Anda di halaman 1dari 20

TEKNOLOGI TERAPAN DAN TEPAT GUNA DALAM

PELAYANAN BAYI BARU LAHIR DAN BALITA

A. TEKNOLOGI TEPAT GUNA


Teknologi atau pertukangan memiliki lebih dari satu definisi. Salah satunya adalah
pengembangan dan aplikasi dari alat, mesin, material dan proses yang menolong manusia
menyelesaikan masalahnya. Sebagai aktivitas manusia, teknologi mulai sebelum sains dan
teknik. Kata teknologi sering menggambarkan penemuan dan alat yang menggunakan prinsip
dan proses penemuan saintifik yang baru ditemukan. Teknologi tepat guna adalah yang
teknologi yang cocok dengan kebutuhan masyarakat sehingga bisa dimanfaatkan. Biasanya
dipakai sebagai istilah untuk teknologi yang tidak terlalu mahal, tidak perlu perawatan yang
rumit, dan penggunaannya ditujukan bagi masyarakat yang kurang mampu secara ekonomi.
TTG identik dengan teknologi sederhana atau teknologi untuk pedesaan. Persepsi ini
timbul karena para peneliti, khususnya dari lembaga penelitian pemerintah dan perguruan
tinggi (PT), berduyun-duyun mencurahkan perhatiannya ke arah itu. Persepsi ini terjadi
karena pemerintah sebagai penyandang dana menekankan kata-kuncinya pada pengertian
tersebut. Akan tetapi, hal ini tidak terus berlanjut sejak adanya koreksi pemikiran yang
dilontarkan beberapa tahun terakhir, yaitu bahwa TTG adalah teknologi yang aplikasinya
sesuai untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atau kelompok masyarakat baik canggih atau
sederhana.
Dalam pengembangan sebuah teknologi, prinsip dasar yang harus diutamakan oleh para
pereka-cipta adalah bahwa teknologi yang disampaikan kepada penguna harus sesederhana
mungkin, walaupun proses perekayasaanya sangat rumit, lama, dan mahal. Teknologi tepat
guna yang dikembangkan di masyarakat juga harus dipilih teknologi yang dapat bertumpu
pada sumberdaya yang ada, baik sumberdaya alam maupun sumberdaya manusianya.
Pendeknya teknologi yang dekat dengan sumberdaya, akrab dengan lingkungan, budaya dan
kondisi masyarakat penggunanya.
Oleh karena itu, Teknologi Tepat Guna (TTG) seharusnya memunculkan teknologi yang
sesuai dengan kebutuhan masyarakat, dapat menjawab permasalahan masyarakat, tidak
merusak lingkungan dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat secara mudah, murah serta
menghasilkan nilai tambah baik dari aspek ekonomi maupun lingkungan hidup.
Pendayagunaan TTG secara optimal akan dapat terwujud bila ada alih teknologi dari pencipta
atau pemilik TTG kepada masyarakat pengguna TTG.
Realita menunjukkan bahwa penemuan baru mengenai TTG cukup pesat, baik
ditemukan oleh masyarakat, dunia usaha, perguruan tinggi, lembaga-lembaga penelitian dan
pengembangan milik pemerintah maupun swasta. Diakui bahwa masyarakat belum optimal
dalam mengakses temuan-temuan tersebut karena kurangnya usaha penyebaran atau
sosialisasi pada masyarakat. Untuk itu selaras dengan tujuan pemberdayaan masyarakat yaitu
untuk memberikan akses kepada masyarakat dalam hal ini untuk memperoleh informasi
tentang TTG sehingga masyarakat memiliki kemampuan dalam memecahkan masalah untuk
meningkatkan kapasitas produksi dan nilai tambah produknya secara ekonomi, Badan
Pemberdayaan Masyarakat (BPM) mengkoordinasikan berbagai elemen masyarakat pencipta
TTG untuk dapat mensosialisasikan hasil-hasil temuannya. Teknik Teknologi Tepat Guna
(TTG) adalah:

1. Modifikasi proyek atau program TTG, sumberdaya yang akan dinilai atau
dimonitoring.
2. Preview tujuan program tersebut
3. Berdasarkan tujuan, identifikasi dan seleksi indikator yang akan dinilai atau
dimonitoring
4. Tetapkan unit penelitian pada setiap indikator
5. Persiapkan metode atau teknik penilaian atau monitoring yang akan digunalkan untuk
mengumpulkan data
6. Evaluasai dan kaji metode yang digunakan
7. Susun rencana kerja untuk penilaian monitoring
B. BAYI BARU LAHIR DAN BALITA
1. Neonatus
Masa neonatal adalah masa sejak lahir sampai dengan 4 minggu (28 hari) sesudah
kelahiran. Neonatus adalah bayi berumur 0 (baru lahir) sampai dengan usia 28 hari.
Neonatus dini adalah bayi berusia 0-7 hari. Neonatus lanjut adalah bayi berusia 8-28
hari. (Wafi Nur Muslihatun, 2010).
2. Bayi Baru Lahir
Menurut Saifuddin, (2002) Bayi baru lahir adalah bayi yang baru lahir selama 1 jam
pertama kelahiran. Menurut Donna L. Wong, (2003) Bayi baru lahir adalah bayi dari
lahir sampai usia 4 minggu. Lahirrnya biasanya dengan usia gestasi 38 – 42 minggu.
Bayi baru lahir adalah hasil konsepsi yang baru keluar dari rahim seorang ibu melalui
jalan kelahiran normal atau dengan bantuan alat tertentu sampai usia 1 bulan.
Menurut Dep. Kes. RI, (2007) Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dengan
umur kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu dan berat lahir 2500 gram sampai
4000 gram.
3. Bayi
Bayi merupakan individu yang berusia 0-12 bulan yang ditandai dengan
pertumbuhan dan perkembangan yang cepat disertai dengan perubahan dalam
kebutuhan zat gizi (Wong, 2003). Menurut Soetjiningsih (2004), bayi adalah usia 0
bulan hingga 1 tahun. Dengan pembagian sebagai berikut: a. Masa neonatal, yaitu
usia 0 – 28 hari 1). Masa neonatal dini, yaitu usia 0 – 7 hari 2). Masa neonatal lanjut,
yaitu usia 8 – 28 hari b. Masa pasca neonatal, yaitu usia 29 hari – 1 tahun. Bayi
merupakan manusia yang baru lahir sampai umur 1 tahun.
4. Batita dan Balita
Balita adalah masa anak mulai berjalan dan merupakan masa yang paling hebat
dalam tumbuh kembang, yaitu pada usia 1 sampai 5 tahun. Masa ini merupakan masa
yang penting terhadap perkembangan kepandaian dan pertumbuhan intelektual.
(Mitayani, 2010) Balita adalah anak yang berumur 0-59 bulan, pada masa ini ditandai
dengan proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat.
Balita adalah istilah umum bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak prasekolah (3-
5 tahun). Saat usia batita, anak masih tergantung penuh kepada orang tua untuk
melakukan kegiatan penting, seperti mandi, buang air dan makan. Perkembangan
berbicara dan berjalan sudah bertambah baik. Namun kemampuan lain masih
terbatas. (Sutomo, 2010).

