Anda di halaman 1dari 35

RANGKUMAN MAKALAH ULUMUL QUR’AN

Diajukan untuk memenuhi tugas akhir mata kulaih Ulumul Qur’an

Dosen pengampu:

KH. Syafriadi Noor M.H.I

Oleh:

Kelompok 1 :

- Aan sulaeman
- Abdul aripin
- Acep cahya Maulana
- Ade lutfiana
- Dede Nazmi

PRODI JINAYAH

FAKULTAS SYARI’AH

SEKOLAH TINGGI ILMU SYARI’AH AL-ISLAM CIREBON

2021
BAB I
ULUMUL QUR’AN DAN SEJARAH PERKEMBANGANNYA

A. DEFINISI ULUMUL QUR’AN


‘Ulum adalah bentuk plural dari ‘ilm. ‘Ilm sendiri maknanya al-fahmu wa
al-idrak (pemahaman dan pengetahuan).
‘Ulumul Al-Qur’an adalah suatu ilmu yang mencakup berbagai kajian yang
berkaitan dengan kajian-kajian Al-Qur’an seperti; pembahasan tentang asbab an-
nuzul, pengumpulan Al-Qur’an dan penyusunannya, masalah makkiyah dan
madaniyah, nasikh dan mansukh, muhkam dan mutasyabihat, dan lain-lain.

B. SEJARAH PERKEMBANGANNYA
Al-Qur’an adalah wahyu Allah yang di turunkan kepada Nabi Muhammad
Saw. Melalui pelantara malaikat Jibril. Pada awalnya Al-Qur’an dilarang untuk
di tulis karena di takutkan tercampur aduk dengan yang lain.
Pada masa khalifah, tahapan perkembangan awal (embrio) ‘Ulumul Qur’an
mulai berkembang pesat dengan adanya kebijakan-kebijakan yang diterapkan
seperti:
1. Pada masa khalifah Abu Bakar dan Umar bin Khattab
Kebijakan pengumpulan/penulisan Al-Qur’an yang pertama yang diprakarsai
oleh Umar bin Khattab dan dipegang oleh Zaid bin Tsabit.
2. Pada masa khalifah Ustman bin Affan
Membuat terobosan ijtihad mulia, yaitu menyatukan kaum muslimin pada
satu mushaf yang kemudian diberi nama Mushaf Al-Imam.
3. Kekhalifahan ‘Ali bin Abi Thalib
Khalifah ‘Ali Radhiyallahu Anhu memerintahkan Abdul Aswad Ad-Duali
untuk menggagas kaidah nahwu, cara pengucapan yang tepat, dan
memberikan ketentuan harakat pada Qur’an, demi menjaga adanya
kekeliruan dalam pengucapan. Hal ini disebut sebagai permulaan dari ilmu
I’rabil Qur’an.

Para sahabat meneruskan tradisi memahami makna-makna Al-Qur’an dan


tafsirnya sesuai dengan kondisi mereka masing-masing sesuai dengan
kemampuannya dan kedekatannya dengan Rasulullah.
Diantara para musafir yang termasyhur dari para sahabat ialah :
a. Khulafaur Rasyidin
b. Ibnu Mas’ud
c. Ibnu ‘Abbas
d. Ubay bin Ka’ab
e. Zaid bin Tsabit
f. Abu Musa Al-Asy’ari
g. Abdullah bin Zubair
Adapun dari kalangan tabi’in, tidak sedikit yang menimba ilmu dari sahabat,
dan kemudian melakukan ijtihad dalam menafsirkan ayat.

Abad kedua adalah masa kodifikasi. Mula-mula kodifikasi hadits dengan


metode penggunaan bab-bab yang kurang sistematik. Semuanya mencakup
segala nyang berkaitan dengan tafsir. Sebagian ulama menyatukan tafsir yang
diriwayatkan tanpa melihat apakah itu berasal dari Nabi, sahabat, atau tabi’in.

Pada masa selanjutnya, sekelompok ulama melakukan penafsiran secara


komprehensif terhadap al-Qur’an sesuai tertibnya ayat yang ada dalam mushaf.
Di antara mereka yang terkenal adalah Ibnu Jarir At-Tharbani.

Pada abad ke empat Hijriah, banyak yang menulis tentang masalah terkait.
Banyak karya-karya ulama yang muncul melanjutkan pengkajian dalam disiplin
ulumul Qur’an.

Dalam konteks modern, studi ilmu-ilmu al-qur’an tetap tidak kalah menarik
dengan ilmu-ilmu lain. Orang-orang yang kompeten dengan gerakan pemikiran
islam terus berupaya menemukan rumusan kajian-kajian Al-Qur’an yang relevan
dengan perkembangan zaman.
BAB II
AL-QUR’AN

A. DEFINISI AL-QUR’AN
1. Pengertian Al-Quran Secara Etimologi (Bahasa)
Al-Quran secara etimologi berasal dari bahasa Arab (qara'a-
yaqra'uqira'atan-waqur'aanan) yang berarti sesuatu yang dibaca. Juga bentuk
mashdar dari al-qira'atu yang berarti menghimpun dan mengumpulkan.
2. Pengertian Al-Quran Secara Terminologi (Istilah)
Al-Quran secara terminologis adalah firman Allah Swt. Yang disampaikan
oleh Malaikat Jibril dengan redaksi langsung dari Allah Swt kepada Nabi
Muhammad Saw. Dan yang diterima oleh umat islam dari generasi ke generasi
tanpa perubahan. Sehingga Al-Quran secara khusus diwahyukan oleh Allah Swt
kepada Nabi Muhammad dengan bahasa Arab yang redaksinya langsung dari
Allah Swt.

B. NAMA DAN SIFAT AL-QUR’AN


1. Nama-nama Al-Qur’an
a. Al-Qur’an
b. Al-Kitab
c. Al-furqan
d. Adz-Dzikru
e. At-Tanzil

2. Sifat-sifat Al-Qur’an
a. Nur (Cahaya)
b. Mau’izhah (Nasehat)
c. Syifa (Obat)
d. Huda (Petunjuk)
e. Rahmah (Rahmat)
f. Mubin (yang membedakan)
g. Al-Mubarak (yang diberkati)
h. Busyra (berita gembira)
i. Aziz (yang mulia)
j. Majid (yang dihormati)
k. Basyir (pembawa berita gembira), dan
l. Nadzir (pemberi peringatan)

