Fauziah
Keguruan UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Indonesia
Email: 201003033@student.ar-raniry.ac.id
PERTEMUAN KE-1
Pada pertemuan pertama via Google Classroom dosen memperkenalkan diri sebagai
dosen pengasuh studi al-Quran yaitu, Dr. H. Hasan Basri, MA. Sebelumnya beliau menyapa
para mahasiswa, dikarenakan kuliah berlangsung secara online, harapan beliau agar semua
pihak dalam kondisi sehat dan tetap bersemangat belajar meskipun dalam suasana pandemi
Covid-19. Beliau berharap agar situasi kembali normal sehingga kuliah bisa dilaksanakan
secara tatap muka. Pada pertemuan ini beliau menjelaskan tentang:
PERTEMUAN KE-2
Kontrak kuliah
Membaca materi “Pengantar Studi Al-Quran”
Diskusi
Menjawab Quiz 1
A. Pendahuluan
Studi al-Qur’an nama lain dari ‘Ulum al-Qur’an yang berarti suatu ilmu yang mempelajri
tentang al-Qur’an dari berbagai sudut pandang, disiplin ilmu, metode, dan pendekatan
sehingga al-Qur’an dapat dipahami secara komprehensif, holistic dan integratif. Untuk
memahami al-Qur’an maka diperlukan ilmu pendukung dengan berbagai cabangnya.
a. Definisi Ilmu : Secara etimologis ilmu berasal dari bahasa Arab, yaitu: ‘ilm jamaknya
‘ulum. ‘Ilm artinya mengetahui atau memahami. Sedangkan secara terminologis, ilmu berarti
mengetahui atau memahami sesuatu melalui pendengaran, penglihatan, perasaan,
pengalaman, hati, akal, percobaan, dan penelitian.
b. Makna al-Qur’an : Al-Qur’an adalah firman Allah yang mengandung mukjizat yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad bin Abdullah, tertulis dalam mushhaf-mushhaf,
diriwayatkan secara mutawatir, dan membacanya menjadi ibadah.
c. Makna Ulumul Qur’an : Ilmu-ilmu yang membahas hal-hal yang berkaitan dengan al-
Qur’an dari segi turunnya, pengumpulannya, sistematikanya, dan pembukuannya:
mengetahui sebab-sebab turunnya, ayat-ayat muhkam dan mutasyabih. Dan pembahasan lain
dari al-Qur’an al-Karim.
Ulumul al-Qur’an belum berkembang pada masa Nabi Muhammad. Setiap menerima
wahyu Nabi Muhammad SAW langsung menyampaikannya kepada para sahabat dan mereka
langsung menghafal, memahami, dan mengamalkannya. Para sahabat tidak mengalami
kesulitan dalam memahami al-Qur’an. Pada masa itu nabi melarang sahabat untuk menulis
selain ayat-ayat al-Qur’an, bertujuan agar wahyu tidak bercampur dengan ucapan-ucapan
pribadi Nabi Muhammad.
Alasan belum munculnya ulumul qur’an pada masa ini dan para sahabat belum
memerlukannya adalah: para sahabat mempunyai daya ingatan yang kuat, memiliki
kecerdasan tinggi dan daya tangkap kuat, mempunyai kemampuan bahasa Arab dan balaghah
(sastra), sahabat terdiri dari orang-orang yang ummiy (tidak bisa menulis dan membaca)
tetapi mengandalkan hafalan, belum adanya peralatan tulis yang memadai, mereka terbiasa
menyampaikan pesan melalui lisan, dan jika ada persoalan mereka langsung menanyakan
kepada Nabi Muhammad SAW.
Pada masa ini dua hal yang membuat al-Qur’an tetap terjaga, yaitu: Hafalan al-Qur’an
tersimpan rapi dan selalu terjaga dalam dada para sahabat, dan teks al-Qur’an sudah ditulis
sepenuhnya oleh pencatat wahyu, di antaranya adalah zaid bin Tsabit, tetapi belum tersusun
secara teratur, catatan-catatan wahyu masih berupa lembaran-lembaran yang terdiri dari kulit,
tulang, pelepah kurma, kayu, dan batu tipis..
Orang yang pertama kali menulis wahyu di Madinah adalah: Ubay bin Ka’ab dan
Zaid bin Tsabit.
Yang paling banyak menulis wahyu adalah: Zaid bin Tsabit dan ‘Ali bin Abi Thalib.
Yang paling mengetahui tentang urutan al-Qur’an serta Nasikh dan Mansukh-nya
adalah: Zaid bin Tsabit.
Tertib susunan surat dan ayat dalam Mushhaf al-Qur’an sudah dilakukan sejak Nabi
Muhammad berdasarkan TAUQIFI (petunjuk wahyu). Nabi Muhammad menyuruh
sahabat untuk menulis ayat-ayat al-Qur’an dan meletakkannya sesuai dengan
perintah wahyu.
Artinya: Letakkanlah ayat ini pada surat ini yang di dalamnya disebut begini dan
begini (Hadits riwayat al-Turmudzi).
Untuk menjaga hafalan dan bacaan, Jibril datang menemui Nabi Muhammad sekali
dalam setahun; pertemuan ini disebut TALAQQI; atau dalam istilah sekarang disebut
komunikasi interaktif.
