing. Cerita-cerita tersebut diungkapkan kembali didalam al-quran dengan maksud
agar dijadikan pelajaran bagi manusia sekarang tentang bagiamna nasib manusia yang
taat kepada tuhan. Disamping itu juga sebagai hiburan bagi Nabi Muhamad dan umat
Islam pada permulaan Islam, agar nabi dan sahabat-sahabatnya tetap berteguh hati ,
tidak berkecil hati dalam menghadapi segala macam hambatan-hambatan dan
tantangan-tantangan yang sama bahkan yang lebih.
Dari penjelasan diatas dapat dipahami bahwa pada hakikatnya Al-Qur’an adalah kitab
keagamaan, dan bukan suatu kitab atau ensiklopedi ilmu pengetahuan yang
ddidlamnya membahas atau berisitentang teori-teori ilmiah.
b.Dimensi keilmuan
Menurut Dr. Muhammad Ijazul Khatib dari Universitas Damaskus, tak ada yang lebih
menekankan pentingnya sains dari pada kenyataan bahwa: berbeda dengan bagian
legislatif yang hanya 250 ayat saja, sedangkan 750 ayat Al-Qur’an –hampir
seperdelapannya- menegur orang-orang mukmin untuk mempelajari alam semesta,
untuk berfikir, untuk menggunakan penalaran yang sebaik-baiknya, untuk
menjadikan kegiatan ilmiah ini sebagai bagian dari kehidupan umat.
Sekarang banyak ditemukan orang yang mencoba menafsirkan beberapa ayat Al-
Qur’andalam sorotan ilmiah modern. Dengan tujuan untuk menunjukkan mu’jizat Al-
Qur’an dalam lapangan keilmuan untuk meyakinkan orang-orang non-muslim akan
keagungan dan keunikan Al-Qur’an, dan untuk menjadikan kaum muslimin bangga
memiliki kitab seperti itu.
Dari keterangan diatas, para ulama berkeyakinan bahwa Al-Qur’an merupakan kitab
petunjuk bagi kemajuan manusia, dan mencakup apa yang diperlukan manusia dalam
wilayah iman dan amal. Al-Quran juga mengandung rujukan-rujukan pada sebagian
fenomena alam.
Fungsi dan tujuan Al-Qur’an
Al-Quran sebagai kitab suci umat Islam merupakan kumpulan firman Allah yang
diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW yang mengandung petunjuk-petunjuk
bagi umat manusia. Menurut Dr. M. Quraish Shihab dalam “wawasan Al-Qur’an
menyebutkan delapan tujuan diturunkannya Al-Qur’an:
a.Untuk menbersihkan dan menyucikan jiwa dari segala bentuk syirik serta
mementapkan keyakinan tentang keesaan yang sempurna bagi tuhan semesta alam.
b.Untuk mengajarkan kemanusiaan yang adil dan beradab, yakni bahwa umat
manusia merupakan umat yang seharusnya dapat bekerja sama dalam pengapdian
kepada Allah dan pelaksanaan tugas kekhalifahan.
d.Untuk mengajak manusia berfikir dan bekerja sama dalam bidang kehidupan
bermasyarakat dan bernegara.
f.Untuk memadukan kebenaran dan keadilan dengan rahmat dan kasih sayang.
h.Untuk menekankan peranan ilmu dan teknologi, guna menciptakan suatu peradaban
yang sejalan dengan jati diri manusia dengan panduan dan panduan Nur Ilahi.
Umat Islam telah sepakat bahwa hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Al-
Qur’an. Dan tidak boleh seorang muslim hanya mencukupkan diri dengan salah satu
dari kedua sumber Islam tersebut. Al-Qur’an dan hadits merupakan dua sumber
hukum Islam yang tetap. Umat Islam tidak mungkin dapat memahami tentang syari’at
Islam dengan benar sesuai dengan tanpa Al-Qur’an dan Hadits. Banyak dari ayat Al-
Qur’an yang menerangkan bahwa hadits merupakan sumber hukum Islam selain Al-
Qur’an yang wajib diikuti. Baik itu dalam hal perintah ataupun larangan. Al-Syatibiy
dalam kaitan ini mengajukan tiga argumen.
