Anda di halaman 1dari 5

Nama : Muhammad Wahyu Ilhami

NIM : 1910202013

Judul : Al-Qur’an

A. Pengertian Al-Qur’an

Para ulama dan pakar/ahli di bidang ilmu al-Qur’an telah memberikan definisi
terhadap Al-Qur’an menurut pemahaman mereka masing-masing, baik secara
etimologi (makna bahasa) maupun secara terminologi (istilah).

 Ditinjau dari segi etimologi (makna bahasa), para ulama’ berbeda-beda


pendapat dalam mendefinisikan Al-Qur’an. Berikut ini adalah beberapa
pendapat ulama’ tentang al-Qur’an.
1. Pendapat Al-Lihyani ( Wafat Tahun 215 H) dan Segolongan Ulama
Lain

Kata Al-Qur’an adalah bentuk masdar dari kata kerja (fi’il), ‫ قرأ‬artinya
membaca, dengan perubahan bentuk kata/tasrif (). Darri tasrif tersebut, kata …
artinya bacaaan yang bermakna isim maf’ul () artinya yang dibaca. Karena Al-
Qur’an itu dibaca, maka dinamailah Al-Qur’an.

2. Pendapat Al-Asy’ari (Wafat Tahun 324 H) dan Beberapa Golongan


Lain

Kata Al-Qur’an berasal dari lafal… yang berarti menggabungkan sesuatu


dengan yang lain. Kemudian kata tersebut dijadikan sebagai nama kalamullah
yang diturunkan kepada Nabi-Nya, mengingat bahwa surah-surah, ayat-ayat, dan
huruf-hurrufnya beriring-iringan dan yang satu digabungkan dengan yang lain.

3. Pendapat Al-Farra’ (Wafat Tahun 207 H)

Kata Al-Qur’an berasal dari lafal … merupakan bentuk jamak dari kata …
yang berarti petunjuk atau indikator, mengingat bahwa ayat-ayat Al-Qur’an satu
sama lain saling membenarkan. Kemudian, dijadikan nama bagi kalamullah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad saw.

4. Pendapat Az-Zujaj (Wafat Tahun 331 H)

Kata Al-Qur’an adalah kata sifat dari… yang se-wazan (seimbang) dengan
kata … yang artinya … (kumpulan). Selanjutnya, kata tersebut digunakan sebagai
salah satu nama kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw., karena
Al-Qur’an terdiri atas sekumpulan surah dan ayat yang memuat kisah-kisah,
perintah dan larangan, dan mengumpulkan inti sari dari kitab-kitab yang
diturunkan sebelumnya.

5. Pendapat asy-Syafi’i (Wafat Tahun 204 H)

Kata Al-Qur’an adalah isim ‘alam, bukan kata bentukan (isytiqaq) dadri
kata apapun dan sejak awal memang digunakan sebagai nama khusus bagi kitab
suci yang diturunkan Allah Swt. Kepada Nabi Muhammad saw. Sebagaimana
halnya dengan nama-nama kitab suci sebelumnya yang memang merupakan nama
khusus yang diberikan oleh Allah Swt.

Menurut Abu Syuhbah dalam kitabnya yang berjudul al-Madkhal lid-


Dirasah Al-Qur’an al-Karim, dari kelima pendapat tersebut, pendapat Al-Lihyani
yang paling tepat.

 Ditinjau dari pengertian secara terminologi/istilah, para ulama’ juga berbeda


pendapat dalam mendefinisikan Al-Qur’an, diantaranya sebagai berikut.
1) Syekh Muhammad Khudari Beik

Dalam kitab Tarikh at-Tasyri’ al-Islam, Syekh Muhammad Khudari Beik


mengemukakan definisi Al-qur’an sebagai berikut.

Artinya:

“Al-Qur’an ialah lafal (firman Allah) yang berbahasa Arab, yang diturunkan
kepada Muhammad saw., untuk dipahami isinya dan selalu diingat, yang
disampaikan dengan cara mutawattir, yang ditulis dalam mushaf, yang dimulai
dengan surah al-Fatihah dan diakhiri dengan surah an-Nas.”

2) DR. Subkhi Shalih

DR. Subkhi Shalih mengemukakan definisi Al-Qur’an sebagai berikut.

