Anda di halaman 1dari 14

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK dengan

MIEOMENINGOKEL
TINJAUAN TEORITIS
A. Definisi
Mylomeningocele adalah kelainan spinal bawaan kompleks yang menyebabkan
perubahan tingkat cacat otot spinal atau melodysplasia. (Article, April, 2006)
Myelomeningocele adalah suatu kerusakan kongenital yang terjadi di saluran sumsum tulang belakang dan tulang punggung akibat dari tidak tertutup sebelum lahir.
Kondisi ini termasuk kondisi dari spina bifida. (Artikel Kesehatan, Maret, 2008)
Mielomeningokel menggambarkan bentuk disrafisme yang paling berat yang
melibatkan kolumna vertebralis dan terjadidengan insiden sekitar 1/1000 kelahiran
hidup.
B. Etiologi
Penyebab mielomeningokel tidak diketahui secara pasti, namun sebagaimana
halnya semua defek penutupan tuba neuralis, ada predisposisi genetik, antara lain
sebagai berikut

Resiko berulang setelah seseorang terkena meningkat dari 3-4 % dan


meningkat sampai sekitar 10% pada dua kehamilan abnormal sebelumnya.

Faktor nutrisi dan lingkungan.

Faktor maternal.
Kejadian mielomeningokel kira-kira 75 % dari seluruh penyebab spina bifida
dan perbandingannya adalah 1: 800 kelahiran hidup.

C. Pathofisiologi
Cacat pembuluh neural adalah hasil proses teratogenic yang menyebabkan
kerusakan penutupan dan perbedaan abnormal pembuluh neural embrio selama

empat mingu pertama usia kehamilan. Keadaan kerusakan pembuluh neural


adalah anencephaly dan myelomeningocele. Anencephaly dihasilkan dari
kerusakan penutupan anencephaly arirostral akhir pembuluh neural, hasil formasi
inkomplit otak dan tengkorak. Myelomeningocele dihasilkan dari kerusakan
penutup caudal akhir pembuluh neural, dihasilkan pada pembukaan luka atau
kantong yang berisi otot spinal dysplastic, akar syaraf, tulang belakang punggung,
dan kulit. Tingkat anatomik kantong myelomeningocele kira-kira berhubungan
dengan neurologi, motorik dan defisit sensor pasien.
Myelomeningocele dikelompokkan dengan perkembangan abnormal pembuluh
neural tengkorak, yang dihasilkan dalam beberapa karakteristik anomalis CNS.
Malformasi Chiari type II digolongkan oleh cerebellar hypoplasia dan perubahan
tingkat berat caudal dari bawah otak ke dalam atas kanal servik melalui magnum
foramen. Kelainan bentuk ini menganggu aliran absorpsi cairan cerebrospinal
(CSF) dan menyebabkan hydrocephalus yang terjadi lebih dari 90% pada bayi
dengan mylemonengicole. Dysplasia kortek cerebral, termasuk heterotopis,
polymicrogria, laminasi abnormal, penggabungan thalami dan corpus callosum
abnormal, juga sering terjadi. Struktur mesodermal yang ada pada pembuluh
neural, seperti tulang iga dan pembuluh neural, juga mungkin tidak terbentuk.
Myelomeningocele sering terjadi dengan bawaan anomalis sistem ganda.
Kelompok anomalis biasanya bermuka pucat, malformasi hati, dan anomalis
sistem pencernaan. Anomali saluran kemih, seperti gagal ginjal atau tidak
terbentuknya saluran kencing, kemungkinan meningkatkan mordibitas dalam
adanya disfungsi kandung kemih neurogenic.

D. Manifestasi klinis

Keadaan ini menghasilkan disfungsi banyak orgfan dan struktur, termasuk


skeleton, kulit dan saluran genitourinaria, disamping sistem syaraf perifer dan
CSS (Sistem Cerebro Spinal). Mielomeningokel mungkin beradea disuatu tempat
sepanjang aksis saraf, namun daerah lumbosakral menyebabkan seridaknya 75 %

kasus.

