Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

PASIEN LANSIA GANGGUAN SISTEM GANGGUAN SENSORI:


PENGLIHATAN DENGAN DIAGNOSA KATARAK
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas laporan Praktik Keperawatan
Gerontikdengan dosen Pembimbing Ferdinan Sihombing, S.Kep., Ners.,
M.Kep

OLEH:

Hanifah Rahmawati Putri


30190121124

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SANTO BORROMEUS
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-
Nya kepada saya, sehingga laporan kasus ini dapat terselesaikan. Laporan
kasus ini membahas tentang “Gangguan Persepsi Sensosi: Penglihatan”.
Laporan kasus ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami tentang CKD.

Saya ucapkan terima kasih kepada dosen koordinator mata ajar Praktik
Keperawatan Klinik yaitu, Bapak , Bapak Ferdinan Sihombing, S.Kep., Ners.,
M.Kepyang telah membimbing saya.

Dilihat dari isi dan cara penyampaian laporan kasus ini, masih banyak
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Tetapi penulis tetap berusaha untuk
menyelesaikan laporan kasus ini dengan sebaik mungkin. Kritik dan saran dari
pembaca sangat di harapkan agar penulis dapat membuat laporan kasus yang
lebih baik lagi.

Harapan penulis agar laporan kasus ini dapat di pergunakan sebaik-


baiknya dan dapat bermanfaat bagi pembacanya. Akhir kata, penulis ucapkan
terima kasih.

Bandung, Januari 2023

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lansia merupakan bagian dari anggota keluarga dan anggota masyarakat yang
semakin bertambah jumlahnya sejalan dengan peningkatan usia harapan hidup. Di
Indonesia jumlah penduduk lanjut usia (lansia) mengalami peningkatan secara cepat
setiap tahunnya, sehingga indonesia telah memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia
(aging structured population). Penggolongan dewasa lanjut usia dibagi menjadi empat
kelompok yakni usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia dari tahun 45 sampai
59 tahun, lanjut usia (eldery) antara tahun 60 dan 74 tahun, usia lanjut tua (old) antara 75
dan 90 tahun, dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun. (Khalid Mujahidullah,
2011). Indonesia termasuk negara berstruktur tua, hal ini dapat dilihat dari persentase
penduduk lansia tahun 2008, 2009 dan 2012 telah mencapai di atas 7% dari keseluruhan
penduduk. Persentase populasi lansia di Indonesia pada tahun 2012 adalah 7,56%.
Dengan demikian, pada tahun 2025 jumlah penduduk lansia di Indonesia akan sekitar 43
juta jiwa dan pada data sebaran lansia menurut Provinsi, di provinsi Gorontalo populasi
lansia adalah 5,98%. (Susenas tahun 2012, badan statistik RI).

Memasuki masa tua berarti lansia mengalami kemunduran, misalnya kemunduran


fisik, ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong,
pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin memburuk, gerakan lambat dan figur
tubuh yang tidak profesional. Masalah- masalahkesehatan akibat penuaan terjadi pada
lansia pada sistem penglihatan salah satunya katarak. Umumnya penderita katarak
banyak ditemukan pada kelompok umur 40 tahun atau lebih, sesungguhnya 60 % dari
kebutaan diatas umur 60 tahun adalah diakibatkan katarak. Dengan menjadi tuanya
seseorang maka lensa mata akan kekurangan air dan menjadi lebih padat. Lensa akan
menjadi keras tengahnya sehingga kemampuannya memfokuskan benda dekat
berkurang. Hal ini mulaiterlihat pada usia 45 tahun dimana mulai timbul kesukaran
melihat dekat (Ilyas, 2006).

Indonesia menjadi Negara dengan penderita katarak tertinggi di Asia Tenggara.


Menurut data, angka penderita katarak di Indonesia sebesar 1,5 persen.(Data departemen
kesehatan, 2011). Menurut data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Gorontalo
jumlah lansia yang menderita penyakit katarak sebanyak 211 orang dan data yang
diperoleh dari hasil pengambilan data awal lansia yang menderita penyakit katarak dan
datang berobat di Poli Klinik Mata RSUD Prof. DR. H. Aloei Saboe tahun 2014
sebanyak 462 orang. Awal tahun 2015 bulan januari sampai bulan februari lansia yang
datang berobat katarak di Poli Klinik Mata RSUD. Prof. DR. H. Aloei Saboe sebanyak
84 orang. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Novita Maloring dkk tahun
2014 melakukan penelitian yang berhubungan dengan pengetahuan dan sikap dengan
kepatuhan perawatan pada pasien post operasi katarak. Dari hasil penelitian 63
responden didapatkan 55 responden (87,3%) pasien patuh dalam perawatan post operasi
katarak, dan 8 responden (12,7) pasien tidak patuh dalam perawatan post operasi katarak.
agar tidak terjadi keparahan pada penglihatan. Namun ada sebagian besar lansia juga
mengatakan mereka tidak mengetahui tentang katarak.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan pada klien dengan Katarak

2. Tujuan Khusus
Mahasiswa dapat mengetahui:
Pengertian penyakit Katarak, Anatomi dan fisiologi Katarak, Etiologi Katarak,
Klasifikasi Katarak. Patofisiologi Katarak, Manifestasi klinis Katarak, Komplikasi
Katarak, Test diagnostik Katarak, Penatalaksanaan medik Katarak, Pengkajian
keperawatan Katarak, Diagnosa keperawatan Katarak, Intervensi keperawatan
Katarak, Implementasi keperawatan Katarak, Evaluasi keperawatan Katarak..

