Anda di halaman 1dari 30

DASAR SUMBER HUKUM DALAM AGAMA ISLAM

Disusun oleh :
Nama : Pratama Wahyu Aminnudin
Prodi : Perhotelan

AKADEMI PARIWISATA DAN PERHOTELAN


GANESHA MALANG 2020/2021
JL. Lesanpuro Gg.6 No.99 Malang
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpahan rahmat dan karunian-Nya sehingga penyusunan makalah Sumber Hukum
Islam dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada
teman-teman yang telah membantu dan mendukung dalam penyusunan makalah ini.

Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini yakni untuk mengenalkan dan
membahas sumber-sumber hukum yang dijadikan pedoman dan landasan oleh umat
Islam. Dengan makalah ini diharapkan baik penulis sendiri maupun pembaca dapat
memilki pengetahuan yang lebih luas mengenai sumber hukum Islam.saya menyadari
bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat saya harapkan. Akhir
kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca umumnya dan saya sendiri
khususnya.
DAFTAR ISI

BAB I

PENDAHULUAN

Latabelakang

Maksud dan tujuan

Rumusan masalah

BAB 2

PEMBAHASAN

Macam-macam sumber ajaran Islam

1.Al-Qur’an sebagai sumber utama ajaran Islam

Pengertian Al-Qur’an

Asbabun nuzul Al-Qur’an

Isi dan pesan-pesan Al-Qur’an

Fungsi dan tujuan Al-Qur’an

2.Hadits sebagai sumber hukum Islam

Dalil Al-Qur’an

Dalil al-hadits

Tingkatan Hadits

Istilah-istilah dalam Hadits


2.Ijtihad sebagai sumber ajaran Islam setelah Al-Qur’an dan Hadits

Pengertian Ijtihad

Macam-macam Ijtihad

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Islam berkembang sangat pesat ke seluruh penjuru dunia dengan kecepatan yang
menakjubkan, yang sangat menarik dan perlu diketahui bahwa Dinul Islam yang
dibawa oleh Nabi Muhammad SAW adalah suatu agama yang sekaligus menjadi
pandangan atau pedoman hidup. Banyak sumber-sumber ajaran Islam yang
digunakan mulai zaman muncul pertama kalinya Islam pada masa rasulullah sampai
pada zaman modern sekarang ini. Sumber-sumber yang berasal dari agama Islam
merupakan sumber ajaran yang sudah dibuktikan kebenarannya yaitu bertujuan untuk
kemaslahatan umat manusia, sumber-sumber ajaran Islam merupakan sumber ajaran
yang sangat luas dalam mengatasi berbagai permasalahan seperti bidang akhidah,
sosial, ekonomi, sains, teknologi dan sebagainya. Islam sangat mendukung umatnya
untuk mempelajari ilmu pengetahuan, terutama yang bersumber dari sumber ajaran
Islam yaitu Al-

Qur’an, Sunah, Ijma’, Qiyas dan juga ijtihad. Begitu sempurna dan lengkapnya
sumber

-sumber ajaran Islam. Namun permasalahan disini adalah banyak umat Islam yang
belum mengetahui betapa luas dan lengkapnya sumber-sumber ajaran Islam guna
mendukung umat Islam untuk maju dalam bidang pengetahuan.
Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan penulisan makalah ini adalah

Untuk memenuhi tugas Makalah Sumber Hukum Islam mata kuliah Pendidikan
Agama Islam

Untuk membahas Sumber Hukum Islam,sehingga pembaca pada umumnya dan


khususnya penulis bisa lebih memahami tentang sumber-sumber hukum yang
dijadikan landasan umat Islam.

Rumusan Masalah

1.Apa saja sumber-sumber ajaran Islam?

2.Bagaimana Al-Quran sebagai sumber ajaran Islam?

3.Bagaimana Hadits sebagai sumber hukum kedua ajaran Islam?

4.Bagaimana Ijtihad sebagai sumber hukum ajaran Islam setelah Al-Qur’an dan
Hadits?
BAB II
PEMBAHASAN

Macam-macam sumber ajaran Islam

Sumber adalah tempat pengambilan, rujukan atau acuan dalam penyelenggaraan


ajaran Islam, karena itulah sumber memiliki peranan yang sangat penting bagi
pelaksanaan ajaran Islam. Dari sumber inilah umat Islam dapat memiliki pedoman-
pedoman tertentu untuk melaksanakan proses ajaran Islam, tanpa adanya suatu
sumber maka umat Islam akan terombang-ambing dalam menghadapi ideologi dan
bisa jadi akan berahir pada kesesatan atau kenistaan.

Dalam pembahasan disini akan diuraikan macam-macam sumber ajaran Islam yang
diantaranya meliputi:

1.Al-Quran

2.Sunah

3.Ijtihad

1.Al-Qur’an sebagai sumber utama ajaran Islam

Pengertian Al-Qur’an

Secara etimologi Al-Qur’an berasal dari kata “qara’a, yaqra’u, qira’atan, qur’anan”
yang berarti mengumpulkan dan menghimpun huruf-huruf serta kata-kata dari satu
bagian ke bagian lain secara teratur. Ada juga sumber lain mengatakan bahwa Al-
Qur’an secara harfiah berarti “bacaan sempurna” merupakan suatu nama pilihan
Allah yng sungguh tepat, karena tiada satu bacaanpun sejak anusia mengenl baca tulis
yang dapat menandingi Al-Qur’an al-Karim, secara terminologi Al-Qur’an adalah
kitab suci yang diwahyukan Tuhan kepada Nabi Muhammad SAW. Yang diampaikan
lewat malaikat jibril, yang dikomunikasikan dengn bahasa arab, harus dipercayai
tanpa syarat dan menjadi pedoman bagi para pengikutnya yaitu umat Islam diseluruh
dunia.