Kedua, Al-Qur’an bersifat qat’iy al-subut, sedangkan sunnah bersifat zanniy al-subut.
Ketiga, secara tekstual terdapat beberapa riwayat yang menunjukkan kedudukan
sunnah setelah Al-Qur’an seprti hadits yang sangat populer mengenai pengutusan
Mu’az Ibn Jabal menjadi hakim di Yaman. Semuanya menunjuka subordinasi sunnah
sebagai dalil terhadap Al-Qur’an.
Berikut uraian sedikit tentang kedudukan hadits sebagai sumber hukum Islam:
Dalil Al-Qur’an
Banyak dari ayat Al-Qur’an yang menerangkan tentang kewajiban untuk dapat
mempercayai dan menerima apa saja yang telah disampaikan oleh Rasul kepada umat
beliau untuk dijadikan sebuah pedoman hidup.
Selain Allah SWT memerintahkan agar umatnya percaya kepada Rasul juga dapat
menaati semua perintah atau peraturan yang telah ditetapkan atau dibawa oleh beliau.
Taat kepada Rasul sama denga taat kepada Allah. Sebagaimana firman Allah QS. Al-
‘Imran:32 yang berbunyi:
َقُلْ أَ ِطيعُوا هَّللا َ َوال َّرسُو َل فَإِ ْن ت ََولَّوْ ا فَإِ َّن هَّللا َ ال يُ ِحبُّ ْالكَافِ ِرين
Artinya: “"Katakanlah: 'Taatilah Allah dan Rasul-Nya; Jika kamu berpaling, maka
sesungguhnya, Allah tidak menyukai orang-orang kafir'." – (QS. Al- ‘Imran 3:32)
Dari banyaknya ayat Al-Qur’an ini membuktikan bahwa dimana setiap ada perintah
taat kepada Allah, pasti ada perintah taat kepada Rasul. Demikian pula mengenai
ancaman. Ini menunjukkan betapa pentingnya kedudukan dalam penetapan untuk taat
kepada semua yang diperintah Rasulullah SAW.
Dalil al-hadits
Dalam salah satu pesan Rasulullah SAW. Berkenaan dengan keharusan menjadikan
hadits sebagai pedoman hidup, disamping Al-Qur;an sebagai pedoman utamanya,
beliau bersabda:
وقال صلى هللا عليه وسلم:
تركت فيكم امرين لن تضلوا ما تمسكتم بهما كتاب هللا وسنة النبيه صلى هللا عليه وسلم (روه مالك في موطأ
Artinya:
Rasulullah SAW bersabda: “Telah ku tinggalkan kepada kalian dua perkara, kalian
tidak akan tersesat selama berpegang teguh denga dua perkara ini, yaitu Kitab Allah
(Alqur’an) dan Sunnah Nabi SAW (Al-Hadist)
Masih banyak lagi hadits-hadits yang menerangkan tentang pedoman hidup maupun
penetapan hukum. Hadits-hadits tersebut menunjukkan terhadap kita bahwa
berpegang teguh kepada hadits sebagai pedoman hidup iitu wajib, sebagaimana wajib
pada Al-Qur’an.
Hadits atau sunnah sebagai sumber hukum Islam tidak hanya untuk kaitannya dalam
hal ibadah, akan tetapi juga dalam masalah masyarakat sosial. Eksistensi sunnah atau
hadits dapat sumber hukum Islam dapat dilihat dari beberapa argumen Al-Qur’an,
ijma’ maupun argumen rasional.
Ketika timbul gerakan hadits pada paruh kedua abad hijriyah sunnah diekspresikan
sebagai hadits, sehingga pada tahap berikutnya hadits identik dengan sunnah. Namun
jalaluddin Rahmat membantah bahwa yang pertama kali beredar dikalangan umat
Islam untuk menunjuk pada Nabi adalah hadits bukanlah sunnah.