C. Metode Penulisan
Metode yang saya gunakan dalam membuat laporan kasus ini adalah kajian
pustaka dan internet. Penulisan menggunakan tinjauan dari berbagai sumber khususnya
yang mendukung pembuatan laporan kasus pada asuhan keperawatan Dermatitis.

D. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam laporan kasus ini terdiri dari lima bab yaitu:
Bab I Pendahuluan
Berisi tentang latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika
penulisan.

Bab II Tinjauan Teori


Pada konsep dasar penyakit berisi tentang pengertian, anatomi dan fisiologi, etiologi,
klasifikasi, patofisiologi, pathway, manifestasi klinis, komplikasi, test diagnostik,
penatalaksanaan medik. Pada konsep dasar asuhan keperawatan berisi tentang pengkajian
keperawatan, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, dan evaluasi keperawatan.

Bab III Tinjauan Kasus


Berisi tentang pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan,
implementasi keperawatan, dan evaluasi keperawatan.

Bab V Penutup
Berisi tentang simpulan dan saran.
BAB II
KONSEP DASAR MEDIS
Konsep Lansia
Definisi Lansia Menua atau menjadi tua adalah suatu proses biologis yang tidak dapat
dihindari. Proses penuaan terjadi secara alamiah. Hal ini dapat menimbulkan masalah
fisik, mental, sosial, ekonomi dan psikologis.(Mustika, 2019).
Lansia merupakan suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Menua
merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya bisa dimulai dari suatu waktu tertentu,
tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang
berarti seseorang akan melewati tiga tahap dalam kehidupannya yaitu masa anak, dewasa
dan juga tua.(Mawaddah, 2020). Jika ditanya kapan seseorang dikatakan lansia
jawabannya adalah jadi kita ada dua kategori lansia yaitu kategori usia kronologis dan
usia biologis artinya adalah jika usia kronologis adalah dihitung dalam atau dengan tahun
kalender.
Di Indonesia usia pensiun 56 tahun biasanya disebut sudah lansia namun ada Undang
– undang mengatakan bahwa usia 60 tahun ke atas baru paling layak atau paling tepat
disebut usia lanjut usia biologis adalah usia yang sebenarnya kenapa begitu karena
dimana kondisi pematangan jaringan sebagai indeks usia lansia pada biologisnya. Pada
seseorang yang sudah lanjut usia banyak yang terjadi penurunan salah satunya kondisi
fisik maupun biologis, dimana kondisi psikologisnya serta perubahan kondisi sosial
dimana dalam proses menua ini memiliki arti yang artinya proses menua adalah suatu
proses menghilangnya secara perlahanlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki
diri atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya, sehingga
tidak dapat bertahan terhadap lesion atau luka (infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang
diderita. Hal ini dikarenakan fisik lansia dapat menghambat atau memperlambat
kemunduran fungsi alat tubuh yang disebabkan bertambahnya umur.(Friska et al., 2020).

Ciri-Ciri Lansia
Menurut Oktora & Purnawan, (2018) adapun ciri dari lansia diantaranya :
a. Lansia merupakan periode kemunduran
Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor psikologis
sehingga motivasi memiliki peran yang penting dalam kemunduran pada lansia.
Misalnya lansiayang memiliki motivasi yang rendah dalam melakukan kegiatan,
maka akanmempercepat proses kemunduran fisik, akan tetapi ada juga lansia yang
memilikimotivasi yang tinggi, maka kemunduran fisik pada lansia akan lebih lama
terjadi.
b. Penyesuaian yang buruk pada lansia
Perilaku yang buruk terhadap lansia membuat mereka cenderung mengembangkan
konsep diri yang buruk sehingga dapat memperlihatkan bentuk perilaku yang
buruk.Akibat dari perlakuan yang buruk itu membuat penyesuaian diri lansia menjadi
buruk pula. Contoh: lansia yang tinggal bersama keluarga sering tidak dilibatkan
untuk pengambilan keputusan karena dianggap pola pikirnya kuno, kondisi inilah
yang menyebabkan lansia menarik diri dari lingkungan, cepat tersinggung dan
bahkan memiliki harga diri yang rendah.

Karakteristik Lansia
Karakteristik lansia menurut (Kemenkes.RI, 2017) yaitu :
a. Seseorang dikatakan lansia ketika telah mencapai usia 60 tahun keatas
b. Status pernikahan
Berdasarkan Badan Pusat Statistik RI SUPAS 2015, penduduk lansia ditilik dari
status perkawinannya sebagian besar berstatus kawin (60 %) dan cerai mati (37 %).
Adapun perinciannya yaitu lansia perempuan yang berstatus cerai mati sekitar 56,04
% dari keseluruhan yang cerai mati, dan lansia laki-laki yang 13 berstatus kawin ada
82,84 %. Hal ini disebabkan usia harapan hidup perempuan lebih tinggi
dibandingkan dengan usia harapan hidup laki-laki, sehingga presentase lansia
perempuan yang berstatus cerai mati lebih banyak dan lansia laki-laki yang bercerai
umumnya kawin lagi
c. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, kebutuhan
biopsikososial dan spiritual, kondisi adaptif hingga kondisi maladaptive.
d. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi

Klasifikasi lansia
Menurut Lilik Marifatul (2011) terdapat beberapa versi dalam pembagian kelompok
lansia berdasarkan batasan umur, yaitu sebagai berikut
a. Menurut WHO, lansia dibagi menjadi empat kelompok, yaitu:
1). Usia pertengahan (middle age), yaitu kelompok usia 45-59 tahun
2). Lansia (edderly), yaitu kelompok usia 60-74 tahun
3). Lansia tua (old),yaitu kelompok usia 75-90 tahun
4). Lansia sangat tua (very old),yaitu kelompok usia lebih dari 90 tahun.
Perubahan Terjadi Pada Lansia
Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan secara
degeneratif yang biasanya akan berdampak pada perubahan- perubahan pada jiwa
atau diri manusia, tidak hanya perubahan fisik, tetapi juga kognitif, perasaan, sosial
dan sexual (National & Pillars, 2020).
a. Perubahan fisik
Dimana banyak sistem tubuh kita yang mengalami perubahan seiring
umur kita seperti:
1) Sistem Indra
Sistem pendengaran; Prebiakusis (gangguan pada pendengaran)
oleh karena hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga
dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi,
suara yang tidak jelas, sulit dimengerti kata-kata, 50% terjadi pada
usia diatas 60 tahun.
2) Sistem Intergumen:
Pada lansia kulit mengalami atropi, kendur, tidak elastis kering dan
berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis dan
berbercak. Kekeringan kulit disebabkan atropi glandula sebasea dan
glandula sudoritera, timbul pigmen berwarna coklat pada kulit
dikenal dengan liver spot.
b. Perubahan Kognitif
Banyak lansia mengalami perubahan kognitif, tidak hanya lansia biasanya
anak- anak muda juga pernah mengalaminya seperti: Memory (Daya
ingat, Ingatan)
c. Perubahan Psikososial
Sebagian orang yang akan mengalami hal ini dikarenakan berbagai
masalah hidup ataupun yang kali ini dikarenakan umur seperti:
1) Kesepian
Terjadi pada saat pasangan hidup atau teman dekat meninggal
terutama jika lansia mengalami penurunan kesehatan, seperti
menderita penyakit fisik berat, gangguan mobilitas atau gangguan
sensorik terutama pendengaran.
2) Gangguan cemas
Dibagi dalam beberapa golongan: fobia, panik, gangguan cemas
umum, gangguan stress setelah trauma dan gangguan obsesif
kompulsif, gangguangangguan tersebut merupakan kelanjutan dari
dewasa muda dan berhubungan dengan sekunder akibat penyakit
medis, depresi, efek samping obat, atau gejala penghentian mendadak
dari suatu obat.
3) Gangguan tidur juga dikenal sebagai penyebab morbilitas yang
signifikan. Ada beberapa dampak serius gangguan tidur pada lansia
misalnya mengantuk berlebihan di siang hari, gangguan atensi dan
memori, mood depresi, sering terjatuh, penggunaan hipnotik yang
tidak semestinya, dan penurunan kualitas hidup. Angka kematian,
angka sakit jantung dan kanker lebih tinggi pada seseorang yang lama
tidurnya lebih dari 9 jam atau kurang dari 6 jam per hari bila
dibandingkan. dengan seseorang yang lama tidurnya antara 7-8 jam
per hari. Berdasarkan dugaan etiologinya, gangguan tidur dibagi
menjadi empat kelompok yaitu, gangguan tidur primer, gangguan
tidur akibat gangguan mental lain, gangguan tidur akibat kondisi
medik umum, dan gangguan tidur yang diinduksi oleh zat

A. Pengertian Katarak
B. Definisi Katarak
Katarak adalah suatu keadaan dimana lensa mata yang biasanya jernih dan bening
menjadi keruh. Asal kata katarak dari kata Yunani cataracta yang berarti air terjun. Hal ini
disebabkan karena pasien katarak seakan-akan melihat sesuatu seperti tertutup oleh air
terjun di depan matanya (Ilyas, 2013).

Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih. Biasanya terjadi
akibat proses penuaan, tapi dapat timbul pada saat kelahiran (katarak kongenital). Dapat
juga berhubungan dengan trauma mata tajam maupun tumpul, penggunaan kortikosteroid
jangka panjang, penyakit sistemis, pemajanan radiasi, pemajanan sinar matahari yang
lama, atau kelainan mata yang lain (seperti uveitis anterior) (Budiono, 2019).

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, jadi dapat disimpulkan, katarak adalah


kekeruhan lensa yang normalnya transparan dan dilalui cahaya ke retina, yang dapat
disebabkan oleh berbagai hal sehingga terjadi kerusakan penglihatan.
C. Anatomi dan fisiologi

