ASUHAN KEPERAWATAN
PEMENUHAN KEBUTUHAN ELIMINASI : RESIKO INKONTINENSIA URINE
DORONGAN PADA LANSIA Ny. P DENGAN DX. MEDIS HIPERTENSI DI BADAN
PELAYANAN SOSIAL TRESNA WERDHA BUDHI LUHUR KASONGAN BANTUL
Disusun oleh :
Aisyah Ayu Melati S (P07120217004)
ASUHAN KEPERAWATAN
PEMENUHAN KEBUTUHAN ELIMINASI : RESIKO INKONTINENSIA URINE
DORONGAN PADA LANSIA Ny. P DI BADAN PELAYANAN SOSIAL TRESNA
WERDHA BUDHI LUHUR KASONGAN BANTUL
Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas individu praktik keperawatan gerontik
pada semester 4 tahun ajaran 2018/2019. Diajukan untuk disetujui pada :
Hari :
KATA PENGANTAR
1
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan asuhan keperawatan
dengan judul “Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi : Resiko
Inkontinensia Urine Dorongan Pada Lnasia Ny. P Di Badan Pelayanan Sosial Tresna
Werdha Budhi Luhur Kasongan Bantul”. Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas
praktik klinik Kepertawatan Kebutuhan Dasar Manusia khususnya asuhan keperawatan pada
pasien dengan pemenuhan kebutuhan rasa aman nyaman.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada :
1. Bondan Palestin, SKM., M.Kep., Sp.Kom. selaku Ketua Jurusan Keperawatan Poltekkes
Kementerian Kesehatan Yogyakarta
2. Ns. Maryana, S.Psi., S.Kep., M.Kep. selaku Ka.Prodi D IV Keperawatan Poltekkes
Kementerian Kesehatan Yogyakarta
3. Dra Ni Ketut Mendri, S.Kep, Ns, M.Sc selaku dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan bimbingan demi terselesainya laporan ini
4. Thoyibatul, AMK selaku pembimbing lapangan yang telah memberi bimbingan saat
praktik di lapangan
5. Rekan-rekan yang telah memberikan bantuan dalam proses menyelesaikan penyusunan
laporan ini.
Kami berharap semoga laporan ini dapat membantu pembaca untuk lebih mengetahui
tentang asuhan keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi : Resiko Inkontinensia Urine
Dorongan Pada Lansia Ny. P Di Badan Pelayanan Sosial Tresna Werdha Budhi Luhur
Kasongan Bantul. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini, masih jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharap kritik dan saran dari berbagai pihak agar
laporan ini lebih sempurna.
Penulis
BAB I
2
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Inkontinensia urin (IU) merupakan salah satu masalah kesehatan yang se ring
dijumpai pada lansia. Hal tersebut jarang disampaikan oleh pasien maupun keluarga
karena dianggap memalukan (tabu) atau wajar terjadi pada la nsia sehingga tidak perlu
diobati. IU dinilai bukan sebagai penyakit, melainkan suatu gejala yang dapat
menimbulkan berbagai gangguan kesehatan, sosial, psikologi serta dapat menurunkan
kualitas hidup. IU merupakan keluarnya urin tidak disadari dan pada waktu yang tidak
diinginkan (tanpa memperhatikan frekuensi dan jumlah) yang mengakibatkan masalah
sosial dan higienisitas penderitanya. Prevalensi IU pada perempuan di dunia berkisar
antara 10 - 58%. Menurut Asia Pasific Continence Advisor B oard (APCAB), prevalensi
IU pada perempuan Asia adalah 14,6%, dimana sekitar 5,8% berasal dari Indonesia. 1
Survei IU oleh Rumah Sakit U mum Dr. Soetomo (2008) pada 793 pasien menunjukkan
bahwa prevalensi IU pada perempuan 6,79%, sedangkan pada laki - laki 3,02%. Survei
lainnya oleh Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo (2003) pada 179
lansia menunjukkan bahwa angka kejadian IU tipe stres pada laki - laki 20,5%,
sedangkan pada perempuan 32,5%. Hal tersebut menunjukkan bahwa prevalensi IU pada
perempuan lebih tinggi daripada laki - laki.