Pengertian Al-Qur’an dari segi terminologinya dapat dipahami dari pandangan


beberapa ulama, bahwa:

a.Muhammad Salim Muhsin dalam bukunya “Tarikh Al-Qur’an al-Karim”


menyatakan bahwa Al-Qur’an adalah firman Allah yang diturunkan kepada nabi
Muhammad SAW. Yang ditulis dalam mushaf-mushf dan dinukilkan/ diriwayatkan
kepada kita dengan

jalan mutawatir dan membacanya dipandang ibadah serta sebagai penentang (bagi
yang tidak percaya) ataupun surat terpendek.

b.Abdul Wahab Khalaf mendefinisikan Al-Qur’an sebagai firman Allah SWT yang
diturunkan melalui Roh al-Amin (Jibril) kepada nabi Muhammad SAW. Dengan
bahasa arab, isinya dijamin kebenarannya, dan sebagai hujah kerasulannya, undang-
undang bagi seluruh manusia dan petunjuk dalam beribadah serta dipandang ibadah
dalam membacanya, yang terhimpun dalam mushaf yang dimulai dari surat al-Fatihah
dan diakhiri surat an-Nas, yang diriwayatkan kepada kita dengan jalan mutawatir.

c.Muhammad abduh mendefinisikan Al-Qur’an sbagai kalam mulia yang diturunkan


oleh Allah SWT kepada nabi yang paling smpurna (Muhammad SAW) ajarannya
mencakup keseluruhan ilmu pengetahuan, ia merupakan sumber yang mulia yang
esensinya tidak dimengerti kecuali bagi orang yang berjiwa suci daan berakal cerdas.
Asbabun nuzul Al-Qur’an

Pengertian asbabun nuzul

Ungkapan asbabun nuzul merupakan bentuk idhafah dari kata asbab dan nuzul.
Secara etimologi, asbabun nuzul adalah sebab-sebab yang melatarbelakangi
terjadinya sesuatu. Namun kata asbabun nuzul hanya dipergunakan khusus untuk Al-
Qur’an. Para ulama berpendapat bahwa ketika memaknai kata nuzul, inzal, dan tanzil
yang terdapat pada ayat Al-Qur’an, ada yang memaknai idhar yaitu melahirkan Al-
Qur’an. Ada juga yang memanai bahwa Allah SWT mengajarkannya kepada malaikat
jibril baik megenai bacaannya maupun pemahamannya lalu jibril menyampaikannya
kepada nabi Muhammad SAW yang ada di bumi.

Menurut az-zarqani asbabun nuzul adalah khusus atau sesuatu yang terjadi serta ada
hubungannya dengan turunnya Al-Qur’an sebagai penjelas hukum pada saat peristiwa
itu terjadi.

Mayoritas ulama sepakat bahwa konteks kesejarahan yang terakumulasi dalam


riwayat-riwayat asbabun nuzul merupakan suatu hal yang signifikan untuk
memahami pesan-pesan Al-Qur’an. Bahkan al-wahidi menyatakan ketidakmungkinan
untuk menginterpretasikan Al-Qur’an tanpa mempertimbangkan aspek kisah dan
asbabun nuzul.

Dalam uraian yang lebih rinci, Az-Zarqani mengemukakan urgensi asbabun nuzul
dalam memahami Al-Qur’an sebagai berikut:

a.Membantu dalam memahami sekaligus mengatasi ketidakpastian dalam menangkap


pesan-pesan ayat Al-Qur’an.
b.Mengatasi keraguan ayat yang diduga mengandung pengertian umum.

c.Mengkhususkan hukum yang terkandung dalam ayat Al-Qur’an, bagi ulama yang
berpendapat bahwa yang menjadi pegangan adalah sebab yang bersifat khusus dan
bukan lafazh yang bersifat umum.

d.Mengidentifikasikan pelaku yang menyebabkan ayat Al-Qur’an turun.

e.Memudahkan untuk menghafalkan dan memahami ayat serta untuk memantapkan


wahyu ke dalam hati orang yang mendengarnya

Taufiq Adnan Amal dan Syamsul Rizal panggabean menyatakan bahwa pemahaman
terhadap konteks kesejarahn pra-qur’an dan pada masa Al-Qur’an menjanjikan
beberapa manfaat praktis, yaitu

a.Pemahaman itu memudahkan kita mengidentifikasi gejala-gejala moral dan sosial


pada masyarakat Arab saat itu, sikap Al-Qur’an terhadapnya, dan cara Al-Qur’an
memodifikasi atau mentransformasi gejala itu hingga sejalan dengan pandangan
dunia Al-Qur’an.

b.Kesemuanya ini dapat dijadikan pedoman bagi umat Islam dalam mengidentifikasi
dan menangani problem-problem yang mereka hadapi.

c.Pemahaman tentang konteks kesejarahan pra-qur’an dan masa qur’an dapat


menghindarkan kita dari praktik-praktik pemaksaan prakonsep dalam penafsiran.

Tahapan turunnya Al-Qur’an

Turunnya Al-Qur’an merupakan peristiwa besar yang sekaligus menyatakan


kedudukannya bagi penghuni langit dan bumi. Turunnya Al-Qur’an yang pertama
kali pada malam lailatul qadar merupakan pemberitahuan kepada alam tingkat tinggi
yang terdiri dari malaikat-malaikat akan kemuliaan nabi Muhammad SAW dan
umatnya dengan risalah baru agar menjadi umat paling baik yang dikeluarkan bagi
manusia. Allah menurunkan kepada manusia melalui 3 tahap yaitu:

1.Al-Qur’an diturunkan Allah dari Lauhul Mahfudz

Al-arqani tidak menyinggung lebih jauh tentang kapan penurunan Al-Qur’an di


Lauhul Mahfudz ini. Beliau hanya menyatakan tidak ada yang tahu persis kapan Al-
Qur’an diturunkan di Lauhul Mahfudz kecuali Allah sendiri.

2.Dari Lauhul Mahfudz ke Baitul ‘Izza

Yaitu langit yang pertama yang tampak ketika dilihat di dunia ini namun tidak
diketahui letak persisnya. Adapun jumlahnya adalah semuanya pada waktu Lailatul
Qadr. Namun tanggalnya tidak diketahui, dan pada bulan Ramadhan.

Al-Qurtubi telah menukil dari Muqtil bin Hayyan riwayat tentang kesepakatan bahwa
turunnya Al-Qur’an sekaligus dari Lauhul Mahfudz ke Baitul ‘Izza di langit di dunia.
Sebetulnya tidak hanya Al-Qur’an saja yang diturunkan pada bulan Ramadhan, tetapi
ada juga

a.Taurat : 6 Ramadhan

b.Suhuf Ibrahim : 1 Ramadhan

c.Injil : 13 Ramadhan

d.Zabur : 12 Ramadhan

Dari Baitul ‘Izza ke Rasulullah

Tahapan ketiga atau yang terakhir adalah Al-Qur’an diturunkan dari Baitul ‘Izza
kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantara malaikat jibril. Penurunannya tidak
secara langsung sekaligus, namun diangsur-angsur selama dua puluh tiga tahun
berdasarkan kebutuhan, peristiwa atau bahkan melalui permintaan malaikat jibril.
Adapun kitab-kitab lain seperti tauraut, zabur dan injil diturunkan oleh Allah SWT
dengan cara sekaligus tidak secara berangsur-angsur.