C. PERBDAAN ANTARA AL-QUR’AN, HADITS QUDSI DAN HADITS


NABAWI

1. Perbedaan Al-Qur’an dengan Hadits Qudsi


a. Al-Qur'an merupakan mukjizat, sedangkan hadits qudsi bukan mukjizat.
b. Kandungan isi dan redaksi Al-Qur'an merupakan firman Allah Swt,
tanpa ada satupun yang berubah, sedangkan lafal (redaksi)nya Nabi Saw.
c. Seluruh isi Al-Qur'an dinukil seccara mutawatir, sehingga kepastianya
sudah mutlak (qath'i ats-tsubut). Sedangkan hadits qudsi sebagian besar
memiliki derajat khabar ahad, sehingga kepastianya masih merupakan
dugaan (zhanni ats-tsubut). Adakalanya hadits shahih itu shahih,
terkadang hasan (baik) dan ada pula yang dha'if (lemah).
d. Membaca Al-Qur'an termasuk ibadah dan mendapat pahala, sedang
membaca hadits qudsi bukan termasuk ibadah dan tidak mendapat
pahala.
2. Perbedaan Hadits Qudsi dengan Hadits Nabawi
a. Hadits nabi bersifat Tauqifi, yaitu kandunganya yang diterima oleh
Rasulullah adalah wahyu. Dan ia menjelaskanya kepada manusia dengan
kata-katanya sendiri.
b. Hadits nabawi bersifat Taufiqi, yaitu Rasulullah Saw menyimpulkan Al-
Qur'an menurut pemahamanya dengan pertimbangan dan ijtihad.
c. Hadits qudsi itu maknanya dari Allah, dan dalam periwayatanya
Rasulullah menyandarkannya kepada Allah.
BAB III
WAHYU

A. DEFINISI WAHYU

wahyu adalah kata mashdar (infinitive) yang memiliki dua pengertian dasar,
yaitu; tersembunyi dan scepat. Oleh sebab itu dikatakan, “Wahyu ialah informasi
secara sembunyi dan cepat yang khusus ditujukan kepada orang tertentu tanpa
diketahui orang lain.

B. CARA WAHYU ALLAH TURUN KEPADA MALAIKAT

Para ulama berpendapat mengenai cara turunnya wahyu Allaah berupa Al-Quran
kepada jibril dengan beberapa pendapat :

1. Jibril menerimanya secara pendengaran dari Allah dengan lafazhnya yang


khusus.
2. Jibril menghafalnya dari laauhul mahfuzh.
3. Maknanya disampaikan kepada Jibril, sedang lafadzhnya dari jibril, atau
Muhammad SAW.
C. CARA PENURUNAN WAHYU KEPADA PARA RASUL
1. Mimpi yang benar di dalam tidur
2. Kalam ilahi dari balik tabir tanpa melalui pelantara

D. PENYAPAIAN WAHYU OLEH MALAIKAT KEPADA RASUL

1. Datang dengan suatu suara seperti suara lonceng


2. Malaikat menjelma kepada rasul sebagai seorang laki-laki

E. SYUBHAT PARA PENENTANG WAHYU

1. Mereka mengatakan bahwa Al-Qur’an bukanlah wahyu, tetapi dari pribadi


muhammad
2. Orang-orang jahiliyah, dahulu dan sekarang, menyangka bahwa Al-Qur’an
itu tidak lain daripada hasil penalaran intelektual dan pemahaman yang
diungkapkan oleh muhammad dengan gaya bahasa dan retorikanya yang
hebat.
3. Orang-orang jahiliyah klasik dan modern berasumsi bahwa muhammad telah
menerima ilmu-ilmu al-qur’an dari seorang guru.

F. KESESATAN KAUM MUTAKALLIMIN


Para Ahli kalam telah tenggelam dalam metodologi para filosof dalam
menjelaskan kalam Allah sehingga mereka telah sesat dan menyesatkan
oranglain. Mereka membagi kalam Allah menjadi dua bagian: Kalam nafsi yang
kekal yang ada pada zat Allah, yang tidak berupa huruf, suara, tertib dan tidak
pula bahas; dan kalam lafzhi, yang diturunkan kepada para nabi diantaranya
dalah empat buah kitab. Para ahli kalam ini semakin terbenam dalam
perselisihan skolastik yang mereka buat-buat.
BAB IV

MAKKI DAN MADANI

A. PENGERTIAN MAKKIYAH DAN MADANIYAH

Secara umum, ilmu Makkiyah dan Madaniyah adalah suatu ilmu yang
membahas tentang ayat ayat dan surat surat yang diturunkan di mekkah dan
madinah.

B. CIRI KHAS MAKKIYAH DAN MADANIYAH

1. Makkiyah dan ciri khas temanya (dari segi karakteristik umum)


a. Setiap surat yang didalamnya mengandung ayat sajdah adalah Makkiyah
b. Setiap surat yang mengandung lafazh kalla, adalah Makkiyah.
c. Setiap surat yang mengandung “yaa ayyuhan-naas” (wahai manusia) dan
tidak mengandung “yaa ayyuhal-ladziina aamanuu” (wahai orang-orang
yang beriman), adalah Makkiyah. Kecuali surah Al-Hajj ayat 77
d. Setiap surat yang mengandung kisah para Nabi dan umat terdahulu
adalah Makkiyah, kecuali surah Al-Baqarah
e. Setiap surat yang mengandung kisah Adam dan Iblis adalah Makkiyah,
kecuali surah Al-Baqarah
f. Setiap surat yang dibuka dengan huruf muqatha’ah atau hija’i seperti
Alif Lam Mim, Alif Lam Ra dan lain-lain adalah Makkiyah, kecuali Al-
Baqarah dan Ali Imran. Adapun Ar-ra’d masih diperselisihkan.
2. Makkiyah dan ciri khas temanya (dari segi tema dan gaya bahasanya)
a. Dakwah kepada tauhid dan beribadah hanya kepada allah
b. Peletakan dasar-dasar umum bagi perundang-undangan dan akhlaq yang
mulia.
c. Menyebutkan kisah para nabi dan umat-umat terdahulu sebagai pelajaran
d. Kalimatnya singkat, padat disertai kata-kata yang mengsankan.
3. Madaniyah dan ciri khas temanya (dari segi karakteristik umum)
a. Setiap surat berisi kewajiban atau sanksi hukum
b. Setiap surat yang didalamnya disebutkan orang munafik kecuali surah
AlAnkabut adalah Madaniyah.
c. Setiap surah yang didalamnya terdapat dialog dengan Ahli Kitab
4. Madaniyah dan ciri khas temanya (dari segi tema dan gaya bahasanya)
a. Menjelaskan masalah ibadah, muamalah, had, kekeluargaan, warisan,
jihad, hubungan sosial, hubungan internasional, baik diwaktu damai
maupun diwaktum perang, kaidah hukum, dan masalah perundang-
undangan.
b. Seruan kepada Ahli Kitab dari kalangan Yahudi dan Nasrani, dan ajakan
kepada mereka untuk masuk Islam.
c. Menyingkap perilaku orang munafik, menganalisis kejiwaannya,
membuka kedoknya, dan menjelasnkan bahwa ia berbahaya bagi Ad-Din
d. Suku kata dan ayatnya Panjang dan dengan gaya Bahasa yang
memantapkan syaria’at serta menjelaskan tujuan dan syari’atnya.
BAB V
PENGETAHUAN TENTANG AYAT YANG PERTAMA DAN TERAKHIR
TURUN
A. Ayat Yang Turun Pertama Kali
1. Pendapat yang paling shahih mengenai ayat yang pertama kali turun ialah
QS. Al-Alaq ayat 1-5.
2. Dikatakan pula bahwa yang pertama kali turun adalah ayat ya ayyuhal
muddatstsir.
3. Pendapat lain mengatakan, bahwa yang pertama kali turun adalah surat Al-
Fatihah.
4. Ada juga yang berpendapat bahwa yang pertama kali turun adalah
bismillahirrahmanirrahim.

