Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEBIDANAN BAYI FISIOLOGIS PADA BY. F UMUR 2


BULAN LAKI-LAKI NORMAL DI PUSKESMAS
PUDAKPAYUNG KOTA SEMARANG

Tugas ini diampu oleh Sri Rahayu, S.Kp.Ns, S.Tr.Keb, M.Kes

yang disusun oleh :

YUKE ASTARI
P1337424820002

PRODI PROFESI BIDAN JURUSAN KEBIDANAN SEMARANG


POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
TAHUN 2021
HALAMAN PENGESAHAN

Seminar Kasus Kelompok yang berjudul “Asuhan Kebidanan Bayi Fisiologis Pada
By. F Umur 2 Bulan Laki-Laki Normal Di Puskesmas Pudakpayung Kota Semarang”.
Telah disahkan dan disetujui untuk memenuhi laporan praktik Stage Neonatal, Bayi
dan Balita Fisiologis, oleh pembimbing klinik dan pembimbing institusi Prodi Profesi
Kebidanan Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan
Semarang Tahun 2021.

Semarang, Juni 2021

Pembimbing Institusi

Sri Rahayu, S.Kp.Ns, S.Tr.Keb, M.Kes


NIP.197408181998032001
KATA PENGANTAR

Kami mengucapkan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa, karena berkat rahmat
dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan laporan asuhan kebidanan Stage
Neonatal, Bayi dan Balita Fisiologis. Penulisan laporan ini merupakan salah satu
persyaratan untuk menyelesaikan tugas praktek kebidanan.
Dalam penulisan laporan ini kami mengucapkan terima kasih kepada pihak yang
telah membantu penyelesaian laporan ini:
1) Sri Rahayu, S.Kp.Ns, S.Tr.Keb, M.Kes selaku pembimbing institusi Poltekkes
Kemenkes Semarang
2) Pembimbing lahan praktik yang telah memberikan bimbingan kepada penulis
selama Stage Neonatal, Bayi dan Balita Fisiologis
3) Orang tua yang telah memberikan dukungan dan doa sehingga laporan ini
terselesaikan
4) Semua pihak yang terlibat dalam penyelesaian laporan ini.

Dalam penulisan laporan ini penulis merasa masih banyak kekurangan baik
pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki
penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi
penyempurnaan pembuatan laporan ini.

Semarang, 2021

Penulis,
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Imunisasi merupakan hal yang wajib diberikan pada bayi usia 0-9
bulan. Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan atau meningkatkan
kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit (Proverawati, 2010),
atau usaha untuk memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan
memasukkan vaksin kedalam tubuh guna merangsang pembuatan anti bodi
yang bertujuan untuk mencegah penyakit tertentu. Di Indonesia, imunisasi
yang telah diwajibkan oleh pemerintah sebagaimana juga yang telah
diwajibkan WHO antara lain; imunisasi BCG, DPT, Hepatitis, Campak dan
Polio (Ranuh, 2005: 8).
Pelayanan imunisasi dapat diperoleh di unit pelayanan kesehatan milik
pemerintah, seperti Rumah Sakit, Puskesmas bahkan Posyandu yang tersebar
diseluruh tanah air. Imunisasi DPT merupakan salah satu imunisasi yang wajib
diberikan pada bayi. DPT singkatan dari Difteri Pertusis Tetanus, yaitu vaksin
yang terbuat dari toksoid difteri dan tetanus yang dimurnikan, serta bakteri
pertusis yang telah dilemahkan. Imunisasi ini bermanfaat mencegah infeksi
penyakit difteri dan pertusis atau batuk 100 hari (Lisnawati, 2011: 58).
Menurut data yang didapat dari Departemen Kesehatan RI tahun 2009,
jumlah bayi di Indonesia yang menjadi sasaran imunisasi sebanyak 4.866.434
anak dan cakupan imunisasi pada tahun tersebut sebesar 95%. (Depkes RI,
Penyakit yang disebabkan oleh infeksi masih menjadi masalah kesehatan
di negara berkembang termasuk Indonesia. Penyakit infeksi merupakan
penyebab utama kematian anak. Penyakit infeksi yang cukup tinggi
memerlukan upaya pencegahan, salah satunya adalah imunisasi. Penyakit yang
Dapat Dicegah Dengan melakukan Imunisasi (PD3I) adalah Tuberculosis,
Hepatitis B, Difteri, Pertusis, Tetanus, Campak dan Polio.
Imunisasi menjadi penting karena dapat melindungi dari berbagai
penyakit yang berbahaya. Imunisasi merupakan bentuk intervensi kesehatan
yang sangat efektif dalam menurunkan angka kematian bayi dan balita.
Dengan imunisasi berbagai penyakit seperti TBC, Difteri, pertussis, tetanus,
hepatitis B, poliomyelitis dan campak dapat dicegah. Pentingnya pemberian
imunisasi dapat dilihat dari banyaknya balita yang meninggal akibat penyakit
yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Hal itu sebenarnya tidak perlu
terjadi karena penyakit-penyakit tersebut bisa dicegah dengan imunisasi. Oleh
karena itulah, untuk mencegah balita menderita beberapa penyakit yang
berbahaya, imunisasi pada bayi dan balita harus lengkap serta diberikan sesuai
jadwal (Dewi Vivian Nanny, 2010).
Imunisasi adalah suatu proses untuk membuat sistem pertahanan tubuh
kebal terhadap invasi mikroorganisme (bakteri dan virus) yang dapat
menyebabkan infeksi sebelum mikroorganisme tersebut memiliki kesempatan
unuk menyerang tubuh kita. Dengan imunisasi, tubuh kita akan terlindung dari
infeksi begitu pula orang lain karena tidak tertular dari kita (Marmi, 2012).
Program imunisasi DPT dan Polio di Indonesia dimulai pada tahun 1982.
Dan Indonesia berkomitmen untuk mencapai Eliminasi. Dengan demikian,
kekebalan masyarakat di daerah tersebut akan meningkat sehingga dapat
menurunkan kejadian penyakit Tuberculosis, Hepatitis B, Difteri, Pertusis,
Tetanus dan Polio. Faktanya banyak masyarakat yang menolak vaksinasi
dengan alasan dilarang agama atau tidak percaya dengan manfaat vaksin.
Ditambah lagi dengan asumsi masyarakat yang khawatir dengan adanya
vaksin palsu yang beredar, mengakibatkan semakin terhambatnya pemberian
imunisasi DPT-Hb-Hib dan Polio dengan adanya orangtua yang tidak mau
mengimunisasikan anaknya karena khawatir dengan kondisi anaknya apabila
sampai mendapatkan imunisasi dengan vaksin palsu (Sumardiyani, Windiyati
Retno, 2016).
Maka dari itu dengan memberikan asuhan kebidanan imunisasi dan
memberikan informasi dengan baik dalam upaya membantu tercapainya
imunisasi DPT –Hb-Hib dan Polio yang merata pada anak, diharapkan dapat
membantu mengurangi angka penyebaran penyakit tersebut.
Berdasarkan latar belakang di atas, untuk mencegah terjadinya penyakit
sehingga mampu berkontribusi dalam upaya peningkatan cakupan imunisasi
pada bayi. Dengan asuhan yang diberikan diharapkan bayi mendapatkan
asuhan sesuai dengan kondisinya saat ini dan selalu terpantau keadaannya
sehingga dapat dilakukan pencegahan dan penanganan apabila ada masalah.
Pada kesempatan kali ini penulis mengambil judul laporan “ Asuhan
Kebidanan Bayi Fisiologis Pada By. F Umur 2 Bulan Laki-Laki Normal Di
Puskesmas Pudakpayung Kota Semarang”
B. Rumusan masalah
Bagaimana aplikasi asuhan kebidanan pada bayi fisiologis di Puskesmas
Pudakpayung Kota Semarang?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu memberikan asuhan kebidanan dengan menggunakan manajemen
yang tepat pada bayi sehat dengan imunisasi.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu mengidentifikasi masalah dan melakukan analisa dari data
yang terkumpul dari bayi sehat dengan imunisasi.
b. Mampu menginterpretasikan data yang terkumpul baik dalam bentuk
diagnosa serta masalah dan kebutuhan pada bayi sehat.
c. Mampu mengidentifikasi diagnosa serta masalah potensial terhadap
bayi.
d. Mampu membuat rencana manajemen terhadap bai sehat.
e. Mampu mengimplementasikan rencana tindakan yang dibuat untuk
bayi sehat.
f. Mampu mengevaluasi sejauh mana tingkat keberhasilan rencana
manajemen yang telah dicapai terhadap bayi.
g. Mendokumentasikan hasil tindakan asuhan dalam bentuk catatan
SOAP.

D. Ruang Lingkup
Dalam membuat laporan ini penulis hanya membahas tentang Asuhan
Kebidanan pada Bayi Fisiologis Di Puskesmas Pudakpayung Kota Semarang.

E. Manfaat
1. Klien mendapatkan asuhan kebidanan pada Bayi Fisiologis secara holistik
2. Bidan dan mahasiswa kebidanan mampu menerapkan asuhan berdasarkan
teori dan evidence based.
3. Institusi dapat menjadikan laporan ini sebagai bahan referensi
F. Metode Penulisan
Laporan praktek Asuhan Kebidanan ini disusun dengan menggunakan
metode deskriptif dalam studi kasus yaitu menggambarkan secara nyata
tentang kondisi saat ini dengan perbandingannya antara teori dan kasus.
Adapun teknik dalam metode penelitian untuk pengumpulan data diantaranya :
1. Anamnesa
Dengan tanya jawab langsung antara tenaga kesehatan dengan ibu untuk
mendapatkan data subyektif.
2. Observasi TTV dan Pemeriksaan Fisik
Melakukan pemeriksaan langsung dengan pasien meliputi inspeksi,
palpasi, auskultasi untuk mendapatkan data obyektif.
3. Sumber Data
a. Sumber Data Primer : dari data tanya jawab dengan ibu
b. Sumber Data Sekunder : diperoleh dari status pasien
4. Tinjauan Pustaka
Mencari informasi melalui teks book, e-book dan beberapa situs internet yang
dapat dijadikan landasan teori dalam memberikan asuhan kebidanan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Balita
a. Pengertian Balita
Balita adalah individu atau sekelompok individu dari suatu
penduduk yang berada dalam rentang usia tertentu. Usia balita dapat
dikelompokkan menjadi tiga golongan yaitu golongan usia bayi (0-2
tahun), golongan balita (2-3 tahun) dan golongan prasekolah (>3-5 tahun).
Adapun menurut WHO, kelompok usia balita adalah 0-60 bulan
(Andriani dan Wirjatmadi, 2012). Anak balita adalah anak yang telah
menginjak usia diatas satu tahun atau lebih popular dengan pengertian
anak dibawah lima tahun. Balita adalah istilah umu bagi anak usia 1-3
tahun (batita) dan anak prasekolah(3-5 tahun). Saat usia batita, anak masih
tergantung penuh pada orangtua untuk melakukan kegiatan penting,
seperti mandi, buang air dan makan (Setyawati dan Hartini, 2018).
Masa anak dibawah lima tahun (anak balita, umur 12-59 bulan),
pada masa ini, kecepatan pertumbuhan mulai menurun dan terdapat
kemajuan dalam perkembangan motorik (gerak kasar dan gerak halus)
serta fungsi sekresi (Marmi dan Rahardjo, 2015). Periode penting dalam
tumbuh kembang anak adalah pada masa balita. Pertumbuhan dasar yang
berlangsung pada masa balita akan mempengaruhi dan menentukan
perkembangan anak selanjutnya. Setelah lahir terutama pada 3 tahun
pertama kehidupan, pertumbuhan dan perkembangan sel-sel otak masih
berlangsung, dan terjadi pertumbuhan serabut-serabut syaraf dan cabang-
cabangnya, sehingga terbentuk jaringan syaraf dan otak yang kompleks.
Jumlah dan pengaturan hubungan-hubungan antar sel syaraf ini akan
sangat mempengaruhi segala kinerja otak, mulai dari kemampuan belajar
berjalan, mengenal huruf, hingga bersosialisaasi. Pada masa balita,
perkembangan kemampuan bicara dan bahasa, kreativitas, kesadaran
sosial, emosional dan intelegensia berjalan sangat cepat dan merupakan
landasan perkembangan berikutnya (Marmi dan Rahardjo, 2015).
Masa balita merupakan periode penting dalam proses tumbuh kembang
manusia. Perkembangan dan pertumbuhan di masa itu menjadi penentu
keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan anak di periode selanjutnya.
Masa tumbuh kembang di usia ini merupakan masa yang berlangsung
cepat dan tidak akan pernah terulang, karena itu sering disebut golden age
atau masa keemasan (Setyawati dan Hartini, 2018).

