Anda di halaman 1dari 13

NAMA: AQMA RINA ZA

NIM : 160207094

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Al-Qur’an adalah firman Allah yang berfungsi sebagai mukjizat
(bukti kebenaran atas kenabian muhammad) yang diturunkan kepada nabi
Muhammad yang tertulis di dalam mushaf-mushaf, yang diriwayatkan
dengan jalan mutawatir, dan yang membacanya dipandang beribadah.
Untuk mendapatkan jaminan keselamatan dan kebahagiaan hidup baik
didunia,maupun di akhirat melalui Al-Qur’an, maka umat islam harus
berusaha belajar, mengenal,membaca, dan mempelajarinya.
Al-Qur’an diturunkan Allah kepada manusia untuk dibaca dan
diamalkan. Tanpa membaca manusia tidak akan mengerti akan isinya dan
tanpa mengamalkan manusia tidak akan dapat merasakan kebaikan dan
keutamaan petunjuk Allah dalam Al-Qur’an. Dengan membaca Al-Qur’an
atau mendengarkan bacaan Al-Qur’an dengan mengambil hikmahnya dan
meresapi isinya niscaya kita akan selalu berada dalam lindungan Allah
SWT.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Ulumul Qur’an dan apa saja ruang lingkup dari
Ulumul Qur’an?
2. Bagaimana sejarah perkembangan Ulumul Qur’an?
3. Sebutkan tokoh-tokoh Ulumul Qur’an dan hasil karyanya !

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari Ulumul Qur’an beserta ruang
lingkup dari Ulumul Qur’an.
2. Untuk mengetahui sejarah perkembangan Ulumul Qur’an.
3. Untuk mengetahui siapa saja tokoh-tokoh dari Ulumul Qur’an beserta
hasil karyanya.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Ulumul Qur’an


a. Arti Kata Ulum

Kata ulum secara etimologi adalah jamak dari kata ‘ilmu. Menurut bahasa,
kata ilmu adalah masdar yang maknanya sinonim dengan paham dan makrifat.
Menurut sebagian pendapat, kata ilmu itu merupakan isim jinis yang berarti
pengetahuan. Kemudian pengertian kata ilmu ini berkembang dalam berbagai
istilah dan dipakai sebagai nama dari pengetahuan tentang Alquran ini.

Muhammad Abd. ‘Adhim mengatakan di dalam kitab Manahilul Irfan :


ilmu menurut istilah umum adalah ma’lumat- ma’lumat (hal-hal yang sudah
diketahui) yang dirumuskan dalam satu arah. Baik ma’lumat- ma’lumat dalam
satu kesatuan judul atau satu kesatuan tujuan. Ma’lumat- ma’lumat itu merupakan
Ilmu tashawwur seperti Ilmu Badi’, atau berupa Ilmu Tashdiq seperti kebanyakan
ilmu dan ma’lumat-ma’lumat itu merupakan qadhiyah-qadhiyah yang umum atau
qadhiyah juziah, ataupun qadhiyah individual seperti Ilmu Hadis. Atau dengan
kata lain, yang disebut ilmu ialah menemukan pengetahuan-pengetahuan diatas
atau suatu bakat yang melekat pada seseorang, yang dengannya dapat memperoleh
pengetahuan-pengetahuan tersebut diatas. atau suatu bakat/kemampuan
mereproduksi pengetahuan-pengetahuan yang telah dihasilkan.

Demikian arti kata ulum dalam kalimat Ulumul Qur’an. Ringkasnya, ilmu
ialah mengetahui masalah-masalah yang telah dirumuskan dalam satu disiplin
pengetahuan yang terdapat dalam akal pikiran, sehingga mengharuskan
pemiliknya mampu membedakan sesuatu dari yang lain, setelah jelas baginya
sesuatu tersebut.