Luas

dan

tingkatnya

defisi

neurologis

tergantung

pada

lokasi

mielomeningkel. Lesi pada daerah sakrum bawah menyebabkan inkontinensia


usus besar dan kandung kencing dan disertai dengan anestesi pada daerah
perineum namun tanpa gangguan fungsi motorik.
Bayi baru lahir dengan defek pada lumbal tengah secara khas memiliki struktur
kistik seperti kantong yang ditutup oleh lapisan tipis jaringan yang sebagian
terepitelialisasi. Sisa jaringan saraf dapat terlihat dibawah membran yang kadangkadang dapat robek dan CSS bocor. Pemeriksaan bayi menampakkan paralisis
flaksid tungkai bawah, tidak adanya reflek tendo dalam, tidak ada respon terhadap
sentuhan dan nyeri, dan tingginya insiden kelainan postur tungkai bawah
(termasuk kaki pekuk dan subluksasi pinggul).
Urin menetes terus menerus dan relaksasi sfingter ani mungkin nyata. Dengan
demikian, mielomeingokel pada daerah lumbal tengah cenderung menghasilkan
tanda neuron motor bawah karena kelaianan dan kerusakan konus medullaris.
Bayi dengan mielomeningokel secara khas memiliki peningkatan defisit
neurobiologis yang semakin meningkat setelah mielomeningokel bergerak naik
kedaerah thoraks. Namun, penderita dengan mielomeningkel didaerah toraks atas
atau daerah servikal biasanya memiliki defisit neurobiologis yang sangat minim
dan pada kebanyakan kasus tidak mengalami hidrosefalus.
E. Komplikasi
Komplikasi myelomeningocele dapat diklasifikasikan secara umum ke dalam 4
kategori umum, yaitu

Neurologic, seperti hidrosefalus, radang selaput otak/meningitis dsb

Orthopedic, seperti kelemahan atau kelumpuhan kaki permanent

Urologic, hilangnya kendali VU.

Gastrointestinal.

F. Pemeriksan penunjang
1. USG (ultrasonografi)

2. MRI
3. CT-Scan
4. Radiographi
5. Cystogram
6. Penilaian maternal serum alpha-fetoprotein ( AFP)
G. Penanganannya
Manajemen dan pengawasan anak serta keluarga dengan mielomeningokel
memerlukan pendekatan tim multidisipliner, yang meliputi ahli bedah, dokter dan
ahli terapi dengan satu individu (sering dokter anak) yang berperan sebagai
penasehat dan koordinator program terapi.
Dari beberapa penelitian bahwa penundaan pembedahan selama beberapa hari
(dengan pengecualian kebocoran CSS), ini memungkinkan orang tua untuk dapat
menyesuaikan terhadap syok dan persiapan untuk tidakaan dan masalah yang
tidak dapat dihindari.
Kriteria yang ekslusif yang dikembangkan di Inggris, terdiri dari hal berikut :
paralisis kaki yang mencolok, lesi torakolumbosakral, kifosis, skoliosis, cedera
karena lahir yang menyertai; defek kongenital jantung lain, otak, atau saluran
cerna, dan kepala sangat membesar. Jika gejala atau tanda atau disfungsi otak
belakang muncul, terindikasi untuk dekompresi bedah medulla spinalis dan
medulla servikalis awal. Kaki pekuk mungkin memerlukan pembidaian, dan
pinggul yang tergeser memerlukan tindakan operasi.
Nama Obat/Racun : Oxybutynin Klorid ( Ditropan), dari kategori Obat:
Anticholinergics
Dosis Orang dewasa : 2.5-10 MG PO qd/tid
Dosis Pediatric: 2.5-5 MG PO qd/tid

o > 5 tahun: 5 mg menghancurkan 10-30 mL bersifat garam atau air steril untuk
intravesical pemanasan/penyulingan
Nama Obat/Racun : Hyoscyamine Sulfate ( Levsin, Levbid)
Dosis Orang dewasa : 0.15-0.30 MG PO bid/qid
Dosis Pediatric : < 2 tahun: [Yang] yang tidak dibentuk/mapan
o 2-11 tahun: 0.061250-0.125 MG PO bid/qid
o > 12 tahun: 0.125-0.25 MG PO bid/qid
Nama Obat/Racun : Imipramine Hydrochloride ( Tofranil) dari kategori Obat:
Tricyclic Antidepressants
Dosis Orang dewasa : 50-100 MG/D PO di (dalam) 1-4 membagi dosis

Anak-Anak

Dosis

Pediatric:

[Yang]

yang

tidak

dibentuk/mapan

Anak remaja: 30-75 MG/D PO di (dalam) 1-4 membagi dosis; [yang] bukan
untuk melebihi 200 mg/d
Nama Obat/Racun Terazosin ( Hytrin). Dari kategori Obat: Alpha-adrenergic
antagonists
Dosis Orang dewasa 1-10 MG PO qd
Dosis Pediatric Yang tidak dibentuk/mapan
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Aktivitas istirahat

Tanda : kelumpuhan otot.


