Anda di halaman 1dari 5

1.

Konsep Tumbuh Kembang Anak


A. Pengertian Tumbuh Kembang
Pertumbuhan adalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran, atau dimensi tingkat sel
organ, maupun individu yang bisa diukur dengan ukuran berat (gram, pon, kilogram), ukuran
panjang (cm, meter), umur tulang, dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen
tubuh) (Adriana, 2013).
Perkembangan (development) adalah bertambahnya skill (kemampuan) dalam struktur dan
fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari
proses pematangan. Disini menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh,
organ-organ, dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat
memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan emosi, intelektual, dan tingkah laku sebagai
hasil interaksi dengan lingkungannya (Soetjiningsih, 2012).

B. Tahap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak


Tahapan pertumbuhan dan perkembangan anak dapat ditentukan oleh masa atau waktu
kehidupan anak. Menurut Hidayat (2008) secara umum terdiri atas masa prenatal dan masa
postnatal.
1. Masa prenatal
Masa prenatal terdiri atas dua fase, yaitu fase embrio dan fase fetus. Pada masa embrio,
pertumbuhan dapat diawali mulai dari konsepsi hingga 8 minggu pertama yang dapat terjadi
perubahan yang cepat dari ovum menjadi suatu organisme dan terbentuknya manusia. Pada
fase fetus terjadi sejak usia 9 minggu hingga kelahiran, sedangkan minggu ke-12 sampai ke-40
terjadi peningkatan fungsi organ, yaitu bertambah ukuran panjang dan berat badan terutama
pertumbuhan serta penambahan jaringan subkutan dan jaringan otot.

2. Masa postnatal
Terdiri atas masa neonatus, masa bayi, masa usia prasekolah, masa sekolah, dan masa
remaja.
 Masa neonatus adalah Pertumbuhan dan perkembangan post natal setelah lahir diawali
dengan masa neonatus (0-28 hari).
 Masa bayi adalah Masa bayi dibagi menjadi dua tahap perkembangan. Tahap pertama
(antara usia 1-12 bulan):
 Masa usia prasekolah adalah Perkembangan pada masa ini dapat berlangsung stabil dan
masih terjadi peningkatan pertumbuhan dan perkembangan, khususnya pada aktivitas
fisik dan kemampuan kognitif. Menurut teori Erikson (dalam Nursalam, 2005), pada usia
prasekolah anak berada pada fase inisiatif vs rasa bersalah (initiative vs guilty). Pada masa
ini, rasa ingin tahu (courius) dan adanya imajinasi anak berkembang, sehingga anak
banyak bertanya mengenai segala sesuatu di sekelilingnya yang tidak diketahuinya.
 Masa sekolah adalah Perkembangan masa sekolah ini lebih cepat dalam kemampuan fisik
dan kognitif dibandingkan dengan masa usia prasekolah.
 Masa remaja adalah Pada tahap perkembangan remaja terjadi perbedaan pada
perempuan dan laki-laki. Pada umumnya wanita 2 tahun lebih cepat untuk masuk ke
dalamtahap remaja/pubertas dibandingkan dengan anak laki-laki dan perkembangan ini
ditunjukkan pada perkembangan pubertas.
Pada masa usia prasekolah anak mengalami proses perubahan dalam pola makan
dimana pada umunya anak mengalami kesulitan untuk makan. Proses eliminasi pada
anak sudah menunjukkan proses kemandirian dan perkembangan kognitif sudah mulai
menunjukkan perkembangan, anak sudah mempersiapkan diri untuk memasuki sekolah
(Hidayat, 2008).