C. OBAT DAN VAKSIN


1. Imunisasi
Imunisasi merupakan suatu program yang dengan sengaja memasukkan antigen lemah
agar merangsang antibodi keluar sehingga tubuh dapat resisten terhadap penyakit tertentu.
Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan
vaksin kedalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit
tertentu.
Imunisasi merupakan salah satu cara pencegahan penyakit menular khususnya penyakit
yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) yang diberikan kepada tidak hanya anak sejak
bayi hingga remaja tetapi juga pada dewasa. Cara kerja imunisasi yaitu dengan memberikan
antigen bakteri atau virus tertentu yang sudah dilemahkan atau dimatikan dengan tujuan
merangsang sistem imun tubuh untuk membentuk antibodi. Antibodi menimbulkan atau
meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif sehingga dapat mencegah atau mengurangi
akibat penularan PD3I tersebut. (Depkes, 2016) Vaksin adalah produk biologi yang berisi
antigen berupa mikroorganisme yang sudah mati atau masih hidup yang dilemahkan, masih
utuh atau bagiannya, atau berupa toksin mikroorganisme yang telah diolah menjadi toksoid
atau protein rekombinan, yang ditambahkan dengan zat lainnya, yang bila diberikan kepada
seseorang akan menimbulkan kekebalan spesifik secara aktif terhadap penyakit tertentu.
(Kemkes,2017).
2. JENIS IMUNISASI
a. Imunisasi Aktif
Merupakan pemberian suatu bibit penyakit yang telah dilemahkan (vaksin) agar
nantinya sistem imun tubuh berespon spesifik dan memberikan suatu ingatan
terhadap antigen ini, sehingga ketika terpapar lagi tubuh dapat mengenali dan
meresponnya. Contoh imunisasi aktif adalah imunisasi polio dan campak. Dalam
imunisasi aktif terdapat beberapa unsur-unsur vaksin, yaitu :
i. Vaksin dapat berupa organisme yang secara keseluruhan dimatikan, eksotoksin
yang di detoksifikasi saja, atau endotoksin yang terikat pada protein pembawa
seperti polisakarida, dan vaksin dapat juga berasal dari ekstrak komponen-
komponen organisme dari suatu antigen. Dasarnya adalah antigen harus
merupakan bagian dari organisme yang dijadikan vaksin.
ii. Pengawet/stabilisator, atau antibiotik. Merupakan zat yang digunakan agar vaksin
tetap dalam keadaan lemah atau menstabilkan antigen dan mencegah tumbuhnya
mikroba. Bahan-bahan yang digunakan seperti air raksa atau antibiotik yang biasa
digunakan.
iii. Cairan pelarut dapat berupa air steril atau juga berupa cairan kultur jaringan yan
digunakan sebagai media tumbuh antigen, misalnya telur, protein serum, bahan
kultur sel.
iv. Adjuvan, terdiri dari garam aluminium yang berfungsi meningkatkan sistem imun
dariantigen. Ketika antigen terpapar dengan antibodi tubuh, antigen dapat
melakukan perlawanan juga, dalam hal ini semakin tinggi perlawanan maka
semakin tinggipeningkatan antibodi tubuh.
b. Imunisasi Pasif
Merupakan suatau proses peningkatan kekebalan tubuh dengan cara memberikan zat
immunoglobulin, yaitu zat yang dihasilkan melalu suatu proses infeksi yang dapat
berasal dari plasma manusia (kekebalan yang didapatkan bayi dari ibu melalui
plasenta) atau binatang (bisa ular) yang digunakan untuk mengatasi mikroba sudah
masuk dalam tubuh yang terinfeksi . Contoh yang terdapat pada bayi yang baru lahir
dimana bayi tersebut menerima berbagai jenis antibodi dari ibunya melalui darah
plasenta selama masa kandungan,misalnya antibodi terhadap campak.

3. JENIS VAKSIN LIMA IMUNISASI DASAR LENGKAP


a. BCG
Imunisasi BCG merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah
terjadinya penyakit TBC yang berat sebab terjadinya penyakit TBC yang primer atau
yang ringan dapat terjadi walaupun sudah dilakukan imunisasi BCG. TBC yang berat
contohnya adalah TBC pada selaput otak, TBC milier pada seluruh lapangan paru, atau
TBC tulang. Vaksin BCG merupakan vaksin yang mengandung kuman TBC yang telah
dilemahkan. Frekuensi pemberian imunisasi BCG adalah 1 dosis sejak lahir sebelum
umur 3 bulan. Vaksin BCG diberikan melalui intradermal/intracutan. Efek samping
pemberian imunisasi BCG adalah terjadinya ulkus pada daerah suntikan, limfadenitis
regionalis, dan reaksi panas.
b. Hepatitis B
Imunisasi hepatitis B merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah
terjadinya penyakit hepatitis B. kandungan vaksin ini adalah HbsAg dalam bentuk cair.
Frekuensi pemberian imunisasi hepatitis B adalah 3 dosis. Imunisasi hepatitis ini
diberikan melalui intramuscular.
c. Polio
Imunisasi polio merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah
terjadinya penyakit polio myelitis yang dapat menyebabkan kelumpuhan pada anak.
Kandungan vaksin ini adalah virus yang dilemahkan. Frekuensi pemberian imunisasi
polio adalah 4 dosis. Imunisasi polio diberikan melalui oral.
d. DPT
Imunisasi DPT merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah
terjadinya penyakit difteri, pertusis dan tetanus. Vaksin DPT ini merupakan vaksin
yang mengandung racun kuman difteri yang telah dihilangkan sifat racunnya, namun
masih dapat merangsang pembentukan zat anti (toksoid). Frekuensi pemberian imuisasi
DPT adalah 3 dosis. Pemberian pertama zat anti terbentuk masih sangat sedikit (tahap
pengenalan) terhadap vaksin dan mengaktifkan organ-organ tubuh membuat zat anti.
Pada pemberian kedua dan ketiga terbentuk zat anti yang cukup. Imunisasi DPT
diberikan melalui intramuscular. Pemberian DPT dapat berefek samping ringan ataupun
berat. Efek ringan misalnya terjadi pembengkakan, nyeri pada tempat penyuntikan, dan
demam. Efek berat misalnya terjadi menangis hebat, kesakitan kurang lebih empat jam,
kesadaran menurun, terjadi kejang,encephalopathy, dan syok.
e. Campak
Imunisasi campak merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah
terjadinya penyakit campak pada anak karena termasuk penyakit menular. Kandungan
vaksin ini adalah virus yang dilemahkan. Frekuensi pemberian imunisasi campak
adalah 1 dosis. Imunisasi campak diberikan melalui subkutan. Imunisasi ini memiliki
efek samping seperti terjadinya ruam pada tempat suntikan dan panas.

4. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMUNISASI


a. Status imun penjamu
 Adanya antibodi spesifik pada penjamu keberhasilan vaksinasi, misalnya:
(Campak pada bayi, Kolostrum ASI – Imunoglobulin A polio)
 Maturasi imunologik : neonatus fungsi makrofag, kadar komplemen, aktifasi
optonin.
 Pembentukan antibodi spesifik terhadap antigen kurang, hasil vaksinasi ditunda
sampai umur 2 tahun.
 Cakupan imunisasi semaksimal mungkin agar anak kebal secara simultan, bayi di
imunisasi.
 Frekuensi penyakit : dampaknya pada neonatus berat imunisasi dapat diberikan
pada neonatus.
 Status imunologik (seperti defisiensi imun) respon terhadap vaksin kurang
b. Genetik
Secara genetik respon imun manusia terhadap antigen tertentu baik, cukup, rendah.
Keberhasilan vaksinasi tidak 100%.
c. Kualitas vaksin
1. Cara pemberian.
Misalnya polio oral, imunitas lokal dan sistemik.
2. Dosis vaksin
 Tinggi hambatan respon, menimbulkan efek samping
 Jika rendah,maka tidak merangsang sel imuno kompeten
3. Frekuensi pemberian.
Respon imun sekunder Sel efektor aktif lebih cepat, lebih tinggi produksinya,
afinitas lebih tinggi. Frekuensi pemberian mempengaruhi respon imun yang
terjadi. Bila vaksin berikutnya diberikan pada saat kadar antibodi spesifik masih
tinggi, sedangkan antigen dinetralkan oleh antibodi spesifik maka tidak
merangsang sel imuno kompeten.
4. Ajuvan (obat yang bekerja membantu berkhasiatnya obat lain)
 Zat yang meningkatkan respon imun terhadap antigen
 Mempertahankan antigen agar tidak cepat hilang
 Mengaktifkan sel imuno kompeten
5. Jenis vaksin.
Vaksin hidup menimbulkan respon imun lebih baik.
6. Kandungan vaksin (Antigen virus, Bakteri, Vaksin yang dilemahkan seperti
polio,campak, BCG. Vaksin mati : pertusis. Eksotoksin : toksoid, difteri, tetanus.
Ajuvan: persenyawaan aluminium. Cairan pelarut : air, cairan garam fisiologis,
kultur jaringan,telur.

5. FAKTOR YANG DAPAT MERUSAK VAKSIN DAN KOMPOSISI VAKSIN


a. Panas dapat merusak semua vaksin.
b. Sinar matahari dapat merusak BCG.
c. Pembekuantoxoid.
d. Desinfeksi / antiseptik : sabun.

6. TATACARA PEMBERIAN IMUNISASI


Sebelum melakukan vaksinasi, dianjurkan dianjurkan mengikuti tata cara seperti
berikut:
a. Memberitahukan secara rinci tentang risiko imunisasi dan risiko apabila tidak di
vaksinasi.
b. Periksa kembali persiapan untuk melakukan pelayanan secepatnya bila terjadi reaksi
ikutan yang tidak diharapkan.
c. Baca dengan teliti informasi tentang yang akan diberikan dan jangan lupa mendapat
persetujuan orang tua. Melakukan tanya jawab dengan orang tua atau pengasuhnya
sebelum melakukan imunisasi.
d. Tinjau kembali apakah ada kontraindikasi terhadap vaksin yang akan diberikan.
e. Periksa identitas penerima vaksin dan berikan antipiretik bila diperlukan
f. Periksa jenis vaksin dan yakin bahwa vaksin tersebut telah disimpan dengan baik.
g. Periksa vaksin yang akan diberikan apakah tampak tanda-tanda perubahan. Periksa
tanggal kadaluarsa dan catat hal-hal istimewa, misalnya adanya perubahan warna
yang menunjukkan adanya kerusakan.
h. Yakin bahwa vaksin yang akan diberikan sesuai jadwal dan ditawarkan pula vaksin
lain untuk mengejar imunisasi yang tertinggal (catch up vaccination) bila diperlukan.
i. Berikan vaksin dengan teknik yang benar. Lihat uraian mengenai pemilihan jarum
suntik, sudut arah jarum suntik, lokasi suntikan, dan posisi penerima vaksin.
j. Setelah pemberian vaksin, kerjakan hal-hal seperti berikut:
Berilah petunjuk (sebaiknya tertulis) kepada orang tua atau pengasuh, apa yang
harus dikerjakan dalam kejadian reaksi yang biasa atau reaksi ikutan yang lebih
berat .Catat imunisasi dalam rekam medis pribadi dan dalam catatan klinis.Catatan
imunisasi secara rinci harus disampaikan kepada Dinas Kesehatan bidang P2M.
Periksa status imunisasi anggota keluarga lainnya dan tawarkan vaksinasi untuk
mengejar ketinggalan, bila diperlukan .
Dalam situasi vaksinasi yang dilaksanakan untuk kelompok besar, pelaksanaannya
dapat bervariasi, namun rekomendasi tetap seperti di atas yang berpegang pada
prinsip-prinsip higienis, surat persetujuan yang valid, dan pemeriksaan/penilaian
sebelum imunisasi harus dikerjakan.