b. Arti Kata Alquran


Menurut bahasa, kata Alquran merupakan masdhar yang maknanya
sinonim dengan kata qira’ah (bacaan). Ada lima pendapat para ulama yang
menerangkan pengertian Al-quran menurut bahasa, namun dari lima pendapat
hanya pendapat pertama yang lebih tepat. Sebab, pendapat pertama disebut
relevan dengan kaidah-kaidah bahasa Arab dan Ilmu sharaf. Sedangkan empat
pendapat yang lain tersebut lepas dari kaidah-kaidah nahwu dan syaraf serta tidak
relevan dengan ungkapan bahasa Arab.
Adapun pendapat pertama menerangkat pengertian Alquran menurut
bahasa yakni: Al-Lihyani ( wafat 355H. ) dan kebanyakan ulama mengatakan
“bahwa kata alquran itu adalah lafal mashdar yang semakna dengan lafal
qiraa’atan, ikut wazan fu’lana yang diambil dari lafal: Qara’a-yaqra’u –qiraa’atan
dan seperti lafal: Syakara-syukraana dan Ghafara-Ghufraana dengan arti kumpul
atau menjadi satu. Sebab, huruf-huruf dan lafal-lafal ada kalimat-kalimat Alquran
yang terkumpul menjadi satu dalam mushhaf. Dengan demikian kata Qur’an
berupa mahmuz yang hamzahnya asli dan “nun” nya zaidah (tambahan).”
Kata Al-Qur’an itu dipindahkan dari makna masdar ini dan dijadikan
sebagai nama dari kalam Allah yang mu’jiz, yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW. Jadi, kata Al-Qur’an adalah dari bentuk mengucapakan
masdar, tetapi yang dikehendaki dari kata maf’ul (yang dibaca). Demikianlah
pengertian Al-Qur’an yang sesuai dengan pengetahuan bahasa dan sesuai dengan
peraturan-peraturan istiqaq (pengambilan kata). Dan pendapat inilah yang dipilih
Al-Lihyani dan sebagian besar ulama.

Menurut Istilah, Al-Qur’an mempunyai arti sebagai berikut:

Pertama, para ahli ilmu kalam berpendapat, Al-Qur’an adalah kalimat-


kalimat yang maha bijaksana yang azali yang tersusun dari huruf-huruf lafdhiyah,
dziniyah dan ruhiyah. Atau Al-Qur’an itu adalah lafal yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad SAW mulai dari awal surah AL-Fatihah sampai dengan surah
An-Nas, yang mempunyai keistimewaan-keistimewaan yang terlepas dari sifat-
sifat kebendaan dan azali. Kedua, para Ulama Ushuliyyin, fuqaha, dan Ulama
Ahli Bahasa berpendapat bahwa Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW mulai surah AL-Fatihah sampai dengan surah An-
Nas. Diantara mereka memberikan definisi Al-Qur’an dengan singkat dan padat.
Dr. A. Yusuf Al-Qasim memberikan definisi Al-Qur’an: “Al-Qur’an ialah kalam
mu’jiz yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW yang tertulis dalam
mushhaf yang diriwayatkan dengan mutawir, membacanya adalah ibadah.”

Demikian secara panjang lebar dijelaskan definisi Al-Qur’an.


Pendefinisian Al-Qur’an tersebut mencakup unsur-unsur yang I’jaz, diturukan
kepada Nabi, tertulis di dalam mushhaf-mushhaf, diriwayatkan dengan mutawatir
dan membacannya adlah ibadah. Inilah keistimewaan-keistimewaan agung yang
membedakan Al-Qur’an dari kitab-kitab samawiah yang lain.

c. Arti Kata Ulumul Qur’an


Setelah dibahas arti kata “Ulum” dan “Al-Qur’an” yang terdapat dalam
kalimat “Ulumul Qur’an”. Ringkasnya, lafal “Ulumul Qur’an” itu dipindahkan
dari makna idhafi yang mencakup ilmu-ilmu agama dan ilmu bahasa Arab, yaitu
ilmu-ilmu pengetetahuan yang telah membahas, kemudian menjadi nama dari
disiplin ilmu yang telah sistematis, yang disebut Ulumul Qur’an. Maka
pembahasan Ulumul Qur’an setelah nama itu menjadi berbeda dengan
pembahasan Ulumul Qur’an sebelum diubah maknanya atau yang masih idhafi
tadi. Jadi, Ulumul Qur’an bukan lagi merupakan kumpulan ilmu-ilmu agama
arabiah yang sudah berdiri sendiri, tetapi sudah menjadi nama dari ilmu
gabungan yang mencakup seluruh cabang-cabangnya, meski Ulumul Qur’an itu
mengambil dan bersumber dari kumpulan dari ilmu-ilmu tersebut.

