Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam makalah yang akan kami sampaikan yakni nuzulul quran dan asbabun
nuzul quran membahas tentang pengertian-pengertian nuzulul quran dan asbabun
nuzul yang mengenai turunnya al-quran serta sebab-sebab turunnya alquran. Al
quran adalah bacaan atau himpunan. Di dalamnya terhimpun ayat yang
menjelaskan berbagai perkara meliputi soal tauhid, ibadat, jinayat, muamalat,
sains teknologi dan sebagainya. Perlunya mengetahui asbabun nuzul, al-wahidi
berkata: ”tidak mungkin kita mengetahui penafsiran ayat al-qur’an tanpa
mengetahui kisahnya dan sebab turunnya ayat adalah jalan yang kuat dalam
memahami makna Al-qur’an”. Ibnu Taimiyah berkata: mengetahui sebab turu
ayat membantu untuk memahami ayat Al-qur’an. Sebab pengetahuan tentang
“sebab” akan membawa kepada pengetahuan tentang yang disebabkan (akibat).

Namun sebagaimana telah diterangkan sebelumnya tidak semua Al-qur’an


harus mempunyai sebab turun, ayat-ayat yang mempunyai sebab turun juga tidak
semuanya harus diketahui sehingga, tanpa mengetahuinya ayat tersebut bias
dipahami, ahmad adil kamal menjelaskan bahwa turunnya ayat-ayat al-qur’an
melalui tiga cara:Pertama ayat-ayat turun sebagai reaksi terhadap pertanyaan yang
dikemukakan kepada nabi. “Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh.
Katakanlah: "Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi
pengetahuan melainkan sedikit". (QS. Al-Isra’ : 85) Al-Qur’an sendiri dalam
proses penurunannya mengalami banyakproses, yang mana dalam penurunannya
itu berangsur-angsur dan bermacam-macam nabi menerimanya.Sebagaimana
dalam perjalanan pembukuan Al-Qur’an yang mengalami hambatan sampai para
penghafal al-qu’an meninggal, maka dalam proses aplikasi nilai-nilai yang
terkandung di dalamnya juga sangat banyak kendalanya. Maka dari permasalahan
diatas tercetus dalam benak kami ingin mengulas tentang Nuzulul Qur’an dan

1
Asbab an-nuzul. Maka untuk itu pertanyaan ini akan mengantarkan pembahasan
kami tentang al-qur’an.

B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi fokus permasalahan yang akan dibahas dalam
makalah ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan Nuzulul Quran?
2. Bagaimana tahapan turunnya Al-Quran?
3. Apa hikmah turunnya Al-Quran secara berangsur-angsur?
4. Apa yang dimaksud dengan Asbab An-Nuzul?
5. Bagaimana ruang lingkup pembahasan Asbab An-Nuzul?
6. Darimana sumber dan cara mengetahui peristiwa Asbab An-Nuzul?
7. Bagaimana metode penelitian dan peranan akal Asbab An-Nuzul?
8. Apafungsi dan kegunaan Asbab An-Nuzul?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Nuzulul Quran
2. Untuk mengetahui tahapan turunnya Al-Quran
3. Untuk mengetahui hikmah turunnya Al-Quran
4. Untuk mengetahui pengertian Asbab An-Nuzul
5. Untuk mengetahui ruang lingkup pembahasan Asbab An-Nuzul
6. Untuk mengetahui sumber dan cperistiwa Asbab An-Nuzul
7. Untuk mengetahui Menelitian dan peranan akal Asbab An-Nuzul
8. Untuk mengetahui fungsi dan kegunaan Asbab An-Nuzul

D. Manfaat
Manfaat penulisan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Agar dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran oleh para mahasiswa
untuk menambah pengetahuan mereka tentang Nuzulul Al-Quran.

2
2. Agar para pembaca dapat mengetahui pengertian, tahapan turunnya al
quran, tahapan turunnya al quran dan mengetahui hikmah turunnya
alquran

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. NUZULUL QUR’AN
1. Pengertian Nuzulul Qur’an
Nuzulul Qur’an yang secara harfiah berarti turunnya Al Qur’an adalah
istilah yang merujuk kepada peristiwa penting penurunan wahyu Allah pertama
kepada nabi dan rasul terakhir agama Islam yakni Nabi Muhammad SAW. Wahyu
pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad adalah surah al-Alaq ayat 1-5.
Saat wahyu ini diturunkan, Nabi Muhammad sedang ber-tahannus (menyendiri) di
Gua Hira. Ketika itu, tiba-tiba Malaikat Jibril dating menyampaikan wahyu
tersebut.
Tidak ada malam yang sangat istimewa dalam perjalanan Islam kecuali
malam ini. Di malam inilah berkumpul kejadian-kejadian istimewa; sesuatu yang
istimewa yang sangat diperlukan sebagai penuntun umat manusia turun, yaitu
Alquran.Terjadi pelantikan dan pengukuhan manusia paling istimewa sebagai
pembawa risalah dan penjelas Alquran dan semua yang dikehendaki Allah Zat
Penguasa kehidupan, yaitu Nabi Muhammad SAW, serta dibentangkan malam
penentu keadaan yang ditaburi banyak kemuliaan yang satu malamnya bernilai
lebih baik dari seribu bulan, yaitu malam Lailatul Qadar. Turunnya Alquran tidak
hanya sebuah penegasan atas kemuliaannya dan sekaligus yang menerimanya,
yaitu Nabi Muhammad SAW,tetapi juga harus diiringi semangat untuk kembali
kepada Alquran dan sunah, mempelajari, menghayati, dan berazam
mengamalkannya.Antara Alquran dengan Nabi Muhammad SAW adalah sesuatu
yang tidak bisa dipisah.
Bahkan, jika ingin mengetahui bagaimana Alquran dalam penerapan
terbaik, jawabannya ada pada diri Nabi Muhammad SAW. Karena itu, Nuzulul
Quran harusnya dimaknai sebagai upaya untuk kembali mempelajari Alquran dan
semua sirah Nabi. Kehadiran Nabi adalah penjelas dan penerjemah paling benar
terkait informasiinformasi Alquran. Bahkan, ada yang menyebut kalimat
sederhana terkait Alquran, Nabi Muhammad SAW adalah Alquran yang berjalan.

4
Memperingati Nuzulul Quran berarti sesungguhnya bersiap kembali
menghidupkan Alquran dan sunah Nabi. Tiada hari dalam Ramadhan dan selepas
Ramadhan kecuali bersama Alquran dan sunah Nabi SAW.
Menurut bahasa, kata Al-Qur’an adalah bentuk masdar dari kata kerja iqro
yang berarti bacaan. “Quran” menurut pendapat yang paling kuat seperti yang
dikemukakan Dr. Subhi Al Salih berarti “bacaan”, asal kata qara’a. Kata Al
Qur’an itu berbentuk masdar dengan arti isim maf’ul yaitu maqru’ (dibaca).
Karena Al-Qur’an bukan saja harus di baca oleh manusia, tetapi juga karena
dalam kenyataannya selalu dibaca oleh yang mencintainya. Baik pada waktu
shalat maupun di luar shalat. Di dalam Al Qur’an sendiri ada pemakaian kata
“Qur’an” dalam arti demikian sebagai tersebut dalam ayat 17, 18 surah (75) Al-
Qiyaamah : Artinya: ‘Sesungguhnya mengumpulkan Al Qur’an (didalam dadamu)
dan (menetapkan) bacaannya (pada lidahmu) itu adalah tanggunggan kami.
Karena itu jika kami telah membacakannya, hendaklah kamu ikut bacaannya”.
Tujuan nuzulul Quran yaitu memberikan Petunjuk kepada semua makhluk
ke jalan yang lurus, sebagai adanya targhib dan tarhib, untuk dapat melaksanakan
syari’at Allah SWT. Sebagai Jawaban terhadap pertanyaan dan juga penjelasan
bagi mereka, seperti turunnya Al-Anfal 1, dan an-Nisa’ : 127 Adapun definisi Al
Qur’an menurut istilah ialah: “Kalam Allah SWT yang merupakan mukjizat yang
diturunkan (diwahyukan) kepada Nabi Muhammad SAW dan ditulis di mushaf
dan diriwayatkan dengan mutawatir serta membacanya adalah ibadah”. Dengan
definisi ini, kalam Allah yang diturunkan kepada nabi-nabi selain Nabi
Muhammad S.A.W. tidak dinamakan Al Qur’a seperti Taurat yang diturunkan
kepada Nabi Musa a.s. atau Injil yang diturun kepada Nabi Isa As. Dengan
demikian pula Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad S.A.W,
seperti Hadis Qudsi, tidak pula dinamakan Al Qur’an.
Menurut Syaikh Muhammad Khudlari Beik, Al-Qur’an ialah firman Allah
SWT yang berbahasa arab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk
difahami isinya dan diingat selalu, yang disampaikan kepada kita secara
mutawatir, yang sudah ditulis dalam mushaf, dimulai dengan surat Al-Fatihah dan

