Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Betapa pun awamnya seorang muslim/muslimat, niscaya is tahu dan memang
memang harus tahu bahwa sumber utama dan pertama ajaran agama yang dianutnya
(Islam) ialah al-Qur’an al-Karim. Baru kemudian didikuti dengan al-Hadsits/al-
Sunnah sebagai sumber penting kedua agama Islam. Beberapa hari menjelang
wafatnya, Nabi Muhammad SAW berwasiat kepada umatnya supaya berpegang teguh
dengan kedua sumber ajaran Islam tersebut (al-Qur’an dan al-Sunnah).
Mempelajari buku-buku keagamaan yang lain semisal kalam, fiqih, dan
khususnya hadits juga penting, tetapi betapa pun banyaknya buku-buku keagamaan
dan keislaman yang tumbuh dan berkembang dewasa ini, semangat untuk
mempelajari ilmu-ilmu al-Qur’an janganlah diabaikan. Inilah beberapa pokok pikiran
yang menjadi dasar utama bagi penulis.

B. Rumusan Masalah

1. Menjelaskan pengertian Ulumul quran


2. Menjelaskan ruang lingkup dan objek ulumul quran
3. Mmenjelaskan sejarah perkembangan ulumul quran

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan kami dalam menyusun makalah ini adalah disamping untuk
memenuhi tugas dalam perkuliahan juga agar kami khususnya dan semua mahasiswa
pada umumnya mampu memahami Ulumul quran dan perkembangannya.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ulumul Quran


Kata ulum Qur’an tersusun dari dua kata secara idhofi, yaitu terdiri
dari mudhof dan mudhof ilaih, kata ulum diidhofahkan pada al-Qur’an. Dari dua
unsur kata tersebut maka didapat makna ulum dan al-Qur’an dan menjadi kalimat
ulumul-Qur’an.[1]

1. Arti kata ulum


Kata ulum secara etimologi adalah merupakan jamak dari ilmu, kata ilmu itu
sendiri adalahmashdar yang mempunyai arti pengetahuan atau pemahaman.

2. Arti kata al-Qur’an


Secara etimologi kata al-Qur’an merupakan mashdar dari kata qaraa yang
maknanya sama dengan kata qiraah yang berarti bacaan, kemudian diberi makna
sebagai isim maful yaitu maqru yang artinya ‘yang dibaca’. Pemaknaan ini
sebagaimana diisyaratkan dari QS. al-‘Alaq yang merupakan perintah kepada umat
manusia untuk membaca (iqra), penamaannya termasuk katagori ‘tasmiyah al-maful
bil mashdar’ (penamaan isim maful dengan mashdar). Penamaan ini merujuk pada
QS al-Qiyamah (75) ayat 17-18 :

Artinya : 17. Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di


dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. 18. Apabila Kami telah selesai
membacakannya maka ikutilah bacaannya itu.[2]
Dari segi terminologinya al-Qur’an di definisikan para pakar ushul fiqih,
fiqih dan bahasa Arab adalah sebagai : ‘Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW. Yang lapazh-lafazhnya mengandung mukjijat, membacanya
mempunyai nilai ibadah, yang diturunkan secara mutawatir, dan yang ditulis pada
mushaf, mulai dari surat al-Fatihah (1) sampai akhir surat an-Nas (114)
Definisi al-Quran yang dikemukakan para ulama yang maknanya mampu
membedakan dengan definisi yang lain adalah :1
‫القرآن هو كالم هللا المنزل على محمد عليه السالم المتعبد بتالوته‬

