SEMESTER III
A. Latar Belakang
Al-Qur’an merupakan pedoman pertama dan utama bagi umat Islam. al-
Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab, namun yang menjadi masalah dan pangkal
perbedaan adalah kapasitas manusia yang sangat terbatas dalam memahami al-
Qur’an. Karena pada kenyataannya tidak semua yang pandai bahasa Arab,
sekalipun orang Arab sendiri,mampu memahami dan menangkap pesan Ilahi yang
terkandung di dalam al-Qur’an secara sempurna. Terlebih orang ajam (non-Arab).
Bahkan sebagian para sahabat nabi, dan tabi’in yang tergolong lebih dekat kepada
masa nabi, masih ada yang keliru menangkap pesan al-Qur’an.
Kesulitan-kesulitan itu menyadarkan para sahabat dan ulama generasi
berikutnya akan kelangsungan dalam memahami al-Qur’an. Mereka merasa perlu
membuat rambu-rambu dalam memahami al-Qur’an. Terlebih lagi penyebaran
Islam semakin meluas, dan kebutuhan pada pemahaman al-Qur’an menjadi sangat
mendesak. Hasil jerih payah para ulama itu menghasilkan cabang ilmu al-Qur’an
yang sangat banyak. Adanya permasalahan tersebut menjadi urgensi dari ilmu-
ilmu al-Qur’an sebagai sarana menggali pesan Tuhan, serta untuk mendapat
pemahaman yang benar terhadap al-Qur’an.
PEMBAHASAN
Ulumul Qur’an berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua kata
penyusun, yaitu ‘Ulum dan al-Qur’an. Kata ‘Ulum sendiri merupakan bentuk
jamak dari kata ‘ilm. ‘Ulum berarti al-fahmu wa al-ma’rifat (pemahaman dan
pengetahuan). Sedangkan, ‘Ilm yang berarti al-fahmu wa al-idrak (paham dan
menguasai)1 Sebelum melangkah ke pengertian Ulumul Qur’an, perlu terlebih
dahulu mengetahui apa hakikat dari al-Qur’an itu sendiri. Kata al-Qur'an berasal
dari bahasa Arab merupakan akar kata dari qara’a (membaca). Pendapat lain
bahwa lafal al-Quran yang berasal dari akar kata qara'a juga memiliki arti al-
jam'u (mengumpulkan dan menghimpun). Jadi lafal qur’an dan qira'ah memiliki
arti menghimpun dan mengumpulkan sebagian huruf-huruf dan kata-kata yang
satu dengan yang lainnya.2
Pengertian al-Qur’an menurut Quraish Shihab secara harfiah berarti bacaan
sempurna3, al-Qur’an berarti bacaan atau yang dibaca. Makna al-Qur’an sebagai
bacaan sesuai dengan firman Allah Swt. dalam QS. al-Qiyamah/75: 17-18;
1
Achmad Abubakar, La Ode Ismail Ahmad, and Yusuf Assagaf, ‘Ulumul Qur’an :
Pisau Analisis Dalam Menafsirkan Al-Qur’an - Repositori UIN Alauddin Makassar’, Semesta
Aksara, 2019.
2
Abubakar, Ahmad, and Assagaf. ‘Ulumul Qur’an.., h. 4
3
Muhammad Quraish Shihab, Wawasan Al Quran: Tafsir Maudhu’i, Cet. VIII
(Bandung: Mizan, 1998). h.
4
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran Tajwid Dan Terjemahnya
Dilengkapi Dengan Ashabul Nuzul Dan Hadits Sahih
Dalam ayat tersebut bacaan merujuk kepada al-Qur’an. Adapun secara
Artinya :al-Qur’an adalah firman Allah Swt, yang mengandung mukjizat, yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, yang tertulis dalam mushaf,
diriwayatkan secara mutawatir yang merupakan ibadah bagi yang membacanya.