B. Ayat Yang Terakhir Di Turunkan


1. Dikatakan bahwa ayat yang terakhir turun itu adalah ayat yang mengenai
riba. QS. Al-Baqarah ayat 278.
2. Ada yang berpendapat, ayat al-qur’an yang terakhir di turunkan ialah QS.
Al-Baqarah ayat 281.
3. Dikatakan bahwa yang terakhir kali turun itu tentang hutang. Qs. Al-baqarah
ayat 282
4. Ada lagi yang berpendapat bahwa yang terakhir kali diturunkan adalah ayat
tentang masalah kalalah. Qs. An-nisa ayat 176.
5. Pendapat lainnya mengatakan bahwa yang terakhir turun adalah Qs. At-
Taubah ayat 128.
6. Ada juga yang mengatakan, bahwa yang terakhir kali turun adalah Qs. Al-
Maidah.
7. Ada juga yang mengatakan bahwa yang terakhir turun adalah Qs. Ali-Imran
Ayat 195.
8. Ada yang berpendapat, ayat yang terakhir turun adalah An-Nisa Ayat 93.
9. Ada juga pendapat yang berdasar kepada riwayat muslim dari iibnu abbas,
yang menyebutkan bahwa surat yang terakhir di turunkan adalah Qs. An-
Nasr ayat 1.

C. Ayat Yang Pertama Di Turunkan Secara Tematik


1. Mengenai makanan Qs. Al-An’am ayat 145 dan An-Nahl ayat 114-115.
2. Mengenai minuman Qs. Al-Baqarah ayat 219 dan Al-Maidah ayat 90-91.
3. Mengenai perang Qs. Al-Hajj ayat 39

D. MANFAAT PEMBAHASAN
1. Menjelaskan perhatian yang diperoleh Al-Qur’an guna menjaganya dan
menentukan ayat-ayatnya.
2. Mengetahui rahasia syariat islam relavan dengan sejarah perjalanan sumber
yang pokok.
3. Dapat memilih yang nasikh dengan yang mansukh.
BAB VI
ASBAB AN-NUZUL

A. Pengertian Asbab An-Nuzul


Asbabun Nuzul merupakan bentuk Idhafah dari kata “asbab” dan
“nuzul”.
Secara etimologi Asbabun Nuzul adalah Sebab-sebab yang melatar
belakangi terjadinya sesuatu.
secara terminologi atau istilah, Asbabun Nuzul dapat diartikan sebagai
sebab-sebab yang mengiringi diturunkannya ayat-ayat Al-Quran kepada
Nabi Muhammad SAW karena ada suatu peristiwa yang membutuhkan
penjelasan atau pertanyaan yang membutuhkan jawaban.

B. Sejarah Perkembangan Asbab An-Nuzul


Sejak zaman sahabat pengetahuan tentang Asbabun Nuzul dipandang
sangat penting untuk bisa memahami penafsiran Al-Qur’an yang benar.
Karena itu mereka berusaha untuk mempelajari ilmu ini. Mereka bertanya
kepada Nabi SAW tentang sebab-sebab turunya ayat atau kepada sahabat
lain yang menjadi saksi sejarah turunnya ayat-ayat Al-Qur’an. Dengan
demikian pula para tabi’in yang datang kemudian, ketika mereka harus
menafsirkan ayat-ayat hukum, mereka memerlukan pengetahuan Asbabun
Nuzul agar tidak salah dalam mengambil kesimpulan.

C. Fungsi Ilmu Asbab AN-Nuzul Dalam Memahami Al Qur’an


Az-Zarqani mengemukakan urgensi sebab An-Nuzul dalam memahami
Al-qur’an sebagai berikut :
1. Membantu dalam memahami sekaligus mengatasi ketidakpastian
dalam menangkap pesan ayat-ayat Al-Qur’an.
2. Mengatasi keraguan ayat yang diduga memiliki keraguan umum.
3. Mengkhususkan hukum yang terkandung dalam ayat Al-Qur’an.
4. Mengidentifikasi pelaku yang menyebabkan ayat Al-Qur’an
turun.
5. Memudahkan untuk menghafal dan memahami ayat, serta untuk
memantapkan wahyu ke dalam hati orang yang mendengarnya.
6. Penegasan bahwa Al-Qur’an benar-benar dari Allah SWT, bukan
buatan manusia.
7. Penegasan bahwa Allah benar-benar memberi pengertian penuh
pada Rasulullah dalam menjalankan misi risalahnya.
8. Mengetahui makna serta rahasia-rahasia yang terkandung dalam
Al-Qur’an.
9. Seseorang dapat menentukan apakah ayat mengandung pesan
khusus atau umum dan dalam keadaan bagaimana ayat aitu harus
diterapkan.
10. Mengetahui secara jelas hikmah disyariatkannya suatu hukum.

D. Macam-Macam Asbab AN-Nuzul


1. Banyaknya nuzul dengan satu sebab
2. Penurunan ayat lebih dahulu daripada sebab
3. Beberapa ayat turun mengenai satu orang

E. Urgensi Dan Kegunaan Asbab An-Nuzul


1. Membantu dalam memahami sekaligus mengatasi ketidakpastian
dalam menangkap pesan ayat-ayat Al-Qur’an.
2. Mengatasi keraguan ayat yang diduga mengandung pengertian
umum.
3. Menghususkan hukum yang terkandung dalam ayat Al-Qur’an, bagi
ulama yang berpendapat bahwa yang menjadi pegangan adalah sebab
yang bersifat khusus(khusus al-sabab) dan bukan lafazh yang bersifat
umum(umum al-lafaz).
4. Mengidentifikasikan pelaku yang menyebabkan ayat Al-Qur’an
turun.
5. Memudahkan untuk menghafal dan memahami ayat, serta untuk
memantapkan wahyu kedalam hati orang yang mendengarnya
BAB VII
TURUNNYA AL-QUR’AN

A. Tahap Turunanya AI-Qur’an


1. Turunanya Al-Qur’an Sekaligus
a. Diturunkan sekaligus pada lailatul qadr ke baitul izzah kelangit
dunia.
b. Diturunkan dari langit dunia ke bumi secara berangsur-angsur selama
dua puluh tiga tahun.

2. Turunnya al-qur’an secara bertahap


Al-Quran yang diturunkan secara berangsur-angsur kepada Nabi
Muhammad SAW mempunyai perjalanan yang panjang baik dari
segiturunnya maupun dari segi perkembangannya. Pertumbuhan dan
perkembangan Al-Quran ketika itu terus berlangsung karena apa
yang diterima Nabi, beliau sampaikan kepada para sahabat, dan
sahabatpun menyampaikannya pula kepada sahabat lainnya. Proses
perkembangan dan pertumbuhan yang begitu cepat disebabkan
karena Al-Quran turun dengan menggunakan bahasa Arab, sehingga
para sahabat yang memang orang Arab cepat memahaminya, apabila
mereka menemukan kesulitan mereka dapat bertanya langsung
kepada Nabi sehingga perkembangannya cukup menggembirakan.