1
Drs. Abu Anwar, M.Ag, Ulumul Qur’an Sebuah Pengantar, Penerbit Amzah, Oktober 2005.

2
Artinya : Quran adalah kalam atau firman Allah yang diturunkan kepada Muhamad
saw. Yang pembacanya merupakan suatu ibadah`.
Untuk mendapatkan penjelasan Arti Quran secara istilah (etimologi), maka
dikemukakan pengertian-pengertian sebagai berikut :[3]
a. Definisi `kalam` (ucapan) merupakan kelompok jenis yang meliputi segala
kalam. Dan dengan menghubungkannya dengan Allah ( kalamullah ) berarti
tidak semua masuk dalam kalam manusia, jin dan malaikat.
b. Batasan dengan kata-kata (almunazzal) `yang diturunkan` maka tidak termasuk
kalam Allah yang sudah khusus menjadi milik-Nya. Sebagaimana disebutkan
dalam Firman Allah :

Artinya : Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk kalimat-kalimat


Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis kalimat-kalimat Tuhanku,
meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu `.(al-Kahfi: 109).

c. Batasan dengan definisi hanya `kepada Muhammad saw` tidak termasuk yang
diturunkan kepada nabi-nabi sebelumnya seperti taurat, injil dan yang lain.
d. Sedangkan batasan (al-muta'abbad bi tilawatihi) `yang pembacanya merupakan
suatu ibadah` mengecualikan hadis ahad dan hadis-hadis qudsi .
Al-Qur’an sebagai Kalamullah meliputi pengertian kalam Nafsi dan
kalam Lafzhi. Kalam Nafsi adalah kalam dalam pengertian abstrak, ada pada Zat
(Diri) Allah, bersifat qadim dan azali tidak berubah oleh adanya perubahan ruang,
waktu dan tempat, dengan demikian Kalamullah bukanlah makhluk. Sedangkan
kalam Lafzhi dalam pengertian yang sebenarnya (hakikat), dapat ditilis, dibaca dan
disuarakan oleh makhluqNya, yakni berupa al-Qur’an yang biasa dibaca sehari-hari
oleh kaum muslimin, dengan demikian kalam Lafzhi bersifat hadits (baru) dan
termasuk makhluk.
Al-Qur’an merupakan formulasi kalam Nafsi Allah ke dalam kalam Lafzhi dan
menempatkannya di Lauh Mahfuzh, sebagaimana firman Allah yang tertuang dalam
QS al-Buruj (85) ayat 21-22. Artinya :21. Bahkan yang didustakan mereka itu ialah
Al Quran yang mulia, 22. Yang (tersimpan) dalam Lauh Mahfuzh.
Setelah itu Allah mewahyukan kepada Malaikat Jibril untuk diturunkan ke
Langit Dunia (Baitul Izzah) dengan penurunan yang sekaligus, setelah itu Jibril
menurunkannya kepada Nabi Muhammad SAW. secara berangsur-angsur.2

2
Anwar R, 2007. Ulum Al-qur’an. Pustaka Setia. Bandung
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan terjemahnya. Cet. V; Bandung: CV. Diponegoro, 2005.

3
Al-Qur’an diturunkan sebagai mukjizat dengan karena kejadiannya luar biasa,
redaksinya indah dan akurat, banyak memberitakan hal ghaib dan memiliki isyarat
keilmuan (ilmiah).

3. Arti Ulumul Qur’an


Kata u`lum jamak dari kata i`lmu. i`lmu berarti al-fahmu wal idraak (faham dan
menguasai). Kemudian arti kata ini berubah menjadi permasalahan yang beraneka
ragam yang disusun secara ilmiah.
Ulumul Qur’an secara etimologi adalah ilmu-ilmu tentang al-Qur’an, ilmu
dengan pengertian pembahasan-pembahasan yang berkaitan dengan al-Quran, adapun
definisi al-Qur’an secara terminologi menurut Abu Syahbah, adalah : ‘Sebuah ilmu
yang memiliki banyak objek pembahasan yang berhubungan dengan al-Qur’an,
mulai proses penurunan, urutan penulisan, penulisan, kodifikasi, cara membaca,
penafsiran, kemukjizatan, nasikh-mansukh, muhkam-mutayabih, sampai
pembahasan-pembahasan lain’. [4]