Mata merupakan organ fotosensitif yang sangat berkembang dan rumit, yang
memungkinkan analisis cermat dari bentuk, intensitas cahaya, dan warna yang
dipantulkan objek. Mata terletak dalam struktur bertulang yang protektif di tengkorak,
yaitu rongga orbita. Setiap mata terdiri atas sebuah bola mata fibrosa yang kuat untuk
mempertahankan bentuknya, suatu sistem lensa untuk memfokuskan bayangan,
selapis sel fotosensitif, dan suatu sistem sel dan saraf yang berfungsi mengumpulkan,
memproses, dan meneruskan informasi visual ke otakTidak semua cahaya yang
melewati kornea mencapai fotoreseptor peka cahaya karena adanya iris, suatu otot
polos tipis berpigmen yang membentuk struktur seperti cincin di dalam aqueous
humour. Lubang bundar di bagian tengah iris tempat masuknya cahaya ke bagian
dalam mata adalah pupil. Iris mengandung dua kelompok jaringan otot polos, satu
sirkuler dan yang lain radial. Karena serat-serat otot memendek jika berkontraksi,
pupil mengecil apabila otot sirkuler berkontraksi yang terjadi pada cahaya terang
untuk mengurangi jumlah cahaya yang masuk ke mata. Apabila otot radialis
memendek, ukuran pupil meningkat yang terjadi pada cahaya temaram untuk
meningkatkan jumlah cahaya yang masuk (Sherwood, 2012). Untuk membawa
sumber cahaya jauh dan dekat terfokus di retina, harus dipergunakan lensa yang lebih
kuat untuk sumber dekat. Kemampuan menyesuaikan kekuatan lensa sehingga baik
sumber cahaya dekat maupun jauh dapat difokuskan di retina dikenal sebagai
akomodasi. Kekuatan lensa bergantung pada bentuknya, yang diatur oleh otot siliaris.
Otot siliaris adalah bagian dari korpus siliaris, suatu spesialisasi lapisan koroid di
sebelah anterior. Pada mata normal, otot siliaris melemas dan lensa mendatar untuk
penglihatan jauh, tetapi otot tersebut berkontraksi untuk memungkinkan lensa menjadi
lebih cembung dan lebih kuat untuk penglihatan dekat. Serat-serat saraf simpatis
menginduksi relaksasi otot siliaris untuk penglihatan jauh, sementarasistem saraf
parasimpatis menyebabkan kontraksi otot untuk penglihatan dekat (Sherwood, 2012).

D. Etiologi
Beberapa faktor risiko katarak dapat dibedakan menjadi faktor individu, lingkungan, dan
faktor protektif (Suhardjo, 2012)

 Faktor individu terdiri atas usia, jenis kelamin, ras, serta faktor genetik.
 Faktor lingkungan termasuk kebiasaan merokok, paparan sinar ultraviolet, status
sosioekonomi, tingkat pendidikan, diabetes mellitus, hipertensi, penggunaan steroid,
dan obat-obat penyakit gout.
 Faktor protektif meliputi penggunaan aspirin dan terapi pengganti hormonpada
wanita.

Menurut Ode (2012) Penyebab katarak lainnya meliputi:

 Faktor keturunan.
 Cacat bawaan sejak lahir (congenital).Masalah kesehatan, misalnya diabetes.
 Penggunaan obat tertentu, khususnya steroid. Gangguan metabolisme, seperti DM
(Diabetes Mellitus).
 Gangguan pertumbuhan.
 g. Mata tanpa pelindung terkena sinar matahari dalam waktu yang cukup lama.
 h. Rokok dan alkohol.
 Operasi mata sebelumnya dan trauma mata

E. Klasifikasi
Menurut Ilyas dan Yulianti (2017) klasifikasi katarak berdasarkanusiaadalah sebagai berikut:

a. Katarak kongenital

Katarak kongenital adalah katarak yang dialami oleh bayi baru lahir danbayi yang berumur kurang
dari satu tahun (Ilyas dan Yulianti, 2017).Penangananyang kurang tepat pada katarak kongenital dapat
menyebabkan kebutaanbagi bayi. Pemeriksaan riwayat prenatal, pemakaian obat-obat selama
kehamilanserta pemeriksaan adanya infeksi pada kandungan perlu dilakukan gunamengetahui
penyebab katarak kongenital. Ibu hamil yang menderita penyakit diabetes melitus, homosisteinuri,
toxoplasmosis, galaktosemia, rubela, inklussitomegalik merupakan penyebab seringnya ditemukan
katarak kongenital pada bayi (Ilyas danYulianti, 2017).

b. Katarak juvenil
Katarak juvenil merupakan katarak yang mulai terjadi pada usia kurangdari sembilan tahun dan lebih
dari tiga bulan (Ilyas dan Yulianti, 2017)

c. Katarak Senil

Katarak senil adalah katarak yang mulai terjadi pada usia lanjut yaituusiadiatas 50 tahun. Penyebab
dari katarak senil adalah idiopatik (Ilyas danYulianti, 2017). Menurut (Tamsuri, 2012) klasifikasi
katarak berdasarkan penyebabnya adalah sebagai berikut :

a. Katarak Komplikata

Katarak komplikata adalah katarak yang diakibatkan oleh penyakit lainseperti ablasi retina, iskemia
okular, nekrosis anterior segmen, bulfalmos, glaukoma, tumor intra okular, galaktosemia,
hipoparatiroid dan uveitis(Tamsuri, 2012).

b. Katarak Traumatik

Katarak traumatik adalah katarak yang disebabkan akibat trauma tumpul maupun tajam yang dapat
menimbulkan cidera pada mata (National EyeInstitute, 2015). Trauma ini menyebabkan terjadinya
katarak pada satumataatau biasa disebut katarak monokular. Penyebabnya yaitu radiasi sinar X,
radioaktif dan benda asing (Tamsuri, 2012).

c. Katarak Toksika

Katarak Toksika merupakan katarak akibat terpapar oleh bahan kimia. Penggunaan obat seperti
kortikosteroid dan chlorpromazine dapat jugamenimbulkan terjadinya katarak toksika (Tamsuri,
2012).

F. Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk
se perti kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung
tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks,
danyang mengelilingi keduanya adalah kapsula anterior dan posterior. Dengan
bertambahnya usia, nukleus mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Di
sekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan poterior nukleus. Opasitas
pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna seperti
kristal salju.Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya
transparansi. Perubahan dalam serabut halus multipel (zonula) yang memanjang dari
badan silier ke sekitar daerah di luar lensa. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat
menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya
cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal disertai
influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan
mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim
mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun
dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita
katarak.Katarak bisa terjaadi bilateral, dapat disebabkan oleh kejadian trauma atau
sistemis (diabetes) tetapi paling sering karena adanya proses penuaan yang normal. Faktor
yang paling sering berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar UV, obat-
obatan, alkohol, merokok, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam
jangkawaktu yang lama.

G. Manifestasi klinis
Manifestasi klinik dari katarak yang paling umum menurut National EyeInstitute (2015)
yaitu :
a. Visi yang mendung atau buram
b. Melihat warna terganggu
c. Silau
d. Saat malam penglihatan nampak buruk
e. Penglihatan ganda atau banyak gambar dalam satu mata (gejala ini dapat terjadi ketika
katarak

H. Komplikasi
 Glaucoma
 Uveitis
 Kerusakan endotel kornea
 Sumbatan pupil
 Edema macula sistosoid
 Endoftalmitis
 Fistula luka operasi
 Pelepasan koroid9. Bleeding

I. Tanda dan Gejala


Bila katarak dibiarkan maka akan mengganggu penglihatan dan akan dapat menimbulkan
komplikasi berupa glaukoma dan uveitis Gejala umum gangguan katarak meliputi:
1. Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut mengalangi objek
2. Peka terhadap sinar atau cahaya
3. Dapat melihat dobel pada satu mata
4. Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca
5. Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu

J. Penatalaksanaan medik
Sampai saat ini belum ditemukan obat yang dapat mencegah katarak. Beberapa
penelitian sedang dilakukan untuk memperlambat proses bertambah keruhnya lensa untuk
menjadi katarak (Budiono, 2019). Meski telah banyak usaha yang dilakukan untuk
memperlambat progresifitas atau mencegah terjadinya katarak, tatalaksana masih dengan
pembedahan. Menentukan waktu katarak dapat dibedah ditentukan oleh keadaan tajam
penglihatan dan bukan oleh hasil pemeriksaan. Tajam penglihatan dikaitkan dengan tugas
sehari-hari penderita. Digunakan nama insipien, imatur, matur, dan hipermatur didasarkan
atas kemungkinan terjadinya penyulit yang dapat terjadi (Ilyas, 2013).
Terapi farmakologi hingga saat ini belum ditemukan obat-obatan yang terbukti
mampu memperlambat atau menghilangkan katarak. Beberapa agen yang diduga dapat
memperlambat pertumbuhan katarak adalah penurun sorbitol, aspirin, dan vitamin C,
namun belum ada bukti yang signifikan mengenai hal tersebut. Operasi katarak terdiri
dari pengangkatan sebagian besar lensa dan penggantian lensa dengan implant plastik.
Saat ini pembedahan semakin banyak dilakukan dengan anestesi lokal daripada anestesi
umum. Anestesi lokal diinfiltrasikan di sekitar bola mata dan kelopak mata atau diberikan
secara topikal. Operasi dilakukan dengan insisi luas pada perifer kornea atau sklera
anterior, diikuti oleh ekstraksi (lensa diangkat dari mata). Insisi harus dijahit. Likuifikasi
lensa menggunakan probe ultrasonografi yang dimasukkan melalui insisi yang lebih kecil
dari kornea atau sklera anterior (phacoemulsifikasi) (Eva & Whitcher, 2013).

ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian keperawatan
1. Pengkajian Menurut Istiqomah (2017) dan Kholifah (2016) data yang lazim muncul
pada pengkajian lansia dengan katarak yaitu:
a. Identitas
Nama lengkap, jenis kelamin, usia >60 tahun, pekerjaan sebagai petani atau tukang
las.
b. Riwayat Keperawatan
1) Status kesehatan saat ini
Pandangan kabur, sulit melihat di malam hari, bayangan menjadi ganda, warna cahaya
memudar, malu dengan kondisinya, tidak menyukai bagian mata, merasa tidak dapat
beraktivitas dengan baik.
2) Riwayat kesehatan masa lalu
Memiliki riwayat hipertensi atau diabetes melitus.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Terdapat anggota keluarga yang menyandang katarakc. Riwayat Perkejaan dan Status
Ekonomi Bekerja sebagai petani sehingga mata sering terpapar sinar matahari atau
sebagai tukang las yang berisiko mengalami trauma mata.
d. Lingkungan Tempat
Tinggal Pencahayaan kurang, barang-barang yang berisiko membuat jatuh tidak
ditempatkan dengan benar, dan kamar mandi licin.
e. Pola Fungsional
1) Persepsi kesehatan dan pola manajemen kesehatan
Memiliki kebiasaan merokok atau minum minuman beralkohol, pengetahuan yang
kurang terhadap penatalaksanaan katarak sehingga manajemen kesehatan kurang
efektif.
2) Nutrisi Metabolik
Frekuensi makan baik, frekuensi minum baik, nafsu makan baik, jenis makanan
bervariasi.
3) Eliminasi
Frekuensi buang air kecil meningkat di malam hari.
4) Aktivitas pola latihan
Mudah merasa lelah ketika beraktivitas.
5) Pola kognitif persepsi
Pandangan kabur, sulit melihat di malam hari, bayangan menjadi ganda, warna
cahaya memudar, dan pernah terjatuh.
6) Persepsi diri-pola konsep diri
Malu dengan kondisinya, tidak menyukai bagian mata, merasa tidak dapat beraktivitas
dengan baik, merasa tidak sempurna.
7) Pola peran-hubungan
Membatasi bersosialisasi dan lebih sering di rumah.
8) Seksualitas
Tidak ada keluhan seksualitas.

f. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Keadaan umum baik dan kesadaran composmentis.
2) Tanda-tanda vital
Tekanan darah, nadi, suhu, respirasi, dan SPO2 .
3) Antropometri
Berat badan, tinggi badan, dan indeks masa tubuh.
4) Rambut
Rambut sudah beruban dan mengalami kerontokan.
5) Mata
Pupil berwarna putih atau abu-abu dan sklera kemerahan.
6) Telinga
Telinga simetris, terdapat sedikit serumen, dan pendengaran sudah berkurang.
7) Mulut, gigi, dan bibir
Gigi sudah banyak yang tanggal dan kebersihan mulut kurang
8) Dada
Dada simteris, tidak ada benjolan, tidak ada retraksi dinging dada, vocal fremitus
teraba, dan suara nafas vesikuler.
9) Abdomen
Bentuk simetris, tidak ada pembesaran tidak ada nyeri tekan, tidak ada asites, dan
suara tympani.
10) Kulit
Kulit keriput, turgor kulit > 3 detik, dan akral hangat.
11) Ekstremitas
Kekuatan otot 5, capillary refil time < 3 detik, dan anggota gerak lengkap.

g. Pengkajian Khusus
 Indeks Katz.
 APGAR Keluarga Lansia.
 SPMSQ (Short Portable Mental Status Questionnare).
 Inventaris Depresi Back.
 Risiko Jatuh (Get Up and Go Test).
 PSQI (Pirtzburg Sleep Quality Index).
 DASS (Depression Anxiety Stress Scales).
 Quality of Life

B. Diagnosa keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respon pasien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik berlangsung
aktual maupun potensial (SDKI, 2017). Diagnosis keperawatan bertujuan untuk
mengidentifikasi respon pasien individu, keluarga, dan komunitas terhadap situasi
yang berkaitan dengan kesehatan. Menurut Istiqomah (2017) dan SDKI (2017)
diagnosis keperawatan yang lazim muncul pada lansia dengan katarak yaitu:
a. Harga Diri Rendah Situasional (D.0087, Hal 194).
b. Gangguan Persepsi Sensori (D.0085, Hal 190).
c. Risiko Jatuh (D.0143, Hal 306).
d. Risiko Cidera (D.0136, Hal 294).
e. Kesiapan Peningkatan Manejemen Kesehatan (D.0112, Hal 249)

C. Intervensi keperawatan
a. Harga Diri Rendah Situasional (D.0087, Hal 194).
1) Tujuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x waktu,
diharapkan harga diri meningkat dengan kriteria hasil:
a) Penilaian diri positif meningkat.
b) Perasaan malu menurun.
c) Perasaan tidak mampu melakukan apapun menurun.

2) Intervensi Promosi Harga Diri (I. 09309, Hal 364)