d. Macam-macam Ulumul Qur’an

Dari uraian diatas, Ulumul Qur’an itu ada 2 macam, yaitu:

1. Ulumul Qur’an Bi Ma’nal Idhafi/Laqabi


Yaitu sekelompok ilmu-ilmu pengetahuan agama islam dan ilmu-ilmu
bahasa arab mengenai Al-quran yang masih berdiri sendiri-sendiri, seperti
Ilmu Tafsir, Ilmu I’rabil Qur’an, Ilmu Majazil Qur’an, Ilmu Asbabin Nuzul
dan lain-lain ilmu yang membahas sesuatu segi dari Alquran. Jadi Ulumul
Qur’an Idhafi/Laqabi adalah sebelum ilmu-ilmu yang membahas segi-segi
al-qur’an itu diintegrasikan menjadi satu dan masih berdiri sendiri-sendiri,
masing-masing membahas sesuatu segi tertentu dari Al-Qur’an. Karena itu,
sebetulnya masing-masing disiplin itu belum dinamakan sebagai Ulumul
Qur’an, melainkan dinamakan sesuai dengan bidang pembahasannya. Ilmu
yang membahas I’rab Al-Qur’an dinamakan Ilmu I’rabil Qur’an. Ilmu yang
membahas tulisan Al-Quran dinamakan llmu Rasmil Qur’an. Ilmu yang
membahas sebab turunnya Al-Qur’an dinamakan Ilmu Asbabin Nuzul dan
seterusnya.
2. Ulumul Qur’an Bi Ma’nal Mudawwan.
Yaitu ilmu yang terdiri dari beberapa pembahasan mengenai Al-Qur’an dari
segi turunnya, pengumpulannya, penerbitanya, penulisannya, bacaannya,
penafsirannya, kemukjizatannya, nasikh-mansukhnya, I’rabnya gharibnya,
majaznya, sumpah-sumpahnya dan lain-lain masalah yang dibahas di
dalamnya. Ringkasnya, Ulumul Qur’an Mudawwan ini adalah yang sudah
merupakan gabungan dari beberapa Ulumul Qur’an Idhafi, sehingga sudah
berintegrasi menjadi satu dari seluruh ilmu yang membahas kitab Al-Qur’an
dari berbagai seginya. Dengan demikian, Ulumul Qur’an merupakan
pembahasan-pembahasan yang berkaitan dengan Al-Qur’an dari segi
turunnya, tertibnya, pengumpulannya, penulisannya, qira’atnya, tafsirannya,
i’jaznya, nasikh dan mansukhnya, dan lain-lain pembahasan yang
dibicarakan di dalamnya.1

