Anda di halaman 1dari 24

REVIEW HASIL KULIAH STUDI AL-QUR’AN

Fauziah
Keguruan UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Indonesia
Email: 201003033@student.ar-raniry.ac.id

PERTEMUAN KE-1

Pada pertemuan pertama via Google Classroom dosen memperkenalkan diri sebagai
dosen pengasuh studi al-Quran yaitu, Dr. H. Hasan Basri, MA. Sebelumnya beliau menyapa
para mahasiswa, dikarenakan kuliah berlangsung secara online, harapan beliau agar semua
pihak dalam kondisi sehat dan tetap bersemangat belajar meskipun dalam suasana pandemi
Covid-19. Beliau berharap agar situasi kembali normal sehingga kuliah bisa dilaksanakan
secara tatap muka. Pada pertemuan ini beliau menjelaskan tentang:

 Wajib aktif mengikuti kuliah meski long distance


 Aktif mengerjakan tugas dan diskusi
 Komunikasi interaktif antar sesama via Google Meet

PERTEMUAN KE-2

Poin pada pertemuan ini adalah:

 Kontrak kuliah
 Membaca materi “Pengantar Studi Al-Quran”
 Diskusi
 Menjawab Quiz 1

Pengantar Ulumul Qur’an

A. Pendahuluan

Studi al-Qur’an nama lain dari ‘Ulum al-Qur’an yang berarti suatu ilmu yang mempelajri
tentang al-Qur’an dari berbagai sudut pandang, disiplin ilmu, metode, dan pendekatan
sehingga al-Qur’an dapat dipahami secara komprehensif, holistic dan integratif. Untuk
memahami al-Qur’an maka diperlukan ilmu pendukung dengan berbagai cabangnya.

B. Ulumul Qur’an dan Sejarahnya


1. Pengertian Ulumul Qur’an :

a. Definisi Ilmu : Secara etimologis ilmu berasal dari bahasa Arab, yaitu: ‘ilm jamaknya
‘ulum. ‘Ilm artinya mengetahui atau memahami. Sedangkan secara terminologis, ilmu berarti
mengetahui atau memahami sesuatu melalui pendengaran, penglihatan, perasaan,
pengalaman, hati, akal, percobaan, dan penelitian.

b. Makna al-Qur’an : Al-Qur’an adalah firman Allah yang mengandung mukjizat yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad bin Abdullah, tertulis dalam mushhaf-mushhaf,
diriwayatkan secara mutawatir, dan membacanya menjadi ibadah.

c. Makna Ulumul Qur’an : Ilmu-ilmu yang membahas hal-hal yang berkaitan dengan al-
Qur’an dari segi turunnya, pengumpulannya, sistematikanya, dan pembukuannya:
mengetahui sebab-sebab turunnya, ayat-ayat muhkam dan mutasyabih. Dan pembahasan lain
dari al-Qur’an al-Karim.

2. Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Ulumul Qur’an.

a. Masa Nabi Muhammad SAW

Ulumul al-Qur’an belum berkembang pada masa Nabi Muhammad. Setiap menerima
wahyu Nabi Muhammad SAW langsung menyampaikannya kepada para sahabat dan mereka
langsung menghafal, memahami, dan mengamalkannya. Para sahabat tidak mengalami
kesulitan dalam memahami al-Qur’an. Pada masa itu nabi melarang sahabat untuk menulis
selain ayat-ayat al-Qur’an, bertujuan agar wahyu tidak bercampur dengan ucapan-ucapan
pribadi Nabi Muhammad.
Alasan belum munculnya ulumul qur’an pada masa ini dan para sahabat belum
memerlukannya adalah: para sahabat mempunyai daya ingatan yang kuat, memiliki
kecerdasan tinggi dan daya tangkap kuat, mempunyai kemampuan bahasa Arab dan balaghah
(sastra), sahabat terdiri dari orang-orang yang ummiy (tidak bisa menulis dan membaca)
tetapi mengandalkan hafalan, belum adanya peralatan tulis yang memadai, mereka terbiasa
menyampaikan pesan melalui lisan, dan jika ada persoalan mereka langsung menanyakan
kepada Nabi Muhammad SAW.
Pada masa ini dua hal yang membuat al-Qur’an tetap terjaga, yaitu: Hafalan al-Qur’an
tersimpan rapi dan selalu terjaga dalam dada para sahabat, dan teks al-Qur’an sudah ditulis
sepenuhnya oleh pencatat wahyu, di antaranya adalah zaid bin Tsabit, tetapi belum tersusun
secara teratur, catatan-catatan wahyu masih berupa lembaran-lembaran yang terdiri dari kulit,
tulang, pelepah kurma, kayu, dan batu tipis..
 Orang yang pertama kali menulis wahyu di Madinah adalah: Ubay bin Ka’ab dan
Zaid bin Tsabit.

 Yang paling banyak menulis wahyu adalah: Zaid bin Tsabit dan ‘Ali bin Abi Thalib.

 Sebagian sahabat Nabi Muhammad telah mengumpulkan al-Qur’an untuk dirinya


masing-masing sebagai pedoman. Di antara mereka yang mempunyai naskah tertulis
dari al-Qur’an adalah: ‘Ali bin Abi Thalib, Mu’adz bin Jabal, Ubai bin Ka’ab, Zaid
bin Tsabit, dan ‘Abdullah bin Mas’ud

 Yang paling mengetahui tentang urutan al-Qur’an serta Nasikh dan Mansukh-nya
adalah: Zaid bin Tsabit.

 Tertib susunan surat dan ayat dalam Mushhaf al-Qur’an sudah dilakukan sejak Nabi
Muhammad berdasarkan TAUQIFI (petunjuk wahyu). Nabi Muhammad menyuruh
sahabat untuk menulis ayat-ayat al-Qur’an dan meletakkannya sesuai dengan
perintah wahyu.

(‫ضعوا هذا فى السورة يذكر فيها كذا وكذا )رواه الترمذى‬

Artinya: Letakkanlah ayat ini pada surat ini yang di dalamnya disebut begini dan
begini (Hadits riwayat al-Turmudzi).

 Untuk menjaga hafalan dan bacaan, Jibril datang menemui Nabi Muhammad sekali
dalam setahun; pertemuan ini disebut TALAQQI; atau dalam istilah sekarang disebut
komunikasi interaktif.

 Menjelang kewafatan Nabi Muhammad, Jibril datang dua kali menemui nabi untuk
melakukan menguji hafalan dan bacaannya.

b. Masa al-Khulafa’ al-Rasyidun


Pasca kewafatan Nabi Muhammad, misi Islam diteruskan oleh para sahabatnya di
bawah kepemimpinan Khalifah yang empat, yaitu Abu Bakar al-Shiddiq, Umar bin Khattab,
Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib, yang lazim disebut dengan istilah
Khulaf’urrasyidin. Pada masa Khalifah Abi Bakar al-Shiddiq dan Umar bin Khattab
Ulumul Qur’an belum lahir meskipun agama Islam telah berkembang sampai ke luar
Jazirah Arabia. Kemudian, pada masa Khalifah utsman bin Affan, Islam semakin
berkembang ke negara-negara lain di luar Arab. Karena meluasnya perkembangan Islam,
penganut agama Islam semakin bertambah dan semakin bervariasi pula pengetahuan mereka
tentang al-Qur’an. Maka, terjadilah perbedaan-perbedaan bacaan al-Qur’an yang
mengkhawatirkan para sahabat, pada masa itu, akan terjadi penyimpangan pemahaman dan
ketidakseragaman dalam membaca al-Qur’an di kalangan umat Islam. Untuk mengatasi
perbedaan tersebut, Khalifah Utsman bin Affan memerintahkan para pakar al-Qur’an di
kalangan sahabat penghafal al-Qur’an (huffazh) untuk menulis dan menyatukan dalam satu
mushhaf ayat-ayat al-Qur’an yang pernah dikumpulkan pada masa Khalifah Abu Bakar dan
msuhhaf itu diberi nama Mushhaf Utsmani. Dari mushhaf ini kemudian disalin beberapa
naskah dalam bentuk mushhaf yang dikirim ke wilayah-wilayah Islam di luar Madinah,
seperti Makkah, Kufah, Bashrah, dan Syam. Mushhaf yang ditulis pada masa Khalifah
Utsman bin Affan disebut al-Mushhaf ‘Ala Rasm al-‘Utsmani. Dengan demikian, pada masa
Khalifah Utsman bin Affan sudah lahir ilmu Rasmil Qur’an atau ilmu Rasmil Utsmani.

Pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib timbul pula perbedaan dan penyimpangan
penggunaan bahasa Arab sebagai bahasa al-Qur’an. Untuk mencegah terjadinya
penyimpangan dalam memahami ayat-ayat al-Qur’an, Ali bin Abi Thalib memerintahkan
Abu Aswad al-Duwali untuk membuat sebagian kaidah bahasa Arab dan aturan-aturan
bacaannya. Upaya ini kemudian melahirkan ilmu Nahwu dan ilmu I’rabil Qur’an.

Setelah itu, Ulumul Qur’an dikembangkan oleh generasi berikutnya antara


lain: Mujahid (w. 103 H), Atha’ bin Abu Rabah (w. 114 H), Ikrimah (w. 105 H), Qatadah bin
Di’amah (w. 118 H), al-Hasan al-Bashri (w. 110 H), Sa’id ibn Jubair (w. 136 H), dan Zaid
bin Aslam (w. 136 H). Mereka dianggap sebagai peletak dasar ilmu-ilmu yang diberi nama:
‘Ilm al-Tafsir, ‘Ilm Asbab al-Nuzul, ‘Ilm al-Nasikh wa al-Mansukh, dan ‘Ilm Gharib al-
Qur’an.

C. Metode Ulumul Qur’an


Metode Ulumul Qur’an atau Qur’anic Studies adalah:
1. History (sejarah)
2. Dokumentasi (arsip/file)
3. Manuskrip (naskah tertulis)
4. Deskriptif
5. Komparatif

D. Tujuan Ulumul Qur’an (Studi al-Qur’an)

1. Untuk mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan al-Qur’an sejak dari turunnya
wahyu yang pertama kepada Nabi Muhammad sampai keadaan al-Qur’an masa
sekarang.
2. Alat bantu dalam membaca lafazh ayat-ayat al-Qur’an, memahami isi kandungannya,
menghayati dan mengamalkan pesan dan hukumnya serta menyelami rahasia dan
hikmah disyariatkannya suatu peraturan atau hukum syara’.
3. Membuka wawasan keilmuan tentang al-Qur’an sehingga al-Qur’an dapat dipahami
secara mendalam, komprehensif, dan holistik.
4. Dijadikan argumentasi yang kuat dalam mematahkan tuduhan negatif kaum
pengingkar terhadap al-Qur’an dan memposisikan al-Qur’an pada tempat yang
selayaknya dan mulia. Dengan demikian, al-Qur’an tetap terjaga dan terpelihara dari
tuduhan negatif para musuh Islam.
5. Al-Qur’an sebagai mukjizat terbesar dan abadi sepanjang masa serta sesuai dengan
perkembangan dan kemajuan zaman (up to date) sehingga berlaku secara universal.

Setelah membaca semua materi tersebut, dilanjutkan dengan diskusi via classroom.
Diskusi berjalan lancar dan interaktif. Kemudian kuliah berlanjut dengan menjawab 5 soal
quiz yang telah dibagikan oleh Bapak Dr. Hasan Basri. Pertanyaan quiz 1 sebagai berikut:

1. Jelaskan pengertian Studi al-Qur'an beserta ruang lingkup kajiannya!

2. Sebutkan 3 (tiga) signifikansi mempelajari Studi al-Qur'an!

3. Mengapa pada masa Nabi Muhammad SAW al-Qur'an tidak dibukukan dalam satu

Mushhaf?

4. Jelaskan fungsi Studi al-Qur'an dalam mengkaji ayat-ayat al-Qur'an!

5. Apa yang dimaksud dengan TALAQQI dan TAUQIFI?

PERTEMUAN KE-3

Pada pertemuan kali ini, arahan untuk


 Membaca materi kuliah yang berjudul: “Diskurs Seputar Penyusupan Unsur-Unsur
Israiliyat ke Dalam Tafsir Al-Qur’an.”
 Diskusi
 Quiz 2

Pembahasan materi tentang “Diskurs Seputar Penyusupan Unsur-Unsur Israiliyat Ke


Dalam Tafsir Al-Qur’an’ dapat diringkas sebagai berikut:

Poin dari Prolog

 Teks al-Qur’an adalah wahyu Allah yang tidak akan berubah oleh campur tangan
manusia, tapi pemahaman terhadap al-Qur’an tidak tetap, selalu berubah sesuai dengan
kemampuan orang yang memahami isi kandungan al-Qur’an itu dalam rangka
mengaktualkannya dalam bentuk konsep yang bisa dilaksanakan.
 Rasulullah berfungsi sebagai penjelas (mubayyin) maksud firman Allah. Pada masa
Rasulullah hidup, umat Islam tidak banyak menemukan kesulitan dalam memahami
petunjuk dalam mengarungi hidupnya, sebab manakala menemukan kesulitan dalam satu
ayat, mereka akan langsung bertanya kepada Rasulullah dan kemudian beliau
menjelaskan maksud kandungan ayat tersebut.
 Sepeninggal Rasulullah umat Islam banyak menemukan kesulitan dalam memahami al-
Qur’an karena meskipun mereka mengerti bahasa Arab, al-Qur’an terkadang
mengandung isyarat-isyarat yang belum bisa dijangkau oleh pikiran orang-orang Arab.
Oleh karena itu, mereka membutuhkan tafsir yang bisa membimbing dan mengantarkan
mereka untuk memahami isyarat-isyarat yang terdapat dalam teks ayat al-Qur’an.
 Langkah-langakh yang diambil saat umat islam mengalami kesulitan adalah melihat
pada hadits Rasulullah, dan dengan cara menafsirkan satu ayat dengan ayat lainnya.
Langkah selanjutnya adalah menanyakannya kepada sahabat yang terlibat langsung
serta memahami konteks dan maksud ayat tersebut. Selain bertanya kepada para sahabat
senior sumber informasi bagi penafsiran al-Qur’an, mereka bertanya juga kepada ahli
kitab, yaitu kaum Yahudi dan Nasrani.
 Hal yang melatari mereka bertanya kepada kaum Yahudi dan Nasrani adalah karena
sebagian masalah dalam al-Qur’an memiliki persamaan dengan yang ada dalam kitab
suci mereka sebelumnya, terutama berbagai tema yang menyangkut kisah-kisah umat
terdahulu. Secara serta merta tanpa disadari bercampurlah pemahaman pesan al-Qur’an
dengan unsur-unsur israiliyat.
Pengertian Israiliyat