Menjelang kewafatan Nabi Muhammad, Jibril datang dua kali menemui nabi untuk
melakukan menguji hafalan dan bacaannya.
Pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib timbul pula perbedaan dan penyimpangan
penggunaan bahasa Arab sebagai bahasa al-Qur’an. Untuk mencegah terjadinya
penyimpangan dalam memahami ayat-ayat al-Qur’an, Ali bin Abi Thalib memerintahkan
Abu Aswad al-Duwali untuk membuat sebagian kaidah bahasa Arab dan aturan-aturan
bacaannya. Upaya ini kemudian melahirkan ilmu Nahwu dan ilmu I’rabil Qur’an.
1. Untuk mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan al-Qur’an sejak dari turunnya
wahyu yang pertama kepada Nabi Muhammad sampai keadaan al-Qur’an masa
sekarang.
2. Alat bantu dalam membaca lafazh ayat-ayat al-Qur’an, memahami isi kandungannya,
menghayati dan mengamalkan pesan dan hukumnya serta menyelami rahasia dan
hikmah disyariatkannya suatu peraturan atau hukum syara’.
3. Membuka wawasan keilmuan tentang al-Qur’an sehingga al-Qur’an dapat dipahami
secara mendalam, komprehensif, dan holistik.
4. Dijadikan argumentasi yang kuat dalam mematahkan tuduhan negatif kaum
pengingkar terhadap al-Qur’an dan memposisikan al-Qur’an pada tempat yang
selayaknya dan mulia. Dengan demikian, al-Qur’an tetap terjaga dan terpelihara dari
tuduhan negatif para musuh Islam.
5. Al-Qur’an sebagai mukjizat terbesar dan abadi sepanjang masa serta sesuai dengan
perkembangan dan kemajuan zaman (up to date) sehingga berlaku secara universal.
Setelah membaca semua materi tersebut, dilanjutkan dengan diskusi via classroom.
Diskusi berjalan lancar dan interaktif. Kemudian kuliah berlanjut dengan menjawab 5 soal
quiz yang telah dibagikan oleh Bapak Dr. Hasan Basri. Pertanyaan quiz 1 sebagai berikut:
3. Mengapa pada masa Nabi Muhammad SAW al-Qur'an tidak dibukukan dalam satu
Mushhaf?
PERTEMUAN KE-3
Teks al-Qur’an adalah wahyu Allah yang tidak akan berubah oleh campur tangan
manusia, tapi pemahaman terhadap al-Qur’an tidak tetap, selalu berubah sesuai dengan
kemampuan orang yang memahami isi kandungan al-Qur’an itu dalam rangka
mengaktualkannya dalam bentuk konsep yang bisa dilaksanakan.
Rasulullah berfungsi sebagai penjelas (mubayyin) maksud firman Allah. Pada masa
Rasulullah hidup, umat Islam tidak banyak menemukan kesulitan dalam memahami
petunjuk dalam mengarungi hidupnya, sebab manakala menemukan kesulitan dalam satu
ayat, mereka akan langsung bertanya kepada Rasulullah dan kemudian beliau
menjelaskan maksud kandungan ayat tersebut.
Sepeninggal Rasulullah umat Islam banyak menemukan kesulitan dalam memahami al-
Qur’an karena meskipun mereka mengerti bahasa Arab, al-Qur’an terkadang
mengandung isyarat-isyarat yang belum bisa dijangkau oleh pikiran orang-orang Arab.
Oleh karena itu, mereka membutuhkan tafsir yang bisa membimbing dan mengantarkan
mereka untuk memahami isyarat-isyarat yang terdapat dalam teks ayat al-Qur’an.
Langkah-langakh yang diambil saat umat islam mengalami kesulitan adalah melihat
pada hadits Rasulullah, dan dengan cara menafsirkan satu ayat dengan ayat lainnya.
Langkah selanjutnya adalah menanyakannya kepada sahabat yang terlibat langsung
serta memahami konteks dan maksud ayat tersebut. Selain bertanya kepada para sahabat
senior sumber informasi bagi penafsiran al-Qur’an, mereka bertanya juga kepada ahli
kitab, yaitu kaum Yahudi dan Nasrani.
Hal yang melatari mereka bertanya kepada kaum Yahudi dan Nasrani adalah karena
sebagian masalah dalam al-Qur’an memiliki persamaan dengan yang ada dalam kitab
suci mereka sebelumnya, terutama berbagai tema yang menyangkut kisah-kisah umat
terdahulu. Secara serta merta tanpa disadari bercampurlah pemahaman pesan al-Qur’an
dengan unsur-unsur israiliyat.
Pengertian Israiliyat
Ditinjau dari segi bahasa kata israiliyyat adalah bentuk jamak dan kata israiliyah,
bentuk kata yang dinisbahkan pada kata Israil yang berasal dari bahasa Ibrani, Isra
bararti hamba dan Il berarti Tuhan, jadi Israil adalah hamba Tuhan. Dalam deskreptif
histories, Israil berkaitan erat dengan Nabi Ya’kub bin Ishaq bin Ibrahim as, dimana
keturunan beliau yang berjumlah dua belas disebut Bani Israil. Di dalam al-Qur’an
banyak disebutkan tentang Bani Israil yang dinisbahkan kepada Yahudi. Misalnya,
firman Allah dalam surah al-Maidah:78, al-Isra’:4, dan an-Naml: 76, yang
artinya: Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa
putra Maryam. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui
batas (al-Maidah: 78)
Secara terminologi, para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan israiliyyat.
