Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

STUDI AL-QUR’AN
Dosen: Fathul Hidayat, S.Pd

Disusun oleh:

1. Fitroh
2. Lathifah Nur Hidayah
3. Syafira Reza Azzahro
4. Ulfa Hani’ah
5. Ndary Nur Hasanah

SEKOLAH TINGGI MULIA ASTUTI


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
WONOGIRI 2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Al-Qur’an merupakan kitab suci yang menempati posisi sentral, bukan hanya dalam
perkembangan dan pengembangan ilmu – ilmu Islam namun juga merupakan inspirator, pemandu
gerakan – gerakan umat Islam sepanjang sejarah. Al-Qur’an bukan sekedar berisi petunjuk tentang
hubungan manusia dengan Allah, tetapi juga mengatur hubungan manusia dengan sesama manusia,
serta manusia dengan alam sekitarnya. Untuk memahami ajaran Islam secara sempurna (kaffah),
diperlukan pemahaman terhadap kandungan Al-Qur’an dan mengamalkannya dalam kehidupan
sehari- hari secara sungguh-sungguh dan konsisten.
Dasar dari ajaran Islam yang mengandung serangkaian pengetahuan tentang akidah, pokok –
pokok akhlak dan perbuatan dapat dijumpai dalam sumbernya yang asli di dalam ayat–ayat Al-
Qur’an. Al-Qur’an adalah kitab agung yang memiliki nilai sastra tinggi. Meskipun diturunkan kepada
bangsa Arab yang lima belas abad lalu terkenal dengan jiwa yang kasar, Al-Qur’an mampu
meruntuhkan dominasi sya’ir–sya’ir Sastrawan Arab, hingga tidak berdaya di hadapan Al-Qur’an.
Kitab suci Al-Qur’an sebagai pedoman umat Islam harus dipahami dengan benar. Hasbi Ash-Shidieqi
menyatakan untuk dapat memahami Al-Qu’ran dengan sempurna, bahkan untuk menerjemahkannya
sekalipun, diperlukan sejumlah ilmu pengetahuan, yang disebut Ulumul Qur’an.

1.2. Tujuan Penulisan


Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Memenuhi tugas mata kuliah Metodologi Studi Islam.
2. Mengetahui definisi dan sejarah Ulumul Al-Qur’an.
3. Mengetahui pengertian Nuzulul Qur’an.
4. Mengetahui perbedaan Makiyyah dan Madaniyyah.
5. Memahami penjelasan Naskh dan Mansukh.

1.3. Rumusan Masalah


Adapun masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana definisi dan sejarah Ulumul Qur’an?
2. Apa pengertian Nuzulul Qur’an?
3. Apa perbedaan Makiyyah dan Madaniyyah?
4. Apa pengertian Naskh dan Mansukh?

BAB II
KAJIAN ISI

I. PENGERTIAN ULUMUL QUR’AN


Studi Al-Qur’an biasa diartikan dengan kajian-kajian yang berkaitan dengan Al-Qur’an.
Dalam bahasa Arab, kegiatan demikian itu biasa disebut dengan “Ulum Al-Qur’an”. Kata
“Ulum Al-Qur’an ” adalah bentuk idhafi. Ulum Al-Qur’an terdiri dari dua kata “ulum”
bentuk jamak dari kata “ilm”. Ilmu berarti paham yang mengandung makna persoalan yang
beraneka ragam yang disusun secara ilmiah. Untuk mengungkap pengertian Ulum Al-
Qur’an, hendaknya kita terlebih dahulu memahami pengertian dua kata tersebut secara
terpisah, baik dari sisi etimologi dan terminologinya, kemudian dilanjutkan dengan
pengertian Ulum Al-Qur’an secara utuh.
A. Pengertian ‘Ulum
1. Secara Etimologi
Kata “ulum‟ dalam bahasa Arab adalah bentuk jamak dari kata‫‘( علم‬ilm), yang
merupakan bentuk masdar dari kata ‫يعلم‬-‫علم‬. Secara etimologi arti kata ‫ علم‬atau ilmu
adalah semakna dengan kata ‫ الفهم المعرف@@@ة‬yang yang artinya “pemahaman dan
pengetahuan”. Dan pada pendapat yang lain kata ilmu juga diartikan dengan kata ‫الجزم‬
(yang pasti), artinya suatu kepastian yang penjelasannya dapat diterima akal.
Berdasarkan pengertian ilmu tersebut maka dapat ditarik sebuah pengertian bahwa arti
kata “ulum” (sebagai jamak dari kata ilmu) secara etimologi adalah berarti kumpulan
dari beberapa ilmu.
2. Secara Terminologi
Pengertian ilmu secara terminologi cukup beragam sekali. Dalam konteks sebagai
disiplin ilmu, Abu Syahbah menjelaskan bahwa suatu ilmu juga berarti sejumlah
materi pembahasan yang dibatasi kesatuan tema atau tujuan. Maksudnya sebuah ilmu
itu juga harus memiliki kesatuan pembahasan yang jelas dan tujuan tertentu. Dapat
disimpulkan bahwa pengertian kata ‘ulum sebagai jamak dari kata ilmu adalah berarti
kumpulan dari sejumlah pengetahuan ilmiah yang membahas sejumlah materi yang
dibatasi kesatuan tema atau tujuan tertentu.