 Ditinjau dari segi bahasa kata israiliyyat adalah bentuk jamak dan kata israiliyah,
bentuk kata yang dinisbahkan pada kata Israil yang berasal dari bahasa Ibrani, Isra
bararti hamba dan Il berarti Tuhan, jadi Israil adalah hamba Tuhan. Dalam deskreptif
histories, Israil berkaitan erat dengan Nabi Ya’kub bin Ishaq bin Ibrahim as, dimana
keturunan beliau yang berjumlah dua belas disebut Bani Israil. Di dalam al-Qur’an
banyak disebutkan tentang Bani Israil yang dinisbahkan kepada Yahudi. Misalnya,
firman Allah dalam surah al-Maidah:78, al-Isra’:4, dan an-Naml: 76, yang
artinya: Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa
putra Maryam. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui
batas (al-Maidah: 78)
 Secara terminologi, para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan israiliyyat.
Menurut adz-Dzahabi, israiliyyat mengandung dua pengertian yaitu, pertama: kisah
dan dongeng yang disusupkan dalam tafsir dan hadits yang asal periwayatannya
kembali kepada sumbernya yaitu Yahudi, Nasrani dan yang lainnya. Kedua: cerita-
cerita yang sengaja diselundupkan oleh musuh-musuh Islam ke dalam tafsir dan
hadits yang sama sekali tidak dijumpai dasarnya dalam sumber-sumber lama yang
valid.
 Definisi lain dari asy-Syarbasi adalah kisah-kisah dan berita-berita yang berhasil
diselundupkan oleh orang-orang Yahudi ke dalam Islam. Kisah-kisah dan kebohongan
mereka kemudian diserap oleh umat Islam, selain dari Yahudi mereka pun
menyerapnya dari yang lain.
 Sedangkan Sayyid Ahmad Khalil mendefenisikan israiliyyat dengan riwayat-riwayat
yang berasal dari ahli kitab, balk yang berhubungan dengan agama mereka maupun
yang tidak ada hubungannya sama sekali dengannya.Penisbahan riwayat israiliyyat
kepada orang-orang Yahudi karena para perawinya berasal dari kalangan mereka yang
sudah masuk Islam.

Proses Penyusupan Israiliyat dalam Tafsir al-Qur’an

Proses penyusupan atau infiltrasi kisah israiliyyat dalam tafsir al-Qur’an tidak lepas
dari:

 Kondisi sosio kultural masyarakat Arab pada zaman Jahiliyah. Pengetahuan mereka
tentang israiliyyat telah lama masuk ke dalam benak keseharian mereka sehingga
tidak dapat dihindari adanya interaksi kebudayaan Yahudi dan Nasrani dengan
kebudayaan Arab yang kemudian menjadi jazirah Islam itu yang mencakup wilayah
Makkah dan Madinah atau lazim disebut Hijaz.
 Informasi seputar agama dan kepercayaan (mitos, domgeng) mereka wariskan dari
generasi ke generasi.
 Sejak tahun 70 M terjadi imigrasi besar-besaran orang yahudi ke jazirah arab
karena adanya ancaman dan siksaan dari penguasa romawi yang bernama Titus.
mereka pindah bersama dengan kebudayaan yang mereka ambil dari nabi dan
ulama.
 Bangsa Arab sering berpindah-pindah, baik ke arah timur maupun barat. Mereka
memiliki dua tujuan dalam berpergian. Saar musim panas pergi ke Syam dan dingin
pergi ke Yaman. Di Yaman dan Syam banyak sekali ahli kitab yang sebagian besar
adalah bangsa Yahudi. Karena itu, tidaklah mengherankan bila antara orang Arab
dengan Yahudi terjalin hubungan. Kontak ini memungkinkan merembesnya
kebudayaan Yahudi kepada bangsa Arab, tanpa kecuali komunitas muslim.
 Islam hadir dengan kitabnya yang bernilai tinggi dan mempunyai ajaran yang bernilai
tinggi pula. Dakwah Islam disebarkan dan Madinah sebagai tempat tujuan nabi hijrah
tinggal beberapa bangsa Yahudi yaitu Qunayqa’, Bani Quraidhah, Bani Nadzir,
Yahudi Haibar, Tayma dan Fadak.
 Yahudi bertetangga dengan kaum muslimin, lama kelamaan terjadi pertemuan yang
intensif antara keduanya, yang akhinya terjadi pertukaran ilmu pengetahuan.
Rasulullah menemui orang Yahudi dan ahli kitab lainnya untuk mendakwahkan
Islam. Orang Yahudi sendiri sering datang kepada Rasulullah untuk menyelesaikan
suatu problem yang ada pada mereka, atau sekedar untuk mengajukan suatu
pertanyaan.
 Israiliyyat sudah lama muncul dan berkembang di kalangan bangsa Arab jauh
sebelum Rasulullah saw, yang kemudian terus bertahan pada era Rasulullah saw. Pada
masa hahabat, israiliyat mulai berkembang dan tumbuh subur. Hanya saja dalam
menerima riwayat dari kaum Yahudi dan Nasrani pada umumnya mereka amat ketat.
Mereka hanya membatasi kisah-kisah dalam al-Qur’an secara global dan nabi sendiri
tidak menerangkan kepada mereka kisah-kisah tersebut.
 Pada periode tabi’in, penukilan dari ahli kitab semakin meluas dan cerita-cerita
israiliyat dalam tafsir semakin berkembang. Sumber cerita ini adalah orang-orang
yang masuk Islam dari kalangan ahli kitab yang jumlahnya cukup banyak dan
ditunjang oleh keinginan yang kuat dari orang-orang untuk mendengar kisah-kisah
yang ajaib dalam kitab mereka. Oleh karenanya pada masa tersebut muncul
sekelompok mufassir yang ingin mengisi kekosongan pada tafsir, yang menurut
mereka dengan memasukkan kisah-kisah yang bersumber pada orang-orang yang
Yahudi dan Nasrani. sehingga tafsir-tafsir tersebut menjadi simpang siur dan bahkan
kadang-kadang mendekati takhayul dan khurafat.

Beberapa faktor yang menyebabkan masuknya israiliyyat dalam tafsir yaitu:

 Perbedaan metodologi antara al-Qur’an. Taurat dan Injil dalam global dan ringksan titik
tekannya adalah memberikan petunjuk jalan yang benar bagi manusia, sedangkan Taurat
dan Injil mengemukakan secara terinci, perihal, waktu dan tempatnya. Ketika
menginginkan pengetahuan secara lebih teperinci tentang kisah-kisah terdahulu
umat Islam bertanya kepada kelompok Yahudi dan Nasrani yang dianggap lebih
mengetahui tentang suatu kisah dan relevansinya dengan konteks yang ditanyakan.
 Rendahnya kebudayaan masyarakat Arab karena kehidupan mereka yang kurang banyak
yang pandai dalam hal tulis menulis (ummiy. Meskipun pada umumnya ahli Kitab juga
selalu berpindah-pindah., tetapi pengetahuan mereka tentang kisah masa lampau lebih
luas.
 Ada justifikasi dari dalil-dalil naqliyah yang dipahami masyarakat Arab sebagai
pembenaran bagi mereka untuk bertanya pada ahli kitab.
 Heterogenitas penduduk Arab. Menjelang masa kenabian Muhammad Jazirah Arab
dihuni juga oleh kelompok Yahudi dan Nasrani.
 Adanya rute perjalanan niaga. masyarakat Arab, rute selatan adalah negeri Yaman yang
dihuni oleh kalangan Nasrani; sedangkan rute ke utara adalah negeri Syam yang dihuni
oleh kalangan Yahudi.

Pengaruh Israiliyat terhadap Penafsiran al-Qur’an

Menurut Zainul Hasan Rifa’i, masuknya israiliyyat dalam penafsiran al-Qur’an


terutama yang bertentangan dengan prinsip asasinya banyak menimbulkan pengaruh negative
pada Islam. Di antaranya adalah merusak akidah umat Islam, seperti yang dikemukakan oleh
Muqatil ataupun Muhammad dengan Zainab binti Jahsyi yang keduanya mendiskreditkan
pribadi Nabi yang ma’shum. Di antara informasi yang dikembangkan adalah menggambarkan
nabi sebagai pemburu nafsu seksual. Hal ini membawa kesan bahwa Islam adalah agama
khurafat, takhayul dan menyesatkan.