B. Hikmah turunnya Al-Qur’an secara bertahap


1. Menguatkan dan meneguhkan hati rasulallah.
2. Tantangan dan mukjizat.
3. Memudahkan hafalan dan pemahamannya.
4. Relavan dengan peristiwa,dan pentahapan dalam penetapan hukum.
5. Tanpa diragukan bahwa Al-Qur’an al-karim diturunkan dari sisi yang
maha bijaksana dan maha terpuji.

C. Faedah turunnya al-qur’an secara bertahap dalam pendidikan dan


pengajaran
1. Perhatian terhadap tingkat pemikiran pendidik siswa
2. Perhatian terhadap pengenmbangan potensi akal, jiwa dan jasmani
dengan potensi yang dapt membawanya ke arah perbaikan dan
kebenaran.
BAB VIII

PENGUMPULAN DAN PENERIAN AL-QUR’AN

A. Tahapan Pengumpulan Al-Qur’an

1. Pengumpulan Al-Qur’an Pada Masa Nabi

a. Pengumpulan al-qur’an dalam konteks hafalan pada masa nabi


Al-Qur’an diturunkan selama dua puluh tahun lebih. Proses penurunannya
terkadang hanya turun satu ayat dan terkadang turun sampai sepuluh ayat.
Setiap kali sebuah ayat turun, dihafal dalam dad dan diletakan dalam hati,
sebab bangsa arab secara kodrati memang mempunyai daya hafal yang kuat.
Sebab pada umumnya mereka buta huruf, sehinnga dalam penylisan berita-
berita, syair-syair, dan silsilah mereka dilakukan dengan catatan di hati mereka.
b. Pengumpulan Al-Qur’an Dalam Konteks Penulisannya Pada Masa Nabi

rasulallah saw mengankat para penulis wahyu al-qur’an (asisten) dari


sahabat-sahabat terkemuka, seperti ali., muawiyah, ubai bin ka’ab, dan zaid bin
tsabit. Bila ayat turun, ia memerintahkan mereka menulisnya dan menunjukan,
dimana temmpat ayat tersebut dalam surat. Maka penulisan pada lembaran itu
membantu penghafalan dalam hati.

2. Pengumpulan Al-Qur’an Pada Masa Abu Bakar

Pada masa kekhalifahan Abu Bakar, terjadi peristiwa perang yamamah


yang melibatkan para penghafal Al-Qur’an. Pada peperangan ini tujuh puluh qori’
dari para sahabat gugur. Umar bin khatab merasa sangat khawatir melihat
kenyataan ini, lalu beliau menghadab Abu Bakar dan mengajukan usulan
kepadanya supaya mengumpulkan dan membukukan Al-Qur’an karena
dikhawatirkan akan musnah, sebab peperangan yamamah telah banyak
menggugurkan para qari’. Selain iti juga, umar merasa khawatir jikalau
peperangan di tempat-tempat lain akan membunuh banyak qori’ pula sehingga Al-
Qur’an akan hilang dan musnah. Awalnya Abu Bakar menolak usulan tersebut,
namun umar tetap membujuknya dan pada akhirnya abu bakar menerima usulan
tersebut. Kemudian, Abu Bakar memerintahkan kepada zaid bin tsabit. Awalnya
zaid menolak seperti halnya Abu Bakar, namun setelah Abu Bakar menceritakan
seperti apa yang diceritakan umar, akhirnya zaid menerima perintah dari Abu
Bakar untuk menulis Al-Qur’an. Setelah selesai, lembaran Al-Qur’an itu
diserahkan kepada Abu Bakar.

Setelah wafatnya Abu Bakar pada tahun tiga belas hijiriah, lembaran-lembaran
Al-Qur’an itu berpindah tangan ke tangan umar dan tetap berada di tangannya
hingga ia wafat. Kemudian mushaf itu berpindah ke tangan hafshah, putri umar.
3. Pengumpulan Al-Qur’an Pada Masa Utsman

Pada masa utsman terjadi perbedaan qira’at di dalam membaca al-qur’an yang
menyebabkan banyak pertentangan di kalangan umat bahkan hampir menimbulkan
permusuhan dan perbuatan dosa. Melihat kenyataan demikian, hudzaifah segera
menghadap utsman dan melaporkan kepadanya apa yang telah dilihatnya. Utsman juga
berpendapat demikian bahwa sebagian perbedaaan itu pun terjadi pada orang orang
yang mengerjakan qira’at kepada anak-anak.

Para sahabat amat memperihatinkan kenyataaan ini karena takut kalau-kalau


perbedaan itu akan menimbulkan penyimpangan dan perubahan. Mereka besepakat
untuk menyalin lembaran-lembaran pertama yang ada pada abu bakar dan menyatukan
umat islam pada lembran-lembaran itu dengan bacaan-bacaan baku pada satu huruf.

B. Perbedaan Antara Pengumpulan Al-Qur’an Pada Masa Abu Bakar Dan


Utsman

Pengumpulan al-qur’an abu bakar berbeda dengan pengumpulan al-qur’an yang


dilakukan utsman, baik dalam hal latar belakang (motivasai) maupun metodenya.
Motivasi abu bakar adalah kekhawatiran beliau akan hilangnya al-qur’an karena
banyaknya para qurra’ yang gugur dalam peperangan. Sedangkan motivasi utsman
karena banyaknya perbedaan (yang berujung konflik). Dalam cara-cara membaca al-
qur’an yang terjadi di berbagai wilayah kekuasaan islam yang di saksikannya sendiri.

C. SYUBHAT YANG BATIL

1. Menurut penebar syubhat itu, beberapa riwayat menun jukan bahwa ada bebrapa
bagian al-qur’an yang tidak dituliskan dalam mushaf-mushaf yang ada di tangan kita
ini.

2.mereka mengatakan, dalam al-qur’an terdapat sesuatu yang bukan al-qur’an.

3. satu kelompok syiah yang ekstrim menuduh abu bakar, umar, dan utsman telah
mengubah al-qur’an dan menggugurkan beberapa ayat dan suratnya.

D. Tertib Ayat Dan Surat

1. Tertib Ayat

Tertib ayat adalah penempatan secara tertib urutan ayat-ayat al-qur’an yang bersifat
tauqifi yang berdasarkan ketentuan dari rasulallah saw.

2. Tertib Surat

Para ulama berbeda pendapat mengenai tertib surat, perbedaanya sebagai berikut:
a. ada yang berpendapat bahwa tertib surat itu tauqifi dan di tangani langsung oleh
nabi sebagai mana di beritaukan oleh malaikat jibril kepadanya atas perintah allah

b. kelompok kedua berpendapat bahwa tertib surat itu berdasarkan surat itu
berdasarksebagai mana di beritaukan oleh malaikat jibril kepadanya atas perintah
allah

b. kelompok kedua berpendapat bahwa tertib surat itu berdasarkan surat itu
berdasarkan ijtihad para sahabat, sebab ternyata ada perbedaan tertib di dalam
mushaf.

c kelompok ketiga berpendapat sebagian surat itu tertibnya bersifat tauqifi dan
sebagian lainya berdasarkan ijtihad para sahabat.