 Penyimpanan
Vaksin yang disimpan dan diangkut secara tidak benar akan kehilangan
potensinya.Instruksi pada lembar penyuluhan (brosur) informasi produk harus
disertakan. Aturan umum untuk sebagian besar vaksin, bahwa vaksin harus di
dinginkan pada temperatur 2-8oC dan tidak membeku. Sejumlah vaksin (DPT dan
hepatitis B) menjadi tidak aktif bila beku. Pengguna dinasehatkan untuk melakukan
konsultasi guna mendapatkan informasi khusus vaksin-vaksin individual, karena
beberapa vaksin (polio) dapat disimpan dalam keadaan beku.
 Pengenceran
Vaksin kering yang beku harus diencerkan dengan cairan pelarut khusus dan
digunakan dalam periode waktu tertentu. Apabila vaksin telah diencerkan, harus
diperiksa terhadap tanda-tanda kerusakan (warna dan kejernihan). Perlu diperhatikan
bahwa vaksin campak yang telah diencerkan cepat mengalami perubahan pada suhu
kamar. Jarum ukuran 21 yang steril dianjurkan untuk mengencerkan dan jarum
ukuran 23 dengan panjang 25 mm digunakan untuk menyuntikkan vaksin.
 Pembersihan Kulit
Tempat suntikan harus dibersihkan sebelum imunisasi dilakukan namun apabila
kulit telah bersih, antiseptik kulit tidak diperlukan.
 Pemberian Suntikan
Sebagian besar vaksin diberikan melalui suntikanintramuskular atau subkutan
dalam. Terdapat perkecualian pada dua jenis vaksin yaitu polio diberikan per-oral
dan BCG diberikan dengan suntikan intradermal.
 Teknik dan Ukuran Jarum
Para petugas yang melaksanakan vaksinasi harus memahami teknik dasar dan
petunjuk keamanan pemberian vaksin, untuk mengurangi risiko penyebaran infeksi
dan trauma akibat suntikan yang salah. Pada tiap suntikan harus digunakan tabung
suntikan dan jarum baru, sekali pakai dan steril. Sebaiknya tidak digunakan botol
vaksin yang multidosis,karena risiko infeksi. Apabila memakai botol multidosis
(karena tidak ada laternatif vaksin dalam sediaan lain) maka jarum suntik yang telah
digunakan menyuntikkan tidak boleh dipakai lagi mengambil vaksin.Tabung suntik
dan jarum harus dibuang dalam tempat tertutup yang diberi tanda(label) tidak mudah
robek dan bocor, untuk menghindari luka tusukan atau pemakaian ulang. Tempat
pembuangan jarum suntik bekas harus dijauhkan dari jangkauan anak-anak.
Sebagian besar vaksin harus disuntikkan kedalam otot. Penggunaan jarum yang
pendek meningkatkan risiko terjadi suntikan subkutan yang kurang dalam. Standar
jarum suntik ialah ukuran 23 dengan panjang 25 mm, tetapi ada perkecualian lain
dalam beberapa hal seperti berikut :
a. Pada bayi-bayi kurang bulan, umur dua bulan atau yang lebih muda dan bayi-
bayi kecil lainnya, dapat pula dipakai jarum ukuran 26 dengan panjang 16 mm.
b. Untuk suntikan subkutan pada lengan atas, dapakai jarum ukuran 25 dengan
panjang 16mm, untuk bayi-bayi kecil dipakai jarum ukuran 27 dengan panjang
12 mm.
c. Untuk suntikan intradermal pada vaksin BCG dipakai jarum ukuran 25-27
denganpanjang 10 mm.
 Arah Sudut Jarum pada Suntikan Intramuskular
Jarum suntik harus disuntikkan dengan sudut 450 sampai 600 ke dalam otot
vastuslateralis atau otot deltoid (lengan atas). Untuk otot vastus lateralis, jarum harus
diarahkan kearah lutut dan untuk deltoid jarum harus diarahkan ke pundak.
Kerusakan saraf dan pembuluh vaskular dapat terjadi apabila suntikan diarahkan
pada sudut 90. pada suntikan dengan sudut jarum 450 sampai 600 akan mengalami
hambatan ringan pada waktu jarum masuk ke dalam otot.
 Tempat Suntikan yang Dianjurkan
Paha anterolateral adalah bagian tubuh yang dianjurkan untuk vaksinasi pada
bayibayi dan anak-anak umur dibawah 12 bulan. Regio deltoid adalah alternatif
untuk vaksinasi pada anak-anak yang lebih besar (mereka yang telah dapat berjalan)
dan orang dewasa. Daerah anterolateral paha adalah bagian yang dianjurkan untuk
vaksinasi bayi-bayi dan tidak pada pantat(daerah gluteus) untuk menghindari risiko
kerusakan saraf ischiadica(nervus ischiadicus). Risiko kerusakan saraf ischiadica
akibat suntikan di daerah gluteus lebih banyak dijumpai pada bayi karena variasi
posisi saraf tersebut, masa otot lebih tebal, sehingga pada vaksinasi dengan suntikan
intramuskular di daerah gluteal dengan tidak sengaja menghasilkan suntikan
subkutan dengan reaksi lokal yang lebih berat. Sedangkan untuk vaksinasi BCG,
harus disuntik pada kulit di atas insersi otot deltoid (lengan atas), sebab suntikan-
suntikan diatas puncak pundak memberi risiko terjadinya keloid.
 Posisi Anak dan Lokasi Suntikan
Vaksin yang disuntikkan harus diberikan pada bagian dengan risiko kerusakan
saraf,pembuluh vaskular serta jaringan lainnya. Penting bahwa bayi dan anak jangan
bergerak saat disuntik, walaupun demikian cara memegang bayi dan anak yang
berlebihan akan menambah ketakutan sehingga meningkatkan ketegangan otot.
Perlu di yakinkan kepada orang tua atau pengasuh untuk membantu memegang anak
atau bayi, dan harus diberitahu agar mereka memahami apa yang sedang dikerjakan.
Alasan memilih otot vastus lateralis pada bayi dan anak umur dibawah 12 bulan
adalah :
a. Menghindari risiko kerusakan saraf ischiadica pada suntikan daerah gluteal.
b. Daerah deltoidpada bayi dianggap tidak cukup tebal untuk menyerap suntikan
secara adekuat.
c. Sifat imunogenesitas vaksin hepatitis B berkurang bila disuntikkan di daerah
gluteal.
d. Menghindari risiko reaksi lokal dan terbentuk pembengkakan di tempat suntikan
yang menahun.
e. Menghindari lapisan lemak subkutan yang tebal pada paha bagian anterior.
 Vastus Lateralis, Posisi Anak dan Lokasi Suntikan
Vastus lateralis adalah otot bayi yang tebal dan besar, yang mengisi bagian antero
lateral paha. Vaksin harus disuntikkan ke dalam batas antara sepertiga otot bagian
atas dan tengah yang merupakan bagian yang paling tebal dan padat. Jarum harus
membuat sudut450-600 terhadap permukaan kulit, dengan jarum kearah lutut, maka
jarum tersebut harus menembus kulit selebar ujung jari di atas(ke arah proksimal)
batas hubungan bagian atas dan sepertiga tengah otot. Anak atau bayi diletakkan di
atas meja periksa, dapat dipegang oleh orangtua/pengasuh atau posisi setengah tidur
pada pangkuan orang tua atau pengasuhnya. Celana(popok) bayi harus dibuka bila
menutupi otot vastus lateralis sebagai lokasi suntikan, bila tidak demikian vaksin
akan disuntikkan terlalu bawah di daerah paha. Kedua tangan dipegang menyilang
pelvis bayi dan paha dipegang dengan tangan antara jempol dan jari-jari. Posisi ini
akan mengurangi hambatan dalam proses penyuntikan dan membuatnya lebih lancar.
Lokasi suntikan pada vastus lateralis :
a. Letakkan bayi di atas tempat tidur atau meja, bayi ditidurkan terlentang.
b. Tungkai bawah sedikit ditekuk dengan fleksi pada lutut.
c. Cari trochanter mayor femur dan condylus lateralis dengan cara palpasi, tarik
garis yang menghubungkan kedua tempat tersebut. Tempat suntikan vaksin ialah
batas sepertiga bagian atas dan tengah pada garis tersebut (bila tungkai bawah
sedikit menekuk, maka lekukan yang dibuat oleh tractus iliotibialis menyebabkan
garis bagian distal lebih jelas).
d. Supaya vaksin yang disuntikkan masuk ke dalam otot pada batas antara sepertiga
bagian atas dan tengah, jarum ditusukkan satu jari di atas batas tersebut.
 Deltoid, Posisi Anak dan Lokasi Suntikan
a. Posisi seorang anak yang paling nyaman untuk suntikan di daerah deltoid ialah
duduk diatas pangkuan ibu atau pengasuhnya
b. Lengan yang akan disuntik dipegang menempel pada tubuh bayi, sementara
lengan lainnya diletakkan di belakang tubuh orang tua atau pengasuh.
c. Lokasi deltoid yang benar adalah penting supaya vaksinasi berlangsung aman dan
berhasil.
d. Posisi yang salah akan menghasilkan suntikan subkutan yang tidak benar dan
meningkatkan risiko penetrasi saraf. Untuk mendapatkan lokasi deltoid yang baik
membuka lengan atas dari pundak kesiku. Lokasi yang paling baik adalah pada
tengah otot, yaitu separuh antara akromnion dari insersi pada tengah humerus.
Jarum suntik ditusukkan membuat sudut 450-600 mengarah pada akromnion. Bila
bagian bawah deltoid yang disuntik, ada risiko trauma saraf radialis karena saraf
tersebut melingkar dan muncul dari otot trisep.
 Pengambilan Vaksin dari Botol (Vial)
Untuk vaksin yang diambil menembus tutup karet atau yang telah dilarutkan,harus
memakai jarum baru. Apabila vaksin telah diambil dari vial yang terbuka, dapat
dipakai jarum yang sama. Jarum atau semprit yang telah digunakan menyuntik
seseorang tidak boleh digunakan untuk mengambil vaksin dari botol vaksin karena
risiko kontaminasi silang, vaksin dalam botol yang berisi dosis ganda (multidosis)
jangan digunakan kecuali tidak ada alternatif lain.
 Penyuntikan Subkutan
Perhatian untuk suntikan subkutan :
a. Arah jarum 450 terhadap kulit.
b. Cubit tebal untuk suntikan subkutan.
c. Aspirasi semprit sebelum vaksin disuntikkan.
d. Untuk suntikan multipel diberikan pada bagian ekstrimitas berbeda.
 Penyuntikan Intramuscular
Perhatian untuk penyuntikan intramuskular :
a. Pakai jarum yang cukup panjang untuk mencapai otot.
b. Suntik dengan arah jarum 450-600, lakukan dengan cepat.
c. Tekan kulit sekitar tempat suntikan dengan ibu jari dan telunjuk saat jarum
ditusukkan.
d. Aspirasi semprit sebelum vaksin disuntikkan, untuk meyakinkan tidak masuk ke
dalam vena. Apabila terdapat darah, buang dan ulangi dengan suntikan baru.
Untuk suntikan multipel diberikan pada bagian ekstrimitas berbeda.
 Pemberian Dua atau Lebih Vaksin pada Hari Yang Sama
Pemberian vaksin-vaksin yang berbeda pada umur yang sesuai, boleh diberikan pada
hari yang sama. Vaksinin activated dan vaksin virus hidup, khususnya vaksin yang
dianjurkan dalam jadwal imunisasi, pada umumnya dapat diberikan pada lokasi yang
berbeda saat hari kunjungan yang sama. Misalnya pada kesempatan yang sama dapat
diberikan vaksin-vaksin DPT, hepatitis B, dan polio. Vaksin-vaksin yang berbeda
tidak boleh dicampur dalam satu semprit. Vaksin-vaksin yang berbeda yang
diberikan pada seseorang pada hari yang sama harus disuntikkan pada lokasi yang
berbeda dengan menggunakan semprit yang berbeda.
7. JADWAL IMUNISASI
a. BCG
1) Imunisasi BCG diberikan pada umur sebelum 3 bulan. namun dianjurkan
pemberianimunisasi BCG pada umur antara 0-12 bulan
2) Dosis 0,05 ml untuk bayi kurang dari 1 tahun dan 0,1 ml untuk anak (>1 tahun).
3) Imunisasi BCG ulangan tidak dianjurkan.
4) Vaksin BCG tidak dapat mencegah infeksi tuberculosis, namun dapat mencegah
komplikasinya.
5) Apabila BCG diberikan pada umur lebih dari 3 bulan, sebaiknya dilakukan uji
tuberculin terlebih dahulu. Vaksin BCG diberikan apabila uji tuberkulin negatif.