Isi dan pesan-pesan Al-Qur’an

Alqur’an diturunkan kepada nabi Muhammad kurang lebih selama 23 tahun, dalam
dua fase yaitu 13 tahun pada fase sebelum beliau hijrah ke Madinah (Makiyah) dan
10 tahun pada fase sesudah hijrah ke Madinah (Madaniyah). Isi Al-Qur’an terdiri dari
114 surat, 6236 ayat, 74437 kalimat, dan 325345 huruf. Proporsi masing-masing fase
tersebuut adalah 86 surat untuk ayat-ayat Makiyah dan 28 surat untuk ayat-ayat
Madaniyah.

Dari keseluruhan isi Al-Qur’an itu, pada dasarnya mengandung pesan-pesa sebagai
berikut; masalah tauhid, termasuk didalamnya masalah kepercayaaan pada yang gaib;
masalah ibadah, yaitu egiatan-kegiatan dan perbuatan-perbuatan yang mewujudkan
dan menghidupkan didalam hati dan jiwa; masalah janji dan ancaman yaitu janji
dengan balasan baik bagi mereka yang berbuat baik dan sebaliknya ancaman siksa
bagi mereka yang berbuat jahat; jalan menuju kebahagiaan dunia akhirat, berupa
ketentuan-ketentuan yang hendaknya dipenuhi untuk mencapai keridhaan Allah
SWT; riwayat dan cerita, yaitu sejarah orang-orang terdahulu baik sejarah bangsa-
bangsa, tokoh-tokoh maupun Nabi dan Rosul.

Selanjutnya Abdul Wahab Khalaf lebih memerinci pokok-pokok kandungan Al-


Qur’an ke dalam 3 ktegori, yaitu:

a.Masalah kepercayaan (I’tiqadiyah), yang berhubungan dengan rukun iman kepada


Allah, malaikat, kitabullah, rasulullah, hari kebangkitan dan taqdir.

b.Masalah etika (khuluqiyah) berkaitan dengan hal-hal yang dijadikan perhisan bagi
seseorang untuk berbuat keutamaan dan meninggalkan kehinaan.
c.Masalah perbuatan dan ucapan (‘amaliyah) yang terbagi dalam dua macam yaitu
ibadah dan muamalah. Ibadah berkaitan dengan rukun Islam, nazar, sumpah dan
ibadah-ibadah yang lain yang mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT.
Mu’amalah berkaitan dengan akad, pembelanjaan, hukuman, jual-beli dan lainnnya
yang mengtur hubungan manusia dengan sesama.

Ada dua segi pembahasan isi/kandungan Al-Qur’an, yaitu dimensi keagamaan dan
dimensi keilmuan.

a.Dimensi keagamaan

Al-Qur’an memberikan petunjuk dalam kaitannya dengan persoalan-persoalan.


Pertama, akidah dan kepercayaan yang harus dianut oleh manusia, yang tersimpul
dalam keimanan akan keesaan Tuhan dan kepercayaan akan kepastian adanya hari
pembalasan; kedua, mengenai syariat dan hukum,dengan jalan menerangkan dasar-
dasar hukum yang harus diikuti oleh manusia dalam hubungannya dengan Tuhan dan
sesamanya; ketiga, mengenai akhlak yang murni, dengan jalan menerangkan norma-
norma keagamaan dan susila yang harus diikuti oleh manusia dalam kehidupannya
baik secara individual maupun kolektif

Menurut Prof. Dr. Mahmud Syaltut dalam “al-Islam wa al-syariah” bahwa Al-Qur’an
mengandung berbagai persoalan-persoalan :

1.Akidah yang wajib dimani.

2.Budi pekerti yang dapat membersihkan jiwa, membentukpribadi dan masyarakat


yang baik

3.Petunjuk dan bimbingan untuk menyelidiki dan mentadaburi tentang rahasia-rahasia


langit dan bumi.

4.Peringatan dan ancaman

5.Hukum-hukum yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.


Sedangkan menurut Masyfuk Zuhdi bahwa isi atau kandungan ajaran Al-Qur’an pada
hakekatnya mengandung lima prinsip, yaitu:

1.Tauhid

Sekalipun Nabi Adam AS sebagai manusia pertama dan Nabi pertama adalah seorang
monotheisme/muwahhid dan mengajarkan tauhid kepada turunannya, namun
kenyataannya tidak sedikit manusia keturunannya itu yang menyimpang dari ajaran
tauhid. Untuk meluruskan kepercayaan mereka yang menyimpang dari Tuhan dan
untuk membimbing mereka ke arah yang lurus dan diridlai Tuhan, maka diutuslah
para Nabi/Rasul secara silih berganti mulai Nabi Adam sampai Nabi Muhammad
sebagai nabi penutup.

Sebelum kelahiran Nabi Muhammad (pra Islam), keadaan manusia pada umumnya
telah menyimpang dari ajaran tauhid dan ajaran-ajaranlainnya dari para nabi dan rasul
sebelumnya, sekalipun sebagian mereka ada pula yang masih mengaku percaya pada
keesaan Tuhan, tetapi sebenarnya tauhidnya sudah tidak murni lagi. Sebab Tuhan
dianggap tidak tunggal sepenuhnya, melainkan ia terdiri dari beberapa oknum,
misalanya doktrin tri murti atau trinitas dari agama Hindu dan Kristen.

2.Janji dan ancaman tuhan

Tuhan menjanjikan kepada setiap orang yang beriman dan selalu mengikuti semua
petunjuk-Nya akan mendapatkan kebahagiaan hidupnya di dunia dan di akhirat.
Sebaliknya Tuhan akan mengancam kepada siapa saja yang ingkar kepada tuhan dan
memusuhi nabi/rasul-Nya serta melanggar perintah-perintah dan larangan-laranga-
Nya, akan mendapat kesengsaraan hidup di dunia maupun akhirat.
3.Ibadah

Tujuan hidup manusia didunia ini adalah untuk meribaddah kepada Tuhan.pengertian
ibadah menurut Islam adalah cukup luas,sebab tidak hanya berbatas padaslat,puasa,
haji dan semacamnya. Tetapi semua aktifitas yang dilakukan manusia denga motivasi
niat yang baik seprti untuk mencari ridlo Allah, semuanya dipandang ibadah.