Kelemahan umum/kelemahan otot (trauma dan adanya kompresi saraf)
2. Sirkulasi
Tanda : Berdebar-debar, pusing saat melakukan perubahan posisi saat bergerak
Hipotensi, hepertensi postural, bradikardi, ekstrimitas dingin dan pucat.
Hilangnya keringat pada daerah yang terkena.
3. Eliminasi
Tanda : Inkontinensia defekasi dan berkemih.
Retensi urine. Distensi abdomen, peristaltik usus hilang.
4. Makanan/cairan
Tanda : Mengalami distensi abdomen, peristaltik usus hilang.
5. Higiene
Tanda : Sangat ketergantungan dlam melakukan aktivitas sehari-hari
(bervariasi)
6. Neurosensori
Gejala

Kesemutasn,

rasa

terbakar

pada

lengan/kaki,

flaksis/spastisitas dapat terjadi saat syok spinal teratasi


Tanda : kelumpuhan, kelemahan .
Kehilangan sensasi
Kehilangan refleks/refleks asimetris termasuk tendon dalam
7. Nyeri /ketidaknyamanan
Gejala : nyeri tekan otot,
Tanda : mengalami deformitas, postur, nyeri tekan vertebral.

paralisis

8. Pernapasan
Gejala : napas pendek, sulit bernapas.
Tanda : pernapasan dangkal/labored, periode awpneu, penurunan bunyi napas,
ronki, pucat, sianosis.
9. Keamanan
Gejala : suhu yang berfluktuasi (suhu tubuuh diambil pada suhu kamar)
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul adalah :
1. Resiko pola nafas tidak efektif b/d kerusakan persarafan dari diafragma (lesi
pada nervus spinal)
2. Perubahan eliminasi urinarius b/d gangguan dalam persyarafan kandung
kemih.
3. Kerusakan integritas kulit b/d adanya edema atau tekanan
4. Resti trauma b/d kerusakan sirkulasi cairan serebrospinal.
5. Resti cedera b/d kerusakan neoromuskular
C. Intervensi Keperawatan
DX 1. Resiko pola nafas tidak efektif b/d kerusakan persarafan dari diafragma
Tujuan : Mempertahankan ventilasi adekuat dibuktikannya dengan tidak adanya
distres pernapasan dan GDA dalam batas yang tidak diterima
Kriteria hasil : pasien dapat bernapas baik, dan lancer

Intervensi
1. Pertahankan jalan napas, dengan posisi kepala lebih tinggi dari tenpat tidur
R : Memudahkan dan mempertahankan jalan napas

2. Kaji fungsi pernapasan dengan mengintruksikan pasien dengan napas dalam.


R : trauma pad C1-C2 menyebabkan hilangnya fungsi pernapasan secara
menyeluruh. Trauma C4-C5 mengakibatkan hilangnya fungsi pernapasan yang
bervariasi. Traquma dibawah C6-C7 tidak mengganggu otot pernapasan tetapi
berpengwaruh pada kelemahan otot interkostal.
3. Auskultasi suara napas
R : kemungkinan terjadinya komplikasi hiperventilasi
DX 2 : Perubahan eliminasi urinarius b/d gangguan dalam persyarafan kandung
kemih.
Tujuan : mengungkapkan pemahaman tentang kondisi
Kriteria hasil : dapat mempertahankan keseimbangan, haluaran dengan urine
jernih
Intervensi
1. Kaji pola berkemih seperti frekuensi, jumlahnya
R : mengidentifikasi fungsi kandung kemih
2. Palpasi adanya distensi kandung kemih dan observasi pengeluaran urine
R : disfungsi kandung kemih bervariasi,
3. Lakukan perawatan kateter bila perlu
R : menurunkan resiko terjadinya iritasi kulit/kerusakan kulit atau infeksi
keatas menuju ginjal
DX 3 : Kerusakan integritas kulit b/d adanya edema atau tekanan