Selain itu, masuknya israiliyat ini memalingkan perhatian umat Islam dalam mengkaji
soal-soal keilmuan Islam. Dengan larutnya umat Islam ke dalam keasyikan menikmati kisah-
kisah israiliyat, mereka tidak lagi antusias memikirkan hal-hal makro, seperti sibuk dengan
nama dan anjing Ashabul Kahfi, jenis kayu dari tongkat Nabi Musa, nama binatang yang ikut
serta dalam perahu Nabi Nuh dan sebagainya di mana perincian itu tidak disebutkan secara
eksplisit dalam al-Qur’an karena memang tidak bermanfaat. Sekiranya bermanfaat al-Qur’an

tentu menjelaskan. Sikap negatif yang sama juga, diperlihatkan oleh Muhammad Syaltut,
israiliyyat menurutnya hanya menghalangi umat Islam menemukan petunjuk al-Qur’an.
Kesibukan mempelajarinya telah memalingkan mereka dari intan dan mutiara yang
terkandung dalam al- Qur’an. Abu Zahrah mengatakan israiliyat harus dibuang karena tidak
berguna dalam memahami al-Qur’an. Bahkan al-Biqa’i berargumentasi dengan israiliyyat
adalah sesuatu yang mungkar.

Materi tentang israiliyat tersebut sangat menarik sekali untuk dikaji sehingga menghasilkan
sebuah diskusi yang hangat, kemudian kuliah berlanjut menjawab quiz 2.

Di antara pertnyaan quiz tersebut, adalah:

1. Jelaskan pengertian israiliyat baik secara etimologis maupun terminologis!

2. Mengapa israiliyat mempengaruhi terhadap penafsiran ayat-ayat al-Qur'an? Kemukakan


alasan Anda!

3. Jelaskan proses munculnya kisah-kisah israiliyat dalam masyarakat muslim; dan berikan
satu contoh!

4. Mengapa dalam sebagian kitab tafsir mengandung unsur-unsur israiliyat; sementara tafsir
yang lain menolaknya!

5. Jelaskan pandangan ulama tentang kedudukan israiliyat dalam penafsiran al-Qur'an


beserta alasannya!

PERTEMUAN KE-4
Pada pertemuan ini Bapak Dr. Hasan Basri membagikan tugas dan jadwal presentasi
makalah studi al-Qur’an kepada setiap mahasiswa melalui google classroom.

PERTEMUAN KE-5

Pada kesempatan ini, Dicki Afriandi bertindak sebagai pemakalah pertama dengan
judul ‘Sejarah Pemeliharaan dan Pemurnian Al-Qur’an; Upaya Koleksi dan Kodifikasi
Mushhaf Al-Qur’an.” Setelah diskusi, maka berdasarkan paparan pemakalah dalam
menjelaskan materi, dan penguatan dari dosen maka dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:

a. Sejarah pembukuan Al-Qur’an tidak sesederhana yang diasumsikan umumnya umat


Islam. Sebab dalam proses itu, ada problem transmisi dari tradisi lisan ke tradisi tulis.
Secara umum, ada perbedaan esensial antara penulisan al-Qur’an yang dilakukan pada
masa Nabi SAW dengan penulisan Al-qur’an yang dilakukan pada masa Abu Bakar,
ataupun Umar bin Khattab. Pada masa Nabi SAW, penulisan al-Qur’an dilakukan untuk
mencatat dan menulis setiap wahyu al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi SAW,
dengan menertibkan ayat-ayatnya dalam surat-surat tertentu sesuai dengan petunjuk Nabi
SAW. Dan adapun mashaf, kitab al-Qur’an diserahkan kemudian kepada khalifah Abu
Bakar ,Kemudian kepada khalifah Umar hingga khalifah Usman.
b. Adapun faktor pendorongnya yaitu, kekhawatiran akan adanya kemungkinan hilangnya
sesuatu dari al-Qur’an, dikarenakan banyaknya para sahabat penghafal Al-Qur’an yang
gugur di medan perang.
c. Pemeliharan dan pemurnian al-Qur’an memiliki proses yang begitu panjang baik dari segi
penghafalan ayat, penulisan ayat dan juga pembukuan al-Qur’an itu sendiri, mulai dari
masa Masa Nabi Muhammad, khulafaur rasyidin, kerajaan-kerajaan islam hingga sampai
zaman modern seperti sekarang.
d. Kesahihan Al-Qur’an yang ada pada saat ini, semua tidak terlepas dari kerja keras para
sahabat-sahabat Nabi dalam melestarikan Wahyu Allah yang disampaikan melaui
nabiMuhammad SAW.
e. Adapun upaya-upaya Penulisan Al-Qur’an dengan tulisan yang bagus merupakan sebuah
upaya yang dilakukan oleh generasi-generasi terdahulu dalam mengkodifikasi Al-Qur’an.

PERTEMUAN KE-6
Pada kesempatan ini, Fauziah yang bertugas menjadi pemakalah dengan judul “ Ilmu
Asbabun Nuzul Dalam Interpretasi Al-Qur’an.” Setelah diskusi via classroom, kemudian
mempresentasikan materi melalui meet dengan menggunakan power point. Berdasarkan
paparan tersebut, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Asbabun nuzul sebenarnya merupakan bagian dari biografi Nabi dan kondisi sosio-historis
yang melingkupi umat Islam waktu zaman Nabi. Sebuah peristiwa adalah produk dari kondisi
sosio-historis maka pengertian asbab al-nuzul tidak hanya terbatas pada peristiwa spesifik
yang melatar belakangi turunnya wahyu, tetapi mencakup kondisi sosial yang melatar
belakangi sebuah peristiwa.

2. Untuk menentukan asbabun nuzul suatu ayat memerlukan penelitian yang cukup
mendalam. Hal ini penting untuk dapat mengambil informasi historis yang memiliki validitas
otentitas tinggi. Sumber yang valid adalah hadits-hadis shahih atau berita-berita dari sahabat
yang menyaksikan turunnya suatu ayat dan yang memiliki kesinambungan sanad
periwayatan.

3. Fungsi asbabun nuzul begitu besar dalam memahami makna yang terkandung dalam suatu
ayat karena asbabun nuzul merupakan bentuk adanya dialog antara teks (ayat) dengan relaitas
kesejarahan. Realitas kesejarahan inilah yang kemudian memproduksi makna, disamping
menjadi sumber pengetahuan sejarah tentang masyarakat dan budaya Arab pada masa nabi
dan sebelumnya sehingga asbabun nuzul menjadi bagian penting dalam ilmu sejarah.

4. Asbabun Nuzul adalah suatu konsep, teori, atau berita tentang sebab-sebab turunnya
wahyu tertentu dari Al-Qur’an kepada nabi Muhammad, baik berupa satu ayat maupun
rangkaian ayat. Adapun Fungsi Asbabun Nuzul antara lain:

 Membawa kepada pengetahuan tentang rahasia dan tujuan Allah secara khusus
mensyari’atkan agama-Nya melalui al-Qur’an.
 Membantu dalam memahami ayat dan menghindarkan kesulitannya.
 Dapat menolak dugaan adanya Hasr (pembatasan).
 Dapat mengkhususkan (takhsis) hukum pada sebab menurut ulama yang memandang
bahwa yang mesti diperhatikan adalah kekhususan sebab dan bukan keumuman lafal.

Al-Qur’an adalah mukjizat, dengan segala keindahannya, keistimewaannya,


kemurniannya turun di ruang yang berdimensi ruang dan waktu, namun menjadi pedoman
yang tak berdimensi ruang dan waktu. Al-Quran turun bukan hanya tanpa sebab, namun
sebagai peristiwa sejarah Al-Quran turun dalam menjawab tantangan umat pada saat itu.
Sebagai sebuah proses sejarah panjang, mengetahui latar belakang peristiwa, kisah, hikmah
diturunkan suatu ayat dalam al-Qur’an diperlukan kehati-hatian, sebab keterbatasan ilmu
dalam menginterpretasi peristiwa sejarahmini akan memunculkan masalah baru.

