Anda di halaman 1dari 6

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Proses menua alam perjalanan hidup manusia merupakan hal yang wajar

yang akan dialami oleh semua orang yang dikaruniai umur panjang. Hanya

lambatnya kecepatan proses untuk masing-masing individu yang

bersangkutan. Secara individu, pengaruh proses penuaan dapat menimbulkan

berbagai masalah, baik secara fisik biologis, mental maupun sosial ekonomi.

Seiring bertambahnya usia seseorang akan mengalami kemunduran terutama

dalam bidang kemampuan fisik (Padila, 2013 dalam Zebua dkk, 2022).

Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), saat ini di

seluruh dunia terdapat sekitar 135 juta orang di dunia yang mengalami

gangguan penglihatan dan 45 juta orang mengalami kebutaan. Dari jumlah

tersebut, 90% di antaranya berada di negara berkembang dan sepertiganya

berada di Asia Tenggara. Menurut data Riskesdas Depkes RI (2013)

prevalensi nasional masalah penglihatan pada lanjut usia (65-75 tahun) tahun

2013 yaitu 1.204.711 orang yang mengalami penurunan penglihatan.

Di Indonesia, jumlah penderita kebutaan akibat katarak selalu meningkat

210.000 orang pertahun, 16% di antaranya berada pada usia produktif.

(Riskesdas, 2013 dalam Zebua dkk, 2022).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nenty (2008) di Unit

Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Meligoe Jroh Naguna Banda Aceh yang

melakukan penelitian hubungan perubahan indera penglihatan akibat proses

1
2

penuaan dengan stres pada lanjut usia. Hasil yang diperoleh menunjukkan

bahwa dari penelitian 41 responden didapatkan 31 responden (75,6%)

mengalami perubahan indera penglihatan dan 10 responden (24,4%) tidak

mengalami perubahan indera penglihatan. Dari hasil ini menunjukkan

sebagian besar lanjut usia mengalami penurunan penglihatan akibat proses

penuaan.

Penurunan penglihatan pada lanjut usia umumnya terjadi di akibatkan

oleh kelainan atau gangguan pada mata. Gangguan penglihatan dan kebutaan

masih menjadi masalah kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat di dunia

dan di Indonesia. Seiring meningkatnya usia harapan hidup maka prevalensi

gangguan penglihatan ini akan cenderung semakin meningkat (Depkes, 2012

dalam Munandar dkk, 2016 ).

Kebutaan dan gangguan penglihatan merupakan masalah kesehatan

masyarakat. Salah satunya Kebutaan di karenakan katarak atau kekeruhan

pada lensa mata, merupakan masalah kesehatan global, yang harus segera

diatasi karena kebutaan dapat menyebabkan berkurangnya kualitas sumber

daya manusia dan kehilangan produktifitas serta membutuhkan biaya yang

cukup besar untuk pengobatanya (Depkes, 2010 dalam Ayuni & Dora, 2018).

Katarak merupakan penyebab gangguan penglihatan terbanyak di seluruh

dunia kedua (33%) setelah gangguan refraksi yang tidak terkoreks (42%)

(WHO, 2014). Katarak pada lansia menyebabkan 48% kebutaan di dunia

yang diderita oleh 18 juta orang. Di berbagai Negara, pelayanan operasi

katarak belum memadai sehingga kebutaan akibat katarak masih sering


3

terjadi. Seiring dengan pertambahan populasi lansia, katarak sering dijumpai,

katarak juga menjadi penyebab penurunan ketajaman penglihatan, ini menjadi

isu utama karena lamanya waktu yang diperlukan untuk menunggu operasi

atau masalah lain seperti penyampaian informasi (Ndani, dkk, 2018).

Penatalaksanaan katarak dapat dilakukan dengan operasi. Selain tindakan

operasi juga dapat dilakukan dengan tindakan farmakologis. Tujuan

penatalaksaan non farmakologis adalah mencegah terjadinya cacat (Sulistya

& Mutammima, 2011). Upaya untuk mencegah ketergantungan adalah

dengan memberikan pendidikan kesehatan berupa sosialisasi katarak agar

tidak sampai menimbulkan kecatatan, penyakit komplikasi lainnya

(Rahmawati, dkk, 2020).