Jadi, yang dimaksud dengan u`lumul-Qu`ran ialah ilmu yang membahas


masalah-masalah yang berhubungan dengan Al-Quran dari segi asbaabu
nuzuul."sebab-sebab turunnya al-Qur`an", pengumpulan dan penertiban Qur`an,
pengetahuan tentang surah-surah Mekah dan Madinah, An-Nasikh wal mansukh, Al-
Muhkam wal Mutasyaabih dan lain sebagainya yang berhubungan dengan Qur`an.
Terkadang ilmu ini dinamakan juga ushuulu tafsir (dasar-dasar tafsir) karena
yang dibahas berkaitan dengan beberapa masalah yang harus diketahui oleh seorang
Mufassir sebagai sandaran dalam menafsirkan Qur`an.

B. Ruang Lingkup dan Objek Ulumul Quran


Ulumul Qur’an merupakan suatu ilmu yang mempunyai ruang lingkup
pembahasan yang sangat luas. Ulumul Qur’an meliputi semua ilmu yang ada
kaitanya dengan Al-Qur’an, baik berupa ilmu-ilmu agama, seperti ilmu tafsir maupun
ilmu-ilmu bahasa Arab, seperti ilmu balaghah dan ilmu I’rab al-Qur’an. Disamping
itu, masih banyak lagi ilmu-ilmu yang tercakup di dalamnya. Dalam kitab Al- Itqan,
Assyuyuthi menguraikan sebanyak 80 cabang ilmu. Dari tiap-tiap cabang terdapat
beberapa macam cabang ilmu lagi. Kemudian dia mengutip Abu Bakar Ibnu
al_Araby yang mengatakan bahwa ulumul qur’an terdiri dari 77450 ilmu. Hal ini
didasarkan kepada jumlah kata yang terdapat dalam al-qur’an dengan dikalikan
empat. Sebab, setiap kata dalam al-Qur’an mengandung makna Dzohir, batin,

3
Dr. Rosihon Anwar, M.ag, Ulumul Quran. Pustaka Setia, Bandung, 2008

4
terbatas, dan tidak terbatas. Perhitungan inimasih dilihat dari sudut mufrodatnya.
Adapun jika dilihat dari sudut hubungan kalimat-kalimatnya, maka jumlahnya
menjadi tidak terhitung. Firman Allah :’ Katakanlah: Sekiranyalautan menjadi tinta
untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis
(ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu
(pula).(Q.S. Al-Kahfi :109).
Pembahasan ‘Ulum Al-Qur’an sangat luas al-Imam al-Sayuthi dalam
bukunya ‘al-Itqan fi ’Ulum Al-Qur’an, menguraikan sebanyak 80 cabang, dan setiap
cabang masih dapat diperinci lagi menjadi beragam cabang lagi. Menurut Dr. M.
Quraish Shihab, materi-materi cakupan ‘Ulum fsirt al-Qur’an dapat dibagi dalam 4
(empat) komponen :[5]
1. Pengenalan Terhadap Al-Qur’an
2. Kaidah-kaidah tafsir
3. Metode-metode tafsir
4. Kitab-Kitab tafsir dan para mufassir.
Komponen pertama (Pengenalan terhadap al-Qur’an) mencakup : (a) Sejarah al-
Qur’an, (b) Rasmal-Qur’an, (c) I’jaz al-Qur’an, (d) Munasabah al-Qur’an, (e) qushah
al-Qur’an, (f) jadal al-Qur’an, (g) aqsam al-Qur’an, (h) amtsal al-Qur’an,(i) nasikh
dan mansukh, (j) muhkam dan mutasyabih, (k) al-qiraat, dan sebagainya.
Objek Ulumul-Qur’an
Objek ulumul-Qur’an adalah al-Qur’an itu sendiri dari seluruh segi-segi kitab
tersebut yang meliputi persoalan turunnya, sanad, qiraat penafsirannya dan lain-lain.
Sehubungan dengan hal tersebut Hatta Syamsudin (2008 : 6) mengamukakan bahwa
Objek Pembahasan Ulumul Qur'an dibagi menjadi tiga bagian besar :[8]
1. Sejarah & Perkembangan Ulumul Qur'an
Meliputi : sejarah rintisan ulumul quran di masa Rasulullah SAW, Sahabat,
Tabi'in, dan perkembangan selanjutnya lengkap dengan nama-nama ulama dan
karangannya di bidang ulumul quran di setiap zaman dan tempat.