2. TETANUS
A. Pengertian Tetanus
Tetanus berasal dari kata Yunani “tetanus” yang artinya “berkontraksi”, merupakan penyakit
bersifat akut yang ditandai dengan kekakuan otot dan spasme, akibat toksin yang dihasilkan
Clostiridium Tetani mengakibatkan nyeri biasanya pada rahang bawah dan leher (IPD PAPDI,
2014).Tetanus adalah penyakit toksemia akut yang disebabkan oleh eksotoksin yang dapat larut
(tetanospasmin) dari Clostridium tetani. Biasanya toksin tersebut dihasilkan oleh bentuk vegetatif
organisme tersebut pada tempat terjadinya perlukaan selanjutnya diangkut serta difiksasi di dalam
susunan syaraf pusat. Sedangkan Tetanus neonatorum terjadi pada neonatus (bayi berusia 0-28hari)
dan menyerupai tipe tetanus generalisata. Spora dari kuman Clostridum tetani masuk melalui pintu
masuk satu-satunya ke tubuh bayi baru lahir, yaitu tali pusat. Peristiwa tersebut dapat terjadi pada
saat pemotongan tali pusat ketika bayi lahir maupun saat perawatannya sebelum puput (lepas tali
pusat) (Depkes RI, 1993). Tetanus dapat mengakibatkan kesulitan menetek dan menangis berlebihan
disusul kesulitan menelan, kekakuan tubuh, dan spasme. Opistotonus dapat terjadi sangat hebat
atau tidak timbul sama sekali (Berhman, 1988).
Di negara-negara berkembang angka kejadian tetanus neonatorum 85%, dengan mortalitas
akibat tetanus neonatorum akan mendekati 100% terutama kasus dengan masa inkubasi pendek
(Depkes RI, 1993). Kasus tetanus banyak dijumpai di sejumlah negara tropis dan negara yang masih
memiliki kondisi kesehatan rendah. Data organisasi kesehatan dunia WHO menunjukkan, kematian
akibat tetanus di negara berkembang adalah 135 kali lebih tinggi dibanding negara maju
(www.nakita.com). Karena penyakit ini terkait erat dengan masalah sanitasi dan kebersihan selama
proses kelahiran (www.tempointeraktif.com). Menurut laporan kerja WHO pada bulan April 1994,
dari 8,1 juta kematian bayi di dunia, sekitar 48% adalah kematian neonatal. Dari seluruh kematian
neonatal, sekitar 42% kematian neonatal disebabkan oleh infeksi tetanus neonatorum. Sedangkan
angka kejadian tetanus neonatorum di Indonesia, pada tahun 1992 sebanyak 760 kasus, meninggal
478 dengan CFR 72,42%. Pada tahun 1995 sebanyak 806 kasus, meninggal 475 kasus dengan CFR
58,93%. Tahun 1996 terdapat 816 kasus, meninggal 499 dengan CFR 61,15%.
Secara umum,faktor-faktor risiko yang dipandang mempengaruhi kejadian dan kematian
pada tetanus neonatorum adalah status imunisasi ibu dan hygieneyang kurang selama dan setelah
persalinan (WHO, 1991). Adapun upaya yang telah dan sedang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten Serang untuk menurunkan angka kejadian tetanus neonatorum, adalah: 1.Meningkatkan
cakupan imunisasi rutin TT pada wanita usia subur. 2.Melakukan imunisasi khusus yaitu imunisasi
sweeping pada semua wanita usia subur (15-39 tahun) di desa/wilayah yang mempunyai risiko tinggi
tetanus neonatorum. 3.Meningkatkan cakupan antenatal care (ANC) dengan pemberian imunisasi
TT. 4.Meningkatkan cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan atau pendampingan persalinan yang
dilakukan dukun oleh bidan (Dinkes Serang, 2002).
Tetanus merupakan hal yang dapat dicegah. Tetanus lebih umum didapatkan pada
masyarakat dengan pemasukan ekonomi rendah, terutama negara berkembang, tapi tidak menutup
kemungkinan tetanus ada di negara maju. (Lam & Louise, 2019). WHO mengatakan pada tahun
2015, terdapat 10301 kasus tetanus termasuk 3551 kasus neonatal yang dilaporkan melalui
WHO/Unicef. Laporan tersebut juga masih belum bisa menjelaskan angka kejadian sebenarnya
dikarenakan banyaknya insiden yang tidak dilaporkan (WHO, 2017). Kelompok masyarakat yang
tidak mendapatkan vaksinasi, usia lebih dari 65 tahun, penderita diabetes merupakan masyrakat
yang memiliki faktor resiko tinggi terhadap tetanus. Kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap
resiko infeksi tetanus yang disebabkan oleh luka juga menjadi salah satu faktor risiko masih
maraknya terjadi tetanus (Alifil et,al. 2015).Tetanus yang terjadi pada non neonatal paling banyak
didapatkan dikarenakan pekerjaan terutama pekerjaan yang memiliki potensial bahaya tinggi seperti
pekerja agrikultural, pekerja industry, dan pekerja kesehatan, pekerja konstruksi dan pekerja besi.
Dapat juga didapatkan pada luka-luka yang tidak ditangani dengan benar. Luka yang dimaksud
seperti luka akibat terpotong gelas ataupun luka tersayat metal (Mahadev, et al. 2020).Infeksi
tetanus juga bisa disebabkan oleh sebab lain.
Seperti dikatakan Novi, pada penelitian yang dilakukannya kepada 40 orang anak, didapatkan
bahwa infeksi tetanus disebabkan karena otitis media sebanyak 52.5% dan sisanya dikarenakan luka
tusuk dan laserasi diekstremitas dan kepala (Novie, et al. 2012).Tetanus neonatal terjadi pada bayi
berusia kurang dari 28 hari. Gejala akan muncul biasanya pada hari ke 4-14 setelah lahir, rata-rata 7
hari setelah kelahiran. Penyebabnya adalah pemotongan tali pusar bayi saat lahir menggunakan alat
yang tidak steril. Kasus tetanus neonatal banyak terjadi pada negara berkembang yang
masyaraktnya masih banyak menggukan layanan kesehatan rendah untukpersalinannya (Selvy).
Imunitas yang didapatkan dari vaksin tetanus dapat mencegah kejadian tetanus, tetapi imunitas ini
tidak berlangsung seumur hidup. Maka dari itu dibutuhkan injeksi booster pada pasien yang
mengalami luka rentan tetanus (Komang,2014).