Menurut adz-Dzahabi, israiliyyat mengandung dua pengertian yaitu, pertama: kisah
dan dongeng yang disusupkan dalam tafsir dan hadits yang asal periwayatannya
kembali kepada sumbernya yaitu Yahudi, Nasrani dan yang lainnya. Kedua: cerita-
cerita yang sengaja diselundupkan oleh musuh-musuh Islam ke dalam tafsir dan
hadits yang sama sekali tidak dijumpai dasarnya dalam sumber-sumber lama yang
valid.
Definisi lain dari asy-Syarbasi adalah kisah-kisah dan berita-berita yang berhasil
diselundupkan oleh orang-orang Yahudi ke dalam Islam. Kisah-kisah dan kebohongan
mereka kemudian diserap oleh umat Islam, selain dari Yahudi mereka pun
menyerapnya dari yang lain.
Sedangkan Sayyid Ahmad Khalil mendefenisikan israiliyyat dengan riwayat-riwayat
yang berasal dari ahli kitab, balk yang berhubungan dengan agama mereka maupun
yang tidak ada hubungannya sama sekali dengannya.Penisbahan riwayat israiliyyat
kepada orang-orang Yahudi karena para perawinya berasal dari kalangan mereka yang
sudah masuk Islam.
Proses penyusupan atau infiltrasi kisah israiliyyat dalam tafsir al-Qur’an tidak lepas
dari:
Kondisi sosio kultural masyarakat Arab pada zaman Jahiliyah. Pengetahuan mereka
tentang israiliyyat telah lama masuk ke dalam benak keseharian mereka sehingga
tidak dapat dihindari adanya interaksi kebudayaan Yahudi dan Nasrani dengan
kebudayaan Arab yang kemudian menjadi jazirah Islam itu yang mencakup wilayah
Makkah dan Madinah atau lazim disebut Hijaz.
Informasi seputar agama dan kepercayaan (mitos, domgeng) mereka wariskan dari
generasi ke generasi.
Sejak tahun 70 M terjadi imigrasi besar-besaran orang yahudi ke jazirah arab
karena adanya ancaman dan siksaan dari penguasa romawi yang bernama Titus.
mereka pindah bersama dengan kebudayaan yang mereka ambil dari nabi dan
ulama.
Bangsa Arab sering berpindah-pindah, baik ke arah timur maupun barat. Mereka
memiliki dua tujuan dalam berpergian. Saar musim panas pergi ke Syam dan dingin
pergi ke Yaman. Di Yaman dan Syam banyak sekali ahli kitab yang sebagian besar
adalah bangsa Yahudi. Karena itu, tidaklah mengherankan bila antara orang Arab
dengan Yahudi terjalin hubungan. Kontak ini memungkinkan merembesnya
kebudayaan Yahudi kepada bangsa Arab, tanpa kecuali komunitas muslim.
Islam hadir dengan kitabnya yang bernilai tinggi dan mempunyai ajaran yang bernilai
tinggi pula. Dakwah Islam disebarkan dan Madinah sebagai tempat tujuan nabi hijrah
tinggal beberapa bangsa Yahudi yaitu Qunayqa’, Bani Quraidhah, Bani Nadzir,
Yahudi Haibar, Tayma dan Fadak.
Yahudi bertetangga dengan kaum muslimin, lama kelamaan terjadi pertemuan yang
intensif antara keduanya, yang akhinya terjadi pertukaran ilmu pengetahuan.
Rasulullah menemui orang Yahudi dan ahli kitab lainnya untuk mendakwahkan
Islam. Orang Yahudi sendiri sering datang kepada Rasulullah untuk menyelesaikan
suatu problem yang ada pada mereka, atau sekedar untuk mengajukan suatu
pertanyaan.
Israiliyyat sudah lama muncul dan berkembang di kalangan bangsa Arab jauh
sebelum Rasulullah saw, yang kemudian terus bertahan pada era Rasulullah saw. Pada
masa hahabat, israiliyat mulai berkembang dan tumbuh subur. Hanya saja dalam
menerima riwayat dari kaum Yahudi dan Nasrani pada umumnya mereka amat ketat.
Mereka hanya membatasi kisah-kisah dalam al-Qur’an secara global dan nabi sendiri
tidak menerangkan kepada mereka kisah-kisah tersebut.
Pada periode tabi’in, penukilan dari ahli kitab semakin meluas dan cerita-cerita
israiliyat dalam tafsir semakin berkembang. Sumber cerita ini adalah orang-orang
yang masuk Islam dari kalangan ahli kitab yang jumlahnya cukup banyak dan
ditunjang oleh keinginan yang kuat dari orang-orang untuk mendengar kisah-kisah
yang ajaib dalam kitab mereka. Oleh karenanya pada masa tersebut muncul
sekelompok mufassir yang ingin mengisi kekosongan pada tafsir, yang menurut
mereka dengan memasukkan kisah-kisah yang bersumber pada orang-orang yang
Yahudi dan Nasrani. sehingga tafsir-tafsir tersebut menjadi simpang siur dan bahkan
kadang-kadang mendekati takhayul dan khurafat.