5
diakhiri dengan surat An-Naas. Dalam definisi tersebut di atas bahwa Al-Qur’an
mengandung unsur –unsur Sebagai berikut :
1. Lafadz-lafadznya berbahasa arab
2. Diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW
3. Disampaikan secara mutawatir
4. Ditulis dalam mushaf, dimulai dengan surat Al -Fatihah dan diakhiri dengan
surat An-Naas.

Dr. Subhi Al-Shalih dalam “Mabahits fi Ulum Al -Qur’an” merumuskan


definisi Al-Qur’an yang dipandang dapat diterima oleh mayoritas ulama terutama
ahli bahasa, ahli fiqih dan ahli ushul fiqih, sebagai berikut: “Al -Qur’an adalah
firman Allah SWT yang bersifat/berfungsi mu’jizat, yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW, yang ditulis dalam mushaf-mushaf yang diriwayatkan dengan
jalan mutawatir dan yang dipandang beribadah membacanya. Dari definisi yang
dikemukanan di atas, bahwa pada intinya Al -Qur’an itu adalah merupakan firman
Allah. Perbedaan yang terjadi hanyalah dalam memberikan sifat-sifat dari firman
Allah tersebut sehingga menjadi lebih spesifik dan tidak tertukar dengan
firmanfirman Allah selain Al-Qur’an.

2. Tahapan Nuzulul Qur’an


Turunnya Qur’an merupakan peristiwa besar yang sekaligus menyatakan
kedudukannya bagi penghuni langit dan bumi. Turunnya al-Quran yang pertama
kali pada malam lailatul qadar merupakan pemberitahuan kepada alam tingkat
tinggi yang terdiri dari malaikat-malaikat akan kemuliaan umat Muhammad.
Umat ini telah dimuliakan oleh Allah dengan risalah baru agar menjadi umat
paling baik yang dikeluarkan bagi manusia.
Turunnya Al-Quran yang kedua kali secara bertahap, berbeda dengan kitab
yang turun sebelumnya. Allah menurunkan aAl-Quran kepada manusia melalui 3
kali tahap penurunan.
1. Di lauhil mahfudz yang semua orang tidak tau kapan, tangal, bulan, tahunnya
berapa ketika turun?Ibnu katsir lewat riwayat ibnu khatam:

6
“Ma min syai’in qodo allah al quran wama qoblahu wama ba’dahu illa bil
lauhil mahfudz”
Artinya: “Apapun yang di qodo’ Allah sebelum dan sesudah Al-Quran,
semuanya itu di letakkan di lauhil mahfudz dan tak tau dimana itu letaknya
dan tidak diijinkan siapaun tau tentang lauhil mahfudz. Adapun jumlahnya
sekaligus atau jumlatan wahidatan.

2. Dari lauhil mahfudz ke baitul ‘izza


Yaitu langit yang pertama yang tampak ketika dilihat di dunia ini namun tidak
diketahui letak persisinya. Adapun jumlahnya adalah semuanya (jumlatan
wahidatan) pada waktu lialatul qodar. Namun tanggalnya tidak diketahui,
adapaun bulannya sudah jelas pada bulan ramadhan. Al-Qurtubi telah menukil
dari Muqtil bin Hayyan riwayat tentang kesepakatan (ijma’) bahwa turunnya
al-qur’an sekaligus dari Lauhul Mahfuz ke Baitul ‘Izzah di langit dunia.
Sebetulnya tidak hanya Al-Quran saja yang diturunkan pada bulan ramadhan,
namun juga :
a. Taurot : 6 Hari setelah Ramadhan
b. Suhuf Ibrohim : 1 Hari setelah Ramadhan
c. Injil : 13 Hari setelah Ramadhan
d. Zabur : 12 Hari setelah Ramadhan

3. Dari baitul ‘izzah ke Rosulallah.


Penurunannya tidak sekaligus, namun diangsur-angsur selama dua puluh
tiga tahun berdasarkan kebutuhan, peristiwa, atau kejadian atau bahkan
permintaan lewat malaikat jibril. Adapun kitab-kitab samawi yang lain seperti:
taurat, injil, dan zabur turunnya sekaligus, tidak turun secara berangsur-
angsur.Hal ini sebagaimana ditunjukkan oleh firman Nya dalam surah al-
furqan ayat 32:
“Dan berkatalah orang-orang yang kafir: ‘mengapa Qur’an itu tidak
diturunkan kepadanya sekali turun saja?’ Demikianlah supaya kami perkuat

7
hatimu dengannya dan kami membacakannya kelompok demi kelompok”.
(alfurqon[ 25]:32).
Ayat-ayat ini menunjukkan bahwa kitab-kitab samawi yang terdahulu itu
turun sekaligus.Dan inilah pendapat yang dijadikan pegangan oleh jumhur
ulama. Seandainya kitab-ktab itu turun secara berangsur-angsur,tentulah
orang-orang kafir tidak akan merasa heran terhadap Quran yang turun
berangsur-angsur.
Maka kata-kata mereka, ”Mengapa Qur’an itu tidak diturunkan kepadanya
sekaligus” Seperti halnya kitab-kitab yang lain. Allah tidak menjawab mereka
bahwa ini adalah Sunnah-Nya didalam menurunkan kitab samawi
sebagaimana Dia menjawab kata-kata mereka dalam surah al-Furqan ayat 7: ”
Dan mereka berkata: mengapa rasul ini memakan makanan dan berjalan
dipasar-pasar?” (Al-Furqon:7) dengan jawaban: “Dan kami tidak mengutus
rasul-rasul sebelummu,melainkan mereka sungguh memakan makanan dan
berjalan dipasar-pasar.”

Tetapi Allah menjawab mereka dengan menjelaskan hikmah mengapa


Qur’an diturunkan secara bertahap dengan firman-Nya:
”Demikiannlah supaya kami perkuat hatimu”, maksudnya: Demikianlah kami
menurunkan Qur’an secara bertahap dan pisah-pisah karena suatu hikmah,
yaitu untuk memperkuat hati Rasulullah SAW. ”Dan kami membacakannya
kelompok demi kelompok”, maksudnya: Kami menentukannya seayat demi
seayat atau bagian demi bagian atau kami menjelaskannya dengan sejelas-
jelasnya, karena turunnya yang bertahap sesuai dengan peristiwa” itu lebih
dapat memudahkan hafalan dan pemahaman yang merupakan salah satu
penyebab kemantapan (didalam hati). Penelitan terhadap hadits-hadits sahih
mengatakan bahwa Qur’an turun menurut keperluan, terkadang turun 5 ayat,
10 ayat terkadang lebuh banyak dari itu.