PERTEMUAN KE-7

Makalah dipresentasikan oleh Maimun Sari dengan tema “Ilmu Nasikh dan Mansukh:
Perbedaan Pendapat dan Problematikanya.” Berdasarkan makalah yang sudah
dipresentasikan tersebut maka dapat di ambil poin-poin sebagai berikut:

a) Nasikh-mansukh tidak dapat dipisahkan dari sifat turunnya al-Qur’an itu sendiri dan
tujuan yang ingin dicapainya.
b) Turunnya kitab suci al- Qur’an tidak terjadi sekaligus, tapi secara mutawatir atau
berangsur-angsur dalam kurun waktu 20 tahun lebih. Hal demikian memang
dipertanyakan orang ketika itu, lalu Al-Qur‟an sendiri menjawab, pentahapan itu untuk
pemantapan, khususnya di bidang hukum. Hukum-hukum itu mulanya bersifat
kedaerahan, kemudian secara bertahap diganti Allah dengan yang lain, sehingga bersifat
universal. Demikianlah Sunnah al-Khaliq diberlakukan terhadap perorangan dan bangsa-
bangsa dengan sama.
c) Naskh adalah undang-undang alami yang lazim, baik dalam bidang material maupun
spiritual, seperti proses kejadian manusia dari unsur-unsur sperma dan telur kemudian
menjadi janin, lalu berubah menjadi anak, kemudian tumbuh menjadi remaja, dewasa,
kemudian orang tua dan seterusnya. Setiap proses peredaran (keadaan) itu merupakan
bukti nyata, dalam alam ini selalu berjalan proses tersebut secara rutin. Logikanya,
apakah Allah Yang Maha Bijaksana langsung membenahi bangsa Arab yang masih
dalam proses permulaan itu, dengan beban-beban yang hanya patut bagi suatu bangsa
yang telah mencapai kemajuan dan kebudayaan yang tinggi. Kalau pikiran seperti ini
tidak akan diucapkan seorang yang berakal sehat, maka bagaimana mungkin hal
semacam itu dilakukan Allah Yang Maha Bikajaksana, memberikan beban kepada suatu
bangsa yang masih dalam proses pertumbuhannya dengan beban yang tidak akan bisa
dilakukan melainkan oleh suatu bangsa yang telah menaiki jenjang kedewasaannya.

Oleh karena itu, rahasia di balik nasikh di antaranya:


 Memelihara kemaslahatan manusia.
 Perkembangan tasyri’ menuju tingkat sempurna sesuai dengan perkembangan dakwah
dan kondisi umat.
 Cobaan dan ujian bagi mukallaf apakah mengikutinya atau tidak.
 Menghendaki kebaikan dan kemudahan bagi umat
 Nasikh menunjukkan bahwa perbuatan-perbuatan Allah tidak tergantung kepada alasan
dan tujuan. Ia bisa saja memerintahkan sesuatu pada suatu waktu dan melarangnya pada
waktu lain.
d) Adanya nasikh menjadikan hukum Islam lebih fleksibel dalam arti bahwa hukum tidak
diundangkan kecuali utuk kepentingan manusia, sementara kepentingan manusia
berubah-ubah sesuai dengan perubahan waktu dan tempat, karena itu penggantian
hukum bisa saja terjadi sesuai dengan manfaat bagi manusia. bahwa proses hukum yang
diturunkan kepada manusia berangsur-angsur sesuai kasus yang terjadi, sesuai kebutuhan
dan kemampuan mukallaf untuk mengemban hukum tersebut.
e) Pendapat yang lain tentang hikmah nasikh mansukh adalah sebagai berikut:
 Memelihara kemaslahatan umat Islam dengan Syari‟at yang lebih bermanfaat dalam
menjalankan tuntunan agama.
 Sebagai bentuk ujian dengan melaksanakan kemudian meninggalkan.
 Menjaga agar perkembangan hokum Islam senantiasa relaven dengan perkembangan
zaman.
f) Memberi keringanan bagi umat Islam.

PERTEMUAN KE-8

Makalah dipresentasikan oleh Munawwar dengan judul “Signifikasi Ilmu Munasabah


Dalam Penafsiran Al-Qur’an.” Berdasarkan materi kuliah tersebut maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:

a) Munasabah merupakan sebuah ilmu yang digunakan untuk mengetahui alasan-alasan


penertiban bagian-bagian dari al-Qur’an.
b) Pokok bahasan ataupun ruang lingkup ilmu munasabah terdiri dari bagian-bagian ulumul
Qur’an,baik ayat-ayat ataupun surat-suratnya yang satu dengan surat yang lainnya
berkenaan dengan persesuaian dan persambungannya. Seperti yang telah disebutkan,
bahwa hubungan dan persambungan dari bagian al-qur’an itu bermacam-macam, ada
yang berupa hubungan antara makna umum dan khusus, atau hubungan pertalian
(talazum), seperti hubungan antara sebab dan akibatanya, atau antara illat atau
ma’lulnya, ataukah antara rasinal dan irrasional, atau bahkan antara dua hal yang
kontradiksi.
c) Apabila ditinjau dari sifat maka munsabah terdiri dari dua macam yakni:
 Zhahir al-Irtibath (persesuaian nyata) Munasabah ini terjadi karena bagian al- Qur’an
yang satu dengan yang lain tampak jelas dan kuat disebabkan kuatnnya kaitan kalimat
yang satu dengan yang lain.
 Khafif al-Irtibat (persesuaian tidak nyata). Munasabah ini terjadi karena antara
bagian-bagian Al-Qur’an tidak ada kesesuaian, sehingga tidak tampak adanya
hubungan di antara keduanya, bahkan tampak masing-masing ayat atau surat berdiri
sendiri, baik karena ayat-ayat yang dihubungkan dengan ayat lain maupun karena
yang satu bertentangan dengan yang lain.
d) Munasabah memiliki kedudukan yang sentral pada ilmu tafsir. Di mana dengan adanya
ilmu munasabah maka menjadikan bagian-bagian kalam saling menguatkan antara satu
dengan lainnya. Selama akan menerima maka munasabah ini memiliki nilai tinggi.
Ditambah lagi ayat-ayat dan surat-surat dalam Al-Qur’an memiliki korelasi satu sama
yang lain. Dengan demikian diperlukan pengetahuan tentang hubungan antara ayat-ayat
dan surat tersebut.
e) Ilmu munasabah adalah studi tentang korelasi dalam satu ayat atau antar ayat pada
beberapa ayat, atau antar surat dalam al-Qur’an. Ada beberapa cara mengetahui
munasabah, yaitu dengan memperhatikan tujuan pembahasan satu surah, uraian ayat-ayat
yang sesuai dengan tujuan yang di bahas dalam surah, menentukan tingkat uraian
tersebut (klarifikasi) dan berhati-hati dalam menarik simpulan relevansinya agar tidak
liar dan dianggap berlebihan.
f) Macam-macam munasabah dalam al-qur’an yaitu:
 Munasabah antar surat dengan surat sebelumnya
 Munasabah antar nama surat dan tujuan turunnya
 Munasabah antar bagian suatu surat
 Munasaba antar ayat yang letaknya berdampingan, munasabah antar kelompok ayat
dengan kelompok ayat disampingnya
 Munasabah antar fasilah (pemisah) dan isi ayat.
 Munasabah antar awal surat dengan akhir surat yang sama, munasabah antar penutup
suatu surat dengan awal surat berikutya.
g) Dengan mempelajari munasabah akan dapat membantu seseorang dalam menafsirkan
ayat-ayat al-Qur’an secara lebih tepat dan akurat setelah mengetahui hubungan
(interkoneksi) suatu kalimat atau ayat yang lain sebagai satu-kesatuan yang terintegrasi
dengan baik.