1
Ahmad Izzan. Ulumul Qur’an Edisi Revisi. (Bandung : Tafakkur, 2009), hal 3-5
B. Objek Ulumul Qur’an
Objek Ulumul Qur’an yang Mudawwan ialah kitab Al-Qur’an dari seluruh
segi-segi kitab tersebut, yang disebutkan dalam definisi tersebut diatas. berbeda
dengan objek Ulumul Qur’an yang idhafi, objeknya ialah hanya salah satu segi
dari beberapa segi Al-Qur’an yang termasuk dibawah namanya. Jadi, objek
masing-masing Ulumul Qur’an yang idhafi tersebut ialah Al-Qur’an dari suatu
segidari segi-segi Ulumul Qur’an. Contohnya: Objek Ilmu Qira’at adalah Al-
Qur’an dari segi bacaan lafal-lafalnya saja. Objek Ilmu Rasmil Qur’an objeknya
membahas kitab Al-Qur’an, namun hanya khusus dari segi lafal sumpah Allah di
dalamnya saja. Hal tersebut berbeda dengan objek pembahasan dari Ulumul
Qur’an Bi Ma’nal Mudawaan (yang sudah sistematis), yang membahas seluruh
segi kitab suci Al-Qur’an tadi, baik dari segi turunnya, pengumpulannya, atau
pembacaan da penafsiran ayat-ayatnya, maupun dari segi Makki-Madani, Nasikh-
Mansukhnya, Muhkam-Mutasyabih dan lain-lainya.
Dengan demikian objek pembahasan Ulumul Qur’an yang Idhafi/Laqabi
itu lebih sedikit atau lebih sempit, karena hanya membicarakan sesuatu segi dari
beberapa segi Kitab Suci Al-Qur’an yang banyak sekali. Justru dnegan hanya
membicarakan sesuatu segi Al-Quran’an, pembahsan Ulumul Qur’an yang
Idhafi/Laqabi itu bahkan dapat lebih mendalam, sehingga kupasan-kupasannya
lebih panjang lebar. Berbeda dengan objek pembahasan Ulumul Qur’an Bi Ma’nal
Mudawwan yang lebih luas dan lebih menyeluruh, karena membicarakan berbagai
segi Kitab Suci Al-Qur’an sehingga pembahannya terkadang kurang mendalam.
Sebab, mereka harus membahas segi Al-Qur’an yang banyak sekali. Meski
demikian, pembahasan Ulumul Qur’an Bi Ma’nal Mudawwan tersebut
memungkinkan meluas dan melebar, karena meliputi berbagai segi Kitab Suci
Al-qur’an, sehingga seluruh segi bidang pembahasan kitab Al-qur’an tersebut
dapat dicakupnya.
Para ulama berbeda pendapat mengenai sejauh mana objek pembahasan
Ulumul Qur’an, adalah sebagai berikut:
 Juhmur ulama berpendapat, objek pembahasan Ulumul Qur’an yang mencakup
berbagai segi kitab Al-Qur’an itu berkisar diantara ilmu-ilmu bahasa arab dan
ilmu-ilmu pengetahuan agama islam. Sebab, yang dibahas dalam Ulumul Qur’an
itu ialah ilmu-ilmu yang membicarakan Al-qur’an itu sebagai kitab I’jaz dan
Hidayah (kitab mukjizat dan pedoman hidup). Dalam membahas Alqur’an
sebagai kita mukjizat, tercakup berbagai cabang-cabang ilmu bahasa Arab,
seperti Ilmu I’rab, Ilmu Qira’at, Ilmu Nahwu, Ilmu Sharaf, Ilmu Badi’, Ilmu
Ma’ani, Ilmu Bayan, Ilmu Adabin Nushush, Ilmu Majazil Qur’an, Ilmu Gharibil
Qur’an, Ilmu Muhkam wal Mutasyabih, dan lain sebagainya. Dalam membahas
Al-Qur’an sebagai Kitab Hidayah/pedoman hidup, termasuk Ilmu Kalam/ Ilmu
Tauhid, lmu Nuzuli Qur’an Ilmu Asbabin Nuzul, Ilmu Tarikhil Qur’an Ilmu
Makki wal Madani, Ilmu Nasikh wal Mansukh, Ilmu Aqsamil Qur’an, Ilmu
Amtsalil Qur’an, dan lain sebagainya.
 Sebagian ulama, diantaranya Imam As-Suyuthi berpendapat, bahwa yang
termasuk Ulumul Qur’an itu beberapa pengetahuan umum yaitu: Seperti Ilmu
Alam, Ilmu Ukur, Ilmu Kedokteran, Ilmu Kimia, dan sebagainya tidak hanya
terdiri dari ilmu agama islam dan bahasa arab saja.