8
3. Proses dan Hikmah Turunnya Alqur’an
Allah SWT menurunkan Al-Qur’an kepada Rasul Muhammad SAW untuk
member petujuk kepada manusia. Turunnya al-Qur’an merupakan peristiwa besar
yang sekaligus menyatakan kedudukannya bagi penghuni langit dan penghuni
bumi. Maka turunya Al-Qur’an dengan dua tahapan, yaitu :
Pertama : Al-Qur’an turun pada malam lailatul qadar pada malam kemulyaan,
merupakan pemberitahuan Allah SWT kepada alam tingkat tinggi yang terdiri dari
malaikat-malakat akan kemulyaan umat Nabi Muhamad SAW.
Kedua : Turunya Al-Qur’an secara bertahap ( munajaman ), dengan tujuan
menguatkan hati Rasul SAW dan menghibur serta mengikuti peristiwa dan
kejadian-kejadian sampai Allah SWT menyempurnakan agama ini dan mencukupi
nikmat-nikmat-Nya.
Perbedaan turunnya Al-Qur’an secara sekaligus dan berangsur-angsur
disebabkan karena merujuk kepada dua kata anzala dan nazala dalam ayat surat
al-Isra’ : 105. Dan Raghib al-Asfahani mengatakan : perbedaan dua kata tersebut,
kata inzal dan tanzil, Yaitubahwa kata tanzil dimaksudkan berkenaan turunya Al-
Qur’an secara berangsur-angsur ( ), atau ( )Sedangkan kata inzal ditujukan
berkenaan turunnya al-qur’an secara sekaligus.
Dasar turunnya Al-Qur’an sekaligus
“Sesungguhnya Kami menurunkan ( Al-Qur’an ) pada malam yang diberkahi dan
sesungguhnya Kamilah yang memberi peringatan “.( QS. Al-Dhukhan : 3) Firman
Allah SWTSurat Al-Baqarah : 185
“ Bulan Ramadhan bulan yang didalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai
petunjuk bagi manusia dan penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda antara
yang hak dan yang bathil “ (QS. Al Basqarah : 185). Firman Allah SWT surat Al-
Qadr : 1

“ Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al-Qur’an pada malam kemulyaan “


( QS. Al-Qadr : 1) Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra, bahwa ia
berkata :

9
“Allah menurunkan Al-Qur’an sekaligus ke langit dunia, tempat turunnya secara
berangsur angsur. Lalu Dia menurunkannya kepada Rasul-Nya SAW bagian demi
bagian .“ ( HR. Al Hakim dan al-Baihaqi )
Dalam riwayat Ibnu Abbas ra yang lain, beliau berkata : “Al-qur’an diturunkan
pada malam lailatul Qadar pada bulan Ramadhan ke langit dunia sekaligus, lalu ia
menurunkan secara berangsur-angsur “. ( HR. Al-Tabrani ).

1. Dasar Turun nya Al-Qur’an berangsur-angsur


Firman Allah SWT surat al-Isra’ : 106
“Dan Al-Qur’an telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur, agar kamu
membacanya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian-
demi bagian . “ ( QS. Al-Isra’ : 106 ).
Dan Firman Allah SWT surat Al-Furqan : 32
“Berkatalah orang-orang kafir : “ mengapa Al-Qur’an tidak dirunkan kepadanya
sekali turun saja? Demikian supaya Kami perkuat hatimu dengannya, dan Kami
membacakannya kelompok demi kelompok “. ( QS. Al-Furqon : 32 ).

2. Hikmah Turunnya Al-Qur’an dengan beransur-angsur.


a. Pertama : Menguatkan dan meneguhkan hati Rasulullah SAW, dalam
rangka menyampaikan dakwahnya dalam menghadapi celaan orang-orang
musyrik. Sebagaimana Al-Qur’an Surat: Al-Furqan : 32
Artinya : “Berkatalah orang-orang kafir:”Mengapa al-Qur’an itu tidak
diturunkan kepadanya sekali turun saja?”; demikianlah supaya Kami
perkuat hatimu dengannya dan Kami membacakannya secara tartil (teratur
dan benar). (QS.Al-Furqan / 25:32)
b. Kedua : Mempermudah hafalan dan pemahaman, karena Al-Qur’an
diturunkan ditengah-tengah umat yang ummi dan yang tidak pandai
membaca dan menulis. Sebagaiman Allah SWT menegaskan dalam Al-
Qur’an suratAl-Qamar : 17.

10
c. Ketiga : Sebagai pendidikan terhadap umat islam, dengan turunnya Al-
Qur’an dengan cara bertahap, pelajaran dengan sabar dan hati-hati dalam
menghadapi segala cobaan, dan bertahap dalam memahami hukum islam.
d. Keempat : Denga cara ini, turunnya ayat sesuai dengan peristiwa yang
terjadi akan lebih berkesan dihati, karena segala persoalan dapat
ditanyakan langsung kepada Nabi SAW, seperti yang terjadi, dan Al-
Qur’an langsung menjawabnya, dalam persoalan istri su’ad bin Rabi’ yang
datang kepada Rasulullah. Diriwayatkan oleh Jabir bin Abdullah, berkata :
“ telah datang seorang istri dari Su’ad bin Rabi’ kepada Rasul SAW dan
bersamanya dua orang anak perempuan, dan berkata : “ Ya Rasul ! kedua
anak perempuan ini adalah putri dari Su’ad yang terbunuh dalam perang
Uhud, dan pamannya tidak memberikan hak keduanya. Maka bersabda
Rasulullah SAW dalam persoalan tersebut dengan turunnya ayat, QS. Al-
Nisa’ : 11.
e. Kelima : Bukti yang pasti ( mu’jizat ) bahwa Al-Qur’an adalah dari sisi
Allah SWT Yang Maha bijaksana dan Maha Terpuji. Ketika terjadi
pengingkaran terhadap Al-Qur’an itu, maka Allah untuk mendatangkan
yang serupa dengannya, maka sekali lagi Allah menegaskan tidak akan
bias sebagaimana Allah SWT berfirman : QS. Al-Isra’ : 88, QS. Hud : 13,
QS. Al-Baqarah : 23.

3. Bukti Kemukjizatan
Ayat yang pertama dan terakhir diturunkan.
a. Pertama : Berkata As-Suyutti, tentang yang pertama turunnya Al-Qur’an
sesuai dengan pendapat yang shahih, yaitu firman Allah SWT surat al-
Alaq: 1-5
b. Kedua : Yang Terakhir Kali Ayat turun dari Al-Qur’an. Perselisihan yang
terjadi dikalangan para ulama tentang ayat yang terakhir turun adalah
berdasarkan dalil yangmarfu’, sehingga menyebabkan terjadinya banyak
perselisihan pendapat. Dan pendapat yang rajih (kuat) tentang yang
terakhir turun dalam Al-Qur’an adalahsurat Al-Baqarah : 281.

11
4. Cara turunnya wahyu ( al-Qur’an )
a. Pertama : Datang kepada Rasul SAW Malaikat seperti dencingan suara
lonceng yang amat kuat, dari musnad imam Ahmad, dari Abdullah bin
Umar, aku bertanya kepada Rasul, Apakah anda ya Rasul menyadari
tetang turunnya wahyu ?, Rasul Menjawab : aku mendengar suara
dencingan lonceng, kemudian aku diam, tiba-tiba aku tidak sadarkan diri,
ternyata turunnya wahyu. Dan cara ini adalah cara yang terberat, dan
dikatakan demikian diantara turunnya ayat berkenaan tetang janji dan
ancaman.
b. Kedua : Malaikat datang kepada Rasul bagaikan seorang laki-laki, dan
menyampaikan wahyu, demikian sebagaimana hadits shahih. Dan cara
yang demikian adalah cara yang lebih ringan dari cara yang pertama.
Karena cara ini, Malaikat sebagaimana layaknya saudara saudara yang
lain, dan berbicara baik secara sadar seperti pada saat isra dan mi’raj, dan
dalam keadaan tidur seperti hadits Muaz bin Jabal.
Al-Qur’an tidak diturunkan kepada Rasulullah Shallahu ‘Alaihi wa
Sallam sekaligus satu kitab tetapi secara berangsur-angsur, surat-persurat,
ayat-perayat menurut tuntutan peristiwa yang melatarinya. Lantas apa
hikmahnya? Hikmah atau tujuannya ialah:
1) Untuk menguatkan hati Nabi Shallahu ‘Alaihi wa Sallam .
Firman-Nya: “Orang-orang kafir berkata, kenapa Qur’an tidak turun
kepadanya sekali turun saja? Begitulah, supaya kami kuatkan hatimu
dengannya dan kami membacanya secara tartil (teratur dan benar).”
(Al-Furqaan: 32)
Kata Abu Syamah, ayat itu menerangkan bahwa Allah memang
sengaja menurunkan Qur’an secara berangsur-angsur. Tidak sekali
turun langsung berbentuk kitab seperti kitab-kitab yang diturunkan
kepada rasul sebelumnya, tidak. Lantas apa rahasia dan tujuannya?
Tujuannya ialah untuk meneguhkan hati Nabi Shallahu ‘Alaihi wa
Sallam. Sebab dengan turunnya wahyu secara bertahap menurut
peristiwa, kondisi, dan situasi yang mengiringinya, tentu hal itu lebih