b. Pertumbuhan Balita
Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan
intraseluler, berarti bertambahnya ukuran fisik dan strukur tubuh sebagian
atau keseluruhan, sehingga dapat diukur dengan satuan panjang dan berat
(Kementrian kesehatan RI, 2012). Pertumbuhan adalah bertambah jumlah
dan dan besarnya sel diseluruh bagian tubuh yang secara kuantitatif dapat
diukur (Whalley dan Wong dalam Marmi dan Rahardjo, 2015).
Pertumbuhan memiliki ciri-ciri khusus, yaitu perubahan ukuran,
perubahan proposi, hilangnya ciri-ciri lama, serta munculnya ciri-ciri
baru. Keunikan pertumbuhan adalah mempunyai kecepatan yang berbeda-
beda disetiap kelompok umur masing-masing organ juga mempunyai pola
pertumbuhan yang berbeda (Marmi dan Rahardjo, 2015). Penilaian
tumbuh kembang meliputi evaluasi pertumbuhan fisis (kurva atau grafik
berat badan, tinggi badan, lingkar kepala,lingkar dada, dan lingkar perut),
evaluasi pertumbuhan gigi geligi, evaluasi neurologis, dan perkembangan
sosial serta evaluasi keremajaan (Andriani dan Wirjatmadi, 2012).
a. Pertumbuhan tinggi dan berat badan
Selama tahun kedua, angka penambahan berat badan adalah 0,25
kg/bulan. Lalu, menjadi sekitar 2kg/bulan sampai berusia 10 tahun.
Panjang rata-rata pada akhir tahun pertama bertambah 50% (75 cm)
dan menjadi dua kali lipat pada akhir tahun keempat (100 cm). Nilai
baku yang sering dipakai adalah grafik (peta pertumbuhan atau
growht chart) yang disusun oleh NCHS untuk berat badan dan
tinggi badan (Andriani dan Wirjatmadi, 2012).
b. Perkembangan indra
Pada usia ini, kelima indra anak yaitu indra penglihatan,
pendengaran, pengecap, penciuman, peraba diharapkan sudah
berfungsi optimal. Sejalan dengan perkembangan kecerdasan dan
banyaknya kata-kata yang ia dengar, anak usia prasekolah sudah
dapat berbicara dengan menggunakan kalimat lengkap yang
sederhana (Andriani dan Wirjatmadi, 2012).
c. Pertumbuhan gigi
Pembentukkan struktur gigi yang sehat dan sempurna
dimungkinkan dengan gizi yang cukup protein, kalsium, fosfat dan
vitamin (terutama vitamin C dan D). Klasifikasi gigi dimulai pada
umur janin lima bulan mencakup seluruh gigi susu. Erupsi gigi yang
terlambat dapat ditemukan pada hipotiroidisme, gangguan gizi dan
gangguan pertumbuhan (Andriani dan Wirjatmadi, 2012). Terdapat
perbedaan pertumbuhan pada balita yang mengalami gangguan
pertumbuhan dengan balita yang pertumbuhannya normal. Balita
normal dan balita dengan pertumbuhan terganggu pada awalnya
mengalami tingkatan pertumbuhan yang sama, biasanya hal ini
terjadi pada usia bayi. Namun pada usia balita perbedaan
pertumbuhan akan terlihat. Pada balita yang mendapatkan asupan
gizi secara baik saat usia bayi dan janin akan tumbuh secara normal
sesuai dengan usianya. (Andriani dan Wirjatmadi, 2012).
4. Kebutuhan Utama Tumbuh Kembang Anak
Pertumbuhan dan perkembangan buah hati menjadi perhatian orang
tua. Pertumbuhan merupakan salah satu bagian dari proses perkembangan,
karena proses pertumbuhan individu mengikuti proses perkembangan.
Setiap anak tidak akan bisa melewati satu tahap perkembangan sebelum ia
melewati tahapan sebelumnya.Menurutnya, proses tumbuh kembang tiap
anak harus berjalan optimal dan tidak lepas dari tiga kebutuhan dasar yaitu
Asuh, Asih dan Asah. Setiap pertumbuhan anak disertai dengan perubahan
fungsi. Misalnya perkembangan intelegensia pada seorang anak akan
menyertai pertumbuhan otak dan serabut saraf. Pertumbuhan dan
perkembangan pada tahap awal menentukan perkembangan anak
selanjutnya. Berikut merupakan tiga kebutuhan utama dalam tumbuh dan
kembang anak:
a) Asuh
Menyangkut asupan gizi anak selama dalam kandungan dan
sesudahnya, kebutuhan akan tempat tinggal, pakaian yang layak dan
aman, perawatan kesehatan dini berupa imunisasi dan intervensi
dini akan timbulnya gejala penyakit.
b) Asih
Penting menimbulkan rasa aman (emotional security) dengan
kontak fisikdan psikis sedini mungkin dengan ibu. Kebutuhan anak
akan kasih sayang, diperhatikan dan dihargai, pengalaman baru,
pujian, tanggung jawab untuk kemandirian sangatlah penting untuk
diberikan.
c) Asah
Cikal bakal proses pembelajaran, pendidikan dan pelatihan yang
diberikan sedini dan sesuai mungkin.Terutama pada usia 4 – 5
tahun pertama ( golden year) sehingga akan terwujud etika,
kepribadian yang baik, kecerdasan, kemandirian, keterampilan dan
produktivitas yang baik.
5. Ciri dan Prinsip Tumbuh Kembang
Proses tumbuh kembang anak mempunyai beberapa ciri-ciri yang saling
berkaitan. Ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut (Kementerian Kesehatan
RI, 2012) :
a) Perkembangan menimbulkan perubahan
Perkembangan terjadi bersamaan dengan pertumbuhan. Setiap
pertumbuhan disertai dengan perubahan fungsi. Misalnya
perkembangan intelegensia pada seorang anak akan menyertai
pertumbuhan otak dan serabut saraf. Seorang anak tidak akan bisa
melewati satu tahap perkembangan sebelum ia bisa berdiri.
Seorang anak tidak akan bisa berdiri jika pertumbuhan kaki dan
bagian tubuh lain yang terkait dengan fungsi berdiri anak
terhambat,karena itu perkembangan awal merupakan masa kritis
karena akan menentukan perkembangan selanjutnya.
b) Pertumbuhan dan perkembangan mempunyai kecepatan yang
berbeda Sebagaimana pertumbuhan, perkembangan mempunyai
kecepatan yang berbeda-beda, baik dalam pertumbuhan fisisk
amupun perkembangan fungsi organ dan perkembangan pada
masing-masing anak.
c) Perkembangan berkolerasi dengan pertumbuhan
Pada saat pertumbuhan berlangsung cepat, perkembangan pun
demikian, terjadi peningkatan mental, memori, daya nalar, asosiasi
dan lain-lain. Anak sehat,bertambah umur, bertambah berat dan
tinggi badannya serta bertambah kepandaiannya.

B. IMUNISASI
a. Pengertian Imunisasi
Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi
dan anak dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh
membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit tertentu.
Sedangkan vaksin adalah bahan yang dipakai untuk merangsang
pembentukan zat anti yang dimasukkan ke dalam tubuh melalui
suntikan seperti vaksin BCG, DPT, Campak, dan melalui mulut seperti
vaksin polio..
Imunisasi merupakan cara atau transfer antibodi secara pasif.
Imunisasi berfungsi untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara
aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada
antigen yang serupa tidak terjadi sakit. Tujuan imunisasi adalah
mencegah terjadinya penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat
(populasi) atau bahkan menhilangkan penyakit tertentu dari dunia (Sari
Wahyuni, 2012).
Imunisasi adalah suatu proses untuk membuat sistem
pertahanan tubuh kebal terhadap invasi mikroorganisme (bakteri dan
virus) yang dapat menyebabkan infeksi sebelum mikroorganisme
tersebut memiliki kesempatan unuk menyerang tubuh kita. Dengan
imunisasi, tubuh kita akan terlindung dari infeksi begitu pula orang lain
karena tidak tertular dari kita (Marmi, 2012).
Menurut Ranuh (2011) kekebalan terhadap suatu penyakit
menular dapat digolongkan menjadi 2 (dua) yaitu kekebalan pasif dan
kekebalan aktif. Kekebalan pasif adalah kekebalan yang diperoleh dari
luar tubuh, bukan dibuat oleh individu itu sendiri, contohnya adalah
kekebalan pada janin yang diperoleh dari ibu atau kekebalan yang
diperoleh setelah pemberian suntikan imunoglobulin. Kekebalan pasif
tidak berlangsung lama karena akan dimetabolisme oleh tubuh.
Kekebalan aktif adalah kekebalan yang dibuat oleh tubuh
sendiri akibat terpajan pada antigen seperti pada imunisasi atau terpajan
secara alamiah. Kekebalan aktif berlangsung lebih lama dari pada
kekebalan pasif karena adanya memori imunologik.
Menurut Ranuh (2011) imunisasi adalah pemindahan atau
transfer antibodi secara pasif, sedangkan vaksinasi dimaksudkan
sebagai pemberian vaksin (antigen) yang dapat merangsang
pembentukan imunitas (antibody) dari sistem imun di dalam tubuh.
Imunitas secara pasif dapat diperoleh dari pemberian dua macam
bentuk, yaitu immunoglobulin yang non-spesifik atau Gamaglobulin
dan Immunoglobulin yang spesifik yang berasal dari plasma donor
yang sudah sembuh dari penyakit tertentu atau baru saja mendapatkan
vaksinasi penyakit tertentu.
b. Tujuan Imunisasi
Tujuan dari pemberian imunisasi adalah menurunkan angka
kesakitan, kematian serta kecacatan akibat Penyakit yang Dapat
Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I).
c. Sasaran Imunisasi
Sasaran dalam pelayanan imunisasi rutin adalah sebagai berikut:
a) Bayi

Jenis Imunisasi Usia pemberian Jumlah Pemberian Interval minimal


Hepatitis B 0–7 hari 1 -
BCG 1 Bulan 1 -
Polio / IPV 1,2,3,4 bulan 4 -
DPT-Hb-Hib 2,3,4 Bulan 3 4 Minggu
Campak 9 bulan 1 4 Minggu

b) Anak batita ( usia bawah 3 tahun)