3. KPSP DAN DDST


A. Pengertian KPSP
1.KPSP
Formulir KPSP adalah alat/instrumen yang digunakan untuk mengetahui perkembangan anak
normal atau ada penyimpangan. Sejak dahulu masalah perkembangan anak mendapat banyak
perhatian. Berbagai tulisan mengenai perkembangan anak telah dibuat. Pada saaat ini berbagai
metode deteksi dini untuk megetahui gangguan perkembangan anak telah dibuat. Demikian pula
dengan skrining untuk mengetahui penyakit-penyakit yang potensial dapat mengakibatkan gangguan
perkembangan anak karena deteksi dini kelainan perkembangan anak sangat berguna agar diagnosa
maupun pemulihannya dapat dilakukan lebih awal sehingga tumbuh kembang anak dapat
berlangsung seoptimal mungkin. Penting untuk dipahami bahwa dengan skrining dan mengetahui
adanya masalah pada perkembanagan anak, tidak berarti bahwa diagnosa pasti dari kelaian tersebut
telah ditetapkan.Skrining hanyalah prosedur rutin dalam pemeriksaan tumbuh kembang anak sehari-
hari,yangbdapat memeberikan petunjuk jika ada sesuatu yang perlu mendapat perhatian. Sehingga
masih diperlukan anamnese yang baik, pemeriksaan fisik yang teliti dan pemeriksaan penunjang
lainnya agar diagnosa dapat dibuat, supaya intervensi dan pengobatan dapat dilakukan sebaik-
baiknya.