Ibadah bagi manusia adalah berfungsi sebagai manifestasi manusia bersyukur kepada
tuhan pencipta atas segala nikmat dan karunia. Dan juga berfungsi sebagai relisasi
dan konsekwensi manusia atas kepercayaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

4.Jalan dan cara mencapai kebahagiaan

Setiap orang yang breagama pasti bercita-cita ingin mendapatkan kebahagiaan hidup
di dunia maupun akhirat. Untuk bisa mencapai cita-citanya, Tuhan dalam Al-Qur’an
memberikan petunjuk-petunjuk-Nya bahwa manusia harus menempuh jalan yang
lurus dengan cara menghayati dan mematuhi segala aturan agam yang ditetapkan
Allah dan rasul-Nya.

5.Cerita-cerita/sejarah-sejarah umat manusia sebelum Nabi Muhammad SAW

Didalam Al-Qur’an terdapat cerita-cerita tentang para nabi dan umatnya masing-
masing. Cerita-cerita tersebut diungkapkan kembali didalam al-quran dengan maksud
agar dijadikan pelajaran bagi manusia sekarang tentang bagiamna nasib manusia yang
taat kepada tuhan. Disamping itu juga sebagai hiburan bagi Nabi Muhamad dan umat
Islam pada permulaan Islam, agar nabi dan sahabat-sahabatnya tetap berteguh hati ,
tidak berkecil hati dalam menghadapi segala macam hambatan-hambatan dan
tantangan-tantangan yang sama bahkan yang lebih.

Dari penjelasan diatas dapat dipahami bahwa pada hakikatnya Al-Qur’an adalah kitab
keagamaan, dan bukan suatu kitab atau ensiklopedi ilmu pengetahuan yang
ddidlamnya membahas atau berisitentang teori-teori ilmiah.
b.Dimensi keilmuan

Al-Qur’an adalah sumber segala pelajaran dan pengetahuan, didalamnya


pembicaraan-pembicaraan dan kandungan isinya tidak semata-mata terbatas pada
bidang-bidang keagamaan, ia meliputi berbagai aspek hidup dan kehidupan manusia.

Menurut Dr. Muhammad Ijazul Khatib dari Universitas Damaskus, tak ada yang lebih
menekankan pentingnya sains dari pada kenyataan bahwa: berbeda dengan bagian
legislatif yang hanya 250 ayat saja, sedangkan 750 ayat Al-Qur’an –hampir
seperdelapannya- menegur orang-orang mukmin untuk mempelajari alam semesta,
untuk berfikir, untuk menggunakan penalaran yang sebaik-baiknya, untuk
menjadikan kegiatan ilmiah ini sebagai bagian dari kehidupan umat.

Sekarang banyak ditemukan orang yang mencoba menafsirkan beberapa ayat Al-
Qur’andalam sorotan ilmiah modern. Dengan tujuan untuk menunjukkan mu’jizat Al-
Qur’an dalam lapangan keilmuan untuk meyakinkan orang-orang non-muslim akan
keagungan dan keunikan Al-Qur’an, dan untuk menjadikan kaum muslimin bangga
memiliki kitab seperti itu.

Pandangan mengenai Al-Qur’an sebagai sumber ilmu pengetahuan bukanlah


merupakan sesuatu yang baru, karena banyak ulama besar kaum muslimin yang
berpandangan demikian.

Dari keterangan diatas, para ulama berkeyakinan bahwa Al-Qur’an merupakan kitab
petunjuk bagi kemajuan manusia, dan mencakup apa yang diperlukan manusia dalam
wilayah iman dan amal. Al-Quran juga mengandung rujukan-rujukan pada sebagian
fenomena alam.
Fungsi dan tujuan Al-Qur’an

Al-Quran sebagai kitab suci umat Islam merupakan kumpulan firman Allah yang
diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW yang mengandung petunjuk-petunjuk
bagi umat manusia. Menurut Dr. M. Quraish Shihab dalam “wawasan Al-Qur’an
menyebutkan delapan tujuan diturunkannya Al-Qur’an:

a.Untuk menbersihkan dan menyucikan jiwa dari segala bentuk syirik serta
mementapkan keyakinan tentang keesaan yang sempurna bagi tuhan semesta alam.

b.Untuk mengajarkan kemanusiaan yang adil dan beradab, yakni bahwa umat
manusia merupakan umat yang seharusnya dapat bekerja sama dalam pengapdian
kepada Allah dan pelaksanaan tugas kekhalifahan.

c.Untuk menciptakan perstuan dan kesatuan.

d.Untuk mengajak manusia berfikir dan bekerja sama dalam bidang kehidupan
bermasyarakat dan bernegara.

e.Untuk membasmi kemiskinan material dan spiritual, kebodohan, penyakit dan


penderitaan hidup,serta pemerasan manusia atas manusia dalam bidang sosial,
ekonomi, politik, dan juga agama.

f.Untuk memadukan kebenaran dan keadilan dengan rahmat dan kasih sayang.

g.Untuk memberikan jalan tengah antara falsafah monopoli kapitalisme dengan


falsafah kolektif komunisme, menciptakan ummatan wasathan yang menyeru kepada
kebaikan dan mencegah kemungkaran.

h.Untuk menekankan peranan ilmu dan teknologi, guna menciptakan suatu peradaban
yang sejalan dengan jati diri manusia dengan panduan dan panduan Nur Ilahi.

Berikut adalah fungsi al-quran menurut nama-namanya:


a.Al-huda (petunjuk). Dalam al-quran terdapat 3 kategori tentang posisi al-quran
sebagai petunjuk. Pertama, petunjuk bagi manusia secara umum. Kedua, al-quran
adalah petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa. Ketiga, petunjuk bagi orang-orang
beriman.

b.Al-furqan (pemisah). Dalam al-quran dikatakan bahwa ia adalah ugeran untuk


membedakan dan bahkan memisahkan antara yang hak dan batil.

c.Asy-syifa (obat). Al-quran dikatakan berfungsi sebagai obat bagi penyakit-penyakit


dalam dada. Yang dimaksud penyakit dalam dada adalah penyakit-penyakit
psikologis.

d.Al-mauizhah (nasihat). Al-quran berfungsi sebagai nasihat orang-orang yang


bertakwa.

2.Hadits sebagai sumber hukum Islam

Umat Islam telah sepakat bahwa hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Al-
Qur’an. Dan tidak boleh seorang muslim hanya mencukupkan diri dengan salah satu
dari kedua sumber Islam tersebut. Al-Qur’an dan hadits merupakan dua sumber
hukum Islam yang tetap. Umat Islam tidak mungkin dapat memahami tentang syari’at
Islam dengan benar sesuai dengan tanpa Al-Qur’an dan Hadits. Banyak dari ayat Al-
Qur’an yang menerangkan bahwa hadits merupakan sumber hukum Islam selain Al-
Qur’an yang wajib diikuti. Baik itu dalam hal perintah ataupun larangan. Al-Syatibiy
dalam kaitan ini mengajukan tiga argumen.