b. Hepatitis B
1) Imunisasi hepatitis B-1 diberikan sedini mungkin (dalam waktu 12 jam) setelah
lahir.
2) Imunisasi hepatitis B-2 diberikan setelah 1 bulan (4 minggu) dari imunisasi
hepatitis B-1 yaitu saat bayi berumur 1 bulan. Untuk mendapatkan respon imun
optimal,intervalimunisasi hepatitis B-2 dengan hepatitis B-3 minimal 2 bulan,
terbaik 5 bulan. Maka imunisasi hepatitis B-3 diberikan pada umur 3-6 bulan.
3) Departemen kesehatan mulai tahun 2005 memberikan vaksin hepatitis B-0
monovalen(dalam kemasan uniject) saatlahir, dilanjutkan dengan vaksin
kombinasi DTwP/hepatitisB pada umur 2-3-4 bulan. Tujuan vaksin hepatitis B
diberikan dalam kombinasi dengan DTwP untuk mempermudah pemberian dan
meningkatkan cakupan hepatitis B-3 yang masih rendah.
4) Apabila sampai dengan usia 5 tahun anak belum pernah memperoleh imunisasi
hepatitis B, maka secepatnya diberikan imunisasi hepatitis B dengan jadwal 3 kali
pemberian.
c. DPT
1) Imunisasi DPT primer diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan (DPT tidak boleh
diberikan sebelum umur 6 minggu) dengan interval 4-8 minggu. Interval terbaik
diberikan 8 minggu,jadi DPT-1 diberikan pada umur 2 bulan, DPT-2 pada umur 4
bulan dan DPT-3 pada umur 6 bulan.
2) Dosis DPT adalah 0,5 ml, intramuskular, baik untuk imunisasi dasar maupun
ulangan.
3) Vaksin DPT dapat diberikan secara kombinasi dengan vaksin lain yaitu
DPT/Hepatitis B dan DPT/IPV.