2. Pengetahuan tentang Al-Quran


Meliputi : Makna Quran, Karakteristik Al-Quran, Nama-nama al-Quran,
Wahyu, Turunnya Al-Quran, Ayat Mekkah dan Madinah, Asbabun Nuzul, dst.3
3. Metodologi Penafsiran Al-Quran

4
Al-Qattan, Manna’ Khalil. Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Jakarta: Litera Antar Nusa, 2000

5
Meliputi : Pengertian Tafsir & Takwil, Syarat-syarat Mufassir dan Adab-
adabnya, Sejarah & Perkembangan ilmu tafsir, Kaidah-kaidah dalam penafsiran Al-
Quran, Muhkam & Mutasyabih, Aam & Khoos, Nasikh wa Mansukh, dst.

C. Sejarah Perkembangan Ulumul Quran


Sejarah perkembangan ulumul-Quran dimulai menjadi beberapa fase, dimana
tiap-tiap fase menjadi dasar bagi perkembangan menuju fase selanjutnya, hingga
ulumul-Qquran menjadi sebuah ilmu khusus yang dipelajari dan dibahas secara
khusus pula. Berikut beberapa fase / tahapan perkembangan ulumul-Quran.

1. Ulumul-Qur’an pada masa Rasulullah SAW.


Embrio awal ulumul quran pada masa ini berupa penafsiran ayat Al-Quran
langsung dari Rasulullah SAW kepada para sahabat, begitu pula dengan antusiasime
para sahabat dalam bertanya tentang makna suatu ayat, menghafalkan dan
mempelajari hukum-hukumnya.
a. Rasulullah SAW menafsirkan kepada sahabat beberapa ayat.
Dari Uqbah bin Amir ia berkata : " aku pernah mendengar Rasulullah SAW
berkata diatas mimbar, "dan siapkan untuk menghadapi mereka kekuatan yang kamu
sanggupi (Anfal :60 ), ingatlah bahwa kekuatan disini adalah memanah" (HR
Muslim)
b. Antusiasme sahabat dalam menghafal dan mempelajari Al-Quran.
Diriwayatkan dari Abu Abdurrrahman as-sulami, ia mengatakan : " mereka
yang membacakan qur'an kepada kami, seperti Ustman bin Affan dan Abdullah bin
Mas'ud serta yang lain menceritakan, bahwa mereka bila belajar dari Nabi sepuluh
ayat mereka tidak melanjutkannya, sebelum mengamalkan ilmu dan amal yang ada
didalamnya, mereka berkata 'kami mempelajari qur'an berikut ilmu dan amalnya
sekaligus.'"
c. Larangan Rasulullah SAW untuk menulis selain qur'an, sebagai upaya menjaga
kemurnian AlQuran.
Dari Abu Saad al- Khudri, bahwa Rasulullah SAW berkata: Janganlah
kamu tulis dari aku; barang siapa menuliskan aku selain qur'an, hendaklah dihapus.
Dan ceritakan apa yang dariku, dan itu tiada halangan baginya, dan barang siapa
sengaja berdusta atas namaku, ia akan menempati tempatnya di api neraka."(HR
Muslim)4