E. Surat-Surat Dan Ayat-Ayat Al-Qur’an

Surat-surat al-qur’an itu ada empat bagian yaitu; 1). Ath-thiwal, 2). Al-mi’un, 3).
Al-matsani, 4). Al-mufashshal

Adapun jumlah ayatnya sebanyak 6200 ayat, lebih dari pada itu ada perbedaan
pendapat.

F. Rasm Utsmani

Rasm utsmani (penulisan mushaf utsmani) adalah rasm yang telah diakui dan
diwarisi oleh umat islam sejak masa utsman dan pemeliharaan rasm utsmani merupakan
jaminan kuat bagi penjagaan al-qur’an dari perubahan dan penggantian huruf-hurufnya.

G. Proses Perbaikan Rasm Utsmani

Proses perbaikan rasm utsmani yaitu proses penambahan formasi penulisan


mushaf dengan harakat, titik, dan lain-lain.
BAB IX

TURUNNYA AL-QUR’AN DENGAN TUJUH HURUF

A. Perbedaan Pendapat Dalam Makna Tujuh Huruf (Sab’atu Ahruf)

Sebagian besar para ulama berbeda pendapat mengenai makna tujuh huruf di
antaranya:

1. Yang dimaksud dengan tujuh huruf adalah tujuh macam bahasa dari bahasa arab
mengenai satu makna
2. Yang dimaksud dengan tujuh huruf adalah tujuh huruf yang bertebaran di
berbagai surat Al-Qur’an
3. Yang dimaksud dengan tujuh huruf adalah tujuh segi, yaitu; amr (perintah),
nahyu (larangan), wa’d (ancaman), jadal (perdebatan), qashash (cerita), dan
matsal (perumpamaan).
B. Hikmah Turunnya Al-Qur’an dengan Tujuh Huruf
1. Memudahkan bacaan dan hafalan bagi bangsa yang ummi.
2. Bukti kemukjizatan Al-Qur’an bagi naluri kebahasaan orang arab.
3. Kemukjizatan Al-Qur’an dalam aspek amkna dan hukum-hukumnya.
BAB X

QIRA’AT DAN QURRA’

A. Definisi Qira’at Dan Qurra’

Qira’at adalah jamak dari Qira’ah, artinya bacaan. Ia adalah masdar dari
qara’a. Dalam istilah keilmuan, qira’at adalah salah satu madzhab pembacaan Al-
Qur’an yang dipakai oleh salah seorang imam qurra’ sebagai suatu madzhab yang
berbeda dengan badzhab lainnya.

Qurra’ adalah jama’ dari qari’ yang artinya orang yang membaca. Qari’ atau
qura’ ini sudah menjadi istilah baku dalam disiplin ilmu-ilmu Al-Qur’an.

B. Macam-Macam Qira’at, Hukum dan Kaidahnya

1. Mutawatir
2. Masyhur
3. Ahad
4. Syadz
5. Maudhu’
6. Mudarraj

C. Faedah Keberagaman Dalam Qira’at Yang Shahih

1. Menunjukan Betapa Terjaganya Dan Terpeliharanya Kitab Allah


2. Meringankan umat islam dan memudahkan mereka untuk membaca Al-Qur’an
3. Bukti kemukjiztan Al-Qur’an dari segi kepadatan makna (ijaz)-nya
4. Penjelasan terhadap apa yang mungkin masih global dalam Qira’at lain.
BAB 11
KAIDAH-KAIDAH PENTING UNTUK PARA MUFASSIR

A. Fungsi Dhamir (Kata Ganti)


Pada dasarnya, dhamir diletakkan untuk mempersingkat perkataan, ia berfungsi
untuk menggantikan penyebutan kata-kata yang banyak dan menempati kata-kata itu
secara sempurna, tanpa mengubah makna yang dimaksud dan tanpa pengulangan.

B. Isim Ma’rifah Dan Nakirah


1. Fungsi Isim Nakirah
a. Untuk menunjukan satu
b. Untuk menunjukan jenis
c. Untuk menunjukan satu dan jenis
d. Untuk menunjukan arti banyak dan melimpah
e. Untuk meremehkann dan merendahkan
f. Untuk menyatakan sedikit

2. Fungsi Penggunaan Isim Ma’rifah


a. Dengan isim ‘alam (nama)
b. Dengan menggunakan isim isyarah (kata tunjuk)
c. Pema’rifatan dengan isim mausul (kata ganti penghubung)
d. Makrifat dengan alif (al)

C. Penyebutan Kata Benda (Isim) Dua Kali


1. Keduanya ma’rifah
2. Keduanya nakirah
3. Yang pertama ma’rifah sedang yang kedua nakirah
4. Yang pertama nakirah sedang yang kedua ma’rifah

D. Mufrad Dan Jamak


Sebagian lafadh dalam al-qur’an terkadang di mufradkan untuk menunjuk pada
suatu makna tertentu, dan di jamakan untuk menunjuk pada isyarat khusus, atau
terkadang jamak lebih di utamakan dari mufrad atau sebaliknya.

E. Jamak dengan jamak atau denagan mufrad


Menigimbangi jamak denagan jamak terkandang menuntuntut bahwa setiap
satuan dari jamak satu yang diimbangi denagn satuan jamak yang lain,misalnya
dalam surat nuh:7.
Adapun menghadapkan jamak denagn mufrad pada umumnya di maksudkan
untuk menunjukan keumuman mufrad tersebut, dan kadang-kadang hal itu bisa
terjadi.
F. Lafazh Yang Diduga Sinonim
Di antaranya adalah “al-khauf” dan “al-khasyyah” (takut). Makna “al-khasyyah”
lebih tinggi daripada “al-khauf”, karena al-khasyyah diambil dari kata-kata “syajarah
khasyyah” artinya pohon yang kering. Jadi, arti al-khasyyah adalah rasa takut yang
sangat. Sedangkan “al-khauf” berasal dari kata “naqa khaufa” artinya onta betina
yang berpenyakit, yakni mengandung kekurangan.

G. Pertanyaan Dan Jawaban


Jawaban hendaknya sesuai dengan pertanyaandan pertanyaanpun sesuai dengan
jawaban.

H. Pemakaian Kata Benda dan Kata kerja


Jumlah ismiyyah (kalimat yang menggunakan kata benda) menunjukan arti tsubut
(tetap) dan istimrar (terus-menerus). Sedangkan jumlah fi’liyyah (kalimat yang
menggunakan kata kerja) menunjukan arti tajaddud (baru) dan huduts (temporal).

I. Masalah Athaf
Athaf terbagi menjadi 3 macam:
1. Athaf alal lafzhi (athaf kepada lafazh)
2. Athaf alal mahal (athaf kepada mahal)
3. Athaf alal ma’na (athaf kepada makna)

J. Perbedaan Antara Al-Ita’ dan Al-I’tha


Menurut al-juwaini, lafazh al-ita’ lebih kuat dari lafazh al-i’tha dalam menetapkan
obyeknya (maf’ul).