d. Polio
Terdapat 2 kemasan vaksin polio yang berisi virus polio-1, 2, dan 3.
1) OPV, hidup dilemahkan, tetes, oral.; 2.IPV, in-aktif, suntikan.
2) Polio-0 diberikan saat bayi lahir sesuai pedoman PPI sebagai tambahan untuk
mendapatkan cakupan imunisasi yang tinggi.
3) Untuk imunisasi dasar (polio-2, 3, 4) diberikan pada umur 2,4, dan 6 bulan,
interval antara dua imunisasi tidak kurang dari 4 minggu.
4) OPV diberikan 2 tetes per-oral.
5) IPV dalam kemasan 0,5 ml, intramuscular. Vaksin IPV dapat diberikan tersendiri
atau dalam kemasan kombinasi (DPT/IPV).

e. Campak
Vaksin campak rutin dianjurkan diberikan dalam satu dosis 0,5 ml secara subkutan
dalam,pada umur 9 bulan.

8. KONTRAINDIKASI IMUNISASI
a. Analfilaksis atau reaksi hipersensitifitas yang hebat merupakan kontraindikasi
mutlak terhadap dosis vaksin berikutnya. Riwayat kejang demam dan panas lebih
dari 380 C merupakan kontraindikasi pemberian DPT, hepatitis B-1 dan campak
b. Jangan berikan vaksin BCG kepada bayi yang menunjukkan tanda dan gejala
AIDS,sedangkan vaksin yang lain sebaiknya diberikan.
c. Jika orang tua sangat berkeberatan terhadap pemberian imunisasi kepada bayi yang
sakit,lebih baik jangan diberikan vaksin, tetapi mintalah ibu kembali lagi ketika bayi
sudah sehat.
9. MITOS-MITOS IMUNISASI
Usia dan pendidikan orang tua dapat mempengaruhi pemberian imunisasi akibat
kurangnya pemahaman terhadap imunisasi. Dan di masyarakat sering terdengar
pendapat yang salah mengenai imunisasi. Tidak jarang dijumpai orang tua yang ragu
atau bahkan menolak imunisasi dengan berbagai alasan. Ketakutan atau penolakan
imunisasi mungkin berdasarkan pandangan religi, filosofis tertentu, anggapan imunisasi
sebagai intervensi pemerintah.Keraguan tentang manfaat dan keamanan imunisasi perlu
ditanggapi secara aktif. Apabila orang tua mendapat jawaban akurat dan informasi yang
benar, maka orang tua dapat membuat keputusan yang benar tentang imunisasi. (IDAI,
2008) Mitos-mitos imunisasi yang sering dijumpai :
a. Vaksin MMR (meales, mumps dan rubella) bisa menyebabkan anak autis.
Tidak ada hubungan antara vaksin MMR dengan perkembangan autis, ini sudah
dibuktikan melalui penelitian ilmiah. Biasanya gejala autis pertama kali terlihat saat
bayi berusia 12 sampai 18 bulan, dimana hampir bersamaaan dengan diberikannya
vaksin MMR.Kebanyakan autis disebabkan oleh faktor genetik, jadi jangan takut
untuk memberikan vaksinMMR pada anak.
b. Terlalu banyak vaksin akan membebani system imun.
Mitos ini tidak benar, karena meskipun jumlah suntikan vaksin meningkat tapi
jumlah antigen telah menurun. Selain itu sistem imun manusia memberikan respon
terhadap ratusan antigen dalam kehidupan setia hari. Berbagai penelitian tidak
memperlihatkan meningkatnya penyakit infeksi setelah adanya imunisasi.
c. Lebih baik memberi natural infeksi dibandingkan dengan vaksinasi.
Mitos ini tidak benar. Suatu penyakit bisa mengakibatkan kematian serta kecacatan
yang permanen, dan dengan melakukan vaksinasi dapat memberikan perlindungan
tanpa efek samping yang berat.
d. Sesudah imunisasi tidak akan tertular penyakit tersebut.
Tidak ada vaksinasi yang memberikan perlindungan terhadap suatu penyakit secara
100%. Bayi atau anak yang telah melakukan imunisasi masih ada kemungkinan yang
sangat kecil untuk bisa tertular penyakit tersebut, namun akan jauh lebih ringan
dibandingkan dengan anak yang tidak di imunisasi. Sehingga kemungkinan untuk
bisa sembuh jauh lebih besar.
e. Imunisasi dapat menyebabkan penyakit yang seharusnya dicegah dengan vaksin
tersebut.
Hal ini tidak benar, mustahil anak memperoleh penyakit dari imunisasi yang dibuat
dari kuman mati atau dilemahkan. Imunisasi yang dibuat dari kuman hidup dan
dilemahkan termasuk imunisasi campak, Gabak (rubella), gondong, cacar air, BCG
dan polio.
f. Imunisasi sepertinya tidak efektif 100%, sia-sia saja anak diberlakukan imunisasi
Fakta : jarang ada keberhasilan 100% di dunia kesehatan. Namun, kini imunisasi
yang diberikan 85-99% berhasil merangsang tubuh membuat antibodi. Lebih baik
bayi menangis 1menit karena disuntik imunisasi dari pada anak meninggal karena
difteri, tetanus, campak atau penyakit lain dalam kategori imunisasi.
g. Mungkin anak akan menderita reaksi terhadap imunisasi yang menyakiti.
Reaksi umum terhadap imunisasi ringan saja seperti demam, kemerahan dan rasa
sakit pada tempat suntikan, ruam ringan. Jarang sekali terjadi kejang-kejang atau
reaksi alergi berat.
h. Anak tidak perlu imunisasi asalkan dia sehat, aktif, dan makan cukup banyak yang
bergizi. Imunisasi diberikan untuk menjaga anak tetap sehat, bukan memberi sehat.
Tujuan imunisasi adalah melindungi tubuh sebelum diserang penyakit. Saat yang
paling tepatmemberikan vaksin adalah saat anak sehat.
i. Pada seri vaksinasi, apabila seri satu kali terlambat, seri harus dimulai lagi dari
semula. Hal ini tidak benar. Kalau anak tidak diberi vaksinasi pada saat di
jadwalkan, memang dia kurang dilindungi terhadap penyakit. Akan tetapi seri
vaksinasi tidak perlu di ulang dari semula. Vaksinasi yang terlambat diberi saja dan
jadwal dimulai lagi dari tahap itu, bukan dari semula.Oleh karena itu, jangn
langsung percaya terhadap semua kabar burung yang beredar mengenai imunisasi,
sebaiknya cari tahu penjelasannya melalui situs-situs ilmiah di internet atau
berkonsultasi dengan dokter. (Proverawati, 2010)