B. Pengertian Al-Qur’an
1. Secara Etimologi
Qara’a artinya adalah menyatukan dan menggabungkan. Al qira’ah artinya adalah
menggabungkan huruf-huruf dan kata-kata satu sama lain saat membaca. Al Qur’an
pada dasarnya sama seperti kata Al Qira’ah bentuk Masdar dari qara’a-qiraatan-
qur’anan.
2. Secara Terminologi
Al Qur’an secara istilah adalah “Kalamullah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW. Melalui malaikat Jibril dan membacanya adalah ibadah.

C. Definisi Ulumul Qur’an (Studi Al-Qur’an)


1. Pendapat Ulama
a. Az-Zarqani: Beberapa pembahasan yang berhubungan dengan Al-Qur’an dari
segi turunnya, urut-urutannya, pengumpulannya, penulisannya, bacaannya,
penafsirannya, kemukjizatannya, nasikh dan mansukh, penolakan terhadap hal-
hal yang bisa menimbulkan keraguan terhadapnya, dan sebagainya.
b. Manna al-Qattan mendefinisikannya sebagai berikut: ilmu yang mmbahas hal-
hal yang berhubungan dengan al-Qur’an dari segi pengetahuan tentang sebab-
sebab turunnya, pengumpulan dan urutan-urutannya, pengetahuan tentang makki
dan madani, nasikh dan mansukh, muhkam dan mutasyabih dan hal-hal lain yang
ada hubungannya dengan Al-Qur’an.
Dengan demikian, dari kedua definisi diatas dapat disimpulkan, ‘ulumul Qur’an
(Studi al-Qur’an) adalah sekumpulan ilmu yang membahas mengenai al-Qur’an, baik apa
yang ada didalam al-Qur’an itu sendiri, maupun yang ada disekitarnya.

II. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN STUDI AL-QUR’AN (‘ULUMUL QUR’AN)