Pertama, sunnah merupakan penjabaran dari Al-Qur’an. Secara rasional, sunnah


sebagai penjabaran (bayan) harus menempati posisi lebih rendah dari yang dijabarkan
(mubayyan) yakni Al-Qur’an. Apabila Al-Qur’an sebagai mubayyan tidak ada, maka
hadits sebagai bayyan tidak diperlukan. Akan tetapi jika tidak ada bayyan, maka
mubayyan tidak hilang.

Kedua, Al-Qur’an bersifat qat’iy al-subut, sedangkan sunnah bersifat zanniy al-subut.
Ketiga, secara tekstual terdapat beberapa riwayat yang menunjukkan kedudukan
sunnah setelah Al-Qur’an seprti hadits yang sangat populer mengenai pengutusan
Mu’az Ibn Jabal menjadi hakim di Yaman. Semuanya menunjuka subordinasi sunnah
sebagai dalil terhadap Al-Qur’an.

Berikut uraian sedikit tentang kedudukan hadits sebagai sumber hukum Islam:

Dalil Al-Qur’an
Banyak dari ayat Al-Qur’an yang menerangkan tentang kewajiban untuk dapat
mempercayai dan menerima apa saja yang telah disampaikan oleh Rasul kepada umat
beliau untuk dijadikan sebuah pedoman hidup.
Selain Allah SWT memerintahkan agar umatnya percaya kepada Rasul juga dapat
menaati semua perintah atau peraturan yang telah ditetapkan atau dibawa oleh beliau.
Taat kepada Rasul sama denga taat kepada Allah. Sebagaimana firman Allah QS. Al-
‘Imran:32 yang berbunyi:

َ‫قُلْ أَ ِطيعُوا هَّللا َ َوال َّرسُو َل فَإِ ْن ت ََولَّوْ ا فَإِ َّن هَّللا َ ال يُ ِحبُّ ْالكَافِ ِرين‬

Artinya: “"Katakanlah: 'Taatilah Allah dan Rasul-Nya; Jika kamu berpaling, maka
sesungguhnya, Allah tidak menyukai orang-orang kafir'." – (QS. Al- ‘Imran 3:32)

Dari banyaknya ayat Al-Qur’an ini membuktikan bahwa dimana setiap ada perintah
taat kepada Allah, pasti ada perintah taat kepada Rasul. Demikian pula mengenai
ancaman. Ini menunjukkan betapa pentingnya kedudukan dalam penetapan untuk taat
kepada semua yang diperintah Rasulullah SAW.

Dalil al-hadits
Dalam salah satu pesan Rasulullah SAW. Berkenaan dengan keharusan menjadikan
hadits sebagai pedoman hidup, disamping Al-Qur;an sebagai pedoman utamanya,
beliau bersabda:
‫ وقال صلى هللا عليه وسلم‬:

‫تركت فيكم امرين لن تضلوا ما تمسكتم بهما كتاب هللا وسنة النبيه صلى هللا عليه وسلم (روه مالك في موطأ‬
Artinya:
Rasulullah SAW bersabda: “Telah ku tinggalkan kepada kalian dua perkara, kalian
tidak akan tersesat selama berpegang teguh denga dua perkara ini, yaitu Kitab Allah
(Alqur’an) dan Sunnah Nabi SAW (Al-Hadist)
Masih banyak lagi hadits-hadits yang menerangkan tentang pedoman hidup maupun
penetapan hukum. Hadits-hadits tersebut menunjukkan terhadap kita bahwa
berpegang teguh kepada hadits sebagai pedoman hidup iitu wajib, sebagaimana wajib
pada Al-Qur’an.

Kesepakatan ulama (ijma’)


Ada beberapa peristiwa yang menunjukan adanya kesepakatan menggunakan hadits
sebagai sumber hukum Islam, antara lain:
1.Ketika abu bakar di baiat menjadi kholifah, ia pernah berkata “saya tidak
meninggalkan sedikitpun sesuatu yang diamalkan/dilaksanakan oleh Rasulullah,
sesungguhnya saya takut tersesat bila meninggalkan perintahnya”.
2.Saat umar berada di hajar aswad ia berkata: “saya tahu bahwa engkau adalah batu.
Seandainya saya tidak melihat Rasulullah menciummu, saya tidak akan
menciummu”.
3.Diceritakan dari Sa’i bin Musayyab bahwa ‘usman bin ‘affan berkata: ”saya duduk
sebagaimana duduknya Rasulullah, saya makan sebagaimana makannya Rasulullah
dan saya sholat sebagaimana Sholatnya Rasulullah

Hadits atau sunnah sebagai sumber hukum Islam tidak hanya untuk kaitannya dalam
hal ibadah, akan tetapi juga dalam masalah masyarakat sosial. Eksistensi sunnah atau
hadits dapat sumber hukum Islam dapat dilihat dari beberapa argumen Al-Qur’an,
ijma’ maupun argumen rasional.

Ketika timbul gerakan hadits pada paruh kedua abad hijriyah sunnah diekspresikan
sebagai hadits, sehingga pada tahap berikutnya hadits identik dengan sunnah. Namun
jalaluddin Rahmat membantah bahwa yang pertama kali beredar dikalangan umat
Islam untuk menunjuk pada Nabi adalah hadits bukanlah sunnah.
Kondisi kemudian berubah setelah dua khalifah mengadakan gerakan “penghilangan”
hadits yang kemudian melahirkan keenggangan para sahabat menuliskan hadits. Ini
mengakibatkan hilangnya sebagian besar hadits dan adanya kesempatan untuk
pealsuan hadits yang mengakibatkan merebaknya periwayatan dalam makna (riwayat
bial ma’na). Dan karena orang hanya menerima hadits lewat lisan, maka ketika
menyampaikannyapun hanya menyampaikan maknanya, sehingga dalam periwayatan
hadits dapat berubah-ubah. Mengingat makna redaksi hadits itu berkembang sesuai
orang yang meriwayatkannya. Dan inilah yang menimbulkan banyaknya perbedaan
pendapat dalam penafsiran hadits. Kemudian memunculkan ra’y atau oleh Rahman
diidentifikasi sebagai sunnah. yangmana orang lebih cenderung mencari petunjuk
pada ra’y karena hilangnya sejumlah hadits akibat perbedaan pendapat.

