1198010044
2A/ Administrasi Publik
Tugas Rangkuman Materi Ulumul Qur’an
PERTEMUAN KE 1
Orientasi Umum Ulumul Qur’an
1. Arti Ulumul Qur’an
Ulumul Qur’an berasal dari Bahasa Arab yang terdiri dari dua kata, yaitu ulum
dan Al-Qur’an. Kata ulum merupakan bentuk jamak dari kata ilmu. Ilmu yang
sebagaimana didefinisikan oleh Abu Syahbah adalah sejumlah materi pembahasan yang
dibatasi kesatuan tema atau tujuan, sedangkan Al-Qur’an didefinisikan ulama ushul,
ulama fiqih, dan ulama bahasa, adalah “ kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi-Nya
Muhammad, yang lafazh-lafazh nya mengandung mukjizat, membacanya mempunyai
nilai ibadah yang diturunkan secara mutawir, dan yang ditulis pada mushaf mulai dari
surat Al-Fatihah sampai surat An-Nas.
Secara bahasa , Ulumul Qur’an adalah ilmu (pembahasan-pembahasan) yang
berkaitan denga Al-Quran. Secara istilah, para ulama telah merumuskan berbagai definisi
tentang ulumul qur’an, salah satunya menurut Al-Zarkasyi, ulumul qur’an yaitu beberapa
pembahasan yang berhubungan dengan Al-Qur’an Al-Karim, dari segi turunnya,
urutannya, pengungkapan, penulisan, bacaan, penafsiran, mukzizat, nasikh-mansukh,
penolakan terhadap hal-hal yang menimbulkan keraguan terhadapnya.
2. Objek Pembahasan Ulumul Qur’an
Objek Pembahasan Ulumul Qur'an dibagi menjadi tiga bagian besar :
a. Sejarah & Perkembangan Ulumul Qur'an
Meliputi : Sejarah rintisan ulumul quran di masa Rasulullah SAW, Sahabat,
Tabi'in, dan perkembangan selanjutnya lengkap dengan nama-nama ulama dan
karangannya di bidang ulumul quran di setiap zaman dan tempat.
b. Pengetahuan tentang Al-Quran
Meliputi : Makna Quran, Karakteristik Al-Quran, nama-nama al-Quran,
Wahyu, Turunnya Al-Quran, Ayat Mekkah dan Madinah, Asbabun nuzul, dst.
c. Metodologi Penafsiran Al-Quran
Meliputi : Pengertian Tafsir & Takwil, Syarat-syarat Mufassir dan adab-
adabnya, Sejarah & Perkembangan ilmu tafsir, Kaidah-kaidah dalam penafsiran
Al-Quran, Muhkam & Mutasyabih, 'Aam & Khoos, Nasikh wa Mansukh, dst.
3. Sejarah dan Latar Belakang
Sejarah kemunculan istilah 'Ulumul Qur'an:
Pendapat Asy-Suyuthi dalam pengantar kitab Al-Itqan : Ulum Al-qur'an muncul
pada abad VI H. oleh Abu Al-Farj bin Al-Jauzi.
Pendapat Az-Zarqani: Ulumul Qur'an muncul pada awal abad V H. melalui
tangan Al-Hufi (w. 430 H.) dalam karyanya yang berjudul Al-Burhan fi Ulumul
Qur'an.
Pendapat Abu Syahbah: istilah Ulumul Qur'an muncul dengan ditulisnya kitab Al-
Mabani fi Nazhm Al-Ma'ani yang ditulis tahun 425 H. (abad V H.).
Pendapat Subhi Ash-Shalih: Istilah Ulumul Qur'an sudah muncul semenjak abad
III H., yaitu ketika Ibn Al-Mazuban menulis kitab yang berjudul Al-Hawi fi
Ulumul Qur'an.
4. Perkembangan Ulumul Qur’an
A. Fase Sebelum Kodifikasi (Qabl ‘Ashr At-Tadwin)
Pada fase sebelum kodifikasi, Ulumul Qur’an kurang lebih sudah
merupakan benih yang kemunculannya sangat dirasakan semenjak Nabi masih
ada. Ditandai dengan adanya kegairahan para sahabat untuk mempelajari Al-
Qur’an dengan sungguh-sungguh.