Jenis Imunisasi Usia pemberian Jumlah Pemberian


DPT-Hb-Hib 18 bulan 1
Campak 24 ulan 1

d. Manfaat Imunisasi
Menurut Ranuh (2011) Imunisasi mempunyai berbagai keuntungan
yaitu:
a) Pertahanan tubuh yang terbentuk akan dibawa seumur
hidupnya.
b) Vaksinasi adalah cost-effective karena murah dan efektif.
c) Vaksinasi tidak berbahaya, reaksi yang serius sangat jarang
terjadi, jauh lebih jarang dari pada komplikasi yang timbul
apabila terserang penyakit tersebut secara alami.
e. Jenis- Jenis Imunisasi
Menurut Ranuh (2011) menyatakan bahwa pada dasarnya imunisasi
dibagi menjadi dua yaitu imunisasi aktif dan imunisasi pasif.
a) Imunisasi Aktif (active immunization)
Merupakan pemberian zat sebagai antigen yang diharapkan akan
terjadi suatu proses infeksi buatan sehingga tubuh mengalami
reaksi imunologi spesifik yang akan menghasilkan respons seluler
dan humoral serta dihasilkannya sel memori, sehingga apabila
benar-benar terjadi infeksi maka tubuh secara cepat dapat
merespons. Dalam imunisasi aktif terdapat 4 macam kandungan
dalam setiap vaksinasinya antara lain :
(1) Antigen, merupakan bagian dari vaksin yang berfungsi
sebagai zat atau mikroba guna terjadinya semacam infeksi
buatan dapat berupa poli sakarida, toksoid atau virus
dilemahkan atau bakteri dimatikan.
(2) Pelarut dapat berupa air steril atau juga berupa cairan kultur
jaringan.
(3) Preservatif, stabiliser dan antibiotika yang berguna untuk
menghindari tumbuhnya mikroba dan sekaligus untuk
stabilisasi antigen.
(4) Adjuvan yang terdiri dari garam aluminium yang berfungsi
untuk meningkatan imunogenitas antigen.
b) Imunisasi Pasif (pasive immunization)
Merupakan pemberian zat (imunoglubulin) yaitu suatu zat yang
dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang dapat berasal dari
plasma manusia atau binatang yang digunakan untuk mengatasi
mikroba yang diduga sudah masuk dalam tubuh yang terinfeksi.
6. Imunisasi Wajib
Menurut Kementerian Kesehatan RI (2016) imunisasi wajib
merupakan imunisasi yang diwajibkan oleh pemerintah untuk
seseorang sesuai dengan kebutuhannya dalam rangka melindungi
yang bersangkutan dan masyarakat sekitarnya dari penyakit
menular tertentu. Imunisasi wajib terdiri atas (a) imunisasi rutin, (b)
imunisasi tambahan, dan (c) imunisasi khusus.
a. Imunisasi Rutin
Imunisasi rutin merupakan kegiatan imunisasi yang
dilaksanakan secara terus menerus sesuai jadwal. Imunisasi rutin
terdiri atas imunisasi dasar dan imunisasi lanjutan
Berikut akan diuraikan macam vaksin imunisasi rutin meliputi
deskripsi, indikasi, cara pemberian dan dosis, kontraindikasi, efek
samping serta penanganan efek samping.
1) Imunisasi dasar
(a) Vaksin BCG
Deskripsi:
Vaksin BCG merupakan vaksin beku kering yang
mengandung Mycrobacterium bovis hidup yang dilemahkan
(Bacillus Calmette Guerin), strain paris.
Indikasi:
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap tuberculosis
Cara pemberian dan dosis:
• Dosis pemberian: 0,05 ml, sebanyak 1 kali.
• Disuntikkan secara intrakutan di daerah lengan
kanan atas (insertio musculus deltoideus), dengan
menggunakan ADS 0,05 ml.
Efek samping:
2–6 minggu setelah imunisasi BCG daerah bekas suntikan timbul
bisul kecil (papula) yang semakin membesar dan dapat terjadi
ulserasi dalam waktu 2–4 bulan, kemudian menyembuhperlahan
dengan menimbulkan jaringan parut dengan diameter 2–10 mm.
Penanganan efek samping:
• Apabila ulkus mengeluarkan cairan perlu dikompres dengan
cairan antiseptik
• Apabila cairan bertambah banyak atau koreng semakin
membesar anjurkan orangtua membawa bayi ke dokter.
(b). Vaksin DPT – HB – HIB
Deskripsi:
Vaksin DPT-HB-HIB
digunakan untuk pencegahan terhadap difteri, tetanus, pertusis
(batuk rejan), hepatitis B, dan infeksi Haemophilus influenzae tipe
b secara simultan.
Cara pemberian dan dosis:
• Vaksin harus disuntikkan secara intramuskular pada
anterolateral paha atas.
• Satu dosis anak adalah 0,5 ml.
Kontra indikasi:

Kejang atau gejala kelainan otak pada bayi baru lahir atau kelainan
saraf serius .

Efek samping:

Reaksi lokal sementara seperti bengkak, nyeri dan kemerahan pada


lokasi suntikan disertai demam dapat timbul dalam sejumlah besar
kasus. Kadang-kadang reaksi berat seperti demam tinggi, irritabilitas
(rewel), dan menangis dengan nada tinggi dapat terjadi dalam 24
jam setelah pemberian.

Penanganan efek samping:

• Orang tua dianjurkan untuk memberikan minum lebih banyak


(ASI atau sari buah).
• Jika demam pakaikan pakaian yang tipis.
• Bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin.
• Jika demam berikan paracetamol 15 mg/kgBB setiap 3–4
jam (maksimal 6 kali dalam 24 jam).
• Bayi boleh mandi atau cukup diseka dengan air hangat.
• Jika reaksi memberat dan menetap bawa bayi ke dokter.
(c) Vaksin Hepatitis B
Deskripsi:
Adalah vaksin virus recombinan yang telah diinaktivasikan dan
bersifat non- infecious,berasal dari HBsAg.

Cara pemberian dan dosis:


• Dosis 0,5 ml atau 1 (buah) HB PID, secara intra-muskuler,
sebaiknya pada anterolateral paha.
• Pemberian sebanyak 3 dosis.
• Dosis pertama usia 0–7 hari, dosis berikutnya interval minimum
4 minggu (1 bulan).
Kontra indikasi:
Penderita infeksi berat yang disertai kejang.
Efek Samping:
Reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan pembengkakan
di sekitar tempat penyuntikan. Reaksi yang terjadi bersifat ringan
dan biasanya hilang setelah 2 hari.
Penanganan Efek samping:
• Orang tua dianjurkan untuk memberikan minum lebih banyak
(ASI atau sari buah).
• Jika demam pakaikan pakaian yang tipis.
• Bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin.
• Jika demam berikan paracetamol 15 mg/kgBB setiap 3–4
jam (maksimal 6 kali dalam 24 jam).
• Bayi boleh mandi atau cukup diseka dengan air hangat

(d) Vaksin Polio


(1) Vaksin Polio Oral ( Oral Polio Vaccine (OPV)

Deskripsi:
Vaksin Polio Trivalent yang terdiri dari suspensi
viruspoliomyelitis tipe 1,2, dan 3 (strain Sabin) yang sudah
dilemahkan.
Indikasi:
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap poliomielitis
Cara pemberian dan dosis:
Secara oral (melalui mulut), 1 dosis (dua tetes) sebanyak 4 kali
(dosis) pemberian, dengan interval setiap dosis minimal 4
minggu.
Kontra indikasi:
Pada individu yang menderita “immune deficiency” tidak ada
efek yang berbahaya yang timbul akibat pemberian polio pada
anak yang sedang sakit.
Efek Samping:
Sangat jarang terjadi reaksi sesudah imunisasi polio
Setelah mendapat vaksin polio oralbayi boleh makan minum
seperti bisa. Apabila muntah dalam 30 menit segera
dosis ulang.
Penanganan efek samping:
Orang tua tidak perlu melakukan tindakan apapun.
(e) Vaksin PolioInactive Polio Vaccine (IPV)
Deskripsi:
Bentuk suspensi injeksi.
Indikasi:
Untuk pencegahan poliomyelitispada bayi dan anak immune
compromised, kontak dilingkungan keluargadan pada individu
dimana vaksin polio oral menjadi kontra indikasi.
Cara pemberian dan dosis:
• Disuntikkan secara intra muskular atau subkutan dalam, dengan
dosis pemberian 0,5 ml.
• Dari usia 2 bulan, 3 suntikan berturut-turut 0,5 ml harus
diberikan pada interval satu atau dua bulan.
• IPV dapat diberikan setelah usia bayi 6, 10, dan 14, sesuai dengan
rekomendasi dari WHO.
• Bagi orang dewasa yang belum di imunisasi diberikan
2 suntikan berturut-turut denganinterval satu atau dua
bulan.

Kontra indikasi:
• Sedang menderita demam, penyakit akut atau penyakit kronis
progresif.
• Hipersensitif pada saat pemberian vaksin ini sebelumnya.
• Penyakit demam akibat infeksi akut: tunggu sampai sembuh.
• Alergi terhadap Streptomycin.
Efek samping:
Reaksi lokal pada tempat penyuntikan: nyeri, kemerahan, indurasi dan
bengkak bisa terjadi dalam waktu 48 jam setelah penyuntikan dan bisa
bertahan selama satu atau dua hari.
Penanganan efek samping:
• Orangtua dianjurkan untuk memberikan minum lebih banyak (ASI
atau sari buah).
• Jika demam pakaikan pakaian yang tipis.
• Bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin.
• Jika demam berikan paracetamol 15 mg/kgBB setiap 3–4 jam
(maksimal 6 kali dalam 24 jam)
• Bayi boleh mandi atau cukup diseka dengan air hangat.

(f) Vaksin Campak


Deskripsi:
Vaksin virus hidup yang dilemahkan.
Indikasi:
Pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit campak
Cara pemberian dan dosis:
0,5 ml disuntikkan secara subkutan pada lengan kiri atas atau
anterolateral paha, pada usia 9–11 bulan.
Kontra indikasi:
Individu yang mengidap penyakit immune deficiency atau individu
yang diduga menderita gangguan respon imun karena leukemia,
limfoma.
Efek samping:
Hingga 15% pasien dapat mengalami demam ringan dan kemerahan
selama 3 hari yang dapatterjadi 8–12 hari setelah vaksinasi.
Penanganan efek samping:
• Orangtua dianjurkan untuk memberikan minum lebih banyak (ASI
atau sari buah).
• Jika demam pakaikan pakaian yang tipis.
• Bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin.
• Jika demam berikan paracetamol 15 mg/kgBB setiap 3–4 jam
(maksimal 6 kali dalam 24 jam).
• Bayi boleh mandi atau cukup diseka dengan air hangat.
Jika reaksi tersebut berat dan menetap bawa bayi ke dokter.

b. Imunisasi Lanjutan
Imunisasi lanjutan merupakan imunisasi ulangan untuk mempertahankan
tingkat kekebalan atau untuk memperpanjang masa perlindungan.
Imunisasi lanjutan diberikan kepada anak usia bawah tiga tahun (Batita),
anak usia sekolah dasar, dan wanita usia subur. Vaksin yang diberikan
adalah: vaksin DT, vaksin TD
c. Imunisasi Tambahan
Imunisasi tambahan diberikan kepada kelompok umur tertentu yang paling
berisiko terkena penyakit sesuai kajian epidemiologis pada periode waktu
tertentu.Yang termasuk dalam kegiatan imunisasi tambahan adalah sebagai
berikut:

1) Backlog Fighting
Backlog Fighting merupakan upaya aktif yang dilakukan untuk
melengkapi imunisasi dasar kepada anak yang berumur 1–3 tahun.
Kegiatan Backlog fighting ini diprioritaskan pada desa yang selama 2
(dua) tahun berturut-turut tidak mencapai UCI (Universal Child
Immunization).
2) Crash Program
Crash program merupakan kegiatan yang ditujukan untuk wilayah
yang memerlukan intervensi secara cepat untuk mencegah terjadinya
KLB. Kriteria pemilihan daerah yang akan dilakukan crash program
adalah angkakematian bayi akibat PD3I tinggi, infrastruktur (tenaga,
sarana, dana) kurang. Desa yang selama 3 tahun berturut-turut tidak
mencapai UCI. Crash program bisadilakukan untuk satu atau lebih
jenis imunisasi, misalnya campak, atau campak terpadu dengan polio.
3) PIN (Pekan Imunisasi Nasional)
PIN merupakan kegiatan imunisasi yang dilaksanakan secara serentak di
suatu negara dalam waktu singkat. Kegiatan PIN ini bertujuan untuk
memutuskan mata rantai penyebaran suatu penyakit (misalnya polio).
Imunisasi yang diberikan pada PIN diberikan tanpa memandang status
imunisasi sebelumnya.
4) Sub-PIN
Sub PIN merupakan kegiatan serupa dengan PIN tetapi dilaksanakan
pada wilayah terbatas (beberapa provinsi atau kabupaten/kota).
5) Catch up Campaign Campak
Catch up campaign campak merupakan suatu upaya untuk
memutuskan transmisi penularan virus campak pada anak usia
sekolah dasar. Kegiatan ini dilakukan dengan pemberian imunisasi
campak secara serentak kepada anak sekolah dasar dari kelas satu
hingga kelas enam atau yang sederajat, serta anak usia 6–12 tahun
yang tidak sekolah, tanpa mempertimbangkan status imunisasi
sebelumnya. Pemberian imunisasi campak pada waktu catch up
campaign campak di sampinguntuk memutus rantai penularan, juga
berguna sebagai booster atau imunisasi ulangan (dosis kedua)
6) Imunisasi dalam Penanganan KLB (Outbreak Response
Immunization/ORI). Pedoman pelaksanaan imunisasi dalam
penanganan KLB disesuaikan dengan situasi epidemiologis
penyakit masing-masing.
7) Imunisasi Pilihan

Setelah mempelajari tentang macam vaksin imunisasi dasar, akan


mempelajari macam – macam vaksin imunisasi pilihan yang sudah beredar di
Indonesia. Imunisasi pilihan merupakan imunisasi yang dapat diberikan kepada
seseorang sesuai dengan kebutuhannya dalam rangka melindungi yang
bersangkutan dari penyakit menular tertentu. Macam- macam vaksin imunisasi
pilihan yaitu ; vaksin MMR, Hib,Tifoid,Varisela, Hepatitis A, Influensa,
Pneumokokus, Rotavirus, Japanese Ensephalitis dan HPV.

8) Jadwal Imunisasi
Menurut Kementerian Kesehatan RI (2016), imunisasi yang diberikan
kepada bayi dan anak cukup banyak jumlahnya. Untuk itu, perlu diatur urutan
pemberian vaksin dalam jadwal imunisasi. Berikut ini jadwal pemberian imunisasi
pada bayi di bawah 1 tahun, usia Batita.
a. Jadwal Pemberian Imunisasi Dasar

b. Jadwal Imunisasi Lanjutan pada Anak Usia Batita


Jadwal Pemberian Imunisasi

6. KIPI
Efek samping yang terjadi pascaimunisasi hepatitis B pada umumnya
ringan, hanya berupa efek nyeri, bengkak, panas, mual, nyeri sendi
maupun otot. Walaupun demikian pernah perlu dilaporkan terjadi reaksi
anafilaksis, sindrom Guilain-Barre, walaupun tidak jelas terbukti apakah
hal tersebut berhubungan dengan imunisasi heattis B (Dewi Vivian Nanny,
2010).
7. Kontraindikasi
Sampai saat ini belum dipastikan adanya kontraindikasi absolut oleh hal-
hal berikut:
a. Usia tua
b. Pemberian vaksinasi di daerah bokong
c. Pada anak yang gemuk
d. Pasien hemodialysis /transplantasi
e. Pasien yang mendapat obata-obatan imunosupresif
f. Pasien leukemia dan penyakit keganasan lain
g. Pasien DM dengan insulin dependent Infeksi HIV
h. Pecandu alcohol.
Pada keadaan-keadaan tersebut diatas, imunisasi perlu diulangi dengan
meningkatkan dosis (dua kali) setelah melakukan koreksi seperlunya
terhadap penayakit dasar (Dewi Vivian Nanny, 2010).

C. TINJAUAN TEORI ASUHAN KEBIDANAN


1. Asuhan Kebidanan

Asuhan Kebidanan adalah penerapan fungsi dan kegiatan yang menjadi


tanggungjawab dalam memberikan pelayanan kepada klien yang
mempunyai kebutuhan/ masalah dalam bidang kesehatan ibu masa hamil,
masa persalinan, nifas, bayi setelah lahir serta keluarga berencana.
Manajemen kebidanan adalah pendekatan yang digunakan oleh bidan
dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis, mulai
dari pengkajian, analisa data, diagnosa kebidanan, perencenaan,
pelaksanaan dan evaluasi .

2. Langkah-langkah Manajemen Kebidanan


Terdapat 7 langkah proses manajemen kebidanan menurut Varney dalam
(WHO) (2011), yaitu :
1. Langkah I : Mengumpulkan semua data yang dibutuhkan untuk menilai
keadaan klien secara keseluruhan.
Data yang dikumpulkan meliputi data objektif dan subjektif,
diperoleh dengan melakukan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang
2. Langkah II : Menginterpretasikan data untuk mengidentifikasi
diagnosis/ masalah.
Data dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga dapat
merumuskan diagnosis dan masalah yang spesifik. Diagnosa kebidanan
merupakan diagnosa yang ditegakkan bidan dalam praktek kebidanan
dan memenuhi standar nomenklatur diagnosis kebidanan.
3. Langkah III : Mengidentifikasi diagnosis potensial/ masalah potensial
dan mengantisipasi penanganannya.
4. Langkah IV : Menetapkan kebutuhan terhadap tindakana segera,
konsultasi, kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain serta melaksanakan
rujukan sesuai dengan kondisi klien.
5. Langkah V : Menyusun rencana asuhan yang menyeluruh dengan
tepat dan rasional berdasarkan keputusan yang dibuat pada langkah-
langkah sebelumnya
6. Langkah VI : Pelaksanaan langsung suhan secara efisien dan aman.
7. Langkah VII : Mengevaluasi keefektifan asuhan yang diberikan dan
mengulang kembali penatalaksanaan proses untuk aspek-aspek asuhan
yang tidak efektif.
3. Dokumentasi Asuhan Kebidanan
Menurut Muslihatun W (2010) dokumentasi SOAP adalah catatan
tentang interaksi antara tenaga kesehatan, pasien, keluarga pasien, dan tim
kesehatan tentang hasil pemeriksaan, prosedur tindakan, pengobatan pada
pasien, pendidikan pasien, dan respon pasien terhadap semua asuhan yang
telah di berikan.
Pendokumentasian yang benar adalah pendokumentasian mengenai
asuhan yang telah dan akan di lakukan pada seorang pasien, di dalamnya
tersirat proses berfikir bidan yang simetris dalam menghadapi seseorang
pasien sesuai langkah-langkah manajemen kebidanan.
Adapun metode yang digunakan dalam proses pendokumentasian
asuhan kebidanan menggunakan pendekatan SOAP, yaitu catatan yang
tertulis secara singkat dan lengkap sehingga asuhan yang diberikan dapat
berlangsung secara berkesinambungan (continuity of care).
Prinsip dari metode SOAP merupakan proses pemikiran
penatalaksanaan manajemen yaitu:
1. Data Subjektif (S)
Data subjektif merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan
menurut Helen Varney langkah pertama (pengkajian data), terutama data
yang di peroleh melalui annamnesis.Data subjektif ini berhubungan
debgan masalah dari sudut pandang pasien. Ekspresi pasien mengenai
kekhawatiran dan keluhannya yang di catat sebagai kutipan langsung
atau ringkasan yang akan berhubungan langsung dengan diagnosis. Data
subjektif ini nantinya akan menguatkan diagnosis yang akan di susun.
2. Data Objektif (O)
Data objektif merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan
menurut Helen Varney pertama (pengkajian data), terutama data yang di
peroleh melaui hasil observasi yang jujur dari pemeriksaan fisik pasien,
pemeriksaan laboratorium/ pemeriksaan diagnostik lainnya. Catatan
medik di informasi dari keluarga atau orang lain dapat di masukkan
dalam data objektif ini. Data ini akanmemberikan bukti gejala klinis
pasien data fakta yang berhubungan dengan diagnosis.
3. Assessment (A)
Assessement merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan
menurut Helen Varney langkah kedua, ketiga, dan keempat sehingga
mencakup hal-hal sebagai berikut: diagnosis/ masalah kebidanan,
diagnosis/ masalah potensial serta perlunya mengidentifikasi kebutuhan
tindakan segera untuk antisipasi diagnosis/ masalah potensial.
4. Perencanaan (P)
Pendokumentasian menurut Helen Varney langkah kelima, keenam,
dan ketujuh.Pendokumetasian P dalam SOAP ini adalah pelaksanaan
asuhan sesuai rencana yang telah di susun sesuai dengan keadaan dan
dalam rangka mengatasi masalah pasien.
ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI I UMUR 2 TAHUN 18 BULAN
DENGAN KEBUTUHAN IMUNISASI MEASLES RUBELLA (MR) LANJUTAN
DI PUSKESMAS PUDAK PAYUNG

I. PENGKAJIAN
Tanggal : 31 Mei 2021
Waktu : 08.00 WIB
Tempat : Puskesmas Pudak Payung
II. IDENTITAS
a. Identitas Bayi
Nama : By. I
Tanggal/Jam lahir : 13 Mei 2021/13.30 WIB
Jenis kelamin : Perempuan
b. Identitas Orang tua
Nama ibu : Ny. S Nama suami : Tn.S
Umur : 20 tahun Umur : 22 tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan :Swasta
Alamat : Pudakpayung Alamat : Lumbu 2/2

III. DATA SUBYEKTI


1. Alasan Datang : Ibu mengatakan ingin mengimunisasikan anaknya
Keluhan Utama : Ibu mengatakan tidak ada keluhan pada anaknya
2. Riwayat Kesehatan:
a. Dahulu : Ibu mengatakan anaknya tidak pernah menderita penyakit
menular, penyakit menurun dan kronis seperti, jantung, asma, campak,
kejang dan lain-lain. Anak tidakmemiliki cacat bawaan.
b. Sekarang : Ibu mengatakan saat ini anaknya dalam keadaan sehat, tidak
mengalami deman, batuk, pilek, diare, mual, muntah
c. Keluarga : Ibu mengatakan dalam keluarga bayi tidak ada yang menderita
penyakit yang mengarah ke penyakit  jantung, hipertensi, hepatitis,
malaria, asma, DM, TBC, PMS, HIV/ AIDS.

1
3. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas
Dahulu : Ibu mengatakan ini adalah anak yang pertama
Sekarang :
Hamil Persalinan Nifas

Ke Komplikasi Tahun U Jenis Penolong Tempat penyulit BBL Jk Laktasi Komplikasi


K

1 Tidak ada 2020 39 Spont Bidan PKM Tidak 3100 gr L Ya Tidak ada
mg an ada

4. Riwayat tumbuh kembang:


Pertumbuhan BB dan PB:
a. BB lahir : 3100 gram
b. BB 1 bulan yang lalu : 8,6 kg
c. BB sekarang : 9kg
d. PB lahir : 50 cm
e. PB 1 bulan yang lalu : 69 cm
f. PB sekarang : 73cm
Perkembangan anak : Pemantauan menggunakan KPSP (terlampir).
Kelainan bawaan : Tidak ada kelainan bawaan
5. Riwayat Imunisasi :
Jenis imunisasi Tanggal Usia

Hb 0 13 Mei 2019 0 hari

BCG, Polio 1 13 Juni 2019 1 bulan

Pentabio 1, Polio 2 14 Juli 2019 2 bulan

Pentabio 2, Polio 3 15 Agustus 2019 3 bulan

Pentabio 3, Polio 4 15 September 2019 4 bulan

IPV 15 September 2020 4 bulan

MR 20 Februari 2020 9 bulan

DPT Lanjutan 24 November 2020 18 Bulan

6. Pola kebiasaan sehari- hari:


a. Pola nutrisi : Ibu mengatakan anaknya masihminum ASI, anaknya
makan 3x dalam sehari dengan menu : nasi, sayur,lauk di tim, buburdan

2
camilan berupa biskuit. Minum : 2-3 gelas/ hari (air putih) dan 2 dot susu
perhari. Nafsu makan baik.
b. Pola eliminasi: Ibu mengatakan anaknyan BAB 2x dalam sehari,
konsistensi lembek, warnan kuning kecoklatan ,bau khas feces.
Sedangkan BAK 8-9x dalam sehari konsistensi cair, warna kuning jernih,
bau khas urine. Tidak ada keluhan pada pola eliminasi
c. Pola istirahat : Ibu mengatakan anaknya tidur siang selam ±1 jam per
hari dan tidur malam 8 jam per hari
d. Pola aktifitas :Ibu mengatakan anaknya selalu aktif dan sering
bermain.
e. Personal hygiene: Ibu mengatakan anaknya mandi 2x /hari, keramas
setiap hari, ganti baju 2-3x/hari setelah mandi atau apabila baju sudah
kotor, ganti celana menyesuaikan dengan kondisi (setelah BAB/BAK)
f. Pola Sosial Ekonomi : Ibu mengatakan anak diasuh langsung oleh
orang tuanya,dalam keluarga yang harmonis. Ibu mengatakan penopang
perekonomian keluarga adalah ayah, penghasilan keluarga mampu untuk
mencukupi kebutuhan keluarga dan kebutuhan anaknya.

