Anda di halaman 1dari 52

PENGANTAR STUDI AL-QUR’AN HADITS

KUMPULAN RESUME

OLEH

MUHAMMAD FAUZAN (2013030005)

DOSEN PENGAMPU

Dra. NAILUL RAHMI,M.Ag

JURUSAN HUKUM TATA NEGARA

FAKULTAS SYARI’AH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI IMAM BONJOL PADANG

2020/2021
PEGANTAR STUDI AL-QUR’AN HADITS

ALQUR’AN DAN WAHYU

NAMA :MUHAMMAD FAUZAN


NIM :2013030005

KELAS :HTN A

SILABUS :1

A. Al-Qur’an
Etimologi : bacaan yang sempurna, mengumpulkan, dan menghimpun
Terminology : Firman Allah yang disampaikan melalui perantara mallaikat
Jibril kepada Nabi Muhammad SAW.
Adapun menurut para ahli, pengertian al-qur’an adalah:
 Subhi As-Shaleh
Al-Qur’an adalah kalam Allah yang berupa mukjizat yang
diturunkan kepada Rasulullah dalam bentuk mushaf yang
diriwayatkan secara mutawatir dan bernilai ibadah membacanya.
 Ali As-Sabbani
Al-Qur’an adalah firman Allah yang tidak ada tandingannya yang
diturunkan kepada Rasulullah melalui malaikat Jibril, diriwayatkan
secara mutawatir.
 Syekh Kudaribaik
Al-Qur’an adalah firman Allah yang berbahasa arab yang
diturunkan kepada Rasulullah dalam bentuk mushaf secara
mutawatir yang diawali dengan surah al-fatihah dan diakiri dengan
surah an-nas.
B. Wahyu
Wahyu adalah kalam allah yang diturunkan kepada seluruh makhaluk-Nya
melalui malaikat Jibril.
Adapun tata cara turunnya wahyu adalah:
 Malaikat jubril memyampaikan wahyu dengan cara menampakkan
wujud aslinya
 Malaikat Jibril menyampaikan wahyu dengan cara menyamar
menjadi orang asing
 Malaikat Jibril menyampaikan wahyu melalui geemiricik bunyi
lonceng
Perbedaan antara wahyu dan Al-qur’an adalah wahyu diturunkan kepada
seluruh makhaluk sedangkan Al-qur’an diturunkan khusus kepada Rasulullah.

PEGANTAR STUDI AL-QUR’AN HADITS

ALQUR’AN DAN TAFSIR

NAMA :MUHAMMAD FAUZAN


NIM :2013030005

KELAS :HTN A

SILABUS :2

A. Pengertian Al-Qur’an
 Etimologi: bacaan , mengumpul, dan menghimpun
 Terminology: firman Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad melalui perantara malaikat Jibril, diturunkan secara
mutawatir dalam bentuk mushaf.
 Para ahli ushul fiqih
Al-Qur’an adalah nama bagi keseluruhan Al-qur’an dan nama untuk
bagian-bagiannya yang diturunkan kepada Rasulullah SAW maka
jadilah sebagai identitas diri
B. Pengertian Tafsir
 Etimologi: tafsir berarti al-ibahah wa kasyfu al-mughattha yang
berarti menjelaskan dan menyingkap yang tertutup
 Terminology: suatu ilmu untuk memahami Al-qur’an, baik berupa
makna, hikmah, dan isi kandungannya

Adapun pengertian tafsir menurut pandangan para ahli adalah:

 Al-zarqoni
Tafsir adalah ilmu untuk memahami Al-qur’an yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad dengan menjelaskan makna-maknanya dan mengeluarkan
hukum dan hikmah0hikmahnya.
 Abu Hayyan
Tafsir adalah ilmu yang membahas cara pengucapan lafaz Al-qur’an,
petunjuk-petunjuknya, hukum-hukumnya, baik Ketika berdiri sendiri maupun
tersusun dan makna yang dimungkinkan baginya Ketika tersusun serta hal
lain yang melengkapinya.
C. Nama- Nama Lain Al-qur’an
 Al-furqan (Pembeda antara yang hak nan yang batil)
Al-Furqan:1
 Al-Burhan (Bukti kebenaran)
An-Nissa’:174
 Al-Haq (kebenaran)
Al-Haqqah:51
 An-Naba’ Al-Azhim (berita yang besar)
Shad:67-68
 Al-Balagh (penjelasan)
Ibrahim:52
 Al-Mau’izah ( pembelajaran)
Yunus:57
D. Sifat dan Fungsi Al-Qur’an
 Al-qur’an adalah Ash-Shirath Al-Mustaqim ( jalan yang lurus)
 Al-qur’an adalah Al-Hablul Matin ( tali yang sangat kokoh)
 Al-qur’an adalah Al-Mizan (timbangan)
 Al-qur’an adalah An-Nurul Mubin (cahaya yang terang benderang)
 Al-qur’an adalah Asy-Syifa’ (penyembuh)
E. Urgensi Tafsir
 Tafsir Bil Ma’tsur
Metode penafsiran yang ditempuh oleh para sahabat dan generasi
selanjutnya dalam kerangka metodologis atau dalam bentuk
periwayatan.
 Tafsir Bil Ra’yi
Metode penafsiran Al-qur’an dimana seorang mufassir
menggunakan akal atau rasio sebagai pendekatan utamanya.
 Tafsir Tahlily
Metode penafsiran Al-qur’an yang berupaya menjelaskan
kandungan ayat-ayat Al-qur’an dari berbagai segi dengan
memperhatikan runtutan ayat-ayat sebagaimana yang tercantuk
dalam mushaf.
 Tafsir Muqaran
Motode penafsiran Al-qur’an yang membanding-bandingkan ayat
Al-qur’an yang satu dengan ayat lainnya yang sama redaksinya,
tetapi berbeda masalahnya, atau membandingkan Al-qur’an
dengan hadits atau membandingkan Al-qur’an dengan pendapat
ulama tafsir lainnya.
 Tafsir Ijmaly
Metode penafsiran Al-qur’an yang menafsirkan ayat-ayat Al-qur’an
dengan cara menggunakan makna global.
 Tafsir Maudhu’i
Metode penafsiran Al-qur’an dengan cara menggumpulkan ayat-
ayat Al-qur’an yang memiliki satu tujuan.

PEGANTAR STUDI AL-QUR’AN HADITS


‘ULUMUL QUR’AN

NAMA :MUHAMMAD FAUZAN


NIM :2013030005

KELAS :HTN A

SILABUS :3

 Pengertian

Istilah ulum al-Qur’an, secara etimologi, merupakan gabungan dari dua kata
bahasa Arab, yaitu Ulum dan al-Qur’an. Kata ulum adalah bentuk jamak dari kata
ilm yang merupakan bentuk masdar dari kata ‘alima, ya’lamu yang berarti
mengetahui. Dalam kamus al-Muhit kata alima disinonimkan dengan kata arafa
(mengetahui, mengenal). Dengan demikian, kata ilm semakna dengan ma’rifah yang
berarti pengetahuan. Sedangkan ulum berarti sejumlah pengetahuan.

Sedangkan kata Al-Qur’an berasal dari beberapa kata, yaitu:

 Qur’an adalah bentuk masdar dari qara’a, yang berarti


bacaan

 Qur’an adalah kata sifat dari al-qar’u yang bermakna al-


jam’u (kumpulan).

 Kata al-Qur’an adalah ism alam, yang sejak awal digunakan


sebagai nama bagi kitab suci yang diturunkan oleh Allah
SWT kepada nabi Muhammad saw.

Sedangkan Al-Qur’an menurut istilah adalah Firman Allah swt yang


diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, yang memiliki kemukjizatan lafal,
membacanya bernilai ibadah, diriwayatkan secara mutawatir, yang tertulis dalam
mushhaf, dimulai dengan surah al-Fatihah dan diakhiri dengan surah al-Nas.

Menurut pandangan para ulama Al-Qur’an adalah:

 M. Qurais Shihab mendefinisikan Al-Qur’an sebagai


firman-firman Allah yang disampaikan oleh malaikat jibril
sesuai redaksinya kepada Nabi Muhammad saw, dan
diterima oleh ummat Islam secara tawatur.
 Ali As-Sabbani mendefinisikan Al-Qur’an sebagai firman
Allah yang tidak ada tandingannya yang di turunkan
kepada Rasulullah melalui malaikat Jibril, diriwayatkan
secara mutawatir.

 Subhi As-Shaleh mendefefinisikan Al-Qur’an sebagai


kalam Allah berupa mukjizat yang diturunkan kepada
Rasullah dalam bentuk mushaf yang diriwayatkan secara
mutawatir dan bernilai ibadah membacanya.

Ulum al- Qur’an , menurut Manna’ al-Qattan adalah: “Ilmu yang mencakup
pembahasan-pembahasan yang berhubungan dengan Al-Qur’an, dari segi sebab
turunnya, pengumpulan dan urutan-urutannya, pengetahuan tentang ayat-ayat
makkiyyah dan madaniyyah, nasikh dan mansukh, mahkam dan mutasyabih, dan
hal-hal lain yang berkaitan dengan Al-Qur’an”.

Al-Zarqaniy memberikan definisi ulum al- Qur’an adalah “Beberapa


pembahasan yang berhubungan dengan Al-Qur’an dari segi turunnya, susunannya,
pengumpulannya, penulisannya, bacaannya, tafsirnya, kemukjizatan, naskh dan
mansukhnya, penolakan dari hal-hal yang bisa menimbulkan keraguan terhadapnya,
dan sebagainya”.

Dengan demikian, yang dimaksud ulum al-Qur’an adalah sejumlah ilmu


pengetahuan yang secara khusus membahas tentang Al-Qur’an dari berbagai
aspeknya.