PERTEMUAN KE-9

Presentasi pada pertemuan kali ini oleh Rifki dengan judul makalah “ Ilmu I’jazul
Qur’an: Fungsinya dalam Menyingkap Keistimewaan Al-Qur’an”, seperti biasa setelah
berdiskusi melalui G-classroom kemudian pemaparan materi berlanjut via G-meet. Mungkin
presentasi kali ini agak berbeda karena adanya moderator yang menjadi penengah selama
diskusi berlangsung. Yang bertindak sebagai moderator adalah Fauziah, sehingga membuat
diskusi semakin hangat dan menarik. Berdasarkan materi tersebut, maka bisa ditarik beberapa
kesimpulan:

a) Ijaz al-Quran sebagai “Suatu kejadian yang keluar dari kebiasaan, disertai dengan unsur
tantangan dan tidak akan dapat ditandingi.”
b) Terdapat 4 unsur sehingga menjadi sebab al-Qur’an itu disebut mukjizat, yaitu berupa
kejadian yang menyalahi kebiasaan, terjadi pada seorang nabi, mengandung unsur tahaddi
(tantangan) dan tidak mampu dikalahkan oleh siapapun. Dengan demikian maka 4 unsur
tersebut saling terikat dan ketergantungan, artinya tidak ada unsur yang dapat diwakili
melainkan pada kemukjizatan terdapat ke semua unsur tersebut, demikian halnya
mukjizat Al-Quran.
c) Dalam menunjukkan kemukjizatan Al-Quran, Nabi muhamamd Saw menantang orang-
orang arab (kaum kafir quraisy) untuk membuat yang serupa dengan Al-Quran. Terdapat
tiga kali tantangan yang diberikan, berupa perintah membuat semisal Al-Quran (30 Juz),
menantang untuk membuat semisal 10 surah dari Al-Quran dan tantangan membuat 1
surat yang semisal Al-Quran. Sebagaimana tercantum dalam firman Allah swt Q.S. Al-
Isra : 88, Q.S. Hud : 13, Q.S. Yunus : 38, dan diulangi tantang membuat satu surah
semisal Al-Quran, yaitu pada firman Allah, Q.S. Al-Baqarah: 23.
d) Berdasarkan peristiwa tahadi yang tercantum dalam firman Allah tersebut di atas,
membuktikan ketidakmampuan orang-orang arab untuk meniru yang serupa dengan Al-
Qur’an walaupun hanya satu surat pendek. Meskipun dicoba, namun hasilnya sungguh
tidak mengandung sastra yang indah dan bermakna. Dengan demikian, maka unsur
tahaddi dalam Al-Quran sebagai bukti kemukjizatan Al-Quran dan membungkam
kekalahan lawan yang tidak percaya terhadap kemujizatan Al-Quran.
e) Perbedaan pandangan ulama, secara umum ulama sepakat dan mengakui kemukjizatan
Al-Quran. Namun ada beberapa tokoh mu’tazilah yang menyebut kejadian tahaddi
tersebut merupakan peristiwa sharfah, yaitu disebutkan Allah memalingkan kekuatan
manusia sehingga manusia tidak mampu membuat yang serupa dengan Al-Quran, jika
bukan karena sharfah (Allah mencabut kekuatan pada manusia) pasti manusia mampu.
f) Menanggapi pandangan sharfah tersebut, itu merupakan pandangan yang kosong, berupa
alasan yang menyalahi kebenaran. Bahkan hingga paham ini telah menuduh Allah
menantang manusia berbicara, tetapi lidah orang itu duluan dipotong (dilemahkan) oleh
Allah. Dan pandangan kaum ini seolah-olah menganggap bahwa al-Quran itu bukan
mu’jiz bidzatihi melainkan mu’jiz bighairi. Padahal semua ulama sepakat bahwa Al-
Quran itu mengandung mukjizat pada zatnya, susunan bahasanya,keindahan dan
ketinggian nilai sastranya dan berbagai teori ilmiah yang dikandungnya serta
berbagaikeluarbiasaan lainnya yang tidak dapat ditandingi siapapun.
g) Mukjizat merupakan Suatu kejadian yang keluar dari kebiasaan, disertai dengan unsur
tantangan dan tidak akan dapat ditandingi.
h) Yang dinamakan dengan mukjizat al-Quran adalah kelebihan-kelebihan yang ada di
dalam al-Quran itu sendiri sebagai bukti kebenaran, sedangkan kebenaran yang datang
dari luar al-Quran bukanlah termaksuk mukjizat Al-Quran.
i) Terdapat 4 unsur mukjizat al-Qur’an yaitu : Berupa kejadian yang menyalahi kebiasaan
terjadi, pada diri seorang nabi, mengandung unsur tahaddi (tantangan), dan tidak mampu
dikalahkan oleh siapapun.
j) I’jaz dapat dibagi kedalam dua bagian, yaitu mukjizat yang bersifat material indrawi lagi
yang tidak kekal, dan mukjizat imaterial logis lagi yang dapat dibuktikan kebenarannya
sepanjang masa.
k) Mukjizat nabi-nabi terdahulu adalah tergolong dalam mukjizat jenis pertama,yaitu
material indrawi, dapat disaksikan atau dijangkau langsung melalui indra.
l) Adapun segi-segi kemukjizatan al-Quran yaitu pada gaya bahasa, susunan kalimat,
hukum ilahi yang sempurna, ketelitian redaksi, berita tentang hal ghaib dan isyarat-isyarat
ilmiah.

PERTEMUAN KE-10
Pada pertemuan ini, makalah dipresentasikan oleh Siti Aqlima dengan judul “Ilmu
tafsir al-Qur’an: Sejarah dan Urgensinya.” Berdsarkan materi yang sudah dibahas secara
diskusi maka dapat dipetik beberapa poin penting sebagai berikut:

a) Kata Tarjamah dalam tuturan bahasa Arab meliputi berbagai makna bahkan pengertian
kata, ini sering dikaitkan pada situasi dimana kata itu diucapkan. Namun secara ‘urf’
(umum) dapatlah kiranya diketahui bahwa terjemah, yaitu memindahkan suatu kalam
(pembicaraan) dari suatu bahasa ke dalam bahasa yang lain dan mengungkapkan suatu
pengertian dengan suatu kalam yang lain dalam bahasa yang lain, dengan memenuhi arti
dan maksud yang terkandung di dalam pengertian tadi.
b) Dari berbagai penjelasan tentang pengertian tafsir, maka dapat diambil kesimpulan
bahwa:
 Tafsir dalam arti sempit menerangkan lafadz-lafadz ayat dan i’rabnya serta
menerangkan segi-segi sastera susunan al-Qur’an, dan isyarat-isyarat ilmiahnya.
Pengertian tafsir semacam ini lebih banyak merupakan penerapan kaidah-kaidah
bahasa saja, daripada penafsiran dan penjelasan kehendak Allah SWT. dan petunjuk
Nya.
 Tafsir dalam arti luas menjelaskan petunjuk-petunjuk al-Qur’an, dan ajaran-ajaran
hukum serta hikmah Allah SWT. Di dalam mensyari’atkan hukum-hukum kepada
umat manusia dengan cara yang menarik hati, membuka jiwa, dan mendorong manusia
untuk mengikuti petunjuk-Nya.
c) Maka berdasarkan uraian di atas dapat ditarik suatu pemahaman, bahwa tafsir adalah:
usaha yang bertujuan menjelaskan makna ayat-ayat al-Qur’ān atau lafadz-lafadznya agar
hal-hal yang tidak jelas menjadi jelas, yang samar-samar menjadi terang, yang sulit
dipahami menjadi mudah di pahami, sehingga al-Qur-an sebagai pedoman dalam hidup
dan kehidupan sehari-hari agar tercapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
d) Kata tafsir dapat juga berarti al-tafsirah, yakni alat-alat kedokteran yang khusus
dipergunakan untuk mendeteksi segala penyakit yang diderita oleh seseorang pasien.
Maka tafsirah dapat menyingkap makna yang tersimpan dalam kandungan ayat-ayat al-
Qur’ān.
e) Dalam mu’jam lisanul arab disebutkan bahwa kata “al-tafsir” berarti menyingkap maksud
suatu lafadz yang musykil.
f) Takwil adalah mengembalikan sesuatu pada maksud yang sebenarnya atau memalingkan
makna lahir ke makna batin lafazh karena ada indikasi untuk itu.
g) Tarjamah merupakan mengalih bahasakan Al-Qur’an ke dalam bahasa lain, seperti bahasa
Indonesia, bahasa Inggris dan lain-lain.
h) Tafsir secara bahasa (etimologis), kata tafsir dalam bahasa arab berarti al-Idhah
(penjelasan) atau al-tabyin (keterangan). Adapun pengertian tafsir secara istilah
(terminologi), menurut Badruddin Al-Zarkasyi: Tafsir ialah ilmu yang dengannya dapat
dipahami kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. dan dengannya
dapat dijelaskan makna-maknanya serta dikeluarkan hukum-hukum dan hikmah-
hikmahnya.
i) Ta’wil Secara bahasa (etimologis), Ta’wil adalah al-ruj’, al-tadbir, al-taqdir, atau al-
tafsir. Ta’wil bisa berarti: kembali, merenung, memperkirakan atau menjelaskan”.
Sedangkan makna ta’wil secara istilah yaitu: Ta’wil menurut ulama Muta’akkhirin dari
kalangan Ulama Fiqh, Ulama Kalam, Hadits, dan Tasawwuf, menurut mereka adalah:

“Mengarahkan lafadh dari maknanya yang lebih unggul pada makna yang samar (lemah)

karena ada dalil akan hal itu”.

PERTEMUAN KE-11

Makalah dipresentasikan oleh Sofiya Ariyani dengan tema “Metode, Mazhab,


dan Corak Tafsir Al-Qur’an.” Maka berdasarkan diskusi dan penjelasan materi oleh
pemakalah maka dapat di ambil poin-poin sebagai berikut:

1. Terdapat empat metode yang digunakan oleh para mufassir dalam menafsirkan al-
Qur’an, diantaranya adalah:
 Metode tahlily yang merupakan penafsiran ayat al-Quran dengan cara berusaha
menerangkan arti ayat-ayat al-Qur’an dengan berbagai seginya, berdasarkan urutan
ayat dan surah dalam al- Qur’an dengan menonjolkan pengertian dan kandungan lafaz-
lafaznya.
 Metode ijmali, yaitu penafsiran al-Qur’an dengan cara menjelaskan ayat-ayat al-
Qur’an dengan singkat dan global, yaitu penjelasannya tanpa uraian atau penjelasan
yang panjang dan lebar.
 Metode muqarran yaitu metode yang digunakan oleh mufassir dengan cara memahami
satu ayat atau lebih kemudian membandingkan dengan ayat lain.
 Metode maudhu’I yaitu metode yang membahas ayat-ayat al-Qur’an sesuai dengan
tema atau judul yang telah ditetapkan.
2. Sementara corak dalam penafsiran al-Qur’an terbagi menjadi enam corak yang secara
keseluruhan sangat penting dan memiliki kelebihan satu sama lain. Diantaranya ada
corak penafsiran lughawi, corak penafsiran ilmiah, corak penafsiran fiqih, corak
penafsiran filsafat, corak penafsiran tasawuf dan corak al- Adabi wa al-Ijtima’i.
3. Mazhab dalam penafsiran al-Qur’an juga tidak kalah penting, dan para mufassir sering
kali berbeda mazhab dalam menafsirkan al-Qur’an.
4. Ada tiga mazhab yang termasyhur dan paling sering digunakan oleh para mufassir,
diantaranya mazhab Tafsir bil riwayat (bil ma’tsur), Tafsir bi al-Dirayah (tafsir bi ar-
Ra’yi), dan Tafsir bi al-isyarah.
5. Dengan adanya metode, corak dan mazhab dalam penafsiran al-Qur’an memungkinkan
adanya kemudahan bagi para mufassir dan juga sekaligus bagi umat manusia dalam
membaca kitab tafsir al-Qur’an, sehingga bisa meminimalisir adanya penyimpangan-
penyimpangan dalam tafsir al-Qur’an.
6. Dalam menafsirkan al-Qur’an para mufassir juga sangat dituntut untuk menguasai ilmu
bahasa Arab dan seluk beluknya, seperti ilmu balaghah, nahwu, saraf dan lain
sebagainya.
7. Para mufassir juga harus menghindari adanya pencampuran kisah israiliyah dalam tafsir
al-Qur’an sehingga penyimpangan tafsir al-Qur’an dapat terhindarkan.
8. Dalam penafsiran al-Qur’an pun tidak luput dari adanya penyimpangan. Penyimpangan
tersebut dikarenakan beberapa faktor, diantaranya penghilangan sanad-sanad, lebih
mengikuti al-mutashabihat dan mengabaikan al-mukhamat, munculnya beragam mazhab
dan ambisi pribadi dan kelompoknya, adanya kisah- kisah israiliyat, dan berbagai faktor
lainnya.

PERTEMUAN KE-12

Kuliah studi al-Qur’an berlangsung seperti biasa. Pada kesempatan ini, yang bertugas
sebagai pemakalah adalah Uswatun Hasanah dengan judul “Ilmu Amtsalil Qur’an:
Menyingkapi Hikmah Perumpamaan Dalam Al-Qur’an.” Poin-poin penting yang dapat
diambil dari pemaparan materi tersebut adalah:

a) Amtsalil quran merupakan ungkapan perumpamaan yang indah, singkat dan menarik
yang mengena dalam jiwa, baik dengan bentuk tasybih maupun majaz mursal (ungkapan
bebas).
b) Allah menggunakan banyak perumpamaan dalam Al-Quran agar manusia
memperhatikan, memahami, mengambil pelajaran, berpikir dan selalu mengingat.
Sayangnya, perumpamaan yang ada di dalam Al-Quran tidak selalu membuat manusia
langsung mengerti, melainkan tetap ada yang mengingkarinya. Maka dibutuhkan ilmu
Amtsalul Quran.
c) Amtsal Quran penting untuk memotivasi orang agar mengikuti perbuatan baik seperti
apa yang digambarkan dalam amtsal, menghindarkan diri dari perbuatan negatif.
d) Amtsal lebih berpengaruh pada jiwa, lebih efektif dalam memberikan nasihat, lebih kuat
dalam memberikan peringatan dan lebih dapat memuaskan hati.
e) Dalam Al-Quran Allah swt banyak menyebut amtsal untuk peringatan dan laporan dapat
diambil ibrahnya.
f) Amtsal adalah bentuk jamak dari matsal. Kata matsal (perumpamaan), mitsil (serupa)
dan matsil adalah sama dengan syabah, syibh dan syabih, baik lafaz maupun maknanya.
Kata matsal digunakan pula untuk menunjukkan arti “keadaan” dan “kisah yang
menakjubkan” . dengan pengertian inilah ditafsirkan kata-kata matsal dalam sejumlah
ayat.
g) Di dalam matsal seperti halnya di dalam tasybih, haruslah terkumpul empat unsur yaitu:
 Ada yang disempurnakan (musyabbah)
 Ada asal ceritanya (musyabbah bih)
 Ada persamaannya (wajhul musyabbah)
 Ada alat tasybih
h) Adapun macam-macam amtsal ada tiga, yaitu: amtsal musrrahah, amtsal kaminah dan
amtsal mursalah. Dalam amtsalul quran terdapat sighat, yaitu: sighat tasybih jelas, sighat
tasybih terselubung, sighat majaz mursal, sighat majaz murakkab, sighat isti’arah
tamtsiliyah.