Kegairahan para sahabat untuk mempelajari dan mengamalkan Al-Qu’ran
tampaknya lebih kuat lagi ketika Nabi hadir di tengah-tengah mereka. Hal inilah
yang kemudian mendorong Ibn Taimiyyah untuk mengatakan bahwa Nabi telah
menjelaskan apa saja yang menyangkut penjelasan Al-Qur’an kepada para
sahabatnya. Salah satu riwayat dibawah ini membuktikan adanya penjelasan Nabi
kepada para sahabat menyangkut penafsiran Al-Qur’an:
Riwayat yang dikeluarkan oleh Ahmad, Tirmidzi, dan yang lainnya dari ‘Adi bin
Hayyan, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:
Yang artinya: “Yang dimaksud dengan orang-orang yang dimurkai oleh Allah
adalah orang-orang Yahudi, sedangkan yang dimakdsud dengan orang-orang yang
tersesat adalah orang-orang Nashrani.”
B. Fase Kodifikasi
Pada fase sebelum kodifikasi, Ulumul Qu’an dan juga ilmu-ilmu yang
lainnya belum dikodifikasikan dalam bentuk kitab atau mushaf. Satu-satunya
yang sudah dikodifikasikan saat itu hanyalah Al-Qur’an. Fenomena itu terus
berlangsung sampai ketika ‘Ali bin Abi Thalib memerintahkan Abu Al-Aswad
Ad-Da’uli untuk menulis ilmu nahwu. Pengodifikasian itu semakin marak dan
meluas ketika islam berada pada tangan pemerintah Bani Umayyah dan Bani
‘Abbasiah pada periode-periode awal pemerintahannya. Pada fase ini ada
sembilan perkembangan yang dimulai dari perkembangan Ulumul Qur’an pada
abad ke- II H sampai abad ke- XIV H.
PERTEMUAN KE 2
Mengetahui Tentang Al-Qur’an
1. Makna Al-Qur’an
Secara bahasa, Al-Quran berasal dari kata kerja qară’a yang berarti
“mengumpulkan atau menghimpun”, dan qiră’ah yang berarti menghimpun huruf-huruf
dan kata-kata satu dengan yang lain dalam suatu ucapan yang tersusun rapi”.
Al-Quran adalah firman atau wahyu yang diturunkan Allah Swt kepada Nabi
Muhammad SAW dengan perantaraan Malaikat Jibril untuk dijadikan pedoman dan
petunjuk hidup seluruh umat manusia hingga akhir zaman. Al-Quran merupakan kitab
suci terakhir dan terbesar yang diturunkan Allah SWT kepada manusia setelah Taurat,
Zabur, dan Injil yang diturunkan kepada para Rasul sebelum Nabi Muhammad SAW. Al-
Quran merupakan kitab suci yang istimewa karena tidak hanya mempelajari dan
mengamalkan isinya saja yang menjadi keutamaan, tetapi membacanya saja sudah
bernilai ibadah.
Hal ini sesuai dengan beberapa defenisi Al-Quran yang diungkapkan para ulama,
diantaranya Usatdz Muhammad Ali Ash-Shabuni. Menurutnya, Al-Quran adalah firman
Allah Swt yang tiada tandingannya, diturunkan kepada Nabi Muhammad saw penutup
para Nabi dan Rasul, dengan perantaraan Malaikat Jibril dan ditulis pada mushaf-mushaf
yang kemudia disampaikan kepada kita secara mutawatir, serta membaca dan
mempelajarinya merupakan ibadah, dimulai dengan Surah Al-Fatihah [1] dan ditutup
dengan Surah An-Nas [114].
Oleh karena itu, istilah qur’an paling umum diterjemahkan sebagai “bacaan” atau
“tilawah” (bacaan yang dilantunkan), dan telah dihubungkan secara etimologis dengan
qeryana (bacaan Kitab Suci, bagian dari Kitab Suci yang dibacakan dalam ritual
keagamaan) dalam bahasa Suriah, dan miqra’ dalam bahasa Ibrani (pembacaan suatu
kisah, Kitab Suci). Sebagian mufasir juga berpendapat bahwa kata tersebut berasal dari
bentuk fu’lan, qur’an membawa konotasi “bacaan sinambung” atau “bacaan abadi”, yang
dibaca dan didengar berulang-ulang.