 Ruang Lingkup Ulumul Qur’an


 Persoalan Turunnya Al-Qur’an (nuzul Al-Qur’an)
Persoalan ini menyangkut tiga hal:
a. Waktu dan tempat turunnya Al-Qur’an
b. Asbabun nuzul
c. Tarikh Al-Qur’an

 Persoalan Sanad (Rangkaian Para Periwayat)


a. Riwayat Mutawatir
b. Riwayat Ahad
c. Riwayat syadz
d. Macam-macam Qira’at Nabi
e. Tahammul
 Persoalan Qira’at
Biasanya dalam persoalan ini berkaitan dengan ilmu tajwid

Persoalan Kata-kata Al-Qur’an

a. Gharib Al-Qur’an

b. Mu’rob Al-Qur’an

c. Kata-kata Al-Qur’an yang mempunyai makna sama


d. Isti’arah
e. Tasybih
 Persoalan makna-makna yang Berkaitan dengan Hukum
a. ‘Am
b. Khas
c. Mujmal
d. Muqoyyad
e. Manthuq
f. Mafhum
g. Muhkam
h. Mutasyabih

i. Musykil

j. Nasikh-Mansukh, dll.
 Persoalan Makna-makna Al-Qur’an yang berpautan dengan
Kata-kata Al-Qur’an
a. Berpisah (Fasl)
b. Bersambung (Washl)
c. Uraian singkat (i’jaz)
d. Uraian panjang (Ithnab)
 Sejarah Ulumul Qur’an
 Perkembangan Ulum Al-Qur’an Abad II H
Pada abad ini tiba masa pembukuan yang dimulai dengan
pembukuan hadist dengan segala babnya, akan tetapi para
ulama lebih memprioritaskan penyusunan tafsir karena tafsir
adalah induk ‘Ulum Al-Qur’an. Diantara mufassir yang terkenal
pada abad ini adalah:
o Syu’bah Al-Hajjaj (w. 160 H)
o Sufyan bin Uyainah (w. 198 H)
o Sufyan Ats-Tsauri (w. 161 H)
o Ibn Jarir Ath-Thabari (w. 310 H)
 Perkembangan Ulum Al-Qur’an Abad III H
Pada abad ini para ulama mulai menyusun pula beberapa
ilmu Al-Qur’an diantaranya:
o Ali bin Al-Madini (w. 234 H) telah menyusun
karangannya mengenai Asbabun Nuzul.
o Abu ‘Ubaid Al-Qasim (w. 224 H) menulis tentang
Nasikh-Mansukh dan Qira’at
o Ibn Qutaibah (w. 276 H) menulis tentang Musykilatul
Qur’an
 Perkembangan Ulum Al-Qur’an Abad VI H
Pada ini mulai disusun ilmu Gharib Al-Qur’an, di antara
ulama yang menyusun ilmu ini adalah:
o Abu Bakar As-sijistani (w. 330 H)
o Abu Bakar Muhammad bin Al-Qasim (w. 328 H)
o Perkembangan ulum Al-Qur’an Abad V H
o Abu Bakar Al-Baqalani (w. 403 H) menyusun I’jazul
Qur’an
o Alamudin As-Sakhawi (w. 643 H), menyusun Aqsamul
Qur’an
o Ali bin Ibhrahim bin Said Al-Hufi (w. 430 H),
menyusun mngenai I’rabul; Qur’an.
PEGANTAR STUDI AL-QUR’AN HADITS
NUZULUL QUR’AN
NAMA :MUHAMMAD FAUZAN

NIM :2013030005

KELAS :HTN A

SILABUS :4

 Pengertian Nuzul Al-Qur’an

Kata asbab an-nuzul terdiri atas dua suku kata, yaitu asbab dan
nuzul. Adapun asbab adalah jamak dari kata sababun yang artinya
sebab. Sedangkan al-nuzul yang artinya turun. Kedua suku kata ini
dalam ilmu gramatika bahasa Arab disebut tarkib al-idhafiy. Makna
tekstual dari dua kata itu adalah sebab-sebab turun.

Adapun definisi asbabun nuzul dalam terminologi pakar ilmu-


ilmu al-Qur’an, yaitu:

 Subhi Shalih mendefinisikan azbabun nuzul yaitu “ Sesuatu


(peristiwa atau pertanyaan) yang dengan sebabnya turun
suatu ayat atau beberapa ayat yang mengandung hukumnya
atau member jawaban tentang sebab itu atau sebagai
penjelasan hukumnya, pada masa terjadinya perisriwa itu ”.

 Dr. Dawud al-Aththar mengemukakan pengertian asbabun


nuzul, yaitu “Asbab al-Nuzul adalah sesuatu yang melatar
belakangi turunnya suatu ayat atau lebih, sebagai jawaban
terhadap suatu pertanyaan atau menjelaskan hukum yang
terdapat dalam peristiwa tersebut”.

 Dari dua definisi asbabun nuzul yang dikemukakan di atas,


dapat di tarik suatu pengertian bahwa yang menjadi “asbab”
itu adakalanya terjadi suatu peristiwa yang membutuhkan
penjelasan hukum, atau adanya suatu pertanyaan yang di
ajukan kepada Nabi saw, kemudian turun suatu ayat untuk
menjelaskan hukum dari peristiwa atau pertanyaan tersebut.
 Cara Turunnya Al-Qur’an
o Malaikat memasukkan wahyu itu ke dalam hatinya. Dalam
hal ini nabi saw tidak melihat sesuatu apapun, hanya beliau
merasa bahwa itu sudah berada saja dalam kalbunya.
Mengenai hal ini nabi mengatakan, :”ruhul qudus
mewahyukan kedalam qalbuku.”
o Malaikat menampakkan dirinya kepada nabi berupa seorang
laki-laki yang mengucapkan kata-kata kepadanya, sehingga
beliau mengetahui dan hafal benar akan kata-kata itu.
o Wahyu datang kepadanya seperti gemerincingnya lonceng.
o Malaikat menampakkan dirinya kepada nabi, tidak berupa
seorang lai-lakiseperti keadaan nomor dua, tetapi dengan
rupanya yang asli. (An-najm : 13-14)
 Fase Turunnya Al-Qur’an
o Tahap pertama, Alquran diturunkan oleh Allah ke Lauhul Mahfudz.
o dari Lauhul Mahfudz itu, Alquran diturunkan ke Baitul Izzah di Samaud
Dunya (langit dunia) secara sekaligus.
o Alquran diturunkan dari Baitul Izzah ke dunia secara berangsur-angsur
kepada Rasulullah SAW.
 Tujuan diturunkannya Al-Qur’an
 Petunjuk bagi orang yang bertaqwa
 Memberi kabar gembira
 Memberi peringatan
 Kisah yang paling baik
 Sebagai penawar dan rahmat
 Hikmah Turunnya Al-Qur’an
 Mengukuhkan hati Nabi Muhammad SAW
 Sebagai bantahan terhadap syubhat-syubhat kaum
musyrikin yang dating silih berganti
 Memudahkan manusia dalam memahami Al-Qur’an,
mengamalkannya, menghafalnya karena diturunkan secara
berangsur-angsur
 Menyemangati hati manusia untuk menerima Al-Qur’an dan
mengamalkannya karena diturunkan secara bertahap
 Urgensi Kajian Nuzulul Qur’an
Agar kita senantiasa bersungguh-sungguh mencari kapan tepatnya
malam tersebut tiba. Dengan tidak adanya kabar yang pasti tentang
malam Nuzulul Qur’an ini, seharusnya membuat kita tidak
bermalas-malas dalam mencari anugerah malam tersebut. Justru
dikhawatirkan jika kita telah mengetahui pasti waktu malam Nuzulul
Qur’an tersebut, malah kita hanya mengandalkan hari itu untuk
beribadah kepada Allah, sementara pada waktu-waktu lainnya kita
tinggalkan tanpa nilai ibadah sedikitpun. Tentu hal ini amat sangat
bertolak belakang dengan semangat ramadhan yang merupakan
bulan yang tidak hanya menuntut keimanan kita, namun juga
keihlasan hati kita untuk beribadah selama satu bulan penuh, atau
dalam bahasa agamanya biasa kita kenal dengan istilah “al-iman
wa al-ihtisab.”

PEGANTAR STUDI AL-QUR’AN HADITS


AYAT PERTAMA DAN AYAT TERAKHIR
NAMA :MUHAMMAD FAUZAN

NIM :2013030005

KELAS :HTN A

SILABUS :5

Al Qur’an merupakan kitab suci umat Islam yang berisi wahyu wahyu Allah SWT
yang diturunkan melalui perantara malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW.

 Ayat yang Pertama Diturunkan

Ada dua pendapat yang dikenal tentang ayat yang pertama kali diturunkan,
yaitu :

 Q.S Al-Alaq 1-5

Pendapat ini didasarkan pada suatu hadis yang diriwayatkan oleh Al-
Bukhari dan Muslim serta yang lainnya dari Aisyah r.a.

 Q.S Al-Mudattsir

Pendapat ini didasarkan pada suatu hadis yang diriwayatkan oleh Jabir
ibn ‘Abdillah r.a.

 Ayat yang Terakhir Diturunkan

Ada begitu banyak pendapat dari para ulama mengenai ayat yang terakhir
diturunkan antara lain :

 Q.S Al-Baqarah : 278

Pendapat ini didasarkan atas hadis yang dikeluarkan oleh Al Bukhari


dan Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa ayat yang terakhir turun yaitu ayat
yang membahas tentang riba.

 Q.S Al-Baqarah : 281

Pendapat ini berdasarkan pada hadis yang diriwayatka oleh An-Nasa`i


dan lain-lain, dari Ibnu Abbas dan Said bin Jubair.
 Q.S Al-Baqarah : 282

Pendapat ini didasarkan pada hadis yang diriwayatkan oleh Said bin
al-Musayyab yang menyatakan bahwa ayat yang terakhiir turun yaitu ayat
tentang utang.

 Q.S An-Nisa : 176

Pendapat ini berdasarkan hadis Bukhari dan Muslim dari sahabat


Barra` bin `Azib

‫ك قُ ِل هَّللا ُ ُي ْفتِي ُك ْم فِي ْال َكاَل لَ ِة‬


َ ‫َيسْ َت ْف ُتو َن‬

Artinya : Mereka meminta fatwa kepadamu . Katakanlah `Allah memberi fatwa


kepadamu tentang kalalah.

 Q.S Al-Maidah : 3

Pendapat Abdullah bin Amru. Ayat ini turun ketika nabi Muhammad
SAW sedang melakukan ibadah haji wada’.

ً ‫يت لَ ُك ُم اإلِسْ ال َم دِينا‬ ُ ْ‫ت لَ ُك ْم دِي َن ُك ْم َوأَ ْت َمم‬


ُ ِ‫ت َعلَ ْي ُك ْم نِعْ َمتِي َو َرض‬ ُ ‫ْل َي ْو َم أَ ْك َم ْل‬

Artinya : Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-
cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.

 Isi atau Makna dalam Ayat Pertama dan Terakhir Turun


 Q.S Al-Alaq : 1-5

Makna dari surah Al-Alaq 1-5 yaitu Allah memerintahkan manusia


untuk membaca dan belajar. Allah memerintahkan untuk membaca berulang
kali karena ilmu akan masuk ke otak dan hati manusia apabila dibaca
berulang kali. Selain itu dengan membaca maka diharapkan dapat
meningkatkan keimanan dan ketakwaan manusia kepada Alla SWT.