PERTEMUAN KE-13

Kuliah berlangsung seperti biasa dengan tema makalah yang berjudul “Ilmu
Fawatihus Suwar: Menelusuri Pembuka Surat Dalam Al-Qur’an” dipresentasikan oleh
Wardiana, Maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

a) Fawatih as-suwar berarti pembukaan-pembukaan surat karena posisinya yang mengawali


perjalanan-perjalanan teks-teks setiap surat.
b) Menurut al-Qasthalani Fawatihus Suwar di bagi 10 macam, yaitu pembukaan dengan
pujian kepada Allah, dengan huruf muqatta’at, dengan panggilan, dengan jumlah
khabariyah, dengan sumpah, dengan syarat, dengan perintah, dengan pertanyaan, dengan
do’a dan dengan alasan.
c) Beberapa pendapat para ulama tentang fawatihus suwar adalah menyatakan bahwa
fawatihus suwar yang bisa menafsirkan hanya Allah, pendapat lain mengatakan bahwa
pembukaan surat tersebut ditujukan kepada Nabi Muhammad Saw. Ada pula yang
mengatakan bahwa pembuka surat tersebut rahasia, dan masih banyak pendapat lainnya
mengani fawatihus suwar.
d) para ahli telah memaparkan ijtihad, bahwa Fawatih al-Suwar memiliki peranan besar
untuk menyampaikan pesan, di antaranya:
 Menurut Ibnu Abi Asba’ Fawatih al-Suwar bertujuan untuk memperindah dan
menyempurnakan bentuk-bentuk penyampaian. Selain itu dipandang untuk
merangkum semua materi yang akan disampaikan lewat kata-kata awal. Dalam hal ini
surat Al-Fatihah dan Al-Alaq bisa digunakan sebagai contoh dari suatu pembuka yang
merangkum keseluruhan pesan ayat-ayat dan tugas manusia.
 Huruf al-Muqatha’ah berfungsi sebagai qasam, dan berfungsi menentang musuh-
musuh Islam. Karena Al-Qur‟an tersusun dengan huruf-huruf, tapi tidak seorangpun
yang mampu menyusun satu kalimatpun apalagi satu surat yang dapat menyamai
susunan Al-Qur’an.
 Fawatih al-Suwar merupakan kemukjizatan Al-Qur’an. Kelebihan Al- Qur’an yang
mana walaupun tersusun dari huruf-huruf namun mahluk tak akan bisa membuat
sejenisnya.
 Fawatih al-Suwar menjadi peringatan bagi manusia untuk mendengar wahyu yang
disampaikan kepada manusia terutama kaum musyrik di Mekkah dan Ahli Kitab di
Madinah. Hal ini ditujukan untuk menunjukkan pentingnya pembicaraan dan berupaya
agar pendengar dapat menguasai apa yang dikehendaki oleh ayat. Diantara cara
tersebut dengan menarik perhatian pendengar dengan huruf al-Muqatha’ah.
 Adanya Fawatih al-Suwar menunjukkan salah satu metode dakwah. Penyampaian
dakwah dikalangan maju taraf pengetahuannya, tentu harus dimulai dengan
memperkenalkan hal-hal yang baru, dengan demikian mereka akan menaruh minat
terhadap apa yang akan disampaikan.
e) Adapun kegunaan Fawatih al-Suwar adalah :
 Sebagai peringatan-peringatan kepada Nabi Muhammad SAW, Allah SWT
mengetahui bagian-bagian waktu di mana Nabi sebagai seorang manusia kadang-
kadang sibuk, maka dari Jibril menyampaikan firman Allah seperti Alif Lam Mim, Ha
Mim dan lainnya, dengan suara Jibril supaya Nabi menerima dan memperhatikannya.
Menarik perhatian bagi orang-orang musyrik, di saat orang- orang musyrik
menganjurkan supaya tidak mendengarkan Al-Qur’an di waktu Nabi membacanya,
Allah berkehendak untuk menarik perhatian mereka dan mendatangkan kepada
mereka sesuatu yang tidak mereka ketahui agar mereka diam dan mendengarkannya.
Dan apabila mereka mendengar huruf muqatha’ah ini mereka merasa heran dan
menyuruh teman-temannya untuk mendengarkan bacaan Nabi.
 Memperindah dan menyempurnakan bentuk-bentuk penyampaian, sebagai sarana
pujian dan dipandang untuk merangkum semua materi yang akan disampaikan lewat
kata-kata awal. Dalam hal ini surat Al- Fatihah dapat dijadikan contoh dari suatu
pembuka yang merangkum keseluruhan pesan ayat dan surat yang terdapat dalam Al-
Qur’an.
 Memberikan kesadaran pada manusia bahwa manusia penuh dengan kekurangan dan
keterbatasan terhadap ilmu dan pengetahuan, sehingga merangsang otak manusia
untuk berpikir mencari ilmu pengetahuan.

PERTEMUAN KE-14

Kuliah berlangsung seperti biasa melalui diskusi via G-Meet. Berhubung setiap tugas
makalah sudah dipresentasikan oleh semua mahasiswa. Melalui diskusi ini Bapak Hasan
mengarahkan supaya mahasiswa sudah mulai memikirkan tentang proposal thesis, sekurang-
kurangnya sudah ada masalah yang akan ditulis dengan judul tulisan, dengan begitu sudah
bisa diajukan nantinya. Dan beliau juga memberikan berbagai gambaran tentang penulisan
thesis ke depannya sehingga memotivasi mahasiswa.

PERTEMUAN KE-15

Kuliah tetap berlangsung seperti sedia kala tetapi tidak ada lagi tatap muka secara G-
Meet, Bapak Dr. Hasan Basri memberikan tugas kuliah yaitu

1. Mereview hasil kuliah dalam semester ini.


2. Meresume masing-masing dari judul makalah teman yang berbeda.
Kata Penutup

Alhamdulillahirabbil a’lamin, puji syukur ke hadhirat Allah Zat Yang Maha Tinggi,

Yang Nyata dan Esa, Pencipta Yang Maha Tahu segala ilmu. Berkat rahmat dan

pertolongannya-Nya, sehingga tugas kuliah “Studi Al-Qur’an” yang berjudul “Review Hasil

Kuliah” dapat diselesaikan. Tidak lupa salawat dan salam selalu tercurahkan kepada

Rasulullah SAW yang syafaatnya kita nantikan kelak.

Terima kasih kepada bapak dosen mata kuliah Studi Al-Qur’an , yaitu Bapak Dr. H.

Hasan Basri, MA yang telah membimbing kami selama satu semester ini dalam proses

pembelajaran Studi Al-Qur’an. Walaupun perkuliahan selama ini hanya melalui G-

Classromm dan tatap muka via Google Meet kami tetap berharap ilmu yang kami dapatkan di

bawah bimbingan Bapak Dr. Hasan Basri, MA menjadi berkah. Amin Ya Rabbal A’lamin…

Penulis menyadari tugas kuliah yang bertemakan “Review Hasil Kuliah” banyak

ditemukan kekurangan dalam penulisan baik dari segi penyusunan kata maupun kalimat.

Penulis sangat terbuka dalam menerima kritik dan saran yang membangun dari semua Bapak,

demi untuk perbaikan kepenulisan ke depannya.

Banda Aceh, 31 Januari 2021

Fauziah

Anda mungkin juga menyukai