Perbedaan metodologi antara al-Qur’an. Taurat dan Injil dalam global dan ringksan titik
tekannya adalah memberikan petunjuk jalan yang benar bagi manusia, sedangkan Taurat
dan Injil mengemukakan secara terinci, perihal, waktu dan tempatnya. Ketika
menginginkan pengetahuan secara lebih teperinci tentang kisah-kisah terdahulu
umat Islam bertanya kepada kelompok Yahudi dan Nasrani yang dianggap lebih
mengetahui tentang suatu kisah dan relevansinya dengan konteks yang ditanyakan.
Rendahnya kebudayaan masyarakat Arab karena kehidupan mereka yang kurang banyak
yang pandai dalam hal tulis menulis (ummiy. Meskipun pada umumnya ahli Kitab juga
selalu berpindah-pindah., tetapi pengetahuan mereka tentang kisah masa lampau lebih
luas.
Ada justifikasi dari dalil-dalil naqliyah yang dipahami masyarakat Arab sebagai
pembenaran bagi mereka untuk bertanya pada ahli kitab.
Heterogenitas penduduk Arab. Menjelang masa kenabian Muhammad Jazirah Arab
dihuni juga oleh kelompok Yahudi dan Nasrani.
Adanya rute perjalanan niaga. masyarakat Arab, rute selatan adalah negeri Yaman yang
dihuni oleh kalangan Nasrani; sedangkan rute ke utara adalah negeri Syam yang dihuni
oleh kalangan Yahudi.
Selain itu, masuknya israiliyat ini memalingkan perhatian umat Islam dalam mengkaji
soal-soal keilmuan Islam. Dengan larutnya umat Islam ke dalam keasyikan menikmati kisah-
kisah israiliyat, mereka tidak lagi antusias memikirkan hal-hal makro, seperti sibuk dengan
nama dan anjing Ashabul Kahfi, jenis kayu dari tongkat Nabi Musa, nama binatang yang ikut
serta dalam perahu Nabi Nuh dan sebagainya di mana perincian itu tidak disebutkan secara
eksplisit dalam al-Qur’an karena memang tidak bermanfaat. Sekiranya bermanfaat al-Qur’an
tentu menjelaskan. Sikap negatif yang sama juga, diperlihatkan oleh Muhammad Syaltut,
israiliyyat menurutnya hanya menghalangi umat Islam menemukan petunjuk al-Qur’an.
Kesibukan mempelajarinya telah memalingkan mereka dari intan dan mutiara yang
terkandung dalam al- Qur’an. Abu Zahrah mengatakan israiliyat harus dibuang karena tidak
berguna dalam memahami al-Qur’an. Bahkan al-Biqa’i berargumentasi dengan israiliyyat
adalah sesuatu yang mungkar.
Materi tentang israiliyat tersebut sangat menarik sekali untuk dikaji sehingga menghasilkan
sebuah diskusi yang hangat, kemudian kuliah berlanjut menjawab quiz 2.
3. Jelaskan proses munculnya kisah-kisah israiliyat dalam masyarakat muslim; dan berikan
satu contoh!
4. Mengapa dalam sebagian kitab tafsir mengandung unsur-unsur israiliyat; sementara tafsir
yang lain menolaknya!
PERTEMUAN KE-4
Pada pertemuan ini Bapak Dr. Hasan Basri membagikan tugas dan jadwal presentasi
makalah studi al-Qur’an kepada setiap mahasiswa melalui google classroom.
PERTEMUAN KE-5
Pada kesempatan ini, Dicki Afriandi bertindak sebagai pemakalah pertama dengan
judul ‘Sejarah Pemeliharaan dan Pemurnian Al-Qur’an; Upaya Koleksi dan Kodifikasi
Mushhaf Al-Qur’an.” Setelah diskusi, maka berdasarkan paparan pemakalah dalam
menjelaskan materi, dan penguatan dari dosen maka dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
PERTEMUAN KE-6
Pada kesempatan ini, Fauziah yang bertugas menjadi pemakalah dengan judul “ Ilmu
Asbabun Nuzul Dalam Interpretasi Al-Qur’an.” Setelah diskusi via classroom, kemudian
mempresentasikan materi melalui meet dengan menggunakan power point. Berdasarkan
paparan tersebut, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Asbabun nuzul sebenarnya merupakan bagian dari biografi Nabi dan kondisi sosio-historis
yang melingkupi umat Islam waktu zaman Nabi. Sebuah peristiwa adalah produk dari kondisi
sosio-historis maka pengertian asbab al-nuzul tidak hanya terbatas pada peristiwa spesifik
yang melatar belakangi turunnya wahyu, tetapi mencakup kondisi sosial yang melatar
belakangi sebuah peristiwa.
2. Untuk menentukan asbabun nuzul suatu ayat memerlukan penelitian yang cukup
mendalam. Hal ini penting untuk dapat mengambil informasi historis yang memiliki validitas
otentitas tinggi. Sumber yang valid adalah hadits-hadis shahih atau berita-berita dari sahabat
yang menyaksikan turunnya suatu ayat dan yang memiliki kesinambungan sanad
periwayatan.