C. Sejarah Perkembangan Ulumul Qur’an


1. Ulumul Qur’an pada Masa Nabi dan Sahabat
Nabi muhammad SAW dan para sahabatnya sangat mengetahui makna-
makna Al-qur’an dan ilmu-ilmunya, sebagaimana pengetahuan para ulama
sesdudahnya. Bahkan, makna dan ilmu-ilmu Al-qur’an tersebut pada masa
Rasulullah dan para sahabatnya itu belum tertulis atau dibukukan dan belum
tersusun dalam satu kitab. Sebab, mereka tidak merasa perlu untuk menulis dan
membukukan makna dan ilmu-ilmu Al-qur’an tersebut dalam suatu kitab.
Hal itu disebabkan karena Rasulullah yang menerima wahyu dari sisi Alla
SWT, juga mendapatkan rahmat-Nya yang berupa jaminan dari Allah bahwa
kalian pasti bisa mengumpulkan wahyu itu kedalam dada beliau ketika
membacanya, serta pandai untuk menjelaskan/menafsirkan isi maksudnya.
Allah memberikan jaminan kepada beliau tentang makna-makna dan rahasia-
rahasia wahyu (Al-Quran).
Setiap Rasulullah selesai menerima wahyu ayat Al-Qur’an, beliau
menyampaikan wahyu itu kepada para sahabatnya. Beliau membacakannya
kepada orang banyak dengan tekun dan tenang, sehingga mereka dapat
membacanya dengan baik, menghafal lafal-lafalnya dan mampu memahami
arti dan makna serta rahasia-rahasianya. Rasulullah SWA menjelaskan tafsiran-
tafsiran ayat Al-qur’an kepada mereka dengan sabda, perbuatan, dan
persetujuan beliau serta dengan akhlak-akhlak dan sifat-sifat beliau.
Para sahabat pada saat itu sebagai orang-orang Arab murni mempunyai
keistimewaan-keistimewaan Arabiah yang tinggi dan kelebihan-kelebihan lain
yang sempurna. Mereka mempunyai kekuatan menghafl yang sangat hebat,
otak yang cerdas, daya tangkap yang tajam terhadap keterangan dan dalam
segala bentuk rangkaian atau sususunan kalimat. Karena itu, degan I’jaznya
dengan pembawaan mereka dan kecermelangan akal pikiran mereka. Karena
itu, para sahabat tidak memerlukan pembukuan Ulumul Qur’an. Hal ini jauh
berbeda dengan zaman sekarang yang selalu membutuhkan semua cabang ilmu
dari Ulumul Qur’an itu.
Demikianlah kondisi Ulumul Qur’an pada periode pertama, yaitu masa
Nabi dan Khalifah Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Meski pada periode
pertama telah berlalu, para sahabat masih tetap menyampaikan islam dan
ajaran-ajarannya, menyebarkan Al-qur’an dan ilmuilmunya, serta
mengembangkan hadis. Semua itu dilakukan dengan cara pengajaran lisan,
bukan dengan tulisan atau pembukuan.