5
Rofi’i, Ahmad & Ahmad Syadali. Ulumul Quran I,Bandung: Pustaka Setia,
1997.

6
2. Ulumul-Qur’an pada masa khalifah
Pada masa khalifah, tahapan perkembangan awal (embrio) ulumul-Quran
mulai berkembang pesat, di antaranya dengan kebijakan-kebijakan para khalifah
sebagaimana berikut:
a. Khalifah Abu Bakar :dengan Kebijakan Pengumpulan/Penulisan Al-Quran yg
pertama yang diprakarsai oleh Umar bin Khottob dan dipegang oleh Zaid bin
Tsabit
b. Kekhalifahan Usman Ra : dengan kebijakan menyatukan kaum muslimin pada
satu mushaf, dan hal itupun terlaksana. Mushaf itu disebut mushaf Imam.
Salinan-salinan mushaf ini juga dikirimkan ke beberapa propinsi. Penulisan
mushaf tersebut dinamakan ar-Rosmul 'Usmani yaitu dinisbahkan kepada
Usman, dan ini dianggap sebagai permulaan dari ilmu Rasmil Qur'an.
c. Kekalifahan Ali Ra :dengan kebijakan perintahnya kepada Abu 'aswad Ad-Du'ali
meletakkan kaidah-kaidah nahwu, cara pengucapan yang tepat dan baku dan
memberikan ketentuan harakat pada qur'an. Ini juga disebut sebagai
permulaan Ilmu I'rabil Qur'an.

3. Ulumul-Qur’an pada masa sahabat dan tabi’in


a. Peranan Sahabat dalam Penafsiran Al-Quran dan Tokoh-tokohnya.
Para sahabat senantiasa melanjutkan usaha mereka dalam menyampaikan
makna-makna al-qur'an dan penafsiran ayat-ayat yang berbeda diantara mereka,
sesuai dengan kemampuan mereka yang berbeda-beda dalam memahami dan karena
adanya perbedaan lama dan tidaknya mereka hidup bersama Rasulullah SAW , hal
demikian diteruskan oleh murid-murid mereka , yaitu para tabi'in.
Diantara para Mufasir yang termashur dari para sahabat adalah: Empat orang
Khalifah ( Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali )
1. Ibnu Masud,
2. Ibnu Abbas,
3. Ubai bin Kaab,
4. Zaid bin sabit,
5. Abu Musa al-Asy'ari dan
6. Abdullah bin Zubair.
Banyak riwayat mengenai tafsir yang diambil dari Abdullah bin Abbas,
Abdullah bin Masud dan Ubai bin Kaab, dan apa yang diriwayatkan dari mereka
tidak berarti merupakan sudah tafsir al-Quran yang sempurna. Tetapi terbatas hanya

7
pada makna beberapa ayat dengan penafsiran apa yang masih samar dan penjelasan
apa yang masih global.

b. Peranan Tabi'in dalam penafsiran Al-Quran dan Tokoh-tokohnya


Mengenai para tabi'in, diantara mereka ada satu kelompok terkenal yang
mengambil ilmu ini dari para sahabat disamping mereka sendiri bersungguh-sungguh
atau melakukan ijtihad dalam menafsirkan ayat, yang terkenal di antara mereka ,
masing-masing sebagai berikut :[10]
1. Murid Ibnu Abbas di Mekah yang terkenal ialah, Sa'id bin Jubair, Mujahid,
'iKrimah bekas sahaya ( maula ) Ibnu Abbas, Tawus bin kisan al Yamani dan
'Ata' bin abu Rabah.
2. Murid Ubai bin Kaab, di Madinah : Zaid bin Aslam, abul Aliyah, dan
Muhammad bin Ka'b al Qurazi.
3. Abdullah bin Masud di Iraq yang terkenal : 'Alqamah bin Qais, Masruq al Aswad
bin Yazid, 'Amir as Sya'bi, Hasan Al Basyri dan Qatadah bin Di'amah as Sadusi.
Dan yang diriwayatkan mereka itu semua meliputi ilmu tafsir, ilmu Gharibil
Qur'an, ilmu Asbabun Nuzul, ilmu Makki wal madani dan imu Nasikh dan Mansukh,
tetapi semua ini tetap didasarkan pada riwayat dengan cara didiktekan (imla).