K. Lafazh Fa’ala
Lafazh fa’ala digunakan untuk menunjukan beberapa jenis perbuatan, bukan satu
perbuatan saja.

L. Lafadz Kana
Lafazh kana dalam Al-Qur’an banyak digunakan berkenaan dengan zat Allah dan
sifat-sifatnya.

M. Lafadz Kada
Para ulama berbeda pendapat mengenai lafazh kada diantaranya:
1. kada sama dengan fi’il lainnya
2. kada berbeda dengan fi’il-fi’il lainnya
3. kadaa negatif menunjuk pada terjadinya sesuatu dengan susah payah
4. dibedakan antara kalimat negatif (nafi) yang berbentuk mudhari’ dan yang madhi.
5. kada yang dinegatifkan untuk menunjukkan arti positif jika lafazh yang
sesudahnya berhubunyan atau berkaitan dengan lafazh yang sebelumnya.
N. Lafazh Ja’ala
Ja’ala digunakan dalam Al-Qur’an dengan beberapa pengertian:
1. Dengan arti samma (menamakan)
2. Dengan makna awjada (mewujudkan)
3. Dengan makna perpindahan dari suatu keadaan kepada keadaan lain
4. Dengan makna i’tiaqad (keyakinan)
5. Dengan makna memberi hukum sesuatu atas sesuatu yang lain

O. Lafazh La’alla Dan ‘Asa


La’alla dan ‘Asa digunakan untuk makna ar-raja’ (harapan) dan thama’ (keinginan)
dalam pekataan sesama manusia
BAB XII

PERBEDAAN MUHKAM DAN MUTASYABIH

A. Muhkam Dan Mutasyabih Secara Umum


Menurut bahasa muhkam berasal dari kata-kata “hakamtu dabbah wa ahkamtu”,
artinya saya menahan binatang itu. Kata al-hukm berarti memutuskan antara dua hal
atau perkara. Maka, hakim adalah orang yang mencegah kedzhaliman dan
memisahkan antara dua pihak yang bersengketa, serta memisahkan antara yang hak
dengan yang batil dan antara kejujuran dan kebohongan.
Mutasyabih secara bahasa berarti tasyabuh, yaknibila satu dari dua hal serupa
dengan yang lain. Dan syubhah ialah keadaan dimana salah satu dari dua hal itu tidak
dapat dibedakan dari yang lain karena adanya kemiripan diantara keduanya secara
kongkrit maupun abstrak.

B. Muhkam Dan Mutasyabih Secara Khusus


1. muhkam adalah ayat yang mudah diketahui maksudnya, sedangkan mutasyabih
hanyalah diketahui maksudnya oleh Allah sendiri.
2. muhkam hanyala ayat yang mengandung satu segi, sedangkan mutasyabih
mengandung banyak segi.
3. muhka adalah ayat yang maksudnya dapat diketahui secara langsung, tanpa
memerlukan keterangan lain. Sedang mutasyabih tidak demikian, ia memerlukan
penjelasan dengan merujuk kepada ayat-ayat lain.
BAB XII
LAFAZH YANG UMUM DAN YANG KHUSUS

A. Pengertian ‘Am dan Bentuk Umum\


‘Am adalah lafzh yang mencakup segala apa yang pantas baginya tanpa ada
pembatasan.

B. Macam-Macam lafazh Umum


1. umum yang tetap dalam keumumannya
2. umum tetapi yang dimaksud adalah khusus
3. umum yang di khususkan

C. Pengertian Khas Dan Mukhashshish


Khas (khusus) adalah lawan kata dari ‘Am, karena ia tidak menghabiskan semua apa
yang pantas baginya tanpa adanya pembatasan. Takhshish adalah mengeluarkan
sebagian apa yang dicakup lafazh ‘am. Dan Mukhashshish (yang mengkhususkan)
terkadang mutashil (antara ‘am dengan Mukhashshish tidak dipisah) oleh sesuatu hal,
tetapi ada juga kalanya munfasil, kebalikan dari mutashil.
BAB XIV
NASIKH DAN MANSUKH

A. Pengertian Nasikh Dan Mansukh

Nasikh menurut bahasa dipergunakan untuk arti izalah (menghilangkan.


Menurut istilah nasikh adalah mengangkat (menghapuskan) hukum syara dengan
dalil hukum syara yang lain.
Mansyuk adalah hukum yang di angkat atau yang dihapuskan. Maka ayat
mawarits (warisan) atau hukum yang terkandung di dalamnya misalnya, adalah
menghapuskan (nasikh) hukum wasiat kepada orang tua atau kerabat.

B. Cara mengetahui Nasikh dan Mansukh

1. keterangan tegas dari nabi atau sahabat


2. ijma’ umat bahwa ayat ini nasikh dan yang itu mansyukh
3. mengetahui mana yang terlebih dahulu dan mana yang belakangan

C. Jenis-Jenis Nasakh

1) nasakh al-Qur’an dengan Al-Qur’an


2) nasakh al-Qur’an dengan dengan As-Sunnah
3) nasakh al-Qur’an dengan Hadits ahad
4) nasakh al-Qur’an dengan Hadits mutawattir

D. Hikmah Nasakh

1. memelihara kemaslahatan hamba


2. perkembangan tasyri’ menuju tingkat sempurna sesuai dengan perkembangan
dakwah dan perkembangan kondisi umat manusia
3. cobaan dan ujian bagi seorang mukallaf apakah mengikutinya ataukah tidak.
4. Mengkhendaki kebaikan dan kemudahan bagi umat.
BAB XV

MUTHLAQ DAN MUKAYYAD

A. Definisi Muthlaq Dan Mukayyad

Muthlaq adalah lafazh yang menunjukan satu hakikat (dalam suatu kelompok)
tanpa suatu qayyid (pembatas).

Adapun mukayyad adalah lafazh yang menunjukan suatu hakikat dengan qayyid
(batasan).

B. Pembagian Muthlaq Dan Mukayyad Dan Hukumnya

1. Sebab dan hukumnya sama


2. Sebab sama namun hukum berbeda
3. Sebab berbeda tetapi hukumnya sama
4. Sebab dan hukumnya berbeda
BAB XVI
MATHUQ DAN MAFHUM

A. Definisi Manthuq dan Pembagiannya

Manthuq adalah suatu yang ditunjukan oleh lafazh pada saat diucapkannya;
yakni bahwa penunjukan makna berdasarkan materi huruf-huruf yang diucapkan.

Pembagian manthuq:

1) Nash; ialah lafazh yang bentuknya sendiri telah dapat menunjukan makna yang
dimaksud secara tegas (syarih).
2) Zhahir; ialah lafazh yang menunjukan suatu makna yang segera dipahami ketika ia
diucapkan tetapi disertai kemungkinan makna lain yang lemah.
3) Mu’awwal; adalah lafazh yang diartikan dengan makna marjuh karena ada sesuatu
dalil yang menghalangi pemaknaannya dari makna yang rajih.

B. Definisi Mafhum dan Macam-Macamnya

Mafhum adalah makna yang ditunjukan oleh lafazh, tidak berdasarkan pada
bunyi ucapan.

Macam-macam Mafhum:

1) Mafhum muwafaqah; ialah makna yang dipahami itu lebih utama diambil hukumnya
daripada manthuqnya. Mafhum ini ada dua macam, yaitu Fahwal Khitab dan Lahnul
Khitab.
2) Mafhum mukhalafah; ialah makna yang berbeda hukumnya dengan manthuq.
Mafhum ini ada empat macam, yaaitu; musytaq dalam ayat, hal (keterangan
keadaan), ‘addad (bilangan), dan mafhum hasr (pembatasan).