Al-Quran dikhususkan sebagai nama kitab yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad saw, sehingga Al-Quran menjadi nama khas kitab tersebut, yaitu sebagai
nama diri, termasuk juga untuk penamaan ayat-ayatnya. Sebagai sebuah nama, Al-Quran
merujuk pada wahyu (tanzil) yang “diturunkan” (unzila) oleh Allas Swt kepada Nabi
Muhammad saw dalam rentang waktu hampir 23 tahun. Dalam konotasi yang lebih
universal, ia adalah ekspresi diri Ummul Kitab sebagai paradigma komunikasi Ilahiah
(QS. Al-Ra’d [13]:39).
2. Nama dan Sifat-Sifat Al-Qur’an
Allah menamakan al-Qur’an dengan beberapa nama, diantaranya:
a. Al-Qur’an: “Al-Qur’an ini memberi petunjuk kepada jalan yang lebih lurus.” (al-Israa’:
9)
b. Al-Kitab: “Telah Kami turunkan kepadamu al-Kitab yang di dalamnya terdapat sebab-
sebab kemuliaan bagimu.” (al-Anbiyaa’: 10)
c. Furqaan: “Mahasuci Allah Yang telah menurunkan al-Furqaan kepada hamba-Nya, agar
dia menjadi pemberi peringatan kepada semesta alam.” (al-Furqaan: 1)
d. Dzikr: “Sesunggguhnya Kamilah yang telah menurunkan adz-Dzikr (Qur’an) dan
sesungguhnya Kamilah yang benar-benar akan menjaganya.” (al-Hijr: 9)
e. Tanzil: “Dan Qur’an ini Tanzil [diturunkan] dari Tuhan semesta alam.” (asy-Syu’ara’:
192)
Allah telah melukiskan al-Qur’an dengan beberapa sifat, di antaranya:
a. Nuur (Cahaya): “Wahai manusia, telah datang kepadamu bukti kebearan dari Tuhan-mu,
dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang.” (an-Nisaa’: 174)
b. Huda (petunjuk), Syifa’ (obat), Rahmah (rahmat) dan Mau-idhah (nasehat): “Wahai
manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu nasehat dari Tuhanmu dan obat bagi
yang ada di dalam dada, dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.”
(Yunus: 57)
c. Mubiin (Yang menerangkan): “Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah
dan Kitab yang menerangkan.” (al-Maa-idah: 15)
d. Mubaarak (yang diberkati): “Dan al-Qur’an ini adalah Kitab yang telah Kami berkahi,
membenarkan kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya….” (al-An’am: 92)
e. Busyraa (khabar gembira): “….yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan
menjadikan petunjuk serta berita gembira bagi orang-orang yang beriman.” (al-Baqarah:
97)
f. ‘Aziz (yang mulia): “Mereka yang mengingkari adz-Dzikr (al-Qur’an) ketika al-Qur’an
itu datang kepada mereka, [mereka pasti celaka]. Al-Qur’an adalah kitab yang mulia.”
(Fushshilat: 41)
g. Majiid (yang dihormati): “Bahkan yang mereka dustakan adalah al-Qur’an yang
dihormati.” (al-Buruuj: 21)
h. Basyiir (pembawa khabar gembira) dan Nadziir (pembawa peringatan): “Kitab yang
dijelaskan ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui;
yang membawa khabar gembira dan membawa peringatan.” (Fushshilat: 3-4)
3. Perbedaan dengan Hadits Nabawi dan Hadits Kudsi
Hadits nabawi itu ada dua macam, yaitu:
a. Tauqifi yaitu, yang kandungannya diterima oleh Rasulullah SAW dari wahyu, lalu ia
menjelaskan kepada manusia dengan kata-katanya sendiri. Bagian ini, meskipun
kandungannya dinisbahkan kepada Allah, tetapi dari segi pembicaraan lebih dinisbahkan
kepada Rasulullah SAW, sebab kata-kata itu dinisbahkan kepada yang mengatakannya,
meskipun di dalamnya terdapat makna yang diterima dari pihak lain.
b. Taufiqi yaitu, yang disimpulkan oleh Rasulullah SAW menurut pemahamannya terhadap
Quran, karena ia mempunyai tugas menjelaskan Quran atau menyimpulkannya dengan
pertimbangan dan ijtihad. Bagian kesimpulannyang bersifat ijtihad ini, diperkuat oleh
wahyu jika ia benar, dan jika terdapat kesalahan didalamnya, maka turunlah wahyu yang
membetulkannya. Bagian ini bukanlah kalam Allah secara pasti.