4. Masa Pembukuan (tadwin)


Perkembangan selanjutnya dalam ulumul-Quran adalah masa pembukuan
ulumul- Quran, pembukuan ini melewati beberapa perkembangan sebagai berikut :
a. Pembukuan tafsir Al-Quran menurut riwayat dari hadits, Sahabat dan tabi'in
Pada abad kedua hijriah tiba masa pembukuan ( tadwin ) yang dumulai
dengan pembukuan hadist denga segala babnya yang bermacam-macam, dan itu juga
menyangkut hal yang berhubungan dengan tafsir. Maka sebagian ulama membukukan
tafsir al-Qur'an yang diriwayatkan dari Rasulullah SAW dari para sahabat atau dari
para tabi'in.
Diantara mereka yang terkenal adalah Yazid bin Harun as Sulami, ( wafat
117 H ), Syu'bah bin Hajjaj ( wafat 160 H ), Waqi' bin Jarrah ( wafat 197 H ), Sufyan
bin 'uyainah ( wafat 198 H), dan Aburrazaq bin Hammam ( wafat 112 H ).
Mereka semua adalah para ahli hadits, sedangkan tafsir yang mereka susun
merupakan salah satu bagiannya, namun tafsir mereka yang tertulis tidak ada yang
sampai ketangan kita.

8
b. Pembukuan tafsir berdasarkan susunan ayat
Kemudian langkah mereka itu diikuti oleh para ulama'. Mereka menyusun
tafsir Qur'an yang lebih sempurna berdasarkan susunan ayat. Dan yang terkenal
diantara mereka ada Ibn Jarir at Tabari ( wafat 310 H ).
Demikianlah tafsir pada awal permulaanya dinukil (dipindahkan) melalui
penerimaan (dari mulut ke mulut) melalui riwatyat, kemudian dibukukan sebagai
salah satu bagian hadits, selanjutnya ditulis secara bebas dan mandiri. Maka
berlangsunglah proses kelahiran at-Tafsir bil Ma'tsur(berdasarkan riwayat), lalu
diikuti oleh at-Tafsir bir Ra'yi (berdasarkan penalaran ).

c. Munculnya pembahasan cabang-cabang ulumul-Quran selain tafsir


Disamping ilmu tafsir, lahir pula karangan yang berdiri sendiri mengenai
pokok-pokok pembahasan tertentu yang berhubungan dengan al-Quran, dan hal ini
sangat diperlukan oleh seorang mufasir, di antaranya :
1) Ulama abad ke-3 Hijri
a) Ali bin al Madini (wafat 234 H) guru Bukhari, menyusun karangannya mengenai
asbabun nuzul
b) Abu 'Ubaid al Qasim bin Salam (wafat 224 H) menulis tentang Nasikh
Mansukhdan qira'at.
c) Ibn Qutaibah (wafat 276 H) menyusun tentang problematika al-
Quran (musykilatul quran).

2) Ulama Abad Ke-4 Hijri


a) Muhammad bin Khalaf bin Marzaban (wafat 309 H) menyusun al- Hawi fa
'Ulumil Qur'an.
b) Abu muhammad bin Qasim al Anbari (wafat 751 H) juga menulis tentang ilmu-
ilmu al-Qur'an.
c) Abu Bakar As Sijistani (wafat 330 H) menyusun Garibul Qur'an.
d) Muhammad bin Ali bin al-Adfawi (wafat 388 H) menyusun al Istigna' fi 'Ulumil
Qur'an.

3) Ulama Abad Ke-5 dan setelahnya


a) Abu Bakar al Baqalani (wafat 403 H) menyusun i'jazul-Qur'an,
b) Ali bin Ibrahim bin Sa'id al Hufi (wafat 430 H) menulis mengenai i'rabul-Qur'an.
c) Al Mawardi (wafat 450 H) menegenai tamsil-tamsil dalam al-Qur'an (amsalul-
Qur'an).
d) Al Izz bin Abdussalam ( wafat 660 H ) tentang majaz dalam al-Qur'an.

9
e) Alamuddin Askhawi ( wafat 643 H ) menulis mengenai ilmu qra'at (cara
membaca al-Qur'an ) danaqsamul-Qur'an.