Ketika terjadi suasana yang tidak ada acuan universal, maka munculah gerakan
massif untuk membawa konsep sunnah kedalam konsep hadits. hadits -hadits
kemudian dihidupkan kembali, namun upaya ini mengalami kesulitan yang besar
menyangkut pengujian hadits yang dapat dipertanggungjawabkan validitasnya yang
kemudian dirumuskan kaidah-kaidah kesahihan hadits (‘ulum al-hadits).

Dengan demikian jika ada pernyataan mengenai hadits nabi telah ada sejak awal
perkembangan Islam itu adalah sebuah kenyatan yang tidak dapat diragukan lagi dan
mematahkan pernyataan bahwa hadits adalah produk belakangan. Perkembangan
hadits berjalan pararel dengan praktek para sahabat dan umat. Dalam hal ini hadits
mengalami tahapan yang panjang sebelum ia ditetapkan sebagai sentral keputusan
hukum Islam. Memang dulu pada masa-masa awal sunnah menjadi standar bagi
manifestasi sunnah ideal Nabi, akan tetapi pada masa al-Syafi’iy dan seterusnya
haditslah yang kemudian menjadi manifestasi teladan Nabi.

Tingkatan Hadits
Secara umum tingkatan hadis terbagi ke dalam tiga, yaitu hadits sahih, hadis hasan,
dan hadis dla’if.
a.Hadits Shahih
Hadits shahih yaitu hadis yang (1) para perawinya berkesinambungan; diterima dari
dan oleh perawi yang „adil dan dlabith. Adil artinya memiliki sifat adalah yaitu
muslim, dewasa, sehat

akal, dan tak pernah berbuat dosa. Dlabith yaitu kuat hafalan, cermat, tepat
tanggapan, dan tidak
pelupa. (2) tidak cacat dan (3) tidak bertentangan dengan riwayat lain yang lebih kuat.
Berdasarkan jumlah perawi, hadis sahih ada tiga jenis, yaitu:

1) Hadits Mutawatir
Hadits mutawatir yaitu hadis yang diriwayatkan oleh banyak perawi dan dari banyak
perawi
sampai waktu dituilskannya sehingga, karena banyaknya, tidak memungkinkan
mereka untuk
melakukan kebohongan.

2) Hadits Masyhur
Hadits masyhur yaitu hadis yang pada awalnya diriwayatkan secara seorang-
perseorang tetapi
pada tingkat akhirnya diriwayatkan oleh banyak perawi.
3) Hadits Ahad
Hadits ahad yaitu hadis yang diriwayatkan oleh seorang ke seseorang hingga
ditulisnya.
b.Hadits Hasan
Yaitu hadis yang sanadnya berkesinambungan, disampaikan oleh perawi yang „adil
tetapi kurang
kedhabitannya (kekuatan hafalannya), terbebas dari cacat dan tidak bertentangan
dengan riwayat
yang lebih kuat.
c.Hadits Dha’if
Yaitu hadis yang tidak memenuhi kriteria hadis sahih dan hadis hasan, baik dalam
sanad, rawi,
atau mengandung catat dan bertentangan dengan riwayat yang lebih kuat. Ada
beberapa jenis
hadis dha‟if di antaranya:
1) Hadits Mursal: hadis yang tidak menyebut sahabat dalam rangkaian perawinya.

2) Hadits Munqathi‟: hadis yang sanadnya terputus di tengah, karena ada rawi yang
hilang,atau rawi yang identitasnya tidak dikenal.

3) Hadits Maqlub : hadis yang susunan rawinya terbalik dalam sanadnya, misalnya
seharusnya disebut belakangan disebutkan lebih dahulu, atau terbalik antara sanad
dan matannya.

4) Hadits Munkar: hadis yang matannya tidak dikenal, kecuali dari seorang rawi yang
tidak dapat dipertanggungjawabkan kekuatan hafalannya.

5) Hadits Matruk : hadits yang riwayatkan oleh perawi yang diketahui suka
berbohong, atau
sering salah, atau fasik (berbuat dosa), atau teledor, sedangkan haditsnya hanya
didapat dari perawi ini saja.

Istilah-istilah dalam Hadits


Ada beberapa istilah pokok yang perlu diketahui dalam memahami ilmu tentang
hadits, yaitu lafadz-lafadz khusus yang disepakati maknanya oleh para ahli hadis. Di
antaranya sanad, matan,rawi, dan rijalul hadis.
1) Sanad
Sanad adalah rangkaian para periwayat yang menukilkan isi hadits secara
berkesinambungan dari yang satu kepada yang lain sehingga sampai kepada
periwayat (rawi) terakhir. Dalam contoh di atas yang disebut sanad adalah rangkaian
nama-nama dari Alhamidi sampai Umar bin Khathab ( sebanyak 6 orang ).
2) Matan
Matan adalah isi yang terdapat dalam hadits itu sendiri, baik berupa perkataan,
perbuatan, sifat Nabi, atau tindakan dan perbuatan para sahabat yang dibiarkan oleh
Nabi saw.
3) Rawi
Rawi adalah orang yang menerima suatu hadits dan menyampaikanya kepada yang
lain. Dalam satu hadits biasanya terdapat beberapa orang rawi (disebut ruwat jamak
dari rawi). Dalam contoh di atas rawi-rawinya ada 6 orang yaitu al-Hamidi Abdullah
bin Zubair, Sufyan, Yahya bin Said, Muhammad bin Ibrahim, Alqamah bin Waqash,
dan Umar bin Khathab.

4) Rijalul Hadits
Rijalulhadis adalah orang-orang yang terlibat dalam periwayatan suatu hadits, yaitu
para perawi
hadis itu sendiri. Sahih tidaknya suatu hadis banyak ditentukan oleh rijalulhadits-nya
dari segi
kecermatan dan ketelitianya (dhabit) dan keterpercayaanya. Untuk menentukan
apakah
para perawi itu berkwalitas atau tidak, ada ilmu yang khusus untuk ini, disebut Ilmu
Rijalul Hadits, yaitu ilmu yang mengkaji biografi setiap orang yang terlibat dalam
periwayatan hadis,disebut juga Ilmu Tarikhur Ruwat (Ilmu Sejarah Hidup Para
Perawi).