 Q.S Al-Mudatsir

Surah ini berisi perintah untuk Nabi Muhammad SAW agar berdakwah
atau memberi peringatan kepada umatnya untuk menjauhi larangan dan
menjalankan perintah Allah SWT. Selain itu surah ini juga berisi perintah
untuk tidak menyekutukan Allah, membersihkan hati dari sifat syirik dan
bersih amal, meninggalkan sesuatu yang dapat menyebabkan kemurkaan
Allah, serta berbuat kebaikan bukan karena untuk mendapat balasan tetapi
untuk mendapat ridha Allah.

 Q.S Al-Baqarah : 278, 281, 282

Ayat 278 berisi perintah untuk bertakwa kepada Allah dan melarang
melakukan riba. Ayat 281 menjelaskan peringatan kepada manusia bahwa
pada hari dimana manusia kembali kepada Allah akan ada balasan atas
segala macam hal yang telah dilakukan. Dan ayat 282 menjelaskan bahwa
dalam kegiatan hutang piutang sebaiknya dituliskan persyaratan pembayaran
agar jika nanti terjadi perselisihan maka terdapat bukti. Kemudian dalam
menuliskan persyaratan sebaiknya ditulis oleh seseorang yang adil dan jujur
dan disaksikan oleh dua orang saksi agar apabila seorang lupa maka masih
ada seorang lagi yang dapat mengingatkan.

 Q.S An-Nisa : 176

Ayat berisi tentang hukum waris. Ayat ini menjelaskan apabila


seseorang meninggal dunia tidak memiliki anak hanya memiliki seorang
saudara perempuan maka bagiannya seperdua dari jumlah harta yang
ditinggalkan. Apabila ahli warisnya hanya dua orang saudara perempuan
maka bagiannnya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan bagi keduanya.
Namun apabila ahli warisnya seorang saudara perempuan dan saudara laki
laki maka bagian laki laki dua kalinya bagian perempuan.

 Q.S Al-Maidah : 3

Ayat ini menjelaskan tentang makanan haram baik itu dari jenisnya
maupun dari cara memperolehnya. Barang siapa yang terpaksa karena
kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa maka Allah akan mengampuninya,
karena sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Selain
itu ayat ini juga menjelaskan diharamkannya mengundi nasib.

PEGANTAR STUDI AL-QUR’AN HADITS


AYAT PERTAMA DAN AYAT TERAKHIR
NAMA :MUHAMMAD FAUZAN

NIM :2013030005

KELAS :HTN A

SILABUS :6

A. PENGERTIAN PENGUMPULAN DAN PEMELIHARAAN AL-

QUR’AN

1. Defenisi Pemeliharaan Al-Qur’an

Bahasa: Pemeliharaan Al-Qur’an terdiri dari dua kata yaitu pemeliharaan dan Al-

Qur’an. Pemeliharaan sendiri berasal dari kata pelihara berarti jaga atau
rawat,yang diberi imbuhan pe- dan –an yang berarti proses,cara dan
perbuatan
memelihara.

Istilah: proses atau cara yang dilakukan untuk menjaga dan

memelihara kitab suci Al-Qur’an agar tetap terjaga.


2. Defenisi Jam’ Al-Qur’an

Jam’ al-qur’an ( pengumpulan al-qur’an ) oleh para ulama. Pertama,


pengumpulan dalam arti hifzhuhu (mennghafalmya dalam hati ).
Kedua,pengumpulan dalam arti kitabatuhu kullihi ( penulisan al qur’an ).

B. PENGUMPULAN DAN PEMELIHARAAN AL-QUR’AN


1. Masa Nabi SAW

Pengumpulan Al-Qur’an di masa Nabi SAW terbagi atas dua:

 Pengumpulan dalam dada, dengan cara menghapal, menghayati dan


mengamalkan
 Pengumpulan dalam dokumen, dengan cara menulis dalam kitab, atau
diwujudkan dalam bentuk ukiran
2. Masa Khalafaur Rasyidin
 Masa Abu Bakar ash-Shiddiq ra
Al- Qur’an dikumpulkan pada zaman Abu Bakar setelah terjadinya perang
Yamamah yang yang memakan korbanyak 70 orang penghafal Al-Qur’an.
Mengutip dari bukunya Syekh Muhammad Ali Ash-Shabuni, kelebihan
mushaf pada masa Abu Bakar diantaranya ialah:
o Penelitian yang sangat berhati-hati, detail, cermat dan
sempurna.
o Yang ditulis pada mushaf hanya ayat yang sudah jelas tidak
dinaskh bacaannya.
o Telah menjadi ijmak umat secara mutawatir bahwa yang tercatat
itu adalah ayat-ayat Al Quran
o Mushaf itu memiliki Qiraah Sab’ah yang dinuqil secara sahih
 Masa Umar bin Khattab
Pada masa Khalifah Umar bin Khattab terjadi penyebaran AlQuran ke wilayah
yang sudah memeluk agama islam. Penyebaran ini bukan sekedar
mengirimkan lembaran mushaf-mushaf, tetapi disertai pula dengan
pengajarannya. Khalifah Umar mengirimkan sekitar 10 sahabat ke basrah
untuk mengajarkan Al-Quran Umar juga mengirim Mas’ud ke Kufah dengan
tujuan sama.
 Masa Usman bin Affan
Utsman mengirim sepucuk surat kepada Hafsah berisi permintaan
mengirimkan mushaf untuk disalin menjadi beberapa naskah. Lalu Hafsah
mengirimkan mushaf tersebut. Kemudian Utsman memerintahkan Zaid bin
Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin Ash dan Abdurrahman bin al-Harits bin
Hisyam untuk bekerja sama menyalinnya. Utsman berpesan kalau terjadi
perbedaan antara kalian mengenai sesuatu tentang Al quran maka tulislah
menurut dialek Quraisy karena Al quran diturunkan dengan bahasa mereka.
Setelah itu mushaf asli dikembalikan kepada Hafsah sedangkan naskah
salinan dikirim ke berbagai kawasan Islam.
 Masa Ali bin Abi Thalib
Pada masa Ali bin Abi Thalib tidak banyak terjadi pemeliharaan Al-Qur’an
dikarenakan banyaknya konfilk internal yang terjadi dalam kubu umat islam.
Pada masa Ali bin Abi Thalib, ia memerintahkan Aswad Ad-Duali untuk
pemberian baris Al-Qur’an, sehingga pada masa ini muncul juga ilmu I’rab Al-
Qur’an.
3. Masa kontemporer
 Abad 2 H
para ulama memberikan prioritas perhatian mereka kepada-ilmu tafsir
karena fungsinya sebagai Umm Al-Ulum Al-Qurani’ah (Induk Ilmu-Ilmu
Al-Qur’an). Para penulis pertama dalam tafsir adalah Syu’bah Ibn Al-
Hajjaj, Sufyan Ibn ‘Uyaynah dan Wali Ibn Al-Jarrah. Kitab-Kitab, tafsir
mereka menghimpun pendapat-pendapat sahabat dan tabi’in.
 Aad 3 H
 Muncul tokoh tafsir Ibn Jarir Al-Thabari. Al-thabari adalah
mufassir pertama membentangkan bagi berbagai pendapat dan
mentarjih sebagainya atas lainnya. Ia juga mengemukakan I’rab
dan istinbath (penggalian hukum dari Al-qur’an).
 Lahir ilmu asbab AlNuzul, ilmmu masikh dan mansukh , ilmu
tentang ayat-ayat makiah dan madaniah.
PEGANTAR STUDI AL-QUR’AN HADITS
KONSEP HADITS SUNNAH ATSAR KHABAR DAN HADITS QUDSI
SERTA UNSUR-UNSUR POKOK HADITS

NAMA :MUHAMMAD FAUZAN

NIM :2013030005

KELAS :HTN A

SILABUS :7

A. HADITS
 Pengertian Hadits
Hadist secara etimologi berarti Al-Jadid yang artinya sesuatu yang
baru.
Sedangkan menurut istilah adalah segala sesuatu yang disandarkan
kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassallam baik ucapan
perbuatan,ketetapan maupun sifat Nabi SAW setelah menjadi Rasul.
 Kedudukan Hadits
Kedudukan hadist sebagai bayani atau menjalankan fungsi yang
menjelaskan hukum al-qur’an,tidak diragukan lagi dan dapat diterima
oleh semua pihak,karena memang itulah nabi ditugaskan Allah SWT.
 Fungsi Hadits
Fungsi hadits yang paling utama adalah untuk menjelaskan Al-qur’an
Ada beberapa fungsi hadits, yaitu sebagai berikut:
 Bayan At-Taqrir ( memperkuat ayat Al-Qur’an )
 Bayan At-Tafsir ( menjelaskan ayat yang bersifat global )
 Bayan At-Tasyri’ ( menetapkan hukum yang tidak ada dalam Al-
Qur’an )
 Bayan An-Nasakh ( menjelaskan ayat yang tidak diberlakukan )
 Bayan At-Takhis ( menjelaskan ayat yang bersifat khusus )
 Unsur- Unsur Hadits
 Sanad
Etimologi: sanad berarti sandaran
Terminology: sanad adalah rangkaian para periwayat hadits
yang menghubungkan sampai kepada materi hadits.
 Rawi
Rawi merupakan orang yang menyampaikan hadits atau
periwayat hadits, baikitu meriwayatkan melalui tulisan maupun
lisan yang diterima dari gurunya.
 Matan
Matan merupakan isi hadits atau redaksi hadits itu sendiri.