Kondisi kemudian berubah setelah dua khalifah mengadakan gerakan “penghilangan”
hadits yang kemudian melahirkan keenggangan para sahabat menuliskan hadits. Ini
mengakibatkan hilangnya sebagian besar hadits dan adanya kesempatan untuk
pealsuan hadits yang mengakibatkan merebaknya periwayatan dalam makna (riwayat
bial ma’na). Dan karena orang hanya menerima hadits lewat lisan, maka ketika
menyampaikannyapun hanya menyampaikan maknanya, sehingga dalam periwayatan
hadits dapat berubah-ubah. Mengingat makna redaksi hadits itu berkembang sesuai
orang yang meriwayatkannya. Dan inilah yang menimbulkan banyaknya perbedaan
pendapat dalam penafsiran hadits. Kemudian memunculkan ra’y atau oleh Rahman
diidentifikasi sebagai sunnah. yangmana orang lebih cenderung mencari petunjuk
pada ra’y karena hilangnya sejumlah hadits akibat perbedaan pendapat.
Ketika terjadi suasana yang tidak ada acuan universal, maka munculah gerakan
massif untuk membawa konsep sunnah kedalam konsep hadits. hadits -hadits
kemudian dihidupkan kembali, namun upaya ini mengalami kesulitan yang besar
menyangkut pengujian hadits yang dapat dipertanggungjawabkan validitasnya yang
kemudian dirumuskan kaidah-kaidah kesahihan hadits (‘ulum al-hadits).
Dengan demikian jika ada pernyataan mengenai hadits nabi telah ada sejak awal
perkembangan Islam itu adalah sebuah kenyatan yang tidak dapat diragukan lagi dan
mematahkan pernyataan bahwa hadits adalah produk belakangan. Perkembangan
hadits berjalan pararel dengan praktek para sahabat dan umat. Dalam hal ini hadits
mengalami tahapan yang panjang sebelum ia ditetapkan sebagai sentral keputusan
hukum Islam. Memang dulu pada masa-masa awal sunnah menjadi standar bagi
manifestasi sunnah ideal Nabi, akan tetapi pada masa al-Syafi’iy dan seterusnya
haditslah yang kemudian menjadi manifestasi teladan Nabi.
Tingkatan Hadits
Secara umum tingkatan hadis terbagi ke dalam tiga, yaitu hadits sahih, hadis hasan,
dan hadis dla’if.
a.Hadits Shahih
Hadits shahih yaitu hadis yang (1) para perawinya berkesinambungan; diterima dari
dan oleh perawi yang „adil dan dlabith. Adil artinya memiliki sifat adalah yaitu
muslim, dewasa, sehat
akal, dan tak pernah berbuat dosa. Dlabith yaitu kuat hafalan, cermat, tepat
tanggapan, dan tidak
pelupa. (2) tidak cacat dan (3) tidak bertentangan dengan riwayat lain yang lebih kuat.
Berdasarkan jumlah perawi, hadis sahih ada tiga jenis, yaitu:
1) Hadits Mutawatir
Hadits mutawatir yaitu hadis yang diriwayatkan oleh banyak perawi dan dari banyak
perawi
sampai waktu dituilskannya sehingga, karena banyaknya, tidak memungkinkan
mereka untuk
melakukan kebohongan.
2) Hadits Masyhur
Hadits masyhur yaitu hadis yang pada awalnya diriwayatkan secara seorang-
perseorang tetapi
pada tingkat akhirnya diriwayatkan oleh banyak perawi.
3) Hadits Ahad
Hadits ahad yaitu hadis yang diriwayatkan oleh seorang ke seseorang hingga
ditulisnya.
b.Hadits Hasan
Yaitu hadis yang sanadnya berkesinambungan, disampaikan oleh perawi yang „adil
tetapi kurang
kedhabitannya (kekuatan hafalannya), terbebas dari cacat dan tidak bertentangan
dengan riwayat
yang lebih kuat.
c.Hadits Dha’if
Yaitu hadis yang tidak memenuhi kriteria hadis sahih dan hadis hasan, baik dalam
sanad, rawi,
atau mengandung catat dan bertentangan dengan riwayat yang lebih kuat. Ada
beberapa jenis
hadis dha‟if di antaranya:
1) Hadits Mursal: hadis yang tidak menyebut sahabat dalam rangkaian perawinya.