A. Masa Rasulullah Saw adalah embrio awal ‘Ulumul Quran, pada masa ini para
sahabat mengenal berbagai macam ilmu yang berkaitan dengan Al-Qur’an, seperti
Asbabun Nuzul, Makki Madani, dan Nasikh-Mansukh. Segala persoalan yang
muncul berkenaan dengan Al-Qur’an, langsung dijawab oleh Nabi, Saw.
B. Masa Khulafa’ur Rasyidin. Pada masa Khulafa’ur Rasyidin, tahapan perkembangan
awal (embrio) ulumul Quran mulai berkembang pesat, diantaranya dengan
kebijakan-kebijakan para khalifah sebagaimana berikut :
1. Khalifah Abu Bakar RA. Dengan kebijakan pengumpulan /penulisan Al-Quran
yang pertama diusulkan oleh Umar bin Khathab dan dipimpin oleh Zaid bin
Tsabit.
2. Kekhalifahan Usman RA. Dengan kebijakan menyatukan kaum muslimin pada
satu mushaf, dan mushaf itu disebut mushaf Imam. Salinan-salinan mushaf ini
juga dikirimkan ke beberapa propinsi. Penulisan mushaf tersebut dinamakan ar-
Rasmul 'Usmani yaitu dinisbahkan kepada Sahabat Usman, dan ini dianggap
sebagai permulaan dari ilmu Rasmil Qur'an.
3. Kekhalifahan Ali RA. Dengan kebijakan perintahnya kepada Abu 'Aswad Ad-
Du'ali meletakkan kaidah-kaidah nahwu, cara pengucapan yang tepat dan baku
dan memberikan ketentuan harakat pada qur'an. ini juga disebut sebagai
permulaan Ilmu I'rabil Qur'an.
C. Masa Sahabat dan Tabi'in Para sahabat senantiasa melanjutkan usaha mereka dalam
menyampaikan makna-makna Al-Qur'an dan penafsiran ayat-ayat yang berbeda
diantara mereka, sesuai dengan kemampuan mereka yang berbeda-beda dalam
memahami dan karena adanya perbedaan lama dan tidaknya mereka hidup bersama
Rasulullah SAW, hal demikian diteruskan oleh murid-murid mereka , yaitu para
tabi'in.
D. Masa Pembukuan/Tadwin Perkembangan selanjutnya dalam ulumul quran adalah
masa pembukuan , yang juga melewati beberapa perkembangan sebagai berikut : a)
PembukuanTafsir Al-Qur’an menurut riwayat dari Hadits, Sahabat dan Tabi'in; b)
Pembukuan tafsir berdasarkan susunan ayat; c) Munculnya pembahasan cabang-
cabang ‘ulumul Quran selain tafsir.
E. Masa Kontemporer Sebagaimana pada periode sebelumnya, perkembangan ulumul
Quran pada masa kontemporer ini juga berlanjut seputar penulisan sebuah metode
atau cabang ilmu Al-Quran secara khusus dan terpisah, sebagaimana ada pula yang
kembali membali Menyusun.
III. WAHYU
A. Definisi Wahyu
Wahyu adalah bentuk Masdar. Asal usul makna ini menunnjukkan dua makna
asli, yaitu rahasia dan cepat. Wahyu secara etimologi mencakup makna berikut:
1. Pemberitauan atau petunjuk untuk manusia yang bersifat fitrah, seperti ilham
yang disampaikan kepada ibu Musa dalam QS. Al-Qashash:7.
2. Petunjuk untuk hewan yang bersifat naluri,, seperti ilham untuk lebah dalam
QS.An Nahl:68.
3. Isyarat cepat dalam bentuk simblo dan isyarat, seperti isyarat yang disampaikan
Zakariya sebagaimana dalam QS. Maryam:11.
4. Bisikan dan bisikan setan yang menghiasi keburukan didalam jiwa manusia, Allah
berfirman dalam QS.Al-An’an:121.
5. Wahyu yang disampaikan Allah kepada malaikat-malaikat-Nya terkait suatu
perintah yang harus mereka laksanakan. Allah berfirman dalam QS. Al Anfal:12.
Adapun wahyu kepada Nabi adalah Kalam Allah yang diturunkan kepada salah
seorang Nabi-Nya.
B. Tata Cara Allah Menyampaikan Wahyu Pada Malaikat-Malaikat-Nya
Para ulama berbeda pendapat terkait tata cara Allah mewahyukan Al-Qur’an
kepada Jibril :
1. Jibril menerima Al Qur’an dari Allah melalui pendengaran dengan lafal khusus.
Pendapat ini adalah pendapat yang tepat. Sejumlah ayat menisbatkan Al-Qur’an
Al-Qur’an kepada Allah, seperti dalah firman Allah,
“Dana jika diantara kaum musyrikin ada yang meminta perlindungan kepadamu,
maka lindungilah agar dia dapat mendengar firman Allah..” (QS. At Taubah:6)
Dengan demikian, jelas bahwa Al-Qur’an adalah Kalam Allah dengan lafadz-
lafadz-Nya, bukan kalam Jibril ataupun Nabi Muhammad.
2. Jibril menghafal Al Qur’an dari Lauhul Mahfuzh.
Pendapat kedua tidak perlu dipertimbangkan karena keberadaan Al-Qur’an di
Lauhul Mahfudz sama seperti keberadaan seluruh perkara ghaib dimana Al-
Qur’an termasuk salah satunya.
3. Makna Al Qur’an disampaikan kepada Jibril,dan lafal-lafalnya dari Jibril atau dari
Muhammad.
Pendapat ketiga lebih tepat untuk mendefinisikan As-Sunah, karena As-Sunnah
adalah wakyu Alah yang disampaikan kepada Jibril untuk disampaikan kepada
Nabi Muhammad secara makna, lalu Rasulullah menyampaikan wahyu tersebut
dengan kata-kata beliau. Dan Allah berfirman, “Dan tidaklah yang diucapkannya
itu menurut keinginannya. Tidak lain (Al-Qur’an itu) adalah wahyu yang
diwahyukan (kepadanya).” (QS.An Najm : 3-4)
Oleh karena itu, diperbolehkan meriwayatkan As-Sunah secara makna bagi orang
yang mengerti asal tidak merubah makna. Berbeda dengan Al-Qur’an yang tidak
boleh diriwayatkan secara makna.
Diantara karakteristik Al-Qur’an adalah keberadaannya sebagai mukjizat,
qath’iyuts tsubut (sumbernya absolut), membacanya ibadah dan wajib
disampaikan dengan lafadzanya. Sementara hadits Qudsi -menurut pendapat
bahwa hadits Qudsi diturunkan dengan lafadznya- tidak seperti itu.