B. SUNNAH
 Pengertian Sunnah
Etimologi: sunnah adalah cara, jalan yang ditempuh, tradisi atau
ketetapan.
Terminology: sunnah adalah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi
baik perkataan, perbuatan, ketetapan , atau sifat Nabi baik sebelum
atau sesudah menjadi rasul.
 Kedudukan Hadits
 Sebagai pedoman yang telah ditinggalkan Rasulullah
 Para ulama telah sepakat bahwa sunah merupakan sumber
hukum dalam amal karena sesuai dengan yang dikehendaki
oleh Allah.
 Fungsi Sunnah
Sebagai sumber ajaran islam yang ke dua sesudah alquran , al-sunnah
yang fungsinya sejalan dengan al-quran.Al-sunnah tidak bisa di
lepaskan dari ayat alquran.yang bersifatnya global(garis besar).
Menurut Abu Rayyah fungsi sunnah adalah menjadi penafsir dan
penjelas dari hukum – hukum al Qur’an dan al Qur’an itu merupakan
suatu yang sempurna, tidak ada yang terlewati satu pun didalamnya,
baik itu urusan agama, hukum didunia dan akhirat.
C. KHABAR
 Pengertian Kabar
Etimologi: khabar adalah berita
Terminology: khabar adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada
Nabi dan para sahabat.
Jadi setiap hadits adalah khabar, namun setiap khabar belum tentu
hadits.
D. ATSAR
 Pengertian Atsar
Etimologi: atsar adalah bekas atau jejak
Terminology: atasar adalah segala sesuatu yang berasal dari sahabat
Ada beberapa pendapat para Ahli tentang atsar, yaitu:
o Jumhur ahli hadits mengatakan bahwa Atsar sama dengan
khabar juga hadits, yaitu sesuatu yang disandarkan kepada
Nabi SAW., sahabat, dan tabi’in.
o Ulama Khurasan, bahwa Atsar untuk yang mauquf (yang
disandarkan kepada sahabat) dan khabar untuk yang marfu.
(yang disandarkan kepada Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam .
Jadi, atsar merupakan istilah bagi segala yang disandarkan
kepada para sahabat atau tabi’in.
E. Hadits Qudsi
Etimologi: hadits qudsi berasal dari kata qadusa, yaqdusu, qudsan, artinya
suci atau bersih.
Berdasarkan terminology ada beberapa pengertian, yaiyu:
o sesuatu yang diberitakan allah SWT Kepada nabi SAW dengan ilham
atau mimpi, kemudian nabi menyampaikan berita itu dengan unkapan-
ungkapan sendiri.
o segala hadits Rasulullah SAW yang berupa ucapan, yang disandarkan
kepada allah ‘azza wa jalla
Dari semua defenisi diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa hadits
qudsi adalah segala sesuatu yang diberitakan Allah SWT kepada Nabi SAW
selain al-quran yang redaksinya disusun oleh Nabi SAW.

Disebut hadits karena redaksinya disusun sendiri oleh Nabi SAW dan
disebut qudsi karena hadits ini suci dan bersih (ath-thaharah wa at-tanzih)
dan datangnya dari dzat yang mahasuci. Hadits qudsi ini juga sering disebut
dengan hadits ilahiyah atau hadits rabbaniah. Disebut ilahi atau rabbani
karena hadits ini datang dari allah raab al-‘alamin.
Jadi dapat disimpulkan bahawa hadits qudsi adalah hadits yang
lafaznya dari Allah sementara redaksinya dari Rasulullah.
PEGANTAR STUDI AL-QUR’AN HADITS
ULUMUL HADITS

NAMA :MUHAMMAD FAUZAN

NIM :2013030005

KELAS :HTN A

SILABUS :8

A. kedudukan Hadits Dalam Syari’at Islam


 Menurut Yusuf Qardhawi mengungkapkan bahwa rasulullah adalah
sumber hukum kedua bagi islam setelah Al-Quran. Al-Quran
merupakan undang-undang yang membuat pokok-pokok dan kaidah-
kaidah mendasar bagi islam yang mencakup bidang Aqidah, ibadah,
Akhlaq, muamalah, dan adab sopan santun.
 Menurut Sohari Sahrani dalam bukunya yang berjudul Ulumul Hadits,
Hadits adalah mubayyin (penjelas) bagi Al-Quran, karenanya siapapun
tidak akan bisa memahami Al-Quran tanpa dengan memahami dan
menguasai hadits .
 M.Habsi Asshidiqy mengatakan ahli ‘aql dn ahli naqal dalam islam
telah berijma bahwa Al-hadits atau sunnah itu dasar bagi hukum-
hukum islam dan bahwa para umat ditugaskan mengikuti al-hadits, as
sunnah ditugaskan mengikuti Al-Quran.

Dalam buku Ilmu Hadits karangan Drs.Munzier Suparta, MA. Berikut


adalah alasan-alasan yang kuat terkait penetapan Al-hadits sebagai sumber
hukum, yaitu:

 Menurut petunjuk akal


Nabi Muhammad adalah rasul Allah yang telah diakui dan
dibenarkan ummat islam. Didalam melaksanakan tugas agama,
yaitu menyampaikan hukum-hukum syariat kepada ummat,
kadang-kadang beliau membawakan peraturan-peraturan yang
isi dan redaksi peraturan itu telah diterima dari Allah,
Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa hadist merupakan
salah satu sumber hukum dan sumber ajaran islam yang
meduduki urutan kedua setelah Al Quran. Sedangkan bila dilihat
dari segi kehujjahannya, hadits melahirkan hukum zhanny,
kecuali hadits yang mutawatir.
 Menurut petunjuk nash Al Quran
Al Quran telah mewajibkan ittiba’ dan mentaati hukum-hukum
dan peraturan-peraturan yang disampaikan oleh nabi
Muhammad.
 Menurut Ijma para Sahabat
Para sahabat telah sepakat mentapkan wajibul ittiba’ terhadap
Al hadits, baik pada masa Rasulullah masih hidup maupun
setelah wafat.
 Menurut dalil-dalil hadits
Dalam salah satu pesan Rasululloh SAW. Berkenaan dengan
keharusan menjadikan hadits sebagai pedoman hidup,
disamping Al-quran sebagai pedoman utamanya, beliau
bersabda:
)‫هللا َو سُـ َّن َة َن ِب ِّي ِه (رواه مالك‬
ِ ‫اب‬ ِ ‫ت فِـ ْي ُك ْم أَ ْم َري‬
ْ ‫ْن لَنْ َتضِ لُّ ْوا َما َت َمس‬
َ ‫َّـك ُت ْم ِب ِهما َ كِـ َت‬ ُ ْ‫َت َركـ‬
“Aku tinggalkan dua pusaka untukmu sekalian,yang kalian tidak
akan tersesat selagi kamu berpegang teguh pada keduanya,
yaitu berupa kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya”. (HR.Malik)
B. Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur’an
Fungsi hadits terhadap Al Quran merupakan mubayyin (penjelas) bagi
Al Quran. Siapapun tidak bisa memahami Al Quran tanpa memahami atau
menguasai hadits. Hadits dan Al Quran memiliki kaitan yang erat, karena itu
untuk mengimani dan mengamalkan tidak bisa terpisahkan sendiri-sendiri.
Pada masa Rasulullah SAW, tidak ada sumber hukum selain kitab dan As
sunnah.
Imam Ahmad bin Hanbal menyebutkan empat fungsi hadits terhadap
Al-Qur’an, yaitu:
 Bayan Al-taqrir
Bayan Al-taqrir disebut juga dengan bayan Al-ta’kid dan bayan Al-
itsbat. Yang dimaksud dengan bayan ini adalah menetapkan dan memperkuat
apa yang telah diterangkan didalam Al Quran. Dalam hal ini hadits hanya
berfungsi untuk memperkokoh isi kandungan Al Quran.
 Bayan At-Tafsir

Yang dimaksud dengan bayan al-tafsir adalah bahwa kehadiran hadits


berfungsi untuk memberikan rincian dan tafsiran terhadap ayat-ayat Al-Quran
yang masih bersifat global (mujmal), memberikan persyaratan/batasan
(taqyid) ayat-ayat Al-Quran yang bersifat mutlak, dan mengkhususkan
(takhsish) terhadap ayat-ayat Al-Quran yang masih bersifat umum.

Contohnya : tata cara shalat, zakat, dan lain sebagainya

 Merinci ayat-ayat yang mujmal

Yang dimaksud dengan mujmal adalah ayat yang ringkas atau singkat.
Dari ungkapan yang singkat terkandung banyak makna yang perlu dijelaskan.

 Mentaqyid ayat-ayat yang mutlaq

Kata mutlaq artinya kata yang menunjuk pada hakikat kata itu sendiri,
apa adanya, dengan tanpa memandang kepada jumlah maupun sifatnya.
Mentaqyid yang mutlaq, artinya mmbatasi ayat-ayat yang mutlaq dengan
sifat, keadaan atau syarat-syarat tertentu.

 Mentakshis ayat yang ‘am

Kata takhsis atah khas ialah kata yang menunjukan arti khusus tertentu
atau tunggal. Sedangkan kata ‘am ialah kata yang menunjukan atau memiliki
makna dalam jumlah yang banyak (umum).

Yang dimaksud mentakhsis yang ‘am disini ialah membatasi


keumuman ayat Al Quran sehingga tidak berlaku pada bagian-bagian
tertentu. Mengingat fungsinya, maka para ulama berbeda pendapat apabila
mukhashis-nya dengan hadits ahad. Menurut As-syafi’I dan Ahmad bin
Hambal, keumuman ayat bisa ditakhsiskan oleh hadits ahad yang menunjuk
kepada sesuatu yang khas, sdangkan menurut ulama Hanafiah, sebaliknya.
 Bayan At-tasyri’

At-tasyri’ artinya pembuatan, mewujudkan atau menetapkan aturan


atau hukum maka yang dimaksud dengan bayan At-tasyri’ disini ialah
penjelasan hadits yang berupa mewujudkan, mengadakan atau menetapkan
suatu hukum atau aturan-atauran syara’ yang tidak didapati nash-nya dalam
Al-Quran.

Contohnya: tentang zakat fitrah

 Bayan An-Nasakh

An-nasakh secara bahasa mempunyai arti diantaranya berarti al-ibhral


(membatalkan), atau al-ijalah (menghilangkan), at-tahwil (memindahkan),
atau at-tagyir (mengubah).

Bayan nasakh adalah ketentuan yang datang kemudian dapat


menghapus ketentuan yang datang terdahulu. Hadits sebagai ketentuan yang
datang kemudian dari Al-Quran dalam hal ini dapat menghapus ketentuan
atau isi Al-Quran.

Adapun fungsi hadits terhadap Al-Quran menurut Drs.Fatchur Rahman


adalah sebagai berikut:

 Berfungsi menetapkan dan memperkuat hukum-hukum yang telah


ditentukan oleh Al-Quran. Maka dalam hal ini keduanya bersama-sama
menjadi sumber hukum.
Contohnya: kesaksian palsu
 Memberikan perincian dan penafsiran ayat-ayat Al-Quran yang masih
mujmal, memberikan taqyid (persyaratan) ayat-ayat Al-Quran yang
masih mutlak dan memberikan takhshish (penentuan khusus) ayat-
ayat Al-Quran yang masih umum.
Contohnya: perintah melaksanakan shalat, membayar zakat, dan
melaksanakan haji.
 Menetapkan hukum atau aturan-aturan yang tidak didapati dalam Al-
Quran. Didalam hal ini hukum-hukum atau aturan-aturan itu hanya
berasaskan Al-Hadits semata-mata.
Contohnya: Larangan berpoligami bagi seseorang terhadap seorang
wanita dengan bibinya.
PEGANTAR STUDI AL-QUR’AN HADITS
SEJARAH RINGKAS PERKEMBENGAN HADITS

NAMA :MUHAMMAD FAUZAN

NIM :2013030005

KELAS :HTN A

SILABUS :9

A. Sejarah Perkembangan Hadits

Sejarah perkembangan hadis merupakan masa atau periode yang telah


dilalui oleh hadis dari masa lahirnya dan tumbuh dalam pengenalan, penghayatan,
dan pengamalan umat dari generasi ke generasi. Dengan memerhatikan masa yang
telah dilalui hadis sejak masa timbulnya/lahirnya di zaman Nabi SAW. meneliti dan
membina hadis, serta segala hal yang memengaruhi hadis tersebut.