Proses menua diyakini sebagai salah satu faktor predisposisi terjadinya IU.
Penuaan menyebabkan banyak perubahan anatomis dan fisiologis organ urogenital
bagian bawah, antara lain fibrosis, atrofi mukosa, perubahan vaskularisasi submukosa
dan menipisnya lapisan otot yang menggangu kontraktilitas dan mudah terbentuk
trabekulasi hingga divertikel. Hal ini akan menyebabkan posisi kandung kemih prolaps
sehingga melemahkan tekanan. Risiko IU akan meningkat pada perempuan dengan
obesitas , riwayat histerektomi, infeksi urogenital dan trauma perineal, serta melahirkan
pervaginam. Pada lansia yang dirawat di panti werdha, IU sering berkaitan dengan
gangguan mobilitas, demensia, depresi, stroke, diabetes mellitus dan Parkinson. Faktor
risiko IU lainnya yang dapat dimodifikasi, antara lain infeksi saluran kemih, keterbatasan
aktivitas fisik dan faktor gangguan lingkung an. Inkontinensia urin mempunyai dampak
medik, psikososial dan ekonomik. Beberapa kondisi yang sering menyertai IU antara lain
kelainan kulit dan gangguan tidur, hingga dampak psikososial dan ekonomik, seperti
depresi, mudah marah, terisolasi, hilang percaya diri, pembatasan aktifitas sosial, dan
3
besarnya biaya rawatan. Kualitas tidur yang menurun disebabkan oleh lingkungan tidur
yang tidak nyaman, terbangun malam hari untuk berkemih, dan stres. Hal tersebut
menyebabkan penurunan konsentrasi, mudah marah dan sulitnya mengambil keputusan.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas pada Ny. P
dengan diagnosis keperawatan yang sesuai.
2. Tujuan khusus
Setelah dilakukan pengkajian terhadap Ny. P diharapkan mahasiswa dapat :
a. Melakukan pengkajian data
b. Intervensi data dasar
c. Merencanakan suatu tindakan yang komprehensif
d. Melakukan asuhan keperawatan sesuai rencana
e. Mengevaluasi hasil pelaksanaan asuhan keperawatan.
C. Manfaat
1. Bagi klien
Memberi informasi pada klien dan masyarakat tentang pentingnya
meningkatkan kebutuhan aman dan nyaman agar terhindar dari nyeri kepala
2. Bagi penulis
Mendapatkan pengalaman serta dapat menerapkan apa yang di dapat dalam
perkuliahan.
3. Bagi institusi pendidikan
Sebagai bahan kepustakaan tentang asuhan keperawatan pada Ny. P dengan
pemenuhan kebutuhan eliminasi urin
4. Bagi lahan praktik
Memberikan masukan terhadap tenaga kesehatan untuk mempertahankan dan
menguatkan serta meningkatkan asuhan keperawatan secara profesional agar
terhindar dari komplikasi yang mungkin timbul.
4
D. Cara Pengumpulan Data
1. Wawancara
Pengumupulan data dengan tanya jawab langsung pada pasien dan orang-orang di
lingkungan pasien misalnya ketua wisma.
2. Observasi
Pengambilan data dengan cara menilai dan memantau perkembangan klien secara
langsung.
3. Studi dokumentasi
Cara pengumpulan data dengan cara melihat buku rekam medik klien dan hasil
pemeriksaan laboratorium seta pemeriksaan penunjang.
4. Studi pustaka
Teori asuhan keperawatan dari buku-buku yang membahas masalah-masalah
asuhan keperawatan.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
Lanjut usia adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik, di mulai
dengan adanya beberapa yang perubahan dalam hidup. Sebagai mana di ketahui,
ketika manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai kemampuan reproduksi dan
melahirkan anak. Ketika kondisi hidup berubah, seseorang akan kehilangan
fungsi dan tugas ini, dan selanjutnya, yaitu usia lanjut, kemudian mati. Bagi
manusia yang normal, siapa, tentu telah siap menerima keadaan baru dalam setiap
fase hidupnya dan mencoba menyesuaikan diri dalam kondisi lingkunganya
(Darmojo, 2004).