a) Monitor verbalisasi yang merendahkan diri sendiri.
Rasional: dengan monitor dapat mengetahui tingkat penerimaan diri.
b) Monitor tingkat harga diri setiap waktu sesuai kebutuhan.
Rasional: dengan monitor dapat mengetahui tingkat penerimaan diri.
c) Motivasi terlibat dalam verbalisasi positif untuk diri sendiri.
Rasional: dengan motivasi dapat meningkatkan pikiran positif.
d) Diskusikan aktivitas yang meningkatkan harga diri.
Rasional: dengan mengetahui aktivitas dapat meningkatkan rasa
syukur.
e) Berikan umpan balik positif atas peningkatan mencapai tujuan.
Rasional: dengan umpan balik positif dapat menumbuhkan rasa
semangat.
f) Anjurkan mengidentifikasi kekuatan yang dimiliki.
Rasional: dengan mengetahui kekuatan dapat meningkatkan rasa
syukur.
g) Latih cara berpikir positif
Rasional: dengan berpikir positif dapat menumbuhkan perilaku positif.
h) Latih meningkatkan kepercayaan pada kemampuan dalam
menangani situasi.
Rasional: dengan kepercayaan diri dapat menumbuhkan rasa berani
untuk sosialisasi.
b. Gangguan Persepsi Sensori (D.0085, Hal 190).
1) Tujuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x waktu, diharapkan
fungsi sensori membaik dengan kriteria hasil:
a) Ketajaman penglihatan meningkat.
b) Ketajaman pendengaran meningkat.
c) Persepsi stimulasi kulit meningkat.
2) Intervensi Minimalisasi Rangsangan (I.08241, Hal 233)
a) Periksa status mental, status sensori, dan tingkat kenyamanan (misal
nyeri, kelelahan).
Rasional: dengan mengetahui status mental, status sensori, dan tingkat
kenyamanan dapat menentukan intervensi yang tepat.
b) Diskusikan tingkat toleransi terhadap beban sensori (misal bising,
terlalu terang).
Rasional: dengan berdiskusi dapat mengetahui beban sensori yang
dialami.
c) Batasi stimulus lingkungan (misal cahaya, suara, aktivitas).
Rasional: dengan membatasi stimulus lingkungan dapat
meminimalisir rasa tidak nyaman.
d) Ajarkan cara meminimalisasi stimulus (misal mengatur
pencahayaan ruangan, mengurangi kebisingan).
Rasional: dengan meminimasilasi stimulus dapat meningkatkan rasa
nyaman.
c. Risiko Jatuh (D.0143, Hal 306).
1) Tujuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x waktu, diharapkan
tingkat jatuh menurun dengan kriteria hasil:
a) Jatuh saat berdiri menurun.
b) Jatuh saat berjalan menurun.
c) Jatuh saat di kamar mandi menurun.
d) Jatuh dari tempat tidur menurun.
2) Intervensi Pencegahan Jatuh (I.14540, Hal 279)
a) Hitung risiko jatuh dengan menggunakan skala.
Rasional: dengan mengetahui tingkat risiko jatuh dapat menentukan
pencegahan jatuh yang tepat.
b) Monitor kemampuan berpindah dari tempat tidur ke kursi roda atau
sebaliknya.
Rasional: dengan memonitor kemampuan berpindah dapat menentukan
pencegahan jatuh yang tepat.
c) Gunakan alat bantu berjalan (kursi roda atau walker).
Rasional: dengan menggunakan alat bantu berjalan dapat membantu
keseimbangan saat berjalan.
d) Anjurkan menggunakan alas kaki yang tidak licin.
Rasional: dengan menggunakan alas kaki yang tidak licin dapat
mengurangi risiko jatuh saat berjalan.
e) Anjurkan latihan keseimbangan.
Rasional: dengan latihan keseimbangan dapat meningkatkan serat otot
sehingga otot mengalami penguatan.
f) Anjurkan melebarkan jarak kedua kaki untuk meningkatkan
keseimbangan saat berdiri.
Rasional: dengan melebarkan jarak kedua kaki dapat membuat tubuh
seimbang saat berdiri.
d. Risiko Cidera (D.0136, Hal 294).
1) Tujuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x waktu, diharapkan
tingkat cidera menurun dengan kriteria hasil:
a) Kejadian cidera menurun.
b) Luka/lecet menurun.
c) Fraktur menurun.
d) Perdarahan menurun.
e) Ekspresi wajah kesakitan menurun.
2) Intervensi Pencegahan Cedera (I.14537, Hal 275)
a) Identifikasi area lingkungan yang berpotensi menyebabkan cedera.
Rasional: dengan mengidentifikasi dapat mengetahui lingkungan yang
berpotensi bahaya.
b) Sediakan pencahayaan yang memadai.
Rasional: dengan pencahayaan dapat membuat ruangan terang.
c) Pastikan kursi roda dalam kondisi terkunci.
Rasional: dengan kursi roda terkunci dapat meminimalkan risiko terjatuh.
d) Anjurkan berganti posisi secara perlahan dan duduk selama beberapa
menit sebelum berdiri.
Rasional: dengan berganti posisi secara perlahan dapat menjaga
keseimbangan tubuh.
e. Kesiapan Peningkatan Manajemen Kesehatan (D.0112, Hal 249)
1) Tujuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x waktu, diharapkan
manajemen kesehatan meningkat dengan kriteria hasil:
a) Melakukan tindakan untuk mengurangi faktor risiko meningkat.
b) Menerapkan program perawatan meningkat.
c) Aktivitas hidup sehari-hari efektif memenuhi tujuan kesehatan meningkat.
2) Intervensi Edukasi Kesehatan (I.12383, Hal 65)
a) Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi.
Rasional: dengan mengetahui kesiapan dan kemampuan dapat
memaksimalkan penyampaian informasi.
b) Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan.
Rasional: dengan media dapat mempermudah dalam penyampaian informasi.
c) Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan.
Rasional: dengan penjadwalan dapat memaksimalkan penyampaian informasi.
d) Berikan kesempatan untuk bertanya.
Rasional: dengan kesempatan bertanya dapat menambah pemahaman.
e) Jelaskan faktor risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan.
Rasional: dengan mengetahui faktor risiko dapat meminimalisir faktor
tersebut. f) Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat.
Rasional: dengan berperilaku hidup bersih sehat dapat meningkatkan status
kesehatan.

D. Implementasi keperawatan
Pelaksanaan keperawatan merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan yang
dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan. Rencana keperawatan yang
dibuat berdasarkan diagnosis yang tepat diharapkan dapat mencapai tujuan dan hasil
yang diinginkan untuk mendukung dan meningkatkan status kesehatan pasien (Rendy,
2019). Tujuan dari implementasi adalah membantu pasien dalam mencapai tujuan
yang telah ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,
dan pemulihan kesehatan. Pelaksanaan asuhan keperawatan akan dapat dilaksanakan
dengan baik, jika klien mempunyai keinginan untuk berpartisipasi dalam
implementasi asuhan keperawatan (Padila, 2019).