B. Perkembangan Hadits Masa Rasulullah

Periode ini disebut `Ashr Al-Wahyi wa At-Taqwin' (masa turunnya wahyu dan
pembentukan masyarakat Islam). Pada periode inilah, hadis lahir berupa sabda
(aqwal), af’al, dan taqrir Nabi yang berfungsi menerangkan AI-Quran untuk
menegakkan syariat.

Para sahabat menerima hadis secara langsung dan tidak langsung.


Penerimaan secara langsung misalnya saat Nabi SAW. mennheri ceramah,
pengajian, khotbah, atau penjelasan terhadap pertanyaan para sahabat. Adapun
penerimaan secara tidak langsung adalah mendengar dari sahabat yang lain atau
dari utusan-utusan, baik dari utusan yang dikirim oleh nabi ke daerah daerah atau
utusan daerah yang datang kepada nabi.

Hadis pada zaman nabi Muhammad SAW. belum ditulis secara umum
sebagaimana al-Qur’an. Hal ini disebabkan oleh dua factor ; Selain alat-alat tulis
yang belum memadai, para sahabat hanya mengandalkan kekuatan hafalan dan
kecerdasan otaknya.

C. Perkembangan Hadits Masa Sahabat

Periode ini disebut ‘Ashr-At-Tatsabbut wa Al-Iqlal min Al-Riwayah’ (masa


membatasi dan menyedikitkan riwayat). Nabi SAW. wafat pada tahun 11 H. Kepada
umatnya, beliau meninggalkan dua pegangan sebagai dasar bagi pedoman hidup,
yaitu Al-Quran dan hadis (As-Sunnah yang harus dipegangi dalam seluruh aspek
kehidupan umat.Pada masa Khalifah Abu Bakar dan Umar, periwayatan hadis
tersebar secara terbatas. Penulisan hadis pun masih terbatas dan belumdilakukan
secara resmi.

D. Masa Kodifikasi Hadits

Pengumpulan HadistPada abad pertama Hijriah, yakni masa Rasulullah


SAW., Khulafaar Rasyidin,dan sebagian besar masa Bani Umayyah hingga akhir
abad pertama Hijrah, hadis-hadis itu berpindah-pindahdan disampaikan dari mulut
ke mulut. Masing-masing perawi pada waktu itu meriwayatkan hadis berdasarkan
kekuatan hapalannya.

Ide penghimpunan hadis Nabi secara tertulis untuk pertama kalinya


dikemukakan oleh Khalifah Umar bin Khaththab (w. 23 H/644 M). Umar bin Abdul
Azis menulis surat kepada Abu Bakar bin Hazm, yaitu,"Perhatikanlah apa yang
dapat diperoleh dari hadis Rasul lalu tulislah karena aku takut akan lenyap ilmu
disebabkan menin,;galnya ulama, dan jangan diterima selain hadis Rasul SAW.,
danhercdaklah disebarluaskan ilmu dan diadakan majelis-majelis ilmu supaya orzng
yang tidak mengetahuinya dapat mengetahuinya, maka sesungguhnya ilmu itu
dirahasiakan."

E. Penulisan Hadist

Sebelum agama Islam datang, bangsa Arab tidak mengenal kemampuan


membaca dan menulis. Mereka lebih dikenal sebagai bangsa yang ummi (tidak bisa
membaca dan menulis). Namun, ini tidak berarti bahwa tidak ada seorang pun yang
bisa menulisdan membaca. Keadaan ini hanyalah sebagai ciri kebanyakan mereka.
Sejarah telah mencatat sejumlah orang yang mampu membaca dan menulis. Adiy
bin Zaid Al-Adi (w. 35 H) misalnya, sudah belajar menulis hingga menguasainya,
dan merupakan orang pertama yang menulis dengan bahasa Arab dalam surat yang
ditujukan kepada Kisra.

PEGANTAR STUDI AL-QUR’AN HADITS


HADITS DIRAYAH DAN RIWAYAH

NAMA :MUHAMMAD FAUZAN

NIM :2013030005

KELAS :HTN A

SILABUS :10

A. PENGERTIAN ULUMUL HADITS

 Etimologi :kata ‘ulumul adalah jamak dari kata ‘ilm yang


berarti ilmu-ilmu

Hadits adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi


Muhammad baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapan,
maupun sifat.

 Terminology :ilmu-ilmu yang membahas atau segala sesuatu


yang berhubungan dengan hadits Nabi.

B. PEMBAGIAN ‘ULUMUL HADITS

1. Ilmu Hadits Dirayah

Etimologi :Dirayah bersal dari kata dara-yadri-daryan yang berarti

pengetahuan.

Terminology : Ilmu pengetahuan tentang kaidah-kaidah yang dapat

Memperkenalkan keadaan- keadaan rawi dan yang

diriwayahkan.
Pendiri ilmuhadits dirayah adalah Al-Qadhi Abu Muhammad Al-Hasan bin
Abdurahman bin Khalad Ramahumuzi(w.360H).

Mamnfaat mempelajari ilmu hadits dirayah diantaranya adalah untuk


mengetahui kualitas sebuah hadits apakah hadits tersebut maqbul (diterima) dan
Mardud (ditolak) ,baik dilihat dari sudut sanad maupun matannya.

2. Ilmu Hadits Riwayah

Ilmu Hadits Riwayah ialahI lmu pengetahuan yang mempelajari hadits-hadits


yang disandarkan kepada NabiSAW, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir,
tabi’at maupun tingkahlakunya.

Faedah mempelajari ilmu hadits riwayah adalah untuk menghindari adanya


kemungkinan kesalahan dalam penukilan hadits.

C. HUKUM MEMPELAJARI ILMU HADITS

Hukum mempelajari ilmu hadits adalah fardhu kifayah

Sufyan As- Sauri menggatakan “ Mempelajari ilmu hadist hukumnya lebihu


tama daripa damendirikan sholat sunah dan berpuas asunah. Sebab hukum
mempelajari ilmu hadist adalah fardhu kifayah, sedangkan hukum sholat sunah dan
puasa sunah sekedar sunah.

D. CABANG- CABANG ILMU HADITS

• Ilmu Rijalalul Hadis

• Ilmual Jarh waa Ta`dil

• Ilmu Fannil Mubhamat

• Ilmu Mukhtalifal Hadis

• Ilmu `Ilalil Hadits

• Ilmu Gharibul Hadits

• Ilmu Nasikh dan Mansukh Hadis

• Ilmu Asbab Wurudal Hadits

• Ilmu Mushthalah Ahli Hadits


E. SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU HADITS

Pada periode Rasulullah, penelitian terhadap suatu Hadits menjadi cikal bakal
ilmu hadits. Apabila seorang sahabat ragu menerima suatu Riwayat dari sahabat
lain, maka ia segera menemu Rasulullah atau sahabat lain yang dapat dipercaya
untuk dikomfirmasikan setelah itu barulah ia menerima dan mengamalkan Hadits itu.

Sedangkan pada masa periode sahabat penelitian Hadits ini menyangkut


sanad dan matan misalnya khalifah Abu Bakar Ash-Siddiq beliau tidak mau
menerima suatu hadits yang disampaikan oleh seseorang, kecuali dia mampu
mendatangkan saksi untuk memastikan kebenaran Riwayat yang disampaikannya.
JURUSAN HUKUM TATA NEGARA

FAKULTAS SYARIAH UIN IMAM BONJOL PADANG

SEMESTER GANJIL 2020/2021

===========================================================

Mata Kuliah : Pengantar Studi Al-Qur’an dan Hadits

Jurusan : Hukum Tata Negara

Lokal Paralel : A-B-C-D

Hari / Tanggal Ujian : Rabu 4 November 2020

Pelaksanaan Ujian : Daring

Jam Ujian : 7.30, 9.15 dan 11.00

Pengampu Mata Kluiah : Dra. Nailul Rahmi, M. Ag.

Soal Ujian:

1. Jelaskan Pengertian, ruang lingkup kajian dan tujuan pengajaran


Pengantar Studi al-Qur’an dan Hadits sesuai pemahaman saudara berdasarkan
kepada syllabus yang ada!

2. Jelaskan Hal-hal berikut dengan menggunakan buku rujukan Mabahits fi


Ulumul Qur’an karangan Manna’ Khalil al-Qathan, Ulum al-Qur’an karangan Amin
Suma, dan Tafsir wal mufassirun karangan az-Zahabi:

a. Ulumul Quran: pengertian, ruang lingkup, sejarah


perkembangannya.
b. Nuzul al-Qur’an: pengertian, ayat pertama dan terakhir turun,
periode turunnya al-Qur’an Perbendaan ayat makiyah dan ayat Madaniyah.

c. Tafsir al-Qur’an: pengertian, sejarah pertumbuhan tafsir dan metode


tafsir al-Qur’an.

3. Jelaskan Pemeliharaan al-Qur’an seejak masa Rasulullah saw sampai al-


Qur’an dibukukan pada tahun 1694 M.

Note: 1. Jawaban didasarkan kepadaa buku rujukan dan dibuktikan


pada footnote jawaban.

2. Jika ada jawaban yang sama persisi antara seseorang dengan yang lain
maka nilai ujian MID semesternya gagal.

3. Jawaban dikumpulkan pada minggu depan sesuai local masing-masing jam


8.00

Selamat Ujian semoga Berhasil!

Padang 4 November 2020

Dosen Pengampu Mata Kuliah

dto

Dra. Nailul Rahmi, M.Ag.