2. Imam Jalal al-Din al-Suyuthi mengemukakan definisi al-Qur’an ialah firman Allah
swt. yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. sebagai mukjizat, walaupun
hanya dengan satu surah daripadanya.
3. Mardan mendefinisikan al-Qur’an yang lebih luas, ia mendefinisikan al-
Qur’an yaitu firman Allah swt. yang mengandung mukjizat, yang diturunkan
kepada penutup para nabi dan Rasul dengan perantara malaikat Jibril as., yang
tertulis dalam mushaf disampaikan secara mutawatir yang dianggap sebagai
ibadah bagi yang membacanya, yang dimulai dengan surah al-Fatihah dan
ditutup dengan surah al-Nas.6
4. Muhammad ‘Abd al-Rahim mengemukakan bahwa al-Qur’an adalah kitab
samawi yang diwahyukan Allah Swt. kepada Rasul-Nya, Muhammad saw.
penutup para nabi dan rasul melalui perantaraan Jibril yang disampaikan
kepada generasi berikutnya secara mutawatir (tidak diragukan), dianggap
ibadah bagi orang yang membacanya.
5
Ahmad Abubakar, ‘Modul I Pembelajaran Ulumul Qur’an’, UIN Alauddin Makassar,
2018,
6
Mardan, Al-Qur’an: Sebuah Pengantar Memahami Al-Qur’an, Cet. I (Jakarta: Mapan,
2009). h. 29.
3. Berbahasa Arab;
4. Diterima secara mutawatir;
5. Ditulis dalam sebuah mushaf;
6. Membacanya bernilai ibadah;
7. Sebagai bentuk peringatan, petunjuk, tuntunan, dan hukum yang digunakan
umat manusia untuk sebagai pedoman untuk menggapai kebahagiaan hidup di
dunia dan di akhirat.
Terjemahnya: “Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh
dengan berkah supaya mereka memperlihatkan ayat-ayat-Nya dan supaya
mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran”8
7
Departemen Agama Republik Indonesia. Al-Quran Tajwid.., h. 273.
8
Departemen Agama Republik Indonesia. Al-Quran Tajwid.., h. 455
Qur’an baik secara umum seperti ilmu-ilmu agama Islam dan bahasa Arab, dan
secara khusus adalah kajian tentang al-Qur’an seperti sebab turunnya al-Qur’an,
Nuzul al-Qur’an, nasikh mansukh, I’jaz, Makki Madani, dan ilmu-ilmu lainnya.9
Ulumul Qur’an secara terminologi oleh ulama didefinisikan sebagai
berikut 10:
1. Imam al-Zarqani
2. Manna’ al-Qaththan
3. Imam al-Suyuthi
9
Rusydi Khalid, Mengkaji Ilmu-Ilmu Al-Qur’an (Makassar: Alauddin University Press, 2011). h. 1
10
Khalid. Mengkaji Ilmu.., h. 2
Artinya: Ilmu yang membahas keadaan Kitab al-Qur’an dari aspek turunnya,
sanadnya, adabnya, lafaz-lafaznya, makna-maknanya yang berkaitan dengan
hukum dan selainnya.
Ruang lingkup pembahasan Ulumul Qur’an pada dasarnya luas dan sangat
banyak karena segala aspek yang berhubungan dengan al-Qur’an, baik berupa
ilmu agama seperti tafsir, ijaz, dan qira'ah, maupun ilmu-ilmu bahasa Arab seperti
ilmu balaghah dan ilmu irab al-Qur’an adalah bagian dari Ulumul Qur’an. Di
samping itu, banyak lagi ilmu-ilmu yang terangkum di dalamnya. As-Suyuthi
dalam kitab al-Itqan misalnya, menguraikan sebanyak 80 cabang Ulumul Qur’an.
Dari tiap- tiap cabang terdapat beberapa macam cabang ilmu lagi. Bahkan
menurut Abu Bakar Ibn al-Arabi sebagaimana dikutib as-Suyuthi, Ulumul Qur’an
itu terdiri dari 77.450 cabang ilmu. Hal ini didasarkan kepada jumlah kata yang
terdapat dalam al-Qur’an, dimana tiap kata dikalikan empat. Sebab, setiap kata
dalam al-Qur’an mengandung makna dzahir, batin, terbatas, dan tidak terbatas.