12
sangat kuat menancap dan sangat terkesan di hati sang penerima
wahyu tersebut, yakni Muhammad. Dengan begitu turunnya melaikat
kepada beliau juga lebih intens (sering), yang tentunya akan membawa
dampak psikologis kepada beliau; terbaharui semangatnya dalam
mengemban risalah dari sisi Allah. Beliau tentunya juga sangat
bergembira yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Karena itu
saatsaat yang paling baik di bulan Ramadhan, ialah seringnya
perjumpaan beliau dengan Jibril.
2) Untuk menantang orang-orang kafir yang mengingkari Qur’an
Karena menurut mereka aneh kalau kitab suci diturunkan secara
berangsurangsur. Dengan begitu Allah menantang mereka untuk
membuat satu surat saja yang (tak perlu melebihi) sebanding
dengannya. Dan ternyata mereka tidak sanggup membuat satu surat
saja yang seperti Qur’an, apalagi membuat langsung satu kitab.
3) Supaya mudah dihapal dan dipahami.
Memang, dengan turunnya Qur’an secara berangsur-angsur, sangatlah
mudah bagi manusia untuk menghafal serta memahami maknanya.
Lebih-lebih bagi orangorang yang buta huruf seperti orang-orang arab
pada saat itu; Qur’an turun secara berangsur-angsur tentu sangat
menolong mereka dalam menghafal serta memahami ayat-ayatnya.
Memang, ayat-ayat Qur’an begitu turun oleh para sahabat langsung
dihafalkan dengan baik, dipahami maknanya, lantas dipraktekkan
langsung dalam kehidupan sehari-hari. Itulah sebabnya Umar bin
Khattab pernah berkata:
“Pelajarilah Al-Qur’an lima ayat-lima ayat. Karena Jibril biasa turun
membawa Qur’an kepada Nabi Shallahu ‘Alaihi wa Sallam lima ayat-
lima ayat.” (HR. Baihaqi)
4) Supaya orang-orang mukmin antusias dalam menerima Qur’an dan
giat mengamalkannya.
Dengan begitu kaum muslimin waktu itu memang senantiasa
menginginkan serta merindukan turunnya ayat-ayat Qur’an. Apalagi

13
pada saat memerlukannya karena ada peristiwa yang sangat menuntut
penyelesaian wahyu; seperti ayat-ayat mengenai kabar bohong yang
disebarkan oleh kaum munafik untuk memfitnah bunda Aisyah, dan
ayat-ayat tentang li’an.
5) Mengiringi kejadian-kejadian di masyarakat dan bertahap dalam
menetapkan suatu hukum.
Al-Qur’an turun secara berangsur-angsur; yakni dimulai dari masalah-
masalah yang sangat penting kemudian menyusul masalah-masalah
yang penting. Nah, karena masalah yang sangat pokok dalam Islam
adalah masalah Iman, maka pertama kali yang dipriorotaskan oleh Al-
Qur’an ialah tentang keimanan kepada Allah, malaikat, iman kepada
kitab-kitbnya, para rasulnya, iman kepdada hari akhir, kebangkitan
dari kubur, dan surga neraka. Hal itu didukung dengan dalildalil yang
rasional yang tujuan untuk mencabut kepercayaan-kepercayaan
jahiliyah yang berpuluh-puluh tahun telah menancap di hati orang-
orang musyrik untuk ditanami/diganti dengan benih-benih akidah
Islamiyah.
Setelah akidah Islaminya itu tumbuh dan mengakar di hati, baru Allah
menurunkan ayat-ayat yang memerintah berakhlak yang baik dan
mencegah perbuatan keji dan mungkar untuk membasmi kejahatan
serta kerusakan sampai ke akarnya. Juga ayat-ayat yang menerangkan
halal haram pada makanan, minuman, harta benda, kehormatan,
darah/pembunuh dan sebagainya. Begitulah Qur’an diturunkan sesuai
dengan kejadian-kejadian yang mengiringi perjalanan jihad panjang
kaum muslimin dalam memperjuangkan agama Allah di mukabumi.

Dan ayat-ayat itu tak henti-henti memotivasi mereka dalam perjuangan ini.
Mari kita simak contoh-contoh di bawah ini: Surat Al An’am adalah surat
makiyah karena turun di Mekah. Isinya menjelaskan perkara iman, akidah tauhid,
bahaya syirik, dan menerangkan apa yang halal dan haram, firman:

14
“Katakanlah: “Marilah saya bacakan apa yang diharamkan atas kamu
oleh Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu menyekutukan sesuatu dengan Dia,
berbuat baiklah kepada kedua orang tuamu, dan janganlah kamu membunuh
anakanakmu karena takut miskin. Kami yang akan memberi rizki kamu dan
mereka.” (Al An’am:152) Kemudian, ayat-ayat yang menerangkan hukum-hukum
secara rinci, baru menyusul turun di Madinah; seperti tentang utang piutang dan
pengharaman riba. Juga tentang zina, itu diharamkan di Mekkah, yaitu ayat:
“Jangan kau mendekati zina. Karena sesungguhnya zina satu perbuatan keji dan
seburuk-buruk jalan.” (Al Isra:32) Tapi, ayat-ayat yang merinci hukuman bagi
orang yang melakukan zina turun di Madinah kemudian.

Tentang undang-undang pengharaman khamer, yang pertama kali turun


ialah ayat: “Dan dari buah kurma serta anggur, kamu buat minuman yang
memabukkan dan rezeki yang baik…”(An-Nahl:67) Kemudian yang turun
berikutnya ialah ayat: “Mereka bertanya kepadamu tentang khamer dan judi.
Katakanlah bahwa pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat
bagi manusia, tetapi dosanya lebih besar dari pada manfaatnya.” (Al-
Baqarah:219)
Di dalam ayat itu dikatakan bahwa khamer itu mengandung manfaat yang
temporal sifatnya, dan bahayanya lebih besar bagi tubuh, bisa merusak akal,
pemborosan harta benda, dan bisa menimbulkan berbagai macam masalah
kejahatan serta kemaksiatan di masyarakat. Setelah itu turun ayat yang melarang
mabuk ketika shalat. “Hai orang-ornag yang beriman, janganlah kalian shalat
ketika kalian dalam keadaan mabuk sampai kalian mengerti apa yang kalian
ucapkan.” (An- Nisaa’:43) Setelah mereka tahu dan menyadari bahwa mabuk saat
shalat diharamkan, kemudian turun ayat yang lebih tegas lagi: “Hai orang-orang
yang beriman, sesungguhnya (minum) khamer, berjudi, (berkorban untuk)
berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk
perbuatan setan. Oleh karena itu, jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu
mendapat keberuntungan.” (Al-Maidah: 90)

15
Untuk lebih menjelaskan lagi bahwa turunnya Qur’an secara berangsur-
angsur, ialah apa yang dikatakan Bunda Aisyah berikut: “Sesungguhnya yang
pertama kali turun ialah surat dari surat-surat mufashal yang di dalamnya
disebutkan perihal surga dan neraka, sehingga jika manusia telah kembali/masuk
Islam, maka turunlah surat yang menyebutkan tentang halal haram. Nah,
sekiranya yang mula-mula turun ialah ayat yang berbunyi: anganlah kamu
minum khamer, pasti mereka berkata: kami tidak akan meninggalkan kebiasaan
minum khamer selama-lamanya. Dan seandainya yang turun itu ayat yang
berbunyi: jangan berzina, niscaya mereka menjawab: kami tidak akan
meninggalkan kebiasaan berzina selama-lamanya.” (HR.Bukhari).