C. Perbedaan Pendapat Berhujjah Dengan Mafhum

1) Apa yang disebutkan tidak keluiar dari “kebiasaan yang umum”


2) Apa yang disebutkan itu tidak untuk menjelaskan suatu kenyataan yang ada.
BAB XVII
KEMUKJIZATAN AL-QUR’AN

A. Definisi Mukjizat Dan Pengukuhannya


I’jaz (kemukjizatan) adalah menetapkan kelemahan. Kelemahan menurut
pengertian umum ialah ketidakmampuan mengerjakan sesuatu, lawan dari qudrah
(potensi, fower, kemampuan).

B. Ligkup Kemukjizatan Al-Qur’an


1) Golongan mu’tazilah berpendapat bahwa kemukjizatan itu berkaitan dengan
keseluruhan Al-Qur’an, bukan dengan sebagiannya, atau dengan setiap suratnya,
secara lengkap.
2) Sebagian ulama berpendapat, sedikit atau banyak dari Al-Qur’an itu, tanpa harus
satu surat penuh, juga merupakan mukjizat.
3) Ulama yang lain berpendapat, kemukjizatan itu cukup hanya dengan satu surat
sekalipun pendek, atau dengan ukuran satu surat, baik satu ayat atau beberapa ayat.

C. Aspek Kemukjizatan Al-Qur’an

1) Kemukjizatan dalam aspek bahasa


2) Kemukjizatan ilmiah
3) Kemukjizatan hukum
BAB XVIII
AMTSAL AL-QUR’AN

A. Definisi Amtsal
Amtsal adalah bentuk jamak dari mantsal. Adalah kata matsal, mitst, dan matsil
serupa dengan syabah, syibh dan syabih, baik lafazh maupun maknanya.

B. Jenis Amtsal Dalam Al-Qur’an


1) Amtsal musharrahah
2) Amtsal Kaminah
3) Amtsal Mursalah

C. Faedah-Faedah Amtsal

1) Menampilkan sesuatu yang ma’qul (rasional) dalam bentuk kongkrit yang dapat
dirasakan indra manusia, sehingga akal mudah menerimanya.
2) Mengungkapkan hakikat-hakikat sesuatu yang tidak tampak seakan-akan sesuatu
yang tampak.
3) Menghimpun makna yang menarik dan indah dalam satu ungkapan yang padat.
4) Mendorong orang yang diberi matsal untuk berbuat sesuai isi matsal.
5) Menjauhkan dan menghindarkan, jika isi matsal berupa sesuatu yang dibenci jiwa.
6) Untuk menguji orang yang diberi matsal.
7) Untuk menggambarkan sesuatu yang mempunyai sifat yang dipandang buruk oleh
orang banyak.
8) Amtsal lebih berbekas dalam jiwa, lebih efektif dalam memberikan nasihat, lebih
kuat dalam memberikan peringatan, dan lebih dapat memuaskan hati.
BAB XIX
QASAM DALAM AL-QUR’AN

A. Definisi Dan Model Qasam

Aqsam adalah bentuk jamak dari Qasam yang berarti al-Hilf dan al-Yamin,
yakni sumpah.

Ada tiga unsur dalam shigat Qasam (sumpah); fi’il yang di transitifkan dengan
“ba”, muqsam bih, dan muqsam alaih.

B. Jenis-Jenis Sumpah

1) Zhahir
2) Mudhmar

C. Kondisi Muqsam alaih

1) Tujuan Qasam adalah untuk mengukuhkan dan mewujudkan muqsam alaih


2) Jawab Qasam itu biasanya disebutkan
3) Fi’il madhi mutsbat mutasahrrif yang tidak didahului ma’mul nya apabila menjadi
jawab qasam, harus disertai dengan “lam” dan “qad”.
4) Allah bersumpah atas prinsi-prinsip keimanan yang wajib diketahui makhluk.
5) Qasam itu adakalanya atas jumlah khabariyah (kalimat berita) dan inilah yang
banyak.

D. Qasam Dan Syarat

Qasam dan syarat yang menjadi satu dalam satu kalimat, maka yang menjadi
jawab adalah yang lebih dahulu dari keduanya, baik qasam maupun syarat, jawab yang
terletak kemudian tidak diperlukan. Apabila qasam mendahului syarat, maka unsur yang
menjadi jawab adalah qasam, dan jawab syarat tidak diperlukan lagi.

E. Beberapa Fi’il Yang Berfungsi Sebagai Qasam

Apabila qasam berfungsi memperkuat muqsam alaih, maka beberapa fi’il dapat
difungsikan sebagai qasam jika konteks kalimatnya menunjukan makna qasam.
BAB XX

JADAL (DEBAT) DALAM AL-QUR’AN

A. Definisi Jadal

Jadal dan jidal adalah bertukar pikiran dengan cara bersaing dan berlomba untuk
mengalahkan lawan. Pengertian ini berasal dari kata-kata “jadaltul habl” yakni
“ahkamtu fatlahtu” (aku kokohkan jalinan tali itu), mengingat kedua belah pihak yang
berdebat itu mengokohkan pendapatnya masing-masing dan berusah menjatuhkan lawan
dari pendirian yang dipegangnya.

B. Metode Debat Al-Qur’an

Al-Qur’an Al-Karim dalam berdebat dengan para penentangnya banyak


mengemukakan dalil dan bukti kuat serta jelas yang dapat dimengerti kalangan awam
dan akademisi.

C. Jenis-Jenis Perdebatan Dalam Al-Qur’an

1) Dalam Al-Qur’an banyak mengungkapkan ayat-ayat kauniyah yang disertai perintah


melakukan perenungan dan pemikiran untuk dijadikan dalil bagi penetapan dasar-
dasar aqidah.
2) Membantah pendapat para penentang dan lawan, serta mematahkan argumentasi
mereka.
BAB XXI
KISAH-KISAH AL-QUR’AN

A. Pengertian Kisah (Qashash)

Kisah berasal dari kata al-qashshu yang berarti mencari atau mengikuti jejak.
Qashsash Al-Qur’an adalah pemberitaan Al-Qur’an tentang hal ihwal umat yang telah
lalu, nubuat (kenabian) yang terdahulu dan peristiwa-peristiwa yang telah terjadi.

B. Jenis-Jenis Kisah Dalam Al-Qur’an

1) Kisah para nabi


2) Kisah-kisah yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa
lalu dan orang-orang yang tidak dipastikan kenabiannya.
3) Kisah-kisah yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa
Rasulallah.

C. Faedah Kisah-Kisah Al-Qur’an

1) Menjelaskan asas-asas dakwah menuju Allah dan menjelaskan pokok-pokok syari’at


yang dibawa oleh para nabi.
2) Meneguhkan hati Rasulallah dan hati umat Muhammad atas agama Allah.
3) Membenarkan para nabi terdahulu, menghidupkan kenangan terhadap mereka serta
mengabadikan jejak dan peninggalannya.
4) Menampilkan kebenaran Muhammad dalam dakwahnya.
5) Menyingkap kebohongan ahli kitab.
6) Kisah termasuk salah satu bentuk sastra.