3. Fungsi asbabun nuzul begitu besar dalam memahami makna yang terkandung dalam suatu
ayat karena asbabun nuzul merupakan bentuk adanya dialog antara teks (ayat) dengan relaitas
kesejarahan. Realitas kesejarahan inilah yang kemudian memproduksi makna, disamping
menjadi sumber pengetahuan sejarah tentang masyarakat dan budaya Arab pada masa nabi
dan sebelumnya sehingga asbabun nuzul menjadi bagian penting dalam ilmu sejarah.
4. Asbabun Nuzul adalah suatu konsep, teori, atau berita tentang sebab-sebab turunnya
wahyu tertentu dari Al-Qur’an kepada nabi Muhammad, baik berupa satu ayat maupun
rangkaian ayat. Adapun Fungsi Asbabun Nuzul antara lain:
Membawa kepada pengetahuan tentang rahasia dan tujuan Allah secara khusus
mensyari’atkan agama-Nya melalui al-Qur’an.
Membantu dalam memahami ayat dan menghindarkan kesulitannya.
Dapat menolak dugaan adanya Hasr (pembatasan).
Dapat mengkhususkan (takhsis) hukum pada sebab menurut ulama yang memandang
bahwa yang mesti diperhatikan adalah kekhususan sebab dan bukan keumuman lafal.
PERTEMUAN KE-7
Makalah dipresentasikan oleh Maimun Sari dengan tema “Ilmu Nasikh dan Mansukh:
Perbedaan Pendapat dan Problematikanya.” Berdasarkan makalah yang sudah
dipresentasikan tersebut maka dapat di ambil poin-poin sebagai berikut:
a) Nasikh-mansukh tidak dapat dipisahkan dari sifat turunnya al-Qur’an itu sendiri dan
tujuan yang ingin dicapainya.
b) Turunnya kitab suci al- Qur’an tidak terjadi sekaligus, tapi secara mutawatir atau
berangsur-angsur dalam kurun waktu 20 tahun lebih. Hal demikian memang
dipertanyakan orang ketika itu, lalu Al-Qur‟an sendiri menjawab, pentahapan itu untuk
pemantapan, khususnya di bidang hukum. Hukum-hukum itu mulanya bersifat
kedaerahan, kemudian secara bertahap diganti Allah dengan yang lain, sehingga bersifat
universal. Demikianlah Sunnah al-Khaliq diberlakukan terhadap perorangan dan bangsa-
bangsa dengan sama.
c) Naskh adalah undang-undang alami yang lazim, baik dalam bidang material maupun
spiritual, seperti proses kejadian manusia dari unsur-unsur sperma dan telur kemudian
menjadi janin, lalu berubah menjadi anak, kemudian tumbuh menjadi remaja, dewasa,
kemudian orang tua dan seterusnya. Setiap proses peredaran (keadaan) itu merupakan
bukti nyata, dalam alam ini selalu berjalan proses tersebut secara rutin. Logikanya,
apakah Allah Yang Maha Bijaksana langsung membenahi bangsa Arab yang masih
dalam proses permulaan itu, dengan beban-beban yang hanya patut bagi suatu bangsa
yang telah mencapai kemajuan dan kebudayaan yang tinggi. Kalau pikiran seperti ini
tidak akan diucapkan seorang yang berakal sehat, maka bagaimana mungkin hal
semacam itu dilakukan Allah Yang Maha Bikajaksana, memberikan beban kepada suatu
bangsa yang masih dalam proses pertumbuhannya dengan beban yang tidak akan bisa
dilakukan melainkan oleh suatu bangsa yang telah menaiki jenjang kedewasaannya.
PERTEMUAN KE-8
PERTEMUAN KE-9
Presentasi pada pertemuan kali ini oleh Rifki dengan judul makalah “ Ilmu I’jazul
Qur’an: Fungsinya dalam Menyingkap Keistimewaan Al-Qur’an”, seperti biasa setelah
berdiskusi melalui G-classroom kemudian pemaparan materi berlanjut via G-meet. Mungkin
presentasi kali ini agak berbeda karena adanya moderator yang menjadi penengah selama
diskusi berlangsung. Yang bertindak sebagai moderator adalah Fauziah, sehingga membuat
diskusi semakin hangat dan menarik. Berdasarkan materi tersebut, maka bisa ditarik beberapa
kesimpulan:
a) Ijaz al-Quran sebagai “Suatu kejadian yang keluar dari kebiasaan, disertai dengan unsur
tantangan dan tidak akan dapat ditandingi.”
b) Terdapat 4 unsur sehingga menjadi sebab al-Qur’an itu disebut mukjizat, yaitu berupa
kejadian yang menyalahi kebiasaan, terjadi pada seorang nabi, mengandung unsur tahaddi
(tantangan) dan tidak mampu dikalahkan oleh siapapun. Dengan demikian maka 4 unsur
tersebut saling terikat dan ketergantungan, artinya tidak ada unsur yang dapat diwakili
melainkan pada kemukjizatan terdapat ke semua unsur tersebut, demikian halnya
mukjizat Al-Quran.
c) Dalam menunjukkan kemukjizatan Al-Quran, Nabi muhamamd Saw menantang orang-
orang arab (kaum kafir quraisy) untuk membuat yang serupa dengan Al-Quran. Terdapat
tiga kali tantangan yang diberikan, berupa perintah membuat semisal Al-Quran (30 Juz),
menantang untuk membuat semisal 10 surah dari Al-Quran dan tantangan membuat 1
surat yang semisal Al-Quran. Sebagaimana tercantum dalam firman Allah swt Q.S. Al-
Isra : 88, Q.S. Hud : 13, Q.S. Yunus : 38, dan diulangi tantang membuat satu surah
semisal Al-Quran, yaitu pada firman Allah, Q.S. Al-Baqarah: 23.