Namun, menurut Hasbi ash-Shidiqie (1904-1975 M), berbagai macam
pembahasan Ulumul Qur'an tersebut pada dasarnya dapat dikembalikan kepada
beberapa pokok bahasan saja, antara lain:
1. Nuzul. Aspek ini membahas tentang tempat dan waktu turunnya ayat atau surah al-
Qur’an. Misalnya: makkiyah, madaniyah, safariyah, hadhariah, nahariyah,
syita'iyah, lailiyah, shaifiyah, dan firasyiah. Pembahasan ini juga meliputi hal yang
menyangkut asbab an-nuzul dan sebagainya.
2. Sanad. Aspek ini meliputi hal-hal yang membahas sanad yang mutawatir,
syadz, ahad, bentuk-bentuk qira'at (bacaan) Nabi, para penghapal dan
periwayat al-Qur’an, serta cara tahammul (penerimaan riwayat).
3. Ada’ al-Qira'ah. Aspek ini menyangkut tata cara membaca al-Qur'an seperti
waqaf, ibtida', madd, imalah, hamzah, takhfif, dan idgham.
4. Aspek pembahasan yang berhubungan dengan lafazh al-Qur’an, yaitu tentang
gharib, mu'rab, musytarak, majaz, muradif, isti'arah, dan tasybih.
5. Aspek pembahasan makna al-Qur’an yang berhubungan dengan hukum,
misalnya ayat yang bermakna 'amm dan tetap dalam keumumannya, ‘amm
yang dimaksudkan khusus, 'amm yang dikhususkan oleh sunnah, nash, zhahir,
mujmal, mufashshal, mafhum, manthuq, muthlaq, muqayyad, muhkam,
mutasyabih, musykil, nasikh mansukh, mu'akhar, muqaddam, ma'mul pada
waktu tertentu, dan ma'mul oleh seorang saja.
6. Aspek Pembahasan makna al-Qur’an yang berhubungan dengan lafazh, yaitu
fashl, washl, ithnab, ijaz, musawah, dan gashr.11
Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa secara garis besar
pokok bahasan Ulumul Qur'an terbagi menjadi dua aspek utama, yaitu: Pertama,
ilmu yang berhubungan dengan riwayat semata-mata, seperti ilmu yang
mempelajari tentang jenis-jenis bacaan (qira'at), tempat dan waktu turun ayat-
ayat atau surah al-Qur’an (makkiah-madaniah), dan sebab-sebab turunnya al-
Qur’an (asbab an-nuzul). Kedua, yaitu ilmu yang berhubungan dengan dirayah,
yakni ilmu yang diperoleh dengan jalan penelaahan secara mendalam, misalnya
pemahaman terhadap lafazh yang gharib (asing) serta mengetahui makna ayat-
ayat yang berkaitan dengan hukum.
Ulumul Qur'an tidak lahir sekaligus sebagai ilmu yang terdiri dari berbagai
macam cabang. Ulumul Qur'an menjadi suatu disiplin ilmu melalui proses
pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan kesempatan dan kebutuhan untuk
membenahi al-Qur’an dari segi keberadaan dan pemahamannya. 12 Oleh karena itu,
11
Anshori Lal, ‘Ulumul Qur’an “Kaidah-Kaidah Memahami Firman Tuhan”’, Jakarta:
PT Raja Grafindo, 2016. h. 4
12
Abdul Wahid Ramli, ‘Ulumul Qur‟ An’ (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002). h. 4
sebagai seorang muslim perlu untuk mempelajari sejarah ulumul Qur’an dimana
az-Zarqani mengklasifikasikan sejarah Ulumul Qur’an menjadi tiga tahap
3. Masa Kodifikasi
Kemudian datanglah masa kodifikasi. Di era ini, berbagai kitab tentang
Ulamul Qur'an pun ditulis dan dikodifikasikan. Namun, poin yang menjadi
prioritas utama para ulama dimasa itu adalah ilmu tafsir, karena ilmu ini dianggap
memiliki fungsi yang sangat vital dalam proses pemahaman dan penjelasan isi al-
Qur’an. Adapun para penulis pertama dalam bidang tafsir adalah Syu'bah bin al-
Hajjaj (160 H), Wali bin al-Jarrah (197 H) dan Sufyan bin Uyainah (198 H).