B. ASBABUL AN- NUZUL


1. Pengrtian Asbabul An-Nuzul
Asbab an-nuzul adalah ilmu Al-Qur'an yang membahas mengenai latar
belakang atau sebab-sebab suatu atau beberapa ayat al-Qur'an diturunkan. Pada
umumnya, Asbabun Nuzul memudahkan para Mufassir untuk menemukan tafsir
dan pemahaman suatu ayat dari balik kisah diturunkannya ayat itu. Selain itu, ada
juga yang memahami ilmu ini untuk menetapkan hukum dari hikmah dibalik
kisah diturunkannya suatu ayat. Ibnu Taimiyyah mengemukakan bahwa
mengetahui Asbabun Nuzul suatu ayat dapat membantu Mufassir memahami
makna ayat.
Pengetahuan tentang Asbabun Nuzul suatu ayat dapat memberikan dasar
yang kokoh untuk menyelami makna suatu ayat Al-Qur’an. Secara etimologi,
asbab an-nuzul ayat itu berarti turunnya ayat al-qur’an dari kata “asbab” jamak
dari”sababa” yang artinya sebab-sebab, nuzul yang artinya turun. Dalam
pengertian sederhana, turunnya suatu ayat disebabkan oleh suatu peristiwa,
sehingga tanpa adanya peristiwa itu, ayat tersebut tidak turun. Jika memang itu
pengertiannya, tidaklah sesuai denngan hakikat Al-Quran itu sendiri, sebab ayat
itu sudah ada dan lengkap di Lauh Mahfud diciptakan oleh Allah, dibawa oleh
Malaikat Jibril, dan disampaikan kepada Nabi. Maksud Allah menurunkan ajaran
itu dalam bentuk wahyu (ayat), tentu tidak diikat atau dihukum oleh alam yang

16
berbentuk peristiwa itu, sehingga tanpa sebab peristiwa alam ini, suatu ayat Al-
Quran itu tidak turun. Hal ini tidak sesuai dengan sifat Allah yang Maha Kuasa.
Allah tidak terikat alam atau makhluk dalam meyampaikan rencana dan
kehendak-Nya.
Asbabun nuzul terdapat banyak pengertian, diantaranya:
1. Menurut Az-Zarqani: “Asbab an-Nuzul adalah hal khusus atau sesuatu
yang terjadi serta hubungan dengan turunnya ayat al-Qur’an yang
berfungsi sebagai penjelas hukum pada saat peristiwa itu terjadi”.
2. Menurut Ash-Shabuni: “Asbab an-Nuzul adalah peristiwa atau kejadian
yang menyebabkan turunnya satu atau beberapa ayat mulia yang
berhubungan dengan peristiwa dan kejadian tersebut, baik berupa
pertanyaan yang diajukan kepada Nabi atau kejadian yang berkaitan
dengan urusan agama”.
3. Menurut Subhi Shalih: “Asbabun Nuzul adalah sesuatu yang menjadi
sebab turunnya satu atau beberapa ayat al-Qur’an yang terkadang
menyiratkan suatu peristiwa sebagai respon atasnya atau sebagai penjelas
terhadap hukum-hukum ketika peristiwa itu terjadi”
4. Mana’ al-Qathan: “Asbab an-Nuzul adalah peristiwa yang menyebabkan
turunnya al-qur’an berkenaan dengannya waktu peristiwa itu terjadi, baik
berupa satu kejadian atau berupa pertanyaan yang diajukan kepada nabi”.
5. Nurcholis Madjid: “Asbab an-Nuzul adalah konsep, teori atau berita
tentang adanya sebab-sebab turunnya wahyu tertentu dari al-qur’an kepada
Nabi SAW baik berupa satu ayat, satu rangkaian ayat maupun satu surat.

Dari semua definisi diatas sedikit berbeda semua menyimpulkan bahwa


asbab an-nuzul adalah kejadian/peristiwa yang melatar belakangi turunnya ayat
alqur’an dalam rangka menjawab, menjelaskan dan menyelesaikan
masalahmasalah yang timbul dari kejadian tersebut.
Dalam pengertian yang dikemukakan oleh Az-Zarqani tersebut tidak ada
kata “sebab”. Ini berarti bahwa ayat yang turun itu tidak disebabkan oleh peristiwa
yang terjadi, tetapi peristiwa itu hanya sebagai suatu kasus yang dapat

17
menjelaskan makna ayat atau ayat yang turun itu dapat memberi penjelasan
padaperistiwa yang menjadi kasus itu, sehingga jika ada kasus yang sama atau
mirip dengan itu, dapat pula dikenai penjelasan ayat tadi sebenarnya dapat juga
dipahami bahwa ayat yang turun itu akan menjelaskansesuatu yang kasusnya
seperti peristiwa itu, yang terakhir ini lebih sesuai dengan maksud Al-Quran itu
sendiri sebagai tibyan li kulli syai yang kasusnya seperti peritiwa itu. Walaupun
tidak ada peristiwa ketika itu, ayat itu akan turun juga untuk menjelaskan sesuatu
yang mungkin akan terjadi.
Tidak ada bukti yang tegas bahwa memang suatu peristiwa menjadi
penyebab turunnya ayat. Az-Zarkasyi menjelaskan dalam Al- Burhan bahwa telah
umumdikenal dari kebiasaan para sahabat dan tabi’in, bahwa bila mereka berkata :
“nazalat haaddzihil ayatu fiikadza” Maksudnya ayat ini mengandung hukum ini,
bukan menjadi sebab turunnya ayat.1 Meskipun demikian, kasus dalam bentuk
peristiwa itu, perlu dipahami oleh para penafsir dan perumus ayat menjadi ajaran
praktis yang dapat dan mudah diamalkan.
Mengutip pengertian dari Subhi shalih kita dapat mengetahui bahwa asbab
annuzul ada kalanya berbentuk peristiwa atau juga berupa pertanyaan, kemudian
asbab an-nuzul yang berupa itu sendiri terbagi menjadi 3 macam :
1. Peristiwa berupa pertengkaran
Seperti turunnya surat Ali Imran : 100 Yang bermula dari adanya
perselisihan oleh kaum Aus dan Khazraj hingga turun ayat 100 dari surat Ali
Imran yang menyerukan untuk menjauhi perselisihan.
2. Peristiwa berupa kesalahan yang serius
Seperti kisah turunnya surat An-Nisa : 43 Saat itu adaseorang imam shalat
yang sedang dalam keadaan mabuk, sehingga salah dalam mengucapkan
surat Al-Kafirun, surat An-Nisa dengan perintah untuk menjauhi shalat
dalam keadaan mabuk.
3. Peristiwa berupa cita-cita/keinginan
Ini dicontohkan dengan cita-cita Umar bin Khattab yang menginginkan
maqam Ibrahim sebagai tempat shalat. Sedangkan peristiwa yang berupa
pertanyaan dibagi menjadi 3 macam, yaitu:

18
a. Pertanyaan tentang masa lalu “Mereka akan bertanya kepadamu
(Muhammad) tentang Dzulkarnain. Katakanlah: “Aku akan bacakan
kepadamu cerita tentangnya”. (QS. Al- Kahfi: 83)
b. Pertanyaan yang berhubungan dengan sesuatu yang sedang berlangsung
pada waktu itu seperti ayat yang artinya : “Dan mereka bertanya
kepadamu tentang roh. Katakanlah: “Roh itu termasuk urusan Tuhan-
Ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit”. (QS. Al-
Isra’ : 85)
c. Pertanyaan tentang masa yang akan dating “(orang-orang kafir) bertanya
kepadamu (Muhammad) tentang hari kebangkitan, kapankah
terjadinya?”