Sedangkan Hadits qudsi itu maknanya dari Allah, ia disampaikan kepada
Rasulullah SAW melalui salah satu cara penurunan wahyu, sedang lafadznya dari
Rasulullah SAW, inilah pendapat yang kuat. Dinisbahkannya hadis qudsi kepada Allah
SWT adalah nisbah mengenai isinya, bukan nisbah mengenai lafadznya. Sebab
seandainya hadis qudsi itu lafalnya juga dari Allah, maka tidak ada lagi perbedaan antara
hadis qudsi dengan Al-Quran. Dan tentu pula gaya bahasanya menuntut untuk ditantang,
serta membacanya pun diangggap ibadah.
4. Karakteristik Al-Qur’an
Dr. Yusuf Qaradhawi memaparkan beberapa karakteristik Al-Quran dalam
kitabnya ” Kaifa Nata’amal ma’al al-Quran “,( Bagaimana berinteraksi dengan Al-
Quran), secara singkatnya sebagai berikut :
a. Al-Quran adalah Kitab Ilahi
Al-Quran berasal dari Allah SWT, baik secara lafal maupun makna. Diwahyukan oleh
Allah SWT kepada Rasul dan Nabi-Nya; Muhammad saw melalui ‘wahyu al-jaliy’
wahyu yang jelas. Yaitu dengan turunnya malaikat utusan Allah, Jibril a.s untuk
menyampaikan wahyu kepada Rasulullah SAW yang manusia, bukan melalui jalan
wahyu yang lain ; seperti ilham, pemberian inspirasi dalam jiwa, mimpi yang benar atau
cara lainnya.
ٍ ِﺖ ِﻣ ْﻦ ﻟَﺪ ُْﻥ َﺣ ِﻜ ٍﻴﻢ َﺧﺒ
ﻴﺮ ْ َ ﺼﻠ ْ ﺍﻟﺮ ِﻛﺘَﺎﺏٌ ﺃُﺣْ ِﻜ َﻤ
ِّ ُﺖ ﺁَﻳَﺎﺗُﻪُ ﺛُ َّﻢ ﻓ
Artinya : Alif laam raa, (Inilah) suatu Kitab yang ayat-ayatNya disusun dengan rapi serta
dijelaskan secara terperinci yang diturunkan dari sisi (Allah) yang Maha Bijaksana lagi
Maha tahu ( Huud 1)
b. Al-Quran adalah Kitab Suci yang terpelihara
Diantara karakteristik Al-Quran yang lainnya adalah ia merupakan kitab suci yang
terpelihara keasliannya. Dan Allah SWT sendiri yang menjamin pemeliharaannya, serta
tidak membebankan hal itu pada seorang pun. Tidak seperti yang dilakukan pada kitab-
kitab suci selainnya, yang hanya dipelihara oleh umat yang menerimanya. Hal ini
sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah SWT :
ِ ﺏ ﻪَّﻠﻟﺍ
ِ ﺑِ َﻤﺎ ﺍ ْﺳﺘُﺤْ ﻔِﻈُﻮﺍ ِﻣ ْﻦ ِﻛﺘَﺎ
Artinya: “…. disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah …” (Al-
Maidah 44)
c. Al-Quran adalah Kitab suci yang menjadi Mukjizat
Diantara karakteristik Al-Quran adalah kemukjizatannya. Ia adalah mukjizat terbesar
yang diberikan kepada Nabi Muhammad SAW sehingga bangsa arab hanya menyebut-
nyebut mukjizat itu saja, tidak yang lainnya, meskipun dari beliau terjadi mukjizat yang
lain yang tidak terhitung jumlahnya.
d. Al-Quran adalah Kitab Suci yang menjadi Penjelas dan dimudahkan Pemahamannya
Al-Quran adalah kitab yang memberi penjelasan dan mudah dipahami. Tidak seperti
kitab filsafat, yang cenderung untuk menggunakan simbol-simbol dan penjelasan yang
sulit, tidak pula seperti kitab sastra yang menggunakan perlambang-perlambang, yang
berlebihan dalam menyembunyikan substansi, sehingga sulit dipahami akal.