1) Kelompok usia pertegahan (middle age) adalah usia antara 45-59 tahun.
2) Kelompok lanjut usia(elderly age) usia antara 60-74 tahun.
3) Kelompok usia tua (old age) usia antara 75-79 tahun.
4) Kelompok sangat tua (very old) usia 80 tahun keatas.
b. Proses Menua
Proses penuaan seringkali dianggap sebagai suatu hal yang harus terjadi dan
sudah ditentukan oleh Tuhan dan tidak mungkin dihambat oleh manusia dan harus
dialami dan Tuhan sudah menentukan kematian seseorang. Proses penuaan memang
sedemikian prosesnya dianggap manusia tidak akan mampu melakukan dalam
intervensi untuk memperpanjang umurnya. Tetapi yang perlu dipertanyakan
mengapa ada orang yang berumur panjang dan ada yang cepat mati malahan tidak
6
jarang bayi baru lahir atau belum lahir sudah mati dan sebaliknya ada orang yang
berumur panjang malahan ada yang mencapai 100 tahun lebih (Bustan, 2007).
1) Perubahan Organik
Menurunkan jumlah kolagen, unsur seluler pada sistem saraf, otot, dan
organ vital lainnya menghilang. Menurun jumlah sel yang berfungsi normal,
menurun jumlah lemah meningkat, jumlah darah yang dipompakan menurun,
Jumlah udara yang diekspirasi paru lebih sedikit, menurun ekskresi hormon ,
aktivitas sensorik dan persepsi menurun, penyerapan lemak, protein, dan
karbohidrat menurun, umen arteri menebal
2) Sistem Persarafan
3) Sistem Pendengaran
4) Sistem Penglihatan
7
penurunan sekresi air mata, penurunan ketajaman penglihatan, lapang
penglihatan, dan adaptasi, kepekaan terhadap cahaya yang menyilaukan
meningkat, peningkatan insiden glaucoma, gangguan persepsi kedalaman dan
peningkatan kejadian jatuh, kurang dapat membedakan warna biru, violet dan
hijau, peningkatan kekeringan dan iritasi mata.
5) Sistem Muskuloskletal
6) Sistem Perkemihan
7) Sistem Endokrin
8) Sistem Reproduksi
Atrofi dan fibrosis dinding serviks dan uterus, elastisitas vagina dan
lubrikasi menurun, penurunan hormone dan oosit , involusi jaringan kelenjar
mamae, poliferasi jaringan stroma dan glandular, kekeringan vagina dan rasa
terbakar dan nyeri pada saat koitus, penurunan volume cairan semina dan
ejakulasi, elevasi testis menurun , hipertrofi prostat jaringan ikat payudara
8
digantikan dengan jaringan lemak, sehingga pemeriksaan payudara lebih
mudah dilakukan.
9) Sistem Gastrointestina.
9
2. Inkontinensia urine
10
g) R : Restricted Mobility – dapat penurunan kondisi fisik lain yang
mengganggu mobilitas untuk mencapai toilet.
h) S : Stool Impaction – dapat pengaruh tekanan feses pada kondisi konstipasi
akan mengubah posisi pada kandung kemih dan menekan saraf.
a) Inkontinensia urin tipe stress: Inkontinensia urin terjadi apabila urin dengan
secara tidak terkontrol keluar akibat peningkatan tekanan di dalam perut,
melemahnya otot dasar panggul, operasi dan penurunan estrogen. Pada
gejalanya antara lain kencing sewaktu batuk, mengedan, tertawa, bersin,
berlari, atau hal yang lain yang meningkatkan tekanan pada rongga perut.