IV. DATA OBYEKTIF


1. Pemeriksaan Umum:
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Vital signs : N = 118x/mnt
RR = 30x/mnt

T = 36,7

2. Pengukuran antropometri:
BB 1 bulan yang lalu/ BB sekarang : 8,5/ 9kg (KBM 300 gr)
PB: 73cm
a. BB mengalami kenaikan sebesar 500 gram, sehingga memenuhi batas
minimal kenaikan BB maka pertumbuhan bayi normal.
b. Grafik panjang badan bayi menurut umur mendapatkan z score antara -2
SD sampai dengan 2 SD, dapat diartikan berat badan bayi menurut
panjang bayi normal

3
c. Grafik berat badan menurut panjang badan bayi mendapatkan z score
antara -2 SD sampai dengan 2 SD, dapat diartikan berat badan bayi
menurut panjang badan adalah normal.
3. Status Present:
Kepala : rambut hitam, pertumbuhan rambut tidak merata, tidak
adabenjolan abnormal
Muka : tidak pucat, tidak oedem
Mata : simetris, konjungtiva merah muda, sklera putih
Hidung : tidak terdapat sekret, tidak ada polip, simetris
Mulut : simetris, bibir lembab, gusi tidak berdarah
Telinga : tidak ada penumpukan serumen, tidak ada benjolan abnormal
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar thyroid, kelenjar limfe, dan vena
jugularis, tidak ada nyeri tekan, tidak ada biang keringat
Dada : simetris, tidak ada tarikan dinding dada, tidak ada nyeri tekan
Pulmo/COR : tidak ada wheezing, tidak ada ronkhi dan stridor. Deyut jantung
teratur
Abdomen : tidak ada pembesaran limpa dan hepar, tidak kembung
Genetalia : tidak dilakukan pemeriksaan
Punggung : tidak ada kelainan tulang punggung, tidak ada ruam-ruam kulit
Anus : tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas :ekstrimitas atas dan bawah pergerakan normal, tidak ada
oedem, jari-jari lengkap, kuku bersih dan tidak pucat
Kulit : Turgor kulit baik

V. ANALISA
Bayi I Umur 2 Tahun 18 bulan jenis kelamin Perempuan dengan tumbuh kembang
sesuai dengan usianya dan kebutuhan imunisasi MR Lanjutan

VI. PENATALAKSANAAN
Tanggal 20Maret 2021 Jam 08.05 WIB
1. Memberitahukan hasil pemeriksaan pada ibu bahwa bayinya dalam keadaan
sehat dan memenuhi syarat imunisasi
Hasil: Ibu mengetahui hasil pemeriksaan bahwa bayinya dalam keadaan sehat
dan memenuhi syarat imunisasi, ibu tampak senang.
2. Memberitahuibuhasilpengukuranantropometriyaitu :

4
a) BB sekarang : 9kg, BB mengalami kenaikan sebesar 800 gram, sehingga
memenuhi batas minimal kenaikan BB maka pertumbuhan bayi normal.
b) PB sekarang :73 cm, grafik panjang badan bayi menurut umur
mendapatkan z score antara -2 SD sampai dengan 2 SD, dapat diartikan
berat badan bayi menurut panjang bayi normal
c) Grafik berat badan menurut panjang badan bayi mendapatkan z score
antara -2 SD sampai dengan 2 SD, dapat diartikan berat badan bayi
menurut panjang badan adalah normal.
Hasil : ibu mengerti dan merasa senang jika anaknya tumbuh dengan
normal dan sehat
3. Memberikan pendidikan kesehatan pada ibu tentang imunisasi Measless Rubella
yang berfungsi untuk:
a) MR untuk mencegah penyakit campak dan rubella.
b) Imunisasi MR diberikan sebanyak 0,5 ml secara subkutan dilengan kiri
atas
c) Efek samping yang ditimbulkan dari imunisasi MR adalah demam.
Berdasarkan hasil penelitian Dewi Nur Intan Saritahun 2016 tentang
“Hubungan Pengetahuan Ibu tentang Imunisasi Dasar dengan
Kelengkapan Imunisasi Dasar Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Bendo
Kabupaten Magetan”menunjukkan bahwa sebanyak 49,2% bayi
mempunyai status imunisasi yang lengkap dengan pengetahuan ibu yang
baik, sedangkan sebanyak 30,8% bayi mempunyai status imunisasi tidak
lengkap dengan pengetahuan ibu yang kurang baik. Hasil uji statistik
dengan menggunakan analisis Chi-square diketahui bahwa nilai p < 0,001,
hal ini mempunyai arti bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
pengetahuan ibu tentang imunisasi dasar dengan kelengkapan imunisasi
dasar bayi, artinya semakin baik tingkat pengetahuan ibu tentang
imunisasi dasar maka ibu akan memberikan imunisasi secara lengkap
kepada bayinya(Sari, 2016).
Hasil: Ibu mengerti dan dapat menjelaskan kembali informasi yang sudah
disampaikan

4. Memberikan informed consent kepadaibu.


Hasil : Ibu telah menyetujui pemberian imunisasi MR

5
5. Menyuntikkan vaksin MR secara subkutan pada lengan kiri atas dengan dosis
0,5 ml.
Hasil: vaksin MRdengan dosis 0,5 ml sudah disuntikkan di lengan kiri atas
6. Memberitahu ibu untuk mengompres hangat bekas suntikan.
Menurutpenelitian yang dilakukan oleh Yuni Maria Olviani Ndede, Amatus
Yudi Ismanto, Abram Babakaltahun 2016 menunjukanhasilbahwa respon
nyeri sesudah diberikan kompres hangat lebih rendah dibandingkan dengan
respon nyeri bayi sesudah penyuntikkan tanpa pemberian kompres hangat (p =
0,000) dan kompres hangat memberi pengaruh dalam menurunkan respon
nyeri pada bayi saat imunisasi (p = 0,000).Hal ini diperkuat dengan teori gate
kontrol dimana kompres hangat yang diberikan sebelum penyuntikkan mampu
menimbulkan efek hangat serta efek stimulasi kutaneus berupa sentuhan yang
dapat melepaskan endorphin pada jaringan kulit yang dapat memblok
transmisi stimulus nyeri sehingga impuls nyeri dapat diatur atau bahkan
dihambat oleh mekanisme pertahanan disepanjang sistem syaraf pusat. Suhu
yang dapat ditoleransi oleh kulit bayi adalah suhu berkisar 36oC sampai 41oC
sehingga tidak dapat mencederai jaringan kulit bayi(Ndede, Ismanto and
Babakal, 2015).
Hasil : Ibu mengerti dan bersedia mengompres hangat bekas suntikan
imunisasi.
7. Menganjurkan ibu untuk segera menyusui bayinya.
Menurutpenelitian yang dilakukan oleh Yuli Yantina, Mevi Erinnica
tahun 2017 didapatkanhasil bahwa hasil uji statistik didapatkan nilai  = 0,000
(p hitung < α), artinya pada  = 5% dapat diartikan ada pengaruh
menyusuiterhadap penghilang rasa nyeri pada penyuntikan imunisasi bayi di
BPS Wirahayu, Amd.Keb tahun 2017. Menyusui, ASI, menghisap,kontak
kulit ke kulitdapatmenurunkan tanda - tanda perilaku nyeri (menangis) serta
tanda – tanda fisiologis (denyut jantung).Didalam ASI mengandung larutan
manis yaitu laktosa merupakan gula susu, rasa manis mempunyai pengaruh
terhadap respon nyeri. Hal ini terjadi karena larutan manis dalam ASI yaitu
laktosa dapat menginduksi jalur oploid endogen yang dapat menyebabkan
transmisi nyeri yang dirasakan tidak sampai menuju otak untuk dipersepsikan
sehingga sensasi nyeri tidak akan dirasakan bayi. Menyusu setelah diberikan
imunisasi nyeri yang dirasa lebih ringan disebabkan karena pelukan yang
diberikan akan memberikan kontak kulit antara ibu dan bayinya, saat itu tubuh

6
akan melepaskan hormon oksitosin (hormon yang berhubungan dengan
perasaan damai dan juga cinta) sehingga akan mempengaruhi psikologis bayi
itu sendiri. Perasaan itu mengingatkan bayi akan nyamannya berada didalam
Rahim ibu, sehingga bayi menikmati kegiatan menyusui(Yantina and
Erinnica, 2017).
Hasil : Ibu bersedia menyusui bayinya
8. Memberikan obat penurun demam (paracetamol 60 mg) yang diminumkan
jika bayi ibu demam. Diminum 3 perhari.
Penelitian yang dilakukan oleh RatnaSuparwati, HatijahKartini, dan
Syiska Atik pada tahun 2015 menyebutkan bahwa terdapat perbedaan KIPI
pada pemberian parasetamol sebelum dan sesudah imunisasi pentabio. Sifat
parasetamol berfungsi untuk menghambat sintesis prostaglandin. Parasetamol
sebagaian tipiretik diduga bekerja langsung pada pusat pengatur panas di
hipotalamus. Cara kerja parasetamol yang cepat yaitu kurang lebih 5 jam
sehingga sangat tepat diberikan sebelum dilakukan imunisasi untuk
mengurangi rasa tidak nyaman saat dilakukan imunisasi. Pemberian
parasetamol dilanjutkan setelah dilakukan imunisasi setiap 4 jam sekali
(Suparwati, Kartini and Atik, 2015).
Hasil: Ibu paham dan bersedia memberikan obat penurun demam jika bayinya
demam
9. Menganjurkan ibu untuk tetap mencukupi kebutuhan nutrisi anak dengan
memberikan makanan yang bergizi dan beragam, memberikan camilan sehat
pada anak, dan memberikan susu sesering mungkin pada anak agar berat
badan dan tinggi badan anak mengalami kenaikan.
Hasil : Ibu mengerti dan bersedia tetap mencukupi kebutuhan nutrisi anak
10. Memberitahu ibu untuk mengumpulkan KK, Akte dan Lembaran Buku KIA
yang di tentukan oleh bidan sebagai syarat pengambilan Sertifikat lulus
imunisasi.
Hasil: Ibu mengerti dan bersedia untuk datang kembali untuk mengumpulkan
data yang diminta
11. Menganjurkan ibu untuk memantau dan memberikan stimulasi secara rutin
kepada bayi agar bayi tumbuh dan berkembang sesuai dengan usianya.
Hasil : Ibu mengerti dan bersedia untuk memantau tumbuh kembang bayinya.
12. Mengajarkan ibu tentang pijat bayi serta menganjurkan ibu untuk melakukan
pijat bayi di rumah karena pijat efektif untuk meningkatkan berat badan