4) Mulai pembukuan secara khusus ulumul-Quran dengan mengumpulkan cabang-


cabangnya.
Pada masa sebelumnya, ilmu-ilmu al-Quran dengan berbagai
pembahasannya di tulis secara khusus dan terserak, masing-masing dengan judul
kitab tersendiri, kemudian, mulailah masa pengumpulan dan penulisan ilmu-ilmu
tersebut dalam pembahasan khusus yang lengkap, yang dikenal kemudian dengan
ulumul-Qur'an. Di antara ulama-ulama yang menyusun secara khusus ulumul-Quran
adalah sebagai berikut :[12]
a) Ali bin Ibrohim Said (330 H) yang dikenal dengan al Hufi dianggap sebagai
orang pertama yang membukukan ulumul-Qur'an.
b) Ibnul Jauzi (wafat 597 H) mengikutinya dengan menulis sebuah kitab
berjudul fununul Afnan fi 'Aja'ibi 'ulumil Qur'an.
c) Badruddin az-Zarkasyi (wafat 794 H) menulis sebuah kitab lengkap dengan
judul Al-Burhan fii ulumilQur`an .
d) Jalaluddin Al-Balqini (wafat 824 H) memberikan beberapa tambahan atas Al-
Burhan di dalam kitabnya Mawaaqi`ul u`luum min mawaaqi`innujuum.
e) Jalaluddin As-Suyuti (wafat 911 H) juga kemudian menyusun sebuah kitab yang
terkenal al-itqaan fii u`luumil qur`an.
Kitab Al-Burhan (Zarkasyi) dan Al-Itqon (As-Suyuti) hingga hari ini masih
dikenal sebagai referensi induk / terlengkap dalam masalah ulumul-Qur'an. Tidak ada
peneliti tentang ulumul-Quran, kecuali pasti akan banyak menyandarkan tulisannya
pada kedua kitab tersebut.

5. Ulumul-Qur’an pada masa modern (kontemporer)


Sebagaimana pada periode sebelumnya, perkembangan ulumul-Quran pada
masa kontemporer ini juga berlanjut seputar penulisan sebuah metode atau cabang
ilmu al-Quran secara khusus dan terpisah, sebagaimana ada pula yang kembali
membali menyusun atau menyatukan cabang-cabang ulumul-Quran dalam kitab
tersendiri dengan penulisan yang lebih sederhana dan sistematis dari kitab-kitab
klasik terdahulu.
a) Kitab yang terbit membahas khusus tentang cabang-cabang ilmu Quran atau
pembahasan khusus tentang metode penafsiran Al-Quran di antaranya :
1) Kitab i`jaazul quran yang ditulis oleh Musthafa Shadiq Ar-Rafi`i,

10
2) Kitab At-Tashwirul fanni fiil qu`an dan masyaahidul qiyaamah fil qur`an oleh
Sayyid Qutb
3) Tarjamatul qur`an oleh syaikh Muhammad Musthafa Al-Maraghi yang salah satu
pembahasannya ditulis oleh Muhibuddin al-hatib,
4) Masalatu tarjamatil qur`an oleh Musthafa Sabri,
5) An-naba`ul adziim oleh DR Muhammad Abdullah Daraz dan
6) Muqaddimah tafsir Mahaasilu ta`wil oleh Jamaluddin Al-qasimi.

b) Kitab yang membahas secara umum ulumul quran dengan sistematis, diantaranya
:
1) Syaikh Thahir Al-jazaairy menyusun sebuah kitab dengan judul At-tibyaan fii
u`luumil qur`an.
2) Syaikh Muhammad Ali Salamah menulis pula Manhajul furqan fii u`luumil
qur`an yang berisi pembahasan yang sudah ditentukan untuk fakultas ushuluddin di
Mesir dengan spesialisasi da`wah dan bimbingan masyarakat dan diikuti oleh
muridnya,
3) Muhammad Abdul a`dzim az-zarqani yang menyusun Manaahilul i`rfaan fii
u`lumil qur`an.
4) Syaikh Ahmad Ali menulis muzakkiraat u`lumil qur`an yang disampaikan kepada
mahasiswanya di fakultas ushuluddin jurusan dakwah dan bimbingan masyarakat.
5) Kitab Mahaabisu fii u`lumil qur`an oleh DR Subhi As-Shalih.