E. Evaluasi keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah tahap akhir dari proses keperawatan untuk
mengukur respon klien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan respon klien
kearah pencapaian tujuan (Rendy, 2019). Evaluasi terdiri dari evaluasi formatif dan
evaluasi sumatif. Evaluasi formatif adalah evaluasi ketika kegiatan atau program
sedang berlangsung, sedangkan evaluasi sumatif adalah evaluasi di akhir kegiatan
atau program. Menurut Dewi (2015) evaluasi dapat berupa evaluasi struktur, proses,
dan hasil. Evaluasi hasil asuhan keperawatan didokumentasikan dalam bentuk SOAP
yaitu: a. S (subyektif) dimana perawat menemukan keluhan klien yang masih
dirasakan setelah dilakukan tindakan keperawatan.

b. O (obyektif) adalah data yang berdasarkan hasil pengukuran atau observasi klien
secara langsung dan dirasakan setelah selesai tindakan keperawatan.

c. A (assesment) adalah analisis yang mengacu pada tujuan asuhan keperawatan. ]


d. P (planning) adalah perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan, dihentikan,
dimodifikasi, atau ditambah dengan rencana kegiatan yang sudah ditentukan
sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Ambari, P. K. (2010). Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dengan Keberfungsian Sosial Pada
Pasien Skizofrenia Pasca Perawatan Di Rumah Sakit. Skripsi.

Argi Virgona Bangun, G. J. (2020). Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan Diet
Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2. Jurnal Ilmu Keperawatan Medikal Bedah, 1-76.

Aspiani, Y. R. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gerontik, Aplikasi NANDA, NIC, NOC.
Edisi: 1. Jakarta: EGC.

Ayu Dewi Nastiti, C. K. (2020). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan Kontrol Pasien
TB Paru. Jurnal Ilmiah Keperawatan Stikes Hang Tuah Surabaya, Vol. 15 No.1. Hlm: 78-89.

Brunner, & Suddarth. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta: EGC.

Budiono, S., & Al, E. (2013). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Mata. Surabaya: Airlangga University
Press.

Dede Nurjamil, C. R. (2017). Hubungan Antara Peran Keluarga Dengan Kepatuhan Minum Obat
Pasien Skizofrenia. Jurnal Keperawatan, Volume 5 No 1, Hal 53 - 59.

Friedman. (2003). Keperawatan Keluarga. Jakarta: EGC.

Hakam, M., Estini, M., & Siswoyo. (2016). Hubungan Pelaksanaan Discharge Planning Terhadap
Kepatuhan Perawat Pada Klien Pasca Operasi Katarak Di RSD Dr. Soebandi Kabupaten Jember.
Jurnal Keperawatan. ISSN2579-7719, 31-39.

Ilyas, S., & SR, Y. (2014). Ilmu Penyakit Mata. Edisi 5. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia

Joice M. Laoh, S. I. (2013). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan Berobat Pada
Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di Poli Endokrin Blu Rsu Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. hlm.
44-50.

Kemenkes. (2013). Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta: Balitbang Kemenkes


RI.Kemenkes, I. (2014). Situasi Gangguan Penglihatan Dan Kebutaan. Available At

Laila. (2015). Analisis Faktor-Faktor Risiko Kejadian Katarak Di Daerah Pesisir Kendari. RSUP
Bahteramas. Vol. 4. No. 2.

Lantu, N. R., & Mobiliu, S. (2015). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Lansia Berobat
Katarak Di Poliklinik Mata RSUD Prof. DR. H. Oloei Saboe Kota Gorontalo. KIM Fakultas Ilmu
Kesehatan Dan Kedokteran.

Lily Herlinah, W. W. (2013). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Perilaku Lansia Dalam
Pengendalian Hipertensi. Jurnal Keperawatan Komunitas, Vol.1. No. 2. 108-115.
Lingga, L. (2013). All About Stroke. Jakarta: Elex Media Komputindo. Lukitasari, D. A. (2013).
Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Kepatuhan Kontrol Pada Lansia Dengan Hipertensi Di
Puskesmas Manisrenggo Klaten. 1-15.

Maryunani, A. (2010). Ilmu Kesehatan Anak Dalam Kebidanan. Jakarta: CV.Trans Info Media. .

Nadeak. (2010). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi Di
Ruangan RB2 RSUP HAM.

Neil, N. (2012). Psikologi Kesehatan : Pengantar Untuk Perawat & Profesional Kesehatan Lain.
Jakarta: EGC.

Nindita Rachmania, N. K. (2020). Hubungan Karakteristik Pasien Dengan Kepatuhan Minum Obat
Dan Kualitas Hidup Pasien Rawat Jalan Strok Iskemik Di RSUD Banyumas . Vol 8 No 1: Hal 16-25

Notoadmojo, S. (2012). Promosi Kesehatan Dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. (2012). Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Prima., F.,

Yaslinda, Y., & Edison. (2014). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kejadian Depresi Pada Usia
Tua Di Nagari Tanjung Banai Aur, Kecamatan Sumpur Kudus, Kabupaten Sijunjung Tahun 2012.
Jurnal Kesehatan Andalas, 3 (2). 163-166.

Qurrat, D., & Silvia, M. (2018). Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Keluarga Dengan Perawatan Post
Operasi Katarak Di Poli Mata RSUD Pariaman. Jurnal Kesehatan Medika Santika, 108-113. 48
Saputra, N., Handini, C. M., & Sinaga, R

Anda mungkin juga menyukai