Tujuan : mengidentifikasi faktor resiko individual


Kriteria hasil : dapat memahami kebutuhan tindakan
Intervensi
1. Inspeksi seluruh area kulit, catat pengisian kapiler
R : kulit biasanya cenderung rusak karena perubahan sirkulasi perifer.
2. Lakukan masase dan lubrikasi pada kulit .
R : meningkatkan sirkulasi dan melindungi permukaan kulit.
3. Bersihkan dan keringkan kulit
R : mengurangi dan mencegah terjadinya iritasi pada kulit
DX 4 : Resti trauma b/d kerusakan sirkulasi cairan serebrospinal
Tujuan : Pasien tidak mengalami peningkatan tekanan intrakranial.
Kriteria hasil: bukti peningkatan tekanan intracranial dan hidrosevalus terdeteksi
dini, dan intervensi yang tepat diimplementasikan.
Intervensi :
1. Ukur lingkar oksipitofrontal setiap hari
R :untuk mendeteksi peningkatan tekanan intracranial dan terjadinya
hidrosevalus.
2. Observasi adanya tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial
R : untuk melihat adanya tanda-tanda hidrosevalus
DX 5 : Resti cedera b/d kerusakan neuromuscular
Tujuan : Pasien tidak mengalami deformitas ekstremitas bawah dan panggul atau
resiko pasien terhadap hal tersebut minimal.
Kriteria hasil : Ektremitas bawah mempertahankan fleksibilitasnya serta panggul
dan ektremitas bawah dipertahankan pada artikulasi dan kesajajaran yang benar.

Intervensi :
1. Lakukan latihan rentang gerak pasif
R : Untuk mencegah kontraktur ; jangan memaksakan suatu titik tahanan
untuk mencegah trauma.
2. Lakukan peregangan otot bila diindikasikan
R : untuk mencegah kontraktur
3. Pertahankan panggul pada abduksi ringan sampai sedang.
R : untuk mencegah dislokasi, jaga agar kaki tetap berada pada posisi netral
untuk mencegah kontraktur
4. Gunakan gulungan popok, bantalan, bantal pasir kecil atau alat yang dirancang
khusus.
R : untuk mempertahankan posisi yang diinginkan.
D. Implementasi
Merupakan tindakan dari rencana tindakan keperawatan yang telah direncanakan.
E. Evaluasi
Merupakan hasil dari pencapaian tindakan yang telah dilakukan untuk sebagai
penilaian dan tolak ukur dari keberhasilan tindakan yang telah dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA
Wong, Donna L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta.EGC
www.google.com

KATA PENGANTAR
Rasa syukur yang dalam kami sampaikan ke hadiran Tuhan Yang Maha Pemurah,
karena berkat kemurahanNya makalah ini dapat kami selesaikan sesuai yang
diharapkan.Dalam makalah ini kami membahas Asuhan Keperawatan Pada Anak
Dengan Mielomeningotel,
Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman tentang teori beserta
asuhan keperawatan mielomeningokel sekaligus melakukan apa yang menjadi tugas
mahasiswa yang mengikuti mata kuliah Keperawatan anak.
Dalam proses pembuatan materi ini, tentunya kami mendapatkan bimbingan,
arahan, koreksi dan saran, untuk itu rasa terima kasih yang dalam-dalamnya kami
sampaikan kepada rekan-rekan beserta dosen pembimbing yang telah membantu kami
dalampembuatan makalah ini.
Demikian makalah ini saya buat semoga bermanfaat,

Bukittinggi, Mei 2009


Penulis

ASUHAN KEPERAWATAN PADA


ANAK dengan MIELOMENINGOKEL
TUGAS KEPERAWATAN ANAK

Oleh :
Kelompok IX,
FATIMAH RAMLI
RIZKI ROLEN
SHELIONA PRATIWI
YULIA LESTARI
Tingkat II A

PRODI DIII KEPERAWATAN


STIKes YARSI
BUKITTINGGI SUMBAR
2009

Anda mungkin juga menyukai