2) Hadits Munqathi‟: hadis yang sanadnya terputus di tengah, karena ada rawi yang
hilang,atau rawi yang identitasnya tidak dikenal.
3) Hadits Maqlub : hadis yang susunan rawinya terbalik dalam sanadnya, misalnya
seharusnya disebut belakangan disebutkan lebih dahulu, atau terbalik antara sanad
dan matannya.
4) Hadits Munkar: hadis yang matannya tidak dikenal, kecuali dari seorang rawi yang
tidak dapat dipertanggungjawabkan kekuatan hafalannya.
5) Hadits Matruk : hadits yang riwayatkan oleh perawi yang diketahui suka
berbohong, atau
sering salah, atau fasik (berbuat dosa), atau teledor, sedangkan haditsnya hanya
didapat dari perawi ini saja.
4) Rijalul Hadits
Rijalulhadis adalah orang-orang yang terlibat dalam periwayatan suatu hadits, yaitu
para perawi
hadis itu sendiri. Sahih tidaknya suatu hadis banyak ditentukan oleh rijalulhadits-nya
dari segi
kecermatan dan ketelitianya (dhabit) dan keterpercayaanya. Untuk menentukan
apakah
para perawi itu berkwalitas atau tidak, ada ilmu yang khusus untuk ini, disebut Ilmu
Rijalul Hadits, yaitu ilmu yang mengkaji biografi setiap orang yang terlibat dalam
periwayatan hadis,disebut juga Ilmu Tarikhur Ruwat (Ilmu Sejarah Hidup Para
Perawi).
Dengan demikian, ijtihad bukan berarti penalaran bebas dalam menggali hukum satu
peristiwa yang dilakukan oleh mujtahid, melainkan tetap berdasar pada Al-Qur’an
dan sunnah. Walaupun ijtihad diperbolehkan untuk dilakukan oleh mujtahid (orang
yang berijtihad) yang memenuhi syarat, namun tidak berarti bahwa ijtihad dapat
dilakukan dalam semua bidang. Ijtihad memiliki ruang lingkup tertentu.
Syaikh Muhammad Salut, misalnya membagi lingkup ijtihad ke dalam dua bagian:
1.Permasalahan yang tidak ada atau tidak jelas ketentuan hukumnya dalam Al-Qur’an
atau hadist Nabi.
2.Ayat-ayat Al-Qur’an tertentu dan hadis tertentu tidak begitu jelas maksudnya yang
mungkin disebabkan oleh makna yang dikandung lebih dari satu sehingga perlu
ditentukan dengan jalan ijtihad untuk mengetahui makna-makna yang sesungguhnya.
Macam-macam Ijtihad
a.Ijmak.
Ijmak merupakan salah satu sumber hukum Islam yang memiliki posisi kuat dalm
menetapkan hukum dari suatu peristiwa. Bahkan telah diakui luas sebagai sumber
hukum yang menempati posisi ketiga dalam hukum Islam. Sejumlah ayat dan hadits
nabi menjadi pembenaran teologis kekuatan ijmak sebagai sumber hukum dalam
Islam. Pemberian warisan kepada nenek laki-laki (jadd) ketika ia berkumpul dengan
laki-laki orang yang meninggal dunia yang dalam keadaan seperti ini nenek laki-laki
tersebut menggantikan ayah (orang yang meninggal) untuk menerima seperenam dari
harta warisan atau harta peninggalannya merupakan contoh penetapan hukum
berdasarkan ijmak sahabat.