Pengobatan dapat dilakukan dengan tanpa operasi (misalnya dengan Kegel
exercises, dan beberapa jenis obat-obatan), maupun dengan operasi.
b) Inkontinensia urin tipe urge: timbulnya pada keadaan otot detrusor kandung
kemih yang tidak stabil, di mana otot ini bereaksi secara berlebihan
Inkontinensia urin dapat ditandai dengan ketidakmampuan menunda
berkemih setelah sensasi berkemih muncul manifestasinya dapat merupa
perasaan ingin kencing yang mendadak (urge), kencing berulang kali
(frekuensi) dan kencing di malam hari (nokturia).
c) Inkontinensia urin tipe overflow : pada keadaan ini urin mengalir keluar
dengan akibat isinya yang sudah terlalu banyak di dalam kandung kemih,
pada umumnya akibat otot detrusor kandung kemih yang lemah. Biasanya
hal ini bisa dijumpai pada gangguan saraf akibat dari penyakit diabetes,
cedera pada sumsum tulang belakang, dan saluran kencing yang tersumbut.
Gejalanya berupa rasanya tidak puas setelah kencing (merasa urin masih
11
tersisa di dalam kandung kemih), urin yang keluar sedikit dan pancarannya
lemah.
d) Inkontinensia urin tipe fungsional: dapat terjadi akibat penurunan yang berat
dari fungsi fisik dan kognitif sehingga pasien tidak dapat mencapai ketoilet
pada saat yang tepat. Hal ini terjadi pada demensia berat, gangguan
neurologic, gangguan mobilitas dan psikologik (Setiati, 2007; Cameron,
2013).
12
sangat meningkat pada wanita dengan nilai indeks massa tubuh yang lebih besar
(Setiati dan Pramantara, 2007).
Dapat terdiri atas kandung kemih dan uretra yang keduanya harus bekerja
dengan secara sinergis untuk dapat menjalankan fungsinya dalam menyimpan dan
mengeluarkan urin. Kandung kemih sebagai organ berongga yang terdiri dari mukosa,
otot polos detrusor, dan serosa. Perbatasan antara kandung kemih dan uretra, terdapat
sfingter uretra interna yang di terdiri atas otot pols. Sfingter interna ini selalu tertutup
pada saat fase pengisian atau penyimpanan dan terbuka pada saat isi kandung kemih
sudah penuh dan saat miksi atau pengeluaran. Pada sebelah distal dari sfingter interna
terdapat uretra.
Uretra pria dan wanita yang dibedakan berdasarkan ukuran panjangnya. Pada
wanita ukurang panjang uretra kurang lebih 4 cm sedangkan dan pada pria kurang
lebih 20 cm di sebelah distal dari uretra terdapat sfingter uretra eksterna terdiri atas
otot bergaris dari otot dasar panggul. Sfingter ini membukakan pada saat miksi sesuai
dengan perintah dari korteks serebri (Purnomo, 2008)
13
e. Fisiologi dan Patofisiologi Berkemih
14
International Consultation on Incontinence Questionnaire Short Form (ICIQ-
SF) dan The Three Incontinence Questions (3IQ) merupakan salah satu contoh alat
ukur yang berisi pertanyaan penapis diagnosis Inkontinensia urin. ICIQ-SF
merupakan instrumen yang telah diterima setelah perkembangan dari beberapa seri
kuesioner yang dapat diaplikasikan pada pasien dengan inkontinensia. Pertanyaan
pada kuesioner, ICIQSF telah secara penuh tervalidasi. ICIQ-SF ini menggambarkan
usaha untuk menangkap dan merefleksikan pandangan pasien, serta disusun untuk
mengevaluasi kondisi pasien secara tepat (Abrams, 2003).
(Murphy , 2007).
15
DAFTAR PUSTAKA
Cook K & Sobeski L M. Urinary incontinence in the older adult. PSAP . 2013 ; 1 - 15.
Tarwoto & Wartonah. (2010). Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses Keperawatan.
Edisi 4. Jakarta:Salemba Medika.
Juananda, Desby dan Dhany Febriantara. 2017. Inkontinensia Urin pada Lanjut Usia
di Panti Werdha Provinsi Riau. Online published first 14 September 2017.
https://doi.org/10.26891/jkm.v1i1.2017.20 - 24
16