3.Ijtihad sebagai sumber ajaran Islam setelah Al-Qur’an dan Hadits


Pengertian Ijtihad

Ijtihad memiliki arti kesungguhan, yaitu mengerjakan sesuatu dengan segala


kesungguhan. Ijtihad dari sudut istilah berarti menggunakan seluruh potensi nalar
secara maksimal dan optimal untuk meng-istinbath suatu hukum agama yang
dilakukan oleh seseorang atau sekelompok ulama yang memenuhi persyaratan
tertentu, pada waktu tertentu untuk merumuskan kepastian hukum mengenai suatu
perkara yang tidak ada status hukumnya dalam Al-Qur’an dan sunnah dengan tetap
berpedoman pada dua sumber utama.

Dengan demikian, ijtihad bukan berarti penalaran bebas dalam menggali hukum satu
peristiwa yang dilakukan oleh mujtahid, melainkan tetap berdasar pada Al-Qur’an
dan sunnah. Walaupun ijtihad diperbolehkan untuk dilakukan oleh mujtahid (orang
yang berijtihad) yang memenuhi syarat, namun tidak berarti bahwa ijtihad dapat
dilakukan dalam semua bidang. Ijtihad memiliki ruang lingkup tertentu.

Syaikh Muhammad Salut, misalnya membagi lingkup ijtihad ke dalam dua bagian:

1.Permasalahan yang tidak ada atau tidak jelas ketentuan hukumnya dalam Al-Qur’an
atau hadist Nabi.

2.Ayat-ayat Al-Qur’an tertentu dan hadis tertentu tidak begitu jelas maksudnya yang
mungkin disebabkan oleh makna yang dikandung lebih dari satu sehingga perlu
ditentukan dengan jalan ijtihad untuk mengetahui makna-makna yang sesungguhnya.

Macam-macam Ijtihad

a.Ijmak.

Ijmak berarti menghimpun, mengumpulkan, atau bersatu dalam pendapat, dengan


kata lain ijmak merupakan consensus yang terjadi di kalangan para mujtahid terhadap
suatu masalah sepeninggal Rasulullah SAW. Ahli ushul fikih mengemukakan bahwa
ijmak adalah kesepatan para mujtahid kaum muslimin dalam suatu masa sepeninggal
Rasulullah SAW terhadap suatu hukum syariat mengenai suatu peristiwa. Apabila
terjadi suatu peristiwa yang memerlukan ketentuan hukum yang tidak ditemukan
dalam kedua sumber sebelumnya (Al-Quran dan sunnah) maka para mujtahid
mengemukakan pendapatnya tentang hukum suatu peristiwa dan jika disetujui atau
disepakati oleh para mujtahid lain, kesepakatan itulah yang disebut ijmak.

Ijmak merupakan salah satu sumber hukum Islam yang memiliki posisi kuat dalm
menetapkan hukum dari suatu peristiwa. Bahkan telah diakui luas sebagai sumber
hukum yang menempati posisi ketiga dalam hukum Islam. Sejumlah ayat dan hadits
nabi menjadi pembenaran teologis kekuatan ijmak sebagai sumber hukum dalam
Islam. Pemberian warisan kepada nenek laki-laki (jadd) ketika ia berkumpul dengan
laki-laki orang yang meninggal dunia yang dalam keadaan seperti ini nenek laki-laki
tersebut menggantikan ayah (orang yang meninggal) untuk menerima seperenam dari
harta warisan atau harta peninggalannya merupakan contoh penetapan hukum
berdasarkan ijmak sahabat.

Dalam transaksi jual beli, misalnya istishna’ atau pemesanan barang yang baru akan
dibuat yang seharusnya tidak boleh,karena dinilai sama seperti halnya membeli
barang yang tidak ada, merupakan contoh hukum yang bersumber dari hasil ijmak
sahabat (Hanafi, 1995: 61) Penggunaan ijmak sebagai sumber hukum dalam
menetapkan hukum suatu peristiwa secara historis terjadi pasca wafatnya Nabi SAW.
Selama beliau hidup, setiap peristiwa yang muncul selalu diminta untuk ditetapkan
hukumnya sehingga tidak mungkin terjadi perlawanan hukum terhadap suatu
masalah. Ijmak yang memiliki kehujahan sebagai sumber hukum didasarkan pada
sejumlah argumentasi teologis terutama ayat 59 surah An-nisa’ yang didalamnya
terdapat anjuran untuk taat pada ulil amri setelah taat pada Allah SWT dan Rosul-
Nya. Ulil amri dalam ayat tersebut dipahami sebagai pemegang urusan dalam arti luas
mencakup urusan dunia ( seperti kepala Negara, menteri, legislative, dan lain-lain)
dan pemegang urusan agama seperti para mujtahid, mufti, dan ulama. Karena itu,
apabila ulil amri telah sepakat dalam status hukum suatu urusan maka wajib ditaati,
diikuti, dan dilaksanakan sebagaimana mentaati, mengikuti, dan melaksanakan
perintah Allah SWT dan Rosul-Nya dalam (QS. An-nisa’ [4] : 83 ):

ُ‫ُوا بِ ِه َولَوْ َر ُّدوهُ إِلَى ال َّرسُو ِل َوإِلَى أُوْ لِى االٌّ ْم ِر ِم ْنهُ ْم لَ َعلِ َمه‬
ْ ‫ف أَ َذاع‬
ِ ْ‫َوإِ َذا َجآ َءهُ ْم أَ ْم ٌر ِّمنَ االٌّ ْم ِن أَ ِو ْالخَ و‬

ً‫الَّ ِذينَ يَ ْستَ ْنبِطُونَهُ ِم ْنهُ ْم َولَوْ الَ فَضْ ُل هَّللا ِ َعلَ ْي ُك ْم َو َرحْ َمتُهُ الَتَّبَ ْعتُ ُم ال َّش ْيطَـنَ إِالَّ قَلِيال‬

Artinya: Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun
ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada
Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui
kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau
tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut
syaitan, kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu). (QS. An-nisa’ 4: 83)

Argumentasi yang kedua yang dijadikan pembenaran kehujahan ijmak sebagai


sumber hukum Islam adalah sejumlah hadis Nabi SAW yang menjelaskan
terpeliharanya umat Islam dari bersepakat membuat kesalahan dan kesesatan separti
hadis Nabi SAW yang diriwayatkan Ibnu Majah, yang mengatakan : “umatku tidak
sepakat untuk membuat kekeliruan.” Hal ini berarti bahwa kesepakatan yang telah
dicapai oeh para mujtahid memiliki kehujahan yang kuat sebagai sumber hukum
dalam Islam dan wajib diikuti oleh umat Islam pada umumnya.