7
bayinya, dapat merangsang tumbuh kembang bayinya serta kualitas tidur bayi
lebih baik.
Menurut penelitian Paryono dan Ari Kurniawan tentang “Pengaruh Pijat Bayi
yang Dilakukan oleh Ibu terhadap Tumbuh-Kembang dan Tidur Bayi di
Kabupaten Klaten” tahun 2020 didapatkan hasil tumbuh-kembang dan tidur
bayi antara sebelum dan sesudah bayi dilakukan pijat oleh ibunya didapatkan
hasil dengan p < 0,05 dan pada bayi yang dipijat oleh ibunya dibandingkan
dengan bayi yang tidak dipijat didapatkan hasil dengan p < 0,05. Sehingga
dapat disimpulkan terdapat pengaruh pijat bayi yang dilakukan oleh ibu
terhadap tumbuh - kembang dan tidur bayi di Kabupaten Klaten. Pijat bayi
menyebabkan peningkatan tonus saraf vagus (nervus cranial x) sehingga
bertambahnya konsentrasi enzim penyerapan gastrin dan insulin dapat
dirangsang melalui pijat, dengan demikian penyerapan makanan menjadi lebih
baik. Pijat bayi akan merangsang sekresi serotonin yang mempengaruhi
pertumbuhan tulang pada bayi sehingga menambah panjang badan. Pijat bayi
merupakan salah satu jenis stimulasi taktil. Stimulasi taktil adalah suatu jenis
rangsangan sensori yang paling penting untuk perkembangan bayi yang
optimal. Pada bayi yang dipijat akan tertidur lebih lelap, sedangkan pada
waktu bangun konsentrasinya akan lebih penuh (Paryono and Kurniarum,
2020).
Hasil : Ibu mengerti dan bersedia untuk memijat bayinya di rumah

CATATAN PERKEMBANGAN (SOAP)

Nama Pasien : By. I

8
Tanggal : 01 Juni 2021
Jam : 15.30 WIB
Tempat : Via Chat Whatsapp
Subyektif Bidan menanyakan keluhan bayinya yang dikenali ibu pasca
imunisasi dalam 24 jam.
Ibu menjawab : bayinya panas. Bayinya menyusu tidak mau
dilepas – lepas karena meringik. Bekas suntikan merah.
Obyektif -
Analisa Bayi I jenis kelamin Perempuan umur 2 Tahun 18 bulan
Masalah : demam
Kebutuhan : cara mengatasi demam
Penatalaksanaan 1. Memberitahu ibu bahwa saat ini bayi mengalami demam.
Hasil : Ibu mengerti dengan keadaan bayinya.
2. Menganjurkan ibu untuk tidak panik dengan keadaan
bayinya karena demam merupakan efek samping dari
imunisasi MR Lanjutan.
Hasil : ibu mengerti dan berusaha tidak panik dengan
bayinya
3. Menganjurkan ibu untuk mengompres bawang merah pada
bayinya dengan cara ambil 5 gram bawang merah,
selanjutnya parut bawang merah,sebelum bawang merah
di parut, bersihkan bawang merah terlebih dahulu. Setelah
bawang merah di parut kompreskan ke perut pada bayi
demam. Tunggu selama 15 menit, lalu ukur suhukembali.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Vedjia
Medhyna, Rizky Utami Putri “Pengaruh Kompres Bawang
Merah terhadap Penurunan Suhu Tubuh Bayi saat Demam
Pasca Imunisasi di Wilayah Kerja Polindes Pagar Ayu
Musi Rawas” tahun 2020 didapatkan hasil uji statistik
didapatkan p value 0,000 artinya adanya pengaruh
kompres bawang merah (Allium ascalonicum L) terhadap
penurunan suhu tubuh bayi saat demam pasca imunisasi.
Kompres bawang merah dilakukan pada kulit dapat
direspon oleh Termoreseptor perifer dan sistem saraf
perifer sehingga memberitahu ke hipotalamus atau
termoregulator untuk merespon ransangan yang ada,

9
sehingga dapat mengurangi suhu kulit melalui
vasokonstriksi kulit ini dikoordinasikan oleh hipotalamus
melalui keluaran sistem saraf simpatis. Hal ini disebabkan
bawang merah mengandung senyawa sulfur organic yaitu
Allylcysteine sulfoxide (Alliin) yang berfungsi
menghancurkan pembentukan pembekuan darah. Hal
tersebut membuat peredaran darah lancar sehingga panas
dari dalam tubuh dapat lebih mudah disalurkan ke
pembuluh darah tepi(Medhyna and Putri, 2020).
Hasil : Ibu bersedia mengompres bayinya dengan bawang
merah
4. Memberitahu ibu untuk mengompres hangat bekas
suntikan.
Hasil : Ibu mengerti dan bersedia mengompres hangat
bekas suntikan imunisasi
5. Menganjurkan ibu untuk memberikan obat paracetamol
250 gram yang telah diberikan bidan.
Hasil : Ibu bersedia memberikan obat ke pada bayinya
sesuai resep obat yang diambil di farmasi
6. Menganjurkan ibu untuk tetap mencukupi kebutuhan
nutrisi anak dengan memberikan makanan yang bergizi
dan beragam, memberikan camilan sehat pada anak, dan
memberikan susu sesering mungkin pada anak agar berat
badan dan tinggi badan anak mengalami kenaikan.
Hasil : Ibu mengerti dan bersedia tetap mencukupi
kebutuhan nutrisi anak

CATATAN PERKEMBANGAN (SOAP)

Nama Pasien : By. I


Tanggal : 3 Juni2021

10
Jam : 17.00 WIB
Tempat : Puskesmas Pudak Payung
Subyektif Bidan menanyakan keadaan bayinya saat ini kepada ibu.
Ibu menjawab: bayinya tidak ada keluhan, bayinya sudah sehat dan
sudah tidak panas lagi.
Obyektif -
Analisa Bayi I jenis kelaminPerempuan umur 2 Tahun 18 Bulan bayi
fisiologis
Penatalaksanaan 1. Menganjurkan ibu untuk tetap mencukupi kebutuhan nutrisi anak
dengan memberikan makanan yang bergizi dan beragam,
memberikan camilan sehat pada anak, dan memberikan susu
sesering mungkin pada anak agar berat badan dan tinggi badan
anak mengalami kenaikan.
Hasil : Ibu mengerti dan bersedia tetap mencukupi kebutuhan
nutrisi anak.
2. Memberitahu kepada ibu untuk datang mengambil Sertifikat
minggu depan
Hasil : ibu bersedia untuk datang kembali minggu depan
mengambil sertifikat
3. Mengingatkan ibu untuk memantau dan memberikan stimulasi
secara rutin kepada bayi agar bayi tumbuh dan berkembang
sesuai dengan usianya
Hasil : Ibu mengerti dan bersedia untuk memantau tumbuh
kembang bayinya.
4. Mengingatkan ibu untuk melakukan pijat bayi di rumah karena
pijat efektif untuk meningkatkan berat badan bayinya, dapat
merangsang tumbuh kembang bayinya serta kualitas tidur bayi
lebih baik
Hasil : Ibu bersedia untuk memijat bayinya di rumah

11
PEMBAHASAN

Penulis melakukan asuhan kebidanan pada By. I umur 2 Tahun 18 Bulan


dengan kebutuhan imunisasi measless Rubella Lanjutan, yang dilakukan pada tanggal
31 Mei 2021. Ada beberapa hal yang penulis uraikan pada bab pembahasan ini dimana
penulis akan membahas penatalaksanaan dari kasus yang ada.
1. Data Subjektif
Dari pengkajian diperoleh data identitas bayi yaitu By.I lahir pada tanggal 13
Mei 2019 pukul 13.30 WIB, jenis kelamin Perempuan, Pada pengukuran
antropometri didapatkan hasil BB lahir adalah 3100 gram, PB lahir 50 cm, LK lahir
33 cm, LD lahir 32 cm, dan LILA lahir 10 cm. Menurut teori dari (Dewi, 2011),
menyatakan berat bayi baru lahir yang normal yaitu berat badan bayi 2500-4000
gram, sehingga beratlahir By.I merupakan berat lahir normal.
Pola kebiasaan sehari-hari yang dikaji adalah pola nutrisi, bayi masih minum
ASI, dan sudah makan dengan nasi, sayur dan lauk dengan di tim.
Pada pola eliminasi, umumnya mekonium keluar dalam 24 jam setelah lahir.
Bayi berkemih dengan frekuensi 6-10 kali sehari (Dewi, 2010). Pada praktiknya
By.I BAK sebanyak 7-8 kali perhari dan BAB 1-2 kali perhari tanpa ada keluhan.
Pola Istirahat, bayi baru lahir sampai usia 3 bulan rata-rata tidur selama 16
jam sehari(Dewi, 2010). Pada praktiknya, By.I tidur selama kurang 9 jam perhari.
Dari data yang diperoleh diatas dapat diambil kesimpulan yaitu pada data
subjektif tidak ada kesenjangan antara teori dan praktek.
2. Objektif
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada By.I yaitu N =118/menit, RR = 30
x/menit, S= 36,7°C, BB = 9000 gram, PB = 73 cm. BB mengalami kenaikan
sebesar 500 gram, sehingga memenuhi batas minimal kenaikan BB (300 gr) maka
pertumbuhan bayi normal. Grafik panjang badan bayi menurut umur mendapatkan
z score antara -2 SD sampai dengan 2 SD, dapat diartikan berat badan bayi menurut
panjang bayi normal. Grafik berat badan menurut panjang badan bayi mendapatkan
z score antara -2 SD sampai dengan 2 SD, dapat diartikan berat badan bayi menurut
panjang badan adalah normal. Hal ini sesuai dengan teori yang menyebutkan
denyut jantung normal neonatus adalah 120-160 kali per menit dan tidak terdengar
bunyi murmur, status pernapasan yang baik adalah napas dengan laju normal 40-60
kali per menit, tidak ada wheezing dan ronki dan suhu normal adalah 36,50C-37,50C
(Dewi, 2013).