Dilihat dari segi pemakaianistilah asbab an-nuzulayat Al-Quran ini, kita


belum akan menggantinya dengan istilah lain, karena sudah umum digunakan
oleh para ilmu tafsir. Bahkan penggunaan istilah ini sudah berkembang dalam
berbagai tulisan dan uraian. Meskipun asbab an-nuzul ini satu bagian saja dari
ilmu tafsir dan ilmu tafsir sendiri merupakan cabang pula dari ulum Al-Quran, ia
sudah mengarah menjadi ilmu yang berdiri demikian saja, tetapi dengan
pengertian “ilmu yang menbahas peristiwa-peristiwa yang terjadi, yang ada
hubungannya dengan turunnya ayat Al-Quran, yang dapat dijadikan kasus dalam
penjelasan ayat”.
Dari segi jumlah sebab dan ayat yang turun, asbabun nuzul dapat dibagi
kepada ta’addud al-asbab wa al-nazil wahid ( sebab turunnya lebih dari satu dan
ini persoalan yang terkandung dalam ayat atau kelompok ayat yang turun satu )
dan ta’addud al-nazil wa al-sabab wahid (ini persoalan yang terkandung dalam
ayat atau kelompok ayat yang turun lebih dari satu sedang sebab turunnya satu ).
Sebab turun ayat disebut ta’addud karena wahid atau tunggal bila riwayatnya
hanya satu, sebaliknya apabila satu ayat atau sekelompok ayat yang turun disebut
ta’addud alnazil

19
2. Ruang Linkup Pembahasan
Seusai dengan pengembangan ilmu pengetahuan, ruanglingkup
pembahasan asbab an-nuzul ini semakin bertambah luas dan mungkin dapat
bertambah luas lagi. Az-zarqani mengembangkan ruang lingkup pembahasan ilmu
asbab an-nuzul ini menjadi sebelas pembahasan :
1. Makna sebab nuzul;
2. Faedah mengetahui sebab-sebab nuzul;
3. Cara mengetahui sebab nuzul;
4. Ungkapan-ungkapan yang mengandung arti sebab nuzul;
5. Beberapa riwayat yang menerangkan turunnya satu ayat;
6. Satu riwayat yang menerangkan beberapa ayat yang turun;
7. Masalah ‘amdan khas yang terapat dalam lafal ayat dan hubungannya dengan
sebab turun ayat itu;
8. Masalah umum lafal dan khusus sebab;
9. Dalil-dalil jumhur dalam masalah ‘am dan khas itu;
10. Keragu-raguan orang yang tidak setuju dengan jumhur beserta dalil dan
uraiannya;
11. Sebab yang khas untuk lafal yang ‘am.
Sedangkan yang akan menjadi sasaran utama dari pembahasan ini ialah,
peristiwa yang terjadi di tempat dan waktu ayat Al-qur’an diturunkan danada
hubungannya dengan ayat yang turun itu, baik peristiwa itu dijelaskan oleh ayat
hukumnya, ataupun peristiwa itu dianggap sebagai kasus bagi ketentuan yang
digariskan oleh ayat itu. Pekerjaan pokok ialah, meneliti apakah eristiwa itu
memang sebagai kasus, memang ada hubungannya dengan ayat. Kalo sebagai
kasus atau peristiwa yang diterangkan hukumnya oleh ayat, perlu diselidiki,
seberapa jauh ayat dan peristiwa itu saling memengaruhi. Apakah ayatitu hanya
berlaku unutk peristiwa itu saja? Apakah peristiwa seperti itu mungkin terjadi di
kemudian hari? Sejauh mana pengaruh situasi dan kondisi atau arti istilah dan
redaksi pada hubungan ayat dan kejadian? Jika peristiwa itu berwujud pertanyaan
yang ditunjukan oleh ayat jawabannya, apakah pertanyaan itu benar-benar atau

20
main-main, atau bermaksud menghina dan mengejek? Dalam hal ini pembahasan
lebih banyak tertuju pada situasi, kondisi, dan penggunaan bahasa.

3. Sumber dan Cara Mengetahui Peristiwa


Bagi para sahabat Nabi, sumber itu tentunya diri sendiri atau Nabi
langsung memberi penjelasan. Sahabat sebagai sumber dia sendiri yang
mengamati atau menyaksikan peristiwa turunnya ayat itu. Atau para sahabat yang
tidak mengamati sendiri peristiwanya, ia menerima berita dari sahabat lain yang
mengamatinya, atau dia bertanya-tanya kepada orang yang menyaksikannya. Bagi
para Tabi’in, cerita sahabatlah yang dia pegang. Para mufasir, selain dari para
sahabat, mengambil sumber dari cerita sahabat, baik dari kitab tafsir ataupun dari
hasil wawancara, atau berita dari orang lain yang memperolehnya dari sahabat.
Tafsir Ibnu Abbas dan tafsir ilmu Mas’ud dapat dipandang sebagai sumber
yang dapat dikembangkan. Pengetahuan sejarah dan cerita para sahabat Nabi yang
mengamati atau mengetahui peristiwa turunnya wahyu yang berbentuk ayat itu
diperlukan dalam sebab nuzul ayat. Biasanya cerita para sahabat tentang peristiwa
turunnya wahyu itu dimuat dalam kitab-kitab hadist, kitab-kitab tafsir, yang ditulis
oleh para sahabat itu sendiri seperti Abdullah ibn Abbas, Abdullah ibn Mas’ud ,
dll atau dapat juga dilihat pada riwayat hidup para sahabat itu sendiri. Para
mufasir berusaha keras untuk mencari berita atau penjelasan para sahabat tentang
peristiwa turunnya satu ayat. Apabila mereka menemukan beberapa ayat, mereka
berusaha menggabugkannya atau memerincinya. Mungkin saja ayat itu turun dua
atau berapa kali sesuai dengan berita itu.
Contoh ini dikemukakan oleh Az-Zarkasyi tentang turunnya ayat: “wayas
aluunaka ‘anirruuhi” Ayat ini diturunkan dalam kasus pertanyaan orang Yahudi
di Madinah, padahal ayat itu ayat Makiyyah Sumber yang berbeda mungkin saja
memuat berita yang berlainan. Untuk itu, para mufasir dapat saja menggabungkan.
Kalau tidak mungkin, diusahakan men-tarjih-kannya.

21
4. Metode Penelitian dan Peranan Akal
Dilihat dari segi teksnya, susunan kalmat ayat Al-Quran itu ada yang jelas
makna yang ditunjukannya, ada pula yang tersembunyi atau kurang jelas. Dalam
melaksanakannya (mengamalkannya), yang sudah jelas ditunjuk oleh teks ayat itu
sendiri pun masih ada saja yang meragukan. Apalagi yang ditunjukkannya agak
tersembunyi. Misalnya, ayat yang menerangkan bahwa pencuri harus dipotong
tangannya. Dalam pengamalannya timbul kesulitan; walaupun artinya jelas, dan
yang ditujunya jelas, yaitu pencuri. Kesulitannya ialah pencuri yang mana;
pencuri arum pentul yang sangat murah harganya, pencuri berlian ang sangat
mahal harganya, tahukah pencuri kapan mayat yang sudah berada dalam kubur?
selain dari meminta bantuan dari hadis Nabi dan pengetahuan bahasa, sebab nuzul
ayat ini memegang peranan yang penting untuk dapat menafsirkan dan
merumuskan ketentuan hukumnya. DR.Muhammad Adib Shalih sudah
menguraikan panjng lebar dalam bukunya
Tafsir An-Nushush Al-Fiqh Al-Islami tentang cara memahami ayat Al-
Quran dan hadis Nabi untuk dirumuskan dalam hukum-hukum fiqih yang mudah
diamalkan. Ia membagi teks (Al-Quran dan hadis) itu menjadi dua macam :
a. Petunjuknya jelas sebagaimana ditunjukkan artinya. Ini tidak membutuhkan
sesuatu diluar teks itu untuk memahami makna yang dimaksudnya, atau
untuk melaksanakannya;
b. Maksud yang ditunjuknya tersembunyi. Ini membutuhkan bantuan diluar
teks itu untuk memahami apa yang dimaksud oleh teks itu.