b.Qiyas

Secara harfiah berarti analogi atau mengumpamakan. Adapun menurut pengertian


para ahli fikih, qiyas adalah menetapkan hukum tentang sesuatu yang belum ada nash
atau dalilnya yang tegas, dengan sesuatu hukum yang sudah ada nash atau dalilnya
yang didasarkan atas persamaan illat antara keduanya. Misalnya, menetapkan
haramnya minuman bir yang tidak ada dalilnya dalam Al-Qur’an dengan khamar
yang ada hukumnya di dalam Al-Quran. Menyamakan atau menganalogikan bir
dengan khamar ini didasarkan pada adanya persamaan illat antara keduanya, yaitu
memabukkan.
c.Al-mashlahat al-mursalah

Secara harfiah berarti sesuatu yang membawa kebaikan bagi orang banyak. Adapun
menurut para ahli hukum Islam, Al-mashlahat al-mursalah adalah sesuatu yang
didalamnya mengandung kebaikan bagi masyarakat, sehingga walaupun pada masa
lalu hal tersebut tidak diberlakukan, namun dalam keadaan masyarakat yang sudah
makin berkembang, keadaan tersebut dianggap perlu dilakukan. Misalnya,
pembukuan Al-quran dalam bentuk mushaf seperti yang ada sekarang perlu
dilakukan, mengingat jumlah para penghafal Al-Quran makin sedikit karena
meninggal dunia, serta pertentangan dalam membaca Al-Quran sering terjadi.

d.Urf

Secara harfiah berarti sesuatu yang berlaku atau yang sudah dibiasakan. Adapun
menurut para ahli hukum Islam, ‘urf adalah sesuatu yang berlaku dimasyarakat atau
tradisi yang mengandung nilai-nilai kebaikan bagi masyarakat. Contonya kebiasaan
merayakan hari raya yang pada zaman sebelum Islam, namun dinilai mengandung
kebaikan, maka tetap dilanjutkan.

e.Istihsan

Secara harfiah berarti memandang sesuatu sebagai yang baik. Menurut Islam, istihsan
artinya segala sesuatu yang dipandang manusia pada umumnya sebagai hal yang baik,
dan tidak bertentangan dengan al-Quran dan sunnah. Penggunaan istihsan ini antara
lain didasarkan pada sabda Rasulullah SAW : Artrinya : “segala sesuatu yang dinilai
oleh kaum muslimin sebagai sesuatu yang baik, maka yang demikian itu disisi Allah
dipandang sebagai hal yang baik.”

f.Qaul al-shahabat

Secara harfiah berarti ucapan sahabat. Dalam pengertian umum, Qaul al-shahabat
adalah pendapat, pandangan, pikiran, dan perbuatan para sahabat yang sejalan
denganAl-Quran dan sunnah. Penggunaan Qaul al-shahabat sebagai dasar hukum,
mengingat para sahabat selain sebagai orang yang dekat, bergaul dan ikut berjuang
dengan Rasulullah SAW, juga memang memiliki pemikiran, gagasan, dan karya-
karya yang layak untuk dijadikan bahan renungan dan pertimbangan dalam
mengembangkan ajaran Islam pada masa selanjutnya.

g.Syar’un man qablana

Secara harfiah berarti agama sebelum kita. Dalam pengertian yang lazim, Syar’un
man qablana adlah ajaran yang terdapat didalam agama yang diturunkan Tuhan
sebelum Islam yang terdapat di dalam kitab Zabur, Taurat, Injil yang masih asli yang
tidak bertentangan dan masih sesuai dengan kebutuhan zaman. Di dalam kitab Taurat
yang ditinggalkan Nabi Musa misalnya terdapat ajaran mengesakan Tuhan, larangan
menyekutukan-Nya, memuliakan kedua orang tua, memiliki kepedulian terhadap
kerabat, orang miskin, ibnu sabil, bersikap boros, membunuh anak, berbuat zina,
memakan harta anak yatim, mengurangi timbangan, menjadi saksi palsu, dan
larangan bersikap sombong. Ajaran yang dibawa Nabi Musa ini terus dilanjutkan oleh
Nabi Muhammad SAW, sebagaimana terdapat dalam QS. Bani Israil (17) ayat 23
sampai dengan ayat 37. Ajaran yang pernah berlaku pada zaman Nabi Musa itu,
masih tetap diberlakukan dimasa sekarang, karena masih dianggap cocok dan
dibutuhkan untuk zaman sekarang dan yang akan datang.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Dari pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa sumber ajaran islam ada tiga
macam, yaitu Al-qur’an, hadits dan ijtihad. Al-qur’an sebagai sumber hukum Islam
yang pertama yaitu Al-qu’an berisi tentang semua kehidupan yang ada di alam,
perintah, akidah dan kepercayaan, akhlak yang murni, mengenai syari’at dan hukum
dan sebagai petunjuk umat Islam. Sedangkan Hadits itu sebagai sumber ajaran islam
karena dalam Dalil al-qur’an mengajarkan kita untuk mempercayai dan menerima apa
yang telah disampaikan oleh Rasul untu dijadikan sebagai pedoman hidup. Selain itu
dalam hadits juga terdapat pertnyataan bahwa berpedoman pada hadits itu wajib,
bahkan juga terdapat dalam salah satu pesan Rasulullah berkenaan menjadikan hadist
sebagai pedoman hidup setelah Al-qur’an sebagai sumber yang pertama. Ijtihad
sebagai sumber ajaran karena melalui konsep ijtihad, setiap peristiwa baru akan
didapatkan ketentuan hukumnya Dari pemaparan makalah kami tersebut kita tahu
bahwa sumber ajaran islam sangat penting sebagai pedoman hidup,untuk itu
hendaknya apabila kita melenceng dari salah satu sumber ajaran tersebut, maka akan
menjadikan hal yang fatal.

Saran

Alqur’an, Alhadits adalah sumber hukum Islam begitu juga dengan ijtihad, Oleh
karenanya diharapkan dan diharuskan agar semua umat Islam menjadikan ketiganya
sebagai pedoman hidup dan dasar hukum dalam Islam.

DAFTAR PUSTAKA

Afrozi,Agus Salim.2015. Bahan Ajar Pendidikan Agama Islam. Tangerang: Prodi


Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Pamulang

Ahmad Maulidin dkk.2013. Makalah Sumber-sumber Ajaran Islam. Semarang:


Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Wali Songo

docs.google.com/document/d/15g-
FHTwQi9AVl13Inmn04z12vZYSyoruskn8mxrbh2o/preview?pli=1 [14 Desember
2015]

Anda mungkin juga menyukai