d) Berdasarkan peristiwa tahadi yang tercantum dalam firman Allah tersebut di atas,
membuktikan ketidakmampuan orang-orang arab untuk meniru yang serupa dengan Al-
Qur’an walaupun hanya satu surat pendek. Meskipun dicoba, namun hasilnya sungguh
tidak mengandung sastra yang indah dan bermakna. Dengan demikian, maka unsur
tahaddi dalam Al-Quran sebagai bukti kemukjizatan Al-Quran dan membungkam
kekalahan lawan yang tidak percaya terhadap kemujizatan Al-Quran.
e) Perbedaan pandangan ulama, secara umum ulama sepakat dan mengakui kemukjizatan
Al-Quran. Namun ada beberapa tokoh mu’tazilah yang menyebut kejadian tahaddi
tersebut merupakan peristiwa sharfah, yaitu disebutkan Allah memalingkan kekuatan
manusia sehingga manusia tidak mampu membuat yang serupa dengan Al-Quran, jika
bukan karena sharfah (Allah mencabut kekuatan pada manusia) pasti manusia mampu.
f) Menanggapi pandangan sharfah tersebut, itu merupakan pandangan yang kosong, berupa
alasan yang menyalahi kebenaran. Bahkan hingga paham ini telah menuduh Allah
menantang manusia berbicara, tetapi lidah orang itu duluan dipotong (dilemahkan) oleh
Allah. Dan pandangan kaum ini seolah-olah menganggap bahwa al-Quran itu bukan
mu’jiz bidzatihi melainkan mu’jiz bighairi. Padahal semua ulama sepakat bahwa Al-
Quran itu mengandung mukjizat pada zatnya, susunan bahasanya,keindahan dan
ketinggian nilai sastranya dan berbagai teori ilmiah yang dikandungnya serta
berbagaikeluarbiasaan lainnya yang tidak dapat ditandingi siapapun.
g) Mukjizat merupakan Suatu kejadian yang keluar dari kebiasaan, disertai dengan unsur
tantangan dan tidak akan dapat ditandingi.
h) Yang dinamakan dengan mukjizat al-Quran adalah kelebihan-kelebihan yang ada di
dalam al-Quran itu sendiri sebagai bukti kebenaran, sedangkan kebenaran yang datang
dari luar al-Quran bukanlah termaksuk mukjizat Al-Quran.
i) Terdapat 4 unsur mukjizat al-Qur’an yaitu : Berupa kejadian yang menyalahi kebiasaan
terjadi, pada diri seorang nabi, mengandung unsur tahaddi (tantangan), dan tidak mampu
dikalahkan oleh siapapun.
j) I’jaz dapat dibagi kedalam dua bagian, yaitu mukjizat yang bersifat material indrawi lagi
yang tidak kekal, dan mukjizat imaterial logis lagi yang dapat dibuktikan kebenarannya
sepanjang masa.
k) Mukjizat nabi-nabi terdahulu adalah tergolong dalam mukjizat jenis pertama,yaitu
material indrawi, dapat disaksikan atau dijangkau langsung melalui indra.
l) Adapun segi-segi kemukjizatan al-Quran yaitu pada gaya bahasa, susunan kalimat,
hukum ilahi yang sempurna, ketelitian redaksi, berita tentang hal ghaib dan isyarat-isyarat
ilmiah.
PERTEMUAN KE-10
Pada pertemuan ini, makalah dipresentasikan oleh Siti Aqlima dengan judul “Ilmu
tafsir al-Qur’an: Sejarah dan Urgensinya.” Berdsarkan materi yang sudah dibahas secara
diskusi maka dapat dipetik beberapa poin penting sebagai berikut:
a) Kata Tarjamah dalam tuturan bahasa Arab meliputi berbagai makna bahkan pengertian
kata, ini sering dikaitkan pada situasi dimana kata itu diucapkan. Namun secara ‘urf’
(umum) dapatlah kiranya diketahui bahwa terjemah, yaitu memindahkan suatu kalam
(pembicaraan) dari suatu bahasa ke dalam bahasa yang lain dan mengungkapkan suatu
pengertian dengan suatu kalam yang lain dalam bahasa yang lain, dengan memenuhi arti
dan maksud yang terkandung di dalam pengertian tadi.
b) Dari berbagai penjelasan tentang pengertian tafsir, maka dapat diambil kesimpulan
bahwa:
Tafsir dalam arti sempit menerangkan lafadz-lafadz ayat dan i’rabnya serta
menerangkan segi-segi sastera susunan al-Qur’an, dan isyarat-isyarat ilmiahnya.
Pengertian tafsir semacam ini lebih banyak merupakan penerapan kaidah-kaidah
bahasa saja, daripada penafsiran dan penjelasan kehendak Allah SWT. dan petunjuk
Nya.