2. Perintis Dasar Ulumul Qur’an dan Pembukuannya


a. Perintis Dasar Ulumul Qur’an
Setelah periode pertama berlalu, datanglah masa pemerintahan Khalifah
Utsman bin Affan. Negara-negara islam pun telah berkembang luas. Orang-
orang Arab murni tersebut telah bercampur-baur dengan orang-orang asing
yang tidak kenal bahasa Arab. Pencampuran bangsa dan akulturasi kebudayan
ini menimbulkan kekhawatiran akan luntur dan hilangnya keistimewaan orang-
orang Arab Murni, juga adanya perselisihan antar kaum muslimin tentang Al-
qur’an. Jika mereka tidak segera membukukan alquran dengan dikumpulkan
atau disatukan semua catatan ayat-ayat alquran dalam satu mushaf, mungkin
akan timbul bencana dan kerusakan yang besar dipermukaan bumi ini.
b. Pembukuan Tafsir Al-qur’an
Setelah dirintis dasar-dasar Ulumul Qur’an satu persatu seperti penjelasan
tersebut, kemudian datanglah masa pembukuan/penulisan cabang-cabang
Ulumul Qur’an. Akibatnya, banyak kitab-kitab yang dikarang orang, yang
meliputi berbagai macam cabang Ulumul Qur’an. Cita-cita yang pertama kali
mereka laksanakan ialah pembukuan Tafsir Al-Qur’an. Sebab, tafsir al-qur’an
it dianggap sebagai induk dari ilmu-ilmu Al-qur’an yang lainnya. Didalam
tafsir itu banyak dikemukakan munasabah-munasabah (bentuk-bentuk yang
bersesuaian) ketika menjelaskan kandungan makna Al-qur’an. Orang peratama
yang mengarang tafsir ialah Syu’ban bin Hajjaj, Sufyan bin Uyainah, dan
Waki’ bin Jarrah, mereka termasuk ulama abad ke II. Setelah mereka muncul
tafsir Ibnu Jarir Ath-Thabari yang mengarang kitab Tafsir Ath-Thabari, yang
bernama Jaami’ul Bayyaan fi Tafsiriil Qur’an.
c. Pembukuan Cabang-cabang Ulumul Qur’an yang Lain
Cabang-cabang Ulumul Qur’an yang lain menyusul dibukukan oleh
beberapa orang. Orang yang pertama kali mengarang ialah Ali Ibnul Madini
(234 H), gurunya Imam Al-Bukhari. Beliau mengarang buku Ilmu Asbabin
Nuzul. Abu Ubaid Al-Qasim bin Salam (224 H) mengarang Ilmu Nasikh Wal
Mansukh. Kemudian diikuti oleh M. Ayub Adh-Dhiris (294 H), beliau menulis
Ilmu Makki Wal Madani, dan Muhammad bin Khallaf Al-Marzuban (309 H)
yang menulis Al-Nawi Fi Ulumil Qur’an yang terdiri dari 27 uz. Keempat
Ulama tersebut termasuk ulama abad ke-III H.
3. Perkembangan Ulumul Qur’an pada Zaman Modern
Setelah wafatnya Imam As-Suyuthi tahun 911 H,maka terhentilah gerakan
penulis Ulumul Qur’an dan pertumbuhannya sampai abad ke-XIV H. Sebab,
pada abad ke-XVI H atau abad modern itu bangkit kembali kegiatan penulisan
Ulumul Qur’an dan perkembangan kitab-kitabnya. Hal itu ditengarai dengan
banyaknya ulama yang mengarang Ulumul Qur’an dan menulis kitab-kitabnya,
baik tafsir maupun macam-macam kitab Ulumul Qur’an.
D. Tokoh-Tokoh Ulumul Qur’an dan Hasil Karya
Tokoh-Tokoh Ulumul Qur’an dari Tabi’in yang menyebarkan secara
riwayat ialah :
1. Mujahid (wafat 103 H)
2. Atha’ bin Abu Rabah (wafat 114 H)
3. Ikrimah (wafat 105 H)
4. Qatadah bin Di’amah (wafat 118 H)
5. Al-Hasan Al-Bashri (wafat 130 H)
6. Sa’id bin Jubair (wafat 136 H)
7. Zaid bin Aslam (wafat 136 H)
Orang yang mengambil riwayat dari Sa’id ini ialah Abdurrahman (putera
beliau sendiri) dan Malik bin Anas (dari tabi’it tabi’in). Mereka dianggap sebagai
peletak dasar ilmu-ilmu yang diberi nama Ilmu Tafsir, Asbabun Nuzul, Ilmu
Naskh wal Mansukh, Gharibil Qur’an, dan lain-lain dari berbagai macam cabang
Ulumul Qur’an.

a). Abad Pertama Hijriah

Pada abad pertama hijriah ini ada beberapa orang perintis asas-asas Ulumul
Qur’an, yaitu:

- Utsman bin Affan, perintis Ilmu Rasmil Qur’an


- Ali bin Abi Thalib, perintis Ilmu I’rabil Qur’an
- Ibnu Abbas
- Zain bin Tsabil
- Al-Asy’ari
- Ibnu Zubair

Tujuh orang diatas adalah para perawi tafsir dari kalangan sahabat.