Artinya:

“Al-Qur’an adalah kitab (Allah) yang mengandung mukjizat, yang diturunkan


kepada Nabi Muhammad saw., yang ditulis dalam mushaf-mushaf, yang
disampaikan secara mutawatir, dan bernilai ibadah membacanya.”

3) Syekh Muhammad Abduh

Syekh Muhammad Abduh mendefinisikan Al-Qur’an dengan pengertian


sebagai berikut.

Artinya:

“Kitab (Al-Qur’an) adalah bacaan yang tertulis dalam mushaf-mushaf, yang


terpelihara di dalam dada orang yang menjaganya dengan mengahaflnya (yakni)
orang-orang Islam.”

B. Fungsi Al-Qur’an
1. Al-Huda (Petunjuk)

Dalam Al-Quran ada tiga posisi Al-Quran yang fungsinya sebagai petunjuk.
Al-Quran menjadi petunjuk bagi manusia secara umum, petunjuk bagi orang-
orang yang bertakwa, dan petunjuk bagi orang-orang yang beriman.

2. Al-Furqon (Pemisah)

Fungsi Al-Quran sebagai pemisah adalah Al-quran dapat memisahkan antara


yang hak dan yang batil, atau antara yang benar dan yang salah. Di dalam Al-
quran dijelaskan beberapa hal mengenai yang boleh dilakukan atau yang baik, dan
yang tidak boleh dilakukan atau yang buruk.
3. Al-Asyifa (Obat)

Al-Quran bisa menjadi obat penyakit mental di mana membaca Al-quran dan
mengamalkannya daoat terhindar dari berbagai hati atau mental. Meskipun Al-
quran hanya sebatas tulisan saja, namun membacanya dapat memberikan
pencerahan bagi stiap orang yang beriman.

4. Al-mau'izah (Nasihat)

Di dalam Al-Quran terdapat banyak pengajaran, nasihat-nasihat, peringatan


tentang kehidupan bagi orang-orang yang bertakwa, yang berjalan di jalan Allah.
Nasihat yang terdapat di dalam Al-Quran biasanya berkaitan dengan sebuah
peristiwa atau kejadian, yang bisa dijadikan pelajaran bagi orang-orang di masa
sekarang atau masa setelahnya.

C. Sejarah Perkembangan Studi Al-Qur’an

Al-Quran yang diturunkan secara berangsur-angsur kepada Nabi Muhammad


SAW. Mempunyai perjalanan yang panjang baik dari segi turunnya maupun dari
segi perkembangannya. Pertumbuhan dan perkembangan al-Quran ketika itu terus
berlangsung karena apa yang diterima Nabi, beliau sampaikan kepada para
sahabat, dan sahabatpun menyampaikannya pula kepada sahabat lainnya. Proses
perkembangan dan pertumbuhan yang begitu cepat disebabkan karena al-Quran
turun dengan menggunakan bahasa Arab, sehingga para sahabat yang memang
orang Arab cepat memahaminya, apabila mereka menemukan kesulitan mereka
dapat bertanya langsung kepada Nabi sehingga perkembangannya cukup
menggembirakan. Untuk melihat pertumbuhan dan perkembangan Ulumul Quran,
dapat ditelusuri dari fase-fase berikut yaitu:

1. Fase Sebelum Kodifikasi

Sebelum Ulumul Quran kodifikasikan, Ulumul Quran telah dikenal para


sahabat sejak masa Nabi. Hal itu dapat dilihat dari antusias para sahabat Nabi
untuk mempelajari al-Quran dengan semangat tinggi. Apabila mereka menemui
kesulitan dalam memahami al-Quran, mereka bertanya langsung kepada Nabi Saw
2. Fase kodifikasi

Sebenarnya Ulumul Quran dan ilmu-ilmu lainnya belum dikodifikasikan


dalam bentuk kitab atau mushaf sebelum fase kodofikasi. Hanya kitab al-Quran
yang telah dikodifikasikan pada saat itu, bukan ulumul Quran. Seiring berjalannya
waktu terus berlangsung sampai ketika Ali bin Abi Thalib memerintahkan Abu al-
Aswad al-Da’uli untuk menulis ilmu Nahwu. Perintah Ali inilah yang mengawali
semangat untuk mengkodifikasikan ilmu-ilmu agama dan bahasa Arab.
Pengkodifikasian ini semakin berkembang ketika kejayaan Islam berada dibawah
pemerintahan Bani Umayyah dan pemerintahan Bani Abbasiyah.

Anda mungkin juga menyukai