D. VITAMIN K
Vitamin K merupakan vitamin larut dalam lemak yang memiliki peranan penting
dalam mengaktifkan zat-zat yang berperan dalam pembekuan darah, di antaranya zat yang
dikenal sebagai protrombin dan faktor-faktor pembekuan. Ada tiga bentuk vitamin K yang
diketahui yaitu:
a. Vitamin K1 (phytomenadione), terdapat pada sayuran hijau
b. Vitamin K2 (menaquinone), dihasilkan oleh bakteri normal usus (Bacteriodes fragilis)
c. Vitamin K3 (menadione), merupakan vitamin K sintetik Dalam keadaan normal, bayi
baru lahir relatif mengalami kekurangan vitamin K. Hal ini disebabkan karena
cadangan vitamin K bayi yang didapat dari ibu sangat terbatas, selain itu sumber
vitamin K yang didapat dari ASI hanya mengandung vitamin K dalam kadar
rendah.Vitamin K dapat diproduksi oleh bakteri normal dalam saluran cerna, akan
tetapi pada bayi baru lahir kondisi saluran cerna masih dalam keadaan steril (tidak ada
bakteri normal usus) sehingga vitamin K tidak dapat diproduksi. Fungsi organ hati
sebagai tempat metabolisme vitamin K juga belum dapat berfungsi secara matang
terutama pada bayi kurang bulan,
Apa akibatnya?
Kurangnya kadar vitamin K inilah yang dapat menyebabkan bayi baru lahir memiliki
resiko untuk mengalami gangguan perdarahan atau yang lebih dikenal dengan
perdarahan akibat defisiensi vitamin K (PDVK). Angka kejadian PDVK pada bayi baru
lahir berkisar antara 1:200 sampai 1:400 kelahiran bayi yang tidak mendapat suntikan
vitamin K. Gejala utamanya adalah perdarahan. Perdarahan dapat terjadi pada kulit,
hidung, mata dan saluran cerna yang ditandai oleh muntah atau tinja yang kehitaman,
bayi terlihat pucat, perdarahan yang terjadi terus menerus melalui bekas tusukan jarum
suntik. Perdarahan juga dapat terjadi secara spontan tanpa sebab yang jelas.Yang paling
serius adalah perdarahan dalam otak yang dapat dikenali melalui gejala seperti sakit
kepala, muntah tibatiba, menangis terus menerus, ubun-ubun besar membonjol,kejang
sampai dengan penurunan kesadaran. Perdarahan otak inilah yang dapat berlanjut
menjadi kecacatan otak bahkan kematian. Bayi dengan kondisi tertentu memiliki faktor
risiko lebih besar untuk terjadinya perdarahan, di antaranya bayi kurang bulan, bayi
yang lahir dari ibu yang menggunakan obat yang menghambat metabolisme vitamin K
di antaranya obat antikejang dan obat anti tuberkulosis selama kehamilan, bayi yang
mendapatkan antibiotic berkepanjangan (karena dapat membunuh bakteri normal usus
yang hasilkan vitamin K), bayi yang mengalami diare terus-menerus dan gangguan
penyerapan usus.
Pada bayi yang mendapat ASI secara eksklusif juga memiliki risiko terjadinya
perdarahan, akan tetapi manfaat pemberian ASI jauh lebih besar sehingga ASI tetap
pilihan yang terbaik bagi bayi. PDVK dapat dibagi berdasarkan waktu terjadinya:
PDVK Dini – terjadi pada < 24 jam pertama setelah kelahiran, Keadaan ini dapat
dicegah dengan pemberian suntikan vitamin K pada bayi baru lahir PDVK Klasik –
terjadi pada minggu pertama kehidupan, bentuk yang paling umum,disebabkan oleh
asupan vitamin K yang tidak adekuat dan tidak diberikannya suntikan vitamin K pada
bayi baru lahir PDVK Lambat –t erjadi pada bayi usia 2 minggu-6 bulan, sangat jarang
terjadi akan tetapi sangat serius menyebabkan kerusakan otak permanen bahkan
kematian Untuk mengetahui adanya PDVK perlu dilakukan pemeriksaan penunjang
berupa pemeriksaan faktor-faktor pembekuan, sementara untuk pemeriksaan
kemungkinan perdarahan otak dapat dilakukan USG atau CT Scan.
Perlukah vitamin K untuk bayi baru lahir?
Ya! Karena gejala kekurangan vitamin K tidak selalu terlihat dengan jelas, sekitar
1/3kasus terjadi tanpa adanya gejala maupun faktor risiko yang jelas. Oleh karena itu,
pemberian suntikan vitamin K perlu dilakukan pada setiap bayi baru lahir sebagai
tindakan pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya perdarahan pada bayi baru lahir.
Bagaimana dan kapan pemberiannya?
Vitamin K yang diberikan adalah vitamin K1, diberikan pada saat bayi baru lahir
sampai usia 2 minggu karena risiko terjadinya perdarahan bertambah terutama pada
usia 1-2minggu dan menurun menjelang usia 6 bulan setelah bayi mulai dapat
memproduksi vitaminK sendiri. Cara pemberian dapat dilakukan baik secara suntikan
di otot (intra muskular)ataupun di minum (oral)
 Suntikan di otot, dengan dosis tunggal 1 mg pada setiap bayi baru lahir
 Diminum, dengan dosis tunggal 2 mg diberikan tiga kali, yaitu pada saat bayi baru
lahir, pada umur 3-7 hari, dan pada umur 4-8 minggu.
Bagaimana bila anak saya terlambat diberi vitamin K?
Pada bayi yang terlambat mendapat vitamin K dan mengalami perdarahan akibat
kekurangan vitamin K, dokter akan memberikan pengobatan berupa suntikan vitamin K
dan transfuse darah. Pemberian vitamin K tidak perlu dilakukan ulangan, karena
semakin bertambah umur bayi, semakin baik kemampuan tubuhnya untuk
menghasilkan vitamin K dan semakin bervariasi asupan makanan yang didapatkan.