UJIAN TENGAH SEMESTER

PENGANTAR STUDI AL-QUR’AN HADITS

NAMA :MUHAMMAD FAUZAN

NIM :2013030005

KELAS :HTN A

1. STUDI AL-QUR’AN DAN HADITS


Al-Qur’an adalah firman Allah yang abadi yang merupakan pedoman utama
dalam kehidupan. Sedangkan hadits adalah perkataan, perbuatan, sifat, dan
ketetapan Rasulullah. Hadits merupakan sumber hukum islam yang kedua. 1
Pengertian studi pengantar qur’an dan hadits adalah suatu ilmu
pengetahuan yang mempelajari tentang ilmu-ilmu al-qur’an dan hadits.
Ruang lingkup kajian studi al-qur’an dan hadits adalah:
o Persoalan turunnya Al-Qur’an
o Persoalan sanad
o Persoalan Qira’at
o Persoalan Kata-Kata Al-Qur’an
o Persoalan Makna-makna Al-Qur’an yang berkaitan dengan hukum
o Persoalan Makna-Makna Al-Qur’an yang berkaitan dengan kata-kata
Al-Qur’an.

Ruang lingkup kajian studi hadits

o Ilmu Hadits Riwayah


o Ilmu Hadits Dirayah

Tujuan pembelajaran studi Al-qur’an dan Hadits

o Mampu memahami tentang al-qur’an dan mampu memahami segala


aspek yang terkandung di dalamnya.
o Mampu memahami hadits dan segala aspek yang terkanduang di
dalamnya.

1
Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, Manna Khallil Al-Qattan
2. ULUMUL QUR’AN, NUZULUL QUR’AN, DAN TAFSIR AL-QUR’QN
A. Ulumul Qur’an
 Pengertian
Istilah ulum al-Qur’an, secara etimologi, merupakan gabungan dari
dua kata bahasa Arab, yaitu Ulum dan al-Qur’an. Kata ulum
adalah bentuk jamak dari kata ilm yang merupakan bentuk masdar
dari kata ‘alima, ya’lamu yang berarti mengetahui. Dalam kamus al-
Muhit kata alima disinonimkan dengan kata arafa (mengetahui,
mengenal). Dengan demikian, kata ilm semakna dengan ma’rifah
yang berarti pengetahuan. Sedangkan ulum berarti sejumlah
pengetahuan.2
Sedangkan kata Al-Qur’an berasal dari beberapa kata, yaitu:
 Qur’an adalah bentuk masdar dari qara’a, yang berarti
bacaan
 Qur’an adalah kata sifat dari al-qar’u yang bermakna al-
jam’u (kumpulan).
 Kata al-Qur’an adalah ism alam, yang sejak awal digunakan
sebagai nama bagi kitab suci yang diturunkan oleh Allah
SWT kepada nabi Muhammad saw.

Sedangkan Al-Qur’an menurut istilah adalah Firman Allah swt


yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, yang memiliki
kemukjizatan lafal, membacanya bernilai ibadah, diriwayatkan
secara mutawatir, yang tertulis dalam mushhaf, dimulai dengan
surah al-Fatihah dan diakhiri dengan surah al-Nas. 3

Menurut pandangan para ulama Al-Qur’an adalah:

 M. Qurais Shihab mendefinisikan Al-Qur’an sebagai


firman-firman Allah yang disampaikan oleh malaikat jibril
sesuai redaksinya kepada Nabi Muhammad saw, dan
diterima oleh ummat Islam secara tawatur.
 Ali As-Sabbani mendefinisikan Al-Qur’an sebagai firman
Allah yang tidak ada tandingannya yang di turunkan
2
Pengantar Ulumul Qur’an, Anhar Ashory
3
Ulumul Qur’an, Mukarromah, M.Hum
kepada Rasulullah melalui malaikat Jibril, diriwayatkan
secara mutawatir.
 Subhi As-Shaleh mendefefinisikan Al-Qur’an sebagai
kalam Allah berupa mukjizat yang diturunkan kepada
Rasullah dalam bentuk mushaf yang diriwayatkan secara
mutawatir dan bernilai ibadah membacanya.

Ulum al- Qur’an , menurut Manna’ al-Qattan adalah: “Ilmu


yang mencakup pembahasan-pembahasan yang
berhubungan dengan Al-Qur’an, dari segi sebab turunnya,
pengumpulan dan urutan-urutannya, pengetahuan tentang
ayat-ayat makkiyyah dan madaniyyah, nasikh dan mansukh,
mahkam dan mutasyabih, dan hal-hal lain yang berkaitan
dengan Al-Qur’an”.

Al-Zarqaniy memberikan definisi ulum al- Qur’an adalah


“Beberapa pembahasan yang berhubungan dengan Al-
Qur’an dari segi turunnya, susunannya, pengumpulannya,
penulisannya, bacaannya, tafsirnya, kemukjizatan, naskh
dan mansukhnya, penolakan dari hal-hal yang bisa
menimbulkan keraguan terhadapnya, dan sebagainya”.

Dengan demikian, yang dimaksud ulum al-Qur’an adalah


sejumlah ilmu pengetahuan yang secara khusus membahas
tentang Al-Qur’an dari berbagai aspeknya.

 Ruang Lingkup Ulumul Qur’an


Banyaknya ilmu yang berkaitan dengan pembahasan tentang Al-
Qur’an, ruang lingkup pembahasan ulum Al-Qur’an itu jumlahnya
sangat banyak. Bahkan, menurut Abu Bakar Al-‘Arabi, ilmu-ilmu Al-
Qur’an itu mencapai 77.450. hitungan ini diperoleh dari hasil
perkalian jumlah kalimat Al-qur’an dengan empat, karena masing-
masing kalimat mempunyai makna zahir, batin, hadd dan mathla.
Sedangkat As-Suyuti dalam kitabnya Al-Itqan fi Ulum Al-Qur’an
menyebutkan 80 macam ilmu Al-Qur’an, bahkan menurutnya
jumlah tersebut masih dapat dibagi hingga mencapai 100 macam
atau lebih.
Berkaitan dangan masalah ini, M. Hasby As-Shiddiqy
berpendapat bahwa ruang lingkup pembahasan Ulum Al-Qur’an
terdiri dari enam pokok yang selanjutnya terdapat cabang-cabang
pembahasan tersendiri berikut ini:
 Persoalan Turunnya Al-Qur’an (nuzul Al-Qur’an)
Persoalan ini menyangkut tiga hal:
a. Waktu dan tempat turunnya Al-Qur’an
b. Asbabun nuzul
c. Tarikh Al-Qur’an

 Persoalan Sanad (Rangkaian Para Periwayat)


a. Riwayat Mutawatir
b. Riwayat Ahad
c. Riwayat syadz
d. Macam-macam Qira’at Nabi
e. Tahammul
 Persoalan Qira’at
Biasanya dalam persoalan ini berkaitan dengan ilmu tajwid

Persoalan Kata-kata Al-Qur’an

a. Gharib Al-Qur’an

b. Mu’rob Al-Qur’an

c. Kata-kata Al-Qur’an yang mempunyai makna sama


d. Isti’arah
e. Tasybih
 Persoalan makna-makna yang Berkaitan dengan Hukum
a. ‘Am
b. Khas
c. Mujmal
d. Muqoyyad
e. Manthuq
f. Mafhum
g. Muhkam
h. Mutasyabih

i. Musykil

j. Nasikh-Mansukh, dll.
 Persoalan Makna-makna Al-Qur’an yang berpautan dengan
Kata-kata Al-Qur’an
a. Berpisah (Fasl)
b. Bersambung (Washl)
c. Uraian singkat (i’jaz)
d. Uraian panjang (Ithnab)
 Sejarah Ulumul Qur’an
Pada masa Rasulullah SAW sampai masa kekhalifahan Abu Bakar
(12-13 H) dan Umar bin Khattab (13-23 H) ilmu Al-qur’an terutama
mengenai tafsir Al-Qur’an masih diriwayatkan secara lisan. Ketika
zaman kekhalifahan Utsman dimana pada saat itu Utsman
memerintahkan Zaid bin Tsabit untuk membukukan Al-Qur’an
menjadi satu mushaf dan satu bahasa yaitu logat orang Quraisy,
karena pada saat itu umat muslim memperdebatkan masalah
bahasa Al-Qur’an (Qira’at) yang berbeda, yang kemudian hal
tersebut terlaksana. Mushaf itu disebut Mushaf imam. Penulisan
mushaf tersebut dinamakan ar-Rasmul ‘Utsmani, dan itu dianggap
sebagai permulaan ilmu Rasmil Qur’an. 4
Kemudian datang masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Dan atas
perintahnya, Abul Aswad Ad-Du’ali meletakkan qaidah-qaidah
nahwu, cara pengucapan yang tepat dan baku dan memberikan
ketentuan harakat pada Qur’an. Yang kemudian hal ini disebut ‘ilmu
I’rabul Qur’an.
Yang selanjutnya para sahabat dan tabi’in melanjutkan usaha
mereka dalam menyampaikan makna-makna Al-Qur’an beserta
ilmunya.
 Perkembangan Ulum Al-Qur’an Abad II H
4
Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, Manna Khalil Al-Qattan
Pada abad ini tiba masa pembukuan yang dimulai dengan
pembukuan hadist dengan segala babnya, akan tetapi para
ulama lebih memprioritaskan penyusunan tafsir karena tafsir
adalah induk ‘Ulum Al-Qur’an. Diantara mufassir yang
terkenal pada abad ini adalah:
o Syu’bah Al-Hajjaj (w. 160 H)
o Sufyan bin Uyainah (w. 198 H)
o Sufyan Ats-Tsauri (w. 161 H)
o Ibn Jarir Ath-Thabari (w. 310 H)
 Perkembangan Ulum Al-Qur’an Abad III H
Pada abad ini para ulama mulai menyusun pula beberapa
ilmu Al-Qur’an diantaranya:
o Ali bin Al-Madini (w. 234 H) telah menyusun
karangannya mengenai Asbabun Nuzul.
o Abu ‘Ubaid Al-Qasim (w. 224 H) menulis tentang
Nasikh-Mansukh dan Qira’at
o Ibn Qutaibah (w. 276 H) menulis tentang Musykilatul
Qur’an
 Perkembangan Ulum Al-Qur’an Abad VI H
Pada ini mulai disusun ilmu Gharib Al-Qur’an, di antara
ulama yang menyusun ilmu ini adalah:
o Abu Bakar As-sijistani (w. 330 H)
o Abu Bakar Muhammad bin Al-Qasim (w. 328 H)
 Perkembangan ulum Al-Qur’an Abad V H
o Abu Bakar Al-Baqalani (w. 403 H) menyusun I’jazul
Qur’an
o Alamudin As-Sakhawi (w. 643 H), menyusun Aqsamul
Qur’an
o Ali bin Ibhrahim bin Said Al-Hufi (w. 430 H),
menyusun mngenai I’rabul; Qur’an.
Sedangkan pengumpulan hasil pembahasan dan bidang-
bidang tersebut mengenai Al-Qur’an, semuanya atau sebagian
besarnya dalam satu karangan, maka syaikh Muhammad Abdul
‘Azim Az-zarqani menyebutkan didalam kitabnya Manahilul Irfan Fi
Ulumil Qur’an bahwa ia telah menemukan di dalam perpustakaan
mesir sebuah kitab yang ditulis oleh Ali bin Ibrahim bin Said Al-Hufi
yang terkenal dengan al- Hufi, judulnya Al-Burhan fi Ulumil Qur’an
yang terdiri atas tiga puluh jilid. Dari ketiga puluh jilid itu terdapat
lima belas jilid yang tidak tersusun dan tidak berurutan. Pengarang
membicarakan ayat-ayat Qur’an menurut tertib mushaf. Dia
membicarakan ilmu-ilmu Al-Qur’an yang dikandung ayat itu secara
tersendiri, masing-masing diberi judul sendiri.
Dengan metode seperti ini, Al-Hufi dianggap orang yang
pertama yang membukukukan ‘Ulumul Qur’an.
B. Nuzul Al-Qur’an
 Pengertian Nuzul Al-Qur’an
Kata asbab an-nuzul terdiri atas dua suku kata, yaitu asbab dan
nuzul. Adapun asbab adalah jamak dari kata sababun yang artinya
sebab. Sedangkan al-nuzul yang artinya turun. Kedua suku kata ini
dalam ilmu gramatika bahasa Arab disebut tarkib al-idhafiy. Makna
tekstual dari dua kata itu adalah sebab-sebab turun. 5
Adapun definisi asbabun nuzul dalam terminologi pakar ilmu-ilmu
al-Qur’an, yaitu:
 Subhi Shalih mendefinisikan azbabun nuzul yaitu “ Sesuatu
(peristiwa atau pertanyaan) yang dengan sebabnya turun
suatu ayat atau beberapa ayat yang mengandung hukumnya
atau member jawaban tentang sebab itu atau sebagai
penjelasan hukumnya, pada masa terjadinya perisriwa itu ”.
 Dr. Dawud al-Aththar mengemukakan pengertian asbabun
nuzul, yaitu “Asbab al-Nuzul adalah sesuatu yang melatar
belakangi turunnya suatu ayat atau lebih, sebagai jawaban
terhadap suatu pertanyaan atau menjelaskan hukum yang
terdapat dalam peristiwa tersebut”.