Allah SWT menurunkan Al-Quran agar makna-maknanya dapat ditangkap, hukum-
hukumnya dapat dimengerti, rahasia-rahasianya dapat dipahami, serta ayat-ayatnya dapat
ditadabburi. Oleh karena itu Allah SWT menurunkan Al-Quran dengan jelas dan
memberi penjelasan, tidak samar dan sulit dipahami. Sebagaimana firman Allah SWT :
َﻭﻟَﻘَ ْﺪ ﻳَﺴَّﺮْ ﻧَﺎ ْﺍﻟﻘُﺮْ ﺁَﻥَ ﻟِﻠ ِّﺬ ْﻛ ِﺮ ﻓَﻬَﻞْ ِﻣ ْﻦ ُﻣ َّﺪ ِﻛ ٍﺮ
Artinya : Dan Sesungguhnya Telah kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, Maka
Adakah orang yang mengambil pelajaran? (Al-Qomar 17)
e. Al-Quran adalah Kitab Suci yang Lengkap
Al-Quran adalah kitab agama yang menyeluruh, pokok agama dan ruh wujud islam.
Darinya disimpulkan konsep akidah Islam, tatacara ibadah, tuntutan akhlak, juga pokok-
pokok legislasi dan hukum. Allah SWT berfirman :
ٍَﺎﺏ ﺗِ ْﺒﻴَﺎﻧًﺎ ﻟِ ُﻜ ِّﻞ َﺷ ْﻲﺀ َ ﻚ ْﺍﻟ ِﻜﺘ َ َﻭﻧَ َّﺰ ْﻟﻨَﺎ َﻋﻠَ ْﻴ
Artinya : ..dan kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur’an) untuk menjelaskan segala
sesuatu (An-Nahl 89)
f. Al-Quran adalah Kitab Suci Seluruh Zaman
Makna Al-Quran sebagai kitab keseluruhan zaman adalah ia merupakan kitab yang abadi,
bukan kitab bagi suatu masa tertentu, yang kemudian habis masa berlakunya.
Maksudnya, hukum-hukum Al-Quran, perintah dan larangannya, tidak berlaku secara
temporer dengan suatu kurun waktu tertentu, kemudian habis masanya.
g. Al-Quran adalah Kitab suci bagi Seluruh Umat Manusia
Al-Quran bukanlah kitab yang hanya ditujukan pada suatu bangsa, sementara tidak
kepada bangsa yang lain, tidak juga untuk hanya satu warna kulit manusia, atau suatu
wilayah tertentu. Tidak juga hanya bagi kalangan yang rasional, dan tidak menyentuh
mereka yang emosional dan berdasarkan intuisi.Tidak juga hanya bagi rohaniawan,
sementara tidak menyentuh mereka yang materialis. Al-Quran adalah kitab bagi seluruh
golongan manusia. Allah SWT berfirman :
َﺇِ ْﻥ ﻫ َُﻮ ﺇِﺎَّﻟ ِﺫ ْﻛ ٌﺮ ِﻟ ْﻠ َﻌﺎﻟَ ِﻤﻴﻦ
Artinya : Al-Quran itu tiada lain hanyalah peringatan bagi alam semesta (At-Takwir 27)
PERTEMUAN KE 3
Sejarah Turunnya Al-Qur’an dan Kodifikasi Al-Qur’an
Artinya: “Katakanlah:”Dia-lah Allah, yang maha Esa. Allah adalah tuhan yang
bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Tiada berada beranak dan tiada pula di
peranakkan. Dan tiada seoarangpun yang setara dengan dengan dia.
Ayat-ayat yang terdapat pada surat di atas turun sebagai tanggapan terhadap orang-orang
musyrik makkah sebelum nabi hijrah, dan terhadap kaum ahli kitab yang ditemui di
madinah setelah hijrah.
Contoh yang lain: “peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharah) shalat wustha.
Berdirilah untuk Allah(dalam shalatmu) dengan khusyu’.
Ayat di atas menurut riwayat diturunkan berkaitan dengan beberapa sebab berikut;
Dalam sustu riwayat dikemukakan bahwa nabi saw. Shalat dzuhur di waktu hari yang
sangat panas. Shalat seperti ini sangat berat dirasakan oleh para sahabat. Maka turunnlah
ayat tersebut di atas. (HR. Ahmad, bukhari, abu daud).
Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa nabi saw.. Shalat dzuhur di waktu yang sangat
panas. Di belakang rasulullah tidak lebih dari satu atau dua saf saja yang mengikutinya.
Kebanyakan diantara mereka sedang tidur siang, adapula yang sedang sibuk berdagang.