Dalam transaksi jual beli, misalnya istishna’ atau pemesanan barang yang baru akan
dibuat yang seharusnya tidak boleh,karena dinilai sama seperti halnya membeli
barang yang tidak ada, merupakan contoh hukum yang bersumber dari hasil ijmak
sahabat (Hanafi, 1995: 61) Penggunaan ijmak sebagai sumber hukum dalam
menetapkan hukum suatu peristiwa secara historis terjadi pasca wafatnya Nabi SAW.
Selama beliau hidup, setiap peristiwa yang muncul selalu diminta untuk ditetapkan
hukumnya sehingga tidak mungkin terjadi perlawanan hukum terhadap suatu
masalah. Ijmak yang memiliki kehujahan sebagai sumber hukum didasarkan pada
sejumlah argumentasi teologis terutama ayat 59 surah An-nisa’ yang didalamnya
terdapat anjuran untuk taat pada ulil amri setelah taat pada Allah SWT dan Rosul-
Nya. Ulil amri dalam ayat tersebut dipahami sebagai pemegang urusan dalam arti luas
mencakup urusan dunia ( seperti kepala Negara, menteri, legislative, dan lain-lain)
dan pemegang urusan agama seperti para mujtahid, mufti, dan ulama. Karena itu,
apabila ulil amri telah sepakat dalam status hukum suatu urusan maka wajib ditaati,
diikuti, dan dilaksanakan sebagaimana mentaati, mengikuti, dan melaksanakan
perintah Allah SWT dan Rosul-Nya dalam (QS. An-nisa’ [4] : 83 ):
ُُوا بِ ِه َولَوْ َر ُّدوهُ إِلَى ال َّرسُو ِل َوإِلَى أُوْ لِى االٌّ ْم ِر ِم ْنهُ ْم لَ َعلِ َمه
ْ ف أَ َذاع
ِ َْوإِ َذا َجآ َءهُ ْم أَ ْم ٌر ِّمنَ االٌّ ْم ِن أَ ِو ْالخَ و
ًالَّ ِذينَ يَ ْستَ ْنبِطُونَهُ ِم ْنهُ ْم َولَوْ الَ فَضْ ُل هَّللا ِ َعلَ ْي ُك ْم َو َرحْ َمتُهُ الَتَّبَ ْعتُ ُم ال َّش ْيطَـنَ إِالَّ قَلِيال
Artinya: Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun
ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada
Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui
kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau
tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut
syaitan, kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu). (QS. An-nisa’ 4: 83)
b.Qiyas
Secara harfiah berarti sesuatu yang membawa kebaikan bagi orang banyak. Adapun
menurut para ahli hukum Islam, Al-mashlahat al-mursalah adalah sesuatu yang
didalamnya mengandung kebaikan bagi masyarakat, sehingga walaupun pada masa
lalu hal tersebut tidak diberlakukan, namun dalam keadaan masyarakat yang sudah
makin berkembang, keadaan tersebut dianggap perlu dilakukan. Misalnya,
pembukuan Al-quran dalam bentuk mushaf seperti yang ada sekarang perlu
dilakukan, mengingat jumlah para penghafal Al-Quran makin sedikit karena
meninggal dunia, serta pertentangan dalam membaca Al-Quran sering terjadi.
d.Urf
Secara harfiah berarti sesuatu yang berlaku atau yang sudah dibiasakan. Adapun
menurut para ahli hukum Islam, ‘urf adalah sesuatu yang berlaku dimasyarakat atau
tradisi yang mengandung nilai-nilai kebaikan bagi masyarakat. Contonya kebiasaan
merayakan hari raya yang pada zaman sebelum Islam, namun dinilai mengandung
kebaikan, maka tetap dilanjutkan.
e.Istihsan
Secara harfiah berarti memandang sesuatu sebagai yang baik. Menurut Islam, istihsan
artinya segala sesuatu yang dipandang manusia pada umumnya sebagai hal yang baik,
dan tidak bertentangan dengan al-Quran dan sunnah. Penggunaan istihsan ini antara
lain didasarkan pada sabda Rasulullah SAW : Artrinya : “segala sesuatu yang dinilai
oleh kaum muslimin sebagai sesuatu yang baik, maka yang demikian itu disisi Allah
dipandang sebagai hal yang baik.”