Dari dua definisi asbabun nuzul yang dikemukakan di atas,


dapat di tarik suatu pengertian bahwa yang menjadi “asbab” itu

5
Pengantar Ulumul Qur’an, Anhar Ansyory
adakalanya terjadi suatu peristiwa yang membutuhkan
penjelasan hukum, atau adanya suatu pertanyaan yang di
ajukan kepada Nabi saw, kemudian turun suatu ayat untuk
menjelaskan hukum dari peristiwa atau pertanyaan tersebut.

 Ayat Pertama dan Ayat Terakir


Al-Qur’an diturunkan pada dua tempat, yaitu di Makkah dan di
Madinah. Adapun ayat-ayat yang pertama turun adalah 5 ayat dari
Surat Al-‘Alaq.
Ada yang berpendapat bahwa yang turun pertama adalah Ya
ayyuhal muddassir dan ada juga yang berpendapat yang turun
pertama adalah Surat Al-Fathihah, tetapi yang terkuat adalah lima
ayat dari Surat al-‘Alaq. Az-Zarkasyi menyebutkan dalam kitabnya
al-Burhan, hadits Aisyah yang
menegaskan bahwa yang pertama kali turun adalah Iqra’ bismi
rabbikalladzi khalaq.6
Ayat yang terakir turun adalah bagian dari ayat 3 dalam Surat al
Ma’idah, turun di Padang Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah. Setelah
Nabi membacakan ayat tersebut di depan para Shahabatnya.
 Periode turunnya Al-Qur’an
Al-Qur’an diturunkan pertama kali kepada Nabi Muhammad pada
malam Isnain, tanggal 17 Ramadhan bersamaan dengan tanggal, 6
Agustus 610 M. Lama turunnya Al-Qur’an, menurut pendapat Al-
Khudlary dalam Tarikh Tasyri’, menetapkan bahwa lama tempo
Nuzul Qur’an dari permulaannya sehingga penghabisannya, 22
tahun 2 bulan 22 hari, yakni dari malam 17 Ramadhan tahun 41
dari milad Nabi, hingga 9 Dzulhijjah hari haji Akbar tahun ke 10 dari
hijrah, atau tahun 63 dari milad Nabi Muhammad SAW.
 Ayat Makiyah dan Ayat Mdaniyah
 Ayat makiyah adalah ayat al-qur’an yang diturunkan sebelum
nabi hijrah ke Madinah.
Metode penyampaian pada mayoritas ayat-ayat makkiyyah
itu tegas, dan seruannya juga kuat, karena kebanyakan

6
Pengantar Studi Ulumul Qur’an, Anshar Ansyory
orang-orang yang diseru dengan ayat-ayat makkiyyah ini
adalah tipe orang orang yang berpaling dari kebenaran dan
sombong.
 Ayat madaniyah adalah ayat al-qur’an yang di turunkan
setelah nabi Muhammad hijrah ke kota Madinah.
Metode penyampaian di dalam ayat-ayat madaniyah adalah
lembut dan seruannya mudah, karena kebanyakan orang-
orang yang diseru dengan ayat-ayat madaniyyah adalah tipe
orang-orang yang tunduk dan menerima kebenaran.
C. Tafsir Al-Qur’an
 Pengertian Tafsi Al-Qur’an
Kata tafsir diambil dari kata fassara-yufassiru—tafsiran yang berarti
keterangan atau uraian, al-jurjani berpendapat bahwa kata tafsir
menurut pengertian bahasa adalah al-kasyf al-idzhar yang ardnya
menyingkap (membuka) dan melahirkan. Adapun mengenai
pengertian tafsir berdasarkan istilah, para ulama
mengemukakannya dengan redaksi yang berbeda-beda.
 Menurut al-Kilabi dalam at-Tashil: “Tafsir adalah
menjelaskan Al-Qur’an, menerangkan maknanya dan
menjelaskan apa yang dikehendaki, nash, isyarat, atau
tujuannya.
 Menurut al-Jazairi dalam Shahib at-Taujih: “Tafsir pada
hakikatnya adalah menjelaskan kata yang sukar dipahami
oleh pendengar sehingga berusaha mengemukakan
sinonimrrya atau makna yang mendekatinya, atau dengan
jalan mengemukakan salah satu dilalah-Nya.”

Berdasarkan beberapa rumusan tafsiran yang dikemukakan


para ulama tersebut di atas, dapat ditarik satu kesimpulan
bahwa pada dasamya tafsir itu adalah “suatu hasil usaha
tanggapan, penalaran, dan ijtihad manusia untuk menyingkap
nilai-nilai samawi yang terdapat di dalam Al-Qur’an.

 Sejarah Pertumbuhan Tafsir


 Pertama, Tafsir Pada Zaman Nabi.
Al-Qur’an diturunkan dengan bahasa Arab sehingga
mayoritas orang Arab mengerti makna dari ayat-ayat al-
Qur’an. Sehingga banyak diantara mereka yang masuk
Islam setelah mendengar bacaan al-Qur’an dan mengetahui
kebenarannya. Akan tetapi tidak semua sahabat mengetahui
makna yang terkandung dalam al-Qur’an, antara satu
dengan yang lainnya sangat variatif dalam memahami isi
dan kandungan al-Qur’an. Sebagai orang yang paling
mengetahui makna al-Qur’an, Rasulullah selalu memberikan
penjelasan kepada sahabatnya.
 Tafsir Pada Zaman Shahabat
Adapun metode sahabat dalam menafsirkan al-Qur’an
adalah Menafsirkan Al-Qur’an dengan Al-Qur’an,
menafsirkan Al-Qur’an dengan sunnah Rasulullah, atau
dengan kemampuan bahasa, adat apa yang mereka dengar
dari Ahli kitab (Yahudi dan Nasroni) yang masuk Islam dan
telah bagus keislamannya.
Diantara tokoh mufassir pada masa ini adalah
Khulafaurrasyidin (Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali), Abdullah
bin Abbas, Abdullah bin Mas’ud, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin
Tsabit, Abdullah bin Zubair dan Aisyah. Namun yang paling
banyak menafsirkan dari mereka adalah Ali bin Abi Tholib,
Abdullah bin Mas’ud dan Abdullah bin Abbas yang
mendapatkan do’a dari Rasulullah.
Penafsiran shahabat yang didapatkan dari Rasulullah
kedudukannya sama dengan hadist marfu. Atau paling
kurang adalah Mauquf.
 Tafsir Pada Zaman Tabi’in
Metode penafsiran yang digunakan pada masa ini tidak jauh
berbeda dengan masa sahabat, karena para tabi’in
mengambil tafsir dari mereka. Dalam periode ini muncul
beberapa madrasah untuk kajian ilmu tafsir diantaranya:
1)- Madrasah Makkah atau Madrasah Ibnu Abbas yang
melahirkan mufassir terkenal seperti Mujahid bin Jubair, Said
bin Jubair, Ikrimah Maula ibnu Abbas, Towus Al-Yamany dan
‘Atho’ bin Abi Robah.

2)- Madrasah Madinah atau Madrasah Ubay bin Ka’ab, yang


menghasilkan pakar tafsir seperti Zaid bin Aslam, Abul
‘Aliyah dan Muhammad bin Ka’ab Al-Qurodli, Madrasah Ibnu
Mas’ud, diantara murid-muridnya yang terkenal adalah Al-
Qomah bin Qois, Hasan Al-Basry dan Qotadah bin Di’amah
As-Sadusy.