Maka turunlah ayat tersebut diatas
(HR.ahmad, an-nasa’i, ibnu jarir).
Dalam riwayat lain dikemukakan pada zaman rasulullah SAW. Ada orangorang yang
suka bercakap-cakap dengan kawan yang ada di sampingnya saat meraka shalat. Maka
turunlah ayat tersebut yang memerintahkan supaya diam pada waktu sedang shalat (HR.
Bukhari muslim, tirmidhi, abu daud, nasa’i dan ibnu majah).
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ada orang-orang yang bercakapcakap di waktu
shalat, dan ada pula yang menyuruh temannya menyelesaikan dulu keperluannya(di
waktu sedang shalat). Maka turunlah ayat ini yang sedang memerintahkan supaya
khusyuk ketika shalat.
b. Ta’adud an-nazil wa al-asbab wahid
Satu sebab yang mekatarbelakangi turunnya beberapa ayat. Contoh: Q.S. Ad-dukhan/44:
10,15 dan16, yang berbunyi:
Artinya: maka tunggulah hari ketika langit membawa kabut yang nyata.
Artinya: “sesungguhnya (kalau) kami akan melenyapkan siksaan itu agak sedikit
sesungguhnya kamu akan kembali (ingkar)”.
Artinya:“(ingatlah) hari (ketika) kami menghantam mereka dengan hantaman yang keras.
Sesungguhnya kami memberi balasan”.
Asbab an-nuzul dari ayat-ayat tersebut adalah; dalam suatu riwayat dikemukakan, ketika
kaum Quraisy durhaka kepada nabi saw.. Beliau berdo’a supaya mereka mendapatkan
kelaparan umum seperti kelaparan yang pernah terjadi pada zaman nabi yusuf. Alhasil
mereka menderita kekurangan, sampaisampai merekapun makan tulang, sehingga
turunlah (QS. Ad-dukhan/44: 10). Kemudian mereka menghadap nabi saw untuk
meminta bantuan. Maka rasulullah saw berdo’a agar di turunkan hujan. Akhirnya
hujanpun turun, maka turunnlah ayat selanjutnya (QS. Ad-dukhan/44: 15), namun setelah
mereka memperoleh kemewahan merekapun kembali kepada keadaan semula (sesat dan
durhaka) maka turunlah ayat ini (QS. Ad-dukhan/44: 16) dalam riwayat tersebut
dikemukakan bahwa siksaan itu akan turun di waktu perang badar.
3. Ungkapan Redaksi Asbabun Nuzul
Ungkapan-ungkapan yang di gunakan oleh para sahabat untuk menunjukkan
turunnya al-qur’an tidak selamanya sama. Ungkapan-ungkapan itu secara garis besar di
kelompokkan dalam dua kategori, yaitu:
a. Sarih (jelas)
Ungkapan riwayat “sarih” yang memang jelas menunjukkan asbab annuzul dengan
indikasi menggunakan lafadz (pendahuluan).
“sebab turun ayat ini adalah...”
“telah terjadi..... maka turunlah ayat…..”
“rasulullah saw pernah di tanya tentang ....... maka turunlah ayat…..” Contoh lain:
QS. Al-maidah/5, ayat 2 yang berbunyi:
Artinya: “istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, mak
datangilah tanah tempat bercocok tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki.
Dan kerjakanlah (amal yang baik)untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan
ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-
orang yang beriman.”(QS. Al-baqarah/2: 223).
https://www.academia.edu/6508587/RASM_AL_QURAN
https://islami.co/sejarah-al-quran-periode-nabi-muhammad-saw-dan-khulafaur-rasyidin/
http://kedesa.id/id_ID/sejarah-singkat-bagaimana-diturunkannya-al-quran/
https://wakidyusuf.wordpress.com/2016/04/14/pengertian-al-quran-karakteristik-perbedaannya-
dengan-hadits/
https://www.rumahfiqih.com/konsultasi-1147101616-apakah-hadits-nabawi-hadits-qudsi.html
https://alquranmulia.wordpress.com/2016/03/05/nama-dan-sifat-al-quran/
Subhi Ash-Shalih, Mabahits ff ‘Ulum Al-Qur’an, Dar Al-Qalam li Al-Malayyin, Bairut, 1988.
Masyfuk Zuhdi, Pengantar Ulumul Qur’an, Bina Ilmu, Surabaya, 1993.