Tafsir dalam arti luas menjelaskan petunjuk-petunjuk al-Qur’an, dan ajaran-ajaran
hukum serta hikmah Allah SWT. Di dalam mensyari’atkan hukum-hukum kepada
umat manusia dengan cara yang menarik hati, membuka jiwa, dan mendorong manusia
untuk mengikuti petunjuk-Nya.
c) Maka berdasarkan uraian di atas dapat ditarik suatu pemahaman, bahwa tafsir adalah:
usaha yang bertujuan menjelaskan makna ayat-ayat al-Qur’ān atau lafadz-lafadznya agar
hal-hal yang tidak jelas menjadi jelas, yang samar-samar menjadi terang, yang sulit
dipahami menjadi mudah di pahami, sehingga al-Qur-an sebagai pedoman dalam hidup
dan kehidupan sehari-hari agar tercapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
d) Kata tafsir dapat juga berarti al-tafsirah, yakni alat-alat kedokteran yang khusus
dipergunakan untuk mendeteksi segala penyakit yang diderita oleh seseorang pasien.
Maka tafsirah dapat menyingkap makna yang tersimpan dalam kandungan ayat-ayat al-
Qur’ān.
e) Dalam mu’jam lisanul arab disebutkan bahwa kata “al-tafsir” berarti menyingkap maksud
suatu lafadz yang musykil.
f) Takwil adalah mengembalikan sesuatu pada maksud yang sebenarnya atau memalingkan
makna lahir ke makna batin lafazh karena ada indikasi untuk itu.
g) Tarjamah merupakan mengalih bahasakan Al-Qur’an ke dalam bahasa lain, seperti bahasa
Indonesia, bahasa Inggris dan lain-lain.
h) Tafsir secara bahasa (etimologis), kata tafsir dalam bahasa arab berarti al-Idhah
(penjelasan) atau al-tabyin (keterangan). Adapun pengertian tafsir secara istilah
(terminologi), menurut Badruddin Al-Zarkasyi: Tafsir ialah ilmu yang dengannya dapat
dipahami kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. dan dengannya
dapat dijelaskan makna-maknanya serta dikeluarkan hukum-hukum dan hikmah-
hikmahnya.
i) Ta’wil Secara bahasa (etimologis), Ta’wil adalah al-ruj’, al-tadbir, al-taqdir, atau al-
tafsir. Ta’wil bisa berarti: kembali, merenung, memperkirakan atau menjelaskan”.
Sedangkan makna ta’wil secara istilah yaitu: Ta’wil menurut ulama Muta’akkhirin dari
kalangan Ulama Fiqh, Ulama Kalam, Hadits, dan Tasawwuf, menurut mereka adalah:
“Mengarahkan lafadh dari maknanya yang lebih unggul pada makna yang samar (lemah)
PERTEMUAN KE-11
1. Terdapat empat metode yang digunakan oleh para mufassir dalam menafsirkan al-
Qur’an, diantaranya adalah:
Metode tahlily yang merupakan penafsiran ayat al-Quran dengan cara berusaha
menerangkan arti ayat-ayat al-Qur’an dengan berbagai seginya, berdasarkan urutan
ayat dan surah dalam al- Qur’an dengan menonjolkan pengertian dan kandungan lafaz-
lafaznya.
Metode ijmali, yaitu penafsiran al-Qur’an dengan cara menjelaskan ayat-ayat al-
Qur’an dengan singkat dan global, yaitu penjelasannya tanpa uraian atau penjelasan
yang panjang dan lebar.
Metode muqarran yaitu metode yang digunakan oleh mufassir dengan cara memahami
satu ayat atau lebih kemudian membandingkan dengan ayat lain.
Metode maudhu’I yaitu metode yang membahas ayat-ayat al-Qur’an sesuai dengan
tema atau judul yang telah ditetapkan.
2. Sementara corak dalam penafsiran al-Qur’an terbagi menjadi enam corak yang secara
keseluruhan sangat penting dan memiliki kelebihan satu sama lain. Diantaranya ada
corak penafsiran lughawi, corak penafsiran ilmiah, corak penafsiran fiqih, corak
penafsiran filsafat, corak penafsiran tasawuf dan corak al- Adabi wa al-Ijtima’i.
3. Mazhab dalam penafsiran al-Qur’an juga tidak kalah penting, dan para mufassir sering
kali berbeda mazhab dalam menafsirkan al-Qur’an.
4. Ada tiga mazhab yang termasyhur dan paling sering digunakan oleh para mufassir,
diantaranya mazhab Tafsir bil riwayat (bil ma’tsur), Tafsir bi al-Dirayah (tafsir bi ar-
Ra’yi), dan Tafsir bi al-isyarah.
5. Dengan adanya metode, corak dan mazhab dalam penafsiran al-Qur’an memungkinkan
adanya kemudahan bagi para mufassir dan juga sekaligus bagi umat manusia dalam
membaca kitab tafsir al-Qur’an, sehingga bisa meminimalisir adanya penyimpangan-
penyimpangan dalam tafsir al-Qur’an.
6. Dalam menafsirkan al-Qur’an para mufassir juga sangat dituntut untuk menguasai ilmu
bahasa Arab dan seluk beluknya, seperti ilmu balaghah, nahwu, saraf dan lain
sebagainya.
7. Para mufassir juga harus menghindari adanya pencampuran kisah israiliyah dalam tafsir
al-Qur’an sehingga penyimpangan tafsir al-Qur’an dapat terhindarkan.