Cara memahami teks itu dibahas panjang lebar, sehingga kita melihat
bahwa pengetahuan sebab nuzul memegang peranan yang penting dalam
menjelaskan arti teks itu.
Sebab-sebab nuzul ayat ini perlu di pelajari untuk memahami ayat yang
turun berkenaan dengan itu. Menurut Az-zarqani, tidak ada jalan lain untuk
mengetahui sebab-sebab nuzul itu kecuali naqlyang shahih.5 artinya dengan
membaca dan memahami penjelasan Nabi, sahabat atau tabi’in yang dipercaya
wurud dan rawinya. Kalau bukan dari mereka semua, orang tidak akan

22
mengetahui sebab nuzul itu. Oleh karena itu, seseorang tidak boleh bercerita
tentang sebab nuzul kecuali ada riwayat dari mereka, atau mendengar sendiri dari
orang yang menyaksikannya, atau melihat sendiri peristiwa turunnya ayat itu.
Wahidi lebih tegas lagi menyatakan bahwa seseorang tidak boleh berkata tentang
sebab nuzul kitab Al-Quran itu, kecuali dengan riwayat dan mendengar orang
yang menyaksikan turunnya ayat dan berpegang pada sebab itu, menyelidiki
ilmunya, dan bersungguh mencari beritanya.6 Az-Zarqani menambahkan bahwa
jika sahabat Nabi itu benar telah menceritakan seba nuzul suatu ayat, itu diterima
saja, karena ini sudah dianggap langsung dari pengamat peristiwanya. Atau ini
sama dengan hadis marfu’, dan tidak ada tempat bagi otak untuk berijtihad tentang
berita itu. Artinya, akal tidak boleh dikerahkan untuk menerima atau tidak, sebab
peranan akal tidak diperlukan disini. Berita sahabat itu harus diterima begitu saja,
karena peristiwanya tidak akan berulang kembali, pengamatnyapun tidak mungkin
diganti. Akan tetapi, riwayat itu berstatus seperti hadis mursal, seperti sahabat
yang meriwayatkannya tidak dikenal, maka riwayat itu tidak dapat diterima
sebagai riwayat nuzul.
Berita disampaikan oleh sahabat Nabi tentang turunnya wahyu itu tidak
mungkin diteliti dengan menguji kebenarannya. Kejadian itu sudah berlalu dan
tidak mungkin akan berulang kembali. Untuk mencari saksi yang akan
membenarkan berita itu pun tidk mungkin. Paling-paling diteliti, sahabat man
yang membawa berita itu; apakah sahabat itu sendiri yang menyaksikan peristiwa
itu atau mendengar dari sahabat lain. Selanjutnya, dapat juga diteliti sanad dan
rawimya, tabi’in (rawi) mana yang menceritakannya; apakah rawi yang memenuhi
rawi yang umum digunakan oleh para ahli hadis? Apakah berita itu dibuat dalam
kitab hadis sahih yang mu’tabar (kutub as-sittah)?
Para ahli hadis yang meriwayatkan berita sebab nuzul ini berhati-hati
dalam menerima berita atau keterangan tentang berita dari sahabat yang
menceritakan sebab nuzul itu. Para ahli tafsir yang menulis kiab tafsir dengan
susah-payah juga mengumpulkan riwayat yang berisi sebab nuzul ayat ini. Mereka
mengambilnya dari kitab-kitab tafsir shahabiy seperti tafsir Ibn Abbas dan tafsir
Ibn Mas’ud.

23
Mereka mengambil pula dari kitab-kitab hadis Bukhari, Muslim, Abu
Dawud, Turmudzi, Nasa’I, Ibn Majah, dan lain-lain. Mereka juga mengambil dari
riwayat hidup para sahabat Nabi. Jika mereka menjumpai riwayat tertulis, mereka
melakukan wawancara dengan para ulama yang ali dalam bidang ini. Muhammad
Adib Shahih menjelaskan bahwa para imam dan ulama hadis telah membuat
ketentuan yang teliti untuk membedakan hadis sahih dan yang tidak sahih. Mereka
telah merumuskan kaidah-kaidah untuk menguji dan menilai setiap perawi hadis.
Dengan menggunakan kaidah itulah, para perawi dinilai keahlian dan
kedudukannya.
Selain dengan meneliti para perawi, dapat juga diperhatikan redaksi
hubungan antara peristiwa dan ayat yang turun ketika itu. Ada sahabat yang
menegaskan bahwa ayat itu turun dengan sebab itu. Redaksi ini biasanya
menggunakan kalimat ( sababun nuzuulil ayati kadza ) atau setelah menyebutkan
peristiwa (sebab) langsung diiringi dengan ( fa anzala ) atau ( fayuuhi ) atau yang
sama dengan itu. Contohnya ialah perkataan Jabir: orang Yahudi berkata: “Man
ata imro’atan minduburiha (fiqubuliha) ja’alwaladu ahwalu. Faanzalallohu :
nisaa ukum hartsulakum fa’tu hartsakum anna syi’tum” Ada lagi redaksi dari
sahabat yang tidak tegas menunjukkan bahwa peristiwa itu langsung menjadi
sebab nuzul. Misalnya, perkataan Ibn Umar: “Anzalat : nisaa ukum hartsulakum-fi
ityaaninnisaai fi adbaarihinna”
Penelitian tentang sebab nuzul ayat ini pada zaman sekarang tidaklah
sesulit zaman dahulu, karena sudah banyak kitab tafsir yang menerangkannya juga
sudah banyak kitab hadis yang menceritakannya. Hampir semua kitab tafsir besar
telah memuat peristiwa sebab nuzul itu, terutama pada ayat-ayat hukum.
Tentunya, seseorang tinggal meneliti apakah berita tentang sebab nuzul itu
diberitakan oleh perawi yang dapat dipercaya. Apakah betul sahabat yang
menceritakan demikian? Apakah peristiwa itu betul-betul merupakan kasus yang
dapat dibandingkan dengan yang terjadi pada zaman sekarang? Jika orang setuju
dengn kaidah-kaidah yang disusun oleh ahli ilmu tafsir tentang ketentuan
redaksional, syarat rawi, dan berbagai syarat yang berkaitan dengan asbab an-
nuzul itu, tinggal diperiksa dan diteliti teks perawi yang terdapat dalam kitab-kitab

24
tafsir dan hadis. Untuk melengkapinya, tinggal meneliti bukubuku riwayat para
sahabat dan rijal al-hadis (tokoh-tokoh hadis) yang sudah ada.
Meskipun hadis-hadis (sebenarnya atsar sahabat) yang meriwayatkan
sebab nuzul ayat itu seluruhnya mauquf (tidak sampai pada Rosul, hanya sampai
pada sahabat saja), namun untuk membantu memahami makna ayat-ayat Al-
Quran, dapat digunakan. Ia dapat dipandang sebagai hadis marfu’ (hadis yang
sanadnya sampai kepada Nabi). Sikap ini dipegang oleh para mufasir secara
umum, karena ditangan para sahabat itulah riwayat sanad yangpaling tinggi dan
berakhir untuk riwayat sebab nuzul. Apalagi riwayat sebab nuzul yang mereka
bawakan itu hanya sekadar membantu memahami maksud ayat, bukan sebagai
sumber hukum; ia jelas tidak setingkat dengan hadis Nabi. Riwayat mereka pun
tidak membentuk hukum.

5. Fungsi dan Kegunaan


Dengan memerhatikan pengertian, ruang lingkup pembahasan dan materi
yang dibahas, kita dapat menentukan fungsi asbab an-nuzul ini dalam ilmu tafsir;
yaitu sebagai pengetahuan pembantu dalam memahami, menafsirkan serta
memformulasikan ayat Al-Quran menjadi ajaran praktis yang dapat dan mudah
diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.rumusan ini didukung oleh kenyataan
bahwa para fuqaha menyusun hukum-hukum fiqih berpedoman pada kitab-kitab
tafsir yang menggunakan berita sebab nuzul itu, di samping memerhatikan hadis
Nabi yang banyak menceritakan sebab nuzul itu, serta diceritakan pula asbab al-
wurud-nya. Demikian pula, tentang penusunan ilmu tauhid, ilmu kalam, dan
akhlak.
Adapun kegunaanya banyak disebutkan oleh para ahli ilmu tafsir. Dalam
kitab Al-Itqan dapat kit abaca enam faedah, yaitu:
a. Mengetahui hikmah yang timbul ketika Allah mensyariatkan ajaran dengan
ayat yang diturunkan itu.
b. Kekhususan hukum pada peristiwa (sebab) turunny ayat (ini bagi mereka
yang berpendapat bahwa yang dipegang ialah kekhususan sebab, bukan
keumuman lafazh).