Tafsir- tafsir mereka berisi tentang pandangan dan pendapat para sahabat dan
tabi'in. Hal ini menunjukkan betapa besarnya perhatian dan semngat para ulama
untuk memahami dan menggali makna-makna yang terkandung dalam al-
Qur’an.14
Kemudian pada abad ke-3 Hijriyah muncul tokoh tafsir pertama yang
membentangkan berbagai pendapat dan mentarjih sebagiannya. Ia adalah Ibnu
Jarir at-Thabari (310 H) dengan kitabnya, Jami' al-Bayan fi Tafsir Ayi al-Qur'an.
Kemudian proses penulisan tafsir ini terus berlangsung hingga saat sekarang
dengan model dan karakter yang berbeda-beda antara satu masa dengan masa
yang lainnya.
Adapun terkait dengan cabang Ulumul Qur’an, ada beberapa ulama yang
tercatat sebagai pioner dalam proses kodifikasi, antara lain:
a. Abad ke-2 Hijriyah antara lain:
1) Hasan al-Basri (w.110 H) mengarang kitab yang berkaitan dengan
Qira'at.
2) Atha' bin Abi Rabah (w.114 H) menyusun kitab Gharib al-Qur'an.
3) Qatadah bin Di'amah as-Sadusi (w.117 H) berkaitan dengan Nasikh
Mansukh.
14
Abd Salim, Mardan Mardan, and Achmad Abu Bakar, ‘Metodologi Penelitian
Tafsir Maudu’i’ (Pustaka Arif Jakarta, 2012). h.vi
b. Abad ke-3 Hijriyah, antara lain:
1) Abu Ubaid al-Qasim bin Salam (w.224 H) yang berkaitan dengan
nasikh mansukh.
2) Ali bin al-Madini (w.234 H) menulis kitab tentang Asbab an-Nuzul.
3) Ibnu Qutaibah (w. 276 H) menulis Ta'wil Musykil al-Qur’an dan
Tafsir Gharib al-Qur’an.
c. Abad ke-4 Hijriyah antara lain:
1) Abu Ishaq az-Zajjaj (w. 311 H) menulis tentang I'rab al-Qur’an.
2) Ibnu Darastuwiyah (w.330 H) menulis tentang I'jaz al-Qur'an.
3) Abu Bakar as-Sajistani (w.330 H) menulis Tafsir Gharib al-Qur’an.
4) Abu Bakar al-Bagillani (w.303 H) menulis tentang I'jaz al-Qur'an.
d. Abad ke-5 Hijriyah antara lain:
1) Ali bin Ibrahim bin Sa'id al-Hufi (w.430 H) menulis tentang I'rab
al- Qur'an.
2) Al-Mawardi (w.450 H) menulis Amtsal al-Qur’an.
Itulah beberapa karya dalam bidang Ulumul Qur’an di era ini. Sebagian
kitab-kitab di atas ditulis untuk dijadikan sebagai materi mata kuliah di perguruan
tinggi atau universitas-universitas Islam. Dengan beredar dan diterapkannya
Ulumul Qur’an sebagai salah satu mata kuliah di perguruan tinggi Islam maka
diharapkan perhatian umat Islam terhadap al-Qur’an terus berlanjut, sehingga al-
Qur’an dapat terus terpelihara dengan baik hingga akhir zaman sebagaimana janji
A. Kesimpulan