8. Dalam penafsiran al-Qur’an pun tidak luput dari adanya penyimpangan. Penyimpangan
tersebut dikarenakan beberapa faktor, diantaranya penghilangan sanad-sanad, lebih
mengikuti al-mutashabihat dan mengabaikan al-mukhamat, munculnya beragam mazhab
dan ambisi pribadi dan kelompoknya, adanya kisah- kisah israiliyat, dan berbagai faktor
lainnya.
PERTEMUAN KE-12
Kuliah studi al-Qur’an berlangsung seperti biasa. Pada kesempatan ini, yang bertugas
sebagai pemakalah adalah Uswatun Hasanah dengan judul “Ilmu Amtsalil Qur’an:
Menyingkapi Hikmah Perumpamaan Dalam Al-Qur’an.” Poin-poin penting yang dapat
diambil dari pemaparan materi tersebut adalah:
a) Amtsalil quran merupakan ungkapan perumpamaan yang indah, singkat dan menarik
yang mengena dalam jiwa, baik dengan bentuk tasybih maupun majaz mursal (ungkapan
bebas).
b) Allah menggunakan banyak perumpamaan dalam Al-Quran agar manusia
memperhatikan, memahami, mengambil pelajaran, berpikir dan selalu mengingat.
Sayangnya, perumpamaan yang ada di dalam Al-Quran tidak selalu membuat manusia
langsung mengerti, melainkan tetap ada yang mengingkarinya. Maka dibutuhkan ilmu
Amtsalul Quran.
c) Amtsal Quran penting untuk memotivasi orang agar mengikuti perbuatan baik seperti
apa yang digambarkan dalam amtsal, menghindarkan diri dari perbuatan negatif.
d) Amtsal lebih berpengaruh pada jiwa, lebih efektif dalam memberikan nasihat, lebih kuat
dalam memberikan peringatan dan lebih dapat memuaskan hati.
e) Dalam Al-Quran Allah swt banyak menyebut amtsal untuk peringatan dan laporan dapat
diambil ibrahnya.
f) Amtsal adalah bentuk jamak dari matsal. Kata matsal (perumpamaan), mitsil (serupa)
dan matsil adalah sama dengan syabah, syibh dan syabih, baik lafaz maupun maknanya.
Kata matsal digunakan pula untuk menunjukkan arti “keadaan” dan “kisah yang
menakjubkan” . dengan pengertian inilah ditafsirkan kata-kata matsal dalam sejumlah
ayat.
g) Di dalam matsal seperti halnya di dalam tasybih, haruslah terkumpul empat unsur yaitu:
Ada yang disempurnakan (musyabbah)
Ada asal ceritanya (musyabbah bih)
Ada persamaannya (wajhul musyabbah)
Ada alat tasybih
h) Adapun macam-macam amtsal ada tiga, yaitu: amtsal musrrahah, amtsal kaminah dan
amtsal mursalah. Dalam amtsalul quran terdapat sighat, yaitu: sighat tasybih jelas, sighat
tasybih terselubung, sighat majaz mursal, sighat majaz murakkab, sighat isti’arah
tamtsiliyah.
PERTEMUAN KE-13
Kuliah berlangsung seperti biasa dengan tema makalah yang berjudul “Ilmu
Fawatihus Suwar: Menelusuri Pembuka Surat Dalam Al-Qur’an” dipresentasikan oleh
Wardiana, Maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
PERTEMUAN KE-14
Kuliah berlangsung seperti biasa melalui diskusi via G-Meet. Berhubung setiap tugas
makalah sudah dipresentasikan oleh semua mahasiswa. Melalui diskusi ini Bapak Hasan
mengarahkan supaya mahasiswa sudah mulai memikirkan tentang proposal thesis, sekurang-
kurangnya sudah ada masalah yang akan ditulis dengan judul tulisan, dengan begitu sudah
bisa diajukan nantinya. Dan beliau juga memberikan berbagai gambaran tentang penulisan
thesis ke depannya sehingga memotivasi mahasiswa.
PERTEMUAN KE-15
Kuliah tetap berlangsung seperti sedia kala tetapi tidak ada lagi tatap muka secara G-
Meet, Bapak Dr. Hasan Basri memberikan tugas kuliah yaitu
Alhamdulillahirabbil a’lamin, puji syukur ke hadhirat Allah Zat Yang Maha Tinggi,
Yang Nyata dan Esa, Pencipta Yang Maha Tahu segala ilmu. Berkat rahmat dan
pertolongannya-Nya, sehingga tugas kuliah “Studi Al-Qur’an” yang berjudul “Review Hasil
Kuliah” dapat diselesaikan. Tidak lupa salawat dan salam selalu tercurahkan kepada
Terima kasih kepada bapak dosen mata kuliah Studi Al-Qur’an , yaitu Bapak Dr. H.
Hasan Basri, MA yang telah membimbing kami selama satu semester ini dalam proses
Classromm dan tatap muka via Google Meet kami tetap berharap ilmu yang kami dapatkan di
bawah bimbingan Bapak Dr. Hasan Basri, MA menjadi berkah. Amin Ya Rabbal A’lamin…
Penulis menyadari tugas kuliah yang bertemakan “Review Hasil Kuliah” banyak
ditemukan kekurangan dalam penulisan baik dari segi penyusunan kata maupun kalimat.
Penulis sangat terbuka dalam menerima kritik dan saran yang membangun dari semua Bapak,
Fauziah