D. Pengulangan Kisah Dan Hikmahnya

1) Menjelaskan ke-balaghah-an Al-Qur’an dalam tingkat paling tinggi.


2) Menunjukan kehebatan mukjizat Al-Qur’an
3) Memberikan perhatian yang besar terhadap kisah tersebut agar pesan-pesannya lebih
berkesan dan melekat dalam jiwa.
BAB XXII
TERJEMAH AL-QUR’AN

A. Makna Terjemah

1) Terjemah harfiah yaitu lafazh-lafazh dari satu bahasa ke dalam lafazh-lafazh yang
serupa dari bahasa lain sedemikian rupa sehingga susunan dan tertib bahasa kedua
sesuai dengan susunan dan tertib bahasa pertama.
2) Terjemah tafsiriyah atau terjemah maknawiah, yaitu menjelaskan makna
pembicaran dengan bahasa lain tanpa terikat dengan tertib kata-kata bahasa asal atau
memperhatikan susuna kalimatnya.

B. Bacaan Dalam Shalat Dengan Selain Bahasa Al-Qur’an

1) Boleh secara mutlak, atau di saat tidak sanggup mengucapkan dengan basaha arab.
2) Haram, shalat dengan bahasa bahasa seperti ini tidak sah.
BAB XXIII

TAFSIR DAN TA’WIL

A. Definisi Tafsir Dan Ta’wil

Tafsir secara bahasa mengikuti wazan “taf’il” artinya menjelaskan, menyingkap,


dan menerangkan makna-makna rasional.

Ta’wil secara bahasa berasal dari kata “a-u-l” yang berarti kembali ke asal atas dasar ini
maka ta’wil al-kalam (penakwilan terhadap suatu kalimat).

B. Perbedaan antara tafsir dengan ta’wil

1) Apabila kita berpendapat, ta’wil adalah menafsirkan perkataan dan menjelasakan


maknanya, maka “ta’wil” dan “tafsir”adalah dua kata atau sama maknanya.
2) Apabila kita berpendapat, ta’wil adalah esensi yang di maksud dari suatu perkataan,
maka ta’wil dari thalab (tuntutan) adalah esensi perbuatan yang dituntut itu sendiri,
dan ta’wil dari khabar adalah esensi sesuatu yang diberitakan.
3) Dikatakan, tafsir adalah apa yang telah jelas didalam kitabullah atau tertentu (pasti)
dalam sunnah yang shahih karena maknanya telah jelas dan gamblang.
4) Dikatakn pula, tafsir lebih banyak digunakan dalam menerangkan lafazh dan
mufradat (kosa kata), sedang ta’wil lebih banyak dipakai dalam (menjelaskan)
makna dan susunan kalimat.

C. Keutamaan Tafsir

Tafsir adalah ilmu syariat paling agung dan paling tinggi kedudukanya.
BAB XXIV

SYARAT-SYARAT DAN ADAB MUFASSIR

A. Syarat-Syarat Mufassir

1) Aqidah yang benar


2) Bersih dari hawa nafsu
3) Menafsirkan, lebih dahulu, Al-Qur’an dengan Al-Qur’an
4) Mencari penafsiran dari sunnah
5) Apabila tidak didapatkan penafsiran dalam sunnah, hendaklah melihat bagaimana
pendapat para sahabat.
6) Apabila tidak ditemukan juga penafsiran dalam al-qur’an, sunnah, dan pandangan
para sahabat, maka sebagian besar para ulama, dalam hal ini, merujuk kepada
pendapat tabi’in.
7) Pengetahuan bahasa arab yang baik
8) Pengetahuan tentang prinsip-prinsip ilmu yang berkaitan dengan al-qur’an
9) Pemahaman yang cermat.

B. Adab Mufasir

1) Berniat baik dan bertujuan benar.


2) Berakhlak mulia
3) Taat dan amal
4) Jujur dan teliti dalam penukilan.
5) Tawadhu dan lemah lembut
6) Berjiwa mulia
7) Berani dalam menyampaikan kebenaran.
8) Berpenampilan simpatik.
9) Bersifat tenang dan mantap.
10) Mendahulukan orang yang lebih utama dari dirinya
11) Siap dan metodologis dalam membuat langkah-langkah penafsiran.
BAB XXV
PERKEMBANGAN TAFSIR DARI MASA-KEMASA

A. Corak Tafsir Pada Masa Nabi Dan Sahabat

Nabi memahami al-qur’an dengan sempurna dan terperinci.


Para sahabat menafsirkan al-qur’an berpegang pada al-qur’an al-karim, nabi saw.,
dan pemahaman serta ijtihda.

B. Corak Tafsir Masa Tabi’in

Dalam Menafsirkan, para tabi’in berpegang pada sumber-sumber yang ada pada
masa pendahulunya disamping ijtihad dan pertimbangan nalar mereka sendiri.

C. Corak Tafsir Masa Pembukuan

Tafsir generasi ini memuat riwayat-riwayat yang disandarkan pada rosulullah,


sahabat, tabi’in dan tabi’in-tabi’in, dan terkadang disertai pen-tarjih-an.
BAB XXVI

BIOGRAFI BEBERAPA MUFASSIR

A. Ibnu Abbas

Ibnu Abbas adalah abdulloh bin abbas bin abdul muthalib bin hasyim bin abdi
manaf alquraisy al hasyimi putra paman rasulallah saw. Ibunya bernama ummu al
fadhel lubanah binti al harits al hilaliyyah. Ia dilahirkan ketika bani hasyim berada di
syi’ib, tiga atau lima tahun sebelum hijrah.

Riwayat dari ibnu abbas mengenai tafsir tidak terhitung banyaknya, dan apa
yang di nukil darinya itu telah dihimpun dalam sebuah kitab tafsir ringkas yang kurang
sistematis tajuknya tafsir ibnu abbas.

B. Mujahid Bin Jabr

Ia adalah mujahid bin jabir al maliki abu al hajjaj al makhzumi al muqri’, maula
as sa’ib bin abu assaib. Mujahid adalah pemimpin atau tokoh utama mufassir generasi
tabi’in, sehingga ada yang mengatakan bahwa ia adalah orang yang paling mengetahui
tentang tafsir diantara mereka.

C. AT THABARI

Nama lengkapnya muhammad bin jarrir bin yazid bin khalid bim katsir abu
ja’far ath thabari. Berasal dari amil, lahir dan wafat di bagdad. Dilahirkan pada 224 H
dan wafat pada 320 H.

Kitabnya tentang tafsir, jami’ al bayan fi tafsir al-qur’an, merupakan tafsir


paling besar dan utama, menjadi rujukan penting bagi para mufassir bil-ma’tsur.

D. Ibnu Katsir

Ia adalah ismail bim amr al quraisyi bin katsir al basri ad dimasyqi imaduddin
abu al fida al hafizh al muhaddits asy syafi’i. Dilahirkan pada 705 H dan wafat pada 774
H.

Selain dari yang di sebutkan di atas, beberapa mufassir lainnya diantaranya;


fakhruddin ar razi, az zamaqsyari, dan asy syauqani,

Anda mungkin juga menyukai