- Mujahid
- Atha’ bin Abu Rabah
- Ikrimah
- Qatadah bin Di’amah
- Al-Hasan Al-Bashri
- Sa’id bin Jubair
- Zaid bin Aslam
Tujuh orang diatas adalah para perawi tafsir dari tabi’in.

b). Abad Kedua Hijriah

Pada abad kedua hijriah ini, muncul beberapa penulis tafsir, sebagai berikut:

- Muqatil bin Sulaiman (150 H)


- Syu’bah Ibnu Hajjaj (160 H)
- Sufyan ‘Uyainah (198 H)
- Waki’ bin Jarrah (197 H)
Keempat orang tersebut adalah para mufasir pertama.

c). Abad Ketiga Hijrah


Pada abad ketiga hijrah ini muncul beberapa penulis cabang-cabang Ulumul
Qur’an, sebagai berikut:
- Muhammad Ibnu Mustamir (206 H): Ilmu Tasyabuhil Qur’an
- Abu ‘Ubaidah Al-Mutsanna (209 H): Ilmu majazil Mansukh
- Abu ‘Ubaid bin Salam (224 H): Ilmu Nasikh wal Mansukh
- Ali Ibnul Madini (234): Ilmu Asbabin Nuzul
- Imam Asy-Syafi’i (204 H): Ahkamul Qur’an dan Risalah
- Abu Dawud As-Sijistani (275 H): Ilmu Nasikh Wal Mansukh
- Ibnu Qutaibah Ad-Dainuri (276 H): Ilmu Musykilil Qur’an

d). Abad Keempat Hijrah


Pada aabd keempat hijrah ini muncul pengarang tafsir dan cabang-cabang
Ulumul Qur’an, yang lain:
- Ibnu Marzuban (309 H): Al-Hawi Fi ‘Ulumil Qur’an
- Ibnu Jarir Ath-Thabari (310 H): Tafsir Ath-Thabari
- Abu Bakar As-Sijistani (330 H): Ilmu Ghairibil Qur’an
- Abu Ja’far An-Nahas (338 H): Waqaf Wal Istiknaf
- Ar-Rumani (386 H): Ilmu I’jazil Qur’an
- Al-Khathtaabi (388 H): Bayanu I’jazil Qur’an

e). Abad Kelima Hijrah


Pada abad kelima ini bermunculan pengarang-pengarang Qur’an, antara
lain sebagai berikut:
- Abu Bakar Al-Baqillani (403 H): Ilmu I’Jazil Qur’an
- Asy-Syarif Al-Murtadha (406 H): Ilmu Majazil Qur’an
- Ali bin Ibrahim Al-Khufi (430 H): Ilmu I’rabil Qur’an dan Al-Burhan Fi ‘
Ulumil Qur’an yang terdiri dari 30 juz.
- Abu Utsman Ad-Dani (444 H): Al-Qiraa’atus Sab’u dan Al-Waqfu wal
Ibtida’
- Abu Hasan Al-Mawardi (450 H): Ilmu Jidalil Qur’an
- Al-Wahidi An-Naisabuti (468 H): Ilmu Asbabin Nuzul
- Abdul Qadir Al-Jurjani (471 H): Ar-Risalah Asy-Syafi’iyah Fil I’jaz

f). Abad Keenam Hijrah

Pada abad keenam ini banyak ulama yang sibuk menulis Ulumul Qur’an,
seperti:

- Ar-Raghib Al-Asfihani (502 H): Ilmu Mufradatul Qur’an


- Ibnu Athiyyah (543 H): Tafsir Ibnu Athiyyah
- Abdurrahman As-Suhali (581 H): Ilmu Mubhamatul Qur’an
- Asy-Syathibi (590 H): Nudhumul Qira’atis Sab’i
- Abdul Fanaj Ibnul Jauzi (597 H): Fununul Afnan Fi ‘Ulumil Qur’an dan
Al-Mujtaba Fi Ulumin Tata’allaqu Bil Qur’an

g). Abad Ketujuh Hijrah

Pada abad ketujuh hijrah ini juga banyak ulama yang mengarang kitab
Ulumul Qur’an, sebagai berikut:

- Al-Akbari (616 H): Ilmu I’rabil Qur’an


- As-Sakhawi (641 H): Ilmu Majazil Qur’an dan Jamalul Qurra’
- Ibnu Abdis Salam (660 H): Ilmu Majazil Qur’an
- Abu Syamah (665 H): Al-Mursyidul Wajiz Fi Maa Yata’allaqu Bil Qur’anil
Aziz

h). Abad Kedelapan Hijrah

Abad kedelapan ini merupakan abad kecermelangan Ulumul Qur’an


dengan tampilnya tokoh-tokoh, sebagai berikut:

- Naajamuddin Ath-Thufi (716 H): Ilmu Jidaalil Qur’an


- Ahmad Ibnu Zubair (708 H): Al-Burhan Fi Tartibi Suwaril Qur’an
- Badruddin Az-Zarkasyi (794 H): Al-Burhan Fi ‘Ulumil Qur’an

i). Abad Kesembilan Hijrah

Pada abad kesembilan hijrah ini juga merupakan masa kecermelangan


Ulumul Qur’an dengan adanya:

- Jalaluddin Al-Bulqini (824 H): Mawaqi’ul ‘Ulum min Mawaqi’in Nujum


yang berisi 50 cabang Ulumul Qur’an
- Muhammad bin Sulaiman Al-Kafiji (873 H): At-Taisir fi Qawaiidit Tafsir
- Burhanuddin Al-Buqa’I (885 H): Nudhumud Durar Fi Tanasubi Ayati Was
Suwar

j). Abad Kesepuluh Hijrah

Pada abad kesepuluh ini Ulumul Qur’an mengalami kemunduran, hanya


seorang penulis Ulumul Qur’an yang giat mengarang, yaitu Imam Jalaluddin
As-Suyuthi (911 H) yang mengarang enam kitab, sebagai berikut:

- At-Tahbir Fi ‘Ulumil Tafsir


- At-Itqan fi ‘Ulumil Qur’an yang terdiri dari dua juz dalam satu jilid
- Ad-Durrul Manstsur Fit Tafsiri bil Ma’tsur, yang terdiri dari 8 jilid.
- Lubaabun Nuqul Fii Asbaabin Nuzul.
- Tanaasuqud Durar Fi Tanasubis Suwar.2

2
Abdul Djalal. Ulumul Qur’an Edisi Lengkap. (Surabaya: Dunia Ilmu, 1997), hal
25-27s
BAB III
KESIMPULAN

Kata ulum secara etimologi adalah jamak dari kata ‘ilmu. Menurut
bahasa, kata ilmu adalah masdar yang maknanya sinonim dengan paham
dan makrifat. Kata Alquran merupakan masdhar yang maknanya sinonim
dengan kata qira’ah (bacaan). Ulumul Qur’an merupakan kumpulan ilmu-
ilmu agama arabiah gabungan yang mencakup seluruh cabang-cabangnya.
Objek Ulumul Qur’an yang Mudawwan ialah kitab Al-Qur’an dari seluruh
segi-segi kitab dan objek Ulumul Qur’an yang idhafi, objeknya ialah
hanya salah satu segi dari beberapa segi Al-Qur’an. Perkembangan
Ulumul Qur’an terdiri dari Ulumul Qur’an pada Masa Nabi dan Sahabat,
masa pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan, dan sampai
perkembangan Ulumul Qur’an pada zaman modern.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Izzan. 2009. Ulumul Qur’an Edisi Revisi. Bandung : Tafakkur

Abdul Djalal. 1997. Ulumul Qur’an Edisi Lengkap. Surabaya: Dunia Ilmu

Anda mungkin juga menyukai