12
Menurut Kemenkes RI (2013), pemeriksaan pada abdomen normalnya perut
bayi datar, teraba lemas, tali pusat masih basah, tidak ada perdarahan tali pusat.
Pemeriksaan pada mata normalnya tidak ada kotoran atau sekret. Pada hasil
pemeriksaan By. I adalah perut datar, teraba lemas, pusar sudah kering.
Dengan demikian, tidak ada kesenjangan yang ditemukan antara teori dan
praktik.
3. Analisa
Diagnosa yang ditegakkan berdasarkan data yang telah diperoleh yaitu By. R
umur 2 Tahun 18 Bulan dengan tumbuh kembang sesuai usianya dan kebutuhan
imunisasi measless rubella Lanjutan. Dari pengkajian tidak ditemukan masalah,
kebutuhan segera pada praktik tidak ada, hal ini juga sesuai dengan teori dimana
pada keadaan normal dapat diabaikan(Wahyuni, 2011).
4. Penatalaksanaan
Secara garis besar, asuhan yang diberikan pada By.R yaitu:
a. Memberitahukanhasilpemeriksaan pada ibu bahwa bayinya dalam keadaan
sehat dan memenuhi syarat imunisasi, yaitu BB: 9 kg, PB:73cm.
b. Memberitahu ibu hasil pengukuran antropometri yaitu :
1) BB sekarang : 9kg, BB mengalami kenaikan sebesar 800 gram, sehingga
memenuhi batas minimal kenaikan BB maka pertumbuhan bayi normal.
2) PB sekarang :73cm, grafik panjang badan bayi menurut umur mendapatkan
z score antara -2 SD sampai dengan 2 SD, dapat diartikan berat badan bayi
menurut panjang bayi normal
3) Grafik berat badan menurut panjang badan bayi mendapatkan z score antara
-2 SD sampai dengan 2 SD, dapat diartikan berat badan bayi menurut
panjang badan adalah normal.
c. Memberikan penjelasan mengenai manfaat, efek samping, dan dosis pemberian
imunisasimeasless rubella (MR).
Berdasarkan hasil penelitian Dewi Nur Intan Saritahun 2016tentang
“Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi Dasar Dengan Kelengkapan
Imunisasi Dasar Bayi Di Wilayah Kerja Puskesmas Bendo Kabupaten
Magetan”menunjukkan bahwa sebanyak 49,2% bayi mempunyai status
imunisasi yang lengkap dengan pengetahuan ibu yang baik, sedangkan
sebanyak 30,8% bayi mempunyai status imunisasi tidak lengkap dengan
pengetahuan ibu yang kurang baik. Hal ini menunjukkan sebagian besar ibu
yang mempunyai pengetahuan yang baik akan memberikan imunisasi dasar

13
yang lengkap kepada bayinya. Hasil uji statistik dengan menggunakan analisis
Chi-square diketahui bahwa nilai p < 0,001, hal ini mempunyai arti bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu tentang imunisasi
dasar dengan kelengkapan imunisasi dasar bayi di wilayah kerja Puskesmas
Bendo Kabupaten Magetan, artinya semakin baik tingkat pengetahuan ibu
tentang imunisasi dasar maka ibu akan memberikan imunisasi secara lengkap
kepada bayinya(Sari, 2016).
d. Melakukan informed consent kepadaibu.
e. Memberikan imunisasi measless rubella (MR) pada bayi.
Menurut jurnal IDAI (2016) Imunisasi MR dasar diberikan 1 kali pada
imunisasi dasar lengkap. Ulangan imunisasi MRdiberikan pada umur antara18-
24 bulan. Vaksin diberikan0,5 ml secara subkutan, disuntikkan pada lengan
kiri atas(IDAI, 2016).
f. Mengompres hangat daerah bekas suntikan.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Yuni Maria Olviani Ndede,
Amatus Yudi Ismanto, Abram Babakal tahun 2016 menunjukan hasil bahwa
respon nyeri sesudah diberikan kompres hangat lebih rendah dibandingkan
dengan respon nyeri bayi sesudah penyuntikkan tanpa pemberian kompres
hangat (p = 0,000) dan kompres hangat memberi pengaruh dalam menurunkan
respon nyeri pada bayi saat imunisasi (p = 0,000).Pada penelitian ini, kompres
hangat menjadi salah satu pilihan tindakan yang mudah dan praktis dalam
menurunkan nyeri yang dirasakan bayi saat imunisasi. Hal ini diperkuat
dengan teori gate kontrol dimana kompres hangat yang diberikan sebelum
penyuntikkan mampu menimbulkan efek hangat serta efek stimulasi kutaneus
berupa sentuhan yang dapat melepaskan endorphin pada jaringan kulit yang
dapat memblok transmisi stimulus nyeri sehingga impuls nyeri dapat diatur
atau bahkan dihambat oleh mekanisme pertahanan disepanjang sistem syaraf
pusat. Pemberian kompres hangat dapat juga mengakibatkan respon sistemik
sehingga suhu yang dapat diberikan pada bayi yang dapat ditoleransi oleh kulit
bayi adalah suhu berkisar 36oC sampai 41oC sehingga tidak dapat mencederai
jaringan kulit bayi. Melalui mekanisme penghilang panas (vasodilatasi),
kompres hangat mampu meningkatkan aliraan darah kebagian cedera dengan
baik(Ndede, Ismanto and Babakal, 2015).
g. Menganjurkan ibu untuk segera menyusui bayinya.

14
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Yuli Yantina, Mevi Erinnica
tahun 2017 didapatkan hasil bahwa rata-rata tingkat nyeri ketika bayi tidak
menyusui pada saat imunisasi suntik adalah 5.3, dengan SD 1,03. Rata-rata
tingkat nyeri ketika bayi menyusui pada saat imunisasi suntik adalah 3,7,
dengan SD 0,98 Hasil uji statistik didapatkan nilai  = 0,000 (p hitung < α),
artinya pada  = 5% dapat diartikan ada pengaruh menyusuiterhadap
penghilang rasa nyeri pada penyuntikan imunisasi bayi di BPS Wirahayu,
Amd.Keb tahun 2017. Menyusui, ASI, menghisap,kontak kulit ke kulit dapat
menurunkan tanda - tanda perilaku nyeri (menangis) serta tanda – tanda
fisiologis (denyut jantung).Didalam ASI mengandung larutan manis yaitu
laktosa merupakan gula susu, rasa manis mempunyai pengaruh terhadap
respon nyeri. Hal ini terjadi karena larutan manis dalam ASI yaitu laktosa
dapat menginduksi jalur oploid endogen yang dapat menyebabkan transmisi
nyeri yang dirasakan tidak sampai menuju otak untuk dipersepsikan sehingga
sensasi nyeri tidak akan dirasakan bayi. Menyusu setelah diberikan imunisasi
nyeri yang dirasa lebih ringan dibandingkan dengan bayi yang tidak menyusu
disebabkan karena pada saat menyusu bayi berada dalam dekapan ibunya akan
merasa tenang, aman, dan dapat memberikan kenyamanan kontak kepada bayi.
Pelukan yang diberikan akan memberikan kontak kulit antara ibu dan bayinya,
saat itu tubuh akan melepaskan hormon oksitosin (hormon yang berhubungan
dengan perasaan damai dan juga cinta) sehingga akan mempengaruhi
psikologis bayi itu sendiri. Perasaan itu mengingatkan bayi akan nyamannya
berada didalam Rahim ibu, sehingga bayi menikmati kegiatan
menyusui(Yantina and Erinnica, 2017).
h. Memberikan obat penurun demam (paracetamol 90 mg) yang diminumkan jika
bayi ibu demam. Diminum 3x perhari.
Penelitian yang dilakukan oleh RatnaSuparwati, HatijahKartini, dan
Syiska Atik pada tahun 2015 menyebutkan bahwa terdapat perbedaan KIPI
pada pemberian parasetamol sebelum dan sesudah imunisasi pentabio. Sifat
parasetamol berfungsi untuk menghambat sintesis prostaglandin. Parasetamol
sebagai antipiretik diduga bekerja langsung pada pusat pengatur panas di
hipotalamus.Cara kerja parasetamol yang cepat yaitu kurangl ebih 5 jam
sehingga sangat tepat diberikan sebelum dilakukan imunisasi untuk
mengurangi rasa tidak nyaman saat dilakukan imunisasi. Pemberian

15
parasetamol dilanjutkan setelah dilakukan imunisasi setiap 4 jam
sekali(Suparwati, Kartini and Atik, 2015).
i. Menganjurkan ibu untuk tetap mencukupi kebutuhan nutrisi anak dengan
memberikan makanan yang bergizi dan beragam, memberikan camilan sehat
pada anak, dan memberikan susu sesering mungkin pada anak agar berat badan
dan tinggi badan anak mengalami kenaikan.
Penelitian yang dilakukan oleh Selasih Putri Isnawati Hadi pada tahun
2019 menjelaskan bahwa terdapat hubungan antara status gisi dengan
perkembangan motorik kasar pada anak. Anak yang status gizinya kurang akan
berdampak pada kurang optimalnya jaringan otot pada anak yang tentunya
akan mempengaruhi gerakan anak. sumber energi yang merupakan hasil dari
metabolisme oksidatif. Proses okesigen yang bekerja dengan variasi makanan
seluler dalam tubuh, akan memecah ATP dalam tubuh. Dari lebih 95% energi
inilah yang akan digunakan otot untuk bergerak. Asupan gizi yang cukup akan
pada juga berpengaruh pada perkembangan otak anak usia toodler sehingga
akanberdampak pada tingkat kemampuan motorik yang sesuai
perkembangannya (Hadi, 2019).
Selain pada motorik kasar, juga terdapat hubungan antara status gisi
dengan perkembangan motorik halus pada anak. Anak dengan status gizi baik
berart anak memiliki pertumbuhan yang baik juga termasuk pertumbuhan otak,
syaraf, dan otot. Status gizi yang kurang akan penghambat perkembangan
karena akan mempengaruhi penurunan jumlah dan ukuran sel otak.
Kemampuan sistem syaraf pada otak untuk membuat dan melepas
neurotransmitter tergantung pada konsentrasi zat gizi tertentu dalam darah
yang diperoleh dari komposisi makanan yang dikonsumsi anak(Hadi, 2019).
Anak yang masa balitanya kekurangan makanan bergizi biasanya akan
mengalami keterlambatan pertumbuhan (kurus). Anak yang kurang gizi akan
cenderung menjadi anak yang lemah dan kurang minat terhadap kegiatan di
sekelilingnya (gerak motorik). Bila kurang gizi (otot dan zat gizi kurang) anak
pun tidak aktif, padahal bergerak aktif berfungsi untuk melatih keterampilan
motorik. Anak yang kurang gizi cenderung mudah tersinggung, pemurung,
tidak dapat diduga dan sangat gugup (bicara dan bahasa serta sosial dan
kemandirian)(Humaira, Jurnalis and Edison, 2016).
j. Menganjurkan ibu untuk memantau dan memberikan stimulasi secara rutin
kepada bayi agar bayi tumbuh dan berkembang sesuai dengan usianya

16
Stimulasi dini adalah rangsangan auditori, visual, taktil dan kinestetik
yang diberikan sejak perkembangan otak dini, dengan harapan dapat
merangsang kuantitas dan kualitassinapssel-selotak, untuk mengoptimalkan
fungsi otak. Stimulasi secara dinimerupakan salah satufaktor yang
mempengaruhi tumbuh kembang bayi. Stimulasi dapat merangsang hubungan
antar selotak (sinaps), miliaran selotak dibentuk sejak kehamilan berusia 6
bulan yang pada saat itu belum ada hubungan antar selotak. Saat ada
rangsangan, maka akan terbentuk hubungan. Sering memberikan rangsangan
dapat menguatkan hubungan sinaps. Variasi rangsangan akan membentuk
hubungan yang semakin luas dan kompleks. Pada keadaan yang sepertiini, otak
kanan mau pun kiri dapat terslimulasi sehingga terbentuk multiple intelegent
dan juga kecerdasan yang lebihluas dan tinggi(Dewi, 2013).
k. Menganjurkan ibu untuk mengompres bawang merah pada bayinya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Vedjia Medhyna, Rizky
Utami Putri “Pengaruh Kompres Bawang Merah terhadap Penurunan Suhu
Tubuh Bayi saat Demam Pasca Imunisasi di Wilayah Kerja Polindes Pagar
Ayu Musi Rawas” tahun 2020 didapatkan rerata suhu tubuh sebelum dilakukan
kompres bawang merah 37,941, dengan SD ± 0,0590. Rerata suhu tubuh
sesudah dilakukan kompres bawang merah 37,386, dengan SD ± 0,0710.
Perbedaan rata-rata antara suhu tubuh sebelum dan sesudah dilakukannya
kompres bawang merah adalah - 4,234. Hasil uji statistik didapatkan p value
0,000 artinya adanya pengaruh kompres bawang merah (Allium ascalonicum
L) terhadap penurunan suhu tubuh bayi saat demam pasca imunisasi di
Wilayah Kerja Polindes Pagar Ayu Kecamatan Megang Sakti Kabupaten Musi
Rawas tahun 2020. Kompres bawang merah dilakukan pada kulit dapat
direspon oleh Termoreseptor perifer dan sistem saraf perifer sehingga
mengasitau ke hipotalamus atau termoregulator untuk merespon ransangan
yang ada, sehingga dapat mengurangi suhu kulit melalui vasokonstriksi kulit
ini dikoordinasikan oleh hipotalamus melalui keluaran sistem saraf simpatis.
Peningkatan aktivitas simpatis ke pembuluh kulit menghasilkan vasokonstriksi
sebagai respon terhadap pejanan dingin, sedangkan penurunan aktivitas
simpatis menimbulkan vasodilatasi pembuluh kulit sebagai respon terhadap
pajanan panas. Sehingga suhu tubuh bisa berkurang dan bisa kembali normal.
Hal ini disebabkan bawang merah mengandung senyawa sulfur organic yaitu
Allylcysteine sulfoxide (Alliin) yang berfungsi menghancurkan pembentukan

17
pembekuan darah. Hal tersebut membuat peredaran darah lancar sehingga
panas dari dalam tubuh dapat lebih mudah disalurkan ke pembuluh darah
tepi(Medhyna and Putri, 2020).