2.Tujuan KPSP
Adapun tujuan dari KPSP adalah yaitu : Untuk mengetahui ada tidaknya hambatan dalam
perkembangan anak.
3. Prosedur KPSP
- Cara menggunakan KPSP Petugas kesehatan dalam laporan membaca KPSP terlebih dahulu
dan kemudian memberi kesempatan kepada orang untuk menjawab kelompok pertanyaan
yang sesuai dengan usia anak. Hasil dicatat didalam kartu data tumbang anak.
- Cara memilih pertanyaan KPSP Pertanyaan diajukan kepada orang tua, pilih kelompok
pertanyaan yang sesuai dengan usia anak.
- Cara memilih KPSP Teliti kembali apakah semua pertanyaan sudah dijawab; à hitunglah jumlah
jawaban Ya, apabila jawaban Ya berjumlah 9 atau 10 Apabila jumlah ya kurang dari 9 maka
perlu diteliti kembali mengenai :
1. Cara menghitung usia anak.
2. Cara memilih pertanyaan KPSP, apakah sesuai dengan usia anak.
3. Apabila jawaban orangtua/pengasuh anak sesuai dengan yang dimaksudkannya
4. Apabila jawaban ya = 7 atau 8 lakukan pemilihan ulang 1 minggu kemudian jika tetap
samamaka anak tersebut memerlukan pemilihan lebih lanjut/durujuk
5. Apabila jawaban ya = 6 atau kurang maka anak tersebut memerlukan pemilihan lebih
lanjut/dirujuk.
- Interpretasi KPSP
1. Petunjuk
- Bacalah setiap pertanyaan dengan teliti dan benar sesuai denagn umur anak
- Jawaban setiap pertanaan dengan memilih jawaban yang sesuai dengan keadaan yan g
sebenarnya
- Pilihlah salah satu dari dua kemungkinan dibawah ini dan tuliskanlah hasilnya pada kartu
data tumbang anak.
- Ya : anak dapat melaksanakannya dulu maupun sekarang
- Tidak : anak tidak dapat melaksanakannya dulu maupun sekarang atau anda yakin anak
tidak dapat melaksanakan hal tersebut
2. Pengertian DDST
DDST adalah salah satu dari metode skrining terhadap kelainan perkembangan anak, test
ini bukanlah test diagnostik atau test IQ.
DSTmenurut Soetjiningsih (1995) merupakan :
a.Test yang mudah dan cepat (15-20) menit dapat diandalkan danmempunyai validitas
yang tinggi.
b.Test yang secara efektif dapat mengidentifikasikan antara 85-100 persen bayi dan anak-
anak prasekolah yang mengalami keterlambatan perkembangan, dan pada “follow up”
selanjutnya ternyata 89 persendari kelompok DDST abnormal mengalami kegagalan di
sekolah 5-6 tahun kemudian. Menurut Frankernburg dan Borowitz (1986) DST tidak
hanya mengidentifikasi lebih dari separo dengan kelainan bicara. Dan frankernburg
melakukan revisi dan standarisasi kembali DDST dan juga perkembangan pada sektor
bahasa ditambah, yang kemudian hasil revisidari DDST dinamakan Denver II.
Aspek perkembangan yang dinilaiTerdiri dari 105 tugas perkembangan pada DDST dan
DDST-R,yang kemudian pada Denver II dilakukan revisi dan restandarisasi dari DDST
sehingga terdapat 125 tugas perkembangan.
Perbedaan lainnya adalah, pada Denver II terdapat :
a. Peningkatan 86 persen pada sektor bahasa
b. Pemeriksaan untuk artikulasi bahasa
c. Skala umur yang baru
d. Kategori yang baru untuk interprestasi pada kelainan yang ringan
e. Skala penilaian tingkah laku.
Materi training yang berbeda. Semua pada petunjuk pelaksanaanhanya 28 point, pada
Denver II menjadi 31 point.
3.Tugas perkembangan
Semua tugas perkembangan itu disusun berdasarkan urutan perkembangan dan diatur
dalam 4 kelompok besar yang disebut sekto perkembangan, yang meliputi :
a. Perilaku sosial
b. Gerakan Motorik Halus
c. Bahasa (Language)
d. Gerakan motorik kasar

Anda mungkin juga menyukai