E. ALAT
1. Ingkubator
Kelahiran bayi prematur adalah bayi yang belum cukup bulan untuk lahir tapi
diharuskan lahir karena adanya masalah dalam kandungan.Ketuban yang peceh lebih cepat
bisa membuat air ketuban terinfeksi kuman, jika terlalu lama di biarkan lebih dari 18 jam,
akibatnya bayi bisa sesak nafas. Penyebab pecahnya ketuban karena stres yang dialami bayi
dalam kandungan. Stresnya dapat disebabkan oleh infeksi. Selain itu lahir prematur bisa jadi
karena kontraksi sang ibu. Jika kontraksi terjadi sebelum waktunya, bukan tak mungkin bayi
akan lahir prematur. Karena bayi stres, katup mulut janin pun jadi terbuka dan air ketuban
bias terminum oleh bayi, sehingga bayi akan mengalami sesak nafas.
 Ciri-ciri bayi premature
Kebanyakan orang menilai bahwa semua bayi prematur memiliki ciri badan yang kecil
danberatnya tidak sampai 2500 gram. Memang benar tapi bayi yang lahir normal pun bisa
saja memiliki badan yang kecil dan beratnya kurang. Mengapa? karena sang ibu memiliki
penyakit jantung, perokok, dan lain hal. Tapi secara fisik, bayi prematur bisa dibedakan yakni
dari kulitnya yang tipis, daun telinga jika ditekuk tidak mudah kembali, serta garis-garis di
telapak kakinya tidak penuh.
 Mengapa bayi prematur harus dirawat dengan inkubator?
Bayi yang lahir prematur harus dirawat dengan inkubator, sebab pengaturan suhu
tubuhnya belum stabil dan dia akan gampang kedinginan. Inkubator dapat menjaga suhu
sebuah ruangan agar suhu tetap konstan dan stabil. Suhu inkubator diatur dengan disesuaikan
dengan berat lahir atau usia kehamilan. Sesak nafas akibat pengembangan paru-paru yang
tidak bagus membuat bayi perlu diberi oksigen. Namun pemberian oksigen terlalu lama akan
menyebabkan retina bayi rusak. Setelah perawatan inkubator berakhir, mata bayi perlu
diperiksa secara berkala. Jika sudah stabil, bayi akan dirawat oleh ibu dengan cara perawatan
bayi lekat atau perawatan metode ‘kanguru’. Metode ini, bayi membutuh kan sentuhan kasih
sayang dan akan mendapatkan kehangatan dari tubuh ibu atau ayahnya seperti saat dalam
kandungan. Namun alat inkubator yang cukup mahal ini, jumlahnya masih kurang di negara-
negara berkembang,dan tak terjangkau untuk beberapa rumah sakit. Dengan mahalnya
inkubator, seorang peneliti muda asal Inggris tengah membuat inkubator dengan biaya yang
rendah. Dia berharap inkubator buatannya dapat digelembungkan. Roberts mahasiswa Teknik
Desain, mengatakan proyek ini masih dalam fase pengembangan, dan ia akan mendirikan
perusahaan untuk memproduksi inkubator secara massal.
2. Blue Light
Ikterus adalah warna kuning yang tampak pada putih mata (sklera) dan kulit bayi baru
lahir. Warna kuning itu pertanda terjadinya penumpukan bilirubin, yaitu senyawa hasil
pemecahan sel darah merah, bisa karena sel darah merah sudah tua atau ada proses
penghancuran yang abnormal. Semasa dalam kandungan, bilirubin dikeluarkan melalui
plasenta ibu. Setelah lahir, bayi harus mengeluarkannya sendiri. Pengeluaran bilirubin oleh
bayi memerlukan fungsi hati yang sempurna dan makanan dalam usus yang membawanya
keluar sebagai feses. Kadar bilirubin yang normal bergantung pada usia bayi. Contohnya,
kadar bilirubin12 mg/dl pada bayi kurang dari 24 jam adalah abnormal. Tetapi kadar tersebut
pada bayi cukup bulan usia 3 hari adalah normal.Bila bayi tampak kuning, perlu diperiksa
kadar bilirubin untuk menentukan apakah kadarnya masih normal atau sudah abnormal
sehingga perlu terapi. Dianggap di atas normal bila kadar biliburin lebih dari12 mg/dl. Bila
kadar bilirubin di atas normal, dokter akan melakukan terapi sinar biru pada bayi kuning
tersebut.
Terapi ini dilakukan di rumah sakit. Bayi diletakkan di bawah lampu yang
memancarkan spektrum cahaya biru dengan panjang gelombang tertentu (ukurannya sekitar
450 nanometer). Fungsi terapi sinar biru ini akan mengubah bilirubin menjadi senyawa yang
larut dalam air sehingga dapat dikeluarkan dari tubuh bayi. Berapa lama bayi menjalani terapi
sinar biru tergantung pada kadar bilirubin, biasanya sekitar 2-4 hari. Bila kadar bilirubin 12-
15 mg/dl, terapi dilakukan selama 2-3 hari. Bila kadarnya mencapai 15-20 mg/dl terapi
dilakukan selama 3-4 hari . Biliblanket. Selain terapi sinar biru, dapat pula dilakukan dengan
biliblanket, yaitu selimut yang mengandung serat optik yang juga terdapat pada sinar biru.
Bedanya, selimut ini dapat langsung menutup tubuh bayi sehingga Anda dapat langsung
menyusui dan memeluknya. Di Indonesia juga tersedia biliblanket, namun tidak begitu efektif
dalam menurunkan kadar bilirubin. Yang paling efektif adalah terapi sinar biru. Tranfusi
darah.Bila kadar bilirubin bayi baru lahir di atas 20 mg/dl, dokter akan malakukan transfusi
darah untuk menukar darah bayi. Karena, bilirubin yang sangat tinggi berisiko tinggi masuk
ke dalam otak sehingga terjadi gangguan pada otak dan kualitaS perkembangan bayi.
 Gejala kuning:
a. Kulit, selaput lendir (gusi, mata) berwarna kuning.
b. Bayi rewel, mengantuk, lemas
c. Kurang aktif menyusu
d. Urin berwarna kuning tua (pekat).
 Cara terapi:
a. Bayi dalam boks disinar dari jarak 10– 23,5 cm.
b. Saat diterapi, mata bayi ditutup dengan k ain kassa, agar retinanya aman.
c. Selama menjalani terapi, bayi harus sering disusui karena ASI efektif dalam
melancarkan proses buang air kecil dan buang air besar, dan bayi terhindar dari
dehidrasi akibat efek panas sinar biru tersebut. Belum ditemukan efek negatif dari
terapi sinar biru terhadap kesehatan bayi bila dilaksanakan dengan tepat. Terapi sinar
biru masih dianggap aman dan tidak mahal.

Anda mungkin juga menyukai