C. Tata Cara Allah Menyampaikan Wahyu Kepada Para Rasul-Nya


1. Melalui perantara Malaikat Jibril, yaitu Malaikat yang ditugaskan untuk
menyampaikan wahyu.
2. Allah menyampaikan wahyu kepada Rasul-Nya tanpa perantara.

D. Tata Cara Malaikat Menyampaikan Wahyu Kepada Rasul


Malaikat menyampaikan wahyu kepada Rasulullah melalui salah satu dari dua
kondisi berikut:
1. Kondisi pertama wahyu datang kepada Rasulullah seperti bunyi lonceng dan
suara keras yang menggerakkan seluruh unsur perhatian, sehingga jiwa dengan
sepenuh kekuatannya siap menerima pengaruhnya.
2. Kondisi kedua malaikat datang kepada Rasulullah dalam wujud seorang
manusia.

IV. NUZULUL QUR’AN


Allah menurunkan Al-Qur’an kepada Rasulullah untuk menuntun umat manusia,
sehingga turunnya Al-Qur’an merupakan peristiwa besar yang mengisyaratkan
kedudukannya bagi para penghuni langit dan bumi. Menurut para ulama, Al-Qur’an
diturunkan dua kali :
A. Turunnya Al-Qur’an sekaligus.
(Q.S Al Baqarah : 1885)
Maksud dari ayat ini adalah turunnya Al-Qur’an sekaligus dari lauhul mahfudz ke
Baitul Izzah pada malam Lailatul Qadar.
B. Turunnya Al-Qur’an berangsur-angsur.
(Q.S Asy Syu’ara: 192-195)
Al-Qur’an turun secara berangsur-angsur kepada Rasulullah selama 23 tahun, dengan
rincian : 13 tahun di Makkah dan 10 tahun di Madinah.

Hikmah diturunkannya Al-Qur’an secara berangsur-angsur;


1. Meneguhkan hati Rasulullah
2. Sebagai tantangan dan mukjizat.
3. Agar mudah dihafal dan difahami.
4. Sejalan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi dan perlahan-lahan dalan
memberlakukan syari’at.
5. Sebagai bukti yang tidak terbantahkan bahwa Al-Qur’an diturunkan dari Allah
yang Maha Bijaksana.

V. MAKIYYAH DAN MADANIYYAH


A. Pengertian
1. Makiyyah
Makiyyah adalah ayat-ayat yang turun di Makkah.
Ayat makiyyah turun dalam bentuk teguran, peringatan, serta seruan kepada
Tauhid Uluhiyah dan Rububiyyah.
2. Madaniyyah
Madaniyyah adalah ayat yang turun di Madinah.
Ayat Madaniyyah membahas hukum-hukum dan hudud. Berisi tentang syari’at
dan muamalah.
B. Perbedaan
1. Pendapat pertama: didasarkan waktu turunnya ayat atau surah.
Makiyyah adalah ayat atau surah yang turun sebelum hijrah, meskipun turunnya
diluar Makkah.
Madaniyyah adalah ayat atau surah yang turun setelah hijrah, meskipun turunnya
diluar Madinah.
2. Pendapat kedua: didasarkan pada tempat turunnya ayat atau surah.
Makiyyah Adala ayat atau surah yang turun di Makkah dan sekitarnya, seperti
Mina, Arafah, dan Hudaibiyah.
Madaniyyah adalah ayat atau surah yang turun di Madinah dan sekitarnya,
seperti Uhud, Quba, dan Sila’.
3. Pendapat ketiga: didasarkan pertimbangan lawan bicara.
Makiyyah adalah ayat yang topik pembicaraannya ditujukan kepada penduduk
Makkah.
Madaniyyah adalah ayat yang topik pembicaraannya ditujukan kepada orang-
oraang Madinah. Berdasarkan pendapat ini, firman Allah di dalam Al-Qur’an
yang diawali dengan kalimat, “Wahai manusia..” adalah ayat Makiyyah,
sementara ayat yang diawali dengan “Wahai orang-orang yang beriman…”
adalah ayat Madaniyyah.