 Tafsir Pada Masa Pembukuan


Pembukuan tafsir dilakukan dalam lima periode yaitu;
o Periode Pertama, pada zaman Bani Muawiyyah dan
permulaan zaman Abbasiyah yang masih memasukkan ke
dalam sub bagian dari hadits yang telah dibukukan
sebelumnya.
o Periode Kedua, Pemisahan tafsir dari hadits dan dibukukan
secara terpisah menjadi satu buku tersendiri. Dengan
meletakkan setiap penafsiran ayat dibawah ayat tersebut,
seperti yang dilakukan oleh Ibnu Jarir At-Thobary, Abu Bakar
An-Naisabury, Ibnu Abi Hatim dan Hakim dalam tafsirannya,
dengan mencantumkan sanad masing-masing penafsiran
sampai ke Rasulullah, sahabat dan para tabi’in.
o Periode Ketiga, Membukukan tafsir dengan meringkas
sanadnya dan menukil pendapat para ulama’ tanpa
menyebutkan orangnya. Hal ini menyulitkan dalam
membedakan antara sanad yang shahih dan yang dhaif
yang menyebabkan para mufassir berikutnya mengambil
tafsir ini tanpa melihat kebenaran atau kesalahan dari tafsir
tersebut. Sampai terjadi ketika mentafsirkan ayat
o Periode Keempat, pembukuan tafsir banyak diwarnai dengan
buku – buku tarjamahan dari luar Islam. Sehingga metode
penafsiran bil aqly (dengan akal) lebih dominan
dibandingkan dengan metode bin naqly ( dengan
periwayatan). Pada periode ini juga terjadi spesialisasi tafsir
menurut bidang keilmuan para mufassir. Pakar fiqih
menafsirkan ayat Al-Qur’an dari segi hukum seperti
Alqurtuby. Pakar sejarah melihatnya dari sudut sejarah
seperti ats-Tsa’laby dan Al-Khozin dan seterusnya.
o Periode Kelima, tafsir maudhu’i yaitu membukukan tafsir
menurut suatu pembahasan tertentu sesuai disiplin bidang
keilmuan seperti yang ditulis oleh Ibnu Qoyyim dalam
bukunya At-Tibyan fi Aqsamil Al-Qur’an, Abu Ja’far An-
Nukhas dengan Nasih wal Mansukh, Al-Wahidi Dengan
Asbabun Nuzul dan Al-Jassos dengan Ahkamul Qur’annya.
3. PEMELIHARAAN AL-QUR’AN
 Pada Masa Raulullah
Pada masa Rasulullah bangsa arab merupakan bangasa yang
belum mengenal tulis baca, bahkan tidak sedikit dari mereka yang
mengenal tulis baca. Pda masa ini Ketika Al-Qur’an turun, maka
Rasulullah menyuruh para sahabat untuk menulisnya di pepah-
pelepah kurma, bebatuan, kayu, dan Rasulullah juga menyuruh
para sahabat untuk menghafalnya. Dengan demikian makin banyak
orang- orang yang ingin menghafalkan Al-Qur’an.
 Pada Masa Abu Bakar
Setelah Rasulullah wafat, kaum muhajirin dan anshar sepakat
untuk mengangkat Abu Bakar menjadi penerus pemerintahan.
Pada masa ini Umar bin Khattab memberi usulan kepada Abu
Bakar untuk menuliskan Al-Qur’an dalam bentuk musmaf. Hal ini
dilakukan karena kekhawatiran khalifah akan hilangnya al-qur’an,
sebab banyak para sahabat penghafal qur’an yang gugur dalam
medan perang. Kemudian Abu Bakar memanggil Zaid bib Sabit
untuk mmengumpulkan Al-Qur’an. Zaid mengumpulkan al-qur’an
dari pelapah kurma, kilit binatang, bebatuan, dan jenis lainnya,
serta dari para sahabat penghafal al-qur’an. Dalam usaha
pengumpulan al-qur’an zaid sangat berhati-hati dan amat teliti
sekalipun ia seorang penghafal al-qur’an yang bagus secara
keseluruhan. Dengan demikian Al Qur'an telah ditulis secara
keseluruhan oleh Zaid bin Tsabit dalam lembaran-lembaran dan
diikatnya dengan benang dan tersusun menurut apa yang telah
ditetapkan dan diajarkan oleh Rasulullah, kemudian diserahkan
kepada Abu Bakar dan Mushhaf terasebut tetap berada di tangan
Abu Bakar selama pemerintahannya dan kemudian dipindah ke
rumah Umar bin Khattab sampai beliau wafat, dan sepeninggal
beliau dipindah ke rumah Hafshah putri Umar, istri Rasulullah
sampai pada masa pengumpulan dan penyusunan Al Qur'an pada
masa Khalifah Usman bin Affan.
 Pada Masa Usman bin Affan
Pada masa usman beliau meminta mushaf yang ada di tangan
hafshah, kemudian Usman membentuk panitia untuk Menyusun al-
qur’an. Dimana panitia tersebut dikepalai oleh Zaid bin Tsabit yang
dibantu oleh Abdullah bin Zubair, Sa'id bin Ash, Abdurrahman bin
Kharits bin Hisyam.
Tugas dari kepanitiaan itu adalah membukukan Al Qur'an dan
menyalin sebuah lembaran-lembaran tersebut menjadi sebuah
buku. Maka dikerjakanlah oleh panitia tersebut sebagaimana yang
telah ditugaskan kepadanya, dan setelah selesai maka lembaran-
lembaran Al Qur'an yang telah dipinjamnya dikembalikan lagi pada
Khafshah. Al Qur'an yang telah dibukukan dinamai dengan "Al
Mushhaf" dan oleh panitia ditulis sebanyak lima buah, empat buah
di antaranya dikirim ke Makkah, Syiria, Bashrah dan Kuffah dan
yang satu buah di Madinah untuk Khalifah Ustman bin Affan sendiri,
dan inilah yang dinamai dengan Musfhaf Al Imam.
RESUME PENGANTAR STUDI AL-QUR’AN HADITS

PEMBAGIAN HADISTS

NAMA :MUHAMMAD FAUZAN

NIM :2013030005

SILABUS :11

 Hadits Dari Segi Bentuk


 Hadits qawly
Hadis Qauliyah adalah bentuk perkataan atau ucapan yang
disandarkan kepada nabi Muhammad saw., yang berisi berbagai
tuntutan syarak, peristiwa-peristiwa atau kisah-kisah, baik yang
berkenaan dengan aspek akidah, syariah maupun akhlakh.
 Hadits fi’li
Hadis fi‟li adalah segala perbuatan yang disandarkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang berupa perbuatan Nabi yang diberitakan oeh
para sahabat mengenai soal-soal ibadah dan lain-lain.
Contoh: “ shalatlah kamu sebagaimana aku shalat “
 Hadits taqriri
Hadis Taqriry adalah hadis yang berupa ketetapan Nabi Muhammad
SAW terhadap apa yang datang atau dilakukan para sahabatnya
dengan kata lain hadis taqririy, yaitu hadis Nabi Muhammad yang
berupa penetapan Nabi terhadap perbuatan para sahabat yang
diketahui oleh Nabi yang mana Nabi tidak melarang dan tidak pula
menyuruhnya.
 Hadits Dari Segi Periwayatannya
 Bil Lafzhi
Periwayatan hadits secara lafaz (al-riwayah bi allafzhi) ialah seorang
perawi menyampaikan hadits secara leterlek yaitu dengan lafal yang di
terimanya, tanpa ada perubahan, penggantian, penambahan maupun
pengurangan sedikitpun.
Ulama ahl al-hadits sepakat akan keharusan periwayatan hadits
secara lafaz untuk hadis – hadis berikut ini:
 Hadis-hadis yang berkaitan dengan penyebutan- penyebutan
nama-nama Allah dan sifat-sifatn-Nya. Mereka memandangnya
sebagai suatu hal yang tauqifiy dan tidak boleh diganti dengan
kalimat atau kata lain walaupun sepadan.
 Hadis-hadis yang mengandung lafal-lafal yang dianggap ibadah
(ta‟abbudiya) misalnya hadis-hadis do‟a.
 Hadis-hadis tentang jawami‟ al-kalim, yakni ungkapan pendek
sarat makna yang mengandung nilai balaghoh yang tinggi dan
periwayatannya secara makna tidak mungkin bisa mewakili
seluruh kandungan makna hadis yang dimaksud.
 4. Hadis-hadis yang berkaitan dengan lafaz-lafaz ibadah,
misalnya hadis tentang azan, iqamat, takbir, shalat, sighat
syahadat, dan sighat akad.
 Bil Ma’na
Riwayat Hadis bi al-Ma’na adalah meriwayatkan hadis berdasarkan
kesesuaian maknanya saja sedangkan redaksinya disusun sendiri oleh
orang yang meriwayatkan.
Sedangkan periwayatan hadis dengan makna menurut Luwis Ma’luf
adalah proses penyampaian hadis-hadis Rasulullah saw dengan
mengemukakan ma‟na atau maksud yang dikandung oleh lafaz,
karena kata makna mengandung arti maksud dari sesuatu.
 Hadits Dari Segi Kuantitas
 Hadits Mutawatir
Secara etimologi, kata Mutawatir berasal dari: Mutatabi‟ (Beriringan
tanpa jarak).
Dalam terminologi Ilmu Hadist, ia merupakan hadist yang
diriwayatkan oleh orang banyak, dan berdasarkan logika atau
kebiasaan, mustahil mereka sepakat untuk berdusta.
 Hadits Ahad
Hadist ahad berarti hadist yang diriwayatkan oleh orang
perorangan, atau dua orang atau lebih akan tetapi belum cukup
syarat untuk dimasukkan kedalam kategori hadist mutawatir.
Artinya, hadist ahad adalah hadist yang jumlah perawinya tidak
sampai kepada tingkatan mutawatir.
 Hadits Mahsyur
Hadits mahsyur adalah hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok
orang tetapi tidak mencapai derjat mutawatir.
 Hadits Dari Segi Kualitas
 Hadits Sahih
Hadist yang sanadnya bersambung, perawinya adil (dapat
dipercaya), dhobit (hafalannya kuat dan sempurna), tidak memiliki
pertentangan sanad (syad) dan tidak memiliki cacat yang signifikan
(illah qodihah).
Hadits sahih terbagi dua, yaitu:
 Sahih Li Zatihi
Sahih karena zatnya sendiri
 Sahih Li Ghairihi
Sahih karena ada jalur yang lain
 Hadits Hasan
Hadist hasan adalah hadist yang sanadnya bersambung, perawinya
adil, dhobitnya ringan dan sedang, tidak memiliki pertentangan
sanad (syad), dan tidak memiliki cacat yang signifikan (illah
qodihah). Jadi yang membedakan antara hadist shohih dan hasan
adalah dhobit (tingkat hafalan perawi).
Hadits hasan terbagi dua, yaitu:
 Hadits dha’f
Hadits dhaif adalah hadits yang tidak memenuhi persyaratan shahih
dan hasan.
Adapun syarat- syarat hadits sahih adalah sebagai berikut:
 Bersambung sanad
 Perawi adil
 Perawi dhabit
 Tidak ada syaz
 Tidak ada illat

Anda mungkin juga menyukai