25
c. Bahwa kadang-kadang teks ayat menggunakan lafazh yang umum dan sebab
nuzul, merupakan kekhususan sebagai satu contoh.
d. Ibn Daqiqil ‘id berpendapat bahwa penjelasan sebab nuzul itu merupakan
cara yang kuat dalam memahami makna Al-Quran.
e. Ibnu Taimiyah menganggap bahwa pengetahuan sebab nuzul itu
menjelaskan pemahaman ayat, karena tahu sebab, akan mengakibatkan tahu
pula penyebabnya.
f. Menolak keraguan pada kekhususan arti yang terdapat dalam teks ayat.10
Az-Zarqani menuturkan faedah yang hampir sama dengan yang ada dalam
Al-Itqan dengan sedikit perbedaan redaksi dan tambahan.

Faedah yang dikemukakan oleh Zarqani itu adalah sebagai berikut.


a. Mengetahui hikmah Allah secara jelas dalam mensyariatkan hokum
melalui ayat yang diturunkan-Nya itu.
b. Menolong untuk memahami ayat dan mengurangi, kesulitan
memahaminya.
c. Menolak keragu-raguan pada kekhususan arti yang tersebut dalam ayat.
d. Mengetahui kekhususan hukum pada sebab (peristiwa) yang
menyebabkan ayat itu turun.
e. Mengetahui peristiwa yang menjadi sebab nuzul ayat itu, hukumnya
tidak keluar dari yang dimaksud oleh ayat.
f. Mengetahui orang yang menjadi sebab diturunkannya ayat itu secara
jelas.
g. Memudahkan untuk menghapal dan memahami ayat yang turun itu.

Al-Qasimi mengutip perkataan Syatibi dalam Al-Muwafaqat yang


menegaskan bahwa pengetahuan sebab nuzul itu perlu bagi orang yang
menginginkan ilmu Al-Quran… pengetahuan sebab nuzul akan menghilangkan
setiap kesulitan semacam itu.pengetahuan ini merupakan suatu yang penting
dalam memahami Al-Quran. Mengetahui sebab berarti mengetahui kemestiannya
(yaitu ayat yang turun karenanya)… tidak tahu sebab nuzul akan menempatkan

26
seseorang dalam keragu-raguan dan kesulitan (memahami ayat).12 Walaupun
orang mengetahui arti ayat, tetapi tidak tahu dalam hubungan apa ayat itu
diturunkan, ia mungkin akan keliru dalam merumuskan ketentuan dalam
pengamalan; atau keliru dalam mengamalkannya. Kekeliruan ini pernah terjadi
pada para sahabat sendiri. Pernah ditanyakan kepada Ibn Abbas, bagaimana orang
berselisih tentang ajaran agama ini, padahal nabinya satu, kiblatnya satu, dan Al-
Quran satu?
Menurut Ibn Abbas,”Al-Quran diturunkan kepada kami, kami baca, kami
pahami, dan kami tahu dalam kaitan apa ayat itu diturunkan. Mungkin sesudah
kami ini aka nada orang-orang yang juga membaca Al-Quran itu dan mengerti arti
lafalnya, tetapi tidak memahami maksudnya. Mereka kembali hanya kepada arti
lafal dan makna uslub. Akhirnya, mereka berbeda pendapat, berselisih, berperang
dan saling membunuh”.13Apa yang dikatakan Ibn Abbas ini sebenarnya
menunjukkan pentingnya faedah tentang pengetahuan sebab nuzul. Demikian
pentingnya ilmu ini, para ulama sudah berusaha mengembangkannya dan
mungkin saja menjadi subdisiplin ilmu yang berdiri sendiri. Demikian banyak
materi yang dibahas dalam ruang lingkup yang luas, wajar kalau ilmu ini
berkembang, apalagi dalam masa pengembangan ilmu sekarang ini. Hal ini sangat
dirasakan pentingnya dalam rangka memformulasikan kembali ajaran agama yang
praktis dapat diterapkan dalam dunia modern yang disibukkan oleh pengaruh
modernisasi, kemajuan ilmu dan teknologi.

6. Kesimpulan

1. Asbab an-nuzul ialah suatu pengetahuan yang memuat dan membicarakan


peristiwa yang berkaitan langsung dengan turunnya ayat Al-Quran yang
dapat digunakan sebagai suatu keterangan tentang ayat yang diturunkan
itu.
2. Asbab an-nuzul mempunyai ruang lingkup pembahasan yang berkaitan
langsung dengan peristiwa diturunkannya ayat Al-Quran, terutama dalam

27
hubungan peristiwa dan ungkapan kata; baik teks ayat ataupun redaksi
rawi.
3. Sumber yang digunakan ialah berita dari Nabi sendiri, dari para sahabat
dan sekarang dari tulisan-tulisan yang sudah ada, baik buku tafsir, hadis,
riwayat hidup para sahabat Nabi dan tarikh islam pada zaman klasik.
4. Sebelum dibukukan, para sahabat mengamati sendiri peristiwa turunnya
wahyu itu, kemudian mereka menceritakannya, baik kepada sesame
sahabat, atau kepada para tabi’in, yang selanjutnya dibukukan dalam buku
tafsir atau hadis, dan lain-lain; sehingga orang yang hidup setelah mereka
dapat mempelajarinya.
5. Para perawi dan kita sekarang dapat membaca dan meneliti keabsahan
berita tentang turunnya ayat-ayat Al-Quran itu, dan dengan demikian,
dapat memahami Al-Quran dengan baik; selanjutnya dapat berusaha
merumuskannya dalam bentuk ajaran praktis yang dapat dan mudah
diamalkan.
6. Apabila penelitian sudah sampai pada kebenaran sahabat dalam
mengamati dan memberitakan sebab nuzul itu, pada situasi dan kondisi
tertentu,maka ijtihad tidak perlu digunakan lagi. Dan akal tidak boleh
bercampur dalam menilai berita itu.
7. Pengetahuan sebab nuzul ini menduduki fungsi yang penting dan
sangatberguna dalam menafsirkan ayat Al-Quran dan merumuskan ajaran
islma supaya mudah diamalkan.
8. Asbab an-nuzul ini mungkin dan dapat berkembang menjadi ilmu yang
berdiri sendiri dalam rumpun ilmu tafsir pada kelompok ilmu Al-Quran.

28
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Al Qur’an ialah kalam Allah SWT yang merupakan mukjizat yang diturunkan
(diwahyukan) kepada Nabi Muhammad dan yang ditulis di mushaf dan
diriwayatkan dengan mutawatir serta membacanya adalah ibadah. Dari sejarah
diturunkannya Al-Quran, dapat diambil kesimpulan bahwa Al-Quran
mempunyai tiga tujuan pokok :
1. Petunjuk akidah dan kepercayaan yang harus dianut oleh manusia yang
tersimpul dalam keimanan akan keesaan Tuhan dan kepercayaan akan
kepastian adanya hari pembalasan.
2. Petunjuk mengenai akhlak yang murni dengan jalan menerangkan
normanorma keagamaan dan susila yang harus diikuti oleh manusia dalam
kehidupannya secara individual atau kolektif.
3. Petunjuk mengenal syariat dan hukum dengan jalan menerangkan
dasardasar hukum yang harus diikuti oleh manusia dalam hubungannya
dengan Tuhan dan sesamanya. Atau dengan kata lain yang lebih singkat,
“Al-Quran adalah petunjuk bagi seluruh manusia ke jalan yang harus
ditempuh demi kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.”

B. Saran
Dengan selesai nya makalah “Nuzulul Al-Quran” kami selaku penyusun
berharap bagi siapapun yang membaca agar dapat mengambil hikmah serta
menerapkannya baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat.

29

Anda mungkin juga menyukai