VI. NASIKH MANSUKH


A. Pengertian
Secara etimologi artinya menghilangkan ,seperti perkataan nasakhat asy syamsu
adh dhilla artinya matahari menghilangkan kegelapan
Menurut terminologi, naskh adalah menghapus hukum syar’i dengan khoitab
syar’i sedangkan lafal nasikh (yang menghapus hukum syar’i) disebut untuk Allah
SWT sebagaimana dalam firmanNya dalam Surat Al Baqarah 106

‫َم ا َنْنَس ْخ ِم ْن ٰا َيٍة َاْو ُنْنِسَها َنْأِت ِبَخْيٍر ِّم ْنَهٓا َاْو ِم ْثِلَهاۗ َاَلْم َتْع َلْم َاَّن َهّٰللا َع ٰل ى ُك ِّل َش ْي ٍء َقِد ْيٌر‬
Terjemahan:
“Ayat yang Kami batalkan atau Kami hilangkan dari ingatan, pasti Kami ganti
dengan yang lebih baik atau yang sebanding dengannya. Tidakkah kamu tahu
bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu?”
Mansukh adalah hukum yang dihapuskan. Contohnya adalah ayat waris dan hukum
hukum yang terdapat di dalamnya menghapus hukum wasiat untuk kedua orang tua
dan kerabat.

B. Syarat-Syarat
1. Hukum yang dihapus adalah hukum syar’i
2. Dalil yang menghapus hukum adalah khitab syar’i yang turun belakangan setelah
khitab yang hukumnya dihapus.
3. Khitab yang hukumnya dihapus tidak didibatasi jangka waktu tertentu.
Jika dibatasi oleh jangka waktu tertentu berarti hukum tersebut berakhir seiring
berakhirnya waktu. Dan ini tidak dianggap naskh.

C. Cara Mengetahui
1. Dalil yang tegas dari Nabi SAW atau seorang shahabat,seperti hadits ,”Aku dulu
melarang kalian berziarah kubur. Ketahuilah !Berziarahlah kubur.”(HR Hakim)
2. Ijma’ umat bahwa ini nasikh dan yang itu mansukh.
3. Mengetahui mana khitab yang turun terlebih dahulu dan mana yang turun belakangan
menurut urutan waktu.

D. Macam-macam Naskh
1. Me-nasakh Al Qur’an dengan Al Qur’an.
2. Me-nasakh Al Qur’an dengan As Sunnah.
3. Me-nasakh As Sunnah dengan Al Qur’an.
4. Me-nasakh As Sunnah dengan As Sunnah.

E. Macam-macam Naskh di dalam Al Qura’an


1. Me-nasakh bacaan dan hukum bacaan secara bersamaan.
2. Me-nasakh hukum tapi bacaan masih ada.
3. Me-nasakh bacaan namun hukumnya tetap ada.

F. Hikmah adanya Naskh dan Mansukh


1. Menjaga kemaslahan kemaslahatan para hamba.
2. Perkembangan tatanan syari’at ketingkat sempurna sesuai dengan perkembangan dakwah
dan kondisi manusia.
3. Sebagai ujian bagi mukallaf (yang di bebani tanggung jawab-manusia) apakah mau
menjalankan atau tidak
4. Bertujuan untuk memberi kebaikan kepada umat manusia (kaum muslimin)dan
meringankan beban mereka.
BAB III
PENUTUPAN

Studi Al-Qur’an adalah ilmu yang membahas tentang segala sesuatu yang ada kaitannya
dengan Al-Qur’an. Al-Qur’an adalah Kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
shalallahu alaihi wasallam melalui perantara malaikat Jibril dan membacanya adalah ibadah.
Menurut para ulama, Al-Qur’an diturunkan dengan dua fase yaitu diturunkannya Al Qur’an
sekaligus (dari lauhul mahfuzh ke Baitul Izzah), dan di turunkan secara berangsur-angsur kepada
Rasulullah selama 23 tahun. Al-Qur’an sebagai kitab suci umat Islam yang berlaku sepanjang
zaman tidak akan pernah habis dan selesai untuk dibahas.
Di dalam Al-Qur’an terdapat ayat-ayat Makiyyah dan Madaniyah, serta ayat-ayat naskh
mansukh. Sebagaimana yang telah dibahas dalam makalah ini.
REFERENSI

Al-Qatthan, Manna’. 2016. Mabahits fi Ulumil Qur’an. Ummul Quro. Jakarta.

Anggara, Windu. STUDY AL – QUR’AN (‘ULUMUL AL-QUR’AN). Diakses pada 23 November


2023. https://scholar.google.com/scholar?
hl=id&as_sdt=0%2C5&q=makalah+studi+quran&btnG=#d=gs_qabs&t=1700834650824&u=%23p
%3DppZuSni-0MkJ

Anda mungkin juga menyukai