Peran perawat Menurut Sunaryo, dkk, (2015) ada tiga tahap, yaitu

pencegahan primer meningkatkan kesehatan melalui kontak di klinik dan di

rumah, memberikan informasi sumber-sumber yang dapat dimanfaatkan,

membuat pasien dan keluarga sadar akan pilihan dan sumber-sumber yang

ada, melibatkan pasien dan keluarga sadar akan pilihan dan sumber-sumber

yang ada, melibatkan pasien dalam perkumpulan di masyarakat, dan

mengajarkan pasien untuk bertanggung jawab atas dirinya dalam kesehatan.

Pencegahan sekunder yaitu melaporkan penemuan kasus dan melakukan

pendekatan untuk merujuk, mengkaji respon terhadap sakit dan kesesuainnya

dengan terapi, memberikan informasi tentang obat-obatan dan terapi,

memberikan nasihat kepada pasien dan anggota keluarga serta

mengidentifikasi adanya ancaman penyakit. Pencegahan tersier, yaitu


4

memulai dengan strategi rehabilitasi selama fase aktif, mempertahankan

komunikasi dengan jaringan kemasyarakatan, membantu dengan pelayanan

tindak lanjut/follow up, memberikan program konsultasi dan pendidikan

sebagai tanggung jawabnya terhadap perawatan pada lansia, serta

memberikan dukungan legislasi dan kebijaksanaan yang dapat memberi

dampak terhadap lansia.

B. Batasan Masalah

Masalah pada studi kasus ini di batasi pada asuhan keperawatan

gerontik dengan gangguan penglihatan.Adapun masalah pada studi kasus ini

adalah Bagaimanakah Asuhan Keperawatan gerontik.

C. Rumusan masalah

Bagaimanakah asuhan keperawatan gerontik dengan gangguan penglihatan.

D. Tujuan penelitian

1. Tujuan umum

Mampu melakukan asuhan keperawatan gerontik secara langsung dan

komfrehensif meliputi aspek biopsikososial dengan pendekatan proses

keperawatan.

2. Tujuan khusus

a. Dapat melalukan pengkajian gerontik dengan gangguan penglihatan

b. Dapat menegakkan diagnosa keperawatan gerontik dengan gangguan

penglihatan

c. Dapat menyusun intervensi keperawatan gerontik dengan gangguan

penglihatan
5

d. Dapat melakukan implementasi keperawatan gerontik dengan gangguan

penglihatan

e. Dapat mengevaluasi hasil asuhan keperawatan gerontik gangguan

penglihatan

f. Dapat mendokumentasikan asuhan keperawatan gerontik gangguan

penglihatan.

E. Manfaat penulisan

1. Manfaat Teoritis

Studi kasus ini dapat digunakan sebagai pengembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi dan dijadikan bahan penulisan lebih lanjut

sebagai dasar untuk peningkatan penerapan ilmu keperawatan dengan

Gangguan Penglihatan pada Lansia.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Penulis

Dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dan melatih penulis

dalam pengembangan cara berfikir yang objektif serta dapat menjadi

pengalaman bagi diri sendiri ketika ditugaskan.

b. Bagi Rumah Sakit

Dapat digunakan sebagai acuan dalam melakukan asuhan

keperawatan khusunya bagi pasien dengan Gangguan Penglihatan pada

Lansia.
6

c. Bagi Petugas Panti Jompo

Agar mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien

penderita gangguan penglihatan dengan baik.

d. Bagi Pendidikan

Sebagai informasi bagi institusi pendidikan dalam pengembangan

dan peningkatan mutu pendidikan di masa yang akan datang.

e. Bagi pasien

Agar mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien

penderita gangguan penglihatan.

Anda mungkin juga menyukai