18
BAB V
PENUTUP

A. Simpulan
Berdasarkan uraian di atas, asuhan kebidanan bayi fisiologis pada By I usia 2
Tahun 18 bulan jenis kelamin Perempuan fisiologis di Puskesmas Pudakpayung
Kota Semarang telah dilakukan sesuai dengan teori. Tujuan umum penulis untuk
dapat melakukan asuhan sesuai dengan teori dan mendokumentasikannya dalam
bentuk catatan SOAP telah tercapai. Sedangkan tujuan khusus penulis untuk
dapat melakukan pengkajian, interpretasi data, merumuskan diagnosa potensial,
melakukan antisipasi masalah segera, melakukan tindakan segera, menyusun
rencanya menyeluruh, melakukan penatalaksanaan sesuai rencana, dan
melakukan evaluasi juga telah tercapai.

B. Saran
Disarankan kepada petugas kesehatan untuk lebih meningkatkan komunikasi
terapeutik dengan pasien untuk dapat mengurangi kecemasan pasien karena
kebanyakan pasien dalam kondisi emergensi mengalami kecemasan. Dengan
komunikasi yang baik antara petugas kesehatan dengan pasien diharapkan
pasien mendapat informasi yang cukup mengenai kondisinya serta tindakan
medis yang akan dilakukan sehingga pasien tidak mengalami kecemasan karena
kurangnya informasi tentang tindakan medis yang akan dilakukan terhadapnya.

19
DAFTAR PUSTAKA

___________. 2016. Asuhanan kebidanan Pada Neonatus, Bayi, Balita dan Anak
Prasekolah. Kemenkes RI.

___________. 2018. Buku Informasi dan Edukasi Imunisasi Lanjutan Pada Anak.
Kemenkes RI.

Adi, N.P, Sekartini, R. 2006. Gangguan Tidur Pada Anak Usia Bawah Tiga Tahun Di
Lima Kota di Indonesia. Jurnal Sari Pediatri, Vol. 7, No. 4, Maret 2006: 188-
193.

Anggraini dkk (2020). PENGARUH PIJAT BAYI TERHADAP KUALITAS TIDUR


BAYI USIA 0-6 BULAN. STIKES Husada Jombang

Bennet C, Underdown A, and Barlow J. 2013. Massage For Promoting Mental And
Physical Health In Typically Developing Infants Under The Age Of Six Months.
Article Review. The Cochrane Collaboration. Published by JohnWiley & Sons,
Ltd.

Destiana, R., Yani, E. R. and Yanuarini, T. A. (2018) ‘Kemampuan Ibu Melakukan


Stimulasi Untuk Perkembangan Bayi Usia 3-6 Bulan Di Wilayah Kerja
Puskesmas Puhjarak Kabupaten Kediri’, Jurnal Ilmu Kesehatan, 6(2), pp. 153–
163
Dewi Vivian Nanny (2010) Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Jakarta: Salemba
Medika.
Dewi, S. 2005. Pijat dan Asupan Gizi Tepat Untuk Melejitkan Tumbuh Kembang
Anak. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Baru Press.

Dewi, V. H. L. (2011) Asuhan Kebidanan Untuk Kebidanan. 1st edn. Jakarta: Salemba
Medika
Dewi, V. N. L. (2010) Asuhan Neonatus bayi dan Anak Balita. Jakarta: Salemba
Medika

20
Entoh, C., Noya, F. and Ramadhan, K. (2020) ‘Deteksi Perkembangan Anak Usia 3
Bulan – 72 Bulan Menggunakan Kuesioner Pra Skrining Perkembangan
(KPSP)’, Poltekita: Jurnal Pengabdian Masyarakat, 1(1), pp. 8–14. doi:
10.33860/pjpm.v1i1.72
Estiwidani dkk. (2008). Konsep Kebidanan. Yogyakarta: Fitramaya

Gola, G. 2009. Ayo Bangun! Dengan Bugar Karena Tidur Yang Benar. Jakarta :
Hikmah

Hadi, S. P. I. (2019) ‘Hubungan Status Gizi Dengan Perkembangan Motorik Pada


Anak Usia 12-36 Bulan Di Desa Sambirejo, Kecamatan Bringin, Kabupaten
Semarang’, Jurnal Kebidanan Kestra (Jkk), 1(2), pp. 1–7. doi:
10.35451/jkk.v1i2.126
Hidayat. A.A., 2009. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan
Jilid pertama, Jakarta, EGC

Humaira, H., Jurnalis, Y. D. and Edison, E. (2016) ‘Hubungan Status Gizi dengan
Perkembangan Psikomotorik Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Lapai Padang
Tahun 2014’, Jurnal Kesehatan Andalas, 5(2), pp. 402–408
IDAI (2016) ‘Jadwal Imunisasi Rekomendasi IDAI’, Sari Pediatri, 2(1), p. 43. doi:
10.14238/sp2.1.2000.43-7
Irva, Hasanah dan Wofrest. 2014. Pengaruh terapi pijat terhadap peningkatan berat
badan bayi. Jurnal Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Riau, Vol. 1
No. 2

Kemenkes RI. 2009. Panduan Imunisasi Indonesia. Kemenkes RI

Kulkarni, A. Kausik JS, Gupta P, Sharma H and Agrawal RK. (2010). Massage and
Touch Therapy in Neonates: The Current Evidence. Review Article. Indian
Pediatric volume 47 – September 2010.

Kurniasari dkk. 2020. Pengaruh Pijat Bayi Terhadap Lama Tidur Bayi Usia 3-6 Bulan
di Desa Jemawan Kecamatan Jatinom Kabupaten Klaten. Poltekkes Kemenkes
Surakarta

Lee, N. 2009. Cara Pintar Merawat Bayi Usia 0-12 Bulan. Yogyakarta : CV Solusi
Distribusi. 13

Mas’ud, I. 2008. Fisiologi :Persepsi Kerja Otak. Malang : UM Press Malang

Medhyna, V. and Putri, R. U. (2020) ‘Pengaruh Kompres Bawang Merah Terhadap


Penurunan Suhu Tubuh Bayi Saat Demam Pasca Imunisasi Di Wilayah Kerja
Polindes Pagar Ayu Musi Rawas’, Maternal Chlid Health Care Journal, 2(2), Pp.
107–118

21
Muslihatun. 2010. Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Yogyakarta: Fitra Maya

Ndede, Y. M. O., Ismanto, A. Y. and Babakal, A. (2015) ‘Pengaruh Kompres Hangat


Pada Tempat Penyuntikkan Terhadap Respon Nyeri Pada Bayi Saat Imunisasi
Di Puskesmas Tanawangko Kabupaten Minahasa’, Jurnal Keperawatan,
3(1),pp.1-10
Nur, F. T., Febriani, Y. and Nugraheni, A. (2017) ‘Hubungan Antara Status Imunisasi
Dan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (Ispa) Pada Balita Di Puskesmas
Ngoresan Surakarta’, Jurnal Kedokteran Universitas Sebelas Maret, 32, pp. 1–11
Paryono and Kurniarum, A. (2020) ‘Pengaruh Pijat Bayi yang dilakukan oleh Ibu
terhadap Tumbuh-Kembang dan Tidur Bayi di Kabupaten Klaten’, Jurnal
Terpadu Ilmu Kesehatan, 9(1), pp. 44–49. doi: 10.37341/interest.v9i1.155
Prasetyo. 2009. Teknik-teknik Tepat Memijat Bayi Sendiri Panduan Lengkap Dan
Uraian Kemanfaatannya. Yogyakarta : Diva Press

Pusdiknakes, 2011. Konsep Asuhan Kebidanan. JHPIEGO. Jakarta.

Ranuh, IGN., Soeyitno, H., Hadinegoro, SRS., Kartasasmita, S., Izmoedijanto.,


Soedjatmiko., 2011. Pedoman Imunisasi di Indonesia. Edisi Keempat, Satgas
Imunisasi-Ikatan Dokter Anak Indonesia.

Riksani, R. 2012. Cara Mudah dan Aman Pijat Bayi. Jakarta : Niaga Swadaya

Roesli, U. (2008) Inisiasi Menyusu Dini Plus ASI Eksklusif. Jakarta: Pustaka Bunda.

Roesli, U. 2009. Pedoman Pijat Bayi. Edisi Revisi. Jakarta: PT Trubus Agriwidia

Roth, DE.2010. The Relationship Massage Infant With Pattern And Sleep In Infants.
journal of pediatric. The University of Toledo Digital Repository.

Sari Wahyuni (2012) Asuhan Neonatus, Bayi, & Balita Penuntun Belajar Praktik
Klinik. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Sari, D. N. I. (2016) ‘Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi Dasar Dengan


Kelengkapan Imunisasi Dasar Bayi Di Wilayah Kerja Puskesmas Bendo
Kabupaten Magetan’, Universitas Muhammadiyah Surakarta, pp. 1–14.
Available at: http://weekly.cnbnews.com/news/article.html?no=124000
Siswanto, E. 2008. Menthor Health Care. (online).
https://menthorhealthcare.news.com Diakses tanggal 1 Juni 2021

Subakti, DR. 2008. Keajaiban Pijat Bayi dan Balita. Jakarta : Wahyu Media

Suparwati, R., Kartini, H. and Atik, S. (2015) ‘Perbedaan Kipi Pada Pemberian
Parasetamol Sebelum Dan Sesudah Imunisasi Pentabio Di Wilayah Puskesmas

22
Wonosari’, Jurnal Kesehatan Poltekkes Kemenkes Malang, 6(1), pp. 448–454
Suririnah. 2009. Buku Pintar Merawat Bayi 0-12 Bulan. Jakarta : Gramedia Pustaka

Syaukani, A. 2015. Petunjuk Praktis Pijat, Senam, dan Yoga Sehat untuk Bayi.
Yogyakarta : Araska

Ulumuddin, B.A. 2011. Hubungan Tingkat Stres dengan Kejadian Insomnia Pada
Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Diponegoro. Jurnal :
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Underdown, A. (2013). Infant Massage as a Community Intervention for Infants aged


under 6 month. Journal of Pediatric. Frances Bunn, University of Hertfordshire
Date of Publication: November 2013

Vina. 2009. Kualitas tidur bagi pertumbuhan anak. (online). https://vinadan


vani.wordpress.com Diakses tanggal 1 Juni 2021

Wahyuni, S. (2011) Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Jakarta: EGC


Whittingham,A & Douglas, P. (2014). Optimizing Parent – Infant Sleep From Birth to
6 Months: A New Paradigm. Infant Mental Health Journal. Vol. 00(0), 1–9
(2014) C2014 Michigan Association for Infant Mental Health

Wong, Donna L, dkk. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, Volume 2. Jakarta :
EGC.

World Health Organization (WHO) (2011). Regional Office for South-East Asia.

Yantina, Y. and Erinnica, M. (2017) ‘Pengaruh Menyusui Terhadap Rasa Nyeri Pada
Penyuntikan Imunisasi Hb 0 Pada Bayi Di Bps Wirahayu, Amd.Keb Bandar
Lampung Tahun 2017’, Jurnal Kebidanan, 3(4), Pp. 224–229

23

Anda mungkin juga menyukai