f.Qaul al-shahabat
Secara harfiah berarti ucapan sahabat. Dalam pengertian umum, Qaul al-shahabat
adalah pendapat, pandangan, pikiran, dan perbuatan para sahabat yang sejalan
denganAl-Quran dan sunnah. Penggunaan Qaul al-shahabat sebagai dasar hukum,
mengingat para sahabat selain sebagai orang yang dekat, bergaul dan ikut berjuang
dengan Rasulullah SAW, juga memang memiliki pemikiran, gagasan, dan karya-
karya yang layak untuk dijadikan bahan renungan dan pertimbangan dalam
mengembangkan ajaran Islam pada masa selanjutnya.
Secara harfiah berarti agama sebelum kita. Dalam pengertian yang lazim, Syar’un
man qablana adlah ajaran yang terdapat didalam agama yang diturunkan Tuhan
sebelum Islam yang terdapat di dalam kitab Zabur, Taurat, Injil yang masih asli yang
tidak bertentangan dan masih sesuai dengan kebutuhan zaman. Di dalam kitab Taurat
yang ditinggalkan Nabi Musa misalnya terdapat ajaran mengesakan Tuhan, larangan
menyekutukan-Nya, memuliakan kedua orang tua, memiliki kepedulian terhadap
kerabat, orang miskin, ibnu sabil, bersikap boros, membunuh anak, berbuat zina,
memakan harta anak yatim, mengurangi timbangan, menjadi saksi palsu, dan
larangan bersikap sombong. Ajaran yang dibawa Nabi Musa ini terus dilanjutkan oleh
Nabi Muhammad SAW, sebagaimana terdapat dalam QS. Bani Israil (17) ayat 23
sampai dengan ayat 37. Ajaran yang pernah berlaku pada zaman Nabi Musa itu,
masih tetap diberlakukan dimasa sekarang, karena masih dianggap cocok dan
dibutuhkan untuk zaman sekarang dan yang akan datang.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa sumber ajaran islam ada tiga
macam, yaitu Al-qur’an, hadits dan ijtihad. Al-qur’an sebagai sumber hukum Islam
yang pertama yaitu Al-qu’an berisi tentang semua kehidupan yang ada di alam,
perintah, akidah dan kepercayaan, akhlak yang murni, mengenai syari’at dan hukum
dan sebagai petunjuk umat Islam. Sedangkan Hadits itu sebagai sumber ajaran islam
karena dalam Dalil al-qur’an mengajarkan kita untuk mempercayai dan menerima apa
yang telah disampaikan oleh Rasul untu dijadikan sebagai pedoman hidup. Selain itu
dalam hadits juga terdapat pertnyataan bahwa berpedoman pada hadits itu wajib,
bahkan juga terdapat dalam salah satu pesan Rasulullah berkenaan menjadikan hadist
sebagai pedoman hidup setelah Al-qur’an sebagai sumber yang pertama. Ijtihad
sebagai sumber ajaran karena melalui konsep ijtihad, setiap peristiwa baru akan
didapatkan ketentuan hukumnya Dari pemaparan makalah kami tersebut kita tahu
bahwa sumber ajaran islam sangat penting sebagai pedoman hidup,untuk itu
hendaknya apabila kita melenceng dari salah satu sumber ajaran tersebut, maka akan
menjadikan hal yang fatal.
Saran
Alqur’an, Alhadits adalah sumber hukum Islam begitu juga dengan ijtihad, Oleh
karenanya diharapkan dan diharuskan agar semua umat Islam menjadikan ketiganya
sebagai pedoman hidup dan dasar hukum dalam Islam.
DAFTAR PUSTAKA
docs.google.com/document/d/15g-
FHTwQi9AVl13Inmn04z12vZYSyoruskn8mxrbh2o/preview?pli=1 [14 Desember
2015]