Pembahasan tersebut dikenal dengan sebutan u`luumul qur`an, dan kata ini
kini telah menjadi istilah atau nama khusus bagi ilmu-ilmu tersebut. Kitab Mabahitsul
Quran yang ditulis Manna'ul Qattanini juga termasuk kitab ulumul quran
kontemporer yang banyak mendapat sambutan di universitas-universitas di Timur
Tengah dan Dunia Islam pada umumnya. Kitab ini juga dijadikan modul untuk
perkuliahan Ulumul Quran semester 1 di Universitas International Afrika, Khartoum
Sudan, sebagai mata kuliah umum untuk semua mahasiswa di berbagai jurusannya.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kata u`lum jamak dari kata i`lmu. i`lmu berarti al-fahmu wal idraak (faham dan
menguasai). Kemudian arti kata ini berubah menjadi permasalahan yang beraneka
ragam yang disusun secara ilmiah.
Ulumul Qur’an secara etimologi adalah ilmu-ilmu tentang al-Qur’an, ilmu
dengan pengertian pembahasan-pembahasan yang berkaitan dengan al-Quran
Pembahasan ‘Ulum Al-Qur’an sangat luas al-Imam al-Sayuthi dalam bukunya
‘al-Itqan fi ’Ulum Al-Qur’an, menguraikan sebanyak 80 cabang, dan setiap cabang
masih dapat diperinci lagi menjadi beragam cabang lagi. Menurut Dr. M. Quraish
Shihab, materi-materi cakupan ‘Ulum fsirt al-Qur’andapat dibagi dalam 4 (empat)
komponen :
1. Pengenalan Terhadap Al-Qur’an
2. Kaidah-kaidah tafsir
3. Metode-metode tafsir
4. Kitab-Kitab tafsir dan para mufassir.
Sejarah perkembangan ulumul-Quran dimulai menjadi beberapa fase, dimana
tiap-tiap fase menjadi dasar bagi perkembangan menuju fase selanjutnya, hingga
ulumul-Qquran menjadi sebuah ilmu khusus yang dipelajari dan dibahas secara
khusus pula. Berikut beberapa fase / tahapan perkembangan ulumul-Quran.
1. Ulumul-Qur’an pada masa Rasulullah SAW.
2. Ulumul-Qur’an pada masa khalifah
3. Ulumul-Qur’an pada masa sahabat dan tabi’in
4. Masa Pembukuan (tadwin)
5. Ulumul-Qur’an pada masa modern (kontemporer)

12
DAFTAR PUSTAKA

Drs. Abu Anwar, M.Ag, Ulumul Qur’an Sebuah Pengantar, Penerbit Amzah,
Oktober 2005.
Anwar R, 2007. Ulum Al-qur’an. Pustaka Setia. Bandung
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan terjemahnya. Cet. V; Bandung: CV.
Diponegoro, 2005.
Dr. Rosihon Anwar, M.ag, Ulumul Quran. Pustaka Setia, Bandung, 2008
Al-Qattan, Manna’ Khalil. Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Jakarta: Litera Antar Nusa, 2000
Rofi’i, Ahmad & Ahmad Syadali. Ulumul Quran I,Bandung: Pustaka Setia, 1997.
Ahmad Syadali. ‘Ulumul Qur’an I. Cet. I; Bandung: Pustaka Setia, 1997.
Kamaluddin Marzuki, Ulumul Quran, Bandung : PT Remaja Rosda Karya, 1994
Muhammad ali Ash-Shabuuny, Studi Ilmu Al-Quran, Bandung : CV Pustaka Setia, h.
15

13

Anda mungkin juga menyukai